Anda di halaman 1dari 17

1

BAB 3
STRUKTUR PENGETAHUAN
Tradisi Perancis

Usaha luar biasa Lévi Strauss.... muncul dalam status yang mana dia menyelaraskan
wacananya sendiri pada mitos.... wacananya pada mitos mencerminkan dirinya sendiri dan
masyarakatnya sendiri. Dan momen ini, periode kritik, dengan terang memperhatikan
semua bahasa yang membagi bidang dari ilmu human.
(Jacqeus Derrida)

PERTIMBANGAN DASAR

Penemuan "budaya" dalam ilmu sosial dan teori sosial mestinya tidak hanya
mentransformasikan dunia sosial penting kita di pertengahan abad ini, mestinya mengintensifkan
perubahan kesadaran kita tentang fenomena budaya --"globalisasi", kemunculan masyarakat posindustri
dan teknologi informasinya, pertumbuhan kesadaran masyarakat dunia tentang sesuatu yang lain.
"Berpaling pada budaya"1 merupakan respon terhadap gerakan intelektual abad pertengahan dan akhir
abad 20, utamanya ilmu linguistik dan semiotik, yang dampaknya meluas pada jajaran kajian
kesusastraan dan psikoanalisa, sosiologi dan antropologi. Lebih dari tokoh lain yang bekerja dalam ilmu
sosial, karya Claude Lévi Staruss yang "antropologi struktural"nya diinspirasikan oleh linguistik
struktural Ferdiand de Saussure, memberi kekuatan pada kita untuk memikirkan kembali tentang
operasi bahasa, operasi simbol kolektif dan mitos.

Ia merupakan logika (logic) atau bentuk rasio (reason) strukturalisme yang menuntun pemikiran
kembali baru-baru ini dalam ilmu sosial tentang fitur-fitur linguistik terhadap semua fenomena sosial;
adalah Lévi Strauss yang karyanya mengajukan proposisi luar biasa bahwa semua bentuk sosial
mengikuti aturan bahasa --fenomena sosial dan budaya adalah homologous.2 Tanpa menghiaraukan
pijakan yang relatif dari proposisi tersebut, argumen tersebut menyatakan bahwa semua fenomena sosial
melayani sebagai bagian-bagian sistem penandaan yang mengubah cara kita sekarang melihat
masyarakat manusia.

Di dalam bab ini (seperti pada Bab 2 mengenai Marxisme dan Bab 4 mengenai pragmatisme
Amerika), tradisi sosiologi Perancis digambarkan sebagai organ vital yang penting bagi sosiologi
pengetahuan. Pandangan jelasnya adalah mengenai kekuasaan dan kekuatan gagasan-gagasan kolektif
dan sentimen-sentimen. Ia meluaskan dari pernyataan Emile Durkheim mengenai bagaimana kesadaran
kolektif diperoleh dari bentuk-bentuk organisasi sosial dan divisi tenaga kerja serta bagaimana gagasan-
gagasan kolektif merupakan representasi simbol dari pengalaman sosial, untuk karya lain mengenai
1
"Berpaling pada budaya (Cultural turn)" adalah istilah Roland Robertson (1992, Bab 2) yang memiliki penyembuhan
atas konsep budaya dalam ilmu sosial dan teori sosial telah mempengaruhi Saya, terutama sekali semenjak ia
diberitahukan oleh perspektif sosiologi pengetahuan. Sumbangsih prinsipil dari Robertson adalah implikasi-
implikasi teori-teori budaya terhadap "globalisasi", sebuah proses yang ia adalah salah satu untuk mengidentifikasi
dan membatasi sebagai sebuah persoalan, jika bukan suatu persoalan sosiologi budaya kontemporer.
2
Lévi-Strauss (1976, h. 622-663) menunjuk pada "identitas substansial" antara bahasa dan budaya: mereka adalah
homologous karena fenomena budaya memiliki sumbernya atau asal usulnya dalam bahasa. Ini bukan sesuatu yang
sama seperti klaim bahwa semua sistem penandaan seperti bahasa, dan merupakan, tentu saja, bahasa. Untuk
diskusi tentang "pendapat linguistik yang salah" ini, lihat diskusi Krampen (1979) dan Gottdiener (1985).
2

keunggulan kategori-kategori kolektif (Mauss, Bloch, Granet, Lévi Strauss). Karya Lévi Strauss tidak
hanya melanjutkan karya Durkheim tapi juga menggantikannya, terutama sekali dalam klaimnya bahwa
selalu ada struktur lapisan dalam (atau relasi-relasi tersembunyi) yang membawakan wilayah
ketakteraturan dan ketakterhubungan dari budaya yang teratur dan keterhubungan: budaya adalah
distruktur dan setiap bentuk sosial adalah tanda yang potensial.

Bagi sosiologi, bahkan lebih jauh dampak jangkauannya adalah argumen Lévi Strauss yang
analisanya tentang mitos merupakan bagian tersendiri dari sistem mitos yang dia analisis. Lévi Strauss
menawarkan pada kita suatu pandangan atas peradaban manusia Barat dan ilmunya (etnografi dan
etnologi) sebagai proyek budaya (sekalipun rasional), membangun dalam banyak cara yang sama bahwa
"kebiadaban" membangun dunia mereka --melalui sistem klasifikasi yang menegakkan keberbedaan
(difference) dan keberlainan (otherness). Pengetahuan Barat mengungkapkan, penafsiran,
pengomunikasian, dan mereka melakukan secara sangat mendasar melalui keberbedaan dan
kerberlawanan (oposisi) (Lévi Strauss 1966a, h. 268). Mereka menganggap wajar terhadap semua sistem
mitos. Strukturalisme adalah sebuah etnografi mengenai semua tentang kita.

STRUKTURALISME: DARI DURKHEIM SAMPAI LÉVI STRAUSS

Durkheim adalah strukturalis pertama yang menganggap bahwa agama --paling primitif dari
semua fenomena sosial-- memberikan kunci untuk membuka gembok semua aktifitas kolektif yang lain:
hukum, moralitas, seni, ilmu, dan seterusnya. Tentu saja, semua kehidupan sosial, dia berpendapat,
dapat dijelaskan "tidak dengan konsepsi dari orang yang berpartisipasi di dalamnya, tapi sebab-sebab
yang mengitarinya yang luput dari kesadaran mereka", terutama sekali dampak-dampak kekuasaan
mengenai representasi-representasi dan simbol-simbol kolektif dalam penciptaan masyarakat (Durkheim
[1897] 1982, h. 171-3). Sementara dia mengatributkan hal penting secara khusus terhadap dunia ekonomi
dan dampaknya serta terhadap cara-cara manusia mengorganisir dirinya ke dalam kelompok, posisinya,
terutama pada tulisan The Rules of Sociological Method dan setelahnya, "Berlebihannya agama" (Lukes
1972, h. 233): agama merupakan "sistem simbol dengan maksud agar masyarakat menyadari dirinya
(Durkheim [1897] 1951, h. 312); agama adalah sumber semua bentuk pikiran; dan kehidupan yang
jejaknya pada filsafat alam, termasuk salah satunya ilmu. Lebih lanjut, Durkheim berpendapat bahwa
gagasan atau representasi kolektif --beragam cara menusia menghadirkan kembali pengalaman kolektif
mereka tentang kehidupan pada umumnya-- mengambil fungsi otonom dalam relasi terhadap
kelompoknya sendiri ([1914] 1983, h. 85); kehidupan komunal sendiri "mensyaratkan gagasan umum".
Dan sementara ia adalah eksistensi kolektif dan gagasan-gagasan serta representasi-representasi yang
dihasilkan dari eksistensi tersebut yang menjadi kebenaran yang gamblang bagi siapa yang
menempatinya, "dalam analisis akhir, ia merupakan pikiran yang menciptakan realitas". Penciptaan
paling unggul dari pikiran adalah masyarakat itu sendiri ([1914] 1983, h. 85).

Kualitas strukturalis terhadap pikiran Durkhein juga ditemukakn dalam argumennya, dengan
sadar menyusun penentangan teori filosof pragmatis Amerika (Durkheim [1914] 1983), representasi itu
adalah prestasi kolektif. Ia tepatnya adalah sumber kolektifnya yang memberikan kekuatan pada
gagasan ini, kebenaran mereka, dan ketampakan obyektifnya. Dia menggambarkan kehidupan sosial
3

"sebagai ibu dan pelayan abadi tentang pemikiran moral dan pikiran logis, tentang ilmu serta keyakinan"
(Lévi Strauss 1945, h. 530).

