Anda di halaman 1dari 14

DALIL

ۡ ۡ
ِ ۙ ‫اِنَّا َس َّخ ۡرنَا ال ِجبَا َل َم َعهٗ يُ َسب ِّۡحنَ بِال َع ِش ِّى َوااۡل ِ ۡش َر‬
‫اق‬
Innaa sakhkharnal jibaala ma'ahuu yusabbihna bil'ashaiyi wal
ishraaq
Sungguh, Kamilah yang menundukkan gunung-gunung untuk
bertasbih bersama dia (Dawud) pada waktu petang dan pagi,

Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

‫ص َدقَةٌ َو ُكلُّ تَ ْكبِي َر ٍة‬


َ ‫ص َدقَةٌ َو ُكلُّ تَ ْهلِيلَ ٍة‬
َ ‫ص َدقَةٌ َو ُكلُّ تَحْ ِمي َد ٍة‬ َ ‫يُصْ بِ ُح َعلَى ُك ِّل ُسالَ َمى ِم ْن َأ َح ِد ُك ْم‬
َ ‫ص َدقَةٌ فَ ُكلُّ تَ ْسبِي َح ٍة‬
ٌ‫ص َدقَة‬َ

‫َان يَرْ َك ُعهُ َما ِمنَ الضُّ َحى‬ َ ‫ى َع ِن ْال ُم ْن َك ِر‬


ِ ‫ص َدقَةٌ َويُجْ ِزُئ ِم ْن َذلِكَ َر ْك َعت‬ ٌ ‫ص َدقَةٌ َونَ ْه‬ ِ ‫َوَأ ْم ٌر بِ ْال َم ْعر‬
َ ‫ُوف‬

“Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk
bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap
bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha
illallah) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa
sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi
mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi
(diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at.”[1]

Padahal persendian yang ada pada seluruh tubuh kita sebagaimana dikatakan
dalam hadits dan dibuktikan dalam dunia kesehatan adalah 360 persendian.
‘Aisyah pernah menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ِ ‫ان ِم ْن بَنِى آ َد َم َعلَى ِستِّينَ َوثَالَثِ َماَئ ِة َم ْف‬


‫ص ٍل‬ ٍ ‫ق ُكلُّ ِإ ْن َس‬
َ ِ‫ِإنَّهُ ُخل‬

“Sesungguhnya setiap manusia keturunan Adam diciptakan dalam keadaan


memiliki 360 persendian.”[2]

Hadits ini menjadi bukti selalu benarnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun sedekah dengan 360 persendian ini dapat digantikan dengan shalat Dhuha
sebagaimana disebutkan pula dalam hadits berikut,

‫ص ٍل فَ َعلَ ْي ِه َأ ْن‬ ُ ‫َأبِى بُ َر ْي َدةَ يَقُو ُل َس ِمع‬


ِ ‫ يَقُو ُل « فِى اِإل ْن َس‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬
ِ ‫ان ِستُّونَ َوثَالَثُ ِماَئ ِة َم ْف‬
ً‫ص َدقَة‬َ ‫ص ٍل ِم ْنهَا‬ ِ ‫ق ع َْن ُك ِّل َم ْف‬ َ ‫َص َّد‬
َ ‫» يَت‬.

ِ ‫ْج ِد تَ ْدفِنُهَا َأ ِو ال َّش ْى ُء تُنَحِّي ِه ع َِن الطَّ ِر‬


‫يق فَِإ ْن لَ ْم‬ ِ ‫ال « النُّ َخا َعةُ فِى ْال َمس‬
َ َ‫ُول هَّللا ِ ق‬ ُ ‫قَالُوا فَ َم ِن الَّ ِذى يُ ِطي‬
َ ِ‫ق َذل‬
َ ‫ك يَا َرس‬
َ ‫» تَ ْق ِدرْ فَ َر ْك َعتَا الضُّ َحى تُجْ ِزُئ َع ْن‬
‫ك‬

“Dari Buraidah, beliau mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia memiliki 360 persendian. Setiap
persendian itu memiliki kewajiban untuk bersedekah.” Para sahabat pun
mengatakan, “Lalu siapa yang mampu bersedekah dengan seluruh persendiannya,
wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan,
“Menanam bekas ludah di masjid atau menyingkirkan gangguan dari jalanan. Jika
engkau tidak mampu melakukan seperti itu, maka cukup lakukan shalat Dhuha
dua raka’at.”[3]

An Nawawi mengatakan, “Hadits dari Abu Dzar adalah dalil yang menunjukkan
keutamaan yang sangat besar dari shalat Dhuha dan menunjukkannya
kedudukannya yang mulia. Dan shalat Dhuha bisa cukup dengan dua raka’at.”[4]

Asy Syaukani mengatakan, “Hadits Abu Dzar dan hadits Buraidah menunjukkan
keutamaan yang luar biasa dan kedudukan yang mulia dari Shalat Dhuha. Hal ini
pula yang menunjukkan semakin disyari’atkannya shalat tersebut. Dua raka’at
shalat Dhuha sudah mencukupi sedekah dengan 360 persendian. Jika memang
demikian, sudah sepantasnya shalat ini dapat dikerjakan rutin dan terus
menerus.”[5]

qqqq
Yang kedua adalah melaksanakan sholat ketika terbitnya matahari hingga keluar
secara sempurna dan naik kira-kira setinggi satu tombak sesuai dengan
pandangan mata.
‫ي ْال َعي ِْن‬ ‫ْأ‬ َّ ‫َو) الثَّانِ ْي ال‬
ْ ‫صاَل ةُ ( ِع ْن َد طُلُوْ ِعهَا) ِإ َذا طَلَ َع‬
ٍ ‫ت ( َحتَّى تَتَ َكا َم َل َوتَرْ تَفِ َع قَ ْد َر ُر ْم‬
ِ ‫ح) فِ ْي َر‬
Keutamaan shalat Dhuha lainnya disebutkan dalam hadits berikut,

َ َ‫ يَقُو ُل « ق‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ار ْال َغطَفَانِ ِّى َأنَّهُ َس ِم َع َرسُو َل هَّللا‬
َ‫ال هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل يَا ا ْبنَ آ َد َم ال‬ ٍ ‫ع َْن نُ َعي ِْم ب ِْن هَ َّم‬
ِ َ‫ار َأ ْكفِك‬
ُ‫آخ َره‬ ِ َ‫ت ِم ْن َأ َّو ِل النَّه‬ ٍ ‫» تَ ْع ِج ْز ع َْن َأرْ بَ ِع َر َك َعا‬.

Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghothofaniy, beliau mendengar Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah
engkau tinggalkan empat raka’at shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu
akan mencukupimu di akhir siang.”[6]

Penulis ‘Aunul Ma’bud –Al ‘Azhim Abadi- menyebutkan, “Hadits ini bisa
mengandung pengertian bahwa shalat Dhuha akan menyelematkan pelakunya
dari berbagai hal yang membahayakan. Bisa juga dimaksudkan bahwa shalat
Dhuha dapat menjaga dirinya dari terjerumus dalam dosa atau ia pun akan
dimaafkan jika terjerumus di dalamnya. Atau maknanya bisa lebih luas dari itu.”[7]

Hukum Shalat Dhuha

Menurut pendapat yang paling kuat, hukum shalat Dhuha adalah sunnah secara
mutlaq dan boleh dirutinkan. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah dalil yang
menunjukkan keutamaan shalat Dhuha yang telah disebutkan. Begitu pula shalat
Dhuha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wasiatkan kepada Abu Hurairah untuk
dilaksanakan. Nasehat kepada Abu Hurairah pun berlaku bagi umat lainnya. Abu
Hurairah mengatakan,

‫ َوَأ ْن ُأوتِ َر قَ ْب َل‬، ‫ َو َر ْك َعت َِى الضُّ َحى‬، ‫صيَ ِام ثَالَثَ ِة َأي ٍَّام ِم ْن ُكلِّ َشه ٍْر‬ َ ْ‫َأو‬
ٍ َ‫ بِثَال‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫صانِى خَ لِيلِى‬
ِ ‫ث‬
‫َأ ْن َأنَا َم‬

“Kekasihku –yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- mewasiatkan tiga nasehat


padaku: [1] Berpuasa tiga hari setiap bulannya, [2] Melaksanakan shalat Dhuha
dua raka’at, dan [3] Berwitir sebelum tidur.”[8]

Asy Syaukani mengatakan, “Hadits-hadits yang menjelaskan dianjurkannya shalat


Dhuha amat banyak dan tidak mungkin mencacati satu dan lainnya.”[9]
Sedangkan dalil bahwa shalat Dhuha boleh dirutinkan adalah sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Aisyah ,

‫َأ َحبُّ اَأل ْع َما ِل ِإلَى هَّللا ِ تَ َعالَى َأ ْد َو ُمهَا َوِإ ْن قَ َّل‬

”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu
walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu
berkeinginan keras untuk merutinkannya. [10]

Waktu Pelaksanaan Shalat Dhuha

Shalat Dhuha dimulai dari waktu matahari meninggi hingga mendekati waktu
zawal (matahari bergeser ke barat).[11] Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin
menjelaskan bahwa waktunya adalah mulai dari matahari setinggi tombak –dilihat
dengan pandangan mata- hingga mendekati waktu zawal. Lalu beliau jelaskan
bahwa waktunya dimulai kira-kira 20 menit setelah matahari terbit, hingga 10 atau
5 menit sebelum matahari bergeser ke barat.[12] Sedangkan Al Lajnah Ad Da-imah
(Komisi Fatwa di Saudi Arabia) menjelaskan bahwa waktu awal shalat Dhuha
adalah sekitar 15 menit setelah matahari terbit.[13]

Jadi, silakan disesuaikan dengan terbitnya matahari di masing-masing daerah dan


kami tidak bisa memberitahukan jam pastinya shalat Dhuha tersebut dimulai dan
berakhir. Dan setiap hari waktu terbit matahari pun berbeda.

Sedangkan waktu utama mengerjakan shalat Dhuha adalah di akhir waktu[14],


yaitu keadaan yang semakin panas. Dalilnya adalah,

َ ‫صالَةَ فِى َغي ِْر هَ ِذ ِه السَّا َع ِة َأ ْف‬


‫ض ُل‬ َّ ‫ُصلُّونَ ِمنَ الضُّ َحى فَقَا َل َأ َما لَقَ ْد َعلِ ُموا َأ َّن ال‬
َ ‫َأ َّن َز ْي َد ْبنَ َأرْ قَ َم َرَأى قَوْ ًما ي‬.

َ ِ‫صالَةُ اَأل َّوابِينَ ِحينَ تَرْ َمضُ ْالف‬


‫صا ُل‬ َ َ‫ ق‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫» ِإ َّن َرسُو َل هَّللا‬.
َ « ‫ال‬

Zaid bin Arqom melihat sekelompok orang melaksanakan shalat Dhuha, lantas ia
mengatakan, “Mereka mungkin tidak mengetahui bahwa selain waktu yang
mereka kerjakan saat ini, ada yang lebih utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “(Waktu terbaik) shalat awwabin (nama lain untuk shalat Dhuha
yaitu shalat untuk orang yang taat atau kembali untuk taat[15]) adalah ketika anak
unta merasakan terik matahari.”[16]

An Nawawi mengatakan, “Inilah waktu utama untuk melaksanakan shalat Dhuha.


Begitu pula ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa ini adalah waktu terbaik untuk
shalat Dhuha. Walaupun boleh pula dilaksanakan ketika matahari terbit hingga
waktu zawal.”[17]

Jumlah Raka’at Shalat Dhuha

Jumlah raka’at shalat Dhuha, minimalnya adalah dua raka’at sedangkan


maksimalnya adalah tanpa batas, menurut pendapat yang paling kuat[18]. Jadi
boleh hanya dua raka’at, boleh empat raka’at, dan seterusnya asalkan jumlah
raka’atnya genap. Namun jika ingin dilaksakan lebih dari dua raka’at, shalat Dhuha
tersebut dilakukan setiap dua raka’at salam.

Dalil minimal shalat Dhuha adalah dua raka’at sudah dijelaskan dalam hadits-
hadits yang telah lewat. Sedangkan dalil yang menyatakan bahwa maksimal
jumlah raka’atnya adalah tak terbatas, yaitu hadits,

‫صالَةَ الضُّ َحى‬ َ ‫ُصلِّى‬ ْ َ‫ُم َعا َذةُ َأنَّهَا َسَأل‬


َ ‫ ي‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ َك ْم َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬- ‫ رضى هللا عنها‬- َ‫ت عَاِئ َشة‬
ٍ ‫ت َأرْ بَ َع َر َك َعا‬
‫ت َويَ ِزي ُد َما َشا َء‬ ْ َ‫قَال‬.

Mu’adzah pernah menanyakan pada ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- berapa jumlah


raka’at shalat Dhuha yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
‘Aisyah menjawab, “Empat raka’at dan beliau tambahkan sesuka beliau.”[19]

Bolehkah Seorang Pegawai (Bawahan) Melaksanakan Shalat Dhuha?

Mungkin setiap pegawai punya keinginan untuk melaksanakan shalat Dhuha.


Namun perlu diperhatikan di sini bahwa melaksanakan tugas kantor tentu lebih
utama daripada melaksanakan shalat Dhuha. Karena menunaikan tugas dari
atasan adalah wajib sedangkan shalat Dhuha adalah amalan yang sunnah. Maka
sudah seharusnya amalan yang wajib lebih didahulukan dari amalan yang sunnah.
Hal ini berbeda jika kita menjalankan usaha sendiri (wirausaha) atau kita adalah
pemilik perusahaan, tentu sekehendak kita ingin menggunakan waktu. Sedangkan
kalau kita sebagai bawahan atau pegawai, kita tentu terikat aturan pekerjaan dari
atasan.

Maka kami nasehatkan di sini, agar setiap pegawai lebih mendahulukan tanggung
jawabnya sebagai pegawai daripada menunaikan shalat Dhuha. Sebagai solusi,
pegawai tersebut bisa mengerjakan shalat Dhuha sebelum berangkat kantor. Lihat
penjelasan waktu shalat Dhuha yang kami terangkan di atas.

Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah menjelaskan, “Tidak


selayaknya bagi seorang pegawai melalaikan pekerjaan dari atasan yang
hukumnya lebih wajib dari sekedar melaksanakan shalat sunnah. Shalat Dhuha
sudah diketahui adalah shalat sunnah. Oleh karenanya, hendaklah seorang
pegawai tidak meninggalkan pekerjaan yang jelas lebih wajib dengan alasan ingin
melaksanakan amalan sunnah. Mungkin pegawai tersebut bisa melaksanakan
shalat Dhuha di rumahnya sebelum ia berangkat kerja, yaitu setelah matahari
setinggi tombak. Waktunya kira-kira 15 menit setelah matahari terbit.” Demikian
Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah no. 19285.[20]

Bolehkah Melaksanakan Shalat Dhuha secara Berjama’ah?

Mayoritas ulama ulama berpendapat bahwa shalat sunnah boleh dilakukan secara
berjama’ah ataupun sendirian (munfarid) karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melakukan dua cara ini, namun yang paling sering dilakukan adalah secara
sendirian (munfarid). Perlu diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melakukan shalat bersama Hudzaifah; bersama Anas, ibunya dan seorang
anak yatim; beliau juga pernah mengimami para sahabat di rumah ‘Itban bin
Malik[21]; beliau pun pernah melaksanakan shalat bersama Ibnu ‘Abbas.[22]

Ibnu Hajar Al Asqolani ketika menjelaskan hadits Ibnu ‘Abbas yang berada di
rumah Maimunah dan melaksanakan shalat malam bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini
menunjukkan dibolehkannya melakukan shalat sunnah secara berjama’ah.”[23]

An Nawawi tatkala menjelaskan hadits mengenai qiyam Ramadhan (tarawih),


beliau rahimahullah mengatakan, “Boleh mengerjakan shalat sunnah secara
berjama’ah. Namun pilihan yang paling bagus adalah dilakukan sendiri-sendiri
(munfarid) kecuali pada beberapa shalat khusus seperti shalat ‘ied, shalat kusuf
(ketika terjadi gerhana), shalat istisqo’ (minta hujan), begitu pula dalam shalat
tarawih menurut mayoritas ulama.”[24]

Ada sebuah pertanyaan yang pernah diajukan pada Syaikh Muhammad bin Sholih
Al Utsaimin rahimahullah mengenai hukum mengerjakan shalat nafilah (shalat
sunnah) dengan berjama’ah. Syaikh rahimahullah menjawab,

“Apabila seseorang melaksanakan shalat sunnah terus menerus secara


berjama’ah, maka ini adalah sesuatu yang tidak disyari’atkan. Adapun jika dia
melaksanakan shalat sunnah tersebut kadang-kadang secara berjama’ah, maka
tidaklah mengapa karena terdapat petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengenai hal ini seperti shalat malam yang beliau lakukan bersama Ibnu
‘Abbas[25]. Sebagaimana pula beliau pernah melakukan shalat bersama Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu dan anak yatim di rumah Ummu Sulaim[26], dan masih
ada contoh lain semisal itu.”[27]

Namun kalau shalat sunnah secara berjama’ah dilakukan dalam rangka


pengajaran, maka ini diperbolehkan karena ada maslahat. Ibnu Hajar ketika
menjelaskan shalat Anas bersama anak yatim di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam secara berjama’ah, beliau mengatakan, “Shalat sunnah yang utama
adalah dilakukan secara munfarid (sendirian) jika memang di sana tidak ada
maslahat seperti untuk mengajarkan orang lain. Namun dapat dikatakan bahwa
jika shalat sunnah secara berjama’ah dilakukan dalam rangka pengajaran, maka ini
dinilai lebih utama, lebih-lebih lagi pada diri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
(yang bertugas untuk memberi contoh pada umatnya, -pen).”

Intinya adalah:

1. Shalat sunnah yang utama adalah shalat sunnah yang dilakukan secara
munfarid (sendiri) dan lebih utama lagi dilakukan di rumah, sebagaimana sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
َ‫صالَةُ ْال َمرْ ِء فِى بَ ْيتِ ِه ِإالَّ ْال َم ْكتُوبَة‬
َ ‫صالَ ِة‬ َ ‫ فَِإ َّن َأ ْف‬، ‫صلُّوا َأيُّهَا النَّاسُ فِى بُيُوتِ ُك ْم‬
َّ ‫ض َل ال‬ َ َ‫ف‬

“Hendaklah kalian manusia melaksanakan shalat (sunnah) di rumah kalian karena


sebaik-baik shalat adalah shalat seseorang di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR.
Bukhari no. 731)

2. Terdapat shalat sunnah tertentu yang disyari’atkan secara berjama’ah seperti


shalat tarawih.

3. Shalat sunnah selain itu –seperti shalat Dhuha dan shalat tahajud- lebih utama
dilakukan secara munfarid dan boleh dilakukan secara berjama’ah namun tidak
rutin atau tidak terus menerus, akan tetapi kadang-kadang.

4. Jika memang ada maslahat untuk melakukan shalat sunnah secara berjama’ah
seperti untuk mengajarkan orang lain, maka lebih utama dilakukan secara
berjama’ah.

maneh
،‫ صيام ثالثة أيام من كل شهر‬،‫ أوصاني خليلي (ص) بثالث‬:‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال‬
‫ أي‬- ‫ وروى أبو داود أنه (ص) صلى سبحة الضحى‬.‫ وأن أوتر قبل أن أنام‬،‫وركعتي الضحى‬
‫ (وأقلها ركعتان وأكثرها ثمان) كما في التحقيق‬.‫ وسلم من كل ركعتين‬،‫ ثماني ركعات‬- ‫صالتها‬
‫ وهي أفضلها على ما في‬،‫ فتحرم الزيادة عليها بنية الضحى‬.‫ وعليه االكثرون‬،‫والمجموع‬
‫ ويندب أن يسلم من كل‬،‫ فيجوز الزيادة عليها بنيتها إلى ثنتي عشرة‬:‫ وأصلها‬،‫الروضة‬
‫ واالختيار فعلها عند مضي ربع‬،‫ ووقتها من ارتفاع الشمس قدر رمح إلى الزوال‬.‫ركعتين‬
‫ فإن ترادفت فضيلة التأخير إلى ربع النهار وفضيلة أدائها في‬،‫النهار لحديث صحيح فيه‬
‫ الن‬،‫ فاالولى تأخيرها إلى ربع النهار وإن فات به فعلها في المسجد‬،‫المسجد إن لم يوءخرها‬
‫ ويسن أن يقرأ سورتي‬.‫الفضيلة المتعلقة بالوقت أولى بالمراعاة من المتعلقة بالمكان‬
‫ واالوجه أن ركعتي االشراق من‬.‫ وورد أيضا قراءة الكافرون واالخالص‬.‫والشمس والضحى‬
‫ خالفا للغزالي ومن تبعه‬،‫الضحى‬
Imam Abu Dawud meriwayatkan, bahwa Nabi saw. mengerjakan salat Dhuha, dan
beliau salam setiap dua rakaat.

Paling sedikitnya adalah dua rakaat, dan paling banyaknya adalah 8 rakaat,
sebagaimana yang termaktub dalam kitab At-Tahqiq dan Al-Majmu’ (kedua : nya
milik Imam An-Nawawi). Seperti itu juga sebagian besar ulama. Karena itu,
hukumnya haram menambah rakaat lebih dari yang sudah ditentukan di atas.

Delapan rakaat tersebut adalah paling utama, seperti yang tersebut dalami kitab
Ar-raudhah dan aslinya. Berarti (menurut pendapat ini), menambah bilangan dari
jumlah. rakaat tersebut dengan niat salat Dhuha sampai 12 rakaat adalah boleh
saja.
Disunahkan setiap dua rakaat salam sekali.

Waktu salat Dhuha, adalah sejak matahari naik setinggi tombak sampai
tergelincirnya ke arah barat. (Namun) memilih waktu yang baik untuk
mengerjakan salat Dhuha adalah ketika telah terlewatkan seperempat waktu
siang, berdasarkan sebuah hadis sahih.

Jika terjadi perlawanan antara mengakhirkan salat Dhuha sampai seperempat


siang dengan fadhilah (keutamaan) mengerjakannya di dalam mesjid bila tidak
mengakhirkannya (umpama, jika se: seorang mengakhirkan salat Dhuha sampai
seperempat slang, maka tidak bisa melakukannya di dalam mesjid: dan umpama
ia melakukan dalam mesjid, ia tidak bisa ‘ mengakhirkan sampai seperempat
siang), maka yang lebih utama adalah mengakhirkannya sampai seperempat
siang, sekalipun akhirnya tidak bisa mengerjakannya di dalam mesjid. Sebab,
fadhilah yang berkaitan dengan waktu itu lebih utama untuk dipelihara
(diperhatikan) daripada yang berkaitan dengan tempat.

Dalam salat Dhuha sunah membaca surah As-Syams dan Adh-Dhuha. Sementara
dalam hadis yang lain menyebutkan surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlaash. Menurut
pendapat yang lebih beralasan: Dua rakaat salat Isyraq adalah termasuk dari salat
Dhuha. Lain halnya dengan pendapat Imam Al-Ghazali dan pengikutnya.

LAGILAGI
NIAT
Berikut untuk niat sholat dhuha:

‫صلِّى ُسنَّةَ الضَّحٰى َر ْك َعتَ ْي ِن ُم ْستَ ْقبِ َل ْالقِ ْبلَ ِة اَدَا ًء ِهللِ تَ َعالَى‬
َ ُ‫ا‬
Ushalli Sunntadh-dhuha rak'ataini lillahi ta'ala

Artinya,

"Aku niat sholat dhuha dua rakaat, karena Allah ta'ala."


TATACARA
Berikut tata cara sholat dhuha:

1. Membaca niat sholat dhuha


Bacaan niat sholat dhuha telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya.

2. Takbirotul Ihram
Takbiratul Ihram dilakukan setelah membaca niat dengan mengangkat kedua
tangan sejajar dengan telinga untuk laki-laki, dan sejajar dengan dada untuk
perempuan, sambil membaca:

“Allaahu akbar”

3. Membaca Doa Iftitah (Sunnah)


Bacaan doa iftitah, yaitu:

“Kabiiraa wal hamdu lillaahi katsiiraa wasubhaanallaahi bukrataw waashiilaa. Innii


wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifam muslimaw
wamaa ana minal musyrikiin. Inna shalaatii wanusukii wamahyaaya wamamaatii
lillaahirabbil ‘aalamiin. Laa syariika lahuu wa bidzaalika umirtu wa ana minal
muslimiin.”

4. Membaca Surah Al-Fatihah


Dilanjutkan dengan membaca surat Al-Fatihah:

“Bismillaahir rahmaanir rahiim. Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin. Arrahmaanir


rahiim. Maalikiyaumiddiin. Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iinu. Ihdinash
shiraathal mustaqiim. Shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi
‘alaihim waladhdhaalliin. Aamiin.”
5. Membaca Surah Ad-Dhuha
Aaḍ-ḍuḥā. Waḍ-ḍuḥā. Wā wadda'aka rabbuka wa mā qalā. Wa lal-ākhiratu khairul
laka minal-ụlā. Wa lasaufa yu'ṭīka rabbuka fa tarḍā. A lam yajidka yatīman fa āwā.
Wa wajadaka ḍāllan fa hadā. Wa wajadaka 'ā`ilan fa agnā. Fa ammal-yatīma fa lā
taq-har. Wa ammas-sā`ila fa lā tan-har. Wa ammā bini'mati rabbika fa ḥaddiṡ.

6. Ruku’ dengan tuma’ninah


Setelah selesai membaca surat Al-Fatihah dan surat pendek, tata cara sholat
dhuha selanjutnya adalah ruku’. Kedua tangan diangkat setinggi telinga dan
membaca Allaahu akbar, kemudian badan dibungkukkan, kedua tangan
memegang lutut dan ditekankan. Usahakan antara punggung dan kepala supaya
rata. Setelah sempurna, kemudian membaca do’a berikut sebanyak tiga kali:

“Subhaana rabbiyal ‘adziimi wa bihamdih”. (3x)


7. I’tidal dengan tuma’ninah
Setelah ruku’, kemudian bangkit tegak dengan mengangkat kedua tangan setinggi
telinga sambil membaca:

“Sami’allaahu liman hamidah.”

“Rabbanaa lakal hamdu mil’us samaawati wa mil ‘ulardhi wa mil ‘umaasyi’ta min
syai’in ba’du.”

8. Sujud dengan tuma’ninah


Selesai I’tidal lalu sujud dengan meletakkan dahi di alas sholat. Ketika turun, yaitu
dari berdiri i’tidal ke sujud sambil membaca “Allahuu akbar”. Dan saat sujud
membaca tasbih sebanyak tiga kali:

“Subhaana rabbiyal a‘laa wa bihamdih.” (3x)

9. Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah


Setelah sujud, lakukan duduk di antara dua sujud dan membaca:

“Rabbighfirlii warhamnii wajburnii warfa’nii warzuqnii wahdinii wa’aafinii wa’fu


‘annii.”
10. Sujud kedua dengan tuma’ninah
Sujud kedua dikerjakan seperti sujud pertama baik cara maupun bacaannya.
Setelah sujud kedua, berdiri dan melakukan raka’at kedua dengan tata cara sholat
sama seperti raka’at pertama namun tanpa membaca do’a Iftitah. Sesudahnya,
membaca surat Al-Fatihah, surat pendek, melakukan ruku’, I’tidal dan kemudian
sujud untuk raka’at kedua.

11. Tasyahud Akhir dengan tuma’ninah


Kemudian setelah sujud terakhir, dilakukan tahiyatul akhir dengan duduk kaki
bersilang (tawarruk) serta membaca:

“Attahiyaatul mubaarakaatush shalawaa-tuth thayy1baatu lillaah. assalaamu


alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh. assalaamualainaa wa’alaa
'ibaadillaahish shaalihhn. asy-hadu al laa ilaaha illallaah, wa asyhaduanna
muhammadar rasuulullaah. allaahumma shalli alaa sayyidinaa muhammad. wa
alaa aali sayyidinaa muhammad. kama shallaita ‘alaa sayyidinaaibraahiim. wa’alaa
aali sayyidinaa ibraahiim wabaarik-‘alaa sayyidinaa muhammad wa-‘alaa aali
sayyidinaa muhammad. kamaa baarakta alaa sayyidinaa ibraahiim. wa ‘alaa aali
sayyidinaa ibraahiim fil’aala miina innaka hamiidum majiid.”

12. Salam
Selesai Tahiyatul Akhir, lakukan salam dengan menengok ke kanan dan ke kiri
bergantian sambil membaca:

“Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.”

13. Membaca doa sholat dhuha


KEUTAMAAN
‫ َوَأنْ ُأوت َِر َق ْب َل َأنْ َأ نا َم‬،‫ َو َر ْك َع َتيِ الض َُّحى‬،‫ صِ َي ِام ثَاَل َث ِة َأي ٍَّام مِن ُك ِّل َشه ٍْر‬:ٍ‫صلَّى هَّللا ُ عليه وسلَّ َم بثَاَل ث‬
َ ‫صانِي َخلِيلِي‬
َ

Artinya: "Kekasihku SAW mewasiatkan kepadaku tiga hal, yaitu puasa tiga hari setiap bulan,
dua rakaat shalat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur." (HR Bukhari dan Muslim)

Keutamaan Sholat Dhuha


Apa pun amal ibadah yang disyariatkan oleh Islam pasti memiliki keutamaan dan hikmah,
termasuk sholat dhuha. Dari banyaknya keutamaan sholat dhuha pada hadits Nabi SAW yang
disebutkan dalam buku Berkah Shalat Dhuha oleh M. Khalilurrahman Al-Mahfani, beberapa di
antaranya akan dimuat pada tulisan ini.

1. Sholat Dhuha adalah Sedekah


Dari Abu Dzar, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

‫ َوَأمْ ٌر‬،‫ص َد َق ٌة‬ َ ‫ َو ُك ُّل َت ْك ِب‬،‫ص َد َق ٌة‬


َ ‫ير ٍة‬ َ ‫ َو ُك ُّل َت ْهلِيلَ ٍة‬،‫ص َد َق ٌة‬
َ ‫ َو ُك ُّل َتحْ مِيدَ ٍة‬،‫صدَ َق ٌة‬
َ ‫يح ٍة‬ َ ‫يُصْ ِب ُح علَى ُك ِّل ُساَل َمى مِن َأ َح ِد ُك ْم‬
َ ‫ َف ُك ُّل َتسْ ِب‬،‫صدَ َق ٌة‬
‫ان َيرْ َك ُعهُما م َِن الض َُّحى‬ ِ ‫ك َر ْك َع َت‬َ ‫ َويُجْ ِزُئ مِن ذل‬،‫ص َد َق ٌة‬ َ ‫ َو َن ْه ٌي َع ِن ال ُم ْن َك ِر‬،‫صدَ َق ٌة‬َ ِ‫بالمَعروف‬

Artinya: "Setiap ruas dari anggota tubuh di antara kalian pada pagi hari, harus dikeluarkan
sedekahnya. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah
sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, dan mencegah
kemungkaran adalah sedekah. Dan semua itu dapat disepadankan dengan mengerjakan sholat
dhuha dua rakaat." (HR Muslim)

2. Sholat Dhuha Merupakan Amalan Sunah Cadangan pada Hari Hisab


Abu Hurairah meriwayatkan hadits, bahwa Nabi SAW bersabda:

َ ‫ فإن ا ْن َت َق‬،‫وخسِ َر‬


‫ص مِن‬ َ ‫خاب‬
َ ْ ‫ت‬
‫فقد‬ َ ‫فقد َأفلَ َح وَأ‬
ْ ‫ وإن َف َس َد‬،‫نج َح‬ ْ ‫ت‬ ْ ‫ فإن ص َل َح‬،‫صال ُته‬ َ ‫الع ْب ُد َي ْو َم القِيام ِة مِن َع َملِه‬
َ ‫ُحاسبُ به‬
َ ‫إنَّ أوَّ َل ما ي‬
‫ ُث َّم يكونُ ساِئ ُر َع َملِه على ذلك‬،ِ‫ص مِن ال َفريضة‬ ُ ‫ ا ْن‬:‫َفريضتِه شي ٌء قا َل الرَّ بُّ َتعالى‬
َ ‫ فُ ُي َك َّم ُل بها ما ا ْن َت َق‬،‫ظروا ه ْل َلعبْدي مِن َت َط ُّو ٍع‬

Artinya: "Sesungguhnya yang pertama kali dihisab pada diri hamba pada hari kiamat dari
amalannya adalah sholatnya. Apabila benar (sholatnya) maka ia telah lulus dan beruntung, dan
apabila rusak (sholatnya) maka ia akan kecewa dan rugi. Jika terdapat kekurangan pada sholat
wajibnya, maka Allah berfirman, 'Perhatikanlah, jikalau hamba-Ku mempunyai sholat sunnah
maka sempurnakanlah dengan sholat sunnahnya sekadar apa yang menjadi kekurangan pada
sholat wajibnya. Jika selesai urusan sholat, barulah amalan lainnya." (HR An-Nasa'i, Abu
Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

3. Dicukupi Kebutuhan Hidupnya


Dari Abu Darda, ia berkata bahwa Rasulullah SAW menjelaskan hadits Qudsi, Allah SWT
berfirman:

َ ِ‫ت أ ْكف‬
‫ك آخ َِره‬ ٍ ‫أربع ر َكعا‬
َ ‫النهار‬
ِ ِ ‫ابن آد َم اركعْ لي من‬
‫أول‬ َ ‫يا‬

Artinya: "Wahai anak Adam, rukuklah (sholatlah) karena Aku pada awal siang (sholat dhuha)
empat rakaat, maka Aku akan mencukupi (kebutuhan)mu sampai sore hari." (HR Tirmidzi)

4. Diampuni Dosanya Meski Sebanyak Buih di Lautan


‫ت م ِْث ُل َز َب ِد ْال َب ْخ ِر‬
ْ ‫ش ْف َع ٍة الض َُّحى ُغف َِرلَ ُه ُذ ُن ْو َب ُه َو اِنْ َكا َن‬
ُ ‫َمنْ َحا َف َظ َعلَى‬

Artinya: "Barang siapa yang menjaga sholat dhuha, maka dosa dosanya akan diampuni walau
sebanyak buih di lautan." (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Baca juga:
Doa Setelah Sholat Dhuha dan Artinya, Dilengkapi Bacaan Dzikir
5. Dibangunkan Istana di Surga
Hadits keutamaan sholat dhuha lainnya berasal dari Anas bin Malik yang mengatakan bahwa
Rasullah SAW bersabda,

‫َمن صلَّى الضّحى ِث ْن َتيْ عشرة ركعة َبنى هللا له َقصرا من َذهب في الج َّنة‬

Artinya: "Barang siapa sholat dhuha dua belas rakaat, maka Allah akan membangun baginya
istana dari emas di surga." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Anda mungkin juga menyukai