Anda di halaman 1dari 3

Proposal Studi

“Manajemen Konflik Multikultur dalam Komunitas Adat dan Agama Lokal di


Indonesia serta Penerapan Resolusi Konflik untuk Menjaga Toleransi Keberagaman
dan Persatuan”
Fitria Yusrifa, S.Fil (Ketahanan Nasional – Universitas Gadjah Mada)
Saya, Fitria Yusrifa merupakan salah satu lulusan Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat, Universitas
Gadjah Mada. Selama menjalani masa studi lima tahun lamanya, yakni sejak 2012 hingga
2017, saya banyak terlibat dalam aktivitas akademik dan non-akademik, seperti riset,
kegiatan penulisan, organisasi kemahasiswaan, pengabdian kepada masyarakat, kompetisi
nasional dan konferensi internasional.

Sejak lulus pada tahun 2017, saya mulai memanfaatkan potensi saya di bidang kepenulisan
dengan bekerja sebagai content writer di Harian Bernas Jogja setelah sebelumnya menjadi
asisten peneliti di Pusat Studi Panas Bumi Fakultas Teknik UGM. Tepat pada April 2018,
saya mulai menggeluti karier dalam dunia kepenulisan konten marketing sebagai Junior
Content Strategy Specialist di PT Aidoru Media Sosial – Aidia Network, serta mengikuti
proyek penelitian yang dilakukan oleh dosen pembimbing KKN setiap akhir pekan. Riset
yang saya lakukan ini tidak lepas dari upaya pengembangan potensi dan mengasah kepekaan
terhadap lingkungan sekitar, sehingga bisa bermanfaat di kehidupan yang akan datang.
Selama ini, saya memang memiliki ketertarikan yang besar dalam melakukan penelitian
terkait pandangan hidup kelompok masyarakat adat maupun modern yang tersebar di seluruh
Indonesia. Tidak lupa pula untuk menuangkannya dalam tulisan, baik artikel ilmiah maupun
artikel konten.

Salah satu yang menjadi magnet penelitian yang saya lakukan adalah pandangan hidup suatu
komunitas adat atau kelompok masyarakat di Indonesia tentang alam semesta sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari kehidupan. Sebut saja di antaranya aspek pemanfaatan SDA secara
mandiri dan kesadaran penuh atas potensi lingkungan sekitar.

Ketertarikan ini tidak lepas dari riset-riset yang saya lakukan sejak 2014 silam melalui Hibah
Penelitian Sosial Humaniora Program Kreativitas Mahasiswa oleh Kemenristek-DIKTI serta
keikutsertaan dalam program Kuliah Kerja Nyata di Minahasa, Sulawesi Utara pada tahun
2016.

Tiga penelitian saya yang didanai oleh Kemenristek-DIKTI melalui PKM di tahun 2014 dan
2015 mengeksplorasi pandangan hidup tiga komunitas adat yang ada di Indonesia. Tidak
hanya mempelajari soal falsafah hidup sehari-hari, saya juga menyaring banyak pelajaran
berarti, terutama mengenai pengelolaan sumber daya alam dan proses memaknai
keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat. Di Indonesia, isu multikulturalisme dan
toleransi keberagaman memang tengah berada pada kondisi kritis. Keberadaan komunitas
adat dan agama lokal pun semakin terkikis. Hal ini semakin diperparah dengan maraknya
penyebaran berita bohong (hoax) yang menyudutkan beberapa etnis atau komunitas adat
tertentu. Sehingga
rawan menimbulkan konflik dan sikap sentimen antara satu kelompok masyarakat dengan
kelompok lainnya.
Regulasi yang masih abu-abu mengenai pengakuan eksistensi agama lokal dan beragam
komunitas adat yang begitu majemuk ditengarai sebagai salah satu penyebab mengapa hal ini
bisa terjadi. Penyebab lain berasal dari faktor ketidaktahuan, sikap apatis dari masyarakat
serta adanya stigma negatif terhadap komunitas adat yang dianggap primitif. Padahal
sejatinya, nilai-nilai yang diusung oleh beragam komunitas adat tersebut menjadi fondasi
yang kuat bagi Ketahanan Nasional Bangsa Indonesia dalam membangun citra sebagai
negara multikultur dan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.

Puncak ketertarikan terhadap topik pengelolaan SDA dan manajemen risiko kebencanaan
terjadi saat saya dikirimkan ke Minahasa, Sulawesi Utara pada pertengahan tahun 2016 silam.
Bersama dua puluh empat mahasiswa dari disiplin ilmu yang beragam, kami melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) satu setengah bulan lamanya. Daerah Minahasa merupakan salah
satu daerah yang memiliki potensi alam luar biasa. Salah satunya yakni Panas Bumi. Namun,
belum semua potensi alam tersebut dikelola secara maksimal oleh warga setempat, karena
minimnya pendekatan stakeholder pengelola dengan masyarakat, sekaligus kurangnya
ketertarikan warga untuk mengenali potensi alam di sekitarnya.
Anggapan bahwa Panas Bumi akan merusak keberlangsungan hidup di masa yang akan
datang membuat pengelolaan sumber daya Panas Bumi cukup terhambat. Bahkan, banyak
warga yang takut saat isu pengeboran sumur Panas Bumi akan ditindaklanjuti. Masyarakat
umumnya hanya mendengar kabar-kabar burung yang beredar mengenai risiko yang
ditimbulkan dari pengeboran sumur Panas Bumi, tanpa meminta klarifikasi
dari stakeholder terkait.
Pada awal tahun 2019 ini, saya diberi kesempatan kembali untuk melakukan riset mengenai
pandangan hidup masyarakat Minahasa, bersama dengan Dr. Pri Utami selaku tokoh yang
berpengaruh dalam pengembangan SDA Panas Bumi. Riset yang dilakukan berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya alam di Minahasa merunut dari garis sejarah leluhur serta aspek-
aspek filosofis dan sosio-kultural yang mendasarinya. Artinya, semua proses pemanfaatan
energi yang dilakukan di Indonesia, khususnya Minahasa memang tidak akan bisa dilepaskan
dari pandangan hidup masyarakat mengenai eksistensi lingkungan hidupnya. Sebab
bagaimanapun, alam dan manusia memiliki kaitan yang cukup erat dan tidak bisa dipisahkan.

Hal ini kiranya menjadi penting untuk diperhatikan, baik bagi pemerintah, pihak pengelola,
pejabat berwenang hingga beragam elemen masyarakat. Regulasi yang berdasar atas riset
mendalam setidaknya perlu diterapkan secara intens untuk melindungi hak-hak hidup
masyarakat serta menekan konflik kepentingan dalam aktivitas kenegaraan.

Terkait dengan hal-hal yang saya sampaikan di atas, serta keinginan yang besar untuk turut
berkontribusi dalam mempertahankan kedaulatan negara yang berlandaskan kemandirian
energi dan pelestarian budaya, saya berniat untuk melanjutkan studi di jenjang pendidikan
Magister atau Strata Dua (S2) Ketahanan Nasional Universitas Gadjah Mada. Prodi ini
memiliki beberapa mata kuliah pendukung topik penelitian tesis saya mengenai manajemen
konflik multikultur, seperti Wawasan Nusantara; Geopolitik dan SDA; Demografi dan SDM;
Etnisitas, Multikulturalisme dan Perubahan Sosial; Keamanan Sosial; Manajemen Krisis,
Resiko dan Bencana; Kebijakan Publik dan Pengambilan Keputusan, serta Ketahanan Energi.

Program Studi Ketahanan Nasional UGM telah mengantongi akreditasi A dari BAN-PT
sesuai SK BAN-PT No. 090/SK/BAN-PT/Akred/M/III/2015. Para dosen pengajar juga
merupakan sosok-sosok hebat yang banyak berkecimpung dalam dunia pendidikan serta
penanganan konflik kenegaraan. Iklim belajar yang nyaman di Yogyakarta serta akses yang
cukup mudah untuk mengeksplorasi banyak hal juga menjadi alasan mengapa saya memilih
prodi Ketahanan Nasional UGM sebagai tempat tujuan untuk menimba ilmu di jenjang
pendidikan magister.
Adapun kontribusi yang ingin saya lakukan setelah lulus dari prodi ini adalah
mengimplementasikan hasil belajar selama berkuliah di Ketahanan Nasional UGM. Tujuan
karier saya selanjutnya adalah menjadi dosen dan tim ahli resolusi konflik untuk kasus teror
multikultural dan bencana dalam lingkup sosial. Di Indonesia, ahli untuk bidang ini terbilang
masih sedikit jumlahnya. Padahal, di masa mendatang, Indonesia akan menghadapi tantangan
yang lebih besar dibandingkan apa yang kita alami pada hari ini.

Ancaman berupa teror, bencana, serta “perang intelektual yang tidak sehat” akan menjadi
satu tantangan tersendiri. Dengan menerapkan apa yang telah saya pelajari dan turut andil
dalam perumusan strategi ketahanan nasional untuk menangkal dampak buruk teror di
masyarakat, saya yakin Indonesia akan mencapai misi terbaiknya di tahun 2045.

Tentunya, saya juga akan menggali lebih banyak ilmu di bidang lain, apabila dibutuhkan,
terlibat dalam kegiatan riset akan terus saya lakukan, terutama saat mendapat kesempatan
untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2 nantinya.
Mewujudkan Indonesia yang damai memang menjadi visi bersama seluruh rakyat Indonesia.
Namun, dengan pengetahuan mendalam serta pengalaman yang kaya, saya yakin mampu
menjadi bagian dari pencapaian cita-cita Indonesia tersebut. Tentunya, dengan tetap
merangkul ahli di bidang lain yang terus bersinergi demi memerangi teror, bencana dan
ketakutan yang mengancam stabilitas nasional di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai