Anda di halaman 1dari 12

2.2. Metode Luas Bidang Momen.

Metode ini adalah metode semigrafis. Pemecahannya dilakukan dengan


memanfaatkan sifat-sifat turunan dari persamaan lenturan, dan diagram bidang momen yang
terjadi sepanjang batang karena beban yang bekerja. Pada batang dengan banyak beban,
metode ini lebih praktis dan lebih cepat proses perhitungannya dibandingkan dengan metode
integrasi. Metode luas bidang momen dikembangkan berdasarkan sifat sudut yang dibentuk
oleh garis singgung pada 2 titik pada curve batang yang melentur, dan jarak vertikal sebuah
titik pada batang terhadap garis singgung pada titik yang lain.

Pada sebarang lengkungan batang elastis seperti gambar 2.7, untuk elemen batang dL
maka besar elemen sudut d yang dibentuk adalah :

d = dL/r (2.1)

substitusi harga jari-jari lengkungan dari persamaan (1.6) kedalam persamaan diatas,

d = M/EI. dL (2.2)

Gambar 2.7.
Untuk batang sesungguhnya, elemen panjang dL yang mempunyai jari-jari sama adalah
pendek sekali dan dapat dianggap : dL = dx, sehingga,

d = M/EI. dx (2.3)

Aplikasi dari persamaan (2.3) ditunjukkan dalam gambar 2.8, untuk menghitung
besarnya sudut yang dibentuk oleh 2 garis singgung pada titik A dan B pada lengkungan
batang. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintegrasikan persamaan (2.3) dari A ke B,
karena seperti terlihat pada gambar 2.8 sudut dq adalah sama dengan sudut yang terbentuk
oleh garis singgung pada kedua ujung elemen panjang dL.

d = B - A = M/EI.dx atau,

AB = 1/EI. M.dx (2.4)

Dari persamaan (2.4) dapat disimpulkan bahwa besarnya integral ruas kanan adalah
luas bidang momen yang terjadi dibagi dengan besaran E.I. Kalau besaran E atau I tidak
konstan sepanjang batang (misalnya poros bertingkat), maka diagram momen ditunjukkan
dengan besaran (M/EI) pada interval dimana besarnya E dan I sama. Pada proses
penjumlahannya, luas bidang momen dianggap positip apabila momen yang bekerja positip,
dan sebaliknya.

Gambar 2.8.

Jarak vertikal dari titik A terhadap garis singgung dari titik B ditunjukkan sebagai
garis AB' pada gambar 2.8. Dari batasan semula bahwa besar lenturan yang terjadi dianggap
kecil, maka elemen jarak dt dapat dianggap sebagai,

dt = x. d = M/EI.x.dx

Integrasi diantara titik A dan B menghasilkan jarak vertikal tA/B sbb,

dt = tA/B = M/EI.x.dx (2.5)


Jarak vertikal tA/B biasa pula disebut deviasi tangensial, dan besarnya berbeda dengan besar
lenturan batang pada titik A. Kalau persamaan (2.5) diperhatikan, integral bagian kanan
adalah merupakan momen terhadap titik A dari luasan bidang momen diantara A dan B.
Luasan bidang momen dapat dianggap sebagai beban merata, sehingga posisi besaran luasan
adalah pada titik berat dari bidang momen yang ditinjau.

Kesederhanaan metode ini tergantung dari cara menghitung luas bidang momen dari
bagian yang ditinjau. Penghitungannya dilakukan dengan cara semigrafis, yaitu dengan
rumus goneometri, setelah dikenali bentuk geometri dari bidang momen yang ditinjau dan
panjang sisi-sisinya. Bentuk bidang momen yang terjadi biasanya berupa bentuk-bentuk
geometri sederhana seperti, persegi panjang, segitiga, atau segitiga parabolik. Cara integrasi
dapat pula dilakukan untuk menghitung luas bidang momen, tetapi cara ini akhirnya akan
sama saja dengan metode integrasi analitis, sehingga tidak menyederhanakan proses
perhitungannya. Untuk menyederhanakan cara semigrafis, biasanya dilakukan dengan
memisahkan bidang momen dari masing-masing gaya yang bekerja. Luas masing-masing
bidang momen kemudian dijumlahkan dengan memperhatikan tanda positip atau negatip dari
masing-masing luasan.

Teori tentang sudut antara garis singgung dan deviasi tangensial diantara 2 titik
diatas, dipakai sebagai dasar pada perhitungan lenturan dengan metode luas bidang momen.

2
Teori deviasi tangensial yang lebih sering dipakai, karena langsung dapat menentukan
besarnya lenturan. Teori sudut diantara garis singgung biasanya dipakai untuk menghitung
sudut lenturan, misalnya untuk menentukan posisi lenturan terbesar. Hal yang penting pada
metode ini adalah penentuan luas bidang momen, titik berat masing-masing bidang, dan
penggambaran diagram yang menunjukkan bentuk lenturan yang terjadi akibat
pembebanannya. Prosedur untuk menerapkan metode ini ditunjukkan dalam beberapa
langkah sbb.

1. Gambarkan diagram bidang momen (M/EI apabila E dan I sepanjang batang tidak konstan)
yang terjadi akibat masing-masing beban, dan gambarkan pula perkiraan bentuk lenturan
yang akan terjadi.
2. Tentukan deviasi tangensial yang dapat dipakai secara langsung untuk menghitung besar
lenturan yang dibutuhkan. Biasanya deviasi tangensial dihitung antara titik terjadinya
lenturan yang ditanyakan dengan sebarang titik sebagai referensi (tumpuan, ujung batang
dll.).
3. Sesudah luas bidang momen dan titik beratnya diketahui, maka jarak deviasi tangensial
dapat dihitung dengan memakai teori deviasi tangensial.
4. Besar lenturan ditentukan berdasarkan hubungannya secara geometris dengan deviasi
tangensial ini.

Dalam perhitungan lenturan pada suatu struktur batang, seringkali perlu dihitung
lenturan terbesar yang terjadi. Untuk struktur dengan pembebanan dan tumpuan yang
simetris, posisi lenturan terbesar dapat ditentukan secara langsung dari bentuk diagram
bidang momennya. Tetapi apabila posisi dimana terjadi lenturan terbesar tidak diketahui,
maka persamaan sudut lenturan dan deviasi tangensial keduanya harus dipakai. Prosedur
perhitungan lenturan terbesar, ditunjukkan pada gambar 2.9.

Gambar 2.9.

Misalkan x adalah jarak dari A terhadap posisi lenturan terbesar, yaitu pada titik B. Dengan
menghitung tC/A dapat dihitung besar sudut lenturan di A (A). Sudut A dapat juga
dihitung dengan menghitung AB karena garis singgung pada B adalah horizontal. Hasil
perhitungan dengan cara kedua masih mengandung variabel x, sehingga dengan menyamakan
A dari hasil perhitungan pertama, maka x dapat dihitung.

Contoh soal.

1. Hitunglah besar lenturan pada ujung bebas dari batang dengan pembebanan dan tumpuan
seperti gambar 2.10. Modulus elastisitas dan momen inertia konstan sepanjang batang.

3
Penyelesaian.

Pada soal ini reaksi tumpuan tidak perlu dihitung, karena bidang momen dapat
digambarkan hanya dari beban gaya yang bekerja. Karena E dan I konstan maka yang
digambarkan adalah diagram bidang momen seperti gambar 2.10 (b). Gambar 2.10(c)
menunjukkan perkiraan bentuk curva lenturan elastis yang terjadi, dengan skala yang sangat
dibesarkan. Interval yang dipilih untuk menghitung deviasi tangensial adalah jarak dari titik
A terhadap garis singgung curva lenturan pada B. Karena B adalah tumpuan jepit, maka
garis singgung pada B merupakan garis horisontal. Terlihat bahwa deviasi tangensial pada A
terhadap garis singgung pada B adalah sama dengan besar lenturan pada A yang akan
dihitung.

Gambar 2.10.

Bidang momen yang terjadi dibagi menjadi 3 bentuk geometri sederhana, yaitu
persegi panjang, segitiga dan segitiga parabolis seperti ditunjukkan gambar 2.10(b) untuk
memudahkan penghitungan luasnya. Luas dan posisi titik berat bentuk-bentuk tersebut dapat
langsung dihitung, sesudah diketahui ukuran dari sisi-sisinya. Panjang sisi bidang momen di
B adalah sama dengan momen terhadap B dari beban merata, yaitu : wL (L+L/2) = 3w.L2/2.
Letak titik beratnya dan panjang sisi-sisi yang diperlukan untuk menghitung luas ke-3 bentuk
geometri dapat dilihat pada gambar 2.10(b).

Menurut definisi deviasi tangensial dari A terhadap B (tA/B), adalah jumlah momen
terhadap A dari 3 luas bidang momen yang terbentuk apabila luasan-luasan bidang momen
dianggap beban merata yaitu,

EI. tA/B = - wL3/6 (5L/4) - wL3/2 (2L) - wL3/2(13L/6), atau


tA/B = - 55wL4/(24EI)

Besar lenturan yang terjadi pada A (yA) adalah sama dengan besar deviasi tangensial diatas
(tA/B).

4
2. Hitunglah lenturan yang terjadi pada ujung kiri batang dengan pembebanan dan tumpuan
seperti gambar 2.11. E dan I batang dianggap konstan sepanjang batang.

Gambar 2.11.

Penyelesaian.

Untuk membuat diagram bidang momen besar reaksi yang terjadi pada tumpuan harus
dihitung terlebih dahulu.

Gaya = 0 maka: P - RA - RB = 0
Momen terhadap B = 0 maka: - P.(4L) + RA.(3L) = 0
sehingga didapatkan di B dan C,
RB = 4P/3 (keatas), RC = - P/3 (kebawah)

Bidang momen yang terjadi dibagi menjadi dua buah segitiga, seperti terlihat pada gambar
2.11(b). Panjang sisi kedua segitiga pada B didapat dengan menghitung momen pada titik B
yang besarnya = PL. Posis titik berat kedua segitiga dapat dilihat juga pada gambar 2.11(b).
Perkiraan bentuk curva lenturan elastis batang ditunjukkan pada gambar 2.11(c). Dapat
dilihat bahwa deviasi tangensial pada A terhadap C bukan merupakan besar lenturan pada A.
Tetapi kalau diperhatikan lebih lanjut akan terlihat bahwa besar lenturan pada A (yA) adalah
sama dengan deviasi tangensial pada A (tA/C) dikurangi dengan 4/3 kali deviasi tangensial
pada B (tB/C).

EI. tA/C = - PL2/2. (2L/3) - 3PL2/2. (2L) = 10 PL3/3

EI. tB/C = -3PL2/2. (L) = 3PL3/2

Sehingga besar lenturan pada A adalah,


yA = tA/C - tB/C = 10/(3EI). PL3 - 4/3. (- 3/(2EI).PL3) =
= - 4/3 PL3

5
3. Pada batang dengan pembebanan dan tumpuan seperti gambar 2.12 hitunglah posisi dan
besar lenturan terbesar yang terjadi. E dan I batang dianggap konstan sepanjang batang.

Gambar 2.12

Penyelesaian.

Gaya-gaya reaksi yang terjadi pada tumpuan dihitung dengan mengaplikasikan persamaan-
persamaan keseimbangan statis sbb.

