Anda di halaman 1dari 32

KAJIAN DAN ANALISIS TERHADAP

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

Oleh :
Prof. Dr. Moh. Matsna HS, MA

Disampaikan pada
Diklat Fasilitator Guru Mata Pelajaran Bahasa Arab
Madrasah Tsanawiyyah/Aliyah Tingkat Mahir
Tanggal 2 sd. 11 Maret 2009
Di Jakarta

KEMENTERIAN AGAMA RI
BADAN LITBANG DAN DIKLAT
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA TEKNIS KEAGAMAAN

0
KAJIAN DAN ANALISIS TERHADAP MODEL-MODEL
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

I. PENDAHULUAN
Ketika kita berbicara tentang pembelajaran atau proses belajar mengajar
bahasa Arab, maka yang terbetik dalam benak kita adalah ada siswa yang akan
belajar bahasa, ada materi yang akan diajarkan, dan ada guru dengan berbagai
keahlian yang dimiliki untuk menyampaikan bahan ajar kepada siswa serta alat
dan sarana yang digunakan untuk menyampaikan bahan atau materi itu kepada
siswa.
Seorang guru tidak beda dengan seorang koki atau juru masak yang
diserahi bahan mentah untuk diolah menjadi makanan atau kue yang dikehendaki
oleh si pemesan.
Tugas seorang koki adalah pertama; menanyakan keinginan si pemesan
bahan itu untuk dibuat apa, kedua; melihat kualitas bahan, ketiga; memeriksa alat-
alat dapur yang tersedia layak pakai atau tidak, keempat; bumbu-bumbunya
cukup tidak. Baru kemudian si koki, mengolah bahan itu untuk dijadikan
makanan atau kue sesuai dengan si pemesan. Keberhasilan hasil olahan itu
tergantung kepada kepandaian dan keterampilan sang koki dalam memasak bahan
mentah itu, bila hal-hal yang lain sudah lengkap.
Sang guru bahasa Arab pun demikian, bagaimana ia mampu mengolah
bahan mentah (siswa) menjadi makanan/kue (out put) yang diinginkan oleh si
pemesan. Keberhasilan mencapai out put yang diinginkan tertgantung antara lain
kepada bagaimana cara mengajar dan langkah-langkah apa yang harus dilakukan
guru dalam mencapai tujuan tersebut, atau dengan kata lain metode apa yang akan
dipakai dalam menyampaikan materi pelajaran itu kepada siswa dan bagaimana
strategi yang dipilih dalam proses belajar mengajar bahasa Arab itu ?
Makalah ini berusaha akan mengkaji dan menganalia secara sederhana
terhadap model-model Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Tsanawiyah dan

1
Aliyah, baik mengenai pendekatan yang digunakan, metode, dan tehnik, maupun
strategi pembelajaran sebelum guru berada di kelas.

II. STRATEGI PEMBELAJARAN


Istilah strategi semula dipakai di kalangan militer dan diartikan sebagai
seni dalam merancang (operasi) peperangan, terutama yang erat kaitannya dengan
gerakan pasukan dan navigasi ke dalam posisi perang yang dipandang paling
menguntungkan untuk memperoleh kemenangan.
Dewasa ini istilah strategi banyak dipinjam oleh bidang-bidang lain,
termasuk bidang ilmu pendidikan. Dalam kaitannya dengan belajar mengajar,
pemakaian istilah strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam
menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses
belajar mengajar. Maksudnya agar tujuan pengajaran yang telah dirumuskan
dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna, guru dituntut memiliki
kemampuan untuk mengatur secara umum komponen-komponen pengajaran
sedemikian rupa sehingga terjalin keterkaitan fungsi antar komponen pengajaran
tersebut.
Dengan rumusan lain, dapat juga dikemukakan bahwa strategi berarti
pilihan pola kegiatan belajar mengajar yang diambil untuk mencapai tujuan
secara efektif.
Dalam kegiatan belajar mengajar khususnya bahasa Arab, strategi yang
harus dipilih oleh guru bahasa Arab adalah:
1- Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan
tingkah laku bahasa peserta didik sebagaimana yang diharapkan.
2- Memilih sistem pendekatan belajar mengajar yang lebih efektif dan efisien.
3- Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan tehnik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh
guru dalam kegiatan mengajarnya.
4- Menetapkan norma-norma keberhasilan dan batas minimal keberhasilan atau
kriteria dan standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru

2
dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar, yang selanjutnya
menjadi umpan balik ( feed back ) bagi penyempurnaan sistem instruksional
yang bersangkutan secara keseluruhan.

III. METODE PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

A. APPROACH, METODE, DAN TEHNIK


Ketiga istilah di atas dalam pengajaran bahasa merupakan istilah-istilah
penting yang perlu kita pahami dalam rangka usaha mencari kemungkinan
perbaikan cara mengajar bahasa Arab demi hasil maksimal yang ingin dicapai.
Approach, metode dan teknik mempunyai hubungan hierarchis, yaitu
teknik adalah penjabaran dari metode, sedangkan metode merupakan penjabaran
dari approach.
Untuk lebih jelasnya, di bawah akan dijelaskan ketiga istilah di atas.

a. Approach / ‫املدخل‬

Approach adalah sekumpulan asumsi mengenai hakekat bahasa dan


pengajaran bahasa serta belajar bahasa.
Karena approach merupakan keyakinan atau pandangan filosofis tentang
fitrah manusia maka pada hakekatnya approach tersebut merupakan praduga
(asumsi) yang secara teoritis dianggap kebenaran umum yang tidak usah
dibuktikan lagi meskipun mungkin timbul perbincangan dalam hal meninjau
efektifitas dari suatu metode yang lahir dari suatu approach.
Sebagai contoh untuk mendapatkan gambaran mengenai approach itu
misalnya saja asumsi dari aural-oral approach yang menyatakan bahwa
bahasa itu adalah apa yang kita dengar kita ucapkan (aural-oral), sedangkan
tulisan merupakan penampilan berikutnya setelah ujaran. Asumsi yang
berhubungan dengan pengajaran belajar bahasa, misalnya, aspek menyimak
dan bercakap-cakap (listening and speaking) harus diajarkan lebih dahulu
sebelum aspek membaca dan menulis (reading and writing). Asumsi lain
menyatakan bahwa bahasa merupakan sekumpulan kebiasaan yang dibentuk

3
oleh pengulangan, sebagaimana halnya anak kecil belajar menggunakan
bahasa ibu. Oleh karena itu, bahasa harus diajarkan melalui teknik
pengulangan.

b. Metode ‫ الطريقة‬/
Metode adalah rencana menyeluruh yang berhubungan dengan menyajian
materi pelajaran secara teratur dan tidak saling bertentangan dan didasarkan
atas suatu approach.
Kalau approach bersifat axiomatis maka metode bersifat proseduril. Oleh
karena itu, apabila seorang pengajar menganut suatu approach maka dapat
melahirkan macam-macam metode. Macam-macam metode ini tergantung
kepada berbagai faktor yang mempengaruhi, umpamanya :
1) Faktor latar belakang bahasa pengajar dan bahasa asing yang dipelajari.
2) Faktor usia siswa.
3) Faktor sosio kultural siswa.
4) Faktor pengalaman belajar dalam bahasa Arab atau bahasa asing lainnya
yang dipelajari.
5) Faktor tujuan pengajaran tersebut.
6) Faktor kedudukan bahasa asing yang diajarkan tersebut dalam kurikulum.

c. Teknik / ‫األسلوب‬
Teknik ialah pelaksanaan pengajaran di dalam kelas. Jadi, sifatnya
operasional yang polanya tentu saja mengikuti prosedur metode dan
berdasarkan atas prinsip approach.
Jadi, teknik harus sejajar dengan metode dan karena itu tidak boleh
bertentangan dengan approach.
Teknik tergantung pada imajinasi, kegiatan serta kreatifitas mengajar dan
susunan keadaan kelas.

4
Persoalan tertentu dapat diatasi dengan berbagai macam. Misalnya saja, kalau
kita ingin melatihkan bunyi tsa kepada pelajar yang susah mengucapkannya
maka kita bisa melatihkannya dengan cara minimal fair( tsunaiyyah shughra )
dengan bunyi yang telah mereka biasa ucapkan seperti berikut :
Guru mengucapkan Murid menirukan

‫أس‬ ‫أس‬

‫أث‬ ‫أث‬

‫ ثار‬- ‫سار‬ ‫ ثار‬- ‫سار‬

‫ حارث‬- ‫حارس‬ ‫حارس – حارث‬

‫ امث‬- ‫اسم‬ ‫ امث‬- ‫اسم‬


atau dengan cara menunjukkan gambar artikulasi di mana bunyi itu
dikeluarkan.
Demikian pembahasan singkat mengenai ketiga istilah tersebut (approach,
metode dan teknik). Ketiga istilah tersebut perlu dipahami oleh guru-guru
bahasa Arab khususnya guru-guru di Madrasah Tsanawiyah/Aliyah sehingga
dapat meningkatkan mutu pengajaran bahasa Arab di Indonesia khususnya di
Madrasah-madrasah Tsanawiyah dan Aliyah.
B. SISTEM PENGAJARAN BAHASA ARAB
Dalam pengajaran bahasa Arab, kita kenal adanya dua sistem pengajaran :
a.Nazhariyyat al-wahdah (all in one system), yaitu suatu sistem yang
memandang bahwa bahasa adalah suatu kesatuan yang utuh tak terpisah-
pisahkan.
Berdasarkan teori ini, mengajarkan bahasa Arab materi-materinya tidak
diajarkan terpisah-pisah, tetapi harus diajarkan dalam materi-materi pelajaran
yang masing-masing mencakup berbagai sub-sistem bahasa Arab yang saling
berkaitan, sehingga akhirnya tercermin bahwa bahasa sebenarnya adalah

5
suatu sistem yang dapat dikuasai hanya melalui pembinaan sub-sub sistem
yang ada.
Aplikasi dari sistem ini dalam pengjaran bahasa Arab, guru hanya
mengajarkan suatu judul/pokok bahasan dan didalamnya tercakup materi-
materi Qira’at, Muthala’ah, Muhadtsah, Nahwu, Sharf, Khat, Insya, dan
Balaghah.
Teori ini lebih menekankan pada kemampuan menggunakan bahasa, baik
lisan maupun tulisan, dan bukan pengetahuan tentang bahasa.
b.Nazhariyyat al-Furu’
Yang dimaksud dengan teori ini adalah bahwa bahasa terdiri dari beberapa
cabang, masing-masing cabang memiliki silabus, buku dan jam secara
terpisah. Maka ada pelajaran Muthala’ah, Mahfuzhat, Muhadatsah, Qawa’id,
Insya, Balaghah dan lain-lain.
Mata-mata pelajaran yang terpisah-pisah ini berjalan masing-masing tanpa
ada hubungan satu dengan yang lain. Akibatnya, banyak diperlukan guru
bahasa Arab menurut banyaknya mata pelajaran tersebut, dan para guru
bahasa Arab itu melakukan tugasnya masing-masing tanpa ada hubungan
yang koordinatif.
Kedua sistem di atas sebenarnya memiliki kelebihan dan kekuarangan,
yang pertama (all in one system ) cocok untuk diterapkan di tingkat dasar dan
menengah (elementary and intermediate) sedangkan sistem yang kedua cocok
untuk tingkat lanjutan ( advance ).

C . ASPEK-ASPEK BAHASA YANG DIAJARKAN


Bahasa apapaun di dunia ini memiliki beberapa aspek bahasa yang satu
dengan yang lainnya tidak boleh dipisah-pisahkan kalau kita kita pelajari dan
kita ajarkan. Aspek-aspek itu adalah :
1) Aspek tata bunyi
2) Aspek kosakata
3) Aspek tata kalimat

6
4) Aspek semantik/arti
5) Aspek sosio-kultural.
Ad. 1). Aspek tata bunyi
Aspek ini masih kurang sekali mendapatkan perhatian dalam
pengajaran bahasa di Indonesia.
Guru jarang bahkan tidak pernah menyinggung-nyinggung masalah
perbedaan bunyi antara satu fonem dengan fonem yang lain, masalah
stress/ tekanan bunyi dalam kata dan intonasi (tekanan bunyi dalam
kalimat).
Apek bunyi ini adalah sebagai dasar untuk mencapai kemahiran
menyimak dan berbicara.
Ad. 2). Aspek kosakata
Mengajarkan kosakata sama sekali tidak boleh dipisahkan dengan
kalimat.
Mengajarkan kosakata secara terpisah-pisah hanya akan
membingungkan siswa, sebab arti terpisah-pisah hanya bisa dipahami
secara benar dengan melalui konteks. Perhatikan contoh di bawah ini!

) ‫ تناول خالد الطعام ( أكل‬-

) ‫( أخذ‬ ‫ تناول خالد القلم‬-


Ad. 3). Aspek tata kalimat
Ilmu nahwu bukanlah ilmu yang hanya mempelajari i’rab yaitu
perubahan akhir kata dan bina, tetapi nahwu juga mempelajari
susunan kalimat, sehingga kaidah-kaidahnya mencakup hal-hal yang
lain di samping i’rab dan bina, seperti ‫(المطابقة‬concord) dan ‫املوقعية‬

(word-order).
Misalnya al-muthabagah seperti antara mubtada dan khabar dan
antara sifat dan mausuf.
Contoh-contohnya sebagai berikut :

7
a). mubtada dan khabar

‫ التالميذ جمتهدون‬- ‫ التلميذان جمتهدان‬- ‫ التليمذ جمتهد‬-

‫ التلميذات جمتهدات‬- ‫ التلميذتان جمتهدتان‬- ‫ التلميذة جمتهدة‬-


b). sifat dan mausuf

‫ التلميذة اجملتهدة ناجحة‬- ‫ التلميذ اجملتهد ناجح‬-

‫ التلميذتان اجملتهدتان ناجحتان‬- ‫ التميذان اجملتهدان ناجحان‬-

‫ التلميذات اجملتهدات ناجحات‬- ‫ التالميذ اجملتهدون ناجحون‬-


misalnya al-mauqi’iyyah seperti fi’il harus terletak di depan fa’il
sifat harus berada sesudah mausuf, mudhaf harus diletakkan
sebelum/di depan mudhaf ilaih.
Ad. 4). Aspek semantik/arti
Salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan dalam pengajaran bahasa
Arab adalah aspek makna/arti.
Bahasa adalah simbol bunyi yang mempunyai arti yang dipakai
sekelompok manusia untuk mengungkapkan isi hatinya.
Simbol-simbol bunyi yang tersusun secara sistematis dalam kata atau
kalimat tidak akan berfungsi sebagai massage atau risalah apabila
tidak memperhatikan masalah arti/semantik. Lebih-lebih arti suatu
kata atau kalimat bisa berubah sesuai waktu dan tempat.
Misalnya apabila kita dapati ungkapan ‫يط‬88 8 ‫ كالم بس‬pada buku-buku

abad pertengahan, maka maksudnya akan jauh berbeda dengan


ungkapan itu kalau kita dapati pada buku-buku sekarang.

Begitu juga kata , ‫جنيه‬ (pound) artinya akan berbeda kalau kita

ungkapkan dalam kalimat-kalimat sebagai berikut ;

‫عندي عشرون جنيها مصريا‬ -

8
‫ عندي عشرون جنيها سودانيا‬-
Ad. 5). Aspek Sosio-kultural
Bahasa lahir dari masyarakat dan merupakan salah satu aspek sosial.
Bahasa adalah cerminan dari suatu bangsa pemakai bahasa.
Mempelajari suatu bahasa berarti mempelajari kultur bangsa penutur
bahasa itu.
Sosio-kultural bahasa Arab sama sekali tidak boleh terlepas dari
mengajarkan aspek kultur bangsa Arab itu sendiri. Tidak mungkin
kita mengajarkan ungkapan :

‫ مربوك‬- ‫ صباح اخلري‬- ‫السالم عليكم‬ -

‫اخل‬ ‫ أهال وسهال‬- ‫ شكرا‬-


tanpa mengetahui pada situasi dan kondisi bagaimana ungkapan-
ungkapan itu dipakai dan bagaimana menggunakannya. Oleh karena
itu, penting bagi guru bahasa Arab untuk memberikan gambaran
sekitar sosio-kultural bangsa Arab yang ada hubungannya dengan
praktek penggunaan bahasa Arab. Hal ini akan mempercepat siswa
untuk memahami pengertian dari ungkapan-ungkapan, istilah-istial
dan nama-nama benda yang khas bagi bahasa Arab dan tidak ada
padanannya dalam bahasa Indonesia, di samping pengetahuan tersebut
membantu siswa untuk mampu menggunakan ungkapan-ungkapan,
istilah-istilah dan anam-nama benda tersebut di atas pada situasi yang
tepat.
D. KETERAMPILAN BAHASA
Dalam praktek berbahasa, ada kegiatan-kegiatan menyimak (al-
istima’), berbicara (al-muhadatsah), membaca (al-qira’ah), dan menulis (al-
kitabah). Keempat kegiatan ini dalam pengajaran bahasa dinamakan
kemampuan berbahasa atau keterampilan berbahasa.

9
Keterampilan menyimak adalah kemampuan menangkap dan
memahami (reseftif) apa yang didengar dari orang lain. Untuk dapat
memperoleh kemampuan ini, siswa yang mempelajari bahasa harus
memperoleh latihan-latihan menyimak untuk mengenali bunyi secara baik,
membedakan suatu bunyi dengan bunyi lainnya, suatu kalimat dengan kalimat
lainnya (gramatical devices) seperti urutan kata (word-order), imbuhan, dan
intonasi.
Keterampilan mengucapkan (mahârah al- kalâm) adalah kemampuan
untuk mengungkapkan kembali (ekspresif) dalam bentuk lisan dari apa yang
didengar dari si pembicara. Dalam hal ini, siswa harus banyak dilatih (drill)
untuk menirukan dan mengucapkan bunyi-vunyi bahasa Arab seperti
mengucapkan bunyi vokal dan konsonan, penggunaan tekakan kata, tekanan
kalimat, tinggi dan rendah nada (intonasi).
Keterampilan bahasa yang ketiga adalah keterampilan membaca
(mahârah al-qirâ’ah) yaitu kemampuan mengenali simbol-simbol bunyi serta
memahami maksudnya dan mengungkapkannya dalam bentuk lisan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru bahasa Arab,
antara lain :
1) Ada beberapa simbol bunyi di dalam bahasa Arab yang ditulis tetapi tidak
dibaca seperti pada kata-kata.

‫أولئك – أنا – الصلوة – الزكوة – ادخلوا املسجد‬


disamping ada yang tidak tertulis tapi dibaca seperti :

‫ذلك – هذا – ال – أنت ؟‬


2) Untuk bisa membaca bahasa Arab dengan baik, harus lebih dahulu
memahami artinya, tidak seperti bahasa Indonesia, kita membaca untuk
memahami.
3) Buku-buku bahasa Arab kebanyakan tidak menggunakan tanda baca
seperti titik, koma, tanda tanya, tanda seru, dan tanda petik.

10
Sedangkan keterampilan yang keempat adalah keterampilan menulis,
(mahârah al-kitâbah) yaitu kemampuan menyatakan pikiran dan perasan
dalam bentuk tulisan dan kemampuan memahami apa yang dibaca.
Kemampuan menulis mencakup tiga hal :
1) kemahiran membentuk alfabet
2) kemahiran mengeja
3) kemahiran menyatakan pikiran dan perasaan melalui tulisan atau yang
lazim disebut dengan insya.
Suatu hal yang perlu dijaga dalam mengajarkan empat keterampilan
bahasa di atas adalah keutuhan keempat segi keterampilan tersebut. Artinya,
dalam praktek pengajaran bahasa, masing-masing keterampilan tidak
diajarkan secara terpisah, berdiri sendiri-sendiri. Pelajaran berbicara tidak
boleh terlepas sama sekali dari pelajaran menyimak, membaca dan menulis,
juga tidak terlepas dari segi-segi lainnya.
E. MACAM-MACAM METODE PENGAJARAN BAHASA ARAB

1- Metode Qawa’id dan Terjemah ( ‫والترجمة‬ ‫طريقة القواعد‬ )

Pembahasan ini mencakup tiga bahasan :


a. Metode Gramatika (Grammar Method)
b. Metode Terjemah (Translation Method0
c. Metode Gramatika-Terjemah (Grammar-Translation Method)
Ad.a.Metode Gramatika ( ‫) طريقة القواعد‬

Ciri khas metode ini adalah penghafalan aturan-aturan gramatika dan


sejumlah kata-kata tertentu. Kata-kata ini kemudian dirangkai-rangkai
menurut kaidah tata bahasa yang berlaku. Dengan demikian, kegiatan ini
merupakan praktek penerapan kaidah-kaidah tata bahasa. Hal ini berarti
yang diajarkan bukan bahasa, tetapi yang diajarkan adalah tentang bahasa.
Artinya, bukan mengajar kepandaian berbahasa melainkan mengajar tentang
bahasa. Metode inilah yang banyak dipakai selama ini dalam pengajaran
bahasa Arab di Indonesia. Maka banyak orang-orang pandai membaca kitab-

11
kitab kuning, menilai orang lain berbicara, salah atau benar menurut kaidah
nahwiyah, tetapi tidak mampu mengutarakan pikiran mereka dalam bahasa
Arab.
Metode ini banyak disukai guru bahasa Arab karena mudah dilaksanakan dan
tidak menuntut seorang guru bahasa Arab harus menguasai bahasa Arab yang
diajarkan selama ia hafal kaidah-kaidah tata bahasanya menurut buku
tertentu.
Dan test yang diapakai dengan metode ini kebanyakan essay, seperti :

‫ ما هي الكلمة ؟‬-

‫ ما هو االسم ؟‬-

‫ ما هي اجلملة ؟‬-

‫ إىل كم ينقسم الفعل ؟‬-

Ad. b.Metode Terjemah ( ‫) طريقة الرتمجة‬

Sesuai dengan namanya, metode ini menitikberatkan kegiatan-kegiatan yang


berupa menerjemahkan bacaan-bacaan, mula-mula dari bahasa asing/Arab ke
dalam bahasa pelajar/Indonesia, kemudian sebaliknya. Metode ini cocok
untuk kelas yang besar dan tidak memerlukan seorang pengajar yang harus
memiliki penguasaan bahasa asing/Arab secara aktif atau pendidikan khusus
untuk mengajar bahasa. Metode ini tidak hanya mudah melaksanakannya
tetapi juga murah.
Seperti diutarakan di atas, kegiatan utama dalam metode ini adalah
menerjemahkan, sama sekali tidak ada usaha untuk mengajarkan ucapan.
Setiap pelajaran memberikan gambaran tentang kaidah kata-kata yang harus
diterjemahkan, kaidah-kadiah tata bahasa yang harus dihafal dan latihan-
latihan menerjemahkan. Metode ini lebih menekankan pada pemahaman arti,
tetapi tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif menggunakan

12
bahasa asing/Arab. Artinya, metode ini tidak dapat dipakai untuk mencapai
kemampuan berbahasa secara aktif. Tetapi, kalau tujuan program pengajaran
bahasa untuk memberikan siswa kemahiran membaca secara efektif untuk
dapat memahami artinya, metode inilah yanng tepat.
Ad. c.Metode Gramatika-Terjemah ( ‫) طريقة القواعد والرتمجة‬

Metode ini merupakan gabungan metode gramatika dan metode terjemah.


Ciri-ciri metode ini dengan sendirinya sama dengan ciri-ciri metode tersebut,
di antaranya :
1) Tata bahasa yang diajarkan ialah bahasa formal
2) Kosakata tergantung pada bacaan yang telah dipilih.
3) Kegiatan belajar terdiri dari penghafalan kaidah-kaidah dalam kalimat
(konteks), kemudian penerjemahan bacaan-bacaan pendek, lalu
penafsiran.
4) Latihan ucapan tidak diberikan. Kalaupun diberikan, hanyalh sekali-kali
saja.
Melihat kegiatan belajar bahasa asing/Arab dengan metode di atas, maka ada
beberapa hal yang dapat dikemukakan di sini, antara lain :
1) Tujuan pengajaran dengan metode ini hanya menguntungkan siswa-siswi
yang jenius yang cenderung untuk menghafal kaidah-kaidah bahasa yang
qiyasiyyah atau dianggap syaadz, serta menghafal mufradat serta istilah-
istilah yang langka/jarang dipakai.
Cara ini hanya memberikan salah satu keterampilan berbahasa kepada
murid, yaitu keterampilan berbahasa kepada murid, yaitu keterampilan
menulis/menterjemahkan teks-teks secara harfiyah, baik dari bahasa
asing/Arab ke dalam bahasa Indonesia maupun dari bahasa Indonesia ke
dalam bahasa asing/Arab.
2) Bagi siswa yang kurang jenius, metode ini hanya akan menimbulkan
kegoncangan dan kepanikan dalam dirinya yang akhirnya mereka
banyak berbuat kesalahan dan lama-kelamaan akan berbentuklah

13
kebiasaan berbahasa yang salah yang susah diubah pada tingkat-tingkat
pengajaran berikutnya. Maka, banyak di antara mereka yang lari
meninggalkan pelajaran karena bosan.
3) Metode qawa’id-terjemah tidak banyak membebani guru karena bila guru
merasa lelah ia dapat memberi tugas kepada para siswa untuk
mengerjakan latihan-latihan atau tamrinat secara tertulis (terjemahan atau
soal-soal kaidah).
4) Metode ini tidak memberikan perhatian terhadap latihan pengucapan
secara intensif, baik pengucapan fonem, kata dengan stressnya, maupun
intonasi atau nada dalam kalimat, serta kurang bahkan tidak melatih siswa
untuk menggunakan bahasa secara aktif baik lisan maupun tulisan.
5) Dalam metode ini, peranan siswa sangat pasif. Ia hanya menyerap
pelajaran dan menerjemahkannya sesuai dengan selera guru.

2. Metode Membaca ( ‫) طريقة القراءة‬

Metode ini mulai terkenal setelah munculnya beberapa tulisan yang


membahas tentang hubungan pengajaran bahasa dengan alokasi waktu.
Tulisan-tulisan itu mengatakan bahawa tujuan pengajaran bahasa asing
hendaknya dapat ditargetkan dan dapat direalisasikan dalam waktu yang tersedia,
umpamanya mentargetkan kemahiran membaca harus dicapai dalam waktu dua
tahun.
Dari asumsi ini lahir pandangan bahwa membaca adalah salah satu
kemahiran berbahasa yang sangat penting. Kemudian dicari teknik-teknik yang
paling baik untuk mengembangkan kemahiran membaca dengan harapan agar
siswa nanti setelah selesai belajar, meskipun terbatas materinya mampu
membaca sendiri. Metode ini bertujuan agar siswa dapat menerjemahkan dan
membaca bahasa asing dengan baik.
Sedikit demi sedikit metode ini mengalami kemajuran dengan memulai
melatih siswa membaca teks-teks bahasa asing dengan memahami artinya secara

14
langsung tanpa dipusatkan pada penerjemahan. Dan akhirnya tumbuh perhatian
membaca dalam hati tanpa terjemah dan dorongan kepada siswa untuk membaca
secara bebas di luar kelas.
Karena kemudahan dan kelancaran membaca sulit direalisir sebelum
siswa banyak melatih pengucapan dan pemahaman yang benar terhadap bahasa
asing yang dipelajari serta memahami cara penggunaan pola-pola percakapan
yanng sederhana, maka metode ini berusaha pula untuk menambah kemampuan
siswa dalam membaca secara keras (bersuara) serta memahami isi kandungannya.
Para penyokong metode ini berkeyakinan bahwa langkah terakhir tadi,
akan membawa kelancaran dalam membaca dan akan menjadi modal utama
kemahiran mendengar dan mengucapkan. Dengan demikian, pelajaran menulis
hanya terbatas pada latihan-latihan yang dapat membantu siswa terbatas pada
latiha-latihan yang dapat membantu siswa mengingat kosakata dan pola-pola
dasar untuk memahami teks.
Adapun dalam praktek pengajaran metode ini mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Latihan pengucapan ( ‫) تدريب نطقي‬

Pada minggu-minggu pertama siswa dilatih mengucapkan sistem bunyi


bahasa secara intensif dan dilatih untuk membiasakan mendengar kalimat-
kalimat sederhana serta mengucapkannya. Kebiasaan mendengar hanya
dimaksudkan untuk membantu siswa lancar membaca teks.
b. Membaca Teks ( ‫) قراءة النص‬

Teks-teks bacaan yang dipakai dalam mengajarkan bahasa asing/Arab dengan


metode ini diambil dari buku-buku tertentu tanpa memperhatikan gradasi
kosakata dan pola kalimat. Guru membaca teks yang diajarkan dengan baik,
siswa disuruh mendengarkan kemudian menirukan bacaan guru orang-
perorang atau kelompok..
c. Pemahaman arti kata ( ‫) فهم املعىن‬

15
Guru menunjuk beberapa kata yang dianggap baru dalam teks kemudian
menerangkan artinya atau menyuruh siswa menanyakan arti kata dalam teks
yang belum dipahami. Biasanya arti kata/mufradat tersebut ditulis di bawah
teks atau sebelum/di atas teks.
d. Latihan/ drill ( ‫) تدريبات‬

Latihan/drill diberikan dengan cara :


1) siswa disuruh membaca teks dengan suara keras sambil memperhatikan
artinya.
2) Memberi soal-soal isi kandungan teks yang diajarkan.
Sesuai dengan tingkat kemampuan bahasa siswa, membaca (qira’at) itu
dibagi dua :
a. Membaca terarah (qira’ah muwajjahah)
b. Membaca bebas (qira’ah wasi’ah)
Qira’ah muwajjahah yaitu qir’ah di bawah bimbingan guru secara
langsung. Qira’ah ini sebagai salah satu sumber materi pelajaran qawa’id dan
sumber mufradat.
Siswa hanya dilatih membaca teks dan memahami maksudnya secara
global tetapi tidak dianjurkan untuk menerjemahkan. Siswa diarahkan untuk
menunjuk/menemukan kata-kata dalam teks yang belum dipahami. Dengan
bentuk qira’ah ini guru dapat mengetahui tingkat kemampuan bahasa yang
dicapai oleh siswa. Dan oleh karena itu, qira’ah muwajjahah ini disebut juga
qir’ah tahliliyyah (the reading analysis).
Adapun qira’ah wasi’ah yaitu siswa disuruh membaca beberapa halaman
yang berisi beberapa judul bacaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan
bahasanya. Atau guru menyiapkan buku-buku bacaan yang disusun berdasarkan
gradasi pemakaian kata, pola kalimat dan istilah-istilah, sehingga tahapan-
tahapannnya jelas dari satu judul ke judul yang lain dan dari satu buku ke buku
yang lain.

16
Metode qira’ah ini sangat menguntungkan bagi swia yang jenisu untuk
mampu membaca bahasa asing dengan baik dan mendorongnya untuk becakap-
cakap dengan bahasa tersebut. Namun sebaliknya bagi siswa yang kurang jenius,
metode ini hanya akan memberikan beban.

3. Metode yang mendorong lahirnya metode langsung


Metode langsung (mubasyirah) timbul pada abad XIX sebagai reaksi
terhadap metode terjemah-qawa’id. Metode ini mulai digunakan orang di
Perancis tahun 1901 dan di Amerika tahun 1911.
Ada tiga metode pengajaran bahasa asing yang mendorong timbulnya
metode mubasyirah, yaitu :
1. Thariqah Nafsiyyah (Metode Psikologi)
2. Thariqah Shautiyyah (Metode Phonetik)
3. Thariqah Thabi’iyyah (Metode Natural)
1. Metode Psikologi ( ‫) الطريقة النفسية‬

Ciri-cirinya :
a. Metode ini dimulai dengan kegiatan mengajarkan kata-kata (mufradat)
melalui serangkaian kalimat-kalimat (jumlah) yang berkisar tentang
kegiatan dan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, seperti : bangun
tidur, sarapan pagi, pergi ke sekolah, kegiatan belajar di dalam kelas, ke
pasar, ke kantor pos dan lain-lain.
b. Metode ini cenderung mengubah situasi belajar menjadi situasi dan
kegiatan dramatisasi, ditambah dengan menggunakan benda, gambar, alat
sekolah dan lain-lain yang dapat disaksikan siswa.
Dengan cara di atas, metode ini memberikan siswa banyak kesempatan
untuk menguasasi banyak kosakata Arab dalam waktu yang relatif
singkat, dan menyerap bahasa dan menghafalnya dengan senang hati,
karena mereka belajar melalui situasi-situasi yang nyata.

17
Hanya saja, metode ini tidak begitu memperhatikan nilai-nilai budaya dan
sastra bahasa asing yang dipelajari, karena kegiatan membaca cerita
pendek, riwayat dan materi sastra hanya dilakukan pada tingkat akhir.
c. Metode ini sama sekali tidak menggunakan bahasa ibu/nasional
(terjemahan dan pengantar), melainkan selalu menggunakan bahasa yang
dipelajari.
d. Metode ini berdasar kepada satu teori bahwa siswa sejak awal dapat
berfikir menurut pola bahasa yang diepelajari, yaitu dengan cara :
1) menghubungkan tema cerita, benda serta situasi yang ada dengan
kata-kata atau istilahnya dengan bahasa asing yang dipelajari.
2) Guru menggunakan segala daya dan usaha serta media yang dapat
mendorong tumbuhnya penguasaan siswa dalam berbicara.
2. Metode Phonetik ( ‫) الطريقة الصوتية‬

Ciri-cirinya :
a. Metode ini dimulai dengan mempelajari alat-alat ucap dan melatih murid
bagaimana cara mengucapkan setiap huruf bahasa yang dipelajari dengan
baik (makhraj dan sifat huruf).
b. Kemudian murid mempelajari bagaimana cara membaca dan menulis
huruf.
c. Metode ini tidak selalu menggunakan bahasa asing yanng dipelajari.
Sekali-kali digunakan bahasa ibu/dialek. Sungguhpun demikian, yang
dominan digunakan adalah bahasa asing yang dipelajari.
Metode ini berhasil dalam membuat murid fasih dalam
mengucapkan kalimat asing, namun seringkali mereka dibuatnya bosan.

3. Metode Natural ( ‫) الطريقة الطبيعية‬

Ciri-cirinya :
a. Sebagaimana halnya metode nafsiyyah (psikologi), metode ini tidak
menggunakan terjemah dan pengantar dengan bahasa ibu/nasional

18
berdasarkan kepada suatu teori, bahwa seseorang dapat mempelajari suatu
bahasa asing secara thabi’iy (alami), maksudnya sebagaimana ia
mempelajari bahasa ibunya waktu kecil, sewaktu ia belajar bahasa ibu
dari ibunya, atau anggota keluarganya. Perhatikan bagaiamana seorang
ibu mengajar anaknya berbicara tanpa menggunakan terjemah sedikitpun.
b. Cara tersebut di atas berhasil dalam mengajar bahasa asing kepada anak-
anak, tidak sebagaiaman bila diterapkan pada orang dewasa, karena orang
dewasa lebih senang belajar bahasa melalui kegiatan membaca dan
menelusiri qawa’id.

4. Metode Langsung ( Mubasyirah , Direct Metod )


Prinsip-prinsip yang terdapat dalam ketiga metode tersebut kemudian
dikembangkan orang, sehingga timbul apa yang disebut metode mubasiyrah
(metode langsung). Maksudnya adalah langsung menggunakan bahasa asing
yang dipelajari, tanpa menggunakan bahasa pengantar atau terjemah bahasa ibu
(nasional siswa).
Pengaruh ketiga metode tersebut di atas tampak dalam ciri-ciri metode
mubasyiroh sebagai berikut :
1. Metode ini timbul dengan berdasar kepada prinsip :
a. seseorang dapat mempelajari suatu bahasa asing dengan cara sebagaimana
ia mempelajari bahasa ibunya (prinsip metode thabi’iyyah).
b. seseorang sejak awal dapat berfikir dalam bahasa asing yang dipelajarinya
(lihat lagi penjelasan metode nafsiyyah di atas).
2. Metode mewajibkan para guru untuk tidak menggunakan terjemahan atau
bahasa pengantar dari bahasa ibu/nasional siswa. Sebagai pengganti itu,
dalam menjelaskan makna suatu kata atau kalimat bahasa asing digunakannya
berbagai media, antara lain :
a. Media langsung yang konkrit, seperti situasi yang sebenarnya, sampel,
atau model.
b. Dramatisasi, isyarat, peragaan dan gambar karikatur.

19
c. Penjelasan guru dalam bahasa yang dipelajari melalui kegiatan dialog,
dan tanya jawab.
3. Metode ini dimulai dengan kegiatan guru melatih siswa mengucapkan bunyi.
Materinya adalah kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang berhubungan
dengan benda-benda yang terdapat di dalam kelas. Bila metode ini diterapkan
secara murni, kegiatan latihan mengucapkan bunyi-bunyi ini berlangsung
beberapa bulan, sehingga siswa dapat menguasai bunyi berupa intonasi
(tanghim) bahasa yang dipelajarinya dengan baik, tanpa terpengaruh oleh
bunyi dan intonasi bahasa ibu/nasional.
Perlu disebutkan disini, ukuran fasih atau baik di sini ialah bila
seseorang mengucapkan kalimat Arab atau berbicara dalam bahasa Arab,
maka orang Arab (penutur asli) akan dapat memahami makna yang diucapkan
atau yang dibicarakannya. Jadi tidak usah bahkan tidak mungkin seorang
pelajar Indonesia persis seperti orang Arab dalam mengucapkan bunyi-bunyi
Arab.
4. Metode ini mengajarkan (menjelaskan makna) kata-kata melalui serangkaian
kalimat-kalimat yang berkisar tentang kegiatan sehari-hari dan situasi-situasi
yang nyata, seperti bangun tidur, pergi shalat ke masjid, sarapan pagi,
membantu ibu, menuju ke sekolah, kegiatan di kelas, pergi ke pasar,
berbelajna, dan sebagainya.
5. Qawa’id, tidak diajarkan secara teoritis “tegas” sebagaimana pada metode
qawa’id dan terjemah, melainkan diajarkan dengan cara wazhify (terapan).
Disini guru mendorong murid untuk membuat generalisasi sendiri dari apa
yang telah dipelajarinya (induktif). Ini berlaku untuk tingkat dasar. Adapun
untuk tingkat selanjutnya, istilah-istilah qawa’id diberitahukan pula (fi’il,
fa’il, mubtada, khabar dan seterusnya), walaupun tidak dengan uraian dan
analisis seperti terdapat dalam buku-buku qawa’id lama.
6. Membaca, dilakukan terhadap materi bacaan yang telah didiskusikan terlebih
dahulu secara lisan (antara guru dan murid). Pada tingkat-tingkat membaca
berlangsung secara jahriyah (dengan suara nyaring), guru mendorong murid-

20
murid untuk memahami bahan bacaan secara langsung (tanpa terjemah).
Caranya dengan siyaq (konteks) .
7. Menulis, berupa :
a. murid mencatat kembali materi pelajaran yang telah dibacanya dan
didiskusikannnya bersama guru.
b. Meringkas materi pelajaran yang telah terlebih dahulu dibaca dan
didiskusikan
c. Insya

Kelebihan dan kelemahan metode Mubasyirah


1. Kelebihannya :
a. perhatian dan partisipasi murid dalam kegiatan belajar mengajar besar
sekali bila dibandingkan dengan menggunakan metode qawa’id dan
terjemah.
b. Murid bersemangat untuk aktif berbicara dalam bahasa asing yang
dipelajari.
c. Murid dapat mengucapkan bunyi-bunyi bahasa yang dipelajari dengan
baik dibanding dengan bila menggunakan metode qawa’id dan terjemah.
2. Kelemahannya :
a. Tidak semua kata-kata dapat dijelaskan tanpa terjemah.
b. Menjelaskan kata-kata atau kalimat tanpa terjemah memerlukan banyak
waktu.
c. Dalam berbicara bahasa asing/Arab, murid-murid cenderung untuk
menggunakan kata-kata Arab tetapi dengan susunan kalimat bahasa
ibu/Indonesia dan sebagainya. Contoh :

‫ هذا الكتاب ملن ؟‬: ‫أمحد‬

‫ لتلميذ جديد‬: ‫خالد‬

‫ أين تلميذه‬: ‫أمحد‬

21
‫ التلميذ ىف داخل الفصل‬: ‫خالد‬

‫ أريد أقرأ هذا الكتاب‬: ‫أمحد‬


Seharusnya :

‫ ملن هذا الكتاب ؟‬-

‫ لتلميذ جديد‬+

‫ أين هو‬/ ‫ أين التلميذ‬-

‫ هو داخل الفصل‬+

‫ أريد أن أقرأ هذا الكتاب‬-


d. Metode ini tidak memberikan penjelasan tentang bagaimana cara
memilih bahan pelajaran, bagaimana menentukan urutan bahan pelajaran
dan sedikit sekali mengemukakan bagaimana langkah-langkah atau teknik
penyajian bahan, kecuali hanya menegaskan, bahwa penggunaan bahasa
ibu/nasional itu dilarang.
e. Dalam proses belajar mengajar kurang memperhatikan perbedaan
perorangan.
f. Metode ini dengan sendirinya memerlukan guru yang realtif lancar dalam
berbicara bahasa asing yang yang dipelajarinya, sehingga tidak terpaksa
menggunakan terjemah atau bahasa pengantar dalam bahasa ibu/nasional.

5. Metode Aural-Oral Approach (Thariqah Sam’iyyah syafawiyyah)


Metode ini lahir pada tahun 60-an abad XX di Amerika Serikat, dan
berdasar kepada hasil studi serta penelitian para linguist (ahli bahasa) terhadap
sistem bunyi, bentuk kata, struktur kalimat berbagai bahasa di dunia dan studi
perbandingan serta studi konstrastif antara berbagai bahasa. Dengan kegiatan
semacam ini, mereka sampai kepada kesimpulan bahwa :

22
3. Bahasa itu adalah percakapan, bukan tulisan.
4. Bahasa adalah kebiasaan yang teratur
5. Yang perlu dipelajari pertama kali ialah bahasa bukan tentang bahasa (analisa
bahasa yang biasa ditemui dalam buku-buku qawa’id ).
6. Bahasa adalah apa yang diucapkan oleh penutur asli (abna lughah), bukan apa
yang seharusnya mereka katakan.
7. Bahasa-bahasa di dunia ini berbeda satu dengan yang lainnya.
Kelima prinsip ini berpengaruh sekali terhadap metode Sam’iyyah
syafawiyyah (aural-oral approach), dan tampak dalam ciri-ciri metode ini sebagai
berikut :
1. Kegiatan proses belajar mengajar yang pertama kali dilakukan bertujuan agar
pelajar menguasasi bahan pelajaran secara lisan terlebih dahulu, sebelum
diperlihatkan kepada mereka bagaimana bentuk tulisannya (prinsip 1). Dalam
hubungan ini, guru hendaknya betul-betul melatih mereka bagaimana cara
mengucapkan huruf dan kalimat dengan intonasi yang baik.
Jadi, metode ini mengajarkan empat keterampilan bahasa secara seimbang
dengan urutan sebagai berikut :
Istima’ (menyimak) – kalam (berbicara) – Qira’ah (membaca), dan –
Kitabah (menulis)
2. Langkah-langkah metode ini ialah mengajarkan dialog-dialog yang
mengandung ungkapan-ungkapan sebagai berikut :
- yang digunakan oleh penutur asli sehari-hari (prinsip 4)
- yang meliputi pola kalimat atau susunan kalimat yang banyak
frekuensinya.
Sedangkan kosakata yang diberikan masih terbatas sekali pada tingkat
permulaan ini, sebab yang paling penting di sini ialah pelajar menguasai
struktur atau pola kalimat terlebih dahulu.
3. Susunan atau pola-pola kalimat diajarkan dengan cara meniru dan menghafal
secara intensif, dengan tujuan agar pelajar semua menguasai benar susunan

23
atau pola kalimat itu sehingga mampu mengucapkannya secara otomatis
setiap kali diperlukan (prinsip 3).
4. Materi dan proses belajar mengajar berjalan dari yang mudah kepada yang
sulit.
5. Metode ini tidak menggunakan terjemah atau bahasa pengantar dalam bahasa
ibu/nasional pelajar. Sebagai gantinya, dalam menjelaskan makna sesuatu
kata atau kalimat guru menggunakan berbagau media pengajaran yang sesuai
(sebagaiaman metode langsung), kecuali bila hal itu sulit dipahami jika tanpa
terjemahan. Namun demikian, kegiatan terjemah tetap harus dilakukan secara
ekonomis (misalnya hanya dalam menerjemahkan kata-kata yang bermakna
abstrak saja seperti kata ‫ كرمي‬, ‫ سعيد‬dan semisalnya).

Proses terjemah yang tidak ekonomis sifatnya dalam metode ini tetap
dianggap membahayakan pelajar pada tingkat-tingkat permulaan, sebab akan
menyebabkan mereka berbicara bahasa Arab tetapi dengan menggunakan
struktur kalimat Indonesia, atau mereka akan selalu mencarikan padanannya
dalam bahasa Indonesia yang seringkali berbeda dengan kata dan struktur
kalimat bahasa Arab.
6. Qawa’id dipelajari hanya sebagai alat, bukan sebagai tujuan, dipelajari secara
kontekstual (siyagi), sedangkan analisa nahwu diperuntukan bagi mereka di
tingkat akhir (mutaqaddimah), atau buat mereka yang mempunyai
kecenderungan untuk menjadi ahli dalam studi bahasa itu (prinsip 3).
7. Metode ini memberikan perhatian khusus terhadap struktur kalimat yang
berbeda dengan struktur kalimat bahasa ibu/nasional. Seperti susunan kalimat
‫ و يبقى لنا من الوقت ربع ساعة‬, ‫هذا الكتاب يقرأه خالد‬

dilatihkan (drill, tadrib) secara lebih intensif dari pada latihan susunan
kalimat Arab yang ada padanannya dalam bahasa Indonesia, seperti susunan :
‫ حممد يقرأ القرآن‬, ‫هذا كتاب مجيل‬

24
8. Metode ini menghimbau guru untuk menggunakan media dan alat bantu
modern, seperti pita rekaman di laboratorium bahasa, terutama dalam rangka
kegiatan latihan istima’ dan kalam (berbicara).
9. Metode ini besar perhatiannya dalam menyebarkan materi pelajaran yang
telah diajarkan pada materi baru, agar pelajar tidak menemui banyak kesulitan
dalam mempelajari materi baru.

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN METODE SAM’IYYAH SYAFAWIYYAH


DAN METODE MUBASYIRAH
1. Persamaannya :
a. Keduanya bertujuan agar murid menguasai bahasa secara aktif sejak awal.
b. Bahan pelajaran, khusus untuk tingkat permulaan, berupa dialog-dialog
tentang kegiatan sehari-hari.
c. Keduanya mempunyai perhatian besar dalam melatih murid dengan sistem
bunyi bahasa yang diajarkan.
d. Keduanya menggunakan media pengajaran yang konkrit dalam menjelaskan
makna kata-kata dan kalimat bahasa asing yang dipelajari.
e. Qawa’id untuk tingkat permulaan diberikan secara praktis.

2. Perbedaannya
Perbedaan antara kedua metode tersebut adalah bahwa dalam metode
Sam’iyyah syafawiyyah terdapat hal-hal yang tidak terdapat dalam metode
Mubasyirah (langsung). Hal-hal dimaksud dianggap orang sebagai perbaikan
terhadap kelemahan-kelemahan metode Mubasyirah.
Hal-hal tersebut adalah :
a. Metode Sam’iyyah Syafawiyyah memberikan perhatian yang seimbang
kepada keempat keterampilan berbahasa, tetapi dengan urutan :
- menyimak
- berbicara
- membaca

25
- menulis
b. Metode Sam’iyyah Syafawiyyah besar perhatiannya dalam melatih murid
dengan pola-pola kalimat secara otomatis.
c. Dalam metode Sam’iyyah Syafawiyyah, materi disusun mulai dari yang
mudah kepada yang sulit.
d. Dalam metode Sam’iyyah Syafawiyyah, guru diperbolehkan menggunakan
terjemahan atau pengantar dalam bahasa ibu/Indonesia dalam menjelaskan
kata-kata atau kalimat yang sulit dipahami bila dijelaskan tanpa terjemah.
Tetapi, hal ini harus ekonomis.
e. Dalam metode Sam’iyyah Syafawiyyah, struktur kalimat bahasa Arab/asing
yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia/ibu dilatihkan secara
intensif.
f. Metode Sam’iyyah Syafawiyyah besar perhatiannya dalam menggunakan
media pengajaran serta alat bantu berupa pita rekaman (di laboratorium
bahasa) terutama di saat latihan menyimak dan berbicara.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Sam’iyyah Syafawiyyah
1. Kelebihannya, antara lain :
a. Dapat membuat murid lancar berbicara dalam bahasa asing (Arab) yang
dipelajari sejak dini, walaupun dengan materi pelajaran yang masih terbatas.
b. Dengan kegiatan drill ( ‫دريبات‬88 8‫ ) ت‬yang intensif, daya ingat dan menyimak

murid menjadi terlatih, juga kemampuan dalam membedakan bunyi-bunyi


serta pengucapannya secara baik dengan kecepatan yang wajar.
c. Umumnya motivasi belajar murid besar sekali.
d. Memungkinkan murid berperan serta secara aktif dan efektif dalam proses
belajar mengajar.
e. Dengan menggunakan pita rekaman di lembaga bahasa, guru dapat
memberikan perhatian khusus terhadap perbedaan perorangan dan
membimbing masing-masing dari mereka.
2. Kekurangannya, antara lain :

26
a. Latihan otomatis kadang-kadang membuat murid membeo, dalam penguasaan
bahasa asing (Arab) yang dipelajarainya.
b. Menghafal dan mengikuti ucapan guru (pita rekaman) kadang-kadang
menimbulkan rasa bosan di kalangan sementara murid.
c. Pengalaman menunjukkan bahwa metode ini amat cocok untuk murid-murid
yang senang kegiatan drama dan peragaan. Metode ini bermanfaat sekali bagi
murid-murid yang IQ-nya rendah, tidak begitu untuk yang pintar.
d. Metode ini membutuhkan guru yang baik ucapan serta intonasinya dalam
penguasaan bahasa asing (Arab) yang diajarkannya, luas pandangan serta
daya khayalnya, dan mampu memanfaatkan segala kesempatan dan situasi
dalam kelas untuk kepentingan tugasnya.
6- Metode Komunikatif
Metode mulai muncul pada tahun 70-an abad 20 ini, sebagi reaksi terhadap
Metode Sam’iyyah Syafawiyyah yang mendasarkan pada prinsif-prinsif kebahasaan
dan kejiwaan, khususnya dalam mengajarkan struktur dan susunan bahasa serta
berpedoman kepada pemikiran yang mengatakan bahwa mengajarkan bahasa tidak
lebih dari mengajarkan sejumlah kebiasaan yang bisa diperoleh dengan cara
mengulang dan meniru.
Para pengeritik Metode Sam’iyyah mengatakan bahwa bahasa itu mempunyai
karakteristik lain selain sebagai kebiasaan, yaitu bahwa bahasa adalah suatu ciptaan
baru yang mempunyai fungsi komunikatif. Oleh karena itu para pendukung Metode
Komunikatif ini, menganjurkan untuk menjadikan Kompetensi Komunikatif ini
sebagai tujuan dari pengajaran bahasa, sehingga faktor komunikasi harus betul-betul
dikembangkan dalam proses pembelajaran keterampilan bahasa.
Ide proses pembelajaran bahasa seperti itu, mulai dirumuskan secara sistematis
oleh seorang linguis Del Heims yang melontarkan ide “Kompetensi Komunikasi”. Ia
berpendapat bahwa orang yang memperoleh kompetensi tersebut, akan punya
kemampuan berbahasa dan pengetahuan yang cukup untuk memfungsikan
kemampuan tersebut dalam masyarakat bahasa mana pun. Tokoh berikutnya dalam

27
metode ini adalah Haliday yang merumuskan beberapa fungsi dasar yang bisa
diberikan oleh bahasa ibu, seperti:
1- Menyampaikan informasi
2- Mengungkapkan perasaan dan tujuan
3- Mendapatkan sesuatu
4- Interaksi dengan orang lain dan menentukan sikap.
Berdasarkan hal-hal di atas para pakar Metode Komunikatif berpendapat
bahwa pengajaran bahasa asing harus diarahkan pada pembelajaran media bahasa
untuk melakukan fungsi-fungsi tadi dengan memperhatikan keinginan dan tujuan
pemelajar bahasa.

Pelaksanaan Metode Komunikatif


1- Metode Komunikatif menjadikan dialog sebagai pengantar, dan harus ada kaitan
antara situasi tempat dialog itu terjadi dengan individu-individu yang terlibat
dalam dialog, serta materi pelajaran dengan pengalaman siswa terdahulu.
2- Metode Komunikatif menekankan pada latihan pengucapan ( klasikal, kelompok,
atau individu), dengan mengikuti contoh yang disajikan guru, kemudian
mendiskusikan materi dialog dan situasi terjadinya dialog tersebut dengan tanya
jawab.
3- Materi yang harus mendapat perhatian dalam pengajaran adalah ungkapan-
ungkapan komunikatif dasar yang ada pada dialog dan struktur kalimat yang
menunjukkan fungsi pokok yang diajarkan dalam dialog. Dan guru harus
memberikan struktur yang sama yang berlaku.
4- Guru harus memberitahukan kepada siswa tentang kaidah-kaidah sosial yang
berlaku dalam menggunakan struktur dan ungkapan komunikatif.
5- Metode ini mendorong siswa untuk produktif secara lisan baik terbimbing maupun
bebas, begitu juga untuk menulis dialog-dialog serupa yang tidak terdapat dalam
kurikulum. Artinya metode ini mendorong siswa untuk bisa berkomunikasi sejak
awal pembelajaran.

28
6- Metode ini tidak mensyaratkan pengucapan yang baik, yang pokok adalah
kelancaran yang bisa diterima, karena itu cukuplah dengan pengucapan yang bisa
dipahami.
7- Metode ini tidak alergi dengan berbagai cara untuk mengajarkan nahwu, manakala
sang guru merasa bahwa cara itu dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan.
8- Metode ini tidak melarang penggunaan terjemah kepada bahasa antara, ketika
siswa memerlukannya.
9- Metode ini membolehkan untuk mengajarkan membaca dan menulis sejak awal
pembelajaran bahasa asing.
10- Dalam proses pembelajaran Metode ini secara mendasar bersandar kepada
materi-materi yang yang nyata, artinya kepada teks-teks yang disiarkan di radio,
televisi, dan ditulis di koran-koran dan majalah-majalah.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Komunikatif


A- Kelebihan
1-Metode ini lebih menekankan kepada makna dan bagaimana usaha
menyampaikan makna itu kepada siswa.
2- Kontek merupakan keharusan yang mendasar dalam metode ini, sehingga
sedapat mungkin bahan dialog harus terkait dengan situasi beseerta tuntutan
sosial dan budayanya.
3- Metode ini menegaskan bahwa belajar bahasa artinya belajar komunikasi dan
sekali gus berusaha untuk mengajarkan qawa’id, struktur nahwi, kaidah-kaidah
sosial yang terkait dengannya, kondisi pelaksanaan kaidah tesebut, serta hasil
yang bisa dicapai.
4-Metode ini berusaha mendekatkan tingkat bahasa yang diajarkan dan bahasa
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian Metode ini lebih menekankan kepada
bahasa yang dipakai dalam komunikasi sehari-hari.
B. Kekurangan Metode Komunikatif.
1- Metode ini tidak menetapkan prioritas pengajaran empat keterampilan bahasa,
sehingga mengabaikan prinsip yang mengatakan bahwa mengajarkan kete-

29
rampilan menyimak dan bercakap dapat membantu mengajarkan keteram-
pilan membaca dan menulis.
2- Metode ini tidak didasarkan pada prinsip gradasi dalam mengajarkan bunyi,
kosakata, atau struktur. Tetapi ia bersandar secara gradasi psikologis dan
didaktis kepada tujuan dan keinginan siswa. Hal demikian sulit bagi guru
untuk berhasil mencapai tujuan, lebih-lebih bila tujuan siswa beragam.
3- Metode Komunikatif nampaknya tidak bisa diterapkan dengan sukses untuk
semua tingkat pengajaran bahasa, lebih-lebih bila guru harus berpedoman
kepada materi yang riil yang belum disiapkan sebelumnya.
4- Dalam pelaksanaan Metode Komunikatif nampak bahwa materi riil yang
dipilih untuk diajarkan sering sekali membosankan dan dijauhi siswa.

F. KESIMPULAN
Melihat paparan tentang metode-metode pembelajaran bahasa Arab di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya tidak ada satu metode pun
yang dianggap paling baik dan paling super, karena masing-masing metode
memiliki kelebihan dan kekurangan. Dan tidak ada satu metode yang bisa dipakai
dimana saja dan kapan saja. Yang ada hanya metode yang tepat untuk tujuan
tertentu dalam situasi dan kondisi yang sesuai.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan munculnya metode-metode
baru hasil dari suatu pendekatan baru terhadap bahasa dan pembelajaran bahasa.

== m h s ==

DAFTAR PUSTAKA
- Al- Khuli, Muhammad “Ali, Dr, Asalib Tadris al-Lughah al-‘Arabiyyah,
Riyadh, Maktabah al-Farazdaq, 1986.
- Al- Hadidi, ‘Ali. Musykilat Ta’lim al-Lughah al-“Arabiyyah li Ghair al-
Arab, Cairo, 1986.

30
- Jabir, Abdul Hamid Jabir, al-Ta’allum wa Taknulujiya al Ta’lim, Cairo : Dar
al-Nahdhah al-Arabiyyah, 1979

- Mackey, William F., Languange Teaching Analysis, London : Longmas,


Green & Co. Ltd., 1965.

- Moh. Matsna, MA., Dr. Orientasi Semantik Al- Zamakhsyari, Kajian Makna
Ayat-Ayat Kalam, Anglo, Ciputat, 2006.

- Al-Naqah, Mahmud Kamil, Dr. , Asasiyyat Ta’lim al-Lughah al-Arabiyyah Li


Ghairi al-Arab, Khartoum, Ma’had al Khartoum al-Dauly Li al-Lughah al-
Arabiyyah, 1978

- Al-Qasimy, Ali Muhammad, Dr., Ittijahat haditsah Fi Ta’lim al-Arabiyyah Li


al-Natiqin Bi al-Lughat al-Ukhra, Riyadh: Jami’ah Riyadh, 1979

- Al-Qasimy, Ali, Mukhtabar al-Lughat, Kuwait : Dar al-Qalam, 1970

- Sumardi, Mulyanto, Dr., Pengajaran Bahasa Asing : Sebuah Tinjauan Dari


Segi Metodologi, Jakarta : Bulan Bintang, 1974.

- Thu’aimah, Rusydi Ahmad, DR. Ta’lim al- ‘Arabiyyah Li Ghair al-Nathiqina


Biha, ISESCO, Rabath. 1989.

== m h s ==

31

Anda mungkin juga menyukai