Anda di halaman 1dari 31

STRATEGI SAINTIFIK DALAM PENDIDIKAN KHUSUS

LAPORAN

Diajukan untuk memenuhi tugas Strategi Pembelajaran Pendidikan Khusus yang diampu oleh
Dr. Juhanaini, M.Ed. dan Rina Maryanti, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:

Amalia Dwi Anjayasti 2105893

Ariq Arfananda 2106951

Chintya Ramdhani 2106164

Salsabil Aulia Alaina 2108878

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Strategi Pembelajaran Pendidikan Khusus dengan judul “Strategi Saintifik Dalam Pendidikan
Khusus” dengan dosen pengampu Dr. Juhanaini, M.Ed. dan Rina Maryanti, S.Pd., M.Pd.

Kami menyadari selama penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan serta
dukungan banyak pihak. Maka kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Namun, kami juga menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
maupun kesalahan baik itu dalam penulisan, penyampaian materi, atau hal lainnya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandung, 1 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................................... iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................ 2
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 2
1.4 Manfaat ............................................................................................................................ 2
BAB II ........................................................................................................................................ 2
KAJIAN TEORI .......................................................................................................................... 3
2.1 Strategi Pembelajaran ...................................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Strategi Pembelajaran .............................................................................. 3
1.2.2 Komponen Strategi Pembelajaran .............................................................................. 5
1.2.3 Prinsip Strategi Pembelajaran .................................................................................... 7
2.2 Strategi Pembelajaran Saintifik dalam Pendidikan Khusus ............................................... 8
2.2.1 Pengertian Pendekatan Saintifik ................................................................................ 8
2.2.2 Prinsip Dalam Strategi Pembelajaran Saintifik ........................................................... 9
2.2.3 Langkah - Langkah Implementasi Pembelajaran Saintifik .......................................... 9
2.3 Anak Berkebutuhan Khusus ............................................................................................13
2.3.1 Definisi Anak Berkebutuhan Khusus .........................................................................13
2.3.2 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus .....................................................................14
2.3.3 Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus ..........................................................16
2.4 Anak dengan Hambatan Pendengaran ( Tunarungu) ......................................................17
BAB III ......................................................................................................................................24
PEMBAHASAN .........................................................................................................................24
3.1 Strategi Pembelajaran Saintifik terhadap Anak dengan Hambatan Pendengaran ............24
BAB IV ......................................................................................................................................27
PENUTUP.................................................................................................................................27
Daftar Pustaka ..........................................................................................................................28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Adanya upaya terus menerus untuk meningkatkan mutu pendidikan baik secara tradisional
maupun inovatif dalam menghadapi berbagai tantangan dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui proses pembelajaran saintifik diharapkan hasil belajar
siswa dapat berkembang dengan perspektif produktif, kreatif, inovatif melalui penguatan terpadu
sikap, keterampilan dan pengetahuan. Strategi pembelajaran sangat diperlukan untuk mendukung
pencapaian seluruh kompetensi yang terdapat dalam kurikulum 2013. Kurikulum memuat apa
yang diajarkan kepada siswa, pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran harus mampu
merangsang siswa dengan menghadirkan masalah kontekstual sehingga mereka dapat menerapkan
pengetahuannya atau mencoba memahami informasi yang diperlukan kemudian menganalisis dan
mencari solusi dari masalah yang ada. Dalam kerangka ini diperlukan peran guru yang baik untuk
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, gembira, penuh semangat dan berani
mengemukakan pendapat secara terbuka untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan pembelajaran.
Pendekatan saintifik dapat diterapkan oleh setiap guru di seluruh mata pelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Menurut publikasi Permendikbud nomor 103 Tahun 2014 terdapat pendekatan saintifik
dalam bentuk kegiatan pembelajaran, yang meliputi pengalaman belajar berupa observasi, tanya
jawab, pengumpulan informasi (eksperimen), diskusi (asosiasi), dan komunikasi. Untuk
mendapatkan lima pengalaman, Permendikbud No. 22 Tahun 2016, merekomendasikan penerapan
pembelajaran penemuan/penelitian (pembelajaran penemuan/penyelidikan), pembelajaran
berbasis masalah ( pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran berbasis proyek). Sebagai
salah satu pendekatan pembelajaran, pendekatan saintifik menitikberatkan pada penerapan metode
saintifik. Pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya mengembangkan
kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan observasi atau eksperimen, tetapi juga
mengembangkan pemikiran kritis dan kreatif siswa saat merenovasi atau menciptakan karya.
Pendekatan saintifik dapat mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendekatan saintifik dalam pembelajaran bagi ABK?
2. Apa yang menjadi keunggulan dan kelemahan Pendekatan Pembelajaran Saintifik dalam
Pembelajaran bagi ABK?
3. Bagaimana prinsip-prinsip penggunaan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran bagi
ABK?
4. Bagaimana langkah-langkah penggunaan pendekatan saintifik dalam pembelajaran bagi
ABK?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pendekatan saintifik dalam pembelajaran bagi ABK
2. Mengetahui keunggulan dan kelemahan pendekatan pembelajaran saintifik bagi ABK
3. Mengetahui prinsip-prinsip penggunaan pendekatan pembelajaran saintifik bagi ABK
4. Mengetahui langkah-langkah penggunaan pendekatan pembelajaran saintifik bagi ABK

1.4 Manfaat
1. Meningkatkan pemahaman konsep Pendekatan ini membimbing mereka melalui praktik
sehingga siswa dapat mengembangkan konsep belajarnya secara mandiri. Agar siswa
memahami konsep melalui pendekatan saintifik ini. Selain menghafal, mereka juga
mendapatkan pemahaman konsep yang mendalam.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir sistematis Dengan pendekatan ini, proses belajar
mengajar berlangsung secara konsisten dan sistematis. Sehingga dapat mendorong dan
meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir sistematis dan memahami serta
memecahkan suatu masalah.
3. Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Mahasiswa juga diharapkan dapat
meningkatkan keterampilan komunikasinya melalui pendekatan ini sehingga banyak
gagasan yang dapat disampaikan melalui komunikasi. Selain ide, diharapkan kemampuan
menyajikan diskusi pemecahan masalah, diskusi topik pengolahan data, sehingga hasil
belajar dikomunikasikan dengan baik baik lisan maupun tulisan.