S Gaya = 0 maka, P - RA + wL - RC = 0
S Momen terhadap C = 0 maka RA.3L - P.2L - wL2/2 = 0 sehingga,
RA = 2P/3 + wL/6 = WL/2
RB = wL

Untuk mempermudah dalam menghitung luas bidang momen yang terjadi, bidang momen
digambarkan untuk masing-masing gaya seperti terlihat gambar 2.12(b-d) termasuk posisi
titik beratnya. Sedang bentuk lengkungan elastis batang ditunjukkan pada gambar 2.12(e).
Besarnya deviasi tangensial tC/A adalah,

EI. tC/A = 9wL3/4. L - wL3. 2L/3 - wL3/6. L/4 =

= 37/24.wL4

Sudut yang dibentuk oleh garis singgung pada qA adalah sama dengan harga tangen-nya,
karena sudut lenturannya kecil sekali,

6
A = tan A = tC/A/3L = 37 wL3/72EI

Misalkan posisi lenturan terbesar terjadi pada titik B, yaitu dengan jarak x dari A. Dengan
demikian sudut A dapat juga dihitung dengan menghitung sudut diantara garis singgung
yang ditarik dari tituk A dan B(AB) sehingga,

EI. A = EI. AB = wL/2.x.x/2 - wL/2(x - L)2/2 =

= wL(2L.x - L2)

Dengan menyamakan harga A dari dua perhitungan diatas didapatkan harga x, yaitu posisi
lenturan terbesar yang dicari,

wL/EI (2L.x-L2) = 37wL3/72EI sehingga;

x = 55L/36

Besar lenturan terbesar (yB) adalah sama dengan deviasi tangensial dari titik A terhadap garis
singgung pada B (tA/B), karena garis singgung pada B arahnya horisontal.

tA/B =1/EI[(2x/3).(wLx/2).(x/2)-{L+2/3(x-L)}wl/2.(x-L)2/2]

sesudah harga x disubstitusikan kedalam persamaan diatas maka didapatkan besar lenturan
terbesar (yB),

yB = wL4/2{1/3(55/36)3 - 1/2(19/36)2 - 1/3(19/36)3} =


= 0.50 wL4/EI

Arahnya lenturan kebawah walaupun tandanya positip, karena titik B masih berada diatas
garis tangennya.

Soal Soal Latihan.

2.5. Pada batang dengan pembebanan dan tumpuan seperti pada gambar 2.13, hitunglah
dengan metode luas bidang momen besar lenturan pada titik pada gaya 3P bekerja.

2.6. Pada batang dengan pembebanan dan tumpuan seperti pada gambar 2.14, hitunglah
dengan metode luas bidang momen besar lenturan pada ujung kanan batang.

Gambar 2.13. Gambar 2.14.


2.7. Pada batang dengan pembebanan dan tumpuan seperti pada gambar 2.15, hitunglah
dengan metode luas bidang momen besar lenturan pada titik tengah batang.

7
2.8. Pada batang dengan pembebanan dan tumpuan seperti pada gambar 2.16, hitunglah
dengan metode luas bidang momen besar lenturan pada titik tengah batang.

Gambar 2.15. Gambar 2.16.

2.9. Pada batang dengan pembebanan dan tumpuan seperti pada gambar 2.17, hitunglah
dengan metode luas bidang momen besar terbesar yang terjadi

2.10. Pada batang dengan pembebanan dan tumpuan seperti pada gambar 2.18, hitunglah
dengan metode luas bidang momen besar terbesar yang terjadi

Gambar 2.17 Gambar 2.18

2.3. Metode Superposisi.

Metode ini dikembangkan berdasarkan teori bahwa lenturan yang terjadi pada suatu
batang yang dikenai beberapa beban, adalah sama dengan jumlah dari lenturan yang terjadi
akibat masing-masing beban. Dengan demikian apabila besar lenturan akibat masing-masing
beban (pada struktur batang yang sama) telah diketahui, maka permasalahan dalam metode
ini adalah tinggal mejumlahkan semua lenturan akibat masing-masing beban tersebut. Besar
lenturan pada batang dengan pembebanan dan tumpuan yang sederhana yang telah dihitung
sebelumnya biasanya ditabelkan Tabel 2.1 adalah contoh tabel besar lenturan yang terjadi
pada beberapa struktur batang sederhana.

Gambar 2.19 menunjukkan sebuah batang dengan tumpuan jepit dan dikenai beberapa
beban. Telah diperlihatkan pada kedua metode yang telah dibahas sebelumnya, bahwa
momen yang menyebabkan terjadinya lenturan adalah jumlah dari semua momen akibat
masing-masing beban yang bekerja. Pada metode integrasi diperlihatkan bahwa sesudah
dilakukan proses dua kali integrasi, besar lenturan yang terjadi adalah merupakan
penjumlahan dari lenturan akibat masing-masing momen. Karena itu dapat ditarik
kesimpulan bahwa lenturan akibat beberapa beban yang bekerja pada suatu batang struktur,
adalah sama dengan jumlah dari lenturan akibat masing-masing beban yang bekerja padanya.

8
Gambar 2.19.

Tabel 2.1. Besar lenturan untuk batang dengan tumpuan dan pembebanan sederhana.
Case Load and Suppot Slope at End Maximum Deflextion
(Length L) ( +) ( + Upward )
1 PL2 PL3
  y max  
2 EI 3EI
at x  L at x  L
2 WL3 WL4
  y max  
6 EI 8EI
at x  L at x  L
3 WL 3
WL4
  y max  
24 EI 30 EI
at x  L at x  L
4 ML ML
  y max  
EI 2 EI
at x  L at x  L
5
1  
Pb L2  b 2   
Pb L2  b 2  3
2
y max  
6 LEI 9 3LEI
at x  0 at x  L 2
 b2 / 3
2 
Pb L  a  2 2
 
Pb 3L2  4b 2 
y center  
6 LEI not max 48EI
at x  L
6 PL2 PL2 PL3
1   2   y max  
16EI 16EI 48EI
at x  0 at x  L at x  L
2
7 wL3 wL3 wL4
1   1   y max  
24EI 24EI 584 EI
at x  0 at x  L at x  L
2

8 ML ML ML2
1   2   y max  
6 EI 6 EI 9 3EI
at x  0 at x  L
at x  L
3
ML2
y center 
not max 16 EI

9
Dua kesulitan yang timbul dalam menerapkan metode superposisi untuk menghitung besar
lenturan yang terjadi dalam suatu struktur adalah:

1. Mendapatkan kumpulan hasil perhitungan besar lenturan pada batang dengan tumpuan
dan pembebanan yang berbeda dalam jumlah yang cukup banyak. Dalam buku-buku teks
Mekanika Teknik atau Analisa Tegangan biasanya terdapat tabel kumpulan hasil
perhitungan lenturan tersebut. Makin banyak kumpulan yang didapat, makin luas
permasalahan lenturan yang dapat diselesaikan dengan metode superposisi. Tabel 2.1
memuat besar lenturan yang terjadi pada 8 jenis tumpuan dan pembebanan pada struktur
batang sederhana. Jumlah tersebut tentu saja belum cukup untuk menyelesaikan
permasalahan lenturan pada struktur yang cukup kompleks.
2. Pada batang dengan tumpuan dan pembebanan yang kompleks, diperlukan pembagian
menjadi beberapa batang yang besar lenturan masing-masing dapat dilihat pada tabel yang
tersedia. Kesulitannya biasanya adalah pada cara pembagiannya sehingga dapat dipakai
untuk menghitung besar lenturan yang dipertanyakan.
Contoh-contoh soal berikut akan menjelaskan secara langsung prosedur penyelesaian
lenturan dengan metode superposisi.

Contoh soal.

1. Pada batang dengan tumpuan dan pembebanan seperti gambar 2.20, hitunglah lenturan
terbesar yang terjadi. Modulus elastisitas batang E = 12.106 psi, dan momen inersia I = 81
inch4.

Penyelesaian.

Dari keadaan simetri pada tumpuan dan pembebanan, dapat ditentukan gaya reaksi masing-
masing tumpuan yaitu :

RA = RB = 4500 lb.

Karena keadaan simetri pula, maka lenturan terbesar akan terjadi dibagian tengah batang.
Batang kemudian dibagi menjadi dua dengan tumpuan dan pembebanan yang sama, yaitu
masing-masing dengan tumpuan jepit (sebagai pengganti potongan ditengah batang) dengan
kedua tumpuannya dihilangkan dan digantikan dengan reaksi tumpuan yang berfungsi
sebagai beban gaya. Beban yang lain adalah setengah dari beban merata, karena terpotong
ditengahnya seperti ditunjukkan pada gambar 2.20(b). Bagian batang sebelah kanan saja
yang kemudian ditinjau, karena kedua potongan mempunyai struktur dan pembebanan yang
sama. Bagian ini dibagi lagi menjadi 2 batang, masing-masing dengan satu beban seperti
ditunjukkan dalam gambar 2.20(c) dan (d). Penyelesaian lenturan batang pada gambar
2.20(c) masih belum ada pada Tabel 2.1, sehingga harus dibagi lagi yaitu lenturan akibat
beban merata (y1) dan tambahan lenturan akibat panjang batang tanpa beban (y2).
Penyelesaian besar lenturan pada batang gambar 2.20(d) yaitu y3, terdapat pada Tabel 2.1.

y1 = - wL4/8EI = - 0,0911 inch

Untuk dapat menghitung y2 harus diketahui dahulu sudut lenturan diujung beban merata,
1 = - wL3/6EI = - 0,00225 rad., sehingga
y2 = 36. (-0,00225) = - 0,081 inch
Lenturan batang gambar 2.20(c) = (-0,0911 - 0,081) inch = - 0,172 inch (arah kebawah)

10
Gambar 2.20

Besarnya lenturan y3,

y3 = - PL3/3EI = 1,125 inch (keatas)

Total lenturan yang terjadi pada ujung batang adalah jumlah dari ketiga lenturan diatas =
0,953 inch (keatas). Lenturan ini adalah sama dengan lenturan terbesar yang terjadi ditengah
batang, dengan arah lenturan kebawah karena ujung kanan batang pada kenyataannya adalah
tumpuan, yang tentu saja tidak berubah letaknya.

2. Hitunglah lenturan pada bagian tengah batang yang mempunyai tumpuan dan pembebanan
seperti gambar 2.21.

Gambar 2.21.

Penyelesaian.

Batang dengan 2 jenis beban tersebut dibagi menjadi 2 bagian, masing-masing dengan salah
satu dari kedua beban tersebut dengan struktur batang tetap seperti terlihat pada gambar
2.21(b). Penyelesaian lenturan yang terjadi pada titik tengah dari kedua batang bagian
tersebut ada pada Tabel 2.1.

11
Lenturan pada titik tengah batang bagian (1),
y1 = - 5w.L4/384EI = - 0,1638 inch
Lenturan pada titik tengah batang bagian (2),

y2 = - P.b(L2 - 4b2)/48EI = - 0,499 inch.

Lenturan yang terjadi pada titik tengah batang akibat kedua beban tersebut adalah jumlah dari
kedua lenturan akibat masing-masing beban,

y = y1 + y2 = - 0,214 inch (kebawah)

Soal-soal latihan.

2.11. Pada batang dengan tumpuan dan pembebanan seperti gambar 2.22, hitunglah besar
lenturan pada ujung kiri batang. Besar elemen beban merata w = 1000 lb/ft, L = 3 ft, E =
160.106 psi, dan I = 500 inch4.

2.12. Pada batang dengan tumpuan dan pembebanan seperti gambar 2.23, hitunglah besar
lenturan pada bagian tengah batang. dengan w = 2000 N/m, L = 4 m, E = 200.106 kPa, dan I
= 3500 mm4.

Gambar 2.22. Gambar 2.23.

2.13. Pada batang dengan tumpuan dan pembebanan seperti gambar 2.24, hitunglah besar
lenturan pada ujung kiri batang. Harga w = 1200 lb/ft, L = 2 ft, E = 420.106 psi, dan I = 250
inch4.

2.14. Pada batang dengan tumpuan dan pembebanan seperti gambar 2.25, hitunglah besar
lenturan pada ujung kanan batang.

Gambar 2.24. Gambar 2.25.

12

Anda mungkin juga menyukai