Anda di halaman 1dari 52

UJIAN AKHIR SEMESTER

Matakuliah Metodologi dan Analisis Data Kualitatif

PERAN GURU SEJARAH DALAM MENINGKATKAN NASIONALISME


SISWA KELAS XI IPA SMA MATARAM TEMPURSARI

PROPOSAL THESIS

(PENGAMPU Prof. Dr. Sa’dun Akbar, M.Pd)

Nama : Adhitya Candra Kusuma

NPM : 200599010004

Kelas: XXA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PGRI KANJURUHAN MALANG
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sebagai arena untuk re-aktivasi karakter luhur bangsa

indonesia. Secara historis bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki karakter

semangat kerja keras serta berani menghadapi tantangan. “Kerajaan kerajaan

Nusantara dimasa lampau adalah bukti keberhasilan pembangunan karakter yang

mencetak tatanan masyarakat maju, berbudaya dan berpengaruh” (Rajasa, Dalam

Muslich, 2011:3). Dalam perkembangannya rakyat Indonesia telah mengalami

berbagai peristiwa yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman tentang semangat kebangsaan yang

ditanamkan sejak dini pada semua lapisan masyarakat Indonesia, khususnya para

pemuda sebagai penerus bangsa.

Melihat sejarah berdirinya negeri ini bahwa nasionalisme-lah yang

mengantarkan bangsa ini kedalam jembatan emas yang disebut kemerdekaan.

Dimulai sejak, zaman kerajaan-kerajaan pada abad ke IV, ke V, kemudian dasar-

dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada abad ke VII, yaitu ketika

timbulnya kerajaan sriwijaya, kemudian kerajaan Airlangga dan Majapahit di

Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan lainya. Proses terbentuknya nasionalisme

yang berakar pada budaya ini menurut Yamin diistilahkan sebagai fase

terbentuknya nasionalisme lama (Kaelan & Zubaidi, 2010:53).

Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern menurut yamin dirintis

oleh para pejuang kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh
para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908, kemudian dicetuskan

pada sumpah pemuda pada tahun 1928, akhirnya titik kulminasi sejarah

perjuangan bangsa Indonesia untuk menemukan identitas nasionalnya sendiri,

membentuk suatu bangsa dan negara Indonesia tercapai pada tanggal 17 Agustus

1945 yang kemudian diproklamasikan sebagai suatu kemerdekaan bangsa

Indonesia (Kaelan & Zubaidi, 2010:53).

Nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah, Sejak diberlakukannya politik

etis oleh Van Deventer setelah itu munculnya organisasi Budi Utomo yang di

pimpin oleh Dr. Sutomo pergerakan kebangsaan Indonesia untuk meraih

kemerdekaan mulai mengalami perubahan yang dulunya para pejuang

menggunakan cara fisik dan kedaerahan tapi beralih ke arah yang lebih halus

untuk meraih kemerdekaan. Politik etis yang diberlakukan Belanda kepada

bangsa Indonesia menjadi berkah tersendiri karenanya tercipta kaum terpelajar

dikalangan pemuda Indonesia. Pemuda bangsa diperbolehkan mengenyam

pendidikan yang tinggi sampai ada yang bersekolah ke luar negeri, dari situlah

paham nasionalisme diperoleh.

Nasionalisme merupakan sebuah rasa cinta kepada tanah air yang dibawa

oleh kaum terpelajar membawa angin segar, sikap nasionalisme yang ada pada

masyarakat membentuk mental pemberani dan pejuang sehingga bersatu

membangun kekuatan untuk memperjuangkan kemerdekaan menjaga persatuan

dan kesatuan. Negara ini berdiri bukan karena suku, etnis, budaya, agama, ras,

tetapi nasionalismelah yang mempersatukannya yang membentuk komitmen

bersama untuk membangun bangsa ini ke masa depan. Oleh karena itu, dalam

sejarah panjang berdirinya negera ini pemuda dan kaum terpelajar memiliki andil
yang sangat besar bagi kemerdekaan Indonesia (Aman, dalam

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132303695/ diakses 10 Juni 2021).

Dasawarsa terakhir ini krisis Nasionalisme dan kepercayaan diri bangsa

Indonesia, khususnya para generasi mudanya, memang sudah cukub

memprihatinkan. Berbagai tindakan banyak terjadi diberbagai didaerah, mulai dari

perilaku seks bebas, tawuran pelajar dan mahasiswa, hingga aksi bunuh diri,

merupakan fenomena yang membuat masyarakat Indonesia pantas prihatin

(Muslich, 2011:14). Hal ini menandakan kurangnya nasionalisme karena

mementingkan ego sendiri daripada membuat sebuah prestasi untuk negeri ini.

Mereka seakan lupa akan sejarahnya bahwa negara ini lahir karena sebuah

persatuan semua masyarakat Indonesia, sebuah rasa cinta terhadap tanah air untuk

meninggalkan identitas kedaerahan, suku, ras, dan agama membentuk satu

identitas nasional yang bernama Indonesia. Selain itu, masih banyak pelajar yang

tidak khidmat pada saat mengikuti upacara bendera, lupa akan lirik lagu dan

kurang mengenal lagu-lagu kebangsaan Indonesia.

Nasionalisme merupakan suatu konsep penting yang harus tetap

dipertahankan untuk menjaga agar suatu bangsa tetap berdiri dengan kokoh dalam

kerangka sejarah pendahulunya, dengan semangat nasionalisme yang tinggi maka

eksistensi suatu negara akan selalu terjaga dari segala ancaman, baik ancaman

secara internal maupun eksetrnal. Salah satu upaya terbaik yang harus ditempuh

untuk menanamkan jiwa nasionalisme tersebut adalah dengan menggunakan

pendekatan nilai-nilai sejarah melalui pembelajaran sejarah di sekolah.


Dalam pembelajaran sejarah, nasionalisme merupakan tujuan

pembelajaran yang sangat penting dalam rangka membangun karakter bangsa.

Dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 matapelajaran sejarah memiliki arti

strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta

dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta

tanah air. Materi sejarah mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan,

kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang

mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik; memuat

khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa

Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi

proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan;

menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk

menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa; sarat

dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis

multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari; dan berguna untuk

menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara

keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup (Aman, dalam

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132303695/ diakses 10 Juni 2021).

Sejarah mempunyai tujuan yang luhur untuk diajarkan pada semua

jenjang sekolah adalah menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, bangsa

dan negara. Pelajaran sejarah merupakan salah satu unsur utama dalam pendidikan

politik bangsa. Pembelajaran sejarah memiliki fungsi strategis dalam

pembangunan bangsa, pengetahuan sejarah nasional yang mampu membangkitkan

kesadaran akan pengalaman kolektif bangsa Indonesia beserta segala suka


dukanya, kemenangan, serta kekalahan dalam perjuangan bersama, tidak

berlebihan jika kebersamaan itulah menciptakan solidaritas sosial.

Pelajaran sejarah bertujuan menciptakan wawasan historis atau perspektif

Sejarah. Pelajaran sejarah juga mempunyai fungsi sosio-kultural, membangkitkan

kesadaran historis. Berdasarkan kesadaran historis dibentuk kesadaran nasional.

Hal ini membangkitkan inspirasi dan aspirasi kepada generasi muda bagi

pengabdian kepada negara dengan penuh dedikasi dan kesediaan berkorban.

Sejarah nasional perlu menimbulkan kebanggaan nasional (national pride), harga

diri, dan rasa swadaya (Aman, dalam http://staffnew.uny.ac.id/upload/132303695/

diakses 10 Juni 2021).

Dengan demikian sangat jelas bahwa pelajaran sejarah tidak semata-mata

memberi pengetahuan, fakta, dan kronologi, pelajaran sejarah mencakup soal

kepribadian, perwatakan semangat berkorban dan cinta tanah air. Materi dalam

pelajaran sejarah mampu untuk mengembangkan potensi peserta didik untuk lebih

mengenal nilai-nilai bangsa yang diperjuangkan pada masa lampau,

dipertahankan, dan disesuaikan untuk kehidupan masa kini serta dikembangkan

lebih lanjut untuk kehidupan dimasa mendatang. Apalagi dalam sejarah

dipaparkan mengenai berbagai peristiwa dan kejadian yang nyata telah terjadi

dimasa lampau, bukan hanya karangan fiktif belaka.

Mata pelajaran sejarah diberikan pada semua tingkat pendidikan dimulai

dari sekolah dasar (SD) kemudian dilanjutkan pada sekolah menengah pertama

(SMP) dan diteruskan ke tingkat selanjutnya yaitu sekolah menengah atas (SMA).

SMA Mataram Tempursari merupakan salah satu sekolah yang cukup baik di
Kecamatan Tempursari. Dalam pengamatan peneliti, penanaman nasionalisme

kepada siswa oleh sekolah ini dinilai cukup berhasil. SMA Mataram Tempursari

selalu berpartisipasi dalam kegiatan- kegiatan yang menumbuhkan sikap

nasionalisme seperti, upacara bendera, paskibra, kegiatan pramuka, drumband dan

karnaval kemerdekaan yang diadakan di Tempursari.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala sekolah SMA Mataram

Tempursari pada tanggal 5 Juni 2021. Hasan Ibrahim memberikan pendapatnya

mengenai nasionalisme siswa SMA Mataram Tempursari, bahwa

“Nasionalisme adalah cinta terhadap tanah air, yang bersamaan


dengan kegiatan yang sesui dengan zamanya, Seperti kegiatan 17
agustus menggunakan tarian adat dan menghargai budaya kita
sendiri”.

Selanjunya hasil wawancara dengan Guru sejarah SMA Mataram

Tempursari pada tanggal 4 Juni 2021, Siti Nur Kholilah menyatakan bahwa

“Upacara memperingati sumpah pemuda merupakan salah satu


contoh Nasionalisme di siswa SMA Mataram , dan itu merupakan
bagian dari penanaman nasionalisme dalam diri siswa”.