BAB II

2
KAJIAN TEORI

2.1 Strategi Pembelajaran


2.1.1 Pengertian Strategi Pembelajaran
Kata strategi berasal dari bahasa Latin, yaitu ‘strategia’ yang berarti seni penggunaan
rencana untuk mencapai tujuan. (Al Muchtar, dkk., 2007: 1.2) Secara umum strategi adalah alat,
rencana, atau metode yang digunakan untuk menyelesaikan suatu tugas (Beckman, 2004: 1).
Sedangkan pembelajaran adalah terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa Yunani
disebut instructus atau “intruere” yang berarti menyampaikan pikiran, dengan demikian arti
pembelajaran adalah menyampaikan pikiran, ide yang telah diolah secara bermakna melalui
pembelajaran (Warsita, 2008: 265). Definisi ini lebih berorientasi kepada pendidik (guru) sebagai
pelaku perubahan.
Dalam konteks pembelajaran, strategi berkaitan dengan pendekatan dalam penyampaian
materi pada lingkungan pembelajaran. Strategi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai pola
kegiatan pembelajaran yang dipilih dan digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan
karakteristik peserta didik, kondisi sekolah, lingkungan sekitar dan tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Strategi pembelajaran terdiri dari metode, teknik, dan prosedur yang akan menjamin
bahwa peserta didik akan betul-betul mencapai tujuan pembelajaran. Kata metode dan teknik
sering digunakan secara bergantian (Al Muchtar, dkk., 2007: 1.3). Untuk itu, strategi pembelajaran
harus disesuaikan dengan tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditentukan agar diperoleh
langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien (Gerlach dan Ely, 1971: 207).
Menurut Miarso (2005), strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh
pembelajaran dalam suatu sistem pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan kerangka
kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan
atau teori belajar tertentu. Seels dan Richey (1994: 31) menyatakan bahwa strategi pembelajaran
merupakan rincian dari seleksi pengurutan peristiwa dan kegiatan dalam pembelajaran, yang
terdiri dari metode-metode, teknik- teknik maupun prosedur-prosedur yang memungkinkan
peserta didik mencapai tujuan. Kauchak dan Eggen (1993: 12) mengartikan strategi pembelajaran
sebagai seperangkat kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Romiszowsky (1981) strategi dalam konteks kegiatan pembelajaran mengandung
makna, yaitu untuk mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar dengan memilih metode-metode

3
yang dapat mengembangkan kegiatan belajar peserta didik secara lebih aktif. Pendapat yang
hampir sama dikemukakan Dick dan Carey (1978: 106) yang mengatakan strategi belajar mengajar
mencakup keseluruhan komponen pembelajaran yang bertujuan menciptakan suatu bentuk
pembelajaran dengan kondisi tertentu agar dapat membantu proses belajar peserta didik.
Sedangkan Semiawan (1996) berpendapat ditinjau dari segi proses pembelajaran strategi belajar
mengajar merupakan proses bimbingan terhadap peserta didik dengan menciptakan kondisi belajar
murid secara lebih aktif.
Setiap strategi pembelajaran yang dikembangkan, menurut Romiszowsky (1981:294)
harus selalu mencerminkan posisi teoretis yang merujuk pada bagaimana seharusnya pembelajaran
itu dilaksanakan. Karena itu, Hamalik (1993:2) mendefinisikan strategi belajar mengajar sebagai
suatu sistem yang menyeluruh yang terdiri dari sejumlah komponen, yakni komponen masukan
(in put), komponen proses (process), dan komponen produk (out put). Salusu (1996:101)
berpandangan strategi merupakan suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya untuk
mencapai sasarannya melalui hubungan yang efektif dengan lingkungan dan kondisi yang lebih
menguntungkan.
Dari batasan-batasan itu, dapat dipahami bahwa strategi pembelajaran merupakan
pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam mengelola kegiatan pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan secara efektif dan efisien. Sebagai suatu pola aktivitas pendidik – peserta
didik, strategi pembelajaran memuat sejumlah komponen yang membentuk jalinan keterkaitan
dalam wadah yang disebut dengan pola pembelajaran. Dick dan Carey (1996: 183) memandang
strategi pembelajaran sebagai penjelasan tentang komponen- komponen umum dari seperangkat
materi pembelajaran dan prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan itu, untuk
menghasilkan suatu hasil belajar tertentu pada peserta didik.
Menurut Suparman (1997: 157) strategi pembelajaran merupakan perpaduan urutan
kegiatan pembelajaran (tahap-tahap yang perlu dilalui/diikuti dalam penyajian materi
pembelajaran) metode atau teknik pembelajaran ( prosedur teknis pengorganisasian bahan dan
pengelolaan peserta didik dalam proses pembetlajaran), media pembelajaran (peralatan dan bahan
pembelajaran yang digunakan sebagai media proses pembelajaran), dan waktu pembelajaran
(waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan pembelajaran).

4
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah
keseluruhan pola umum kegiatan pendidik dan peserta didik dalam mewujudkan peristiwa
pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan, secara efektif dan efisien terbentuk oleh paduan
antara urutan kegiatan, metode dan media pembelajaran yang digunakan, serta waktu yang
digunakan pendidik dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

1.2.2 Komponen Strategi Pembelajaran


Dick dan Carey dalam Nasution, W.N.,(2017) menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen
strategi pembelajaran, yaitu:
1. Kegiatan pembelajaran pendahuluan
2. Penyampaian informasi
3. Partisipasi peserta didik
4. Tes
5. Kegiatan lanjutan.
Pertama, kegiatan pembelajaran pendahuluan. Kegiatan pembelajaran pendahuluan
memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Pada kegiatan ini pendidik diharapkan dapat
menarik minat peserta didik atas materi pelajaran yang akan disampaikan. Kegiatan pendahuluan
yang disampaikan dengan menarik akan dapat memotivasi peserta didik untuk belajar.
Sebagaimana iklan yang berbunyi: “Kesan pertama begitu menggoda…. selanjutnya terserah
anda…”, maka demikian pula dengan peserta didik yang dihadapi pendidik (guru). Cara guru
memperkenalkan materi pelajaran melalui contoh-contoh ilustrasi tentang kehidupan sehari-hari
atau cara guru menyakinkan apa manfaat mempelajari pokok bahasan tertentu akan sangat
mempengaruhi motivasi belajar peserta didik (Nurani, dkk. Dalam Nasution, W.N., 2017).
Kedua, penyampaian informasi. Dalam kegiatan ini pendidik akan menetapkan secara pasti
informasi, konsep, aturan, dan prinsip-prinsip apa yang perlu disajikan kepada peserta didik. Di
sinilah penjelasan pokok tentang semua materi pembelajaran. Kesalahan utama yang sering terjadi
pada tahap ini adalah menyajikan informasi terlalu banyak, terutama jika sebagian besar informasi
itu tidak relevan dengan tujuan pembelajaran (Al Muchtar, dkk. Dalam Nasution, W.N., 2017). Di
samping itu, pendidik harus memahami dengan baik situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi, yaitu urutan, ruang lingkup,
dan jenis materi.

5
Ketiga, partisipasi peserta didik. Partisipasi peserta didik sangat penting dalam proses
pembelajaran. Proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila peserta didik secara aktif
melakukan latihan-latihan secara langsung dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah
ditetapkan (Nurani, dkk. Dalam Nasution, W.N., 2017). Terdapat beberapa hal penting yang terkait
dengan partisipasi peserta didik.
● Latihan dan praktik seharusnya dilakukan setelah peserta didik diberi informasi tentang
suatu pengetahuan, keterampilan dan sikap. Agar materi tersebut benar-benar
terinternalisasi (relatif mantap dan menetap dalam diri mereka) maka kegiatan selanjutnya
adalah hendaknya peserta didik diberi kesempatan untuk berlatih atau mempraktikkan
pengetahuan, sikap, keterampilan tersebut;
● Umpan balik. Segera setelah peserta didik menunjukkan perilaku tertentu sebagai hasil
belajarnya, maka pendidik memberikan umpan balik terhadap hasil belajar tersebut.
Melalui umpan balik yang diberikan oleh pendidik, peserta didik akan segera mengetahui
apakah jawaban yang merupakan kegiatan yang telah mereka lakukan itu benar/salah,
tepat/tidak tepat atau ada sesuatu yang perlu diperbaiki. Umpan balik dapat berupa
penguatan positif dan penguatan negatif. Melalui penguatan positif (baik, bagus, tepat
sekali, dan sebagainya), diharapkan perilaku tersebut akan terus dipelihara atau
ditunjukkan oleh peserta didik. Sebaliknya melalui penguatan negatif (kurang tepat, salah,
perlu disempurnakan dan sebagainya), diharapkan perilaku tersebut akan dihilangkan oleh
peserta didik.
Keempat, tes. Ada dua jenis tes atau penilaian yang biasa dilakukan oleh kebanyakan
pendidik, yaitu pretest dan posttest (Al Muchtar, dalam Nasution W.N., 2017). Secara umum tes
digunakan oleh pendidik untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran khusus telah tercapai atau
belum dan apakah pengetahuan, keterampilan dan sikap telah benar-benar dimiliki peserta didik
atau belum. Pelaksanaan tes biasanya dilaksanakan di akhir kegiatan pembelajaran setelah peserta
didik melalui berbagai proses pembelajaran, yaitu penjelasan tujuan di awal kegiatan
pembelajaran, penyampaian informasi berupa materi pembelajaran. Di samping itu, pelaksanaan
tes juga dilakukan setelah peserta didik melakukan latihan atau praktik (Nurani, dkk. Dalam
Nassution, W.N.,2017).
Kelima, kegiatan lanjutan. Kegiatan lanjutan atau follow up, secara prinsip ada
hubungannya dengan hasil tes yang telah dilakukan. Karena kegiatan lanjutan esensinya adalah

6
untuk mengoptimalkan hasil belajar peserta didik (Winaputra, dalam Nasution, W.N., 2017).
Adapun kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan hasil belajar peserta didik
antara lain adalah sebagai berikut.
1. Memberikan tugas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah;
2. Menjelaskan kembali bahan pelajaran yang dianggap sulit oleh peserta didik;
3. Membaca materi pelajaran tertentu;
4. Memberikan motivasi dan bimbingan belajar.
Sementara itu, menurut Miarso dalam Nasution, W.N., (2017), komponen atau unsur yang
lazim terdapat dalam strategi pembelajaran antara lain adalah tujuan umum pembelajaran, teknik,
pengorganisasian kegiatan pembelajaran, peristiwa pembelajaran, urutan belajar, penilaian,
pengelolaan kegiatan belajar/kelas, tempat atau latar, dan waktu. Senada dengan itu, Suparman
dalam Nasution, W.N., (2017) menyatakan bahwa ada empat komponen utama strategi
pembelajaran yaitu:
1. Urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan pendidik dalam menyampaikan isi
pelajaran kepada peserta didik;
2. Metode pembelajaran, yaitu cara pendidik mengorganisasikan materi pelajaran dan peserta
didik agar terjadi proses belajar secara efektif dan efisien;
3. Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan instruksional yang digunakan pendidik dan
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran;
4. Waktu yang digunakan oleh pendidik dan peserta didik dalam menyelesaikan setiap
langkah dalam kegiatan pembelajaran.

1.2.3 Prinsip Strategi Pembelajaran


Setiap strategi pembelajaran memiliki kekhasan dan keunikan sendiri-sendiri. Tidak ada
strategi pembelajaran tertentu yang lebih baik dari strategi pembelajaran yang lain. Untuk itu,
pendidik harus mampu memilih strategi yang dianggap cocok dengan keadaan. Menurut Sanjaya
dalam Nasution, W.N., (2017), ada empat prinsip umum yang harus diperhatikan pendidik dalam
penggunaan strategi pembelajaran, yaitu:
1. Berorientasi pada tujuan.
Dalam sistem pembelajaran, tujuan merupakan komponen yang utama. Segala aktivitas
pendidik dan peserta didik, mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah

7
ditentukan, karena keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat dilihat dari keberhasilan
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran
2. Aktivitas.
Belajar bukan hanya menghafal sejumlah fakta atau informasi, tapi juga berbuat,
memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu,
strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas peserta didik, baik aktivitas fisik,
maupun aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental
3. Individualitas.
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu peserta didik. Walaupun pendidik
mengajar pada sekelompok peserta didik, namun pada hakikatnya yang ingin dicapai
adalah perubahan perilaku setiap peserta didik. Pendidik yang berhasil adalah apabila ia
menangani 40 orang peserta didik seluruhnya berhasil mencapai tujuan; dan sebaliknya
dikatakan pendidik yang tidak berhasil manakala dia menangani 40 orang peserta didik 35
tidak berhasil mencapai tujuan pembelajaran
4. Integritas.
Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi peserta didik.
Dengan demikian, mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja,
tetapi juga mengembangkan aspek afektif dan aspek psikomotor. Oleh karena itu, strategi
pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh kepribadian peserta didik yang
mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik secara terintegrasi.
Keempat prinsip tersebut sejalan dengan peraturan pemerintah No. 32 tahun 2013, yang
menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satu satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap
satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta
penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian
kompetensi lulusan.