Ketekunan dan kekuatan kategori-kategori kolektif mengalir melalui semua penelitian


Durkheim. Bahkan dalam risalah positivis awal The DIvision of Labor in Society, merupakan gagasan
kolektif individu, sebuah produk perkembangan sosial, yang mengungkapkan hubungan pasar terhadap
ekonomi industri baru dan kemampuan dasar-dasar moralnya yang berubah-ubah. Individualisme
merupakan susunan moral, tentu saja, gagasan keagamaan: seperti semua kepercayaan lain,
"individualisme moral", memperoleh kekuatannya dari masyarakat ([1893] 1933, bab 5).

Tema unggul atas simbol dan imaji kolektif adalah, tentu, lebih tua dari Durkheim, dan
silsilahnya "Perancis" tentunya. Tentu saja, kajian operasi-operasi mental (mentalités), terutama sekali
"tempat tinggal linguistik" serta perwujudan kolektif mereka, dikenal dengan tokoh utama dari sejarah
intelektual Perancis modern dan sumbangsih pada bidang yang berbeda tentang ilmu human (les Sciences
de l'homme). Perhatian filosofis dan moral dari perumus-perumus awal, Condorcet, Montesquieu,
Rousseau, dan Comte, dituangkan kembali oleh Durkheim ke dalam istilah-istilah ilmu sosial. Program
Durkheim atas suguhan simbol dan imaji sebagai fenomena sosial --seperti obyek-obyek dan peristiwa-
peristiwa dalam alam-- dan usulannya bahwa sosiologi menjadi "obyektif, spesifik, dan metodis" ([1901]
1982, h. 35) diteruskan oleh tulisan Marcel Granet tentang bahasa dan budaya Cina, Lucien Levy-Bruhl
tentang kesadaran primitif, Maurice Halbwachs tentang memori kolektif, dan Marcel Mauss tentang
klasifikasi dan kategori-kategori sosial. Mauss ([1938] 1979, h. 22) menggambarkan simbol kolektif seperti
"sebuah permohonan jin" yang memiliki "kehidupannya sendiri; ia berindak dan mereproduksi dirinya
sendiri untuk jangka waktu yang tak terbatas". Durkheim berpendapat bahwa representasi kolektif
masyarakat begitu fundamental bagi pemikiran bahwa kategori-kategori logis kita mengenai ruang dan
waktu, misal, diperoleh secara sosial, hubungan tertutup dengan keberhubungan organisasi sosial"
(Durkheim dan Mauss 1963, h. 88).

Terdapat, kemudian, kecenderungan Perancis yang aneh pada penggambaran pelaksanaan


bahasa dan simbolisme kolektif. Karenanya, seseorang dapat mengamati dalam pendapat Durkheim atau
perhatian "metodologi" yang mengantisipasi hal tersebut atas struturalisme kontemporer Lévi Strauss,
Jacques Lacan, dan Roland Barthes. Misalnya, risalah Durkheim yang kemudian dan penting The
Elementary Forms of the Religious Life menggunakan mode rasio untuk fenomena agama (ritual, tuhan,
ikonografi, dsb.) adalah benar sejauh mereka mengungkapkan kondisi sosial yang menghasilkan mereka.
Seseorang mesti tahu, pikiran-pikiran Durkheim, bagaimana membosankan berada di bawah "simbol
[keagamaan] kepada realitas yang ia representasikan dan realitas tersebut memberikan maknanya" (1915,
h. 2), mencari asal usul kategori sosial dalam bentuk-bentuk kehidupan sosialnya sendiri. Pengertian
Durkheim bukanlah bahwa mitos dan kategori sosial itu ditempatkan dalam wilayah pokok yang
tunggal, sebagaimana Marx berpendapat tentang keunggulan dari "kehidupan materi", tapi bahasa itu,
terutama mitos kolektif yang sangat kuat atas manusia, digunakan untuk memahami pelaksanaan
fenomena sosial yang beragam dan berbeda --sistem keluarga dan perkawinannya, dan seterusnya--
yang mengarakteristikkan kelompok sosial atau masyarakat. Pikiran strukturalisme (dapat diakui, tapi
tidak ditopang dalam tulisan Durkheim) adalah bahwa semua bentuk dan aktifitas sosial mengikuti
4

"susunan yang sama dari aturan-aturan abstrak yang mendefinisikan dan mengatur apa yang kita
pikirkan tentang bahasa secara normal" (Lane 1970, h. 14). Seawal dengan Essai sur le don (essai tentang
sikap) Mauss 1924, Lévi Strauss ([1950] 1968) mengatakan pada kita, proposisi strukturalis yang maju
bahwa relasi-relasi kekeluargaan, relasi-relasi pertukaran ekonomi, dan relasi-relasi linguistik adalah
keteraturan yang sama, dengan demikian membuka cara bagi teori linguistik untuk menerapkan pada
dunia fakta-fakta sosial dan terhadap penelitian kepada bangunan dasar hukum-hukum, dengan
penerapan tersebut "tanda" mendapatkan maknanya.

Dalam "pendahuluan"nya yang luas bagi metode-metode strukturalis dalam disiplin-disiplin


yang sama berbedanya dengan kritisisme sastra dan matematika, Michael Lane (1970, h. 14) mengamati
bagaimana kaum strukturalis menerapkan teori linguistik terhadap obyek-obyek dan aktifitas-aktifitas
diluar bahasa itu sendiri.

Dalam upaya mengurangi kebingungan terminologi maka kata "kode" kadang digunakan,
dikemukakan oleh Roland Barthes, untuk mencakup semua tipe sosial yang menjalankan
sistem-sistem komunikasi. Semua kode sosial ini memiliki, sebagaimana bahasa-bahasa
alami, leksikon atau "kosa kata". Jika kita mengambil contoh kode kekeluargaan dan
perkawinan, sebagaimana Lévi Strauss lakukan dalam bukunya yang pertama
(....Elementary Structures of Kinship), kita melihat bahwa semua anggota masyarakat yang
berada dalam relasi kekeluargaan (atau relasi-relasi kekeluargaan) terhadap aggota yang
lain membentuk leksikon, atau perbendaharaan lagu (repertory), tentang istilah-istilah yang
diperbolehkan. Aturan tentang siapa yang boleh, dan siapa yang tidak, menikahi siapa,
membentuk syntak atau grammar, yang menentukan apakah elemen-elemen mungkin
terlegitimasi (atau "bermakna") menguntai bersama. Roland Barthes berusaha serupa
(dalam Système de la mode) membentuk leksikon dan syntak atas busana.

Beberapa dan semua bentuk budaya dapat, secara mendasar, menjadi subyek bagi analisa
strukturalis, dalam pengertian bahwa "teks", "bahasa", dan "mitos" secara luas dan tak terduga
menerapkan pada "bahasa-bahasa ekstra-linguistik" (istilah Sontag, 1968) --misalnya, terhadap
totemisme, praktik-praktik kekeluargaan dan masakan, kategori-kategori makanan (Lévi Strauss), atau
terhadap busana, pertunjukan gulat, atau bahkan makna-makna memakan steak atau menggunakan
detergen (Barthes). Dengan demikian, mitos tidaklah deskriptif tapi melayani sebagai "model-model
deskripsi (atau pemikiran) --menurut rumusan tehnik-tehnik logika Lévi Strauss untuk pemecahan
antinomi-antinomi dasar dalam pikiran dan eksistensi sosial" (Sontag 1968, h. xx). "Mitos" Lévi Strauss,
katakanlah, atau "kode" Barthes melayani sebagai tehnik-tehnik untuk penggalian di bawah persepsi
biasa tentang sesuatu dimana ragam bentuk sosial menjadi sesuatu untuk berpikir serta (Darnton 1984):
mereka dapat memerinci terhadap logika-logika pokok mereka, dan cara-cara mereka tentang
pengorganisasian, dan pengklasifikasian realitas yang dinyatakan. Metode-metode strukturalis
didasarkan pada pikiran bahwa manusia menggunakan apapun yang tersedia bagi mereka --kisah, film,
busana, olah raga, makanan-- untuk membawakan dunia mereka dan makna diri mereka serta untuk
mengomunikasikan pesan-pesan penting. Didasarkan pada premis aspek-aspek komunikasi tentang
sesuatu, strukturalis menggunakan totem-totem dan cerita dongeng atau mitos tentang perang atau
5

tentang perempuan untuk memeriksa apa yang sesuatu (les choses) tersebut komunikasikan dan tandakan
(misalnya, Apa logika-logika mitos, aturan-aturan perkawinan, sistem-sistem kekuarga, totem-totem,
dsb.?). "Sesuatu" tersebut, sebagaimana Durkheim menggambarkan dunia "fakta-fakta sosial" ([1901]
1982) adalah digunakan untuk menampakkan "realitas yang lebih dalam" dari masyarakat --rasio (esprit)
yang mengoperasikan ketaksadaran dan yang mendasari semua fenomena sosial. 3 "Sistem-sistem
kerkawinan dan sistem-sistem mitos adalah tentang komunikasi yang pantas", pengamatan James Bonn,

sejenis etik dan estetik yang bekombinasi --menstabilkan perlawanan beberapa ancaman
dan risiko. Ancaman hebat yang melawan komunikasi teratur adalah non-sirkulasi (incest
dalam dunia pertukaran sosial; diam atau tanpa-pertanyaan dan tanpa-jawaban dalam
dunia bahasa).

(1985, h. 165)

Strukturalisme "merupakan metode yang perhatian utamanya adalah membolehkan penyelidik


untuk melampaui deskripsi murni dari apa yang dia persepsi dan alami (le vécu)" (Lane 1970, h. 31).
Perkara itu di sini akan menjadi bahwa metode strukturalis memungkiri keasyikan (posmodern) abad 20
akhir dengan bahasa dan komunikasi. Bagaimanapun, penyelidikan strukturalis juga berpatisipasi dalam
kecenderungan modern untuk "kecewa": dari argumen Durkheim (juga Freud) bahwa pemikiran rasional
dibangun pada operasi-operasi ketaksadaran, sampai pencarian Lévi Strauss mengenai "makna" pada
level di bawah permukaan rasional sadar.

Marxisme, geologi, dan psikoanalisis, trois maîtresses (tiga nyonya besar) karya Lévi Strauss
sebagaimana dia mengacu pada mereka (Marx, geologi, Freud), menginstruksikannya dalam deskripsi
dari yang tampak. Ketiganya memperlihatkan bahwa pemahaman konsis dalam mereduksikan satu tipe
realitas kepada yang lain; bahwa realitas yang benar tidak pernah paling nyata; dan bahwa alamiah
kebenaran sudah dinyatakan oleh perhatian yang ia bawa kepada yang tetap sukar untuk dipahami"
(Lévi Strauss [1955] 1977, h. 50). Realitas psikologis, sosial, fisika mengalir dari mata air umum. Sumber
ini, di waktu yang sama, "mengairi" dunia permukaan, memberikan kepadanya kedapatdimengertian.

Bentuk-bentuk sosial menyoroti mata pengamat seperti pemandangan, kelihatan seperti "chaos
berlebihan" tentang keberlainan, elemen-elemen yang tidak tersambung; bagaimanapun, ketika
seseorang mengetahui sejarah geologi tanah lapang, "kehidupan taksadar"nya jika kita boleh
menyebutnya begitu, induk-makna muncul, dari induk-makna itu elemen-elemen ada tapi transposisi
parsial atau terdistorsi (Lévi Strauss [1955] 1977, h. 48). Dalam dua perkara, yakni psikoanalisa dan
geologi, melihat adalah bukan mempercayai atau benar-benar melihat, karena obyek dari keduanya
adalah buram:

Dalam dua perkara, peneliti, memulai dengan, menemukan wajahnya sendiri serupa
fenomena yang tak dapat dimasuki: dalam perintah untuk mengambil stok dari, dan
mengukur, elemen-elemen dari situasi yang rumit, kita mesti memperlihatkan kualitas-

Michael Lane (1970, h. 436, n. 54) menggambarkan pelaksanaan kesadaran ini atas reason (esprit), menunjukkan
bahwa esprit biasanya diterjemahkan sebagai "mind" (pikiran) oleh Jacobson dan Schoepf. Ia menerjemahkannya
sebagai "reason" untuk membawa "perbedaan Cartesian sedikit lebih baik".
6

kualitas yang tak kentara, seperti sensitifitas, intuisi, rasa. Dan masih, perintah yang
selanjutnya pengantarkan kepada serupa massa tak terikat yang bukan gerombolan atau
arbitrer. Tidak seperti sejarah dari sejarawan, bahwa geolog sama dengan sejarah
psikoanalis mencoba memproyeksian dalam waktu --cukup dalam hal daftar kehidupan
(tableau vivant) beberapa karakter dasar dari alam fisik dan mental.

(Lévi Strauss [1955] 1977, h. 49)

Di dalam dunia fenomena sosial, Lévi Strauss mengaku telah belajar dari Marx. Ilmu sosial
kurang didasarkan "pada kejadian-kejadian dibanding fisika yang didasarkan pada data" ([1955] 1977, h.
50). Agaknya, maksudnya adalah untuk membangun model-model teori menjadi rigorous, dari model-
model tersebut kesimpulan-kesimpulan dapat membentuk penafsiran fenomena empiris. Dalam
Antropologi Struktural, Marx secara eksplisit dinyatakan sebagai nabinya strukturalisme, yang berusaha
keras membongkar sistem-sistem simbol yang mendasari keterkaitan bahasa dan manusia dengan alam"
(Lévi Strauss 1963, h. 95).

Sistem bahasa

Lévi Strauss mengaku berhutang pada ilmu linguistik abad 20 (ini juga fitur pendekatan
stukturalis dalam literatur dan psikoanalisa), metode-metode tertentu memusatkan seputar persoalan
tanda sebagaimana dikembangkan oleh ketiga sumber berikut: pertama dan yang paling penting, karya
Ferdinand Saussure, ceramah kuliahnya dilaporkan antara 1906 dan 1911 dan pertama diterbitkan pada
1959 dengan judul Course of General Linguistics; kedua, karya Formalis Rusia, terutama sekali linguis
struktural Roman Jakobson; ketiga, karya Lingkar Linguistik Praha (dan pendekatan "fonologikal"nya
pada bahasa) pada tahun 1926 sampai 1939.

Karya Saussure, terutama sekali pandangannya tentang bahasa (la langue) sebagai fenomena
kolektif dan institusi sosial yang terikat dan teratur –obyek regulasi-diri penelitian dari ujaran (la parole)--
membuka seluruh gerakan intelektual yang coba memeriksa bagaimana struktur ini atau sistem bahasa
beroperasi. Gagasan bahasa sebagai sistem tanda merupakan gagasan pokok Saussure.

Dalam istilah yang paling umum, strukturalisme mengambil studi elemen-elemen bahasa (atau
tanda) sebagai proyeknya, berpendapat bahwa elemen-elemen atau tanda-tanda tersebut mengambil
nilai atau maknanya dari relasinya terhadap tanda-tanda yang lain. Bahasa --perbedaan ujaran (speech)
terbukti penting tidak hanya karena ia memaksudkan bahwa bahasa (la langue) beroperasi sebagai suatu
sistem, tapi juga karena ia membuka sebuah bentuk rasio melalui individu yang berlainan mengenai
"bahasa" atau kode, seperti mitos, dapat digunakan untuk menyingkap logika yang mendasari seluruh
sistem (mitos). Karena sebagaimana melalui ujaran (speech) seseorang memperoleh akses pada struktur
yang mendasari bahasa "struktur-struktur yang kelihatan" dari jenis-jenis lain (mitos, psikologis, literer)
menyediakan pintu masuk kepada kajian struktur-struktur yang mendasari atau bidang-bidang total
atau sistem-sistem komunikasi (Poole 1969, h. 10-11). Untuk meletakkan hal lain, pelaksanaan sistem
keluarga atau totem (seperti dengan "bahasa-bahasa" lain) mengikuti aturan-aturan sistaksis tentang
oposisi dan interdependensi serta menyingkap "pesan-pesan" atau bentuk-bentuk komunikasi yang
7

mengambil tempat diantara kelompok-kelompok sosial (Benoist 1978, h. 4).

Bagi Lévi Strauss (1963, h. 20), linguistik struktural, memasukkan petunjuk fonologi dan
analisis fonetik, merombak ilmu linguistik (dan antropologi di waktu yang sama). Elemen-elemen
linguistik yang dianalisis adalah tanda-tanda (kata) tapi minimal kesatuan bunyi, fonem-fenem, yang ada
di level terdalam dari ujaran manusia; ini merupakan infrastrutur ketaksadaran bahasa.

Menurut model linguistik Sekolah Praha sebagaimana dikembangkan Jakobson, semua sistem
fonetik digambarkan dalam istilah-istilah dari perangkat tunggal dan kecil dari dua belas atau lebih jenis
oposisi biner.4 Segala sesuatu yang lain adalah elaborasi dan kombinasi, mencerminkan struktur
ketaksadaran pada setiap level realitas. Hukum-hukum linguistik merumuskan relasi-relasi yang perlu,
menggambarkan struktur fundamental dari bahasa; melalui bahasa, yang hidup berdampingan dengan
kebudayaan manusia dan yang menjadi mode simbolisasi utama manusia, seseorang bisa melihat kepada
struktur kesadaran manusia yang paling dalam. Linguistik modern, kemudian, memberikan Lévi Strauss
peralatan ilmu bagi kemunculan liang bawah ketaksadaran, tanpa terkecuali, struktur universal
kesadaran manusia. Kini hal tersebut bagi Lévi Strauss hanya untuk mengubah urutan model linguistik
kepada beberapa produk budaya manusia (apakah sistem keluarga, masakan, atau mitos). Dalam
perkara aturan perkawinan dan sistem keluarga, misalnya, seseorang dapat mengamati tipe-tipe
komunikasi yang berjalan:

Bahwa faktor mediasi, dalam kasus ini, mungkin perempuan dari suatu kelompok yang
disebarkan diantara klan-klan, keturunan-keturunan, keluarga-keluarga, dan dalam kasus
lain, kata-kata suatu kelompok yang disebarkan diantara individu-individu, tidak
semuanya mengubah fakta bahwa aspek esensial dari fenomena adalah identik dalam dua
kasus tersebut.

(Lévi Strauss 1963, h. 61)

"Identitas" dari praktik dan ungkapan sosial, dalam contoh ini, didapatkan dari fakta bahwa
"kumpulan penampilan, linguistik dan sosial, diregulasikan oleh kode-kode atau hukum yang
mendasarinya; dan dalam kenyataan bahwa mereka diregulasikan oleh matriks sistaksis" (Benoist 1978,
h. 66).

Fokus struktralisme pada "struktur-struktur" memberikan prioritas pada seluruhnya melebihi


bagian-bagiannya5: "sistem kesalingterhubungan di antara semua aspek kehidupan sosial menjalankan
bagian yang lebih penting dalam penyebaran budaya ketimbang satu aspek terpisah yang betul-betul
dipertimbangkan" (Lévi Strauss 1963, h. 358). Menurut logika linguistik ini, bahasa adalah sistem tanda
"dengan kesinkronan" yang disengaja, yakni, sebagai sistem total pada titik yang diberikan dalam waktu,
dan bukan elemen-elemen, tapi yang disengaja, terutama sekali jaringan kerja relasi-relasi yang
mempersatukan elemen-elemen itu. Makna atau pengertian elemen-elemen diperoleh hanya dari studi

Lihat Claude Lévi-Strauss_ dari Edmund Leach, h. 23-27, untuk sebuah pameran model; dan diskusi Scheffler (1976)
mengenai sekolah Praha dalam linguistik struktural modern. Lévi-Strauss sendiri memberikan aplikasi grafik model
dalam sebuah percobaan untuk mengenalisis masakan. Lihat "The Culinary Triangle" (1966b).
5
"Struktur" dapat didefinisikan sebagai "seperangkat elemen-elemen antara yang mana, atau antara sub perangkat
tertentu dari yang mana, relasi-relasi didefinisikan" (Lane 1970, h. 24).
8

kesalingterkaitannya (interelasi), dan tentang lokasi elemen di dalam suatu kumpulan. Atau nilai dari
tanda linguistik bergantung pada relasinya terhadap kosa kata keseluruhan. Menurut logika ini, Lévi
Strauss berpendapat bahwa banyak dan bermacam-macam mitos perburuhan dan penciptaan, suku
amazon dan Amerika Utara, bentuk kesatuan sistem ("kosa kata"), dan bahwa semua varian mitos ini
secara aktual merupakan kesatuan pola--"bahwa sejumlah hikayat yang berelasi adalah kumpulan
kehidupan, suatu kode reinterpretasi budaya, dalam hikayat tersebut elemen-elemen tunggal
dikelompokkan tapi tidak dihilangkan" (Steiner 1967, h. 248). Dalam "The Structural Study of Myth" Lévi
Strauss, dia mengingatkan pada kita bahwa varian-varian dari mitos perlu dipertimbangkan demi
keberhasilan analisis; jika, misalnya, seseorang mengkaji mitos Oedipus, interpretasi Freud akan
termasuk sebagai varian dari kumpulan itu (Lévi Strauss 1963, h. 217). Jadi pengkodean mengenai kode-
kode mitos adalah "mitos atas mitologi" sendiri ([1962] 1969, h. 12).

Analisis mitos Lévi Strauss bekerja dengan cara dari model linguistiknya. Mitos, bagian dari
ucapan (speech) manusia, adalah bahasa (la langue) dan lebih daripada bahasa. Meliputi elemen-elemen
ucapan (la parole), mitos mengejawantahkan keunikannya pada tiga level, yang memuat dua. Mitos
mencakup "sisi struktural dari bahasa" (la langue) dan aspek-aspek "statistiknya" (la parole) (Lévi Strauss
1963, h. 209-10). Dikenal dalam istilah sinkronik dan diakronik, waktu mitos adalah waktu yang dapat
dibalik (termasuk la langue) dan yang tak dapat dibalik (termasuk la parole): "mitos selalu mengacu pada
kejadian-kejadian yang dinyatakan pada waktu lampau. Tapi apa yang memberikan mitos suatu nilai
operasional adalah bahwa pola-pola spesifik digambarkan tanpa batas waktu: ia menjelaskan masa kini
dan masa lalu dan juga masa depan" (1963, h. 209). Ia kelihatan bahwa ia adalah acuan diakronik dari
mitos (naratif) yang menyediakan matriks makna bagi Lévi Strauss, unit-unit konstitutif dari mitos
--"mythemes". Mythemes, seperti fonem-fonem, bukanlah relasi yang terisolir tapi "buntelan relasi-relasi
serupa" (1963, h. 211), yang bisa dikelompokkan pada poros sinkronik mengenai perbedaan dan oposisi.
Ini adalah susunan akhir yang membolehkan mythemes dibaca sebagai rantai relasi-relasi yang tak
berujung pangkal kepada mythemes lain dan mitos lain. Apa akhir makna dari semua matriks makna ini?
Dalam The Raw and the Cooked, "makna akhir" dari pikiran mitologis:

Mitos-mitos menandakan pikiran yang menyusunnya dengan menggunakan dunia yang ia


sendiri merupakan bagian dari dunia itu. Kemudian ada produksi berkelanjutan dari mitos
itu sendiri, dengan pikiran yang menghasilkannya, dengan mitos-mitos, atas bayangan
dunia yang sudah melekat dalam stuktur pikiran...Dengan mengambil materi telanjang dari
alam, pikiran yang bersifat mitos bekerja dalam cara yang sama seperti bahasa, yang
memilih fonem-fonem diantara suara-suara alami dari jajaran tak terbatas yang secara
praktis ditemukan dalam celoteh kanak-kanak...materi adalah instrumen makna, bukan
obyeknya. Untuk menjalankan ini, ia mesti sedikit demi sedikit. Hanya beberapa dari
elemen-elemennya yang ditahan --hal itu sesuai bagi ungkapan keberlawanan atau
sepasang bentuk oposisi.

(Lévi Strauss [1964] 1969, h. 341)

MITOS DAN PIKIRAN: PANDANGAN BARU TENTANG BUDAYA


9

Lintasan sulit Lévi Strauss di atas memuat sejumlah pernyataan-pernyataan yang mengejutkan
--secara revolusioner, secara aktual, dengan respek terhadap upaya keras dari ilmu sosial dan obyek-
obyek studinya. Karena refleksi Lévi Strauss tentang "makna akhir" dari pikiran metodologis adalah juga
refleksi tentang statusnya sebagai pengetahuan. Seawal dengan Totemisme ([1962] 1969), Lévi Strauss
mengajukan pernyataan--dengan demikian menggantikan Elementary Form (1915) milik Durkheim--
bahwa proyek ilmu human, misalnya wacana rasional Barat, hanya salah satu variasi dalam seluruh
bidang pengetahuan manusia. Lebih lanjut (dan persoalannya ia juga mereposisi sepenuhnya sosiologi
pengetahuan), wacana studi antropologis sendiri tentang mitos (mitologi-mitologinya) diperlakukan
sebagai sistem penandaan yang ada berdampingan dan di dalam sistem-sistem mistis yang lain.

