Anda di halaman 1dari 7

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

PENYULUHAN KESEHATAN

Cabang Ilmu : Keperawatan Medikal Bedah (KMB )


Topik : Penyakit TBC
Hari / Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Sasaran : Masyarakat desa Wonoharjo
Metode : Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab
Media : Leafflet
Materi : Terlampir.
1. Latar Belakang
Penyakit TB Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberkolosis, yang menyerang dari balita hingga usia lanjut.
Penyakit Tuberkulosis Basil Tahan Asam Positif atau juga bisa disebut dengan
TB Paru, sampai kini belum berhasil diberantas dan telah menginfeksi sepertiga
penduduk dunia (Depkes RI, 2002).
Pada tahun 1993, WHO (World Health Organization) mencanangkan
kedaruratan global penyakit TB paru, karena disebagian besar negara didunia,
penyakit TB Paru tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita TB
Paru yang tidak berhasil disembuhkan (WHO, 2004).
WHO melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TB Paru tiap tahun dan
diperkirakan 5000 orang tiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TB Paru
baru dari 25% kasus kematian dan kesakitan di masyarakat diderita oleh orang-
orang pada usia produktif yaitu dari 15 sampai 54 tahun. Di negara-negara
berkembang miskin kematian TB Paru merupakan 25% dari seluruh kematian
yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah Asia tenggara menanggung bagian yang
terberat dari beban TB Paru global yakni sekitar 38% dari kasus TB Paru di
dunia (WHO, 2004).
Indonesia merupakan negara terbesar nomer tiga didunia setelah India dan
Cina yang diperkirakan setiap tahunnya terjadi 583.000 kasus baru TB Paru,
dengan kematian TB Paru sekitar 140.000 kasus. Secara kasar diperkirakan
setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 pasien TB Paru dan harapan
705 diantaranya bisa diobati sampai sembuh (Depkes, 2002).
Angka penjaringan suspek per provinsi pada tahun 2011 menunjukkan
capaian 417 sampai dengan 2.277 per 100.000 penduduk, tertinggi Sulawesi
Utara dan terendah Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi yang mempunyai
kontribusi peningkatan penjaringan suspek yang signifikan di tahun 2011 adalah
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Lampung, Maluku,
Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat (Kemenkes RI,
2011)
Untuk menanggulangi masalah TB Paru di Indonesia, strategi DOTS
(Directly Observerd treatment Shountrcourse) yang direkomendasikan oleh
WHO merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan
secara sungguh-sungguh. DOTS yaitu pengawas kesehatan RI (1993) penderita
TB Paru diusahakan untuk menyelesaikan menelan OAT sesuai jadwal
pengobatan (Depkes RI, 1993). Tetapi program penanggulangan TB Paru
dengan strategi DOTS belum menjangkau seluruh Puskesmas, Rumah Sakit
Negeri maupun swasta dan unit pelayanan kesehatan lainnya.
Adapun tujuan pengendalian pengobatan adalah untuk menjamin
ketekunan, keteraturan pengobatan sesuai jadwal pengobatan untuk
menghindarkan penderita lalai berobat dan putus berobat sebelum waktunya dan
mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan dan kekebalan terhadap Obat
Anti Tuberkulosis (OAT). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat,
makan makanan berprotein tinggi, pengobatan perlu dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOTS = Directly Observed Treatment Short Course) dan
pengawasan konsumsi zat-zat makanan khususnya konsumsi protein oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) (Depkes RI, 2001).
DOTS berarti pengobatan penderita dengan paduan obat jangka pendek
disertai pengawasan menelan obat setiap hari. Di dalam DOTS arti pengawasan
penuh adalah penderita minum obat dihadapan PMO yang dapat berasal dari
kesehatan, keluarga penderita yang dapat dipercaya, kader kesehatan
(Perkumpulan Pemberantasan Tubercolusis Indonesia) atau tokoh masyarakat /
agama yang disegani penderita (Depkes RI, 2001)
Salah satu keberhasilan dalam pengobatan penderita TB paru terletak pada
Pengawas Menelan Obat (PMO), PMO dapat diambil dari orang yang tinggal
satu rumah dengan penderita atau tinggal dalam Dasa Wisma. Selain itu juga
dapat diawasi oleh anggota keluarga, kader dasa wisma, kader PPTI, PKK, guru,
teman tokoh masyarakat dan petugas sosial kecamatan (Kanwil Depkes Propinsi
Jateng, 2000).
Selain itu kesembuhan penderita TB paru dapat ditentukan oleh perilaku
dari penderita sendiri, banyak hal yang mempengaruhi perilaku seseorang antara
lain : umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan seseorang. Selain
itu umur seseorang akan mengalami kemunduran dalam sistem pertahanan
tubuh, sehingga mudah terserang berbagai penyakit. Tingkat pendidikan akan
memberikan pengalaman seseorang terhadap sesuatu hal bagaimana cara
mengatasi masalah yang dihadapi, sehingga dapat memilih jalan yang terbaik
guna mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi. Pada umumnya, penderita
yang terserang TB paru adalah golongan masyarakat berpenghasilan rendah.
Kebutuhan primer sehari-hari lebih penting dari pada pemeliharaan kesehatan.
Hal ini dikarenakan kemiskinan dan jauhnya jangkauan pelayanan kesehatan
dapat menyebabkan penderita tidak mampu membiayai transportasi kepelayanan
kesehatan dan ini menjadi kendala dalam melakukan pengobatan, sehingga dapat
mempengaruhi keteraturan berobat.
Adanya fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai dan ketersediaan obat
serta jumlah tenaga yang cukup belum cukup menjamin keberhasilan dalam
pengobatan, keteraturan dan ketaatan penderita untuk berobat sampai dengan
waktu pengobatan yang telah ditentukan merupakan faktor pendorong dalam
keberhasilan pengobatan. Lamanya pengobatan TB paru akan mengurangi
kepatuhan penderita dalam melakukan pengobatan sesuai demgan jadwal yang
telah ditentukan (Nadesul, Hendrawan. 1996).
2. Tujuan Utama
Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan masyarakat mengenal penyakit TB
Paru
3. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan Masyarakat akan mampu :
1. Mampu menjelaskan pengertian TB Paru
2. Mampu menjelaskan penyebab TB Paru
3. Mampu menjelaskan gejala / tanda – tanda TB Paru
4. Mampu menjelaskan cara penularan TB Paru
5. Mampu menjelaskan diet TB Paru
6. Mampu melaksanakan cara pencegahan dan pengobatan TB Paru
4. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Diskusi
4. Media / Alat :
1. Leaf leat
5. Kegiatan Pembelajaran
No. Tahap Waktu Kegiatan
1. Pembukaan 5 menit Menyampaikan tujuan
2. Pengembangan 10 menit Menggali dan menjelaskan tentang :
- Pengertian TB Paru
-Penyebab TB Paru
-Gejala / tanda – tanda TB Paru
- Cara penularan TB Paru
- Cara pengobatan TB Paru
-Cara pencegahan TB Paru
Memberikan kesempatan pada peserta
untuk bertanya
3. Penutup 5 menit Menyimpulkan materi bersama peserta
Evaluasi

6. Evaluasi:
a. Prosedur : Selama proses penyuluhan berlangsung
dan Setelah selesai penyuluhan
b. Bentuk : Subyektif
c. Jenis Tes : Lisan
d. Alat tes :
 Apa pengertian TB Paru
 Apa penyebab TB Paru
 Apa tanda / gejala-gejala TB Paru
 Bagaimana cara penularan TB Paru
 Bagaimana cara pengobatan TB Paru
 Bagaimana cara pencegahan TB Paru
 Bagaimana cara mengatur/memodifikasi lingkungan untuk
mencegah penyebaran/penularan infekse TB Paru
 Sebutkan upaya yang dilakukan bila ada anggota
keluarga/orang terdekat dicurigai menderita TB Paru.

Lampiran
MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian TBC
TBC adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis).
B. Etiologi
TBC disebabkan oleh micobacterium tuberculosa
Sifat bakteri :
 Anaerob
 Hidup pada suhu 37oC
 Tidak tahan sinar ultraviolet
C. Tanda – tanda / gejala penyakit TBC
Keluhan yang dirasakan penderita TBC dapat bermacam-macam atau malah tanpa
keluhan sama sekali :
Keluhan ynag terbanyak adalah
 Demam : kadang panas badan dapat mencapai 40 – 41OC.
 Batuk (banyak ditemukan) bila berlanjut dapat terjadi hemoptisis (batuk darah)
 Nyeri dada dapat ditimbulkan jika infiltrasi radang sudah samapi kepleura
sehingga menimbulkan pleuritis
 Malaise ( gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu
makan) badan makin kurus/BB menurun, sakit kepla, meriang, nyeri otot,
keringat malam, cepat lelah, panas pada sore dan malam hari. Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
D. Penularan TBC
Sumber penularan adalah penderita Tuberkulosis aktif, penderita menyebarkan
kuman keudara dalam bentuk droplet saat batuk, bicara, bersin tertawa atau
menyanyi. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC di tentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara yang mengandung kuman
serta daya tahan tubuh yang rendah
Faktor – faktor resiko tertular TBC
 Mereka yang kontak dengan penderita TBC aktif
 Individu imunosupresif ( lansia, pasien denmgan kanker, penderita dengan terapi
kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi HIV )
 Petugas kesehatan
 Individu yang tinggal di daerah perumahan kumuh
 Individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (DM, GGK,
malnutrisi)
Evaluasi diagnostik :
Diagnostik TBC ditegakkan dengan :
 Pemeriksaan laboratorium : BTA (+)
 Kultur sputum (+) (sputum pagi hari selama 3 hari berturut-turut)
 Rontgen dada : biasanya menimbulkan lesi pada lobus atau paru
 Tes kulit tuberkulin (+) (tes mantoux)
 Darah lengkap (LED meningkat, limfosit meningkat)
E. Diet & Aktivitas
Tidak ada pantangan makanan, Penderita TBC memerlukan diet tinggi kalori
tinggi protein yang disesuaikan dengan usia, BB, TB, jenis kelamin dan jenis
pekerjaan serta kemampuan sosial ekonomi. Dianjurkan untuk memantau apakah
makanan yang masuk cukup dengan cara menimbang BB 1 X tiap 2 minggu sekali
atau sekali sebulan. Makanan sangat penting bagi proses penyembuhan untuk
mengganti jaringan tubuh yang rusak dan peningkatan kebutuhan energi oleh proses
infeksi.Penderita dianjurkan untuk banyak beristirahat, hindari kelelahan, hindari
kerja fisik yang berat, dan menjaga kebersihan diri.
F. Pengobatan
Pengobatan penyakit TBC dengan menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
yang harus diminum secara teratur selama 6 bulan, 2 bulan pertama obat harus
diminum setiap hari (60 kali minum) dan pada 4 bulan berikiutnya obat harus
diminum 3 kali seminggu sampai selesai (54 kali minum ).
Jenis Obat Anti Tuberkulosis :
1. Isoniasid
2. Rifampisin
3. Pirazinamid
4. Sterptomicin
5. Etambutol

Anda mungkin juga menyukai

  • Pathway BPH
    Pathway BPH
    Dokumen1 halaman
    Pathway BPH
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen3 halaman
    Kasus
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen2 halaman
    1
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • WOC Tuberculosis
    WOC Tuberculosis
    Dokumen1 halaman
    WOC Tuberculosis
    Winda Ramadhani
    Belum ada peringkat