2.2 Strategi Pembelajaran Saintifik dalam Pendidikan Khusus


2.2.1 Pengertian Pendekatan Saintifik

8
Menurut Hosnan (2014) pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan
masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data (menalar), menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau
prinsip yang di temukan.
Dalam konteks pendidikan khusus pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada anak berkebutuhan khusus dalam mengenal, memahami berbagai materi
menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak
tergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang
diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai
sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
2.2.2 Prinsip Dalam Strategi Pembelajaran Saintifik
Menurut Imas kurniasih (2014:34) Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
(1) pembelajaran berpusat pada siswa,
(2) pembelajaran membentuk students self concept,
(3) pembelajaran terhindar dari verbalisme,
(4) pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi
konsep , hukum, dan prinsip.
(5) pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berfikir siswa.
(6) pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi pengajar guru.
(7) memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.
(8) adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam
struktur kognitifnya.
2.2.3 Langkah - Langkah Implementasi Pembelajaran Saintifik
Menurut Imas Kurniasih (2014:38) langkah-langkah pendekatan saintifik adalah:
1. Mengamati
Menurut Imas Kurniasi (2014:38) Model mengamati mengutamakan
kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Model ini memiliki

9
keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang
dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya.
Mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah
sebagai berikut : (1) Menentukan objek apa yang akan di observasi, (2) Membuat pedoman
observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi, (3) Menentukan secara jelas
data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder, (4) Menetukan di
mana tempat yang akan di observasi, (5) Menentukan secara jelas bagaimana observasi
akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar, (6)
Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan
buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat lainnya.
2. Menanya
Menurut Imas Kurniasih (2014:42) Guru yang efektif mampu menginspirasi
peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau
memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta
didiknya, ketika itu pula dia mendorong peserta didiknya itu untuk menjadi penyimak dan
pembelajar yang baik.
Fungsi bertanya adalah : (1) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian
peserta didik tentang suatu tema atau topok pembelajaran. (2) Mendorong dan
menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan
untuk dirinya sendiri. (3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus
menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya, (4)Mensrukturkan tugas-tugas dan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan,
dan pemahaman atas substansi pembelajaraan yang di berikan, (5) Membangkitkan
keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi
jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar, (6)
Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan
kemampuan berfikir, dan menarik kesimpulan, (7) Membangun sikap keterbukaan untuk
saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan memperkaya kosa kata, serta
mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok, (8) Membiasakan peserta
didik berfikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba

10
muncul, (9) Melatih kesatuan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati
satu sama lain.
3. Mencoba
Menurut Imas Kurniasih(2014:51) Kegiatan “mengumpulkan informasi”
merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta
didik dapat membaca buku dengan lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek
yang lebih teliti,atau bahkan melakukan eksperimen.dari kegiatan tersebut terkumpul
sejumlah informasi.
4. Menalar
Menurut Imas Kurniasih (2014:51) Istilah aktivitas menalar dalam konteks
pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori
belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk
pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa
untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer
peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan
peristiwa lain. Pengalamanpengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan
berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal
sebagai asosiasi atau menalar.
5. Menarik Kesimpulan
Menurut Imas Kurniasih(2014:52) Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran
dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau
informasi setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola
dari keterkaitan tersebut selanjutnya secara bersamasama dalam satu kesatuan kelompok,
atau secara individual membuat kesimpulan.
6. Mengkomunikasikan
Menurut Imas Kurniasih (2014:53) Pada pendekatan saintifik guru di harapkan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah
mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa
yang di temukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan
pola. Hasil tersebut di sampaikan di kelas dan di nilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta

11
didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “menginformasikan” dalam kegiatan
pembelajaran sebagai mana di sampaikan dalam permendikbud Nomor 81a tahun 2013,
adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara
lisan, tertulis, atau media lainnya.
2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus
a. Kelebihan Pendekatan Pembelajaran Saintifik
(Abidin, Y. 2014) dengan karakteristik yang terdapat dalam langkah-langkah
pembelajarannya, pendekatan saintifik memiliki kelebihan sebagai berikut :
1. Mendorong atau melatih peserta didik untuk lebih aktif dalam pembelajaran.
2. Memandu siswa untuk memecahkan masalah melalui kegiatan perencanaan yang
matang, pengumpulan data, analisis data untuk menghasilkan kesimpulan.
3. Menuntun siswa berpikir sistematis, kritis, kreatif, melakukan aktivitas penelitian dan
membangun konseptualisasi pengetahuan.
4. Membina kepekaan siswa terhadap problematika yang terjadi di lingkungannya.
5. Membina kemampuan siswa dalam berargumentasi dan komunikasi.
6. Penilaian hasil akhir dari pembelajaran didapat dari semua aspek, tidak sebatas
pengetahuan saja. Oleh karenanya, pembelajaran dengan pendekatan saintifik diharapkan
menjadikan peserta didik lebih berkarakter baik dan berpengetahuan.
b. Kekurangan atau kelemahan pendekatan pembelajaran saintifik
1. Dapat menghambat laju pembelajaran yang menyita waktu.
2. Kegagalan dan kesalahan dalam melakukan eksperimen akan berakibat pada kesalahan
penyimpulan.
3. Apabila terdapat siswa yang kurang berminat terhadap materi yang dipelajari, dapat
menyebabkan pembelajaran menjadi tidak efektif.
Dalam menyikapi beberapa kekurangan yang mungkin ditemui dalam penerapan
pendekatan saintifik di atas, tentu saja guru harus selalu berupaya untuk meminimalisirnya.
Misalnya untuk menghindari kesalahan penyimpulan, guru perlu memantau sekaligus memberikan
bantuan (scaffolding) selama proses pembelajaran. Sedangkan untuk antisipasi pembelajaran yang
menyita waktu maupun untuk menarik minat siswa, guru perlu melakukan persiapan matang
termasuk dari segi bahan ajar yang memenuhi kriteria praktis, dan efektif.

