Kajian Dan Analisis THD Pengajaran Bahasa Arab
Kajian Dan Analisis THD Pengajaran Bahasa Arab
Oleh :
Prof. Dr. Moh. Matsna HS, MA
Disampaikan pada
Diklat Fasilitator Guru Mata Pelajaran Bahasa Arab
Madrasah Tsanawiyyah/Aliyah Tingkat Mahir
Tanggal 2 sd. 11 Maret 2009
Di Jakarta
KEMENTERIAN AGAMA RI
BADAN LITBANG DAN DIKLAT
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA TEKNIS KEAGAMAAN
0
KAJIAN DAN ANALISIS TERHADAP MODEL-MODEL
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
I. PENDAHULUAN
Ketika kita berbicara tentang pembelajaran atau proses belajar mengajar
bahasa Arab, maka yang terbetik dalam benak kita adalah ada siswa yang akan
belajar bahasa, ada materi yang akan diajarkan, dan ada guru dengan berbagai
keahlian yang dimiliki untuk menyampaikan bahan ajar kepada siswa serta alat
dan sarana yang digunakan untuk menyampaikan bahan atau materi itu kepada
siswa.
Seorang guru tidak beda dengan seorang koki atau juru masak yang
diserahi bahan mentah untuk diolah menjadi makanan atau kue yang dikehendaki
oleh si pemesan.
Tugas seorang koki adalah pertama; menanyakan keinginan si pemesan
bahan itu untuk dibuat apa, kedua; melihat kualitas bahan, ketiga; memeriksa alat-
alat dapur yang tersedia layak pakai atau tidak, keempat; bumbu-bumbunya
cukup tidak. Baru kemudian si koki, mengolah bahan itu untuk dijadikan
makanan atau kue sesuai dengan si pemesan. Keberhasilan hasil olahan itu
tergantung kepada kepandaian dan keterampilan sang koki dalam memasak bahan
mentah itu, bila hal-hal yang lain sudah lengkap.
Sang guru bahasa Arab pun demikian, bagaimana ia mampu mengolah
bahan mentah (siswa) menjadi makanan/kue (out put) yang diinginkan oleh si
pemesan. Keberhasilan mencapai out put yang diinginkan tertgantung antara lain
kepada bagaimana cara mengajar dan langkah-langkah apa yang harus dilakukan
guru dalam mencapai tujuan tersebut, atau dengan kata lain metode apa yang akan
dipakai dalam menyampaikan materi pelajaran itu kepada siswa dan bagaimana
strategi yang dipilih dalam proses belajar mengajar bahasa Arab itu ?
Makalah ini berusaha akan mengkaji dan menganalia secara sederhana
terhadap model-model Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Tsanawiyah dan
1
Aliyah, baik mengenai pendekatan yang digunakan, metode, dan tehnik, maupun
strategi pembelajaran sebelum guru berada di kelas.
2
dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar, yang selanjutnya
menjadi umpan balik ( feed back ) bagi penyempurnaan sistem instruksional
yang bersangkutan secara keseluruhan.
a. Approach / املدخل
3
oleh pengulangan, sebagaimana halnya anak kecil belajar menggunakan
bahasa ibu. Oleh karena itu, bahasa harus diajarkan melalui teknik
pengulangan.
b. Metode الطريقة/
Metode adalah rencana menyeluruh yang berhubungan dengan menyajian
materi pelajaran secara teratur dan tidak saling bertentangan dan didasarkan
atas suatu approach.
Kalau approach bersifat axiomatis maka metode bersifat proseduril. Oleh
karena itu, apabila seorang pengajar menganut suatu approach maka dapat
melahirkan macam-macam metode. Macam-macam metode ini tergantung
kepada berbagai faktor yang mempengaruhi, umpamanya :
1) Faktor latar belakang bahasa pengajar dan bahasa asing yang dipelajari.
2) Faktor usia siswa.
3) Faktor sosio kultural siswa.
4) Faktor pengalaman belajar dalam bahasa Arab atau bahasa asing lainnya
yang dipelajari.
5) Faktor tujuan pengajaran tersebut.
6) Faktor kedudukan bahasa asing yang diajarkan tersebut dalam kurikulum.
c. Teknik / األسلوب
Teknik ialah pelaksanaan pengajaran di dalam kelas. Jadi, sifatnya
operasional yang polanya tentu saja mengikuti prosedur metode dan
berdasarkan atas prinsip approach.
Jadi, teknik harus sejajar dengan metode dan karena itu tidak boleh
bertentangan dengan approach.
Teknik tergantung pada imajinasi, kegiatan serta kreatifitas mengajar dan
susunan keadaan kelas.
4
Persoalan tertentu dapat diatasi dengan berbagai macam. Misalnya saja, kalau
kita ingin melatihkan bunyi tsa kepada pelajar yang susah mengucapkannya
maka kita bisa melatihkannya dengan cara minimal fair( tsunaiyyah shughra )
dengan bunyi yang telah mereka biasa ucapkan seperti berikut :
Guru mengucapkan Murid menirukan
أس أس
أث أث
5
suatu sistem yang dapat dikuasai hanya melalui pembinaan sub-sub sistem
yang ada.
Aplikasi dari sistem ini dalam pengjaran bahasa Arab, guru hanya
mengajarkan suatu judul/pokok bahasan dan didalamnya tercakup materi-
materi Qira’at, Muthala’ah, Muhadtsah, Nahwu, Sharf, Khat, Insya, dan
Balaghah.
Teori ini lebih menekankan pada kemampuan menggunakan bahasa, baik
lisan maupun tulisan, dan bukan pengetahuan tentang bahasa.
b.Nazhariyyat al-Furu’
Yang dimaksud dengan teori ini adalah bahwa bahasa terdiri dari beberapa
cabang, masing-masing cabang memiliki silabus, buku dan jam secara
terpisah. Maka ada pelajaran Muthala’ah, Mahfuzhat, Muhadatsah, Qawa’id,
Insya, Balaghah dan lain-lain.
Mata-mata pelajaran yang terpisah-pisah ini berjalan masing-masing tanpa
ada hubungan satu dengan yang lain. Akibatnya, banyak diperlukan guru
bahasa Arab menurut banyaknya mata pelajaran tersebut, dan para guru
bahasa Arab itu melakukan tugasnya masing-masing tanpa ada hubungan
yang koordinatif.
Kedua sistem di atas sebenarnya memiliki kelebihan dan kekuarangan,
yang pertama (all in one system ) cocok untuk diterapkan di tingkat dasar dan
menengah (elementary and intermediate) sedangkan sistem yang kedua cocok
untuk tingkat lanjutan ( advance ).
6
4) Aspek semantik/arti
5) Aspek sosio-kultural.
Ad. 1). Aspek tata bunyi
Aspek ini masih kurang sekali mendapatkan perhatian dalam
pengajaran bahasa di Indonesia.
Guru jarang bahkan tidak pernah menyinggung-nyinggung masalah
perbedaan bunyi antara satu fonem dengan fonem yang lain, masalah
stress/ tekanan bunyi dalam kata dan intonasi (tekanan bunyi dalam
kalimat).
Apek bunyi ini adalah sebagai dasar untuk mencapai kemahiran
menyimak dan berbicara.
Ad. 2). Aspek kosakata
Mengajarkan kosakata sama sekali tidak boleh dipisahkan dengan
kalimat.
Mengajarkan kosakata secara terpisah-pisah hanya akan
membingungkan siswa, sebab arti terpisah-pisah hanya bisa dipahami
secara benar dengan melalui konteks. Perhatikan contoh di bawah ini!
(word-order).
Misalnya al-muthabagah seperti antara mubtada dan khabar dan
antara sifat dan mausuf.
Contoh-contohnya sebagai berikut :
7
a). mubtada dan khabar
Begitu juga kata , جنيه (pound) artinya akan berbeda kalau kita
8
عندي عشرون جنيها سودانيا-
Ad. 5). Aspek Sosio-kultural
Bahasa lahir dari masyarakat dan merupakan salah satu aspek sosial.
Bahasa adalah cerminan dari suatu bangsa pemakai bahasa.
Mempelajari suatu bahasa berarti mempelajari kultur bangsa penutur
bahasa itu.
Sosio-kultural bahasa Arab sama sekali tidak boleh terlepas dari
mengajarkan aspek kultur bangsa Arab itu sendiri. Tidak mungkin
kita mengajarkan ungkapan :
9
Keterampilan menyimak adalah kemampuan menangkap dan
memahami (reseftif) apa yang didengar dari orang lain. Untuk dapat
memperoleh kemampuan ini, siswa yang mempelajari bahasa harus
memperoleh latihan-latihan menyimak untuk mengenali bunyi secara baik,
membedakan suatu bunyi dengan bunyi lainnya, suatu kalimat dengan kalimat
lainnya (gramatical devices) seperti urutan kata (word-order), imbuhan, dan
intonasi.
Keterampilan mengucapkan (mahârah al- kalâm) adalah kemampuan
untuk mengungkapkan kembali (ekspresif) dalam bentuk lisan dari apa yang
didengar dari si pembicara. Dalam hal ini, siswa harus banyak dilatih (drill)
untuk menirukan dan mengucapkan bunyi-vunyi bahasa Arab seperti
mengucapkan bunyi vokal dan konsonan, penggunaan tekakan kata, tekanan
kalimat, tinggi dan rendah nada (intonasi).
Keterampilan bahasa yang ketiga adalah keterampilan membaca
(mahârah al-qirâ’ah) yaitu kemampuan mengenali simbol-simbol bunyi serta
memahami maksudnya dan mengungkapkannya dalam bentuk lisan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru bahasa Arab,
antara lain :
1) Ada beberapa simbol bunyi di dalam bahasa Arab yang ditulis tetapi tidak
dibaca seperti pada kata-kata.
10
Sedangkan keterampilan yang keempat adalah keterampilan menulis,
(mahârah al-kitâbah) yaitu kemampuan menyatakan pikiran dan perasan
dalam bentuk tulisan dan kemampuan memahami apa yang dibaca.
Kemampuan menulis mencakup tiga hal :
1) kemahiran membentuk alfabet
2) kemahiran mengeja
3) kemahiran menyatakan pikiran dan perasaan melalui tulisan atau yang
lazim disebut dengan insya.
Suatu hal yang perlu dijaga dalam mengajarkan empat keterampilan
bahasa di atas adalah keutuhan keempat segi keterampilan tersebut. Artinya,
dalam praktek pengajaran bahasa, masing-masing keterampilan tidak
diajarkan secara terpisah, berdiri sendiri-sendiri. Pelajaran berbicara tidak
boleh terlepas sama sekali dari pelajaran menyimak, membaca dan menulis,
juga tidak terlepas dari segi-segi lainnya.
E. MACAM-MACAM METODE PENGAJARAN BAHASA ARAB
11
kitab kuning, menilai orang lain berbicara, salah atau benar menurut kaidah
nahwiyah, tetapi tidak mampu mengutarakan pikiran mereka dalam bahasa
Arab.
Metode ini banyak disukai guru bahasa Arab karena mudah dilaksanakan dan
tidak menuntut seorang guru bahasa Arab harus menguasai bahasa Arab yang
diajarkan selama ia hafal kaidah-kaidah tata bahasanya menurut buku
tertentu.
Dan test yang diapakai dengan metode ini kebanyakan essay, seperti :
ما هي الكلمة ؟-
ما هو االسم ؟-
ما هي اجلملة ؟-
12
bahasa asing/Arab. Artinya, metode ini tidak dapat dipakai untuk mencapai
kemampuan berbahasa secara aktif. Tetapi, kalau tujuan program pengajaran
bahasa untuk memberikan siswa kemahiran membaca secara efektif untuk
dapat memahami artinya, metode inilah yanng tepat.
Ad. c.Metode Gramatika-Terjemah ( ) طريقة القواعد والرتمجة
13
kebiasaan berbahasa yang salah yang susah diubah pada tingkat-tingkat
pengajaran berikutnya. Maka, banyak di antara mereka yang lari
meninggalkan pelajaran karena bosan.
3) Metode qawa’id-terjemah tidak banyak membebani guru karena bila guru
merasa lelah ia dapat memberi tugas kepada para siswa untuk
mengerjakan latihan-latihan atau tamrinat secara tertulis (terjemahan atau
soal-soal kaidah).
4) Metode ini tidak memberikan perhatian terhadap latihan pengucapan
secara intensif, baik pengucapan fonem, kata dengan stressnya, maupun
intonasi atau nada dalam kalimat, serta kurang bahkan tidak melatih siswa
untuk menggunakan bahasa secara aktif baik lisan maupun tulisan.
5) Dalam metode ini, peranan siswa sangat pasif. Ia hanya menyerap
pelajaran dan menerjemahkannya sesuai dengan selera guru.
14
langsung tanpa dipusatkan pada penerjemahan. Dan akhirnya tumbuh perhatian
membaca dalam hati tanpa terjemah dan dorongan kepada siswa untuk membaca
secara bebas di luar kelas.
Karena kemudahan dan kelancaran membaca sulit direalisir sebelum
siswa banyak melatih pengucapan dan pemahaman yang benar terhadap bahasa
asing yang dipelajari serta memahami cara penggunaan pola-pola percakapan
yanng sederhana, maka metode ini berusaha pula untuk menambah kemampuan
siswa dalam membaca secara keras (bersuara) serta memahami isi kandungannya.
Para penyokong metode ini berkeyakinan bahwa langkah terakhir tadi,
akan membawa kelancaran dalam membaca dan akan menjadi modal utama
kemahiran mendengar dan mengucapkan. Dengan demikian, pelajaran menulis
hanya terbatas pada latihan-latihan yang dapat membantu siswa terbatas pada
latiha-latihan yang dapat membantu siswa mengingat kosakata dan pola-pola
dasar untuk memahami teks.
Adapun dalam praktek pengajaran metode ini mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Latihan pengucapan ( ) تدريب نطقي
15
Guru menunjuk beberapa kata yang dianggap baru dalam teks kemudian
menerangkan artinya atau menyuruh siswa menanyakan arti kata dalam teks
yang belum dipahami. Biasanya arti kata/mufradat tersebut ditulis di bawah
teks atau sebelum/di atas teks.
d. Latihan/ drill ( ) تدريبات
16
Metode qira’ah ini sangat menguntungkan bagi swia yang jenisu untuk
mampu membaca bahasa asing dengan baik dan mendorongnya untuk becakap-
cakap dengan bahasa tersebut. Namun sebaliknya bagi siswa yang kurang jenius,
metode ini hanya akan memberikan beban.
Ciri-cirinya :
a. Metode ini dimulai dengan kegiatan mengajarkan kata-kata (mufradat)
melalui serangkaian kalimat-kalimat (jumlah) yang berkisar tentang
kegiatan dan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, seperti : bangun
tidur, sarapan pagi, pergi ke sekolah, kegiatan belajar di dalam kelas, ke
pasar, ke kantor pos dan lain-lain.
b. Metode ini cenderung mengubah situasi belajar menjadi situasi dan
kegiatan dramatisasi, ditambah dengan menggunakan benda, gambar, alat
sekolah dan lain-lain yang dapat disaksikan siswa.
Dengan cara di atas, metode ini memberikan siswa banyak kesempatan
untuk menguasasi banyak kosakata Arab dalam waktu yang relatif
singkat, dan menyerap bahasa dan menghafalnya dengan senang hati,
karena mereka belajar melalui situasi-situasi yang nyata.
17
Hanya saja, metode ini tidak begitu memperhatikan nilai-nilai budaya dan
sastra bahasa asing yang dipelajari, karena kegiatan membaca cerita
pendek, riwayat dan materi sastra hanya dilakukan pada tingkat akhir.
c. Metode ini sama sekali tidak menggunakan bahasa ibu/nasional
(terjemahan dan pengantar), melainkan selalu menggunakan bahasa yang
dipelajari.
d. Metode ini berdasar kepada satu teori bahwa siswa sejak awal dapat
berfikir menurut pola bahasa yang diepelajari, yaitu dengan cara :
1) menghubungkan tema cerita, benda serta situasi yang ada dengan
kata-kata atau istilahnya dengan bahasa asing yang dipelajari.
2) Guru menggunakan segala daya dan usaha serta media yang dapat
mendorong tumbuhnya penguasaan siswa dalam berbicara.
2. Metode Phonetik ( ) الطريقة الصوتية
Ciri-cirinya :
a. Metode ini dimulai dengan mempelajari alat-alat ucap dan melatih murid
bagaimana cara mengucapkan setiap huruf bahasa yang dipelajari dengan
baik (makhraj dan sifat huruf).
b. Kemudian murid mempelajari bagaimana cara membaca dan menulis
huruf.
c. Metode ini tidak selalu menggunakan bahasa asing yanng dipelajari.
Sekali-kali digunakan bahasa ibu/dialek. Sungguhpun demikian, yang
dominan digunakan adalah bahasa asing yang dipelajari.
Metode ini berhasil dalam membuat murid fasih dalam
mengucapkan kalimat asing, namun seringkali mereka dibuatnya bosan.
Ciri-cirinya :
a. Sebagaimana halnya metode nafsiyyah (psikologi), metode ini tidak
menggunakan terjemah dan pengantar dengan bahasa ibu/nasional
18
berdasarkan kepada suatu teori, bahwa seseorang dapat mempelajari suatu
bahasa asing secara thabi’iy (alami), maksudnya sebagaimana ia
mempelajari bahasa ibunya waktu kecil, sewaktu ia belajar bahasa ibu
dari ibunya, atau anggota keluarganya. Perhatikan bagaiamana seorang
ibu mengajar anaknya berbicara tanpa menggunakan terjemah sedikitpun.
b. Cara tersebut di atas berhasil dalam mengajar bahasa asing kepada anak-
anak, tidak sebagaiaman bila diterapkan pada orang dewasa, karena orang
dewasa lebih senang belajar bahasa melalui kegiatan membaca dan
menelusiri qawa’id.
19
c. Penjelasan guru dalam bahasa yang dipelajari melalui kegiatan dialog,
dan tanya jawab.
3. Metode ini dimulai dengan kegiatan guru melatih siswa mengucapkan bunyi.
Materinya adalah kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang berhubungan
dengan benda-benda yang terdapat di dalam kelas. Bila metode ini diterapkan
secara murni, kegiatan latihan mengucapkan bunyi-bunyi ini berlangsung
beberapa bulan, sehingga siswa dapat menguasai bunyi berupa intonasi
(tanghim) bahasa yang dipelajarinya dengan baik, tanpa terpengaruh oleh
bunyi dan intonasi bahasa ibu/nasional.
Perlu disebutkan disini, ukuran fasih atau baik di sini ialah bila
seseorang mengucapkan kalimat Arab atau berbicara dalam bahasa Arab,
maka orang Arab (penutur asli) akan dapat memahami makna yang diucapkan
atau yang dibicarakannya. Jadi tidak usah bahkan tidak mungkin seorang
pelajar Indonesia persis seperti orang Arab dalam mengucapkan bunyi-bunyi
Arab.
4. Metode ini mengajarkan (menjelaskan makna) kata-kata melalui serangkaian
kalimat-kalimat yang berkisar tentang kegiatan sehari-hari dan situasi-situasi
yang nyata, seperti bangun tidur, pergi shalat ke masjid, sarapan pagi,
membantu ibu, menuju ke sekolah, kegiatan di kelas, pergi ke pasar,
berbelajna, dan sebagainya.
5. Qawa’id, tidak diajarkan secara teoritis “tegas” sebagaimana pada metode
qawa’id dan terjemah, melainkan diajarkan dengan cara wazhify (terapan).
Disini guru mendorong murid untuk membuat generalisasi sendiri dari apa
yang telah dipelajarinya (induktif). Ini berlaku untuk tingkat dasar. Adapun
untuk tingkat selanjutnya, istilah-istilah qawa’id diberitahukan pula (fi’il,
fa’il, mubtada, khabar dan seterusnya), walaupun tidak dengan uraian dan
analisis seperti terdapat dalam buku-buku qawa’id lama.
6. Membaca, dilakukan terhadap materi bacaan yang telah didiskusikan terlebih
dahulu secara lisan (antara guru dan murid). Pada tingkat-tingkat membaca
berlangsung secara jahriyah (dengan suara nyaring), guru mendorong murid-
20
murid untuk memahami bahan bacaan secara langsung (tanpa terjemah).
Caranya dengan siyaq (konteks) .
7. Menulis, berupa :
a. murid mencatat kembali materi pelajaran yang telah dibacanya dan
didiskusikannnya bersama guru.
b. Meringkas materi pelajaran yang telah terlebih dahulu dibaca dan
didiskusikan
c. Insya
21
التلميذ ىف داخل الفصل: خالد
لتلميذ جديد+
هو داخل الفصل+
22
3. Bahasa itu adalah percakapan, bukan tulisan.
4. Bahasa adalah kebiasaan yang teratur
5. Yang perlu dipelajari pertama kali ialah bahasa bukan tentang bahasa (analisa
bahasa yang biasa ditemui dalam buku-buku qawa’id ).
6. Bahasa adalah apa yang diucapkan oleh penutur asli (abna lughah), bukan apa
yang seharusnya mereka katakan.
7. Bahasa-bahasa di dunia ini berbeda satu dengan yang lainnya.
Kelima prinsip ini berpengaruh sekali terhadap metode Sam’iyyah
syafawiyyah (aural-oral approach), dan tampak dalam ciri-ciri metode ini sebagai
berikut :
1. Kegiatan proses belajar mengajar yang pertama kali dilakukan bertujuan agar
pelajar menguasasi bahan pelajaran secara lisan terlebih dahulu, sebelum
diperlihatkan kepada mereka bagaimana bentuk tulisannya (prinsip 1). Dalam
hubungan ini, guru hendaknya betul-betul melatih mereka bagaimana cara
mengucapkan huruf dan kalimat dengan intonasi yang baik.
Jadi, metode ini mengajarkan empat keterampilan bahasa secara seimbang
dengan urutan sebagai berikut :
Istima’ (menyimak) – kalam (berbicara) – Qira’ah (membaca), dan –
Kitabah (menulis)
2. Langkah-langkah metode ini ialah mengajarkan dialog-dialog yang
mengandung ungkapan-ungkapan sebagai berikut :
- yang digunakan oleh penutur asli sehari-hari (prinsip 4)
- yang meliputi pola kalimat atau susunan kalimat yang banyak
frekuensinya.
Sedangkan kosakata yang diberikan masih terbatas sekali pada tingkat
permulaan ini, sebab yang paling penting di sini ialah pelajar menguasai
struktur atau pola kalimat terlebih dahulu.
3. Susunan atau pola-pola kalimat diajarkan dengan cara meniru dan menghafal
secara intensif, dengan tujuan agar pelajar semua menguasai benar susunan
23
atau pola kalimat itu sehingga mampu mengucapkannya secara otomatis
setiap kali diperlukan (prinsip 3).
4. Materi dan proses belajar mengajar berjalan dari yang mudah kepada yang
sulit.
5. Metode ini tidak menggunakan terjemah atau bahasa pengantar dalam bahasa
ibu/nasional pelajar. Sebagai gantinya, dalam menjelaskan makna sesuatu
kata atau kalimat guru menggunakan berbagau media pengajaran yang sesuai
(sebagaiaman metode langsung), kecuali bila hal itu sulit dipahami jika tanpa
terjemahan. Namun demikian, kegiatan terjemah tetap harus dilakukan secara
ekonomis (misalnya hanya dalam menerjemahkan kata-kata yang bermakna
abstrak saja seperti kata كرمي, سعيدdan semisalnya).
Proses terjemah yang tidak ekonomis sifatnya dalam metode ini tetap
dianggap membahayakan pelajar pada tingkat-tingkat permulaan, sebab akan
menyebabkan mereka berbicara bahasa Arab tetapi dengan menggunakan
struktur kalimat Indonesia, atau mereka akan selalu mencarikan padanannya
dalam bahasa Indonesia yang seringkali berbeda dengan kata dan struktur
kalimat bahasa Arab.
6. Qawa’id dipelajari hanya sebagai alat, bukan sebagai tujuan, dipelajari secara
kontekstual (siyagi), sedangkan analisa nahwu diperuntukan bagi mereka di
tingkat akhir (mutaqaddimah), atau buat mereka yang mempunyai
kecenderungan untuk menjadi ahli dalam studi bahasa itu (prinsip 3).
7. Metode ini memberikan perhatian khusus terhadap struktur kalimat yang
berbeda dengan struktur kalimat bahasa ibu/nasional. Seperti susunan kalimat
و يبقى لنا من الوقت ربع ساعة, هذا الكتاب يقرأه خالد
dilatihkan (drill, tadrib) secara lebih intensif dari pada latihan susunan
kalimat Arab yang ada padanannya dalam bahasa Indonesia, seperti susunan :
حممد يقرأ القرآن, هذا كتاب مجيل
24
8. Metode ini menghimbau guru untuk menggunakan media dan alat bantu
modern, seperti pita rekaman di laboratorium bahasa, terutama dalam rangka
kegiatan latihan istima’ dan kalam (berbicara).
9. Metode ini besar perhatiannya dalam menyebarkan materi pelajaran yang
telah diajarkan pada materi baru, agar pelajar tidak menemui banyak kesulitan
dalam mempelajari materi baru.
2. Perbedaannya
Perbedaan antara kedua metode tersebut adalah bahwa dalam metode
Sam’iyyah syafawiyyah terdapat hal-hal yang tidak terdapat dalam metode
Mubasyirah (langsung). Hal-hal dimaksud dianggap orang sebagai perbaikan
terhadap kelemahan-kelemahan metode Mubasyirah.
Hal-hal tersebut adalah :
a. Metode Sam’iyyah Syafawiyyah memberikan perhatian yang seimbang
kepada keempat keterampilan berbahasa, tetapi dengan urutan :
- menyimak
- berbicara
- membaca
25
- menulis
b. Metode Sam’iyyah Syafawiyyah besar perhatiannya dalam melatih murid
dengan pola-pola kalimat secara otomatis.
c. Dalam metode Sam’iyyah Syafawiyyah, materi disusun mulai dari yang
mudah kepada yang sulit.
d. Dalam metode Sam’iyyah Syafawiyyah, guru diperbolehkan menggunakan
terjemahan atau pengantar dalam bahasa ibu/Indonesia dalam menjelaskan
kata-kata atau kalimat yang sulit dipahami bila dijelaskan tanpa terjemah.
Tetapi, hal ini harus ekonomis.
e. Dalam metode Sam’iyyah Syafawiyyah, struktur kalimat bahasa Arab/asing
yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia/ibu dilatihkan secara
intensif.
f. Metode Sam’iyyah Syafawiyyah besar perhatiannya dalam menggunakan
media pengajaran serta alat bantu berupa pita rekaman (di laboratorium
bahasa) terutama di saat latihan menyimak dan berbicara.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Sam’iyyah Syafawiyyah
1. Kelebihannya, antara lain :
a. Dapat membuat murid lancar berbicara dalam bahasa asing (Arab) yang
dipelajari sejak dini, walaupun dengan materi pelajaran yang masih terbatas.
b. Dengan kegiatan drill ( دريبات88 8 ) تyang intensif, daya ingat dan menyimak
26
a. Latihan otomatis kadang-kadang membuat murid membeo, dalam penguasaan
bahasa asing (Arab) yang dipelajarainya.
b. Menghafal dan mengikuti ucapan guru (pita rekaman) kadang-kadang
menimbulkan rasa bosan di kalangan sementara murid.
c. Pengalaman menunjukkan bahwa metode ini amat cocok untuk murid-murid
yang senang kegiatan drama dan peragaan. Metode ini bermanfaat sekali bagi
murid-murid yang IQ-nya rendah, tidak begitu untuk yang pintar.
d. Metode ini membutuhkan guru yang baik ucapan serta intonasinya dalam
penguasaan bahasa asing (Arab) yang diajarkannya, luas pandangan serta
daya khayalnya, dan mampu memanfaatkan segala kesempatan dan situasi
dalam kelas untuk kepentingan tugasnya.
6- Metode Komunikatif
Metode mulai muncul pada tahun 70-an abad 20 ini, sebagi reaksi terhadap
Metode Sam’iyyah Syafawiyyah yang mendasarkan pada prinsif-prinsif kebahasaan
dan kejiwaan, khususnya dalam mengajarkan struktur dan susunan bahasa serta
berpedoman kepada pemikiran yang mengatakan bahwa mengajarkan bahasa tidak
lebih dari mengajarkan sejumlah kebiasaan yang bisa diperoleh dengan cara
mengulang dan meniru.
Para pengeritik Metode Sam’iyyah mengatakan bahwa bahasa itu mempunyai
karakteristik lain selain sebagai kebiasaan, yaitu bahwa bahasa adalah suatu ciptaan
baru yang mempunyai fungsi komunikatif. Oleh karena itu para pendukung Metode
Komunikatif ini, menganjurkan untuk menjadikan Kompetensi Komunikatif ini
sebagai tujuan dari pengajaran bahasa, sehingga faktor komunikasi harus betul-betul
dikembangkan dalam proses pembelajaran keterampilan bahasa.
Ide proses pembelajaran bahasa seperti itu, mulai dirumuskan secara sistematis
oleh seorang linguis Del Heims yang melontarkan ide “Kompetensi Komunikasi”. Ia
berpendapat bahwa orang yang memperoleh kompetensi tersebut, akan punya
kemampuan berbahasa dan pengetahuan yang cukup untuk memfungsikan
kemampuan tersebut dalam masyarakat bahasa mana pun. Tokoh berikutnya dalam
27
metode ini adalah Haliday yang merumuskan beberapa fungsi dasar yang bisa
diberikan oleh bahasa ibu, seperti:
1- Menyampaikan informasi
2- Mengungkapkan perasaan dan tujuan
3- Mendapatkan sesuatu
4- Interaksi dengan orang lain dan menentukan sikap.
Berdasarkan hal-hal di atas para pakar Metode Komunikatif berpendapat
bahwa pengajaran bahasa asing harus diarahkan pada pembelajaran media bahasa
untuk melakukan fungsi-fungsi tadi dengan memperhatikan keinginan dan tujuan
pemelajar bahasa.
28
6- Metode ini tidak mensyaratkan pengucapan yang baik, yang pokok adalah
kelancaran yang bisa diterima, karena itu cukuplah dengan pengucapan yang bisa
dipahami.
7- Metode ini tidak alergi dengan berbagai cara untuk mengajarkan nahwu, manakala
sang guru merasa bahwa cara itu dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan.
8- Metode ini tidak melarang penggunaan terjemah kepada bahasa antara, ketika
siswa memerlukannya.
9- Metode ini membolehkan untuk mengajarkan membaca dan menulis sejak awal
pembelajaran bahasa asing.
10- Dalam proses pembelajaran Metode ini secara mendasar bersandar kepada
materi-materi yang yang nyata, artinya kepada teks-teks yang disiarkan di radio,
televisi, dan ditulis di koran-koran dan majalah-majalah.
29
rampilan menyimak dan bercakap dapat membantu mengajarkan keteram-
pilan membaca dan menulis.
2- Metode ini tidak didasarkan pada prinsip gradasi dalam mengajarkan bunyi,
kosakata, atau struktur. Tetapi ia bersandar secara gradasi psikologis dan
didaktis kepada tujuan dan keinginan siswa. Hal demikian sulit bagi guru
untuk berhasil mencapai tujuan, lebih-lebih bila tujuan siswa beragam.
3- Metode Komunikatif nampaknya tidak bisa diterapkan dengan sukses untuk
semua tingkat pengajaran bahasa, lebih-lebih bila guru harus berpedoman
kepada materi yang riil yang belum disiapkan sebelumnya.
4- Dalam pelaksanaan Metode Komunikatif nampak bahwa materi riil yang
dipilih untuk diajarkan sering sekali membosankan dan dijauhi siswa.
F. KESIMPULAN
Melihat paparan tentang metode-metode pembelajaran bahasa Arab di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya tidak ada satu metode pun
yang dianggap paling baik dan paling super, karena masing-masing metode
memiliki kelebihan dan kekurangan. Dan tidak ada satu metode yang bisa dipakai
dimana saja dan kapan saja. Yang ada hanya metode yang tepat untuk tujuan
tertentu dalam situasi dan kondisi yang sesuai.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan munculnya metode-metode
baru hasil dari suatu pendekatan baru terhadap bahasa dan pembelajaran bahasa.
== m h s ==
DAFTAR PUSTAKA
- Al- Khuli, Muhammad “Ali, Dr, Asalib Tadris al-Lughah al-‘Arabiyyah,
Riyadh, Maktabah al-Farazdaq, 1986.
- Al- Hadidi, ‘Ali. Musykilat Ta’lim al-Lughah al-“Arabiyyah li Ghair al-
Arab, Cairo, 1986.
30
- Jabir, Abdul Hamid Jabir, al-Ta’allum wa Taknulujiya al Ta’lim, Cairo : Dar
al-Nahdhah al-Arabiyyah, 1979
- Moh. Matsna, MA., Dr. Orientasi Semantik Al- Zamakhsyari, Kajian Makna
Ayat-Ayat Kalam, Anglo, Ciputat, 2006.
== m h s ==
31