Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division
Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division
Oleh
18220380010099
A. Latar Belakang
Dalam pelaksanaan pendidikan inklusif banyak permasalahan yang ditemukan.
Salah satu permasalahan tersebut ditemukan di SD Dewi Sartika pada siswa kelas III,
dimana dalam satu kelas tersebut terdapat 18 siswa dan 6 diantaranya merupakan
siswa tunarungu. Salah satu permasalahan yang dirasakan adalah keterlambatan
pemahaman siswa tunarungu dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya
materi yang berhubungan dengan pembuatan kalimat. Ketika siswa tunarungu
membuat kalimat, kalimat yang mereka buat tidaklah tersusun dengan benar sesuai
dengan tatanan atau aturan yang ada. Hal ini menjadikan prestasi belajar anak
tunarungu khususnya dalam pelajaran bahasa Indonesia menjadi rendah. Keadaan
tersebut membuat guru kelas khawatir karena seiring dengan berjalannya proses
pembelajaran, materi pembelajaran akan semakin berat.
Untuk mengatasi masalah tersebut, dalam penelitian ini peneliti akan
menerapkan suatu model pembelajaran untuk membantu meningkatkan kemampuan
membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu kelas III di SD Dewi Sartika. Model
pembelajaran yang akan digunakan adalah model cooperative learning tipe Student
Teams Achievement Division (STAD).
Menurut Slavin (2005:8) “pada intinya dalam model cooperative learning,
para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang
untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru”.
Model cooperative learning, khususnya tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana
siswa akan saling mambantu agar teman satu kelompoknya paham terhadap materi
yang disampaikan. Karena diakhir pembelajaran akan diadakan sebuah kuis yang
harus dikerjakan secara individual. Pada saat itulah pemahaman dari setiap individu
akan membantu menambah skor kelompok, sehingga jika skor kelompok tersebut
tinggi maka kelompok tersebut bisa saja menjadi kelompok yang terbaik di kelas itu.
Pada kasus yang ditemukan SD Dewi Sartika. Siswa tunarungu mengalami
kesulitan ketika diminta membuat kalimat. Hal ini merupakan dampak dari
ketunarunguan. Tunarungu yang mengalami hambatan dalam menerima informasi
dari indera pendengarannya, akan terhambat pula perkembangan bahasanya termasuk
membentuk bahasa (membuat kalimat). Maka dari itu untuk meningkatkan
kemampuan membuat kalimat khususnya kalimat tunggal pada anak tunarungu di SD
Dewi Sartika akan digunakan suatu model pembelajaran yaitu model cooperative
learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Dengan menggunakan
model ini, ketika proses pembelajaran tentang kalimat berlangsung anak tunarungu
akan dimasukan ke dalam kelompok yang beranggotakan anak pada umumnya,
sehingga anak tunarungu ketika proses pembelajaran berlangsung akan dibantu oleh
anak pada umumnya yang tentu saja tidak memiliki hambatan dalam perkembangan
bahasanya. Selain itu juga skor kelompok yang diperoleh dari hasil penggabungan
skor masing-masing individu dari kelompok tersebut akan memotivasi anak
tunarungu dalam belajar dan akan memotovasi anak pada umumnya untuk membantu
anak tunarungu dalam belajar. hal tersebut terjadi dikarenakan bila skor salah satu
dari anggota kelompok mereka tidak memuaskan, maka akan berpengaruh pada skor
kelompok.
Menurut Somantri (2006:95) anak tunarungu adalah “anak yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan
atau tidak berfungsinya sebagian seluruh alat pendengarannya, sehingga ia mengalami
hambatan dalam perkembangan bahasanya.”
Bahasa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia,
karena dengan berbahasa manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya.
Dengan berbahasa pula manusia dapat menungkapkan ide dan keinginannya. Sejalan
dengan itu Leutke-Stahlman dan Lucker (Bunawan,2000:34) mengemukakan “bahasa
sebagai suatu perpaduan atau pertemuan antara fungsi (use), isi (content), dan bentuk
(form).”
Fungsi dari bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Isi dari bahasa adalah
makna dalam suatu ungkapan, sedangkan bentuk bahasa meliputi tata bentukan
(morfologi), tata kalimat (sintaksis), dan tata bunyi (fonologi). (Bunawan,2000:34)
Namun berbeda halnya dengan anak tunarungu. Karena mereka memiliki
hambatan dalam pendengaran, maka berdampak pada perkembangan bahasanya yang
terhambat juga. Menurut Somantri (2006:95)
perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman
pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak
mempu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi
proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada
peniruan visual.
Dalam konteks pendidikan, anak tunarungu yang memiliki kebutuhan-
kebutuhan yang khusus berhak juga mendapatkan pendidikan yang sama seperti anak
pada umumnya dan sekarang ini hak anak berkebutuhan khusus, khususnya anak
tunarungu untuk mendapatkan pendidikan telah diatur dalam Peraturan Mentri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.70 Tahun 2009 tentang pendidikan
inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perencanaan pembelajaran membuat kalimat tunggal dengan model
cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD)?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran membuat kalimat tunggal dengan model
cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD)?
3. Bagaimana hasil kemampuan membuat kalimat tunggal setelah diberikan
pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe Student Teams
Achievement Division (STAD)?
C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Tujuan Penelitian Secara Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
peningkatan kemampuan membuat kalimat tunggal setelah diberikan
pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) pada siswa kelas III SD Dewi Sartika Kota
Bandung.
2) Tujuan penelitian secara khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah,
a. Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran membuat kalimat tunggal
dengan model cooperative learning tipe Student Teams Achievement
Division (STAD).
b. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran membuat kalimat tunggal
dengan model cooperative learning tipe Student Teams Achievement
Division (STAD)
c. Untuk mengetahui hasil peningkatan kemampuan membuat kalimat tunggal
dengan model cooperative learning tipe Student Teams Achievement
Division (STAD)
E. Batasan Masalah
Batasan masalah diperlukan agar masalah lebih terfokus, oleh karena itu batasan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division
(STAD)
2. Kemampuan membuat kalimat tunggal
3. Siswa kelas III tunarungu di SD Dewi Sartika Bandung
F. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuannya dalam membuat
kalimat tunggal.
2. Bagi guru, diharapkan dapat membantu menambah wawasan, pemahaman, dan
pengalaman dalam usaha menggunakan model yang tepat dalam melaksanakan
pembelajaran.
3. Bagi peneliti lainnya, diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam
mengembangkan penelitiannya terkait dengan model cooperative learning tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) atau kalimat tunggal.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Jadi selama masa belajar tugas tim adalah menguasai materi yang telah
disampaikan oleh guru dan membantu teman sekelompoknya untuk bersama-
sama menguasai materi tersebut. Telah dijelaskan sebelumnya, untuk untuk
membantu teman sekelompoknya menguasai meteri siswa dapat bekerjasama,
mendiskusikan hasil kerja, memberikan kuis kepada temannya, menilai kelebihan
atau kekurangan temannya dan dapat melakukan cara lainnya. “Inti dari sibergi
ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan masing-masing” (Lie,2002:34). Menguasai meteri dengan cara kerja
tim ini sangat menguntungkan bagi semua anggota tim. Pendapat tersebut
diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan Lie (2002:33) yang mengatakan;
hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran
dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerjasama ini jauh lebih besar
daripada jumlah hasil masing-masing anggota.
Ciri khas yang ada dalam model cooperative learning tipe student teams
achievement division (STAD) adalah diberikannya kuis setelah dilakukannya
persentasi dan diskusi kelompok. Walaupun cooperative learning merupakan
model pembelajaran yang mengharuskan siswanya bekerja sama untuk menguasai
meteri tertentu, tetapi ketika kuis ini dilaksanakan siswa haruslah mengerjakan
kuis mengenai materi yang telah disampaikan secara sendiri-sendiri dan tidak
boleh membantu satu sama lainnya. Kuis ini merupakan tanggung jawab individu,
dalam arti ketika pengerjaan kuis ini tidak diperkenankan siswa bekerjasama
dengan siswa lainnya. Siswa haruslah mengerjakan kuis ini sendiri dengan
pengetahuan yang telah ia dapatkan ketika diskusi kelompok. Menurut Slavin
(2005:12) ;
Kalimat di atas terdiri dari dua kata, yang masing-masing memiliki suatu
fungsi yang berbeda. Kata saya merupakan kata diberitakannya sesuatu, dibentuk
dari kata yang dibendakan, dan dapat ditanyakan dengan kata tanya siapa. Maka
kata saya dapat diklasifikasikan sebagai subjek. Sedangkan kata makan
menerangkan apa yang sedang dikerjakan atau dalam keadaan apakah subjek itu.
Maka kata makan dapat diklasifikasikan sebagai predikat.
3. Konsep Ketunarunguan
a. Definisi Tunarungu
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan,
terutama melalui indera pendengarannya. (Somantri, 2006:93).
Selain itu, Mufti Salim (Somantri, 2006:93) menyimpulkan;
bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalamai kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau
tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.
Dapat disimpulkan bahwa tunarungu dapat diartikan sebagai keadaan
dimana seseorang memiliki hambatan dengan pendengarannya, sehingga
berdampak pula pada perkembangan kemampuan yang lainnya.
Ketunarunguan dapat terjadi karena beberapa faktor, baik pada saat
individu sebelum dilahirkan, pada saat dilahirkan, dan setelah dilahirkan. Menurut
Somantri (2006:94) berikut ini merupakan penyebab ketunarunguan;
Pada saat sebelum dilahirkan:
1) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau memiliki gen
sel pembawa;
2) karena penyakit seperti rubella,morobili, dan lain-lain;
3) karena keracunan obat-obatan.
1) Tuli Pra-Bahasa (prelingually Deaf), yaitu mereka yang menjadi tuli sebelum
dikuasainya suatu bahasa (usia di bawah 1;6 tahun)
2) Tuli Purna Bahasa (posttlingually Deaf), yaitu mereka yang menjadi tuli
setelah menguasai suatu bahasa.
b. Dampak Ketunarunguan
B. Hipotesis Tindakan
Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini yaitu “terdapat pengaruh
model cooperative learning tipe student teams achievement division (STAD) dalam
meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu kelas III di
SD Dewi Sartika Bandung.”
BAB III
METODOLOGI
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan rancangan
penelitian tindakan kelas menurut Kemmis and Taggart yang meliputi menyusun
perencanaan, tindakan, dan refleksi.
3. Metode Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, berupa catatan,
gambar, karya-karya dan lain sebagainya (Furchan, 2006). Peneliti menggunakan
pendekatan ini untuk mengetahui data- data terkait dengan sejarah berdirinya lokasi
penelitian, stuktur organisasi, jumlah guru, absensi kelas, nilai siswa, serta data-data
yang terkait lainnya.
D. Prosedur Penelitian
Pada setiap pembelajaran terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan
tindakan, refleksi, dan revisi. Tindakan kelas dalam penelitian ini dilaksanakan dalam
4 siklus, masing-masing siklus terdiri dari 1 pertemuan dengan waktu 6 jam pelajaran
( 6 x 30 menit ).
1) Studi Awal
Peneliti melakukan studi lapangan di kelas III SD Dewi Sartika Bandung, dimana
peneliti memberikan tes untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami konsep
kalimat tingaal. Berdasarkan hasil tes yang diberikan, ternyata siswa belum mampu
memahami konsep kalimat tunggal. Hal ini disebabkan karena dampak ketunarunguan
siswa sehingga siswa terhambat dalam perkembangan bahasa termasuk pembentukan
bahasa.
2) Siklus 1
a. Perencanaan
1. Merancang pembelajaran
2. Membuat media pembelajaran
3. Menyusun instrumen aktivitas guru dan aktivitas siswa.
4. Menyusun soal tes untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum dan setelah
diberikan pembelajaran dengan alat peraga lingkaran dan persegi panjang .
5. Menyusun langkah-langkah pembelajaran.
b. Pelaksanaan tindakan
1. Mempersiapkan siswa sebelum memulai pembelajaran.
2. Menjelaskan materi tentang kalimat tunggal
3. Mengajak siswa belajar dengan model cooperative learning tipe student teams
achievement division (STAD).
4. Memberikan soal tes kemampuan siswa.
5. Membuat rangkuman pembelajaran.
c. Observasi
1. Mengamati aktivitas guru dan aktivitas siswa.
d. Refleksi
1. Menganalisa kelebihan dan kekurangan yang diperoleh dari pembelajaran pada
siklus 1.
2. Menerima saran dari observer untuk perencanaan pada siklus 2.
3) Siklus 2
a. Perencanaan
1. Memilah kelebihan dan kekurangan pembelajaran pada siklus 1.
2. Menyusun rencana pembelajaran berdasarkan revisi pada siklus 1.
b. Pelaksanaan tindakan
1. Mempersiapkan kelas sebelum memulai pembelajaran.
2. Melaksanakan pembelajaran dengan model cooperative learning tipe student
teams achievement division (STAD).
c. Observasi
1. Mengamati aktivitas guru dan aktivitas siswa pada siklus 2.
2. Menganalisa hasil tes siswa.
3. Mendiskusikan hasil pengamatan tersebut dengan observer sebagai bahan
revisi pada siklus 3. Jika hasil yang diperoleh baik, maka tindakan yang
diberikan hanya sampai siklus 2.
d. Refleksi
1. Menganalisa kelebihan dan kekurangan pembelajaran pada siklus 2.
2. Jika berdasarkan hasil pengamatan masih ada kekurangan, maka menerima
saran dari observer untuk perbaikan pada siklus 3.
E. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut.
1) Peningkatan aktivitas guru dalam proses pembelajaran, dimana kriteria yang
dihasilkan termasuk dalam guru aktif dan/atau guru sangat aktif.
2) Peningkatan aktivitas siswa pada setiap siklusnya dan menghasilkan kriteria
minimal siswa aktif.
3) Peningkatan hasil belajar siswa, dimana siswa dikatakan tuntas ketika siswa
memperoleh nilai minimal 70.
Kriteria kategori siswa tuntas ketika siswa memperolah nilai diatas atau sama
dengan 70.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, H. et al. (1998). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Lie, A. (2002). Mempraktekan Cooperative Learning di ruang – ruang kelas. Jakarta: PT.
Gramedia
Putrayasa, I. B.(2009). Jenis Kalimat Dalam Bahasa Indonesia. Bandung: PT. Refika
Aditama
Sadjaah, E. (2003). Layanan dan Latihan Artikulasi Anak Tunarungu. Bandung: San Grafika
Slavin, R.E. (2005). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek. Bandung: Nusa Media
Solihatin, E dan Raharjo. (2009). Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS.
Jakarta: Bumi Aksara
Sugiono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Surapranata, S. (2004). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Susetyo, B. (2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT. Refika Aditama