Adapun alasan peneliti memilih kelas XI IPA untuk dijadikan sebagai

subjek penelitian, karena berdasarkan observasi awal ditemukan bahwa kelas XI

IPA sangat rajin mengikuti berbagai kegiatan sekolah. Hal ini terlihat dari

banyaknya siswa yang mengikuti kegiatan drumband, pramuka dan selalu datang

tepat waktu.

Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Bangkit Wahyu Laksono

(2013), judul : Kebijakan penanaman nilai-nilai nasionalisme pada siswa di SMA


Negeri 1 Ambarawa. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang.

Dengan isi: SMA Negeri 1 Ambarawa telah merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi penanaman nilai-nilai nasionalisme melalui berbagai program yaitu

pengintegrasian nilai-nilai nasionalisme ke dalam matapelajaran, kegiatan

terprogram, dan pembiasaan.

Kemudian saran-saran yang diberikan adalah (1) Sarana dan prasarana

memiliki pengaruh yang sangat penting dalam menunjang proses pelaksanaan

pendidikan nasionalisme melalui pembelajaran. Sekolah harus lebih melengkapi

sarana dan prasarana yang masih kurang sehingga dapat menunjang penanaman

nilai-nilai nasionalisme agar pelaksanaan penanaman nilai-nilai nasionalisme

dapat berlangsung dengan baik, tepat dan maksimal. Konsistensi dan kerjasama

dari semua pihak terkait dalam penanaman nilai-nilai nasionalisme harus tetap di

jaga. Dengan demikian tujuan daripada pendidikan nasionalisme dapat tercapai

yaitu tertanamnya nilai-nilai nasionalisme pada peserta didik, (2) Bagi guru-guru

di SMA Negeri 1 Ambarawa supaya lebih kreatif dan inovatif dalam

mengembangkan kegiatan-kegiatan penanaman nilai-nilai nasionalisme kepada

siswa. Kemampuan serta pengetahuan guru tentang penanaman nilai-nilai

nasionalisme perlu ditingkatkan lagi dan perlu adanya perbaikan dalam proses

belajar mengajar, dengan cara guru/pendidik menunjukkan sifat-sifat yang baik

serta menjadi teladan yang baik, bijaksana dalam menyampaikan pelajaran kepada

siswa. Jadi guru dituntut untuk lebih memahami karakteristik masing masing

individu siswa.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Wita Asmara . Judul : Persepsi

siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Malang terhadap pembelajaran sejarah


sebagai sarana dalam penanaman nilai-nilai pendidikan karakter (2017). Skripsi,

jurusan sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Hasil

penelitian: (1) penerapan pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah sudah

baik. Guru sudah menerapkan pendidikan karakter didalam pembelajaran sejarah,

(2) siswa menganggap bahwa matapelajaran sejarah adalah matapelajaran yang

penting untuk menumbuhkan semangat cinta tanah air, (3) terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi persepsi siswa terhadap pembelajaran sejarah sebagai

sarana dalam penanaman nilai-nilai pendidikan karakter.

Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat beberapa kesamaan dan

perbedaan dengan penelitian yang dilakukan. Persamaan penelitian ini dengan

penelitian yang pernah dilakukan yaitu sama-sama meneliti tentang penanaman

nasionalisme di sekolah. Sedangkan perbedaanya yaitu terletak pada lokasi

penelitian, dimana lokasi pemnelitian ini adalah SMA Mataram Tempursari,

selain itu juga terdapat perbedaan yang lain yaitu dimana penelitian ini lebih fokus

kepada pendidikan karakter kebangsaan, yaitu mengenai nasionalisme dalam

pembelajaran sejarah.

Berdasarkan latar belakang diatas penelitian ini akan dibahas tentang

“Peran guru sejarah dalam penanaman nasionalisme siswa kelas XI IPA SMA

Mataram Tempursari”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dikaji dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana nasionalisme siswa di SMA Mataram Tempursari?


2. Bagaimana peran guru sejarah dalam penanaman Nasionalisme di SMA

Mataram Tempursari?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, tujuan yang hendak

dicapai oleh penulis adalah:

1. Mengetahui nasionalisme siswa SMA Mataram Tempursari

2. Mengetahui peran guru sejarah dalam penanaman nasionalisme di

SMA Mataram Tempursari?

D. Landasan Teori

Landasan teori digunakan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesui

dengan kenyataan di lapangan. Sehingga dalam hal ini teori digunakan sebagai

bahan penjelas sedangkan penelitianya berangkat dari data di lapangan.

1. Peran

Menurut Poerwadarminto (1984:735) peran adalah bentuk dari perilaku

yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu. Bila yang diartikan

dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status

tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang yang

melakukan peran tersebut, hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu

rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu.

Peran Guru Sejarah

Guru merupakan faktor penting bagi keberhasilan pembelajaran sejarah

dan faktor penting dalam mewujudkan kualitas pembelajaran, hal ini berarti
bahwa jika guru memiliki kinerja yang baik maka akan mampu meningkatkan

kualitas pembelajaran. Guru yang memiliki kinerja yang baik akan mampu

menyampaikan pelajaran dengan baik dan bermakna, mampu memotivasi peserta

didik, terampil dalam memanfaatkan media, mampu membimbing dan

mengarahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat

dalam belajar, senang dalam proses pembelajaran, dan merasa mudah memahami

materi pelajaran yang disampaikan oleh guru (Aman,2011:96).

Berdasarkan kajian Pullias dalam Mulyasa (2006:37) mengatakan ada

beberapa peran guru diantaranya guru sebagai pendidik, guru sebagai

pembimbing, guru sebagai pelatih, guru sebagai pengajar, guru sebagai penasehat,

guru sebagai pembaharu, guru sebagai model dan teladan, guru sebagai pribadi,

guru sebagai pendorong kreativitas, guru sebagai pembangkit pandangan, guru

sebagai pekerja rutin, guru sebagai pemindah kemah, guru sebagai pembawa

cerita, guru sebagai aktor, guru sebagai emansipator, guru sebagai evaluator, guru

sebagai pengawet, guru sebagai kulminator dan guru sebagai dinamisator. Adapun

peran guru sejarah dalam meningkatkan nasionalisme diantaranya sebagai berikut:

a. Guru sejarah sebagai pembimbing

b. Guru sejarah sebagai pembawa cerita

c. Guru sejarah sebagai evaluator

d. Guru sejarah sebagai pendorong kreativitas

e. Guru sejarah sebagai teladan

2. Nasionalisme

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan

kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama


untuk sekelompok manusia (Illahi, 2015: 5). Nasionalisme adalah kualitas dan

integritas kesadaran nasional warga bangsa atau suatu bangsa (Syam, 2009:19).

Menurut Bakry (2010:130) Nasionalisme Indonesia merupakan suatu konsep

dengan menyatukan bangsa indonesia yang ber-pancasila sehingga pancasila

sebagai pemersatu bangsa indonesia yang pada mulanya tumbuh dalam kehidupan

masyarakat, kelompok besar bangsa indonesia, baik yang berbangsa asli maupun

yang keturunan asing, dengan berjalanya waktu juga dapat mempunyai kesamaan

cita-cita, sehingga akhirnya membentuk suatu kesatuan bangsa negara yang

disebut nasionalisme indonesia. Sikap nasionalisme merupakan sikap dan tingkah

laku siswa yang merujuk pada loyalitas dan pengabdian terhadap bangsa dan

negara (Aman,2011:141).

Dengan pendapat diatas maka nasionalisme dapat didefinisikan sebagai

sikap cinta tanah air, yang artinya mereka mencintai dan mau membangun tanah

air menjadi lebih baik seperti, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, setia

memakai produksi dalam negeri, rela berkorban demi bangsa dan negara, bangga

sebagai bangsa dan bernegara Indonesia, berprestasi dalam berbagai bidang untuk

mengharumkan nama bangsa dan negara dan setia kepada bangsa dan negara

terutama dalam mengadapi masuknya dampak negatif globalisasi.

Menurut Aman (2011:141) dalam bukunya mengemukakan bahwa ada

beberapa indikator sikap nasionalisme sebagai berikut: a. Bangga sebagai bangsa

Indonesia, b. Cinta tanah air dan bangsa, c. Rela berkorban demi bangsa, d.

Menerima kemajemukan, e. Bangga pada budaya yang beragam, f. Menghargai

jasa para pahlawan, g. Mengutamakan kepentingan umum


E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan Penulisan ini diharapkan mampu memberikan pemikiran bagi

jurusan sejarah dan Universitas Negeri Malang pada umumnya, salah satunya

dengan menambah nilai-nilai cinta terhadap tanah air serta meningkatkan rasa

nasionalisme. Penulisan ini dapat digunakan sebagai literatur atau bahan bacaan

bagi masyarakat supaya masyarakat mengerti tentang peran guru sejarah untuk

meningkatkan nasionalisme di SMA, sehingga memiliki rasa cinta tanah air dan

menghormati jasa para pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan

kemerdekaan bangsa Indonesia serta lepas dari gejola sosial seperti konflik

perbedaan suku, ras, dan agama karena di Indonesia memiliki banyak

keberagaman.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi untuk pihak

sekolah mengenai bagaimana peran guru dalam menciptakan rasa nasionalisme di

SMA Mataram Tempursari sebagai gambaran nyata bagaimana pembelajaran

sejarah yang ada di kelas. Penulisan ini dapat menjadi bahan referensi atau bahan

bacaan bagi peneliti yang berkeinginan untuk meneliti atau mempelajari tentang

Peran guru sejarah untuk menanamkan nasionalisme.


BAB II

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis

penelitian deskriptif . Pendekatan kualitatif yaitu memandang obyek sebagai

sesuatu yang dinamis, hasil kosntruksi pemikiran dan interpretasi terhadap gejala

yang diamati, serta utuh (holistic) karena setiap aspek dari obyek itu mempunyai

satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Indranata, 2008:3). Menurut Parsudi

Suparlan (dalam Patilima, 2005:3) pendekatan kualitatif sering juga dinamakan

pendekatan humanistik, karena didalam pendekatan ini cara pandang, cara hidup,

selera ataupun ungkapan emosi dan keyakinan dari warga masyarakat yang diteliti

sesuai dengan masyarakat yang diteliti, juga termasuk data yag harus

dikumpulkan. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena yang tengah dialami oleh subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengen cara deskripsi

dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010:6).

Sedangkan menurut sugiyono (2015:9) menyatakaan bahwa

“Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang


berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawanya
adalah eksperimen) dimana peneliti adalah instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis
data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penlitian kualitatif lebih
menekankan makna dari gereralisasi”.

Dalam penelitian ini data yang diperoleh adalah berupa data deskriptif

yang tidak menggunakan data yang berupa angka untuk menerangkan hasil
penelitian. Data deskriptif tersebut berkaitan dengan hasil penelitian yaitu persepsi

siswa terhadap nilai-nilai nasionalisme dalam pembelajaran sejarah di SMA

Mataram Tempursari. Penelitian merupakan cara untuk memperoleh kebenaran

ilmiah. Oleh karena itu, untuk dapat melakukan penelitian yang baik dan benar

maka seorang peneliti perlu memperhatikan cara-cara melakukan penelitian atau

lebih dikenal sebagai metode penelitian. Kesesuaian metode dengan masalah yang

akan dikaji mutlak diperlukan agar hasil penelitian sesuai untuk menjelaskan

kondisi yang ada di lapangan.

Jenis penelitian deskriptif adalah cara untuk menguraikan kejadian-

kejadian yang tertulis maupun tidak tertulis. Penelitian kualitatif melandaskan

latar belakang ilmiah sebagai keutuhan, manusia sebagai alat penelitian,

menaganalisis masalah secara induktif, mengarahkan penelitiannya pada usaha

menukan teori dasar, bersifat deskriptif dan lebih mementingkan proses daripada

hasil. Sering kali masalah penelitian dalam penelitian kualiatif bersifat sementara

dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada langsung di lapangan.

Penetapan masalah penelitian yang sesungguhnya baru bisa dipastikan sewaktu

peneliti telah berada di lapangan penelitian. Penelitian ini digolongkan sebagai

penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif berusaha mendeskripsikan penelitian

fenomena sebagaimana adanya dan dirancang untuk memperoleh informasi untuk

penelitian. Tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan seperti yang

dijumpai pada penelitian eksperimen. Tujuannya adalah menggambarkan keadaan

atau status fenomena untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan

keadaan sesuatu (Arikunto, 2006:245).


Data yang diolah dalam penelitian ini berupa kata-kata dan gambar.

Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran

penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan

laporan, foto, dokumen pribadi dan dokumen resmi lainnya.

B. Kehadiran Peneliti

Peneliti langsung terjun kelapangan, pada tanggal 10 oktober – 20 Januari

2018 hal ini dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui langsung situasi sekolah

SMA Mataram Tempursari. Kemudian peneliti juga mewawancarai beberapa

siswa-siswi SMA Mataram serta beberapa guru SMA Mataram Tempursari.

Dalam penelitian ini kehadiran peneliti diketahui oleh informan namun tetap

dilakukan pengecekan keabsahan data yang masuk. Peneliti bertindak sebagai

instrumen utama dan pengumpul data yang dilakukan dalam situasi yang

sesungguhnya.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi yang diambil dalam penelitian ini adalah SMA Mataram

Tempursari, letaknya di desa Tempursari Lumajang, secara umum SMA Mataram

bisa dikatakan sebagai SMA favorit dikecamatan tempursari dibuktikan dengan

berbagai piala-piala yang dimenangkan oleh siswa.

SMA Mataram Tempursari tergolong SMA maju di lingkungan

Tempursari, dengan berbagai kegiatan –kegiatan seperti drumband, paskibraka,

baris-berbaris dan Karnaval yang menambah legitimasi sekolah unggulan dan

membentuk kepribadian serta cinta tanah air. Keunikan yang saya lihat di SMA

Mataram tempursari mendorong peneliti untuk melakukan penelitian.

D. Sumber Data
Lofland dalam Moleong (2010:157) “sumber data utama dalam penelitian

kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, kata-kata dan tindakan orangt-orang yang

diamati adalah data utama”. Selebihnya adalah data-data tambahan lain seperti

dokumen dan kajian pustaka. Dengan demikian, sumber data penelitian yang

bersifat kualitatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Informan

Sumber data yang pertama adalah informan. Sumber data diperoleh

melalui kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai. Pencatatan

sumber data melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil

usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya (Moleong,

2010:157). Informan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah Ibu Siti Nur

Kholila selaku guru matapelajaran sejarah kelas XI IPA dan beberapa siswa dan

siswi kelas XI IPA SMA Mataram Tempursari. Informan dari guru dan siswa

dipilih untuk mengetahui peran guru sejarah dalam meningkatkan nasionalisme

siswa kelas XI IPA.

2. Dokumen

Sumber data yang selanjutnya adalah sumber data yang diperoleh secara

langsung dari informan dilapangan, seperti dokumen sekolah, foto, dan

sebagainya. Dokumen merupakan sumber data pelengkap dari penggunaan

metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif agar data yang

diperoleh lebih kredibel dan dapat dipercaya (Sugiyono,2010:329).

E. Prosedur pengumpulan data

Menurut Indranata (2008:2011) metode pengumpulan data adalah bagian

instrumen pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu


penelitian. Pengumpulan data dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk

memperoleh bahan-bahan, keterangan dan informasi yang benar. Data yang

dimaksudkan adalah data-data yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Untuk

kepentingan pengumpulan data digunakan teknik sebagai berikut:

1) Metode observasi

Metode observasi atau pengamatan secara langsung kepada objek

penelitian. Peneliti menggunakan metode ini untuk merekam secara

langsung terkait kegiatan-kegiatan di SMA Mataram Tempursari. Sesuai

dengan rencana penelitian ini yang secara langsung maka, sangat tepat

peneliti menggunakan metode ini. Dalam penelitian ini menggunakan jenis

observasi terus terang, peneliti dalam melakukan pengumlan data

menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan

penelitian, jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir

aktivitas penelitian (Sugiyono, 2015:228). Dalam penelitian ini, peneliti

mengamati lingkungan sekolah, sikap siswa kelas XI IPA dan guru sejarah

SMA Mataram Tempursari dalam memberikan nilai-nilai Nasionalisme

dalam pembelajaran sejarah. Dengan tujuan untuk mencatat perilaku dan

kejadian yang seberarnya.

2) Metode interview (wawancara)

Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara

langsung antara pewawancara dengan responden. Wawancara digunakan

sebagai teknik pengumpulan data apabila penelti ingin melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi

juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam. Wawancara dilakukan kepada informan yang benar-benar

dapat membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi. Metode

wawancara yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

wawancara terstruktur.

Informan yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah guru mata

pelajaran sejarah dan siswa kelas XI IPA . Untuk menjaga kredibilitas

hasil wawancara tersebut, maka perlu adanya alat untuk mencatat data,

dalam hal ini peneliti menggunakan tape recorder atau handphone yang

berfungsi untuk merekam hasil wawancara tersebut. Peneliti juga

memerlukan buku sebagai alat tambahan, selain itu juga berguna untuk

membantu peneliti dalam merencanakan pertanyaan-pertanyaan

berikutnya. Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan

penelti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau

sumber data, maka peneliti menggunakan handphone untuk memotret

ketika peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan informan atau

sumber data. Dengan adanya foto ini, maka dapat meningkatkan

keabsahan penelitian, karena peneliti benar-benar melakukan

pengumpulan data.

3) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pengumpulan data yang berupa foto,

film, vidio, rekaman atau bahan lainya yang dapat digunakan sebagai bahn

bukti dari hasil penelitian. Dalam penelitian ini hasil rekaman wawancara

dan juga foto bersama narasumber sebagai hasil bukti penelitian. Studi
dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2015:240).

F. Analisis data

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis

berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis

(Sugiyono,2015:245).

Nasution menyatakan (dalam sugiyono, 2015:244):

“melakukan analisis adalah pekerjaan yang sulit memerlukan kerja


keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan
intelekttual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti
untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari
sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitianya.
Bahan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang
berbeda”.
Dalam hal analisis data kualitatif, bogdan menyatakan bahwa (dalam Sugiyono,

2015:244):

Data analysis is the process of systematically searching and


arranging the interview trancript, fieldnotes, and other materials
that you accumulate increase your own understanding of them and
to enable you to present what you have discovered to others.

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperloeh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain,

sehingga dapat mudah dipahami dan temuanya dapat diinformasikan kepada orang

lain.

Berdasarkan hal diatas dapat dikemukakan bahwa. Analisis data kualitatif

ialah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari

hasil wawancara, catatan lapanagan, dan dokumentasi dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam pola, memilih nama yang penting dan yang
akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2015:244).

Proses analisis data meliputi : Analisis sebelum dilapangan, analisis

sebelum ke lapangan lebih kedalam fokus penelitian, data yang digunakan

berasal dari studi pendahuluan atau yang bisa dikatakan sebagai data sekunder.

Namun dalam hal ini masih bersifat sementara. Dalam hal ini peneliti

menggunakan pembanding dengan buku-buku yang relevan, selanjutnya yaitu

analisis selama dilapangan.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis data sebagai berikut,

1. Pengumpulan data

Dilaksanakan dengan cara pencarian data yang diperlukan terhadap

berbagai jenis data dan bentuk data yang ada dilapangan, kemudian melaksanakan

pencatatan data dilapangan.

2. Reduksi data

Menurut Sugiyono (2015:237) mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema

dan pola nya serta membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah

direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya apabila diperlukan.

Proses reduksi data dalam penelitian ini dapat peneliti uraikan sebagai

berikut: peneliti merangkum hasil catatan lapangan selama proses penelitian

berlangsung yang masih bersifat kasar atau acak ke dalam bentuk yang lebih

mudah dipahami. Peneliti juga mendeskripsikan terlebih dahulu hasil dokumentasi

berupa sikap nasionalisme siswa dalam bentuk kata-kata sesuai apa adanya di
lapangan. Setelah selesai, peneliti melakukan reflektif. Reflektif merupakan

kerangka berfikir dan pendapat atau kesimpulan dari peneliti sendiri.

3. Dispalay data

Dalam display data, yaitu menampilkan hasil data yang sudah ditemukan

untuk mengetahui apa yang sudah ditemukan dalam dilapangan. Setelah data

sudah terkumpul dan setelah dianalisis selanjutnya yaitu dapat dikategorikan mana

data diambil, dan mana data yang tidak. Selain itu, dengan adanya Display data,

maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

Dengan mendisplay data makan akan memudahkan apa yang terjadi,

merencanakan selanjutnya sesui dengan apa yang telah difahami. Miles and

Huberman (dalam Sugiyono, 2015:249) menyatakan “the most frequent from of

display data for qualitative research data in the past has been naartive text ”.

yang paling sering untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah

dengan teks yang bersifat naratif.

4. Conclusion drawing/verifikasi

Setelah dilakukan penyajian data, maka langkah selanjutnya adalah

penarikan kesimpulan atau verifikasi ini didasarkan pada reduksi data yang

merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Kesimpulan

awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data

berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel.

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat

menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga

tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah

dalam penelitian kualitatif bersifat sementara danakan berkembang setelah

penelitain berada dilapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah

merupakan temuan yang baru yang sebelumnya belum pernah ada (Sugiyono,

2015: 253).

G. Pengecekan keabsahan temuan.

Dalam pengecekan keabsahan temuan dengan melakukan beberapa hal. Untuk

menguji kredibilitas dapat menggunkan beberapa tahapan sebagai berikut:

a) Meningkatkan ketekunan

Dengan meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan lebih

cermat maka dengan ketekunan suatu masalah lebih absah.

b) Triangulasi

Dalam hal ini mencoba melihat pengecekan data dari berbagai

sumber . Sampai data benar-benar tidak ada perbedaan jika ada perbedaan

maka dilakukan diskusi. Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini

yaitu triangulasi sumber, yaitu menggunkan sumber data yang lebih dari

satu, motode lebih dari satu. Triangulasi merupakan teknik yang dilakukan

dengan cara menggunakan beberapa motede secara berurutan atau sama-

sama. Pengecekan keabsahan temuan pada penelitian ini ialah dengan

menggunkan kecukupan bahan referensi seperti pendukung untuk


membuktikan sesuatu yang telah dihasilkan dari peneliti. Adanya

kelengkapan referensi dalan dokumen berupa rekaman wawancara dan

foto. Dengan, keabsahan data dilihat dengan adanya bimbingan dosen

pembimbing yang dapat menguji adanya keabsahan data. Peneliti datang

dan mewawancarai sendiri dan memaknainya secara berulang-ulang agar

mempunyai pemahaman yang maksimal serta berkonsultasi dengan dosen,

konsultasi tersebut diajukan kepada orang-otrang yang memiliki otoritas

atau kewenangan keilmuan yang terkait dengan keilmuan tersebut, dalam

hal ini konsultasi diajukan kepada dosen pembimbing Drs. Kasimanudin

Ismain, M.Pd.

H) Tahap-tahap penelitian

Pada tahap awal peneliti membaca-baca buku di perpustakaan mengenai

penelitian kualitatif dan juga mengenai kemerdekaan. Sehingga buku tersebut

dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat desain dalam penelitian

dilapangan. Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara,

dimana data tersebut direkam dengan perekam hp dibantu alat tulis lainya.

Kemudian dibuatkan transkipnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk

rekaman menjadi bentuk tertulis . Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang

agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah di dapatkan.

Berdasarkan teori dan pedoman wawancara, peneliti menyusun sebuah

kerangka awal analisis. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali

membaca transkip wawancara dan melakukan pemilihan data yang relevan dengan

pokok pembicaraan. Sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara

landasan teoritis dengan hasil yang didapat didalam penelitian.


Penulisan penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan

subjek. Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari subjek, dibaca berulang

kali sehinggga penulis mengerti benar permasalahanya, kemudian dianalisis,

sehingga didapat gambaran mengenai permasalahan yang ada. Selanjutnya

dilakukan interprestasi dan penulisan laporan.


BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

a. SMA Mataram Tempursari

Berdasarkan hasil Observasi, 5 Juni 2021, SMA Mataram Tempursari

berlokasi di Jalan Masjid No 5 Tempursari, kode pos 67375. SMA Mataram

Tempursari berada pada daerah Pusat Tempursari, lokasinya sejuk dan nyaman

serta mudah untuk dijangkau, jarak dengan kecamatan tempursari sekitar 500

Meter. Sekolah ini akrab dipanggil dengan sebutan SMATA .

Secara rinci letak geografis SMA Mataram Tempursari adalah sebagai berikut :

Alamat : Jalan Masjid No 5

Desa/Kelurahan : Tempursari

Kecamatan : Tempursari

Kabupaten : Lumajang

Provinsi : Jawa Timur

Kode Pos : 67375

Nomor telepon : 0334 591 067

Email : smamataramtpsari@gmail.com (Sumber: Profil

sekolah, Dinding depan Sekolah)


b. Prestasi SMA Mataram Tempursari

Prestasi yang dicapai oleh siswa-siswi SMA Mataram Tempursari tidak

lepas dari bimbingan para guru dan sikap serius dari siswa. Beberapa Piala yang

masuk ke dalam lemari SMA Mataram tempursari mulai dari kegiatan Baris-

berbaris untuk memeriahkann HUT NKRI tingkat Desa, Karnaval Kemerdekaan,

OSTB dan karate . (Sumber: Profil sekolah, Dinding depan Sekolah)

c. Visi dan Misi SMA Mataram Tempursari

SMA Mataram Tempursari mendidik untuk kemajuan Bangsa, yang

mempunyai karakter kuat serta mampu mengamalkan disetiap aktivitas yang

dijalani, baik didalam lingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah.

Untuk meningkatkan mutu kualitas sekolah, SMA Mataram Tempursari memiliki

visi, misi dan tujuan sekolah. Berdasarkan Observasi dan dokumentasi,10 oktober

2017. Adapun visi dari SMA Mataram Tempursari yaitu “Terwujudnya sekolah

yang nyaman, dan unggul dengan berwawasan pada IPTEK dan IMTAQ”

(Sumber: Profil sekolah, Dinding depan Sekolah)

Indikator Visi

a) Senantiasa memberikan kenyamanan dan kemudahan

b) Unggul dalam pengelolaan system manajemen informasi sekolah

c) Unggul pelaksanaan KSPBK, Life skill dan PBKB

d) Unggul dalam melaksanakan KBK untuk setiap mata pelajaran

e) Unggul dalam melaksanakan PBK untuk setiap mata pelajaran yang

telah mengintegrasikan Life Skill

f) Unggul dalam peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru


g) Membentuk suasana yang menyenangkan dalam pelayanan sekolah

kepada masyarakat. (Sumber: Profil sekolah, Dinding depan Sekolah)

Untuk tercapainya Visi tersebut maka SMA Mataram Tempursari merumuskan

misi sekolah, adapun misi dari SMA Mataram Tempursari yaitu:

a) Melaksanakan pembelajaran yang eksploratif, elaborative, konfirmatif,

inovatif, dan menyenangkan

b) Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada warga sekolah

c) Menggali potensi sumber data sekolah dan membangkitkan semangat kerja

yang tinggi bagi seluruh warga sekolah dan komite sekolah

d) Mendorong dan membantu siswa untuk mengenali dirinya sehingga dapat

dikembangkan secara optimal serta memunculkan ide- ide baru

e) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut juga

menumbuhkan budaya bangsa agama yang menjadi sumber kearifan dalam

bertindak dan berperilaku dalam masyarakat

f) Menumbuhkan aktifitas siswa dalam pendayagunaan perpustakaan,

laboratorium, dan teknologi multimedia

g) Menumbuhkan rasa riang, senang, dan optimis terhadap masa depan

(Sumber: Profil sekolah, Dinding depan Sekolah)

c. Tujuan SMA Mataram Tempursari

Adapun untuk menunjang visi misi sekolah, SMA Mataram Tempursari

mempunyai Tujuan sekolah. Berdasarkan hasil Observasi, 5 Juni 2021. Tujuan


SMA Mataram Tempursari. Adapun Tujuan sekolah SMA Mataram Tempursari

yaitu:

a) Meningkatkan kompetensi guru dalam rangka pelaksanaan K13

b) Menyusun silabus berdasarkan K13 untuk setiap mata pelajaran yang

telah mengintegrasikan Life Skill dengan tujuan mengembangakan model-

model pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan bagi siswa dan

guru

c) Menumbuhkan kemandirian dan tanggung jawab peserta didikdalam

mengikuti pembelajaran serta mengoptimalkan kemampuan, bakat, minat,

dan /atau potensi yang ada pada peserta didik dalam bidang keilmuan,

seni, olahraga dan keagamaan

d) Memfasilitasi kecepatan belajar, irama belajar maupun gaya belajar

peserta didik secara individual dan kelompok

e) Meningkatkan dan mengembangkan wawasan bagi sekolah dalam rangka

mengembangkan kultur sekolah yang dapat menciptakan proses

pembelajaran yang mengasikkan dan menyenangkan.

d. Sarana Prasarana

Sarana dan prasarana diperlukan untuk mendukung pelaksanaan segala

aktifitas dan kegiatan di sekolah. Berdasarkan Observasi 5 Juni 2021 Sarana

Prasarana SMA Mataram diantaranya adalah : 1) Mushola 2) Laboratorium

(Fisika, Kimia, Biologi, Komputer,dan Bahasa) 3) Free Hotspot 4) Perpustakaan

5) Sarana Olahraga 6) Ruang Kepala Sekolah 7) Ruang Tata Usaha 8) Ruang

Penerimaan Tamu 9) Ruang Guru 10) Ruang BK 11) Ruang Pramuka 12) Ruang
UKS 13) Lab Komputer 14) Toilet. (Sumber: Profil sekolah, Dinding depan

Sekolah)

e. Struktur Organisasi

SMA Mataram Tempursari dibawah naungan LP Maarif Lumajang. SMA

Mataram dipimpim oleh Hasan Ibrahim S.Ag yang berasal dari jombang tetapi

sudah menetap di Tempursari, beliau memimpin mulai dari berdiri sampai

sekarang. Untuk komite masih dipegang oleh beberapa orang yang berpengaruh di

Tempursari khususnya para Nadhiyin yang sudah sepuh untuk memberikan

masukan kepada sekolah. Dalam Struktur organisasi SMA Mataram posisi kepala

sekolah dan komite sangatlah penting dalam membangun sekolah. Selain itu juga

diperlukan beberapa wakil kepala sekolah untuk membantu Kepala sekolah dalam

memimpin SMA Mataram Tempursari. Ada beberapa WAKA di SMA Mataram

diantaranya : WAKA kurikulum dipimpin Luluk Ekawati, S.Pd, WAKA Humas

dipimpin Amak Fadholi, S.Pd, WAKA Kesiswaan Imam Rohadi, S.Pd, dan

WAKA Sarana Prasarana dimpin M. Arifin, S.Pdi. (Sumber: Profil sekolah,

Dinding depan Sekolah)

f. Guru dan Siswa

SMA Mataram Tempursari mempunyai tenaga pengajar dan staf karyawan

secara keseluruhan berjumlah 20 orang ahli. dengan rincian tenaga pendidik 17

dan staf karyawan 3 orang. Tenaga pengajar SMA Mataram Tempursari sebagian

besar sudah menempuh strata 1.

Siswa yang bersekolah di SMA Mataram Tempursari sebagian besar

berasal dari kecamatan Tempursari. Beberapa siswa juga ada yang berasal dari
kecamatan tetangga. SMA Mataram Tempursari mempunyai caranya sendiri

dalam menentukan jurusan di sekolah. Pembagian kelas disesuaikan dengan

kemampuan siswa, selain itu juga dengan dilakukan test kemampuan akademik.

SMA Mataram Tempursari mempunyai 8 kelas yang terbagi menjadi beberapa

kelas IPA dan IPS. Secara lebih terperinci pembagian kelas dibagi menjadi

seperti berikut:

1. kelas X : 1 kelas IPA dan 1 Kelas IPS

2. Kelas XI : 2 Kelas IPA dan 1 Kelas IPS

3. kelas XII : 2 Kelas IPA dan 1 kelas IPS

(sumber: Dokument pribadi sekolah)

B. Sikap Nasionalisme Siswa Kelas XI IPA SMA Mataram Tempursari

Nasionalisme merupakan cinta tanah air Indonesia, mencintai tanpa

merendahkan negara manapun di dunia. Kebesaran suatu Negara tidak akan lepas

dari tertanamnya nasionalisme didalam diri bangsanya. Dengan demikian

nasionalisme merupakan suatu paham kebangsaan yang perlu dimiliki oleh semua

masyarakat Indonesia, tidak terkecuali pelajar.

Berdasarkan hasil data yang diperoleh di SMA Mataram Tempursari bahwa

Nasionalisme penting dimiliki oleh siswa, karena Nasionalisme merupakan suatu

sikap yang mencintai tanah airnya yang selalu menjaga keutuhan negara

kesatuannya dan selalu mengedepankan kepentingan negara di banding

kepentingan sendiri. Berikut wawancara dengan guru sejarah SMA Mataram

Tempursari.
“Iya penting banget, karena siswa merupakan generasi
penerus kalau mereka tidak memiliki jiwa nasionalisme
bagaimana mereka bisa membangun bangsa, karena
nasionalisme itu sendiri adalah cinta tanah air, kalau mereka
tidak mencintai indonesia, bisa-bisa bangsa ini hancur”

Nasionalisme dibutuhkan suatu negara agar dapat menghindari ancaman

kehancuran bangsa. Indonesia sudah merdeka dari penjajahan Jepang dan bangsa

Barat, kemerdekaan Indonesia tidak didapat dengan mudah berbagai pertempuran

dilalui oleh para pejuang-pejuang kemerdekaan. Generasi muda sebagai penerus

perjuangan harus melanjutkan cita-cita para pahlawan dan mempertahankan

kemerdekaan yang sudah diraih.

Generasi muda merupakan berlian bagi keberlangsungan suatu bangsa,

kecemerlangan pemuda akan mempengaruhi keberlanjutan Indonesia dimata

Dunia. Hal ini menjadikan perlunya penanganan yang bagus untuk generasi muda,

supaya mempunyai sikap nasionalisme. Sikap nasionalisme yaitu sikap mencintai

Indonesia. Sikap Nasionalisme sudah sepantasnya dimiliki oleh setiap siswa,

dengan adanya sikap memiliki dan cinta Indonesia, para generasi muda dapat

menjaga dan melindungi negaranya dari ancaman dalam bentuk apapun sesuai

dengan cita-cita pendahulunya. Sikap nasionalisme siswa baik di dalam maupun

di luar sekolah harus di pupuk agar nantinya menjadi manusia yang bernasionalis.

Dari hasil data yang diperoleh peneliti, bahwa sikap nasionalisme siswa di

SMA Mataram Tempursari meliputi cinta tanah air, cinta budaya Indonesia, rela

berkorban, toleransi antar suku ras dan agama, menghargai jasa para pahlawan.

a. Cinta tanah air


Nasionalisme Indonesia tidak datang dengan sendirinya tetapi diawali oleh

penjajahan bangsa Barat sehingga memunculkan perasaan senasib dari penjuru

bangsa, yang kemudian menuntuk untuk bersatu mengusir penjajag dari

Indonesia. Mereka bersatu padu melawan penjajah dengan gagah berani tanpa rasa

gemetar dibenak demi Indonesia tercinta. Generasi muda sebagai penerus bangsa

sudah sepatutnya untuk mencintai Indonesia beserta sejarahnya. Hal ini seperti

yang diungkapkan M. Arosid, siswa kelas XI IPA, sebagai berikut:

“Nasionalisme adalah rasa cinta terhadap Indonesia”

Sikap nasionalisme siswa SMA Mataram Tempursari dalam hal cinta tanah air,

diaplikasikan dengan kita mencintai Indonesia dengan segala yang ada

didalamnya karena kita di lahirkan di Indonesia sudah sepatutnya kita berterima

kasih pada negeri ini. Kecintaan kepada negara sama halnya seperti mencintai

pasangan sendiri, seperti memakai produk dalam negeri buatan Indonesia adalah

salah satu bentuk sikap nasionalisme

Seperti yang dikemukakan Ali Mashuri siswa SMA Mataram Tempursari, sebagai

berikut:

“sejarah bagian dari perjuangan anak bangsa, jadi sekarang


kita melanjutkan perjuangan makanya banyak belajar, lebih
mencintai produk-produk dalam negeri dan ikut menjaga
perdamaian di Indonesia”

Selain itu kecintaan anak bangsa terhadap Indonesia dapat diwujudkan

dengan belajar, berprestasi disekolah maupun di luar sekolah, serta


mengharumkan Indonesia dihadapan dunia Internasional. Seperti yang

diungkapkan oleh Sela Selviana, siswi kelas XI IPA, sebagai berikut:

“Belajar dengan tekun apalagi kalau bisa membanggakan


ortu, dan negara dengan kecerdasan pasti akan menjadi
orang yang berguna”

Belajar dengan tekun dan sungguh-sungguh merupakan sikap nasionalisme

cinta tanah air, siswa sudah sepatutnya membanggakan Indonesia dengan berbagai

prestasi. Negara Indonesia dapat menjadi macan Asia kembali jika generasi muda

mempunyai kualitas kecerdasan. Kecerdasan generasi muda merupakan cerminan

masa depan yang cerah, siswa sebagai cerminan generasi muda tidak perlu

berperang untuk mewujudkan kecintaanya. Tugas siswa mencintai Indonesia sesui

zamanya yaitu belajar dengan tekun serta membuat bangsa Indonesia semakin

maju. Hal ini sesui dengan pendapat Septa Gabriele, siswa kelas XI IPA, sebagai

berikut:

“Sebagai pelajar saya tidak mungkin berperang, jadi


belajar dengan giat. Tanggung jawab kepada tugas-
tugas mengikuti peraturan peraturan baik disekolah
maupun lingkungan”

b. Cinta budaya Indonesia

Cinta kepada budaya Indonesia salah satu hal yang dapat mempersatukan

bangsa Indonesia. Negara Indonesia memliki berbagai macam suku dan budaya

yang tak terhitung jumlahnya. Kekayaan ini akan tetap terjaga bila setiap

bangsanya memiliki rasa memiliki terhadap budaya Indonesia, maka dari itu sikap

nasionalisme harus lebih di utamakan. Dari hasil data yang diperoleh peneliti

dilapangan bahwa sikap nasionalisme cinta kepada budaya Indonesia di SMA


Mataram Tempursari sudah dilakukan dengan baik oleh para siswa. Berikut hasil

wawancara dengan siswa yang Ahmad zamil, Rabu 28 Februari 2018, sebagai

berikut :

“Nasionalisme merupakan bentuk cinta kita kepada Budaya


Indonesia, Intinya kita mencintai tentang Indonesia”

Sikap nasionalisme harus di tunjukkan dengan gigih untuk mempertahankan

budaya Indonesia. Malaysia pernah mengklaim budaya indonesia, sebagai

generasi muda harus marah terhadap perlakuan tersebut. Seperti yang di

ungkapkan oleh By Agung Bayu Aji, salah satu siswa kelas XI IPA, sebagai

berikut :

“Kita harus marah karena budaya kita warisan nenek moyang dan
perlu kita lestarikan”

Warisan budaya bangsa sama saja dengan identitas bangsa itu sendiri sehingga

setiap masyarakat Indonesia harus melestarikan budayanya agar nantinya tidak

kehilangan identitas bangsa, cara melestarikan budaya Indonesia supaya tidak

diakui negara lain yaitu dengan menyukai budaya Tradsional. Seperti yang

diungkapkan oleh salah satu siswa yang bernama Lucy Nur Hidayat, bahwa

“Ketika budaya kita di klaim kita harus membela, dengan cara


lebih menyukai budaya lokal seperti reog ponorogo, jaran
kepang dan tarian tradisional yang lain”

c. Menghargai jasa pahlawan

Bangsa Indonesia tidak pernah lepas dari sejarahnya, sejarah yang

membuat rakyat Indonesia menjadi bangsa yang tertindas oleh bangsa asing,
bangsa yang selalu mengharapkan kemerdekaan segera datang. Kemerdekaan

yang diimpikan dapat terwujud dengan Soekarno memproklamasikan

kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia dilahirkan dengan upaya yang gigih dari

para pahlawan melawan penjajah tanpa rasa takut. Dengan demikian para siswa

dapat meneladani semangat para pahlawan. Seperti yang di ungkapkan oleh M.

Arosid, salah satu siswa kelas XI IPA, sebagai berikut:

“Menghargai pahlawan dengan meneladani beliau- beliau tersebut”

Rasa bangga kepada para pahlawan harus diimbangi dengan teladan dari

pahlawan tersebut. Mengidolakan pahlawan merupakan salah satu sikap

nasionalisme dikalangan siswa bahkan juga masyarakat Indonesia secara

keseluruhan. Pahlawan telah meninggalkan warisan yang tak ternilai harganya

yaitu berupa Indonesia merdeka. Seperti yang diungkapkan oleh Ahmad zamil,

salah satu siswa kelas XI IPA, sebagai berikut:

“Pahlawan sudah meninggal tapi jasanya masih terlihat yaitu


Indonesia merdeka . jadi sebagai seorang pelajar perlu belajar
giat, berprestasi untuk membuat harum indonesia”

Jasa para pahlawan sangatlah besar, untuk itu para masyarakat khususnya

para pemuda harus melanjutkan cita-cita para pahlawan yakni dengan mengisi

kemerdekaan dengan hal-hal yang positif dan bernilai nasionalisme.

Berdasarkan hasil data yang diperoleh peneliti melalui observasi

dilapangan dalam hal menghargai jasa para pahlawan para siswa sudah bisa

bersikap disiplin, sopan santun disekolah. Sikap disiplin dan sopan santun ini
terlihat dari aktivitas siswa pada saat pembelajaran sejarah. Aktivitas siswa dalam

pembelajaran sejarah terlihat siswa tepat waktu saat masuk pelajaran, siswa diam

ketika guru menjelaskan serta siswa sopan kepada guru dan temanya saat

berbicara. Sikap disiplin dan sopan santun mencermikan nilai-nilai nasionalisme

yang diajarkan oleh para pahlawan.

Selain itu bentuk nasionalisme menghargai para pahlawan yaitu dengan

mengikuti upacara bendera serta menyanyikan lagu Indonesia Raya. Upacara

bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya merupakan salah satu kegiatan

pengingat siswa atas jasa para pahlawan, dengan upacara bendera dan

menyanyikan lagu Indonesia raya para siswa dapat memahami dan meladani para

pahlawan. Awal kemerdekaan Indonesia sulit mengibarkan bendera merah putih

dan menyanyikan lagu Indonesia raya. Jadi sudah selayaknya siswa untuk bangga

dan selalu mengikuti upacara bendera. Seperti yang di ungkapkan oleh By Agung

Bayu Aji, salah satu siswa kelas XI IPA, sebagai berikut :

“Dengan upacara bendera saya sedikit bangga menjadi


indonesia. Dulu upacara bendera sulit karena dilarang
Belanda”

Upacara bendera adalah bentuk menghargai jasa para pahlawan, tanpa mereka kita

tidak bisa bebas dan merdeka seperti sekarang ini, jika upacara dihilangkan maka

kita akan semakin lupa atas jasa pahlawan-pahlawan.

Selain itu mengisi keseharian dengan melakukan hal-hal positif seperti

pramuka adalah salah satu bentuk lain dari sikap nasionalisme siswa menghargai
jasa pahlawan. Seperti pendapat Selvia, salah satu siswi kelas XI IPA, sebagai

berikut:

“Kegiatan yang mencerminkan nasionalisme di sekolah, selain


upacara tadi juga seperti pramuka, karena di pramuka diajarkan
untuk mencintai indonesia dengan membersihkan sampah di
sungai”

Siswa belajar dengan tekun, serta mengisi keseharian dengan mengikuti

kegiatan organisasi dan ekstrakurikuler di sekolah seperti pramuka adalah salah

satu hal yang positif untuk mengisi kemerdekaan. Melakukan kegiatan positif

serta menekuninya akan membuat negara ini semakin tentram dan maju, selain itu

mengikuti kegiatan ekstrakulikuler seperti pramuka, drumband dan berbagai

kesenian daerah akan membentuk pribadi yang disiplin dan mencintai Indonesia,

seperti yang dilakukan oleh pahlawan.

d. Toleransi antar suku ras dan agama

Negara Indonesia memliki berbagai macam suku, ras dan agama.

Keanekaragaman ini akan terjaga secara harmonis bila setiap bangsanya memiliki

sikap toleransi antara satu dengan yang lainnya, maka dari itu sikap nasionalisme

harus prioritaskan. Dari hasil data yang diperoleh peneliti dilapangan bahwa sikap

nasionalisme dalam hal toleransi di SMA Mataram Tempursari sudah dilakukan

dengan baik oleh para siswa. Seperti yang diungkapkan oleh lucy Nur Hidayat,

Siswa kelas XI IPA SMA Mataram, seperti berikut:

“Kita harus saling menghormati, karena Indonesia negara besar


dengan banyak suku. Jadi supaya tidak pecah harus saling
toleransi”
Sikap nasionalisme harus ditunjukkan dengan menghormati dan menghargai suku,

ras, dan agama yang lainnya dalam hal ini sikap toleransi perlu diutamakan agar

tidak terjadi permusuhan antar saudara, yang dapat memecah belah banga.

Indonesia berdiri bukan karena suku ataupun agama tertentu melainkan hasil jerih

payah bangsa Indonesia yang beranekaragam suku, ras maupun agamanya.

Indonesia terbentuk karena penindasan bangsa Barat terhadap Indonesia,

jadi patut untuk disyukuri semua yang telah terjadi, dan keanekaragaman bukan

halangan untuk kemajuan suatu bangsa. Seperti yang di ungkapkan oleh Indana

Zulfa, sebagai berikut:

“Keanekaragaman tidak menjadi halangan untuk


kemajuan, karena sejak berdiri Indonesia sudah seperti ini,
dengan berbagai agama, jadi perlu toleransi”

Sikap nasionalisme dalam hal toleransi beragama memang sudah terpupuk manis

di SMA Mataram dan di Kecamatan Tempursari. Toleransi di Kecamatan

Tempursari sudah terpupuk sejak lama, agama di Tempursari dapat berdampingan

tidak ada perpecahan. Masyarakat Tempursari mengutamakan Nasionalisme

dibanding ego pribadi. seperti yang diungkapkan Sela Selviana, siswi kelas XI

IPA SMA Mataram Tempursari, sebagai berikut:

“Tempursari itu toleransinya kuat, semua agama


berdampingan”

Toleransi beragama tidak hanya dicontohkan di Tempursari, didalam sejarah

Indonesia terdapat berbagai contoh toleransi beragama, seperti Hindu dan budha
yang hidup berdampingan, dengan dibuktikan di candi Jago. Toleransi dapat

menumbuhkan kesatuan Bangsa Indonesia. Hal ini diperkuat pendapat Fiki

Andreas, siswa SMA Mataram Tempursari, sebagai berikut:

“Dengan toleransi akan menjadi bersatu, selain itu semua


warga Indonesia harus belajar dari sejarah betapa rukunya
Indonesia dahulu”

Pendapat ini diperkuat oleh siswa yang lain, By Agung bayu Aji, Sebagai berikut:

“Dalam sejarah kita banyak sekali peperangan melawan


penjajah. Dan yang berjuang banyak sekali dari suku-
suku yang berbeda maka ketika merdeka kita harus
saling menghormati”

e. Rela berkorban

Sikap nasionalisme sudah mendarah daging didalam jiwa pahlawan.

Generasi muda sebagai penerus bangsa perlu melanjutkan sikap nasionalisme

tersebut. Siswa sebagai generasi muda perlu melajutkan perjuangan pahlawan

yang rela berkorban melawan penjajah dengan gagah berani. Dari hasil data yang

diperoleh peneliti dilapangan bahwa sikap nasionalisme dalam hal rela berkorban

SMA Mataram Tempursari sudah dilakukan oleh para siswa, seperti selalu

membela Negara Indonesia dari hinaan negara lain. Sikap nasionalisme yang di

tunjukkan oleh siswa yang bernama Galih Lingga Jati, berikut hasil

wawancaranya:

“Ketika negara dihina maka kita perlu membela, seperti balik


menghina negara yang menghina tersebut”
Pendapat tersebut diperkuat oleh temanya yang bernama M. Zuhil Farid, siswa

kelas XI IPA, sebagai berikut:

“Ikut membela Indonesia ketika ada masalah seperti dihina


Malaysia kemarin, dan selalu mencintai budaya kita sendiri”

C. Peran Guru Sejarah Dalam Meningkatkan Nasionalisme Siswa Kelas XI IPA


SMA Mataram Tempursari

Pembelajaran sejarah merupakan salah satu matapelajaran yang dapat

menumbuhkan nasionalisme. Pembelajaran sejarah telah mencatat berbagai

perjuangan tokoh-tokoh nasional melawan penjajah dengan berbagai

kesengsaraan, perjuangan tersebut akhirnya mencapai puncak ketika Indonesia

merdeka . Berikut hasil wawancara dengan Ibu Siti Nur Kholila, guru sejarah

sebagai berikut:

“Sejarah mencatat perjuangan bangsa mulai dari penjajahan


dengan berbagai kesengsaraan yang akhirnya menjadi
merdeka, semua itu dipelajari supaya kita semua
mempunyai semangat nasionalisme”

Proses kegiatan pembelajaran sejarah di SMA Mataram Tempursari juga

berlangsung baik, minat siswa terhadap pembelajaran sejarah cukub tinggi,

dengan minat tinggi, semangat siswa untuk mencintai Indonesia semakin tinggi.

Hal ini berdasarkan hasil pengamatan peneliti ketika mengamati proses kegiatan

belajar mengajar sejarah di kelas, siswa begitu antusias mendengar guru

menyampaikan materi sejarah yang di ajarkan, serta menelaah ajaran tersebut

menjadi pedoman dikeseharian dan dapat menumbuhkan nasionalisme dalam diri

siswa. Hal ini didukung oleh wawancara dengan ibu Siti Nur Kholilah, sebagai

berikut:
“Kalau disini minat siswa kepada sejarah bagus sekali,
sekarang saja namanya sudah mataram yang berasal dari
Kerajaan mataram Islam”

Guru sejarah pada dasarnya mempunyai peran penting dalam menanamkan

nasionalisme siswa. Berdasarkan kajian Pullias dalam Mulyasa (2006:37)

mengatakan ada beberapa peran guru diantaranya guru sebagai pendidik, guru

sebagai pembimbing, guru sebagai pelatih, guru sebagai pengajar, guru sebagai

penasehat, guru sebagai pembaharu, guru sebagai model dan teladan, guru sebagai

pribadi, guru sebagai pendorong kreativitas, guru sebagai pembangkit pandangan,

guru sebagai pekerja rutin, guru sebagai pemindah kemah, guru sebagai pembawa

cerita, guru sebagai aktor, guru sebagai emansipator, guru sebagai evaluator, guru

sebagai pengawet, guru sebagai kulminator dan guru sebagai dinamisator.

Adapun peran guru dalam meningkatkan nasionalisme diantaranya sebagai

berikut :

a. Guru sebagai pembimbing

Guru mempunyai peran untuk membimbing siswa menjadi lebih baik,

berguna bagi bangsa dan negara. Peranan ini penting dimiliki guru sejarah dalam

membimbing siswa ke jalan yang benar, serta guru dapat menanamkan

nasionalisme melalui pemaknaan secara mendalam kepada peristiwa sejarah.

Dalam hal ini peran guru sejarah sebagai pembimbing dalam meningkatkan sikap

nasionalisme siswa SMA Mataram Tempursari adalah guru sejarah selalu

memberikan bimbingan sejarah serta memberikan pemaknaan mendalam

mengenai materi sejarah yang diajarkan, agar siswa mempunyai sikap

nasionalisme cinta tanah air didalam dirinya serta diterapkan didalam keseharian.
Berikut hasil wawancara dengan salah satu siswa yang bernama Lucy Nur

Hidayat sebagai berikut:

“Dengan memberikan makna bahwa kita perlu cinta tanah


air supaya Indonesia tidak kembali dijajah ketika tepecah-
pecah”

Memaknai peristiwa sejarah untuk menjadikan pribadi yang lebih baik, karena

sejarah merupakan guru bagi manusia. Selain itu peran guru sebagai pembimbing

dalam penanaman nasionalisme di SMA Mataram Tempursari dilakukan dengan

membimbing siswa untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Siswa sangat

penting untuk selalu hafal lagu Indonesia Raya, lagu kebangsaan yang sakral

untuk dikumandangkan supaya Indonesia tidak terpecah belah dan Indonesia

dapat menjadi negara yang tentram dan sejahtera seperti sekarang ini serta dapat

menumbuhkan nasionalisme dalam diri siswa. Guru sejarah membiasakn sebelum

matapelajarna dimulai siswa menyayikan lagu Indonesia raya. Pernyataan ini di

perkuat oleh guru sejarah, berikut hasil wawancara dengan Ibu Siti Nur Kholila

sebagai berikut,

Kalau saya sebelum memulai pelajaran dengan menyanyikan


lagu Indonesia raya dan selalu memberikan motivasi atau cerita-
cerita perjuangan para pahlawan, betapa gigihnya mereka dalam
berjuang kita hanya menikmati hasilnya saja.

b. Guru sejarah sebagai pembawa cerita

Guru sejarah harus mampu menceritakan kronologis kejadian sejarah

dengan tekun sehingga mampu mempelajari kegunaanya bagi kelangsungan hidup

manusia. Guru sejarah dapat dikatakan sebagai orang yang berperan menceritakan
kepada generasi muda betapa gigihnya perjuangan melawan penjajahan, akan hal

itu generasi muda sebagai penikmat hasil perjuangan perlu mengisi kemerdekaan

dengan melakukan hal positif.

Data yang diperoleh peneliti melalui wawancara menunjukan peran guru

sejarah sebagai pembawa cerita dalam meningkatkan sikap nasionalisme siswa

SMA Mataram Tempursari adalah dengan cara guru sejarah dalam proses

pembelajaran selalu menceritakan kisah para pahlawan, betapa keseriusan

pahlawan dalam merebut kemerdekaan sampai darah terakhir, sehingga generasi

muda sebagai penikmat keberhasilan perlu mengisi kemerdekaan dengan hal-hal

positif yang mencerminkan nasionalisme. Berdasarkan hasil wawancara dengan

guru sejarah Siti Nur Kholilah, sebagai berikut:

“Dengan cara sering menceritakan tentang para


pahlawan, kegigihan para pahlawan, atau melawan para
penjajah. Dan mereka itu tidak berperang mereka ikut
menikmati. Dan sebelum masuk saya suruh menyanyi
Indonesia raya, setiap hari senin harus ikut upacara,
kalau tidak upacara mereka bisa lupa nanti sama
pancasila. Apalagi musimnya tawuran, kalau dulu
melawan penjajah dari negara lain, kalau sekarang dari
negara sendiri”

Cerita sejarah mengandung tokoh nasional dengan harapan siswa dapat

meneladani perjuangan dari para pahlawan yang gagah berani melawan penjajah,

serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil

wawancara dengan Ali Mashuri, sebagai berikut:

“Dengan memberikan arahan untuk mencontoh pahlawan


yang gagah berani berjuang untuk indonesia”
Perjuangan pahlawan melawan penjajah terekam dipembelajaran sejarah,

Peristiwa didalam sejarah tersebut dapat diajadikan pedoman siswa untuk

meningkatkan nasionalisme. Berikut hasil wawancara dengan siswi, Salsa Bella

sebagai berikut:

“sejarah dapat menumbuhkan sikap nasionalisme, karena


terdapat berbagai peristiwa sejarah perjuangan indonesia
terekam di dalamnya, selain itu matapelejaran sejarah juga
dapat menjadi pedoman hidup rakyat indonesia untuk
memajukan Indonesia”

c. Guru Sejarah sebagai evaluator

Materi sejarah mengandung nasionalisme. Guru sejarah sebagai pengajar

sejarah akan menguasai materi sejarah yang akan diajarkan kepada siswanya, serta

meng-evaluasi pembelajaran yang dilakukan untuk mewujudkan perubahan sikap

siswa. Peran guru sejarah sebagai evaluator menuntut untuk mengkaji apakah

siswa yang diajarkan sudah meng-implimentasikan nasionalisme dalam kehidupan

sehari-hari. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti melalui observasi

menunjukan peran guru sejarah sebagai evaluator dalam meningkatkan sikap

nasionalisme siswa SMA Mataram Tempursari dengan cara guru selalu

mengamati siswanya dalam kegiatan upacara, ketika ada siswa yang telat maka

guru akan memberikan hukuman berupa push up sebanyak 50 kali, serta

memberikan pencerahan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan

menuntut siswa yang tidak terlambat untuk tidak mengikuti tindakan siswa yang

tidak patut dicontoh.

Selain itu penanaman nasionalisme dilakukan guru sebagai evaluator

yaitu selalu memberikan nasehat dan penilaian kepada siswa untuk merubah
dirinya dengan mengurangi barang-barang luar negeri, dan lebih fokus kedalam

produk buatan anak bangsa. Menikmati produk-produk yang dihasilkan anak

bangsa sendiri, merupakan bagian penananam nasionalisme yang cukub penting.

Pernyataan ini diperkuat oleh siswa, Ali Mashuri, sebagai berikut:

“Karena sejarah bagian dari perjuangan anak bangsa,


jadi sekarang kita melanjutkan perjuangan makanya
banyak belajar, lebih mencintai produk-prduk dalam
negeri dan ikut menjaga perdamaian di Indonesia”.

d. Guru sejarah sebagai pendorong kreativitas

Guru sejarah mempunyai tujuan untuk menyampaikan materi sejarah

melalui berbagai cara. Kreativitas guru dalam proses belajar mengajar

mempengaruhi tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan data yang diperoleh

peneliti melalui pengamatan menunjukan peran guru sejarah sebagai pendorong

kreativitas dalam meningkatkan sikap nasionalisme siswa SMA

Mataram Tempursari adalah dengan cara guru sejarah dalam proses belajar

mengajar selalu memberikan metode yang berbeda.

Guru sejarah tidak selalu menggunakan metode ceramah dalam

pembelajaran, akan tetapi guru sering menggunakan metode lain seperti diskusi.

Hal ini bertujuan agar siswanya memiliki keberanian mengemukakan pendapatnya

dan menghargai pendapat orang lain, sehingga sikap nasionalisme dapat guru

berikan melalui metode diskusi dalam pembelajaran sejarah. Hasil pengamatan ini

diperkuat dengan pernyataan guru sejarah, Siti Nur Kholila, sebagai berikut:

“Metode saintifik, karena dengan itu mudah anak-anak


juga bisa dengan diskusi, anak-ank bisa memecahkan
masalah dengan bersama-sama untuk menumbuhkan
gotong royong dan kebersamaan dalam diri anak-anak”

Peran guru sejarah dalam memberikan nasionalisme melalui metode diskusi

membuat siswa mempunyai sifat disipin dan bertanggung jawab.

Siswa dituntut bertanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh guru, serta

disiplin dalam menjalani kehidupan. Berikut hasil wawancara dengan Ibu Siti

Nur Kholila, sebagai berikut:

“Karena dengan seperti itu mereka bisa menjadi disiplin,


mereka tanggung jawab dan mereka bisa mengamati atau
menganalisis apa yang mereka pelajari sendiri”
(Lihat lampiran 10, hal 80)

Kreativitas guru dapat menumbuhkan nasionalisme kedisiplinan dan tanggung

jawab dari siswa. Kedisiplinan dapat membuat bangsa indonesia semakin maju

dan melanjutkan cita-cita para pahlawan yang telah gugur. Pendapat ini diperkuat

oleh siswa SMA Mataram Tempursari, Salsa Bella sebagai berikut:

“Kegiatan yang mencerminkan sikap nasionalisme seperti


upacara bendera, disiplin, tepat waktu, mengejarkan tugas
dengan penuh tanggung jawab, mengikuti kegiatan
karnaval agustusan”
(Lihat lampiran 11, hal 118)

Selain itu peran guru sejarah sebagai pendorong kreativitas dalam meningkatkan

sikap nasionalisme siswa SMA Mataram Tempursari yaitu melihat film untuk

menumbuhkan nasionalisme. Para siswa ditugaskan untuk menonton film tersebut


sehingga akan menambah pengetahuan dan memotivasi untuk siswa dan guru.

Berikut hasil wawancara dengan Ibu Siti Nur Kholila, sebagai berikut:

“Sejarah mencatat perjuangan bangsa mulai dari


penjajahan dengan berbagai kesengsaraan yang akhirnya
menjadi merdeka, semua itu dipelajari supaya kita semua
mempunyai semangat nasionalisme . seperti tanggal 30
september kita nonton bareng G30S PKI di kantor desa
pada saat itu suasananya sangat mencekam dan mereka
menjadi termotivasi seletah melihat film itu. Menjadi
oang jangan lupa akan sejarahnya”
(Lihat lampiran 10, hal 81)

Guru sejarah mengajak nonton film sejarah seperti G30S PKI akan menambah

kecintaan siswa pada Indonesia dan tidak melupakan jasanya yang telah mereka

lakukan untuk generasi sekarang ini, meskipun mereka meninggal. Pernyataan ini

diperkuat oleh wawancara dengan siswa yang bernama Fiki Andreas, sebagai

berikut:

“Dengan memberikan nasehat untuk disiplin tugas, dan


banyak hal selain itu juga mengajak nonton film PKI”

Menikmati film sejarah bagian penting dalam nasionalisme di SMA Mataram

Tempursari, dengan kejadian-kejadian pahlawan yang meninggal untuk

kemerdekaan Indonesia dapat menajadi pedoman, untuk selalu menjaga

kedamaian Indonesia, serta bangga.

e. Guru sejarah sebagai teladan

Guru sebagai teladan diharuskan guru dengan pengalaman mengajarnya

dapat memberikan siswa teladan yang baik. Berdasarkan data yang diperoleh

peneliti melalui wawancara menunjukan peran guru sejarah sebagai teladan dalam
meningkatkan sikap nasionalisme siswa SMA Mataram Tempursari adalah guru

selalu memberikan keteladanan yang baik dengan dicontohkan pahlawan,

diharapkan dengan memanfaatkan figur seorang pahlawan sanggup memberikan

teladan yang bagus kepada siswa dalam menentukan sikap agar lebih mencintai

tanah air. Berikut hasil wawancara dengan Ali Mashuri :

“Dengan memberikan arahan untuk mencontoh pahlawan


yang gagah berani berjuang untuk indonesia”

Guru memberikan keteladanan kepada siswa bukan hanya dalam proses

pembelajaran dikelas, seperti meniru pahlawan, akan tetapi ia selalu memberikan

keteladanan dilapangan misalnya memberikan contoh mengikuti upacara bendera,

serta mengarahkan siswa untuk selalu ikut upacara. Berikut hasil wawancara

dengan guru sejarah Siti Nur Kholila, sebagai berikut :

“Dengan cara sering menceritakan tentang para


pahlawan, kegigihan para pahlawan, atau melawan para
penjajah, dan sebelum masuk saya suruh menyanyi
Indonesia raya, setiap hari senin harus ikut upacara,
kalau tidak upacara mereka bisa lupa nanti sama
pancasila, apalagi musimnya tawuran, kalau dulu
melawan penjajah dari negara lain, kalau sekarang dari
negara sendiri”

Siswa-siswi SMA Mataram Tempursari mengikuti keteladanan guru

sejarah untuk selalu mengikuti upacara bendera, pada dasarnya upacara bendera

sangat penting untuk menumbuhkan nasionalisme, cinta kita kepada bangsa

Indonesia. Pendapat diatas dikuatkan oleh siswa yang bernama salsa bella, sebagai

berikut:
“Iya saya mengikuti, karena upacara bendera
merupaakan bagian nasionalisme”

Guru sejarah tidak hanya memberikan keteladanan upacara disekolah,

tetapi juga diluar sekolah, seperti arahan untuk mencintai budaya lokal. Guru

sejarah sudah sepatutunya mengarahkan siswa untuk mencintai budaya lokal

Indonesia, seperti tarian-tarian tradsional. Berikut pendapat guru sejarah Siti Nur

Kholilah, sebagai berikut:

“Upacara memperingati sumpah pemuda merupakan


salah satu contoh Nasionalisme di siswa SMA
Mataram, dan itu merupakan bagian dari penanaman
Nasionalisme dalam diri siswa. Sedangakan contoh
lainya adalah upacara bendera setiap hari senin.
Karnaval juga, karena mempunyai makna,
sesungguhnya memperingati kemerdekaan kita. SMA
Mataram selalu memperingati Karnaval setiap tahun,
karena dengan hal itu mereka bisa merasa suka citanya
dalam 17 agustus. Biasanya menggunakan tarian
tradisional, gandrung banyuwangi dan kemarin itu tari
budaya dari bali”

Pendapat diatas diperkuat oleh siswa yang bernama Septa Gabriele, sebagai

berikut:

“Kalau saya dengan mencintai budaya lokal, seperti


kemarin mengikuti tarian tradisional”

F. Guru sejarah sebagai Motivator

Nasionalisme tidak lepas dari matepelajaran sejarah, sejarah yang dapat

menanamkan nasonalisme, dengan sejarah seseorang dapat mengerti bahwa

bangsa Indonesia merdeka tidak didapatkan dengan mudah, berbagai perjuangan


telah dilakukan pahlawan, semua itu dapat diimplementasikan oleh guru sejarah

sebagai motivasi supaya siswa menjadi lebih baik. Motivasi guru kepada murid

merupakan kewajiban yang sangat diperlukan oleh siswa, supaya siswa semakin

termotivasi untuk mencintai Bangsa Indonesia. Berikut hasil wawancara dengan

guru sejarah, Siti Nur Khoilila, seperti berikut:

“Selalu memberikan motivasi , karena betapa susahnya para


pejuang melawan penjajah baik penjajah yang langsung dan
tidak langsung”

Motivasi yang dilakukan guru sejarah tidak hanya berupa perkataan, gambar, film

dan lainya dapat dijadikan area motivasi guru suapaya siswa lebih nasionalisme.

Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat guru Sejarah, Siti Nur Kholila, sebagai

berikut:

“Karena dengan dikasih motivasi gambar-gambar seperti


yang saya terangkan tadi, mereka sadar mereka tidak
berperang dan menikmati hasilnya saja”

Motivasi guru terhadap siswa, berpengaruh dalam menentukan sikap

nasionalisme. Siswa menjadi termotivasi untuk melakukan kegiatan yang

mebanggakan Bangsa Indonesia, serta menjauhi kegiatan yang dapat mencederai

cita-cita pahlawan yang telah gurgur. Pendapat ini diperjelas oleh siswa yang

bernama, Tatak Songsong sebagai berikut:

“Bu lilah pernah memeberikan ceramah, waktu rame-


ramenya kenakalan remaja di tempursari, makanya kita
tidak boleh meniru orang-orang yang tidak memberikan
sesuatu kepada indonesia”
DAFTAR RUJUKAN

Aman. 2009. http://staffnew.uny.ac.id/upload/132303695/penelitian/B-2-


2+KESADARAN+SEJARAH+DAN+NASIONALISME.pdf). Diakses
tanggal 1 september 2017.
Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Bakry. 2010. Pendidikan pancasila. Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Gunawan,I.2015. Metode Penelitian Kualitatif Teori Dan Praktik. Jakarta: PT
Bumi Aksara
Hariyono. 2014. Ideologi pancasila progresif nasionalisme modern.
Malang:Intrans Publishing
Ilahi, M. 2015. Nasionalisme dalam Bingkai Pluralitas Bangsa,
Paradigma Pembangunan & Kemandirian Bangsa. Jogjakarta: AR-RUZZ
MEDIA
Indranata, I. 2008. Pendekatan kualitatif untuk pengendalian kualitas. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press)
Kementrian Pertahanan RI Direktorat Jendral Potensi Pertahanan. 2010. Tataran
Dasar Bela Negara. Jakarta: Kementrian Pertahanan RI Direktorat
Jendral Potensi Pertahanan
Zubaidi. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma
Laksono. 2013. Kebijakan penanaman nilai-nilai nasionalisme pada siswa di sma
negeri 1 ambarawa. Skripsi. Jurusan politik dan kewarganegaraan,
Fakultas ilmu sosial, Universitas negeri semarang. Diakses tanggal 1 mei
2016. http://lib.unnes.ac.id/20002/1/3401408006.pdf.
Mudyaharjo. 2001. Pengantar pendidikan. Bandung: RajaGrafindo Persada.
Mulyana. 2004. Mengartikulasikan pendidikan nilai. Bandung: Alfabeta
Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Professional menciptakan pembelajaran kreatif
dan menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Moleong, L. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Muslich, M. 2011. Pendidikan Karakter menjawab tantangan multidimensional.
Jakarta: Bumi Aksara
Patilima, H. 2005. Metode penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta
Sayono. 2013. Pembelajaran sejarah di kelas: dari pragmatis ke Idealis. Jurnal
sejarah dan budaya.
Sudjoko. 2008. Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bamdung: Alfabeta
Syam, M. N. 2009. Nasionalisme, Pancasila dan Globalisasi. Dalam Soenarto
Soedarno(Ed.) Menulusuri Kembali Demokrasi Pancasila. Jakarta:
Nusantara Institue

Anda mungkin juga menyukai