12
2.3 Anak Berkebutuhan Khusus
2.3.1 Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki kelainan fisik, mental, tingkah
laku (behavioral) atau inderanya memiliki kelainan yang sedemikian rupa sehingga untuk
mengembangkan secara maksimum kemampuannya (capacity) membutuhkan pendidikan luar
biasa yang beda dari anak kebanyakan. Mereka pada dasarnya memiliki hak yang sama dengan
anak normal untuk dapat tumbuh dan berkembang di tengah lingkungan keluarga, maka sekolah
luar biasa sebagai salah satu wadah bagi pembinaan anak berkebutuhan khusus harus dikemas dan
dirancang sedemikian rupa sehingga program dan layanannya dekat dengan lingkungan anak
berkebutuhan khusus. (Zakiah Daradjat, dalam Nisa, K. dkk. (2018))
Anak berkebutuhan khusus merupakan bagian dari anak dengan memiliki karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada
ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Anak berkebutuhan khusus juga dapat diartikan
sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar
dan kebutuhan masing-masing anak secara individual. Disamping itu, beberapa pendapat ahli
tentang anak berkebutuhan khusus, sebagai berikut:
1) Menurut Hargio, anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dalam
keadaan dimensi penting dari fungsi kemanusiaannnya, mereka adalah secara fisik,
psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan atau kebutuhan dan
potensinya secara maksimal, sehingga memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga
profesional. (Hargio, dalam Nisa, K. dkk, (2018))
2) Menurut Mulyono Abdurrahman, anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa adalah
anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal ciri- ciri mental, kemampuan-
kemampuan sensorik, fisik, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi,
maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas. Sejauh ia memerlukan modifikasi
dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan
untuk pengembangan potensi atau kapasitasnya secara maksimal. (Mulyono Abdurrahman,
dalam Nisa, K. dkk. (2018))
Jadi dari berbagai pendapat, dapat disimpulkan bahwasanya Anak berkebutuhan khusus
juga diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan

13
hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual. Mereka secara fisik,
psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan kebutuhan dan potensinya secara
maksimal, sehingga memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional. Anak
berkebutuhan khusus merupakan kondisi di mana anak memiliki perbedaan dengan kondisi anak
pada umumnya, baik dalam faktor fisik, kognitif maupun psikologis, dan memerlukan penanganan
semestinya sesuai dengan kebutuhan anak tersebut.

2.3.2 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


Anak Berkebutuhan Khusus sangatlah beragam, keberagaman tersebut dikarenakan Anak
Berkebutuhan Khusus memiliki kekhasannya masing-masing. Maka dapat diketahui bahwa Anak
Berkebutuhan Khusus bukan hanya anak yang mengalami cacat fisik saja, anak yang memiliki
kelemahan pada intelektual dan sosialnya juga termasuk Anak Berkebutuhan Khusus. Menurut
Garnida dalam Ridwan, R., & Bangsawan, I. (2021) Anak Berkebutuhan Khusus dikelompokkan
menjadi sembilan diantaranya:
1. Tunanetra
Anak tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa
ketidakmampuan melihat secara menyeluruh atau sebagian sehingga membutuhkan
layanan khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya. Berdasarkan kemampuan daya
melihatnya, anak tunanetra diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Anak kurang awas (low vision): Penyandang low vision masih mampu melakukan
kegiatan yang berhubungan dengan penglihatan. Namun penyandang low vision memiliki
persepsi yang berbeda.
b. Anak tunanetra total (totally blind): Penyandang tunanetra blind atau buta total adalah
tunanetra yang sama sekali tidak memiliki persepsi visual.
2. Tunarungu
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya
sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Anak tunarungu memiliki
gangguan pada pendengarannya sehingga tidak mampu mendengarkan bunyi secara
menyeluruh atau sebagian. Meskipun telah diberikan alat bantu dengar, mereka tetap
memerlukan layanan pendidikan khusus.
3. Tunagrahita

14
Anak tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan
perkembangan mental-intelektual di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya. Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga
indikator, yaitu:
● Keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata
● Ketidakmampuan dalam perilaku sosial/adaptif
● Hambatan perilaku sosial/adaptif terjadi pada usia perkembangan yaitu sampai
dengan usia 18 tahun.
4. Tunadaksa
Rachmayana (2013) dalam Ridwan, R., & Bangsawan, I. (2021) mendefinisikan tuna
daksa/cacat fisik adalah sebutan bagi orang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan
fungsi anggota tubuhnya karena faktor bawaan sejak lahir. Gangguan yang dialami
menyerang kemampuan motorik mereka. Gangguan yang terjadi mulai dari gangguan otot,
tulang, sendi dan atau sistem saraf yang mengakibatkan kurang optimalnya fungsi
komunikasi, mobilitas, sosialisasi dan perkembangan keutuhan pribadi.
5. Tunalaras
Anak tunalaras adalah anak yang berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat
dan sangat berat sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau
keduanya sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan (Direktorat PSLB dalam
Ridwan, R., & Bangsawan, I. (2021)).
6. Anak gangguan spesifik
Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi), kreativitas, dan
tanggungjawab di atas anak-anak normal seusianya, sehingga untuk mewujudkan
potensinya menjadi prestasi nyata memerlukan pelayanan khusus. Anak CIBI dibagi
menjadi tiga golongan sesuai dengan tingkat intelegensi dan kekhasan masing-masing,
diantaranya:
● Superior
● Gifted (Anak Berbakat)
● Genius.
7. Lamban belajar

15
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di
bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami
hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi
masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan
yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat
menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik.
8. Cerdas istimewa dan bakat istimewa
Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama dalam hal kemampuan membaca,
menulis dan berhitung atau matematika. Hal tersebut disebabkan karena faktor disfungsi
neurologis, bukan disebabkan karena faktor intelegensi.
9. Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks, meliputi gangguan komunikasi,
interaksi sosial, dan aktivitas imaginatif, yang mulai tampak sebelum anak berusia tiga
tahun, bahkan anak yang termasuk autisme infantil gejalanya sudah muncul sejak lahir.

2.3.3 Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus (ABK) diartikan sebagai individu-individu yang mempunyai
karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang normal oleh masyarakat pada
umumnya. Secara lebih khusus anak berkebutuhan khusus menunjukkan karakteristik fisik,
intelektual, dan emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi dari anak normal sebayanya atau
berada di luar standar normal. Sehingga mengalami kesulitan dalam meraih kesuksesan baik dari
segi sosial, personal, maupun aktivitas Pendidikan (Bachri, 2010). Kekhususan yang mereka miliki
menjadikan anak berkebutuhan khusus memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengoptimalkan potensi dalam diri mereka secara sempurna.
Menurut Irwanto, dkk. Dalam Ridwan, R., & Bangsawan, I. (2021), secara garis besar
faktor penyebab anak berkebutuhan khusus jika dilihat dari masa terjadinya dapat dikelompokkan
menjadi 3 macam yaitu:
1. Pra Kelahiran (Sebelum Lahir)
Yaitu masa anak masih berada dalam kandungan telah diketahui mengalami kelainan dan
ketunaan. Kelainan yang terjadi pada masa prenatal berdasarkan periodisasinya dapat

16
terjadi pada periode embrio, periode janin muda, dan periode aktini (sebuah protein yang
penting dalam mempertahankan bentuk sel dan bertindak Bersama-sama dengan mioin
untuk menghasilkan gerakan sel). Antara lain: Gangguan Genetika (kelainan kromosom,
transformasi), Infeksi kehamilan, Usia Ibu Hamil (High risk group), Keracunan Saat
Hamil, Pengguguran, dan Lahir Prematur.
2. Terjadi Selama Proses Kelahiran
Adalah dimana anak mengalami kelainan pada saat proses melahirkan. Ada beberapa sebab
kelainan saat anak dilahirkan, antara lain anak lahir sebelum waktunya, lahir dengan
bantuan alat, posisi bayi tidak normal, penggunaan obat analgesik (penghilang nyeri), dan
anesthesia (keadaan narkosis), kelainan ganda atau karena kesehatan bayi yang kurang
baik. Proses kelahiran lama (Anoxia), premature, kekurangan oksigen, kelahiran dengan
alat bantu (vacum), kehamilan terlalu lama atau lebih 40 minggu.
3. Terjadi Setelah Proses Kelahiran
Yaitu, dimana kelainan itu terjadi setelah bayi dilahirkan, atau saat anak dalam masa
perkembangan. Ada beberapa sebab kelainan setelah anak dilahirkan antara lain infeksi
bakteri (TBC/Virus), kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi), kecelakaan, dan keracunan.

2.4 Anak dengan Hambatan Pendengaran ( Tunarungu)


1. Definisi Tunarungu
Anak tunarungu ialah salah satu dari anak berkebutuhan khusus yang rata-rata
memiliki kemampuan intelektual normal bahkan di atas normal serta pertumbuhan fisik
yang sehat. Kemampuan bicara mereka menjadi berada di bawah anak anak pada umumnya
karena disebabkan minimnya perolehan informasi melalui indra pendengarannya.
Sebagaimana kata tunarungu diambil dari tuna dan rungu, bahwa tuna berarti kurang dan
rungu berarti pendengaran. dari masing masing derajat ketunarunguan pada penyandang
tunarungu mempunyai konsekuensi tersendiri pada masalah komunikasi bahasa. menurut
Soewito pada buku Ortho paedagogik Tuna Rungu merupakan : “seseorang yang
mengalami ketulian berat hingga total, yang tidak bisa menangkap tutur kata tanpa
membaca bibir lawan bicaranya”. Anak tunarungu merupakan anak yang mengalami
kehilangan kemampuan mendengar baik itu sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan

17
kerusakan fungsi pendengaran baik sebagian atau seluruhnya sehingga membawa akibat
kompleks terhadap kehidupannya.
Anak tunarungu adalah anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya
sehingga tidak bisa mendengar suara dengan sempurna atau bahkan tidak bisa mendengar
sama sekali, namun dipercayai bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak mampu
mendengar sama sekali. Walaupun sangat sedikit, masih terdapat sisa -sisa pendengaran
yang masih bisa dioptimalkan pada anak tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu,
terutama tentang pengertian tunarungu ada beberapa pengertian sesuai dengan pandangan
masing-masing. menurut Andreas Dwidjosumarto mengemukakan bahwa seseorang yang
tidak atau kurang bisa mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing). Rahmah, F.
N. (2018). menurut WHO, ketulian (deafness) ialah kehilangan kemampuan untuk
mendengar secara total pada satu atau dua telinga, sedangkan tunarungu (hearing
impairment) mengacu pada kehilangan kemampuan mendengarkan baik sebagian ataupun
seluruhnya.
2. Karakteristik Tunarungu
Karakteristik anak tunarungu dari segi fisik tidak mempunyai ciri yang khas, sebab
secara fisik anak tunarungu tidak mengalami gangguan yang terlihat. akibat
ketunarunguannya, anak tunarungu mempunyai ciri yang khas dari segi yang berbeda.
Mengenal serta mengidentifikasi anak tunarungu, perlu adanya kemampuan untuk
mengetahui ciri yang dimilikinya. Berikut adalah merupakan ciri anak tunarungu menurut
Hidayat:
1) Karakteristik Fisik
a. Cara berjalan kaku dan agak membungkuk karena daya keseimbangannya
terganggu
b. Gerak kaki dan tangannya lincah/cepat sebab sering digunakan untuk
berkomunikasi
c. Gerakan matanya cepat, apabila organ ini tidak dijaga dengan baik dapat
berakibat kemampuan melihat menurun karena selalu digunakan sebagai
pengganti alat pendengarannya.
d. Kemampuan bernafas pendek pendek terganggu

18
2) Karakteristik dari Segi Bicara/Bahasa
a. Biasanya tunarungu mengalami ketidakmampuan dalam berbahasa
b. Tunarungu yang diperoleh sejak lahir dapat belajar bicara dengan suara
normal
c. Anak tunarungu miskin akan kosakata
d. Mengalami kesulitan dalam mengartikan ungkapan ungkapan bahasa yang
mengandung arti kiasan dan kata abstrak
e. Dia kurang menguasai iraha dan gaya bahasa
f. Dia mengalami kesulitan dalam berbahasa verbal dan pasif dalam berbahasa
3) Karakteristik Kepribadian
a. Anak tunarungu yang tidak berpendidikan cenderung murung, penuh
curiga, curang, tidak simpatik, tidak dapat dipercaya, cemburu dan
sebagainya.
b. Lingkungan yang menyenangkan dan memanjakan dapat berpengaruh
terhadap ketidakmampuan dalam penyesuaian mental maupun emosi
c. Anak tunarungu menunjukan kondisi yang lebih neurotik, mengalami
ketidakamanan dan berkepribadian tertutup (introvert)
4) Karakteristik Emosi dan Sosialnya
a. Suka menafsirkan secara negatif
b. Kurang mampu dalam mengendalikan emosinya dan sering emosi
bergejolak
c. Memiliki perasaan rendah diri dan merasa diasingkan
d. Memiliki rasa cemburu dan prasangka karena tidak diperlakukan dengan
adil serta sulit bergaul
5) Karakteristik Intelektual
a. Kemampuan intelektualnya normal. Pada dasarnya anak-anak tunarungu
tidak mengalami permasalahan dalam segi intelektual. Namun akibat
keterbatasan dalam berkomunikasi dan berbahasa, perkembangan
intelektualnya menjadi lamban
b. Perkembangan akademiknya lamban akibat keterbatasan bahasa. Sering
terjadinya keterlambatan dalam perkembangan intelektualnya akibat

19
adanya hambatan dalam berkomunikasi, dalam segi akademik anak
tunarungu juga mengalami keterlambatan

Adapun kewajiban anak tunarungu sesuai dengan kemampuan yang ada padanya adalah
sebagai berikut:

1) Kewajiban anak tunarungu akan dirinya sendiri


a. Mencintai dirinya
b. Menerima keadaan dirinya
c. Menyadari akan nasibnya
d. Memelihara kesehatan dan kebersihan dirinya
e. Berusaha mengembangkan kemampuannya
2) Kewajiban bersekolah/belajar
a. Taat dan patuh pada peraturan sekolah
b. Mengikuti seluruh kegiatan yang diselenggarakan sekolah
c. Menghormati kepala sekolah, guru, dan mereka yang dianggap lebih tua
dari padanya dan sepatutnya untuk dihormati
d. Berbuat baik terhadap teman-teman sekelas dan teman-teman satu sekolah
e. Menjaga citra sekolah
3) Kewajiban dalam lingkungan keluarga
a. Patuh dan taat pada orang tua
b. Berlaku baik pada saudara
c. Mengikuti jejak anggota keluarga
d. Ikut ambil bagian dalam tugas sebagai anggota keluarga
4) Kewajiban dalam lingkungan masyarakat
a. Menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat, sesuai dengan
kemampuan yang ada padanya
b. Menghormati anggota masyarakat
c. Turut ambil bagian dalam melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan
yang ada padanya
d. Menaati peraturan masyarakat yang telah ditetapkan
3. Faktor Penyebab Tunarungu

20
Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan dapat terjadi saat sebelum lahir (prenatal), saat
dilahirkan/kelahiran (natal), dan sesudah dilahirkan (post natal). Banyak juga para ahli
yang mengungkap tentang penyebab ketunarunguan dengan sudut pandang yang berbeda.
Berikut ini faktor faktor penyebab ketunarunguan dikelompokan sebagai berikut:
1) Faktor dari dalam diri anak
Ada beberapa yang bisa menyebabkan ketunarunguan yang berasal dari dalam diri
anak antara lain :

a. Faktor keturunan dari salah satu atau kedua orang tua anak tersebut
mengalami ketunarunguan.
b. Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman
(Rubella) pada masa kandungan tiga bulan pertama, akan berpengaruh
buruk pada janin.
c. Ibu yang sedang hamil mengalami keracunan darah (Toxaminia). Hal ini
bisa menyebabkan kerusakan pada plasenta yang mempengaruhi
pertumbuhan janin.
2) Faktor dari luar diri anak
a. Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan Penyakit-penyakit yang
ditukarkan oleh kepada anaknya yang dilahirkan, dapat menimbulkan
infeksi yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat-alat atau syaraf
pendengaran sehingga menimbulkan ketunarunguan
b. Meningitis atau Radang Selaput Otak
c. Otitis Media atau Radang Telinga Bagian Tengah
d. Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerusakan alat-
alat pendengaran bagian tengah dan dalam
4. Kebutuhan Tunarungu
Anak tunarungu seperti halnya anak normal pada umumnya, mempunyai kebutuhan
kebutuhan utama. Seperti yang dikemukakan oleh Salim sebagai berikut :

1) Kebutuhan akan keteraturan yang bersifat biologis seperti kebutuhan makan,


minum, tidur, bermain, dan sebagainya.

21
2) Kebutuhan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam keluarga. Anak tunarungu
membutuhkan perlakuan yang wajar, ikut serta dalam suka dan duka dan kesibukan
seperti halnya anggota keluarga yang lain.
3) Kebutuhan akan keberhasilan dalam suatu kegiatan baik secara individual maupun
secara kolektif. Anak tunarungu menghendaki segala usaha mencapai hasil yang
memuaskan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain, meskipun anak
tunarungu harus mengalami berbagai hambatan dan kesukaran sebagai akibat
ketunaannya.
4) Kebutuhan akan aktivitas, yaitu kebutuhan ikut terlibat dalam kegiatan keluarga
maupun dalam lingkungan yang lebih luas lagi. Sebagaimana halnya pada anak
normal lainnya, anak tunarungu pun ingin melibatkan diri dalam permainan dengan
teman sebayanya.
5) Kebutuhan akan kebebasan, yakni ia membutuhkan kebebasan untuk berbuat,
berinisiatif, bebas untuk bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. anak
tunarungu tidak ingin selalu terikat oleh orang lain. Kebebasan yang anak
tunarungu butuhkan bukan kebebasan mutlak, melainkan kebebasan dengan batas-
batas tertentu.
6) Kebutuhan akan kesehatan, yakni merupakan kebutuhan wajar anak yang sedang
tumbuh. Anak tunarungu memerlukan tubuh yang sehat, kuat serta mampu menjaga
diri dari berbagai gangguan penyakit.
7) Kebutuhan untuk berekspresi, yaitu kebutuhan untuk mengemukakan pendapat
yang dapat dipahami oleh orang lain. anak tunarungu memerlukan bimbingan
komunikasi yang wajar untuk dapat mengemukakan pikiran, perasaan, serta
kehendaknya kepada orang lain. Kebutuhan berekspresi ini bukan hanya yang
berhubungan dengan masalah komunikasi, melainkan juga bentuk-bentuk ekspresi
lain seperti menggambar, bermain peran, melakukan kegiatan atau pekerjaan lain
yang dapat mewakili curahan isi hatinya Memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
anak tunarungu di atas, dapat disebutkan bahwa pada prinsipnya kebutuhan-
kebutuhan mendasar anak tunarungu itu tidak jauh berbeda dengan kebutuhan-
kebutuhan anak normal lainnya. Baik karakteristik maupun kebutuhan-kebutuhan

22
anak tunarungu, kedua aspek tersebut merupakan hal yang harus dipahami betul
oleh guru terutama untuk kepentingan memberikan pengajaran kepada mereka.

23
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Strategi Pembelajaran Saintifik terhadap Anak dengan Hambatan Pendengaran

Pendekatan saintifik menekankan pada pembelajaran secara eksklusif, dikarenakan siswa


tidak hanya menerima informasi dari pengetahuan yang diberikan oleh guru saja atau ceramah,
melainkan peserta didik juga mencari tahu baik melalui observasi, eksperimen dan lain
sebagainya. Secara konseptual, pendekatan saintifik dianggap lebih unggul daripada konsep
eksplorasi, elaborasi, serta konfirmasi (EEK) karena pendekatan saintifik mendorong peserta didik
untuk aktif mengamati, menanya, mencari data melalui eksperimen, menyimpulkan menggunakan
penalaran, dan mengkomunikasikan hasil temuannya. Langkah-langkah pembelajaran yang
meliputi tindakan mengamati (observasi), menanya mencoba atau mengumpulkan informasi,
menalar atau asosiasi, dan komunikasi.

Pendekatan saintifik (saintifik approach) selama ini dijadikan sebagai patokan dalam
mengaplikasikan pembelajaran pada kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi
pedagogik modern dalam pembelajaran yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan
saintifik sangat diperlukan dalam menunjang terwujudnya seluruh kompetensi dan ranah yang
dimuat dalam kurikulum 2013.

Pendekatan saintifik bagi anak tunarungu pada pembelajarannya dimodifikasi sesuai


dengan kebutuhan dan karakteristik anak tunarungu yang dalam pengimplementasiannya sesuai
dengan tahapan saintifik yang terdiri dari lima tahapan yaitu: 1. Mengamati, metode mengamati
mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Mengamati memiliki
keunggulan tertentu. Seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan
tertantang dan mudah pelaksanaanya. 2. Menanya, guru yang efektif mampu menginspirasi peserta
didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan dan pengetahuannya.
Pada saat guru bertanya pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar
dengan baik. Ketika guru menjawab peserta didiknya, ketika itu pula dia memndorong asuhannya
itu menjadi untuk penyimak dan pembelajaran yang baik. 3. Mencoba, kegiatan ini merupakan
tindak lanjut dari proses menanya. Untuk memperoleh hasil belajar atau otentik, peserta didik

24
harus mencari tahu yang sedang dipelajari atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau
subtansi yang sesuai. Pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi pekerti, misalnya,
peserta didik harus memahami konsep Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti dan kaitannya dengan kehidupan seharai-hari. Peserta didik pun
harus memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang
alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk
memecahkan masalah yang dihadapainya sehari-hari. 4. Kegiatan menalar dalam kegiatan
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam permendikbud Nomor 81a tahun 2013, adalah
memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulan
atau eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati mengumpulkan informasi. 5. Pada
pendekatan saintifik guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari kegiatan ini dapat dilakukan melalui
menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi,
mengasosiasikan dan menemukan pola, langkah-langkah dalam mengkomunikasikan adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan
pendapat dengan singkat dan jelas, mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
Pembelajaran yang dimodifikasi bagi peserta didik tunarungu bertujuan supaya prestasi
belajar di sekolah bisa meningkat. Anak tunarungu mengalami gangguan pendengaran sehingga
memiliki hambatan dalam perkembangan berbahasa dan komunikasi yang menyebabkan anak
tunarungu mengalami kesulitan dalam menguasai bahasa, kurangnya kosakata, sulit memahami
kosakata terutama kata-kata yang abstrak. pada umumnya perkembangan kognitif anak tunarungu
secara potensial sama dengan anak normal, namun secara fungsional dipengaruhi tingkat
perkembangan bahasa, terbatasnya informasi yang diterima, dan daya abstraksi anak tunarungu.
Perkembangan kognitif anak tunarungu terhambat dalam pemahaman konsep pembelajaran.
Sehingga pendekatan pembelajaran saintifik dinilai coock untuk anak dengan hambatan
tunarungu.
Pendekatan dapat dikembangkan melalui teknik pembelajaran kreatif, inovatif dan
menyenangkan yang cocok untuk mengatasi kejenuhan anak salah satunya yaitu dengan Joyful
Learning, pembelajaran menyenagkan Joyfull Learning adalah suatu proses pembelajaran yang di
dalamnya terdapat sebuah kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa ada perasaan
terpaksa atau tertekan (not under pressure). Dengan kata lain, pembelajaran menyenangkan adalah

25
adanya pola hubungan yang baik antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Pada
pendekatan saintifik dengan metode Joyful Learning siswa tunarungu dapat mengemukakan ide,
gagasan, dan berfikir tingkat tinggi dalam memecahkan sebuah masalah secara ilmiah.

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Dalam materi pedoman implementasi kurikulum 2013 yang dikeluarkan oleh
Kemendikbud dijelaskan bahwa kegiatan pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah/pendekatan saintifik.
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar
peserta didik secara aktif melakukan penalaran secara induktif dengan mengkonstruksi konsep,
hukum atau prinsip melalui tahapan 5M yaitu mengamati (observing), menanya (questioning),
mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting), manalar/mengasosiasi (associating), dan
mengomunikasikan (communicating) agar memperoleh peningkatan dan keseimbangan antara
kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan
dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hardskills) dari peserta didik yang meliputi aspek
kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan.

4.2 Saran
Dengan adanya pemahaman terkait pendekatan saintifik dalam pembelajaran bagi Anak
Berkebutuhan Khusus sebaiknya kita dapat melakukan hal tersebut dengan baik. Memahami
dengan baik bagaimana proses dan strategi dalam melaksanakannya serta mengetahui bagaimana
menghindari hambatan yang sering kali terjadi.

27
Daftar Pustaka

Cucu, Suhana. (2014). Konsep Strategi Pembelajaran (edisi refisi). Bandung: Refika Aditama
Musfiqon, H. M. & Nurdyansah. (2015). Pendekatan Pembelajaran Saintifik. Sidoarjo: Nizamia
Learning Center.
Nasution, W. N. (2017). Strategi pembelajaran.
Nisa, K., Mambela, S., & Badiah, L. I. (2018). Karakteristik dan kebutuhan anak berkebutuhan
khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 33-40.
Panggabean, S., Widyastuti, A., Damayanti, W. K., Nurtanto, M., Subakti, H., Chamidah, D., ...
& Cecep, H. (2021). Konsep dan Strategi Pembelajaran. Yayasan Kita Menulis.
Ridwan, R., & Bangsawan, I. (2021). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

Rahmah, F. N. (2018). Problematika anak tunarungu dan cara mengatasinya. Quality, 6(1), 1-15.

Kuntarto, E., & Kusmana, A. (2020). Pemerolehan Bahasa Anak Berkebutuhan Khusus
(Tunarungu) Dalam Memahami Bahasa. Jermal, 1(2), 89-97.

Gita, A. P. S., Nur, H., & Rini, W. A. (2019). Efektivitas Media Pembelajaran Video Berbahasa
Isyarat Terhadap Pengetahuan Anemia Siswa/I Tunarungu di SMALB Negeri (Doctoral
dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Kurniasih, I., & Sani, B. (2014). Implementasi kurikulum 2013: konsep & penerapan. Kata Pena.
http://eprints.unm.ac.id/22379/1/MUHAMMAD%20FIRMAN_1245040087.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai