Anda di halaman 1dari 15

BATUK EFEKTIF

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN


Batuk merupakan cara efektif dan efisein untuk mengeluarkan lender di
saluran pernapasan. Agar batuk jadi efektif maka perlu diberikan latihan batuk.
Namun latihan ini hanya bisa dilakukan pada anak yang sudah bisa di ajak sedikit
bekerja sama (kooperatif) atau mulai di usia balita. Untuk bayi, teknik batuk pada
fisioterapi dirumah biasanya ditiadakan. Bayi biasanya mengeluarkan lender dengan
cara memuntahkannya (Smetlzer, 2010)
Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar dimana dapat
energy dapat di hemat sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak
secara maksimal (Smeltzer,2009)
Batuk juga merupakan gejala tersering penyakit pernapasan. Rangsangan
yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia dan
peradangan. Setiap proses peradangan saluran pernafasan dengan atau tanpa
eksudat dapat mengakibatkan batuk. Bronchitis kronik, asma, Tbc (Tubercolosis
paru) dan pneumonia merupakan penyakit yang secara tipikal memiliki batuk
sebagai gejala yang mencolok. (Wilson, 2006)
Latihan batuk efektif adlah suatu metode atau cara untuk mengeluarkan
sputum yang ada didalam saluran pernafasan.
Batuk efektif dan nafas dalam merupakan teknik batuk efektif yang
menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang bertujuan :
1. Merangsang terbukanya sistem kolateral
2. Meningkatkan distribusi ventilasi
3. Meningkatkan volume paru dan memfasilitasi pembersihan saluran napas
4. Meningkatkan ekspansi paru
5. Mobilisasi sekresi
6. Mencegah efek samping dari retensi sekresi ( pneumonia, ateletaksis dan
demam)

Latihan batuk efektif berfungsi mengeluarkan sekresi

Tujuan dilakukannya latihan batuk efektif adalah

1. Melatih otot – otot pernafasan agar dapat melakukan fungsi dengan baik
2. Mengeluarkan dahak atau sputum yang ada disaluran pernafasan
3. Melatih klien agar terbiasa melakukan cara pernafasan dengan baik
Menurut Wilson (2006) Batuk Efektif dilakukan pada pasien seperti :
 Bronkhitis kronik
 Asma
 Tuberculosis Paru (TBC Paru)
 Pneumonia
 Emfisema
Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang
menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari akspirasi, yang bertujuan :
Merangsang terbukanya system kolateral, Meningkatkan distribusi ventilasi,
Meningkatkan volume paru, Memfasilitasi pembersihan saluran napas (Smeltzer
2009)

Batuk yang tidak efektif menyebabkan :

 Kolaps saluran nafas


 Rupture dinding alveoli
 Pneumothoraks
Latihan nafas dalam adalah bernafas dengan perlahan dan menggunakan
diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada
mengembang penuh, (Parsudi,dkk., 2008). Tujuan nafas dalam adalah untuk
mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja
bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasa yang tidak
berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasa, mengurangi uadara
yang terperangkap serta mengurangi kerja bernafas
Latihan nafas dalam bukanlah bentuk dari latihan fisik, ini merupakan teknik
jiwa dan tubuh yang bisa ditambahkan dalam berbagai rutinitas guna mendapatkan
efek relaks. Praktik jangka panjang dari latihan pernafasan dalam akan memperbaiki
kesehatan. Bernafas pelan adalah bentuk paling sehat dari pernafasan dalam

Nafas dalam yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri atas :

1. Pernafasan Diafragma
 Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi oksigen dirumah
 Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidak miring ke
kiri atau ke kanan, mendatar atau setengah duduk.
 Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah,
tangan yang lain diatas dada. Akan dirasakan perut bagian atas
mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Penderita perlu
disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu inspirasi. Saat
gerakan (ekskursi) dada minimal dinding dada dan otot bantu napas
relaksasi.
 Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan
melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja
dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut. Otot
perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk
memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sngkar
toraks bagian bawah.
 Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut
untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,51 kg dapat
diletakkan di atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini.
2. Pursed lips breathing
 Menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung
(bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup.
 Kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut
dengan posisi seperti bersiul.
 PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama
ekspirasi.
 Selama PLB tidak ada udara ekspirasiyang mengalir melalui hidung.
 Dengan pursed lips breathing (PLB) akan terjadi peningkatan tekanan
pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui
cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan
kolaps saluran napas kecil pada waktu ekspirasi.

Batuk efektif tergantung pada intaknya busur refleks afferent-efferent,


ekspirasi yang adekuat dan kekuatan dinding otot dada dan normalnya produksi dan
bersihan mukosiliar.

Point penting :
 Umur
 Durasi batuk
 Dyspnue (saat istirahat atau aktivitas)
 Gejala konstitusional
 Riwayat merokok
 Tanda vital (denyut jantung, respirasi, temperature tubuh)
 Pemeriksaan thorax
 Radiologi thorax saat batuk yang tidak bisa dijelaskan terjadi lebih dari 3-6
minggu

B . PERSIAPAN PASIEN DAN INDIKASINYA

Persiapan pasien :

a. Latihan nafas dalam


a. Atur posisi yang nyaman
b. Flexikan lutut klien untuk merileksasikan otot abdominal
c. Letakkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang iga
d. Tarik nafas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup, hitung sampai
3 selama inspirasi
e. Hembusan udara lewat bibir seperti meniup (pursed lips breathing) secara
perlahan

Cara Latihan Teknik Nafas Dalam

1. Tarik nafas melalui hidung secara maksimal kemudian tahan 1-2 detik
2. Keluarkan secara perlahan dari mulut
3. Lakukanlah 4-5 kali latihan, lakukanlah minimal 3 kali sehari (pagi, siang,
sore)
b. Batuk efektif
1. Tarik nafas dalam lewat hidung dan tahan nafas untuk beberapa detik
2. Batuk 2 kali, pada saat batuk tekan dada dengan bantal, tamping secret
pada sputum pot
3. Hindari penggunaan waktu yang lama selama batuk karena dapat
menyebabkan hipoksia

Cara Batuk Efektif


 Tarik nafas dalam 4-5 kali
 Pada tarikan selanjutnya nafas ditahan selama 1-2 detik
 Angkat bahu dan dada dilonggarkan serta batukan dengan kuat
 Lakukan empat kali setiap batuk efektif, frekuensi disesuaikan dengan
kebutuhan
 Perhatikan kondisi penderita

Cara Batuk Efektif

 Duduk tegak
 Kemudian hirup nafas dalam 2 kali secara perlahan-lahan melalui hidung
dan hembuskan melalui mulut.
 Hirup napas dalam ketiga kalinya dan atahan napas sampai hitungan ke 3
batukkan dengan kuat 2 atau 3 kali secara berturut-turut tanpa menghirup
napas kembali selama melakukan batuk.
 Lanjutkan latihan batuk sebanyak 2-3 kali pada saat terjaga
 Ulangi sesuai dengan kebutuhan. (Bangerd, 2011)
Adapun cara latihan batuk efektif yaitu dengan : anjurkan klien menarik napas
selama 3x kemudian anjurkan klien batuk secara menghentak. Batuk secara
terkekeh-tekeh dapat menyebabkan seseorang kehilangan banyak energy dan sulit
untuk mengeluarkan dahak. Untuk mengantisipasi hal tersebut kita dapat
menggunakan teknik batuk efektif.

Adapun latihan batuk untuk anak balita yang bisa dilakukan adalah :

 Anak duduk dengan agak membungkuk


 Minta ia menarik nafas dalam-dalam
 Lalu tahan dan kontraksikan otot perut
 Tiup napas lebih kuat dan batuk

Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anestesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranetesi. Sehingga ketika
sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa
banyak lender kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
pasien setelah operasi untuk mengeluarkan lender atau secret tersebut.
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :

 Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan


dan letakkan melintang diatas incise sebagai bebat ketika batuk.
 Kemudian pasien nafas dalam seperti seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
 Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan
tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja
karena bisa terjadi luka pada tenggorokan.
 Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya
terhadap incise.
 Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan
dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk
menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan
tubuh saat batuk. Batuk mempengaruhi interaksi personal dan social, mengganggu
tidur dan sering menyebabkan ketidaknyamanan pada tenggorokan dan dinding
dada.
c. Indikasi pada pasien penyakit paru
Dilakukan pada pasien seperti COPD/PPOK, Emphysema, Fibrosis,
Asma,

Chest infection, pasien bedrest atau post operasi

 Huff Coughing adlah teknik mengontrol batuk yang dapat digunakan pada
pasien menderita penyakit paru-paru seperti COPD/PPOK, emphysema
atau cystic fibrosis.
d. Huff Coughing :
 Untuk menyiapkan paru-paru dan saluran nafas dari Teknik Batuk huff,
keluarkan semua udara dari dalam paru-paru dan saluran nafas. Mulai
dengan bernafas pelan. Ambil nafas secara perlahan, akhiri dengan
mengeluarkan nafas secara perlahan selama 3-4 detik.
 Tarik nafas secara diafragma, lakukan secara pelan dan nyaman, jangan
sampai overventilasi paru-paru.
 Setelah menarik nafas secara perlahan, tahan nafas selama 3 detik, ini
untuk mengotrol nafas dan mempersiapkan melakukan batuk huff secara
efektif
 Angkat dagu agak keatas, dan gunakan otot perut untuk melakukan
pengeluaran nafas cepat sebanyak 3 kali dengan saluran nafas dan mulut
terbuka, keluarkan dengan bunyi Ha,ha,ha atau Huff,huff,huff,. Tindakan ini
membantu epiglottis terbuka dan mempermudah pengeluaran mucus.
 Kontrol nafas, kemudian ambil napas pelan 2 kali
 Ulangi teknik batuk diatas sampai mucus sampai kebelakang tenggorokan
 Setelah itu batukkan dan keluarkan mucus/dahak
e. Postsurgical Deep Coughing
Step 1 :
 Duduk di sudut tempat tidur atau kursi, juga dapat berbaring terlentang
dengan lutut agak ditekukkan.
 Pegang/tahan bantal atau gulungan handuk terhadap luka operasi
dengan kedua tangan
 Bernafaslah dengan normal

Step 2 :

 Bernafaslah dengan pelan dan dalam melaluihidung.


 Kemudian keluarkan nafas dengan penuh melalui mulut, ulangi untuk
yang kedua kalinya.
 Untuk ketiga kalinya, ambil nafas secara pelan dan dalam melalui
hidung, penuhi paru-paru sampai terasa sepenuh mungkin.

Step 3 :

 Batukkan 2-3 kali secara berturut-turut. Usahakan untuk mengeluarkan


udara dari paru-paru semaksimalkan mungkin ketika batuk
 Relax dan bernafas seperti biasa
 Ulangi tindakan diatas
f. Temuan Klinis
Gejala :
 Membedakan batuk akut (<> 3 Minggu) merupakan langkah awal
dalam mengevaluasi.
 Pada individu dewasa yang sehat, sebagaian besar sindrom batuk
diakibatkan oleh infeksi saluran respirasi virus.
 Batuk post infeksi yang berlangsung 3 – 8 minggu di sebut sebagai
batuk sub akut untuk membedakan dari batuk akut dan kronik.
 Gejala klinik tambahanseperti demam, kongesti nasal dan radang
tenggorokan dapat membantu dalam mendiagnosis.
 Dyspnea (saat istirahat atau aktivitas) mencerminkan kondisi yang
serius dan memerlukan evaluasi lebih lanjut termasuk penilaian
oksigenasi (pulse oksimetri atau pengukuran gas darah arteri), aliran
udara (peak flow atau spirometri) dan penyakit parenkim paru
(radiologi thorax).
Waktu dak karakter batuk tidak bermanfaat untuk menentukan
penyebab batuk akut ataupun persisten, meskipun varian batuk asma
sebaiknya dipertimbangkan pada orang dewasa dengan batuk nokturna
prominent. Penyebab tidak umum batuk akut dicurigai pada orang dengan
penyakit jantung (gagal jantung kongestif) atau hay fever (rhinitis alergi) dan
orang dengan factor resiko lingkungan (misalnya petani).
Batuk yang disebabkan oleh infeksi saluran respirasi akut membaik
dalam 3 minggu pada 90% pasien. Infeksi pertusis di curigai pada orang
dewasa yang sebelumnya di imunisasi dengan batuk persisten atau berat
sekitar 2-3 minggu. Saat tidak ditemukan terapi dengan obat ACE inhibitor,
infeksi saluran respirasi akut dan radiologi thorax abnormal, sampai 90%
kasus batuk pesisten disebabkan oleh postnasal drip, asma atau
gastroesophageal reflux disease (GERD). Riwayat kongesti nasal atau sinus,
wheezing atau rasa terbakar pada jantung (heartburn) sebaiknya cepat
dievaluasidan terapi.
Kondisi tersebut sering menyebabkan batuk persisten pada keadaan
batuk tanpa gejala lain yang terlihat. Karsinoma bronkogenik dicurigai saat
batuk disertai penurunan berat bedan yang tidak diketahui sebabnya, demam
dengan keringat malam terutama pada orang dengan riwayat merokok dan
terpapar.
Batuk persisten yang disertai sekresi mucus yang banyak dicurigai
bronchitis kronik pada perokok atau bronkiektasis pada pasien dengan
riwayat pneumonia rekurent atau terjadi komplikasi, radiologi thorax dapat
membantu. Dyspnue pada istirahat atau aktifitas umumnya tidak terdapat
pada pasien dengan batuk persisten. Dyspnue memerlukan penilaian lebih
lanjut terhadap bukti lebih lanjut penyakit paru kronik atau gagal jantung
kongestif.
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat secara langsung sebagai alat diagnostik untuk
batuk akut dan persisten. Pneumonia dicurigai saat batuk akut disertai
dengan tanda vital yang abnormal (takikardi, takipneu, demam) atau
ditemukan konsolidasi ruang udara (ronki, penurunan suara nafas, fremitus,
egophny).
Meskipun sputum yang purulent berhubungan dengan infeksi bakteri
pada pasien penyakit paru (misalnya Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK)), cystic fibrosis), pada pneumonia merupakan predictor yang jelek
pada pasien dewasa sehat. Terapi antibiotika pada orang dewasa dengan
sputum yang purulent tidak menunjukkan manfaat. Wheezing dan ronki sering
ditemukan pada orang dewasa dengan bronchitis akut dan pada sebagian
besar kasus tidak mencerminkan asma yang beronset pada dewasa.
Pemeriksaan fisik pada orang dewasa dengan batuk persisten kemungkinan
dapat menunjukkan bukti sinusitis kronik, syndrome post nasal drip atau
asma. Tanda dada dan jantung dapat membedakan PPOK dan GJK (Gagal
Jantung Kongestif).
Pada pasien batuk yang disertai dyspnea, test match normal (mampu
membedakan match 25cm jauhnya) dan tinggi laringeal maksimum 4cm
(diukur dari sternal notch ke kartilago cricoid pada akhir ekspirasi)
menurunkan kemnungkinan PPOK. Sama juga, tekanan vena jugularis dan
reflux hepatojugular negative menurunkan kemungkinan GJK biventricular.
h. Diagnosis Banding
1. Batuk akut
Batuk akut dapat merupakan tanda infeksi saluran respirasi akut,
asma, rhinitis alergi dan gagal jantung kongestif.
2. Batuk persisten.
Penyebab batuk persisten termasuk infeksi pertussis, syndrome post
nasal drip (atau syndrome batuk jalan nafas atas),asma (termasuk batuk
varian asma), GERD, bronchitis kronik, bronkiektasis, tuberculosis atau infeksi
kronik lainnya, penyakit paru interstitial dan karsinoma bronkogenik. Batuk
persisten dapat juga psikogenik.

i. Pemeriksaan Diagnostik
1. Batuk akut
Radiologi thorax dipertimbangkan pada orang dewasa dengan batuk yang
akut yang menunjukkan tanda vital yang abnormal ataupada pemeriksaan
thorax curiga pneumonia.
2. Batuk persisten
Radiologi thorax indikasi jika telah disingkirkan kemungkinan pasien
menjalani terapi dengan ACE inhibitor dan batuk post infeksi dengan
anamnesis. Pemeriksaan terhadap infeksi pertussis dilakukan dengan
menggunakan polymerase chain reaction padaswab nasopharyngeal atau
spesiemen hidung. Saat radiologinya normal, pertimbangkan
kemungkinan postnasal drip, asma dan GERD. Terdapatnya gejala-gejala
umum tersebut sebaiknya di evaluasi lebih lanjut atau diberikan terapi
empiric. Akan tetapi, terapi empiric direkomendasikan untuk postnasal
drip, asma atau GERD selama 2-4 minggu meskipun penyakit-penyakit
tersebut yang bukan menyebabkan batuknya. Sekitar 25% kasus batuk
paersisten disebabkan berbagai macam penyebab. Spinometri dapat
membantu obstruksi saluran napaf pada pasien dengan batuk persisten
dan wheezing dan yang tidak respon terhadap pengobatan asma. Ketika
terapi empiric untuk sindrom postnasal drip, asma dan GERD tidak
membantu, evaluasi lebih lanjut diperlukan melalui pH manometri,
endoskopi, barium swallow, CT scan sinus atau thorax.
j. Terapi
1. Batuk akut
 Dalam memberikan terapi batuk akut sebaiknya berdasarkan
penyebab penyakitnya, batuknya sendniri dan factor-faktor tambahan
yang membuat batuk kambuh.
 Ketika diagnose influenza ditegakkan, terapi dengan amantadine,
rimantadine, oseltamivir atau zanamivir efektif (1 hari atau kurang)
ketika dimulai 30-48 jam dari onset penyakit.
 Pada infeksi chlamydia atau mycoplasma, antibiotic seperti
ertiromsysin, 250 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari dioksisiklin 100
mg oral 2 kali sehari selama 7 hari.
 Pada pasien dengan bronchitis akut, terapi dengan inhalasi beta 2-
agonis dpat mengurangi keparahan dan durasi batuk pada beberapa
pasien.
 Bukti menunjukkan pemberian dextromethorphan bermanfaat dalam
meringankan batuk pada orang dewasa dengan infeksisaluran
respirasi akut.
 Terapi postnasal drip (dengan antihistamin, dekongestan, atau
kortikosteroid nasal) atau GERD (dengan H2 blocker atau proton-
pump inhibitor) yang disertai dengan batuk akut dapat menolong.
 Terdapat bukti bahwa vitamin c Echinacea tidak efektif dalam
mengurangi keparahan batuk akut tetsapi terdapat bukti juga bahwa
vitamin C (sedikitnya 1 gram sehari) bermanfaat dalam mencegah flu
pada orang dengan stress fisik (misal : setelah marathon) atau
malnutrisi.
 Batuk persisten
 Saat dicurigai infeksi pertussis, terapi dengan antibiotika makrolid
tepat untuk mengurangi penyebaran dan transmisi organisme.
 Jika infeksi pertussis berlangsung 7-10 hari, terapi antibiotika tidak
mengurangi durasi batuk yang dapat berlangsung selama 6 bulan.
 Tidak ada bukti yang merekomendasikan berapa lama terapi batuk
persisten dilanjutkan untuk postnasal drip, asma atau GERD.
 Gejala yang kambuh lagi memerlukan evaluasi lebih lanjut.
 Pasien dengan batuk persisten tanpa sebab yang jelas
dikonsultasikan dengan otolaryngologist ; terapinya dengan lidokain
nebulasi.

C . PERSIAPAN ALAT DAN PROSEDUR PELAKSANAAN

Peralatan yang digunakan :

1. Sarung tangan
2. Bengkok
3. Antiseptik (jika perlu)
4. Sputum pot
5. Gelas berisi air hangat
6. Tisu habis pakai

Tindakan/Prosedur :

 Ucapkan basmallah
 Cuci tangan

Persiapan klien dan lingkungan :

 Salam terapeutik
 Informed consent dan kontrak kepada klien
 Dekatkan peralatan yang telah disiapkan di samping tempat tidur klien
 Jaga privasi klien
 Kaji pernapasan klien
 Atur posisi klien dalam posisi nyaman setengah duduk diatas tempat tidur
atau kursi atau pada posisi tidur dengan stu bantal
 Fleksikan lutut klien untuk merelaksasikan otot abdomen
 Peragakan pada klien cara nafas dalam
 Tempatkan satu atau dua tangan pada abdomen dibawah tulang rusuk
 Tarik nafas melalui hidung dengan mulut tertutup, pusatkan ke daerah
abdomen. Inhalasi/menarik napas sepanjang 3 hitungan.
 Buat mulut seperti akan bersiul menyebabkan aliran udara yang
resistenkeluar dari paru-paru, meningkatkan tekanan dalam bronkus
meminimalkan kolpas pada jalan napas yang lebih kecil.
 Pusatkan pada dinding abdomen dan kencangkan otot abdomen saat
mengeluarkan napas untuk meningkatkan efektifitas ekshalasi. Hitung 7
hitungan selama ekshalasi.
 Ulangi sebanyak sampai 3-5 kali
 Peragakan cara batuk efektif pada klien
 Setelah menggunakan bronchodilator atau melakukan napas dalam, pada
napas terakhir tahan napas selama beberapa detik
 Batuk dua kali batuk pertama melepaskan mucus dan batuk kedua untuk
mengeluarkan secret, batuk dengan menutup mulut dengan tangan yang
telah dibalut tissue.
 Hindari episode batuk yang lama karena dapat menyebabkan kelelahan
dan hipoksia.
 Buang secret yang ada pada sputum pot
 Minta klien untuk mengulangi peragaan tadi
 Annjurkan klien untuk melakukan tindakan ini selama 5 menit, dan latihan
ini dapat dilakukan 4-5 kali/hari (pagi bangun tidur, serta rileks, siang
sebelum makan dan sore setelah mandi)
 Terminasi dan kontrak waktu selanjutnya
 Cuci tangan
 Lakukan pendokumentasian : karakteristik sputum (warna,jumlah)
 Akhirilah dengan membaca hamdallah

Standar Operasional Prosedur (SOP) batuk Efektif

1. Tahap Prainteraksi
 Mengecek program terapi
 Mencuci tangan
 Menyiapkan alat
2. Tahap Orientasi
 Memberikan salam dan sapa nama pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
 Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
3. Tahap Kerja
 Menjaga privacy pasien
 Mempersiapkan pasien
 Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di
abdomen
 Melatih pasien melakukan napas perut (menarik napas dalam melalui
idung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
 Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah
lengkung pada punggung)
 Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
 Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat
mulu, bibir seperti meniup)
 Meminta pasien merasakan mengempiskan abdomen dan kontraksi
dari otot
 Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila duduk
atau di dekat mulut bila tidur miring)
 Meminta pasien untuk melakukan nafas dalam 2 kali, yang ke-3 :
inspirasi, tahan nafas dan batukkan dangan kuat
 Menampung lender dalam sputum pot
 Merapikan pasien

4. Tahap Terminasi
 Melakukan evaluasi tindakan
 Berpamitan dengan klien
 Mencuci tangan
 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
D . FOKUS EVALUASI
 Kolaborasi dengan dokter untuk medikasi : pemberian obat batuk
 Perhatikan apakah klien mengkonsumsi obat batuk, jika ya anjurkan untuk
menghindari penggunaan yang berlebihan karena dapat menyebabkan efek
samping
 Jika klien menderita DM, hindari sirup obat batuk yang mengandung gula atau
alkohol.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M Matassarin, E. Medical Surgical Nursing 2006. Clinical Management for
Continuity of Care. J.B Lippincott Co.
Call SA et al.Does this patient have influenza? JAMA. 2005 feb 23;293(8):987-97.
[PMID:15728170]
Haque RA et al. Chronic idiopatihic cough: a discrete clinical entity? Checst. 2008
May;127(5):1710-3.[PMID:15888850]
Hewlett EL et al. Clinical practice. Pertussis-not just for kids. N Engl J Med. 2009
Mar 24;352(12):1215-22.[PMID:15788498]
http://ners-blog.blogspot.com/2021/10/satuan-penyuluh-batuk-efektif-dan.html
Jekins, (2008), http://e-learning-keperawatan.blogspot.com-batuk-efektif-dan-napas-
dalam.html.
Lin DA et al. Asthma or not? The value of flow volume loops in evaluating airflow
obstruction. Allergy Asthma Proc. 2003 Mar-Apr;24(2):107-10.[PMID:12776443]
Smelthzer Luckman & Sorensen. Medical Surgical Nursing. 2010. WB Saunders
Company.
Metlay JP et al. Testing strategies in the initial management of patients with
community-acquired pneumonia. Ann Intern Med. 2003 Jan 21;138(2):109-18.
[PMID:12529093]
Pratter MR at al. An empiric integrative approach to the management of cough:
ACCP evidence-based clinical practice guidelines. Chest. 2006 Jan;129(1
Suppl):222S-231S.[PMID:16428715]
Schroeder K et al. Over-the-counter medications for acute cough in children and
adults in ambulatory settings. Cochrane Database Syst Rev. 2004;
(4):CD001831.[PMID:15495019]
Wenzel RP et al. Acute bronchitis. N Engl J Med. 2006 Nov 16;355(20);2125-30.
[PMID:17108344]
Wilson, M.Lorraine, (2006), Buku Patofisiologi Keperawatan, Konsep klinis-proses-
proses penyakit, Edisi 6. Volume I. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai