Anda di halaman 1dari 11

TUGAS 4

ILMU SOSIAL DASAR

Nama : Anggi Danun Saputro


NPM : 1A113145
Kelas : 4KA36

UNIVERSITAS GUNADARMA
PTA 2013-2014
1. Kesatuan Nusantara Dalam Kebhinekaan Indonesia

Bhinneka Tunggal Ika,


adalah semboyan pada lambang
negara Republik Indonesia yang
keberadaannya berdasarkan PP No
66 Tahun 1951, yang mengandung
arti “Berbeda tetapi satu” .
Semboyan tersebut menurur Prof.
Soepomo, menggambarkan gagasan
dasar, yakni menghubungkan
daerah-daerah dan suku-suku bangsa
di seluruh nusantara menjadi Kesatuan Raya.
Bila merujuk pada asalnya, yaitu kitab Sutasoma yang ditulis oleh Empu
Tantular pada abad XIV, ternyata semboyan tersebut merupakan seloka/ slogan yang
menekankan pentingnya kerukunan antar umat dari agama yang berbeda pada waktu
itu yaitu Syiwa dan Budha. Dengan demikian konsep Bhinneka Tunggal Ika yang
lengkapnya berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika tanhana dharma mangrva” merupakan
kondisi dan tujuan kehidupan yang ideal dalam lingkungan masyarakat yang serba
majemuk dan multi etnik.
Keberagaman atau kehidupan lingkungan majemuk bersifat alami dan
merupakan sumber kekayaan budaya bangsa. Setiap perwujudan mengandung ciri-ciri
tertentu yang membedakannya dari perwujudan yang lain. Tidak mungkin satu
perwujudan mengandung semua crri yang ada karena bila hal itu terjadi, dia akan
menjadi maha sempurna, padahal yang maha sempurna adalah Tuhan. Perbedaan
yang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebenarnya untuk memenuhi
kepentingan bersama agar dapat hidup sejahtera.
Suku bangsa di Indonesia berjumlah lebih dari 100 suku bangsa. Wilayah
Indonesia yang luas memengaruhi tingginya keanekaragaman bangsa Indonesia.
Keragaman suku bangsa akan menentukan keragaman budaya bangsa Indonesia.
Meskipun budaya bangsa kita sangat beraneka ragam, tetapi tetap satu bangsa, yaitu
bangsa Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia ”Bhinneka
Tunggal Ika”, walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu. Bhinneka Tunggal Ika
mengandung makna meskipun berbeda suku, budaya, agama, dan bahasa daerah,
tetapi tetap satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Kemajemukan budaya di Nusantara disemarakkan oleh masuknya budaya
Hindu-Budha yang bercampur dengan kebudayaan pribumi. Lalu masuk juga
pedagang Arab, diikuti pedagang Persia, Gujarat, dan Cina, yang bukan saja
membawa dagangan, tetapi juga pengaruh budaya. Masyarakat Indonesia menjadi

Anggi Danun Saputro 1A113145 Page 1


terbiasa menerima dan menyerap unsur-unsur kebudayaan baru, berkelindan dengan
kebudayaan lama, menjadikan Nusantara “kuali penyerbukan silang-budaya.”1
Dalam pertautan antar budaya itu, sistem kerajaan Hindu-Budha maupun
Islam menjadi pengikat antar suku. “Suku itu dalam bahasa Jawa artinya sikil, kaki,”
demikian Sukarno mengumpamakan kesatuan suku-suku Nusantara. “Jadi bangsa
Indonesia banyak kakinya. Ada kaki Jawa, kaki Sunda, kaki Sumatera, kaki Irian, kaki
Dayak, kaki Bali, kaki Sumba, kaki peranakan Tionghoa… kaki daripada satu tubuh,
tubuh bangsa Indonesia.”2
Tubuh bangsa Indonesia ditopang juga oleh keserasian langkah kaki-kaki
agama. Selain suku dan budaya, corak-corak agama di Nusantara melebur. Awalnya
unsur-unsur Hindu berpadu dengan unsur-unsur Budha. Demikian juga Islam, yang
akhirnya menjadi kepercayaan dominan, melakukan peleburan dengan unsur-unsur
Hindu-Budha dan kepercayaan asli.3Ajaran untuk menerima pemeluk agama yang
berbeda pun dituliskan dalam Kitab Sutasoma. Salah satu frasa di dalamnya kelak
dijadikan semboyan negara kita: Bhinneka Tunggal Ika, “berbeda-beda, tetapi satu
jua.”
Wujud dari keragaman pada nusantara berdasarkan semboyan “Bhineka
Tunggal Ika” itu bermacam-macam yaitu terdiri dari suku bangsa, selain itu terdiri
dari bermacam-macam budaya diantaranya religi/keagamaan, kesenian daerah yang
terdiri dari Pertunjukan Rakyat, Lagu Daerah,Tarian Daerah, Alat Musik Daerah,
Rumah Adat, Pakaian Adat
Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut mempunyai peran terhadap
bangsa Indonesia yaitu agar menjadi bangsa yang berhasil mewujudkan integrasi
nasional di tengah masyarakatnya yang majemuk. Dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika tersebut juga diharapkan sebagai landasan atau dasar perjuangan untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia agar dikenal di mata dunia
sebagai bangsa yang multikulturalisme.
Membina bangsa Indonesia yang multikultural memerlukan upaya yang
berkesinambungan serta berkaitan dengan berbagai aspek agar tercapai Integrasi
nasional melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika yaitu dengan mengadakan proses
pendidikan sejak dini dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan formal dan
in-formal tentang Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) karena individu
dalam masyarakat majemuk haruslah memiliki kesetiaan ganda (multi loyalities)
terhadap bangsa-negaranya, mereka juga tetap memiliki keterikatan terhadap identitas
kelompoknya, namun mereka menunjukan kesetiaan yang lebih besar pada bangsa
Indonesia.
Wawasan nasional bangsa Indonesia adalah wawasan nusantara yang
merupakan pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional.
sedangkan ketahanan nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar proses
pencapaian tujuan nasional tersebut dapat berjalan dengan sukses. Secara ringkas
dapat dikatakan bahwa wawasan nusantara dan ketahanan nasional merupakan dua
konsepsi dasar yang saling mendukung sebagai pedoman bagi penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara agar tetap jaya dan berkembang seteru .

Anggi Danun Saputro 1A113145 Page 2


2.1 Penjelasan Pemilu

Sebelum dilakukan kajian lebih jauh seputar


sistem pemilihan umum, ada baiknya kita
telusuri definisi dari sistem pemilihan umum dari
sejumlah ahli. Definisi-definisi tersebut akan
mengantar kita kepada definisi operasional
sistem pemilihan umum yang digunakan dalam
tulisan ini.

1. Dieter Nohlen mendefinisikan sistem pemilihan umum dalam 2 pengertian,


dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, sistem pemilihan umum
adalah “…. segala proses yang berhubungan dengan hak pilih, administrasi
pemilihan dan perilaku pemilih." Nohlen menyebutkan pengertian sempit
sistem pemilihan umum adalah “… cara dengan mana pemilih dapat
mengekspresikan pilihan politiknya melalui pemberian suara, di mana suara
tersebut ditransformasikan menjadi kursi di parlemen atau pejabat publik."
2. Sudiharto menyatakan bahwa pemilu adalah sarana penting dalam demokrasi,
karena pemilu merupakan contoh partisipasi rakyat dalam berpolitik. Hal ini
terjadi karena banyaknya jumlah warganegara, sehingga mereka harus
menunjuk wakil untuk kehidupan negara.
3. Harris G. Warren dan kawan-kawannya menyatakan bahwa pemilu adalah
sebuah kesempatan ketika warga memilih pejabatnya dan memutuskan apa
yang mereka ingin pemerintah lakukan untuk mereka.
4. Matias Iaryczower and Andrea Mattozzi dari California Institute of
Technology. Menurut mereka, yang dimaksud dengan sistem pemilihan umum
adalah “… menerjemahkan suara yang diberikan saat Pemilu menjadi
sejumlah kursi yang dimenangkan oleh setiap partai di dewan legislatif
nasional. Dengan memastikan bagaimana pilihan pemilih terpetakan secara
baik dalam tiap kebijakan yang dihasilkan, menjadikan sistem pemilihan
umum sebagai lembaga penting dalam demokrasi perwakilan."
5. Matias Iaryczower and Andrea Mattozzi dari California Institute of
Technology. Menurut mereka, yang dimaksud dengan sistem pemilihan umum
adalah “… menerjemahkan suara yang diberikan saat Pemilu menjadi
sejumlah kursi yang dimenangkan oleh setiap partai di dewan legislatif
nasional. Dengan memastikan bagaimana pilihan pemilih terpetakan secara
baik dalam tiap kebijakan yang dihasilkan, menjadikan sistem pemilihan
umum sebagai lembaga penting dalam demokrasi perwakilan."
Dari beberapa pengertian pemilu menurut para ahli di atas dapat ditarik
kesimpulan mengenai pengertian pemilu secara umum proses pemilihan orang(-
orang) untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut
beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan,

Anggi Danun Saputro 1A113145 Page 3


sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses
mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata
'pemilihan' lebih sering digunakan.
Pemilihan umum di Indonesia pertama kali diadakan pada tahun 1955. Saat itu,
pemilu diadakan dua kali, untuk anggota DPR pada bulan September dan
Konstituante pada bulan Desember. Pemilu ini merupakan pemilu proporsional.
Pemilu saat itu menghasilkan 27 partai dan 1 perorangan. Ada 4 partai yang
memperoleh suara terbanyak pada pemilu tersebut, yaitu Masyumi, PNI, NU, dan
PKI.
Pada zaman Demokrasi Terpimpin, Presiden Soeharto menyusutkan partai
menjadi 10, yaitu PNI, Masyumi, NU, PKI, Partai Katolik, Partindo, Partai Murba,
PSII Arudji,dan partai Islam Perti. Partai-partai tersebut mengikuti pemilu pada tahun
1971, karena di zaman Demokrasi Terpimpin tidak ada pemilu.
Setelah Demokrasi Terpimpin yang semi otoriter runtuh, pemilu kembali diadakan
pada zaman Demokrasi Pancasila, dengan Golkar sebagai pemenangnya. Pemilu pada
zaman ini hanya terdiri dari 3 peserta, yaitu PPP, PDI, dan Golkar. Hal ini terus
berlangsung sampai zaman Reformasi.
Pada zaman Reformasi, pemilu diadakan dengan diikuti 48 partai, dan yang
berhasil duduk di DPR sebanyak 21 partai. Kemudian pada tahun 2004, Indonesia
untuk pertamakalinya mengadakan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden
secara langsung. Selain itu, pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai. Pemilu 2004
menghasilkan Susilo Bambang Yudhoyono dan M. Jusuf Kalla sebagai Presiden dan
Wakil Presiden. Kemudian di tahun 2009, pemilu diadakan kembali dengan diikuti 44
partai, dan memenangkan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono sebagai
Presiden dan Wakil Presiden.
Menurut Undang-Undang ini, pemilu diselenggarakan dengan tujuan sebagai
berikut:
 Memilih wakil rakyat dan wakil daerah
 Membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh
dukungan rakyat
 Keduanya dilakukan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional
sebagaimana diamanatkan.
Berdasarkan pasal 22E Ayat (1) UUD 1945, pemilu dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pengertian asas pemilu tersebut adalah sebagai
berikut:
a) Langsung
Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya
secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b) Umum
Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai
dengan undang-undang ini berhak mengikuti pemilu. Pemilihan yang
bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku
menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan

Anggi Danun Saputro 1A113145 Page 4


suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan
status sosial.
c) Bebas
Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya
tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan haknya,
setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai
dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
d) Rahasia
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak
akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun. Pemilih
memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh
orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
e) Jujur
Dalam penyelenggaraan pemilu, setiap penyelenggaraan pemilu, aparat
pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih,
serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
f) Adil
Dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilu
mendapat perlakuan sama, serta bebas dari kecurangan mana pun.

Pemilu juga dapat dibedakan menurut sistem yang digunakan. Jenis sistem pemilu
cukup banyak, dan pilihan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang telah
dipaparkan pada bagian Pertimbangan Memilih Sistem Pemilu. Secara umum,
Andrew Reynolds, et.al. mengklasifikasikan adanya 4 sistem pemilu yang umum
dipakai oleh negara-negara di dunia, yaitu:
1. Mayoritas/Pluralitas
ayoritas/Pluralitas berarti penekanan pada suara terbanyak (Mayoritas) dan
mayoritas tersebut berasal dari aneka kekuatan (Pluralitas). Ragam dari
Mayoritas/Pluralitas adalah First Past The Post, Two Round System,
Alternative Vote, Block Vote, dan Party Block Vote. First Past The Post -
Sistem ini ditujukan demi mendekatkan hubungan antara calon legislatif
dengan pemilih. Kedekatan ini akibat daerah pemilihan yang relatif kecil
(distrik). Sebab itu, First Past The Post kerap disebut sistem pemilu distrik.
Wilayah distrik kira-kira sama dengan satu kota (misalnya: Kota Depok, Kota
Bekasi, Kota Bogor, dan sejenisnya). Kecilnya wilayah yang diwakili,
membuat warga kota mengenal siapa calon legislatifnya. Jika sang calon
legislatif menang pemilu, maka warga kota mudah melihat kinerjanya.
2. Proporsional
Dasar pemikiran Proporsional adalah kesadaran untuk menerjemahkan
penyebaran suara pemilih bagi setiap partai menurut proporsi kursi yang ada di
legislatif. Sistem pemilu Proporsional terbagi 2, yaitu Proporsional Daftar dan
Single Transferable Vote (STV). Sistem Proporsional paling banyak
digunakan, yaitu 72 negara (Proporsional Daftar) dan 4 negara (Single

Anggi Danun Saputro 1A113145 Page 5


Transferred Vote). Proporsional membutuhkan satu distrik lebih dari satu
member.
3. Sistem gabungan
Merupakan sistem yang menggabungkan sistem distrik dengan proporsional.
Sistem ini membagi wilayah Negara dalam beberapa daerah pemilihan. Sisa
suara pemilih tidak hilang, melainkan diperhitungkan dengan jumlah kursi
yang belum dibagi. Sistem ini disebut juga sistem perwakilan berimbang
dengan stelsel daftar.
4. Sistem distrik,
Merupakan sistem pemilihan di mana Negara terbagi dalam daerah-daerah
bagian (distrik) pemilihan yang jumlahnya sama dengan anggota Badan
Perwakilan Rakyat yang dikehendaki. Sistem distrik atau single member
constituencies diwakili oleh satu orang dengan suara mayoritas. Oleh sebab
itu, sistem ini mempunyai kelebihan sekaligus kekurangan.

2.2 Tanggapan Terhadap Pemilu

Dari pemilihan wali kota hingga presiden yang


pernah saya ikuti pelaksanaannya kurang tertib dan
kurang displin sebab banyak masyarakat yang sudah
memiliki kartu pemilu tetapi tidak hadir ke TPS
sehingga mereka banyak yang memilih golput
(golongan putih) dibandingkan memilih langsung
calon pemimpin, serta banyak juga masyarakat yang
pada saat pencoblosan memilih lebih dari satu calon
pemipin padahal hanya diwajibkan mencoblos 1
calon saja pada saat pencoblosan di TPS sehingga
sering kali masyarakat yang memilih lebih dari 1
calon presiden dianggap golput.
Masih banyak juga masyarakat yang belum mempunyai kartu hak suara pemilu
lantaran tidak terdaftarnya mereka di bagian penyelanggaraan pemilu sehingga
masyarakat tidak mempunyai hak suara lantaran tidak memiliki kartu pemilu. Selain
itu alur petunjuk tata cara pemilupun tidak tersedia sehingga membingungkan orang
awam yang baru mengikuti pelaksanaan pemilu.
Kecurangan juga sering terjadi pada calon pemimpin pada pemilu seperti kasus
suap dari salah satu partai yang mengiming-imingi masyarakat dengan memberikan
uang maupun barang lainnya dengan syarat harus memilih dan mecoblos partai yang
ditunjuk tersebut.
Banyak juga yang memanfaatkan surat suara Pemilu yang tidak terpakai untuk
menambah perolehan suara calon tertentu, praktek ini bisa dilakukan oleh
penyelenggara Pemilu di TPS bersama atau sendiri, diketahui atau tidak oleh para

Anggi Danun Saputro 1A113145 Page 6


saksi, pengawas, pemantau, masyarakat setempat. Dalam peraturan perundang-
undangan Pemilu, surat suara tidak terpakai karena ketidakhadiran pemilih harus
dinyatakan tidak berlaku dan diberi tanda centang [X], dicantumkan dalan berita acara
yang diketahui dan ditandatangani saksi-saksi. Meskipun begitu masih saja terbuka
peluang digunakannya surat suara tidak terpakai secara diam-diam atau atas
kerjasama antara oknum-oknum yang terlibat di dalamnya.
Untuk mengantisipasi agar kecurangan tidak terjadi, penyelenggara Pemilu,
peserta dan juga masyarakat secara luas harus terlibat secara aktif dalan hal
pengawasan penyelenggaraan Pemilu di semua tingkat. Keterlibatan secara aktif itu
harus pula disertai pengetahuan yang cukup terhadap peraturan perundang-undangan
Pemilu, mekanisme serta teknis di lapangan. Selain itu penyelanggara pemilu lebih
teliti dalam pendataan masyakarat terhadap pembagian kartu pemilu kepada masyarat
agar semua masyarakat mendapatkan hak atas partisipasi hak suara dalam pemilihan
pemimpin maupun presiden. Serta masyarakat tidak mudah terbujuk terhadap janji
ataupun suapan yang diberikan suatu calon presiden agar tidak merugikan diri sendiri.

3. Calon Pemimpin / Presiden Yang Ideal

Seorang pemimpin maupun


presiden yang ideal hendaknya mengerti
betul apa permasalahan utama bangsa &
negara saat ini. Calon Presiden yang baik
itu harus benar-benar memahami apa akar
permasalahan utama bangsa Indonesia
saat ini. Apakah di bidang ekonomi,
hukum, pendidikan, lingkungan hidup,
sumber daya alam, kemiskinan, dan
sebagainya. Dia juga harus bisa
memprioritaskan, mana dari bidang-
bidang tersebut yang perlu terlebih dahulu diselesaikan (atau paling mendesak untuk
dibenahi terlebih dahulu). Namun bukan cuma sekadar memahami/mengerti saja, tapi
juga harus punya konsep atau solusi bagaimana mengatasi permasalahan utama
tersebut.
seorang pemimpin harus memiliki sifat jujur. Langkah awal untuk penegakkan
sifat jujur tersebut, yaitu dengan adanya sikap netral dalam diri calon presiden. Hal ini
akan menciptakan loyalitas dan netralisasi pada saat calon presiden dihadapkan
dengan problematika kenegaraan. Selanjutnya, bagian dari sifat jujur akan melahirkan
transparansi untuk tidak memanipulasi keadaan negara. Sehingga, calon presiden
mampu menumbuhkan suasana negara yang berdaulat secara nyata, yaitu kedaulatan
dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat.
Calon pemimpin maupun presiden yang memiliki jiwa nasionalisme yang
tinggi dan memancarkan ketulusan untuk lebih mementingkan kepentingan bangsa
dan negara RI tercinta ini. Jiwa negarawan dapat kita nilai dari perilaku, sikap,

Anggi Danun Saputro 1A113145 Page 7


maupun kualitas isi pembicaraan dari sang tokoh. Seorang yang memiliki jiwa
negarawan tidak akan senang membawa embel-embel yang berhubungan dengan
SARA (suku, ras, agama, maupun antar golongan). Dia juga tidak akan membawa
nama agama untuk dijadikan sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Seorang
yang berjiwa negarawan akan sangat menghargai keberagaman bangsa Indonesia,
sekaligus dapat mengayominya. Hal ini amat sangat penting di tengah ancaman
konflik berbau SARA yang sangat menghawatirkan di Indonesia yang sering memicu
terjadinya konflik.
Hendaknya calon presiden mempunyai visi-misi & konsep yang jelas
bagaimana mengangkat keterpurukan Indonesia saat ini. engan visi-misi dan konsep
yang jelas, kita dapat bersama-sama mengawalnya kelak jika ia terpilih menjadi
Presiden. Kita dapat menagih janji, menegur, atau ikut mengawasi program-program
atau konsep-konsep yang pernah disampaikannya sebelum menjadi Presiden.
Bayangkan jika visi-misi yang ditawarkan tidak begitu jelas atau terlalu normatif.
Bayangkan pula jika visi-misinya terlalu retoris. Pertanggung-jawaban apa yang bisa
kita tuntut nantinya kalau ia sudah jadi Presiden.
Mempunyai jiwa patriotik yang tinggi (cinta terhadap NKRI dan bumi pertiwi.
Tentu saja mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Hal ini bisa tercermin lewat
niat yang tulus untuk mengangkat bangsa dan negara tercinta ini dari keterpurukan.
calon Presiden yang memiliki latar belakang militer (mantan prajurit TNI) punya poin
plus pada masalah jiwa patriotik ini. Saya kira, tidak ada pendidikan/penggemblengan
nasionalisme yang lebih baik dari militer. Lalu, mengapa jiwa patriotik penting bagi
calon pemimpin Indonesia? Dengan memiliki jiwa patriotik tinggi, Presiden akan
lebih mudah mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya.
Dengan jiwa patriot, Presiden akan memiliki jiwa negarawan yang sangat dibutuhkan
untuk mengayomi bumi pertiwi tercinta ini. Dengan jiwa patriotik, seorang Presiden
bahkan berani mempertaruhkan nyawa untuk negaranya.
Selain itu presiden yang ideal memiliki ketulusan yang bisa dirasakan /
kepekaan dengan keadaan disekelilingnya untuk membawa perubahan mendasar bagi
bangsa ini ke depan. Mungkin tidak mudah menilai ketulusan ini. Tapi seseorang
yang kurang tulus biasanya cenderung terlalu suka beretorika ketika menyampaikan
pemikiran maupun visi-misinya. Orang yang kurang tulus biasanya juga cenderung
terlalu normatif ketika mengemukakan gagasan, tidak ada energi di dalam isi
pembicaraannya, atau intonasi yang datar. Orang yang kurang tulus umumnya juga
tidak punya konsep yang jelas bagaimana bisa mewujudkan visi misi yang
dikemukakan.
Disamping sehat jasmani, rohani, cerdal dan berakhlak yang teruji, Pemimpin
sejati tidak ambisius untuk terpilih menjadi presiden, seorang presiden bukan hanya
dilihat dari retorika/ gaya bahasanya ketika berpidato saja, tapi boleh kita ihat
bagaimana tindakan-tindakannya dalam menyikapi berbagai persoalan dalam
negerinya sendiri, biasanya pemimpin yang hanya berambisi ingin menjadi presiden
dia akan memanipulasi pencitraan dengan gaya yang sangat kaku dan terkesan tidak
alami. Jarang sekali ada manusia yang berpredikat satunya kata dan perbuatan dalam
kehidupan sehari-harinya.

Anggi Danun Saputro 1A113145 Page 8


Calon presiden yang bersikap tegas. Dalam mengatur suatu negara, seorang
calon presiden pasti akan menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan.
Permasalahan tersebut harus dapat diselesaikan dengan penuh tanggung jawab.
Tentunya, dengan cara pengambilan keputusan yang tepat masalah tersebut dapat
terselesaikan. Dan yang terpenting, presiden bertanggung jawab atas keputusan yang
telah dibuatnya.
Memiliki karisma. Itu adalah salah satu faktor agar calon presiden dapat
dihormati oleh rakyatnya. Calon presiden yang berkarisma, yaitu memiliki visi yang
kuat dan mampu menarik perhatian rakyat. Visi yang kuat adalah karakter pemimpin
yang mengerti kebutuhan masyarakat. Ia memiliki karakter optimis yang kuat, mampu
berfikir objektif, dan mampu memahami keadaan rakyatnya. Kemudian, sosok calon
presiden yang mampu menarik perhatian rakyat, karena Ia pasti disenangi oleh
masyarakat. Tentunya, Ia memiliki penampilan yang menarik dan pencitraan diri yang
berwibawa.

Anggi Danun Saputro 1A113145 Page 9


Referensi

http://www.pusakaindonesia.org/bhinneka-tunggal-ika-semboyan-kesatuan-bangsa/
http://vicsam.wordpress.com/2013/10/17/kaki-beralas-bhinneka-tunggal-ika/
http://tonaasnusantara.blogspot.com/p/bhi.html
http://sospol.pendidikanriau.com/2009/12/definisi-pemilihan-umum-secara.html
http://blogbelajar-pintar.blogspot.com/2013/09/pengertian-dan-sistem-pemilihan-
umum.html

Anggi Danun Saputro 1A113145 Page 10

Anda mungkin juga menyukai