Tamasya singkat kepada teks Totemisme Lévi Strauss menyingkapnya sebagai karya yang
menandakan permulaan ekspansi Strukturalisme di Perancis dan menyediakan sebagai pengantar pada
The Savage Mind (1966a). Sistem-sistem dan praktik-praktik totem, yang bagi Durkheim (dan bagi
McLennan, Frazer, Robertson Smith, Tylor, dan Malinowski) sesuatu yang substantif yang membutuhkan
penjelasan, yang didekati (oleh Lévi Strauss) sebagai sistem-sistem penandaan dalam kebutuhan
interpretasi. Sistem-sistem totem secara historis dan sosial bukanlah fenomena yang jelas, sesungguhnya
mereka adalah sistem-sistem yang mengatakan pada kita bagaimana semua pikiran manusia
mengategorikan dan mengomunikasikan. Dalam lintasan yang disebutkan di atas (lihat h. 54-5) dari The
Raw and the Cooked, mitos-mitos totem --seperti pada semua mitos--"menandakan pikiran-pikiran yang
menyusun mereka". Mitos-mitos (dan totem-totem) memperlihatkan pada kita bagaimana pikiran-
pikiran menarik dari alam dan bagaimana (sebagaimana dalam kasus bahasa) kategori-kategori yang
pikiran-pikiran uraikan (bahan mentah/masakan, laki-laki/perempuan, kehidupan/kematian,
rajawali/gagak, kelelawar/burung hantu....) melayani sebagai perangkat konseptual untuk mengatakan
sesuatu dan untuk menguraikan gagasan-gagasan abstrak. Klasifikasi-klasifikasi totem melayani sebagai
kerumitan dan beberapa penandaan yang berlapis. Makhluk-makhluk totem (misalnya klasifikasi
burung elang menurut tipe, warna,dan pentas kehidupannya) menjalankan tidak sebagai makhluk-
makhluk mereka sendiri, tapi sebagai sesuatu bagi suku Osage untuk berpikir; burung elang memberi
"perangkat-perangkat konseptual". "Kita tidak percaya," anggota suku Osage menjelaskan, "bahwa nenek
moyang kita benar-benar binatang-binatang, burung-burung, dan sebagainya seperti dikatakan dalam
tradisi-tradisi. Sesuatu tersebut hanyalah....(simbol) dari sesuatu yang lebih tinggi" (Dorsey disebutkan
dalam Lévi Strauss 1966a, h. 149). Klasifikasi totem juga melayani untuk "memisah-misahkan manusia
dari tiap-tiap yang lain". Karena simbol-simbol totem dipinjam dari alam untuk menghapus bagian
manusia yang mirip dan untuk menegaskan perbedaan serta divisi-divisi mereka (Poole 1969, h. 62; cf.
Lévi Strauss 1966a, h. 62).

Totemisme membuka dengan diskusi tentang "ilusi totemisme", yakni, memperlakukan


totemisme sebagai fenomena dalam kebenarannya sendiri. Mengajukan argumen bahwa totemisme
menandakan, ketimbang menyingkap, sesuatu dalam kebutuhan atas penjelasan, meneruskan dengan
pernyataan bahwa teori yang beragam tentang totemisme juga perlu untuk diluaskan pada persoalan
terbuka. Dengan mencocokkan bersama "pikiran-pikiran liar" dan "logika-logika yang beradab", kerja
tersebut seperti refleksi sistematis pada bagaimana kita ("umumnya, orang kulit putih dewasa, dalam
kata-kata Lévi Strauss) menguraikan primitif dan liar (dan diri kita), sebagaimana ia adalah studi tentang
10

tanda-tanda totem. Karena, setelah semua, mitos-mitos totem (seperti semua mitos) adalah "in-terminable"
(Lévi Strauss [1962] 1969, h. 6) dan termasuk semua variannya (apakah dari manusia semak-semak yang
mempraktikkan totemisme atau dari manusia modern yang menggunakan "totemisme" untuk berpikir).

"Totemisme seperti histeria", buku terbuka. Keduanya merupakan fenomena kontemporer,

muncul dari kondisi budaya yang sama, dan kesialannya yang sejajar bisa dijelaskan secara
inisial oleh sebuah tendensi, umumnya pada beberapa cabang pembelajaran terhadap abad
20 untuk menandai fenomena manusia tentunya –meski ketika mereka membentuk sebuah
entitas alami-- yang mana sarjana-sarjana lebih suka menganggap alam semesta moral
mereka sendiri sebagai alien, jadi melindungi dan menyisipkan yang mereka rasakan
terhadap yang belakangan.

(Lévi Strauss [1962] 1969, h. 69)

Totemisme tidak sungguh-sungguh tentang totemisme, jika kita memaksudkan itu praktik-
praktik keagamaan orang-orang primitif yang melibatkan binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai
obyek-obyek sakral. Apa ketertarikan tentang fenomena totem adalah apa yang menandakan kuasa
elemen-elemen sistem totem atau kode totem yang beragam karena manusia sendiri. Lévi Strauss
menyinggung persoalan totemisme lebih awal, dalam upacara inagurasinya 1960 berbicara di Collège de
France, seperti "tembus pandang (transparent) pandang dan yang tak substansial (insubstantial)"--
pentingnya dalam pikiran antropologis yang dibendung "dari rasa tertentu bagi kecabulan dan
keanehan....sebuah proyeksi negatif atas ketakutan yang tak dapat dikontrol mengenai kesakralan". Teori
totemisme berkembang "untuk kita" (pour nous) dan bukan dalam dirinya sendiri (en soi). Tak ada
jaminan bahwa, dalam bentuk kekiniannya, ia tidak meneruskan dari ilusi serupa" (1976, h. 27).

Di antara beberapa dampak-dampak penting yang vital dari strukturalisme Lévi Strauss, yang
mana ia berbagi dengan beberapa metode-metode lain abad 20 akhir yang digolongkan di bawah rubrik
"teori kesusatraan" atau teori-teori "teks", adalah bahwa (mungkin, walaupun dirinya sendiri) ia menarik
perhatian pada dirinya sendiri sebagai jenis teks tertentu bersama suatu konteks; ia adalah karya yang
ditulis oleh bangsa "peradaban", teks sendiri merupakan suatu bagian dari "budaya" dan "produksi
budaya", dan, dengan implikasi, sebuah bagian yang "berkuasa" (Gramsci) atau "yang memerintah"
(Foucault), kini proses-proses dilihat sebagai budaya yang nyata. Tidak seperti penyokong-penyokong
ilmu sosial yang lebih awal, teori-teori budaya sekarang menempatkan upaya kerasnya sendiri memukul
di tengah-tengah wilayah budaya yang mereka kaji, "menghasilkan karya-karya kita sendiri dan
menentang kita sendiri" (Boon 1985, h. 163). "Teks-teks secara kata", Edward Said tegaskan, tambahan
(kontra Lévi Strauss) "untuk beberapa tingkatan mereka adalah peristiwa-peristiwa, dan bahkan ketika
mereka tampak menyangkalnya, mereka meski demikian adalah bagian dari dunia sosial" (Said 1983, h.
4). Atau, antropolog kontemporer sebutkan, "Studi budaya adalah budaya....budaya kita; ia beroperasi
melalui bentuk-bentuk kita, mencipta dalam istilah-istilah kita, meminjam kata-kata dan konsep-konsep
kita untuk makna-maknanya, dan mencipta kita kembali melalui upaya-upaya kita" (Wagner 1981, h. 16).

Pengertian tajam ini bahwa "pengetahuan" dan "budaya" adalah diproduksi dalam dan melalui
(dan bukan sisi luar dari) konfrontasi manusia dunia dan kekuasaan-kekuasaan yang muncul sekarang
11

di waktu ketika semua manusia dunia dengan jelas dilibatkan dalam satu cara atau yang lain dalam tiap-
tiap "budaya" lain, ketika ada budaya-budaya "murni", dan di antara manusia yang kehidupannya (dan
budayanya) dilibatkan secara mendalam dalam tiap-tiap kehidupan (dan budaya) lain. Kini, terutama,
pengamatan Lévi Strauss, perbedaan budaya-budaya "adalah lebih sedikit fungsi isolasi kelompok dari
pada keterkaitan yang menyatukan mereka" (Lévi Strauss 1976, h. 328). "Perbedaan otentik manusia
adalah disintegrasi" (Clifford 1988, h. 14).

Bagaimana membingungkan, kemudian, hal itu tepatnya di saat ini, suara-suara


"multikulturalis" menegaskan berlawanan dan mendesak pada "pengakuan" dan pengungkapan identitas
serta warisan budaya "otentik" (Taylor et al. 1994)--di momen ketika secara budaya perbedaan manusia
dengan keras eksis lagi. Barangkali "multikulturalisme" mengungkapkan "pengakuan"nya pada
ketidaktampakan dari perbedaan dan budaya-budaya otentik dan, dalam wajah ketidaktampakan ini,
kebutuhan untuk mencipta komunitas-komunitas dan budaya-budaya. Multikulturalisme mungkin,
kemudian, tentang survival budaya dalam iklim konfrontasi (Appiah 1994). Multikulturalisme, seperti
dengan isme yang lain sebagaimana nasionalisme, beroperasi sebagai kesatuan dan keseluruhan mitos
budaya dan lokasinya (Bhabha 1994).

Beberapa antropolog lebih suka pada proyek studi antropologis akhir abad seperti "keadaan
sulit dari budaya" (Clifford 1988; cf. Clifford dan Marcus 1986; Marcus dan FIscher 1986; Geertz 1995),
bersama pengertian ironinya mengenai apa yang ia maksudkan menjadi "budaya tulisan" atau tulisan
tentang budaya, sebuah ironi yang secara efektif meruntuhkan upaya keras etnografi yang sedang
berlangsung. Dalam karya-karya Lévi Strauss, tanggapan-tanggapan terhadap kondisi kontemporer ini
bergerak dari kelesuan dunia, sampai kepasrahan, sampai kritik tajam, seperti dalam perlakuannya pada
seni tulisan sebagai maksud prinsipil bagi kemudahan perbudakan (Lévi Strauss [1955] 1977, h. 338).
Pandangan partikular ini masih tentang tempat seseorang di antara manusia dunia--sebuah persenjataan
lengkap, pada suatu kejadian yang menggelisahkan dan besar sekali, bersama imej-imej tentang
perbedaan dan keganjilan--juga membangkitkan keanehan pandangan orang yang ramah (perbedaan
dari kepercayaan diri liberalisme dan "humanisme" progresif). Karena ia melalui suatu pemahaman dari
"pikiran liar" (melalui hal tersebut kita bisa melihat alam dengan lebih terang) bahwa kita dapat
memahami dengan lebih baik apa yang kita pahami. Budaya adalah, setelah semua itu, aksesoris-
aksesoris diakronik kepada struktur-struktur sinkronik. Masyarakat modern, mengalami
perkembangbiakan yang lebih besar dan lebih rumit serta institusi-institusi manusia yang sangat
kompleks, telah mengaburkan relasi mereka pada misteri Ada (being) yang terletak dalam jantung
persoalan--atau dalam "pandangan sekilas pandang....seseorang kadang-kadang dapat bertukar dengan
seekor kucing" (Lévi Strauss [1955] 1977, h. 474).

Pernyataan antropologi struktural adalah bahwa budaya manusia secara prinsipil diuraikan
dalam dan melalui sistem-sistem penandaannya--apakah bahasa-bahasanya (dalam pengertian harfiah)
atau mode-mode komunikasi yang lain melalui obyek-obyek atau orang lain--dan melalui kategori-
kategori dan klasifikasi-klasifikasi obyek itu ditafsirkan. Operasi-operasi budaya--dan mereka adalah
beberapa benda, yang dapat direduksi baik untuk "kehidupan materi" maupun simbol-simbol yang
mengambang di udara--adalah sistem-sistem evaluasi dan diskriminasi. Apakah masyarakat atau
12

manusia itu, oleh karenanya, adalah apa yang ia katakan dan percaya adalah bukan itu. Operasi-operasi
budaya membedakan dalam cara-cara yang hampir tak berujung pangkal, sebagaimana Lévi Strauss dan
Foucault telah (secara berbeda) memperlihatkan pada kita. Karya Edward Said (yang ada di sekitarnya
Foucault dari pada Lévi Strauss) mengalamatkan cara-cara dengan tepat bahwa gagasan budaya tidak
memungkinkan lepas terhadap "gagasan dari tempat" itu dan yang mengitari:

Saya akan menggunakan kata budaya untuk memberi kesan suatu lingkungan,
proses, dan hegemoni tempat individu-individu....dan karya-karyanya ditanamkan...budaya
digunakan untuk menandakan tidak hanya sesuatu pada sesuatu yang seseorang miliki tapi
sesuatu yang seseorang proses, budaya juga menandakan suatu batas dengan batasan
konsep-konsep tentang apa yang secara eksplisit atau implisit kepada budaya yang sedang
berlaku.

(Said 1983, h. 8-9)

Sebagaimana Lévi Strauss sendiri mengamati, berdiri sebagai moralis klasik, pangkat-pangkat
dan diskriminasi-diskriminasi, kategori-kategori dan klasifikasi-klasifikasi manusia Barat--membawa
dalam teori-teori kita mengenai bangsa dan budaya, dalam filsafat kita dan biologi kita--adalah
perbedaan-perbedaan antara kita dan mereka, mengenai ke-adab-an dan ke-liar-an, oposisi-oposisi untuk
menopang identitas dan sejarah nasional. Dalam The Savage Mind, dia secara eksplisit dan sistematis
menentang pembedaan primitif dan (ber)adab, yang mana didasarkan kepada gagasan pengembangan
pikiran manusia dari tahap inferior ke superior. Perbedaan antara primitif dan modern, atau antara
magis dan ilmu, kurang memberikan pilihan-pilihan spesifik yang diberikan oleh pikiran manusia dalam
relasinya pada lingkungannya. Ilmu primitif ("ilmu konkrit"), pikiran dibatasi oleh esensinya, kurang
"ilmiah" dan kurang asli ketimbang ilmu alam (Lévi Strauss 1966a, h. 16).

Lévi Strauss bukan sosiolog pengetahuan, setidaknya dalam pengertian biasa. Masih terdapat
suatu "subteks" terhadap karyanya, ditangkap dalam kalimat yang tak dapat dilupakan, paling tidak bagi
ilmu sosial yang secara reguler bergulat dengan problem operasi ideologi dan ketaksadaran terhadap
pengetahuan: "sifat dasar kebenaran sudah ditunjukkan oleh kepedulian bahwa ia terletak pada tempat
yang sulit dipahami" ([1955] 1977, h. 50). Kepedulian bahwa ia terletak pada tempat yang sulit dipahami adalah
tanda kebenarannya; atau, sebagaimana Lévi Strauss tulis dalam The Way of Masks, "Seperti mitos, topeng
menyangkal sebanyak ia menegaskan. Ia tidak semata-mata membuat dari apa yang ia katakan dan ia
pikirkan, ia mengatakan, tapi dari apa yang ia tiadakan (1982, h. 144). Ada arti (kebenaran) dalam apa
yang masyarakat tegaskan dan juga dalam apa yang mereka sangkal atau berangus. Posisi ini bukanlah
Freudian ataupun Marxis dalam maksud, yakni, perdebatan pada penemuan struktur yang mendasari
kenyataan yang menyingkap kebenaran di belakang alam kesalahan yang tampak. Maupun "kepedulian
bahwa ia terletak pada tempat yang sulit dipahami" dari Lévi Strauss adalah sebuah pernyataan tentang
motivasi-motivasi ketaksadaran. (Lévi Strauss, setelah Saussure, menegaskan yang bukan motivasi dari
fungsi simbol). Agaknya, ia adalah pernyataan tentang ragam tingkatan pada ragam tindakan tersebut
kesadaran manusia beroperasi: bentuk-bentuk budaya, seperti kesopanan, membawa dirinya dan
operasi-operasi yang tidak kelihatan melalui proses konversi dan transformasi yang dilihat dalam
bentuk-bentuk mitos berbeda dan bentuk-bentuk praktik sosial lain. Apakah transformasi ini
13

"menyingkap" (dengan menyembunyikan) jajaran total makna-makna dan pesan-pesan mereka. Dalam
alam budaya, ilmu tentang artefak manusia (mitos-mitos, kisah-kisah, imej-imej, dsb.) mengatakan tidak
hanya apa yang sesuatu ini representasikan, tapi apa yang mereka pilih untuk tidak direpressentasikan
(Boon 1985, h. 162-163).

Gagasan makna melalui penyembunyian menimbulkan laporan Foucault tentang "eksklusi-


eksklusi budaya", yakni, bagaimana beberapa "keberubahan" dan "yang lain" dibungkam dan dibuat
tidak tampak oleh disiplin-disiplin hukuman wacana-wacana (seksual) represif. Kesamaan adalah lebih
dari jelas. Lévi Strauss dan Foucault mengusulkan dialektika operasi-operasi budaya dimana makna
muncul melalui proses diferensiasi: diri/yang lain, wajar/tak wajar, waras/gila. Dalam istilah Said,

budaya mencapai hegemoninya melebihi masyarakat dan negara....didasarkan pada


diferensiasi praktis secara terus menerus tentang dirinya dari apa yang ia percaya untuk
menjadi bukan dirinya. Dan diferensiasi ini secara sering dibentuk oleh budaya valorized
melebihi ‘Yang lain’....budaya sering melakukan dengan suatu pengertian agresif tentang
bangsa, rumah, komunitas, dan kepemilikan.

(Said 1983, h. 12).

Walaupun kurang memiliki keasyikan terhadap kekuasaan dan operasi-operasi diskursif, Lévi
Strauss berbagi dengan kemutakhiran "relatifitas budaya" mereka: setiap budaya ekuivalen dengan
setiap budaya yang lain; logika-logika pikiran beradab memiliki tempat tidak lebih tinggi dalam sejarah
kemanusian ketimbang kebiadaban--"kesepakatan yang baik tentang egosentris dan kenaifan dalam
kebutuhan untuk percaya bahwa manusia mencari perlindungan dalam manusia tunggal dari mode
historis dan geografis mengenai eksistensinya, ketika kebenaran tentang manusia terletak dalam sistem
perbedaan mereka dan properti umum" (Lévi Strauss 1966a, h. 249). Dalam respek ini, imejnya tentang
pekerja tangan (bricolage) adalah instruktif.

Bricoleur adalah sejenis pekerjaan-aneh manusia yang membentuk sesuatu yang baru dari yang
lama dengan materi "tangan". "Perbendaharaan materialnya terbatas dan beragam--benda-benda yang
merupakan bagian-bagian dari benda-benda yang lain, dan oleh karena itu, desakan awal mereka sendiri
adalah bentuk-bentuk dari konstruk-konstruk baru. Adaptasi kembali dan aransemen kembali yang
kreatif mengarategorikan aktifitasnya. Tidak seperti mesin, dia tidak membangun dengan materi yang
didesain secara khusus bagi tujuannya. Pikiran mistis, kemudian, adalah sejenis bricoleur dari pikiran
manusia, yang membangun institusi-institusinya dari puing-puing sebelumnya, menyusun kembali
konstruksi dan kehancuran masa lampau. Ia selalu mencoba menginstitusikan kembali stabilitasnya yang
mudah pecah, membentuk struktur dari sisa-sisa kejadian. Seperti bahasa (dalam pembedaan
Saussurian), pikiran mistis, sinkroni esensial dalam sifat dasarnya, secara tertentu rentan terhadap
pengaruh diakroni. Sebaliknya, ilmu modern "mencipta maksud dan laporannya dalam bentuk
peristiwa-peristiwa, berterima kasih kepada struktur-struktur yang mengelaborasi secara terus menerus
dan hal tersebut merupakan hipotesa dan teorinya" (Lévi Strauss 1966a, h. 22). Lagi, bagi Lévi Strauss,
pendekatan pada tiap perbedaan. Pemikiran modern mungkin dapat mengabaikan beberapa laporan
bricoleur mistis tapi bukan validitas dari pilihan aslinya. Yakni, setelah semua itu, pilihan dari bentuk
pikiran yang menemukan agrikultur, penjinakan binatang, dan barang tembikar--dasar dari perubahan,
14

perubahan neolitik, hal tersebut, bagi Lévi Strauss, berbanding lebih dari menyenangkan bersama akibat
perkembangan kemanusiaan.

Dipersepsi dalam istilah-istilah sejarah, perbedaan antara "primitif" dan "modern" lebih lanjut
menerjemahkan istilah-istilah dari pilihan-pilihan ini. Lévi Strauss lebih suka mengklasifikasi masyarakat
sebagai "panas" dan "dingin" (1968, h. 46). Masyarakat-masyarakat "panas" (modern) memiliki
internalisasi proses sejarah, membuatnya menggerakkan kekuasaan atas perkembangannya dengan
percepatan pengeluaran energi, di bahan bakari oleh perbedaan-perbedaan tajam antara "kuasa dan
oposisi, mayoritas dan minoritas, penindas dan yang ditindas....antara kasta-kasta dan antara kelas-
kelas", pertentangan dan eksploitasi "mendorong secara terus menerus pada ekstrak perubahan sosial
dan energi dari mereka": "perkembangan sejarah pada harga transformasi dari [manusia] ke mesin"
(1968, h. 47-8). Ia bukanlah bahwa masyarakat "dingin" (primitif) tanpa sejarah, tapi agaknya mereka
"nampak mengelaborasi atau menyimpan kebijaksanaan tertentu yang mendorong mereka untuk
menentang keras beberapa modifikasi struktural yang akan memberikan poin bagi pintu masuk kepada
kehidupan mereka" (1968, h. 48). Institusi-institusi mereka secara tertentu disesuaikan untuk
membatalkan atau menetralisir perubahan, untuk menyerap peristiwa-peristiwa kepada struktur-
struktur, untuk memberangus zaman.

Apakah Strukturalisme itu?

Sebagai suatu gerakan 1950an dan awal 1970an, strukturalisme, berbicara dalam istilah
sederhana dan integral tentang suatu gerakan yang kompleks, digambarkan oleh beberapa komentator
utama sebagai "target gerakan" (Lemert 1990, h. 23) dan sebagai gerakan yang sudah menjadi kebiasaan
sehari-hari dalam "teks" (Kurzweil 1980)--teks-teks yang disuguhkan untuk membuka proyek-proyek
dan isme-isme baru, seperti postrukturalisme dan posmodernisme. Berawal dengan pernyataan awal
Lévi Strauss (1968) yang menguraikan "sifat dasar ketaksadaran fenomena kolektif", kepada pembacaan
kembali Athusser tentang Marx dan "destruksi"nya tentang humanisme Marxis (Althusser 1969), dan
kemudian pada essai strukturalis Barthes tentang literatur dan tulisan, ia adalah gerakan yang tidak
menjemput harapan ilmiahnya untuk membuka kedok operasi-operasi ketaksadaran mental. Masih,
dalam respek lain, gerakan yang dengan setia mentaati pernyataan prinsipilnya bahwa budaya adalah
sistem perbedaan, dengan demikian makna dari unit tunggal didefinisikan melalui sistem oposisi dengan
unit-unit yang lain. Dengan logika ini--logika yang, inter alia, menawarkan teori "otonomi budaya"--kaum
strukturalis membuka jalan bagi mereka sendiri untuk digantikan. Sebagaimana Derrida mungkin yang
pertama menunjukkan, dan dalam istilah-istilah yang menentukan dalam era postrukturalisme dan
posmodernisme, proposisi-proposisi serta metode-metode strukturalis membuka logika bahwa "segala
sesuatu [adalah] wacana" (Derrida 1970, h. 249): "wacana mengenai struktur" milik strukturalisme",
"kritik bahasanya" mendesakkan bahwa "bahasa memikul dalam dirinya sendiri kebutuhan atas
kritiknya sendiri" dan mendesakkan bahwa wacana pada mitos sendiri ada di antara "mitologi-mitologi"
yang lain. Strukturalisme Lévi Strauss "adalah penggali kuburannya sendiri" (Lemert 1990, h. 233). Atau,
menggunakan gagasan antropologi tentang budaya-sebagai-temuan (Wagner 1981), era strukturalisme
15

menghadirkan kembali tahapan tertentu kesadaran budaya intelektual Barat, suatu momen ketika
"kemanusiaan" ditemukan kembali dan ketika kehadiran subyek dari era modern mulai digantikan oleh
operasi-operasi bahasa dan mitos yang berpikir untuk menemukan "masyarakat". "Manusia", atau "sifat
dasar"nya sendiri.

Kini, strukturalisme meneliti dengan cermat ketidakmampuan dari kehidupan sampai klaim-
klaim ilmiahnya dan, dari posisi posmodernisme, sebagaimana meneruskan lintasan pada jejak sepatu
humanisme modernis dan etnosentrisme. Dari titik pandang yang lain, strukturalisme benar-benar
melibatkan dirinya ketika ia memutuskan untuk meletakkan bahasa secara serius (dan pengguna bahasa
kurang serius). Melakukan ini ia menggeser kedudukan (tidak berpusat pada) "subyek" dan
meruntuhkan status dan juga tidak memperlakukan pernyataannya sendiri untuk mendirikan ilmu
tentang operasi-operasi mental secara umum.

Pernyataan strukturalisme yang paling berdampak--salah satunya digambarkan dalam teori-


teori yang menggatikannya--adalah ketidakpeduliannya (menurut Saussure) tentang sesuatu-dalam-diri
mereka sendiri, atau keterkaitan antara bahasa dengan benda. Pandangan strukturalisme bahwa bahasa
adalah salah satu struktur dari relasi-relasi penandaan antara penanda (signifier) dan tinanda (signified),
kata dan konsep, ketimbang antara kata dengan benda. Ia mengacuhkan atau mengurung beberapa
perhatian pada representasi, malah mengambil proses tak berkesudahan dari penanda dan tinanda. Ia
berbagi, untuk mempercayai yang lebih baik atau lebih buruk pada seseorang yang tempramen dan setia,
dengan postrukturalisme dan posmodernisme (Hutcheon 1988, h. 148-149).

Tapi apakah implikasinya bagi kita yang masih berdiri sebagai ilmuwan sosial dalam bayangan
Durkheim? Haruskah kita sekarang, sejalan dengan Lévi Strauss, mendeklarasikan "disiplin tidak tetap"
Durkheim (Durkheim dan Mauss 1963, Dedikasi)? Apakah Durkheim, dalam beberapa pengertian akhir,
telah diacuhkan? Pertanyaan-pertanyaan ini, sebagaimana Saya nyatakan dalam Bab 1, mengenai
persoalan kunjungan kembali dan pembacaan kembali karya klasik dalam terang zaman kita, dan juga
membaca mereka dalam perspektif dan problem baru yang mengarakterkan "pikiran kontemporer"--
suatu gagasan holistik, tapi salah satu yang mungkin melayani sebagai maksud untuk mengorganisir
dan mengidentifikasi ciri-ciri umum dari pemikir-pemikir dan teks-teks yang berlainan. Dalam suatu
zaman ketika "perbedaan otentik manusia sedang hancur" (Clifford, 1988, h. 14), Saya akan mengambil
risiko melukai kebiasaan masa kini dengan meminta gagasan komunalitas. Disamping, ia pantasnya
adalah Durkhemian.

Kembali pada pertanyaan di atas, kita tidak perlu memilih Lévi Strauss melebihi Durkheim
(atau sebaliknya). Jika apapun adalah suatu tanda dari zaman kita dan perspektif tertentu kita, ia adalah
realisasi bahwa kategori-kategori saat ini, dan pengertian-pengertian bahwa mereka menghasilkan kita,
membolehkan kita untuk mencipta sosiologi sinkretis, bercirikan "percampuran benda-benda
aneh....atau campuran artefak-artefak budaya....campur aduk" tentang gaya-gaya estetik dan perspektif.
Daniel Bell (1976, h. 13) menggunakan istilah ini untuk menggambarkan fitur-fitur budaya modern yang
berbeda dan gaya bebasnya untuk menjadikan dirinya dalam banyak cara seperti kebutuhan modern
sendiri untuk memperoleh "realisasi-diri". Ia adalah deskriptif yang pantas tentang pilihan kita sekarang
sebagaimana ilmuwan sosial dan teoritisi sosial.
16

Dengan demikian, studi tentang formasi dan praktik budaya memandang mereka sebagai
beberapa hal: sebagai ekspresif dan representasi (Lévi Strauss), sebagai bagian sesuatu yang mendasari
atau "struktur dalam", dan membuka pada "dunia"--sebagaimana Durkheim coba memperlihatkan.
Kenyataannya, desakan Durkheim adalah bahwa kita kembali pada suatu "dunia", bagaimanapun secara
teks bahwa dunia ada. Teks-teks, wacana-wacana, mitos-mitos, dan seluruh dunia simbol kolektif adalah
bagian dari dunia sosial, dunia yang mendasari dan ditandai oleh semesta dan jajaran dari bentuk dan
kekuatan budaya. Gambaran bagus dari Durkheim tentang kekuasaan simbol kolektif dapat juga
melayani kelangsungan ilmu sosial meneliti ke dalam kehidupan simbol-simbol dan, terutama sekali,
bahwa cengkraman simbol-simbol kolektif melebihi pikiran dan perasaan. Teorinya juga meliputi
ketentuan bahwa penelitian-penelitian dibuat ke dalam generasi simbol-simbol kolektif dalam politik,
kelompok, organisasi, dan yang melalui kolektif mereka dan ritual-ritual publik. Sejak pikiran-pikiran
"dijajah (koloni), kita paling tidak akan memeriksa proses-proses kolonisasi" (Douglas 1986, h. 97).

Lebih lanjut, untuk mendesak, setelah Lévi Strauss, bahwa segala sesuatu yang "faktual" adalah
diskursif tidak menghendaki seseorang memeluk nihilisme atau agnotisisme tentang tambatan wacana-
wacana tersebut. Sebagaimana sosiolog dari Marx ke Durkheim sampai Mannheim berpendapat, ini
adalah suatu dasar institusi kepada "produksi budaya" (Peterson 1976; 1994). Institusi-institusi dari
semua bentuk dan ukuran menyediakan dasar sosial kepada pikiran dan kognisi. Dan ini persoalan
apakah penjajah pikiran adalah gerejawan, "milisi", perusahaan periklanan Amerika, atau semuanya
pada waktu yang bersamaan!

Sementara kita ingat warisan Durkheim melalui gagasannya tentang kekuasaan "fakta-fakta
sosial" non-material, selalu ada, dalam fakta, materialitas terhadap pandangannya, salah satu yang sesuai
dengan teori-teori kontemporer tentang "materialitas" pikiran dan budaya: dalam mengkaji Tuhan
seseorang mengkaji imej-imejnya; agama melakukan dengan sesuatu yang sakral; moralitas dan norma-
norma berhubungan dengan fakta sosial yang mereka alamatkan. Masih materialitas milik Durkheim
dan bentuk ganjil reduksionisme milik Lèvi Strauss menawarkan pada kita sosiologi yang kaya dan
lengkap, pengertian gamblang tentang "kekuatan" dan "kesakralan" karakter dari gagasan kolektif, suatu
pandangan tentang masyarakat meluap bersama pesan-pesan dan makna-makna, bersama ritual-ritual
dan kedok-kedok, bersama solidaritas yang ragu, dan bersama ungkapan-ungkapan yang tak terkatakan.
Warisan strukturalis tidak perlu meminjamkan dirinya pada perhatian partisan. Ia adalah suatu
penemuan pada "sosiologi yang subur" (Lévi Strauss 1976, h. 7).

Bagi sosiologi pengetahuan, warisan yang paling konsekuen Lévi Strauss sebagai "bapak
strukturalisme" (Kurzweil 1980) tidak ditemukan dalam pandangan yang penuh penyesalan tentang
prestasi peradaban di abad ini, ataupun ia (sosiologi pengetahuan) bahkan terletak dalam cakupan
"relativisme budaya"nya, gambarannya tentang pikiran liar membuat menentang diri kita sendiri, pun
dalam liriknya yang menggambarkan manusia yang hilang. Agaknya ia termuat dalam doktrinnya
tentang keunggulan dan otonomi sistem simbol, terutama sekali cara dalam proyek strukturalis yang
meletakkan dirinya sendiri ke dalam bidang "wacana mengenai mitos" miliknya sendiri (Derrida 1970, h.
256). Gerakan itu, bagaimanapun banyak ia dikonsepsikan sebagai integral dengan ilmu strukturalisme,
melayani--mungkin dalam cara menjangkau lebih jauh dari beberapa empirisme sejak abad 18--untuk
17

membatasi dan untuk mengubah gagasan dan proyek manusia dan ilmu sosial sementara, secara terus
menerus, menggoncang apa yang dapat digambarkan sebagai kapasitas pikiran Barat untuk menemukan
suatu daerah netral (rasional) dari daerah tersebut ia dapat menggambarkan dan menemukan realitas
kasar dan keliaran kasar. Etnografi aneh Lévi Strauss adalah etnografi mengenai semua tentang kita,
dalam etnografi itu pikiran dan mitos manusia "beradab" dan "liar" dapat "dikomunikasikan pada satu
varian mitos yang lain. Metode-metode strukturalis membuka bentuk-bentuk telanjang dan baru tentang
kesadaran-diri dan analisis-diri melayani sebagai komentar-komentar kritis pada wacana etnografi
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai