Anda di halaman 1dari 130

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/350513992

HUKUM BISNIS

Book · March 2021

CITATIONS READS

0 2,375

3 authors, including:

Rizka Wahyuni Amelia Hadion Wijoyo


Universitas Pamulang stmik dharmapala riau
9 PUBLICATIONS 16 CITATIONS 219 PUBLICATIONS 880 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEAGAMAAAN BUDDHA FORMAL DAN NONFORMAL View project

DIGIPRENEURSHIP View project

All content following this page was uploaded by Hadion Wijoyo on 31 March 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


HUKUM BISNIS
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta

Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 4


Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang
terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku
terhadap:
i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan
peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
ii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan
penelitian ilmu pengetahuan;
iii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan
pengajaran, kecuali pertunjukan dan fonogram yang telah dilakukan pengumuman
sebagai bahan ajar; dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan
tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
HUKUM BISNIS

Rizka Wahyuni Amelia, S.E., M.M.


Hukum Bisnis

Rizka Wahyuni Amelia, S.E., M.M

Editor:
Hadion Wijoyo dan Aris Ariyanto

Desainer:
Mifta Ardila

Sumber:
www.insancendekiamanidiri.co.id

Penata Letak:
Reski Aminah

Proofreader:
Tim ICM

Ukuran:
x, 117 hlm., 15.5 x 23 cm

ISBN:
978-623-348-019-2
Cetakan Pertama:
April 2021

Hak Cipta 2021, pada Rizka Wahyuni Amelia, S.E., M.M.


Isi diluar tanggung jawab penerbit dan percetakan
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Anggota IKAPI: 020/SBA/02

PENERBIT INSAN CENDEKIA MANDIRI


(Grup Penerbitan CV INSAN CENDEKIA MANDIRI)

Perumahan Gardena Maisa 2, Blok F03, Nagari Koto Baru, Kecamatan Kubung,
Kabupaten Solok, Provinsi Sumatra Barat – Indonesia 27361
HP/WA: 0813-7272-5118
Website: www.insancendekiamandiri.co.id
www.insancendekiamandiri.com
E-mail: penerbitbic@gmail.com
Daftar Isi
Prakata................................................................................. ix
BAB 1
PRNDAHULUAN ................................................................. 1
A. Pengertian Masyarakat ............................................. 1
B. Ciri–ciri Masyarakat ................................................... 5
C. Pengertian Hukum...................................................... 7
D. Macam–macam Pembagian Hukum..................... 9
BAB 2
HUKUM KONTRAK (PERJANJIAN) ............................... 13
A. Pendahuluan ................................................................. 13
B. Asas–asas dalam Kontrak ........................................ 14
C. Syarat Sahnya Kontrak ............................................. 16
D. Unsur dalam Kontrak ................................................ 18
E. Berakhirnya Suatu Kontrak .................................... 20
BAB 3
BADAN USAHA ................................................................... 21
A. Penjelasan Badan Usaha ........................................... 21
B. Kelebihan Dan Kekurangan Badan Usaha ......... 22
C. Jenis–jenis Badan Usaha di Indonesia ................. 24
D. Perbedaan Badan Usaha dan Perusahaan ......... 26
E. Badan Usaha bukan berbentuk Badan Hukum 28
BAB 4
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI) ........ 31
A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (Haki) .. 31
B. Prinsip–prinsip HAKI ................................................ 32
C. Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI) ............................................................................. 32
D. Seputar Lisensi ............................................................. 37

v
E. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual ........... 40
BAB 5
WARALABA ......................................................................... 43
A. Pengertian Waralaba ................................................. 43
B. Prinsip Produk Bisnis Waralaba ........................... 45
C. Kelebihan dan Kelemahan Bisnis Waralaba ..... 46
D. Keagenan ........................................................................ 47
E. Distributor ..................................................................... 47
BAB 6
KEPAILITAN ........................................................................ 49
A. Prinsip dan Sejarah Kepailitan............................... 49
B. Langkah–langkah dalam Proses Kepailitan ...... 55
C. Berakhrnya Kepailitan .............................................. 56
A. Perbandingan Substansi Dasar Hukum Kepailitan
yang Lama dan yang Baru ........................................ 59
BAB 7
PERLINDUNGAN KONSUMEN ........................................ 63
A. Pengertian Perlindungan Konsumen .................. 63
B. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen ............. 63
C. Tujuan Perlindungan Konsumen .......................... 65
D. Hak dan Kewajiban konsumen .............................. 66
E. Asas Perlindungan Konsumen ............................... 67
F. Prinsip Bertanggung Jawab ..................................... 68
BAB 8
ASURANSI............................................................................. 73
A. Sejarah Asuransi .......................................................... 73
B. Pengertian Asuransi ................................................... 74
C. Manfaat Asuransi ........................................................ 79
D. Jenis Asuransi ............................................................... 79
BAB 9
INVESTASI ATAU PMA ..................................................... 83
A. Pengertian Investasi Asing ...................................... 83
B. Investasi Langsung dan Tidak Langsung ........... 84

vi Hukum Bisnis
Perbedaan Investasi Langsung dan Tidak Langsung 85
C. Bentuk Kerja Sama dan Bidang Usaha Investasi
Asing................................................................................. 87
2. Bidang Usaha Investasi Asing................................. 91
D. Prosedur PMA dan Tantangan yang dihadapi.. 93
BAB 10
PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS ............................ 101
A. Pengertian Dasar Sengketa ..................................... 101
B. Karakteristik Sengketa Bisnis ................................ 102
C. Latar Belakang Terjadinya Sengketa Bisnis ..... 103
D. Cara Penyelesaian Sengketa Bisnis ...................... 103
E. Negosiasi ........................................................................ 106
F. Mediasi ............................................................................ 108
G. Arbitrase ......................................................................... 110
Daftar Pustaka ................................................................... 113
Tentang Penulis ................................................................ 115
Tentang Editor .................................................................. 116

Daftar Isi vii


viii Hukum Bisnis
Prakata
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaiakannya buku yang berjudul “Hukum Penulis.” Terima
kasih kami sampaikan kepada segenap pihak yang telah
membantu penulisan buku ini. Semoga buku ini dapat menjadi
bacaan yang bermanfaat bagi pembaca dan bisa dijadikan
sebagai referensi dalam penulisan tugas akhir atau karya tulis
lainnya.
Terima kasih.

Penulis

ix
x Hukum Bisnis
BAB 1
PRNDAHULUAN
A. Pengertian Masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah
sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi
tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar
interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari
kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah
masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan
antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas
yang interdependent (saling tergantung satu sama lain).
Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu
sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara
utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial
mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat
pastoral nomadis, masyarakat bercocok tanam, dan
masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut
masyarakat peradaban.
Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan
pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah
dari masyarakat agrikultural tradisional.
Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan
struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan
besar, terdapat masyarakat band, suku, chiefdom, dan
masyarakat negara. Kata society berasal dari bahasa latin,
societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang
lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman,

1
sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial.
Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa
setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan
yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
Untuk menganalisa secara ilmiah tentang proses
terbentuknya masyarakat sekaligus problem-problem yang
ada sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau
bergeser kita memerlukan beberapa konsep. Konsep-konsep
tersebut sangat perlu untuk menganalisa proses terbentuk
dan tergesernya masyarakat dan kebudayaan serta dalam
sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut
dinamik sosial (social dynamic). Konsep-konsep penting
tersebut antara lain:
1. Internalisasi (internalization).
2. Sosialisasi (socialization).
3. Enkulturasi (enculturation).

Pengertian masyarakat menurut para ahli


1. Pengertian masyarakat menurut Peter. L. Berger adalah
suatu bagian-bagian yang membentuk kesatuan hubungan
antar manusia yang bersifat luas.
2. Marx berpendapat bahwa pengertian masyarakat
merupakan hubungan ekonomis dalam hal produksi atau
konsumsi yang berasal dari kekuatan-kekuatan produksi
ekonomis seperti teknik dan karya.
3. Berbeda dengan pendapat Harold. J. Laski, masyarakat itu
adalah kelompok manusia yang bekerja sama dan hidup
demi mencapai terkabulnya keinginan mereka bersama.
4. Pengertian masyarakat menurut Gillin, manusia memiliki
kebiasaan, tradisi, sikap serta perasaan sebagai satu unit
yang diikat oleh kesamaan.
5. Robert Maciver menyebut masyarakat adalah suatu sistem
hubungan yang ditertibkan

2 Hukum Bisnis
6. Selo Soemardjan memiliki pendapat masyarakat adalah
orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
7. Horton dan Hunt mengungkapkan organisasi manusia
yang saling berhubungan itu adalah masyarakat.
8. Sedangkan Mansyur Fakih berkata bahwa pengertian
masyarakat adalah sebuah sistem yang terdiri atas bagian-
bagian yang saling berkaitan dan masing-masing bagian
acara terus menerus mencari keseimbangan dan harmoni.

Dalam suatu perkembangan daerah, masyarakat bisa


dibagi menjadi dua bagian yaitu masyarakat sederhana dan
masyarakat maju. Masyarakat sederhana yaitu sekumpulan
masyarakat dengan pola pikir yang kuno dan hanya dapat
membedakan antara laki-laki dan perempuan saja sedangkan
masyarakat maju adalah masyarakat yang mempunyai pola
pikir untuk kehidupan yang akan dicapainya di masa
mendatang bersama orang-orang di sekitarnya meskipun
tidak berada dalam golongan yang sama.
Masyarakat awalnya terbentuk dari sekumpulan orang
saja. Misalnya sebuah keluarga yang dipimpin oleh kepala
keluarga lalu kemudian berangsur-angsur dari sekeluarga
membentuk RT dan RW hingga akhirnya membentuk sebuah
dusun. Dusun pun kemudian berkembang menjadi beberapa
kecamatan lalu menjadi kabupaten, provinsi hingga akhirnya
membentuk sebuah negara.
Masyarakat tidak akan pernah terbentuk tanpa
kehadiran seorang pemimpin di tengah-tengahnya. Seorang
pemimpin yang akan mengepalai seluruh masyarakat dapat
dipilih dengan berbagai cara misalnya lewat pemungutan
suara seperti Pemilu atau dilihat dari garis keturunannya.
Dalam suatu daerah yang masih kental budaya leluhurnya,

BAB 1 Pendahuluan 3
pemilihan pemimpin sudah terikat dengan aturan masing-
masing yang disebut dengan adat istiadat.
Adapun masyarakat dapat dikelompokkan berdasarkan
ras, suku dan keturunannya selain itu masyarakat juga bisa
dibedakan menurut mata pencaharian di wilayahnya.
Menurut para pakar, lewat pekerjaannya masyarakat bisa
dibagi menjadi masyarakat pemburu, masyarakat agraris,
masyarakat pastoral nomadis dan masyarakat peradaban.
Yang dimaksud dengan masyarakat peradaban adalah
masyarakat yang dapat menyesuaikan diri supaya
mendapatkan kehidupan layak sesuai dengan lingkungan
alamnya lalu menerapkan hasil adaptasinya untuk kehidupan
yang lebih maju.
Masyarakat dapat berjalan apabila seluruh komponen
di dalamnya berjalan dengan baik. Jika salah satu komponen
itu tidak berjalan semestinya maka yang terjadi adalah
keruntuhan di dalam masyarakat itu. Contoh komponen yang
dimaksud misalnya adalah keluarga. Apabila dalam
kehidupan keluarga tidak harmponis maka akan
menghadirkan pribadi bermasalah yang berpotensi
menghancurkan seluruh masyarakat. Oleh karena itu
beberapa aturan tentang persamaan harus dimasukan untuk
mengakomodir dan mengatur masyarakat. Aturan-aturan
tersebut dibuat dan diterapkan oleh pemimpin. Itu lah
sebabnya seorang pemimpin haruslah cakap dalam
melaksanakan tugasnya, bijak dan dapat diterima oleh
seluruh masyarakat di dalamnya. Bila hal-hal tersebut tidak
dipenuhi maka akan timbul perselisihan pendapat, protes
warga hingga demonstrasi yang bertujuan untuk
menurunkan jabatan pemimpin masyarakat.
Pengertian masyarakat lainnya juga bisa dibagi lagi
menjadi masyarakat transisi, masyarakat non industrial dan
masyarakat industrial. Masyarakat peralihan atau transisi

4 Hukum Bisnis
yaitu masyarakat yang di dalamnya terdapat perubahan
komposisi orang misalnya orang Sunda menikah dengan
orang Jawa lalu memutuskan untuk tinggal dan hidup di Jawa
atau jika seseorang merubah pekerjaannya, dimana
pekerjaan itu tidak terdapat pada komposisi masyarakat
sebelumnya misalnya seseorang yang memutuskan menjadi
ilmuwan di daerah yang mayoritasnya nelayan.
Masyarakat non industrial adalah golongan masyarakat
yang masih menerapkan sistem bercocok tanam, bertani,
berladang; umumya tinggal di pedesaan, sedangkan
masyarakat industrial adalah jenis masyarakat yang
hidupnya bergantung pada tahapan industri seperti
pekerjaan pabrik dan sering berhubungan dengan proses
yang serba instan. Umumnya masyarakat industrial adalah
masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan.
Kelemahan yang terjadi pada masyarakat industrial
adalah ketidakpuasan golongan pekerja karena upah yang
tidak memadai sehingga muncul anggaran tambahan dari
pihak pabrik untuk menambah upah pekerja. Hal ini akan
sulit diterima dan selalu mendapat penolakan dalam tingkat
presentasi tertentu. Efek lainnya adalah pihak pabrik akan
merumahkan beberapa orang dan menggantikan peran
orang-orang tersebut dengan mesin demi penghematan
anggaran dan unsur lainnya. Bila hal ini terjadi maka akan
meningkatkan tingkat pengangguran di dalam masyarakat
serta berimbas dengan munculnya penyakit social dalam
masyarakat yang akan merugikan banyak pihak.

B. Ciri–ciri Masyarakat
Berbicara mengenai ciri-ciri masyarakat, maka dapat
dipaparkan mengenai ciri-ciri masyarakat sebagai berikut:
1. Ciri-ciri masyarakat adalah manusia yang hidup
berkelompok

BAB 1 Pendahuluan 5
Ciri-ciri masyarakat yang pertama adalah Manusia
yang hidup secara bersama dan membentuk kelompok.
Kelompok ini lah yang nantinya membentuk suatu
masyarakat. Mereka mengenali antara yang satu dengan
yang lain dan saling ketergantungan. Kesatuan sosial
merupakan perwujudan dalam hubungan sesama manusia
ini. Seorang manusia tidak mungkin dapat meneruskan
hidupnya tanpa bergantung kepada manusia lain.
2. Ciri-ciri masyarakat ialah yang melahirkan kebudayaan
Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya ialah yang
melahirkan kebudayaan. Dalam konsepnya tidak ada
masyarakat maka tidak ada budaya, begitupun sebaliknya.
Masyarakatlah yang akan melahirkan kebudayaan dan
budaya itu pula diwarisi dari generasi ke generasi
berikutnya dengan berbagai proses penyesuaian.
3. Masyarakat yaitu yang Mengalami Perubahan
Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya yaitu yang
mengalami perubahan. Sebagaimana yang terjadi dalam
budaya, masyarakat juga turut mengalami perubahan.
Suatu perubahan yang terjadi karena faktor-faktor yang
berasal dari dalam masyarakat itu sendiri. Contohnya:
Dalam suatu penemuan baru mungkin saja akan
mengakibatkan perubahan kepada masyarakat itu.
4. Masyarakat adalah manusia yang berinteraksi
Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya adalah manusia
yang berinteraksi. Salah satu syarat perwujudan dari
masyarakat ialah terdapatnya hubungan dan bekerja sama
di antara ahli dan ini akan melahirkan interaksi. Interaksi
ini boleh saja berlaku secara lisan maupun tidak dan
komunikasi berlaku apabila masyarakat bertemu di antara
satu sama lain.

6 Hukum Bisnis
5. Ciri-ciri masyarakat yaitu terdapat ke pimpinan
Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya yaitu terdapat
kepemimpinan. Dalam hal ini, pemimpin adalah terdiri
daripada ketua keluarga, ketua kampung, ketua negara,
dan lain sebagainya. Dalam suatu masyarakat Melayu awal
ke pimpinannya bercorak tertutup, hal ini disebabkan
karena pemilihan berdasarkan keturunan.
6. Ciri-ciri masyarakat yaitu adanya stratifikasi sosial
Ciri-ciri masyarakat yang terakhir ialah adanya
stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial yaitu meletakkan
seseorang pada kedudukan dan juga peranan yang harus
dimainkannya di dalam masyarakat.

C. Pengertian Hukum
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk
membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia
dapat terkontrol, hukum adalah aspek terpenting dalam
pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, Hukum
mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum
dalam masyarakat. Oleh karena itu, setiap masyarakat berhak
untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat
di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-
ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi
pelanggannya.
1. Tujuan Hukum
Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti
ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan, dan
kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat.
Dengan adanya hukum, maka tiap perkara dapat di
selesaikan melaui proses pengadilan dengan perantara
hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, selain
itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar

BAB 1 Pendahuluan 7
setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya
sendiri.

2. Jenis-jenis Hukum di Indonesia


Hukum secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu
Hukum Publik dan Hukum Privat. Hukum pidana
merupakan hukum publik, artinya bahwa Hukum pidana
mengatur hubungan antara para individu dengan
masyarakat serta hanya diterapkan bilamana masyarakat
itu benar-benar memerlukan.
Van Hamel antara lain menyatakan bahwa Hukum
Pidana telah berkembang menjadi Hukum Publik, dimana
pelaksanaannya sepenuhnya berada di dalam tangan
negara, dengan sedikit pengecualian. Pengecualiannya
adalah terhadap delik-delik aduan (klacht-delict). Yang
memerlukan adanya suatu pengaduan (klacht) terlebih
dahulu dari pihak yang dirugikan agar negara dapat
menerapkannya.
Maka Hukum Pidana pada saat sekarang melihat
kepentingan khusus para individu bukanlah masalah
utama, dengan perkataan lain, titik berat hukum pidana
ialah kepentingan umum/masyarakat. Hubungan antara si
tersalah dengan korban bukanlah hubungan antara yang
dirugikan dengan yang merugikan sebagaimana dalam
Hukum Perdata, namun hubungan itu ialah antara orang
yang bersalah dengan pemerintah yang bertugas
menjamin kepentingan umum atau kepentingan
masyarakat sebagaimana ciri dari Hukum Publik.
Contoh Hukum Privat (Hukum Sipil):
a. Hukum sipil dalam arti luas (Hukum perdata dan
hukum dagang)
b. Hukum sipil dalam arti sempit (Hukum perdata saja)
c. Dalam bahasa asing diartikan:

8 Hukum Bisnis
1) Hukum sipil: Privatatrecht atau Civilrecht
2) Hukum perdata: Burgerlijkerecht
3) Hukum dagang: Handelsrecht Contoh hukum, Hukum
Publik
d. Hukum Tata Negara
Yaitu mengatur bentuk dan susunan suatu negara
serta hubungan kekuasaan antara lat-alat perlengkapan
negara satu sama lain dan hubungan pemerintah pusat
dengan daerah (pemda)
e. Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha
Negara)
Mengatur cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban)
dari kekuasaan alat perlengkapan negara;
f. Hukum Pidana
Mengatur perbuatan yang dilarang dan
memberikan pidana kepada siapa saja yang melanggar
dan mengatur: bagaimana cara mengajukan perkara ke
muka pengadilan (pidana dimaksud di sini termasuk
hukum acaranya juga). Paul Schlten dan Logemann
menganggap hukum pidana bukan hukum publik.
g. Hukum Internasional (Perdata dan Publik)
1) Hukum perdata Internasional, yaitu hukum yang
mengatur hubungan hukum antara warga negara
suatu bangsa dengan warga negara dari negara lain
dalam hubungan internasional.
2) Hukum Publik Internasional, mengatur hubungan
antara negara yang satu dengan negara yang lain
dalam hubungan Internasional.

D. Macam–macam Pembagian Hukum


1. Menurut sumbernya:
a. Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum
dalam peraturan perundangan.

BAB 1 Pendahuluan 9
b. Hukum adat, yaitu hukum yang terletak dalam
peraturan-peraturan kebiasaan.
c. Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh
Negara-negara suatu dalam perjanjian Negara.
d. Hukum jurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk
karena putusan hakim.
e. Hukum doktrin, yaitu hukum yang terbentuk dari
pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana
hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum.

2. Menurut bentuknya:
a. Hukum tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan pada
berbagai perundangan
b. Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan), yaitu hukum
yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tapi
tidak tertulis, namun berlakunya ditaati seperti suatu
peraturan perundangan.

3. Menurut tempat berlakunya:


a. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam
suatu negara.
b. Hukum internasional, yaitu yang mengatur hubungan
hukum dalam dunia internasional.

4. Menurut waktu berlakunya:


a. Ius constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang
berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam
suatu daerah tertentu.
b. Ius constituendum, yaitu hukum yang diharapkan
berlaku pada masa yang akan datang.
c. Hukum asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku
dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala
bangsa di dunia.

10 Hukum Bisnis
5. Menurut cara mempertahankannya:
a. Hukum material, yaitu hukum yang memuat peraturan
yang mengatur kepentingan dan hubungan yang
berwujud perintah-perintah dan larangan.
b. Hukum formal, yaitu hukum yang memuat peraturan
yang mengatur tentang bagaimana cara melaksanakan
hukum material.

6. Menurut sifatnya:
a. Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam
keadaan bagaimanapun mempunyai paksaan mutlak.
b. Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat
dikesampingkan apabila pihak-pihak yang
bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.

7. Menurut wujudnya:
a. Hukum objektif, yaitu hukum dalam suatu Negara
berlaku umum.
b. Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum
objektif dan berlaku pada orang tertentu atau lebih.
Disebut juga hak.

8. Menurut isinya:
a. Hukum privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara orang yang satu dengan yang lain dengan
menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
b. Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara Negara dengan alat kelengkapannya atau
hubungan antara Negara dengan warganegara.

BAB 1 Pendahuluan 11
12 Hukum Bisnis
BAB 2
HUKUM KONTRAK (PERJANJIAN)
A. Pendahuluan
Sekilas, apabila kita mendengar kata kontrak, kita langsung
berpikir bahwa yang dimaksudkan adalah suatu perjanjian
tertulis. Artinya, kontrak sudah dianggap sebagai suatu
pengertian yang lebih sempit dari perjanjian. Dan apabila
melihat berbagai tulisan, baik buku, makalah, maupun tulisan
ilmiah lainnya, kesan ini tidaklah salah sebab penekanan
kontrak selalu dianggap sebagai medianya suatu perjanjian
yang dibuat secara tertulis. Dalam pengertiannya yang luas
kontrak adalah kesepakatan yang mendefinisikan hubungan
antara dua pihak atau lebih. Dua orang yang saling
mengucapkan sumpah perkawinan, sedang menjalin kontrak
perkawinan; seseorang yang sedang memilih makanan di
pasar menjalin kontrak untuk membeli makanan tersebut
dalam jumlah tertentu.
Kontrak tidak lain adalah perjanjian itu sendiri
(tentunya perjanjian yang mengikat). Dalam pasal 1233 KUH
Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari
perjanjian; dan undang-undang. Kontrak dalam Hukum
Indonesia, yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) disebut
overeenkomst yang apabila diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia, berarti perjanjian. Salah satu sebab mengapa
perjanjian oleh banyak orang tidak selalu dapat
mempersamakan dengan kontrak adalah karena dalam
pengertian perjanjian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUH
Perdata tidak memuat kata “perjanjian dibuat secara
tertulis”. Pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUH
Perdata tersebut, hanya menyebutkan sebagai suatu

13
perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih.

B. Asas–asas dalam Kontrak


Dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas, di antaranya
adalah sebagai berikut:
1. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bawa
dibutuhkan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan.
Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas
konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah
pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian,
apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah
kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada
saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya
kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan
kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa
kontrak tersebut sudah bersifat obligator, yakni
melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi
kontrak tersebut.
Asas konsensualisme terdapat di dalam Pasal 1320
KUH Perdata. Hukum perjanjian yang diatur dalam KUH
Perdata bersifat dan berasas konsensualisme, kecuali ada
beberapa perjanjian merupakan pengecualian dari asas
tersebut, misalnya seperti perjanjian perdamaian,
perjanjian perburuhan, dan perjanjian penghibahan. Ke
semua perjanjian yang merupakan pengecualian tersebut,
belum bersifat mengikat apabila tidak dilakukan secara
tertulis.

2. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)


Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu
asas yang sangat penting dalam hokum kontrak.
Didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) BW bahwa semua

14 Hukum Bisnis
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikian
pula ada yang mendasarkan pada pasal 1320 BW bahwa
semua perjanjian yang menerangkan tentang syarat
sahnya perjanjian.
Maksud dari asas kebebasan berkontrak artinya para
pihak bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isi
kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak.
b. Tidak dilarang oleh undang-undang.
c. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad
baik.

3. Asas Mengikatnya Kontrak (Pacta Sunt Servanda )


Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat
untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak
tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan
janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana
mengikatnya undang- undang. Hal ini dapat dilihat pada
Pasal 1338 ayat (1) yang menentukan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.

4. Asas Itikad Baik (Goede Trouw)


Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, suatu
kontrak haruslah dilaksanakan dengan itikad baik (goeder
trouw, bona fide). Rumusan dari Pasal 1338 ayat (3)
tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya itikad baik
bukan merupakan syarat sahnya suatu kontrak
sebagaimana syarat yang terdapat dalam pasal 1320 KUH
Perdata. Itikad baik diisyaratkan dalam hal “pelaksanaan”
dari suatu kontrak, bukan pada “pembuatan suatu

BAB 2 Hukum Kontrak (Perjanjian) 15


kontrak. Sebab, unsur “itikad baik” dalam hal pembuatan
suatu kontrak sudah dapat dicakup oleh unsure “kausa
yang legal” dari Pasal 1320 tersebut.

C. Syarat Sahnya Kontrak


1. Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak
untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat
terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting
adalah adanya penawaran dan penerimaan atas
penawaran tersebut. Terjadinya kesepakatan dapat terjadi
secara tertulis dan tidak tertulis. Para pihak yang
melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya
dilakukan baik dengan akta di bawah tangan maupun
dengan akta autentik. Akta di bawah tangan merupakan
akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat
yang berwenang membuat akta seperti notaris, PPAT, atau
pejabat lain yang diberi wewenang untuk itu. Berbeda
dengan akta di bawah tangan yang tidak melibatkan pihak
berwenang dalam pembuatan akta, akta autentik adalah
akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang
berwenang. Perbedaan prinsip antara akta di bawah
tangan dengan akta autentik adalah karena jika para pihak
lawan mengingkari akta tersebut, akta di bawah tangan
selalu dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan
keasliannya, sedangkan akta autentik selalu dianggap asli,
kecuali terbukti kepalsuannya. Artinya, jika suatu akta di
bawah tangan disangkal oleh pihak lain, pemegang akta di
bawah tangan dibebani untuk membuktikan keaslian akta
tersebut, sedangkan kalau suatu akta autentik disangkal
pemegang akta autentik tidak perlu membuktikan
keaslian akta autentik tersebut tetapi pihak yang
menyangkalilah yang harus membuktikan bahwa akta

16 Hukum Bisnis
autentik tersebut adalah palsu. Oleh karena itu,
pembuktian akta di bawah tangan disebut pembuktian
keaslian sedangkan pembuktian akta autentik adalah
pembuktian kepalsuan.

2. Kecakapan
Syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
harus dituangkan secara jelas mengenai jati diri para
pihak. Pasal 1330 KUH Perdata, menyebutkan bahwa
orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian adalah:
a. Orang-orang yang belum dewasa, belum berusia 21
tahun dan belum menikah;
b. Berusia 21 tahun tetapi di bawah pengampunan seperti
gelap mata, dungu, sakit ingatan, atau pemboros dan;
c. Orang yang tidak berwenang.

Sebetulnya ada satu lagi yang dianggap oleh KUH


Perdata tidak cakap hukum yaitu perempuan, akan tetapi
saat ini undang-undang sudah menetapkan lain yaitu
persamaan kedudukan perempuan dan laki-laki.

3. Hal tertentu
Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan
ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut
dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat juga
berupa tidak berbuat sesuatu. Hal tertentu ini dalam
kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang,
keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.
Untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa
tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak
seperti “berjanji untuk tidak saling membuat pagar
pembatas antara dua rumah yang bertetangga”.

BAB 2 Hukum Kontrak (Perjanjian) 17


4. Sebab yang halal
Istilah kata halal yang dimaksud di sini bukanlah
lawan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang
dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak
tersebut tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Isi perjanjian harus memuat/causa yang
diperbolehkan. Apa yang menjadi objek atau isi dan tujuan
prestasi yang melahirkan perjanjian harus tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum.

D. Unsur dalam Kontrak


1. Unsur Esensiali
Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada
dalam suatu kontrak karena tanpa adanya kesepakatan
tentang unsur esensiali ini maka tidak ada kontrak.
Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada
kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak
jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak
ada hal tertentu yang diperjanjikan.

2. Unsur Naturalia
Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur
dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh
para pihak dalam kontrak, undang- undang yang
mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini
merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam
kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak
diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis
berlaku ketentuan dalam BW bahwa penjual yang harus
menanggung cacat tersembunyi.

18 Hukum Bisnis
3. Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada
satu mengikat para pihak jika para pihak mem-
perjanjikannya. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli
dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak
debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut,
barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh
kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula oleh
klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam
suatu kontrak, yang bukan merupakan unsure esensial
dalam kontrak tersebut.

4. Akibat Hukum Suatu Kontrak


Akibat hukum suatu kontrak pada dasarnya lahir
dari adanya hubungan hukum dari suatu perikatan, yaitu
dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan
kewajiban inilah yang merupakan salah satu bentuk
daripada akibat hukum suatu kontrak. Kemudian, hak dan
kewajiban ini tidak lain adalah hubungan timbal balik dari
para pihak, maksudnya, kewajiban di pihak pertama
merupakan hak bagi pihak kedua, begitu pun sebaliknya,
kewajiban di pihak pertama merupakan hak bagi pihak
kedua, begitu pun sebaliknya, kewajiban di pihak kedua
merupakan hak bagi pihak pertama. Dengan demikian,
akibat hokum di sini tidak lain adalah pelaksanaan dari
pada suatu kontrak itu sendiri. Menurut pasal 1339 KUH
Perdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-
hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi
juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian
diharuskan (diwajibkan) oleh kepatutan, kebiasaan, dan
undang-undang.

BAB 2 Hukum Kontrak (Perjanjian) 19


E. Berakhirnya Suatu Kontrak
Berakhirnya perikatan diatur dalam pasal 1381 KUH Perdata.
Yang diartikan dengan berakhirnya perikatan adalah
selesainya atau dihapusnya sebuah perikatan yang diadakan
oleh dua pihak yaitu kreditor dan debitor tentang sesuatu hal.
Pihak kreditor adalah pihak atau orang yang berhak atas
suatu prestasi, sedangkan debitor adalah pihak yang
berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Bisa berarti segala
perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua pihak, bisa jual
beli, utang piutang, sewa menyewa, dan lain-lain. Disebutkan
dalam KUH Perdata tentang berakhirnya perikatan
diantaranya yaitu
1. Karena Pembayaran.
2. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan.
3. Karena pembaharuan utang (Novasi).
4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi.
5. Karena percampuran utang (Konfusio).
6. Karena pembebasan utang.
7. Karena musnahnya barang yang terutang.
8. Karena batal atau pembatalan.
9. Karena berlakunya suatu syarat batal.
10. Karena lewatnya waktu (Kedaluwarsa)

20 Hukum Bisnis
BAB 3
BADAN USAHA
A. Penjelasan Badan Usaha
Apa itu badan usaha? Badan usaha adalah suatu kesatuan
organisasi dan ekonomis yang mempunyai tujuan untuk
memperoleh laba atau keuntungan dan memberikan layanan
pada masyarakat. Atau definisi lain dari badan usaha yaitu
merupakan kesatuan yuridis, teknis dan ekonomis yang
mempunyai tujuan untuk mencari laba atau keuntungan.
Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis,
dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.
Badan Usaha sangat sering disamakan atau identik dengan
perusahaan, namun sebenarnya memiliki perbedaan yang
sangat besar. Perbedaan utamanya, Badan Usaha adalah
lembaga sementara perusahaan adalah tempat dimana
Badan Usaha itu mengelola faktor-faktor produksi. Jadi,
Badan Usaha memiliki ruang lingkup yang lebih besar karena
sebuah badan usaha bisa memiliki satu atau beberapa
perusahaan.
Bagi mereka yang belum mengetahui apa itu badan
usaha, pasti mereka sering menyamakan badan usaha
dengan perusahaan, walaupun kenyataannya sangatlah
berbeda. Perbedaan utamanya badan usaha merupakan
suatu lembaga, sedangkan perusahaan merupakan tempat
dimana badan usaha tersebut mengelola berbagai macam
faktor produksi. Untuk mengetahui perbedaannya kita akan
bahas nanti di bagian paling bawah.
Adapun beberapa hal yang diperlukan untuk
mendirikan suatu badan usaha, yang diantaranya sebagai
berikut:

21
1. Produk dan jasa yang nantinya akan dijual atau
diperdagangkan.
2. Cara pemasaran produk atau jasa yang akan
diperdagangkan.
3. Penentuan mengenai harga pokok dan harga jual
pada produk ataupun jasa.
4. Kebutuhan akan tenaga kerja.
5. Organisasi Internal.
6. Pembelanjaan, dan jenis dari badan usaha yang akan
dipilih.

Dan pemilihan atas jenis dari badan usaha dipengaruhi


oleh beberapa faktor, faktor tersebut diantaranya:
1. Tipe dari usahanya, misalnya seperti: perkebunan,
industri, perdagangan dan lain-lain.
2. Luas dari jangkauan pemasaran yang akan dicapai.
3. Modal yang diperlukan untuk memulai usaha.
4. Sistem pengawasan yang dikehendaki.
5. Tinggi dan rendahnya risiko yang nantinya akan dihadapi.
6. Jangka waktu izin operasional yang diberikan oleh
pemerintah.
7. Keuntungan yang direncanakan.

B. Kelebihan Dan Kekurangan Badan Usaha


1. Kelebihan Badan Usaha:
a. Meringankan beban pengeluaran konsumsi masyarakat
melaui penetapan harga produk (barang dan harga)
yang memegang hajat hidup orang banyak yang lebih
murah karena subsidi dari pemerintah.
b. Membantu sector swasta mengelola sector usaha yang
secara ekonomis tidak menguntungkan, namun
produknya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
c. Menyerap tenaga kerja formal dengan seleksi tertentu
sehingga dapat diperoleh sumber daya yang lebih

22 Hukum Bisnis
berkualitas dan handal.
d. Mudah mengumpulkan modal, karena modal berasal
dari kekayaan negara atau daerah yang dipisahkan.
e. Pengelolaannya berasal dari direksi dan komisaris yang
ditunjuk pemerintah dan RUPS sehingga lebih berhati-
hati da proporsional.

2. Kekurangan dari Badan Usaha:


a. Keterbatasan kemampuan dan keahlian dalam
mengelola Badan Usaha menyebabkan sering
menderita kerugian.
b. Pada situasi tertentu bertindak sebagai perusahaan
monopoli sehingga penetapan harga ditentukan
sepihak (perusahaan), bukan melalui mekanisme pasar
walaupun akhirnya untuk kesejahteraan rakyat.
c. Pendiriannya sukar karena harus melalui peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku.
d. produknya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
e. Menyerap tenaga kerja formal dengan seleksi tertentu
sehingga dapat diperoleh sumber daya yang lebih
berkualitas dan handal.
f. Mudah mengumpulkan modal, karena modal berasal
dari kekayaan negara atau daerah yang dipisahkan.
g. Pengelolaannya berasal dari direksi dan komisaris yang
ditunjuk pemerintah dan RUPS sehingga lebih berhati-
hati da proporsional.

3. Kekurangan dari Badan Usaha:


a. Keterbatasan kemampuan dan keahlian dalam
mengelola Badan Usaha menyebabkan sering
menderita kerugian.
b. Pada situasi tertentu bertindak sebagai perusahaan
monopoli sehingga penetapan harga ditentukan
sepihak (perusahaan), bukan melalui mekanisme pasar

BAB 3 Badan Usaha 23


walaupun akhirnya untuk kesejahteraan rakyat.
c. Pendiriannya sukar karena harus melalui peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku.

C. Jenis–jenis Badan Usaha di Indonesia


Di bagian bawah ini adalah jenis-jenis dari badan usaha yang
ada di Indonesia, diantaranya sebagai berikut ini:
1. BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
BUMN yaitu badan usaha yang semua modalnya
ataupun sebagian modalnya dimiliki oleh pemerintah dan
status pegawai yang bekerja di BUMN adalah pegawai
negeri. BUMN saat ini ada 3 (tiga) macam, diantaranya
yaitu
a. Perjan
Perjan yaitu bentuk BUMN yang semua modalnya
dimiliki oleh pemerintah. Badan usaha ini berorientasi
pada pelayanan masyarakat. Karena selalu mengalami
kerugian sekarang ini sudah tidak ada lagi perusahaan
BUMN yang memakai model Perjan, sebab besarnya
biaya yang digunakan untuk memelihara Perjan
tersebut. Contoh Perjan misalnya seperti: PJKA yang
sekarang sudah berganti menjadi PT. KAI (PT Kereta
Api Indonesia).
b. Perum
Perum yaitu Perjan yang sudah diubah. Sama
seperti Perjan, Perum dikelola oleh pemerintah dengan
status pegawainya yaitu pegawai negeri. Akan tetapi
perusahaan ini masih mengalami kerugian meskipun
status Perjan telah diubah menjadi Perum. Sehingga
pemerintah harus menjual sebagian sahamnya kepada
publik dan statusnya berubah menjadi Persero.

24 Hukum Bisnis
c. Persero
Persero yaitu badan usaha yang dikelola oleh
pemerintah atau negara. Sangat berbeda dengan Perjan
maupun Perum, tujuan dari Persero adalah untuk
mencari keuntungan dan untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat sehingga Persero tidak akan
mengalami kerugian. Biaya untuk mendirikan Persero
sebagian atau seluruhnya berasal dari kekayaan negara
dan pemimpin Persero disebut dengan Direksi, serta
pegawai yang bekerja berstatus sebagai pegawai
swasta. Perusahaan ini tidak mendapatkan fasilitas dari
negara Dan badan usaha Persero ditulis dengan PT
(Nama dari perusahaan).
Beberapa contoh Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) saat ini, misalnya seperti: PT Jasa Raharja, PT
Telekomunikasi Indonesia, PT Bank Negara Indonesia,
PT Bank Rakyat Indonesia dan lain-lain.

2. BUMS (Badan Usaha Milik Swasta)


BUMS yaitu badan usaha yang di modali maupun
didirikan oleh seseorang ataupun kelompok swasta.
Macam-macam BUMS yang diantaranya sebagai berikut
ini:
a. Firma (Fa)
Firma yaitu suatu Badan Usaha yang didirikan
oleh 2 (dua) orang atau lebih, yang dimana setiap
anggotanya mempunyai tanggung jawab penuh
terhadap perusahaan. Untuk mendirikan firma
dilakukan dengan cara membuat akta perjanjian di
hadapan notaris. Yang dimana perjanjian itu memuat
nama dari pendiri Firma, cara membagi-bagi
keuntungan yang diperoleh, serta waktu dimulai
maupun diakhirinya perjanjian tersebut.

BAB 3 Badan Usaha 25


b. CV (Commanditaire vennotschap) atau Persekutuan
Komanditer
CV merupakan badan usaha yang didirikan olah 2
(dua) sekutu orang ataupun lebih, yang dimana
sebagian merupakan sekutu aktif dan sebagian lainnya
lagi merupakan sekutu pasif. Sekutu aktif yaitu mereka
yang menyertakan modal sekaligus menjalankan
usahanya sedangkan sekutu pasif yaitu mereka yang
menyertakan modal dalam usaha tersebut. Sekutu aktif
mempunyai tanggung jawab penuh terhadap semua
kekayaan dan terhadap utang perusahaan, sedangkan
sekutu pasif hanya mempunyai tanggung jawab
terhadap modal yang diberikan.
c. PT (Perseroan Terbatas)
PT merupakan badan usaha yang modalnya
terbagi atas saham-saham, tanggung jawabnya
terhadap perusahaan bagi para pemiliknya hanya
sebatas sebesar saham yang dimiliki. Saat ini ada 2
(dua) macam PT yaitu PT Tertutup dan PT terbuka.
Yang dimaksud dengan PT tertutup adalah PT yang
dimana pemegang sahamnya terbatas hanya
dikalangan tertentu saja seperti misalnya hanya di
kalangan keluarga, sedangkan yang dimaksud dengan
PT terbuka adalah PT yang saham- sahamnya dijual
kepada publik atau umum.
Beberapa contoh Badan Usaha Milik Swasta
(BUMS) saat ini, misalnya seperti: PT Pupuk Kaltim, PT
Union Metal, PT Djarum, PT Holcim, PT Karakatau Steel,
dan lain-lain.

D. Perbedaan Badan Usaha dan Perusahaan


Apa perbedaan antara badan usaha dan perusahaan?
Mungkin masih banyak orang yang mengira bahwa badan

26 Hukum Bisnis
usaha dan perusahaan itu sama, padahal sebenarnya
berbeda. Perbedaan badan usaha dengan perusahaan yaitu
badan usaha memakai kesatuan Yuridis maksudnya
menggunakan aspek-aspek hukum yang harus di penuhi
untuk dapat mencapai tujuannya, sedangkan perusahaan
merupakan satu kesatuan faktor produksi yang melakukan
kegiatan-kegiatan produksi untuk dapat menghasilkan
barang ataupun jasa. Perusahaan merupakan salah satu alat
untuk mencapai tujuan dari badan usaha dan badan usaha
bisa saja mempunyai beberapa perusahaan untuk mencapai
tujuannya, jadi itulah perbedaan antara badan usaha dan
perusahaan.
Badan Usaha yang berbentuk Badan Hukum terdiri
dari:
1. Perseroan Terbatas (“PT”)
a. Memiliki ketentuan minimal modal dasar, dalam UU
40/2007minimum modal dasar PT yaitu Rp50.000.000
(lima puluh juta rupiah). Minimal 25% dari modal dasar
telah disetorkan ke dalam PT;
b. Pemegang Saham hanya bertanggung jawab sebatas
saham yang dimilikinya;
c. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu
diwajibkan agar suatu badan usaha berbentuk PT.

2. Yayasan
a. Bergerak di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan
yang tidak mempunyai anggota;
b. Kekayaan Yayasan dipisahkan dengan kekayaan
pendiri yayasan.

3. Koperasi
a. Beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
Koperasi dengan melandaskan kegiatannya

BAB 3 Badan Usaha 27


berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat berdasar atas asas
kekeluargaan.
b. Sifat keanggotaan koperasi yaitu sukarela bahwa tidak
ada paksaan untuk menjadi anggota koperasi dan
terbuka bahwa tidak ada pengecualian untuk menjadi
anggota koperasi.

E. Badan Usaha bukan berbentuk Badan Hukum


Lain halnya dengan badan usaha yang bukan berbentuk
badan hukum, pada bentuk badan usaha ini, tidak terdapat
pemisahan antara kekayaan badan usaha dengan kekayaan
pemiliknya.
Badan usaha bukan berbentuk badan hukum terdiri
dari:
1. Persekutuan Perdata
a. Suatu perjanjian di mana dua orang atau lebih
mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam
persekutuan dengan maksud untuk membagi
keuntungan yang terjadi karenanya;
b. Para sekutu bertanggung jawab secara pribadi atas
Persekutuan Perdata.

2. Firma
a. Suatu Perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu
usaha di bawah nama bersama;
b. Para anggota memiliki tanggung jawab renteng
terhadap Firma.

3. Persekutuan Komanditer (“CV”)


a. Terdiri dari Pesero Aktif dan Pesero Pasif/komanditer.
b. Pesero Aktif bertanggung jawab sampai dengan harta
pribadi, sedangkan pesero pasif hanya bertanggung

28 Hukum Bisnis
jawab sebesar modal yang telah disetorkan ke dalam
CV.

BAB 3 Badan Usaha 29


30 Hukum Bisnis
BAB 4
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
(HAKI)
A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (Haki)
Hak kekayaan intelektual adalah hak eksklusif yang
diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang
atau sekelompok orang atas karya ciptaannya. Menurut UU
yang telah disahkan oleh DPR-RI pada tanggal 21 Maret 1997,
HAKI adalah hak-hak secara hukum yang berhubungan
dengan permasalahan hasil penemuan dan kreativitas
seseorang atau beberapa orang yang berhubungan dengan
perlindungan permasalahan reputasi dalam bidang
komersial (commercial reputation) dan tindakan/jasa dalam
bidang komersial (goodwill).
Dengan begitu objek utama dari HAKI adalah karya,
ciptaan, hasil buah pikiran, atau intelektualita manusia. Kata
“intelektual” tercermin bahwa objek kekayaan intelektual
tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk
pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO,
1988:3). Setiap manusia memiliki hak untuk melindungi atas
karya hasil cipta, rasa, dan karsa setiap individu maupun
kelompok.
Kita perlu memahami HAKI untuk menimbulkan
kesadaran akan pentingnya daya kreasi dan inovasi
intelektual sebagai kemampuan yang perlu diraih oleh setiap
manusia, siapa saja yang ingin maju sebagai faktor
pembentuk kemampuan daya saing dalam penciptaan
Inovasi-inovasi yang kreatif.

31
B. Prinsip–prinsip HAKI
Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah
sebagai berikut:
1. Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari
kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki
manfaat serta nilai ekonomi yang akan member
keuntungan kepada pemilik hak cipta.
2. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan
hukum bagi pemilik suatu hasil dari kemampuan
intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam
penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap
karyanya.
3. Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari
ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan
taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi
masyarakat, bangsa dan Negara.
4. Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia
sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan
oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan
yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan
antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.

C. Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)


Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) terbagi
dalam dua kategori, yaitu
1. Hak Cipta
2. Hak Kekayaan Industri, yang meliputi:
a. Hak Paten
b. Hak Merek

32 Hukum Bisnis
c. Hak Desain Industri
d. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
e. Hak Rahasia Dagang
f. Hak Indikasi
g. Lisensi

Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas Hak


Cipta, Hak Paten, dan Hak Merek.
1. Hak Cipta
Hak Cipta adalah Hak khusus bagi pencipta untuk
mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak
ciptaannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak Cipta:
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang- undangan yang berlaku. Hak cipta termasuk
kedalam benda immateriil, yang dimaksud dengan hak
milik immateriil adalah hak milik yang objek haknya
adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh).
Sehingga dalam hal ini bukan fisik suatu benda atau
barang yang di hak ciptakan, namun apa yang terkandung
di dalamnya yang memiliki hak cipta. Contoh dari hak cipta
tersebut adalah hak cipta dalam penerbitan buku berjudul
“Manusia Setengah Salmon”. Dalam hak cipta, bukan
bukunya yang diberikan hak cipta, namun Judul serta isi di
dalam buku tersebutlah yang di hak ciptakan oleh penulis
maupun penerbit buku tersebut. Dengan begitu yang
menjadi objek dalam hak cipta merupakan ciptaan sang
pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk yang khas
dan menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan,
seni dan sastra.

BAB 4 Hak Atas Intelektual (HAKI) 33


2. Hak Kekayaan Industri
Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur
segala sesuatu milik perindustrian, terutama yang
mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industri
sangat penting untuk didaftarkan oleh perusahaan-
perusahaan karena hal ini sangat berguna untuk
melindungi kegiatan industri perusahaan dari hal-hal yang
sifatnya menghancurkan seperti plagiatisme. Dengan di
legalkan suatu industri dengan produk yang dihasilkan
dengan begitu industri lain tidak bisa semudahnya untuk
membuat produk yang sejenis/benar-benar mirip dengan
mudah. Dalam hak kekayaan industri salah satunya
meliputi hak paten dan hak merek.

3. Hak Paten
Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001
Pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil
penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama
waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri
penemuannya tersebut atau dengan membuat persetujuan
kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Paten hanya
diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan
suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang
dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan
masalah tertentu di bidang teknologi, hal yang dimaksud
berupa proses, hasil produksi, penyempurnaan dan
pengembangan proses, serta penyempurnaan dan
pengembangan hasil produksi.
Perlindungan hak paten dapat diberikan untuk
jangka waktu 20 tahun terhitung dari filling date. Undang-
undang yang mengatur hak paten antara lain:

34 Hukum Bisnis
a. UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran
Negara RI Tahun 1989 Nomor 39).
b. UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU
Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara
RI Tahun 1997 Nomor 30).
c. UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran
Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).

4. Hak Merek
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001
Pasal 1 ayat 1, hak merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan tanda
yang digunakan untuk membedakan produk/jasa tertentu
dengan produk/jasa yang sejenis sehingga memiliki nilai
jual dari pemberian merek tersebut. Dengan adanya
pembeda dalam setiap produk/jasa sejenis yang
ditawarkan, maka para costumer tentu dapat memilih
produk. Jasa merek apa yang akan digunakan sesuai
dengan kualitas dari masing-masing produk/jasa tersebut.
Merek memiliki beberapa istilah, antara lain:
a. Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada
barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan
hukum untuk membedakan dengan barang-barang
sejenis lainnya.
b. Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada
jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan

BAB 4 Hak Atas Intelektual (HAKI) 35


hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis
lainnya.
c. Merek Kolektif
Merek Kolektif adalah merek yang digunakan
pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama
yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan
hukum secara bersama-sama untuk membedakan
dengan barang atau jasa sejenis lainnya.

Selain itu terdapat pula hak atas merek, yaitu hak


khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang
terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu
tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau
memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk
menggunakannya. Dengan terdaftarnya suatu merek,
maka sudah dipatenkan bahwa nama merek yang sama
dari produk/jasa lain tidak dapat digunakan dan harus
mengganti nama mereknya. Bagi pelanggaran pasal 1
tersebut, maka pemilik merek dapat mengajukan gugatan
kepada pelanggar melalui Badan Hukum atas penggunaan
nama merek yang memiliki kesamaan tanpa izin, gugatan
dapat berupa ganti rugi dan penghentian pemakaian nama
tersebut. Di sisi lain, pelanggaran juga dapat berujung
pada pidana yang tertuang pada bab V pasal 12, yaitu
setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan merek yang sama secara keseluruhan
dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan
hukum lain, untuk barang atau jasa sejenis yang
diproduksi dan diperdagangkan, dipidana penjara paling
lama tujuh tahun dan denda paling banyak
Rp100.000.000,-. Oleh karena itu, ada baiknya jika merek
suatu barang/jasa untuk di hak patenkan sehingga pemilik

36 Hukum Bisnis
ide atau pemikiran inovasi mengenai suatu hasil
penentuan dan kreativitas dalam pemberian nama merek
suatu produk/jasa untuk dihargai dengan semestinya
dengan memberikan hak merek kepada pemilik baik
individu maupun kelompok organisasi
(perusahaan/industri) agar dapat tetap melaksanakan
kegiatan-kegiatan perekonomiannya dengan tanpa ada
rasa was-was terhadap pencurian nama merek
dagang/jasa tersebut.
Undang-Undang yang mengatur mengenai hak
merek antara lain:
a. UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran
Negara RI Tahun 1992 Nomor 81).
b. UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU
Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran
Negara RI Tahun 1997 Nomor 31).
c. UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran
Negara RI Tahun 2001 Nomor 110).
Dalam pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwa HAKI
adalah bagian penting dalam penghargaan dalam suatu karya
dalam ilmu pengetahuan, sastra maupun seni dengan
menghargai hasil karya pencipta inovasi-inovasi tersebut
agar dapat diterima dan tidak dijadikan suatu hal untuk
menjatuhkan hasil karya seseorang serta berguna dalam
pembentukan citra dalam suatu perusahaan atau industri
dalam melaksanakan kegiatan perekonomian.

D. Seputar Lisensi
Sejalan dengan hak cipta sebagai hak eksklusif dan hak
ekonomi, pihak pencipta/ pemegang hak cipta mempunyai
hak untuk memberi izin kepada pihak lain untuk
melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya dan pemberian
izin tersebut tidak dapat dilepaskan dari masalah

BAB 4 Hak Atas Intelektual (HAKI) 37


keuntungan dari penggunaan hak cipta. Pemberian izin dari
pencipta/ pemegang hak cipta kepada orang lain itulah yang
disebut dengan lisensi.
Dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Hak Cipta
2014 disebutkan, “Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan
oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada
pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya
atau produk hak terkait dengan syarat tertentu”.
Dari rumusan tersebut yang menjadi objek lisensi
bukan hanya hak cipta tetapi juga hak lain yang terkait
dengan hak cipta. Hak cipta yang dimaksudkan misalnya hak
cipta di bidang lagu atau musik, dimana lagu berkaitan
dengan suara yang dapat direkam sehingga menimbulkan
hak di bidang rekaman. Kemudian apabila ciptaan itu
disiarkan kepada masyarakat juga menimbulkan hak siar.
Hak rekam dan hak siar merupakan hak yang menjadi ruang
lingkup objek lisensi.
1. Lisensi Hak Cipta Sebagai Perjanjian
Pada dasarnya lisensi di bidang Hak Kekayaan
Intelektual tidak semata- mata hanya sekadar perbuatan
pemberian izin saja, akan tetapi perbuatan tersebut
menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
saling timbal balik antara pihak satu dengan pihak lain.
Atas hal tersebut maka lisensi merupakan perjanjian yang
mengikat mereka. Dalam ilmu hukum perjanjian yang
demikian disebut perjanjian obligatoire. Selain itu,
perjanjian lisensi hak cipta juga merupakan perjanjian
konsensualisme, karena terjadinya perjanjian itu dilandasi
dengan sebuah konsensus atau kata sepakat. Kemudian
lahirnya perjanjian lisensi hak cipta mengikuti asas
kebebasan berkontrak, bahwa setiap orang dapat
membuat perjanjian apa saja, kapan saja, dan berisi apa
saja asal tidak bertentangan dengan hukum, kebiasaan,

38 Hukum Bisnis
dan kepatutan. Batasan-batasan yang diberikan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
terhadap kebebasan dalam melakukan perjanjian lisensi
adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 82 bahwa:
perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang
mengakibatkan kerugian perekonomian Indonesia; isi
perjanjian lisensi dilarang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; perjanjian lisensi
dilarang menjadi sarana untuk menghilangkan atau
mengambil alih seluruh hak pencipta atas ciptaannya.

2. Wajib memenuhi syarat sahnya perjanjian


Dalam Pasal 80 Undang-Undang Hak Cipta Tahun
2014 disebutkan, bahwa lisensi hak cipta dibuat dengan
dasar perjanjian. Karena bentuknya berupa perjanjian
maka untuk syarat sahnya wajib memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan oleh Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu

a. Adanya kata sepakat Memiliki kecakapan


b. Hal tertentu
c. Sebab yang halal

3. Perjanjiannya harus tertulis


Selain harus memenuhi keempat syarat dalam Pasal
1320 KUHPerdata, perjanjian lisensi hak cipta juga harus
dibuat secara tertulis. Syarat tertulis ini secara tegas
disebutkan dalam Pasal 1 angka 20 yaitu terdapat pada
kata ‘izin tertulis’ artinya perjanjian lisensi ini harus dalam
bentuk tertulis tidak bisa lisan.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 83 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014, maka suatu perjanjian
lisensi wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual yang kemudian dimuat dalam Daftar

BAB 4 Hak Atas Intelektual (HAKI) 39


Umum dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan
dengan Keputusan Menteri. Namun, jika perjanjian lisensi
tidak dicatatkan, maka perjanjian lisensi tidak mempunyai
akibat hukum terhadap pihak ketiga.

E. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual


Dalam penetapan HAKI tentu berdasarkan hukum-hukum
yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasar-dasar
hukum tersebut antara lain adalah:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing the World Trade
Organization (WTO).
2. Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan.
3. Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta.
4. Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek.
5. Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak Paten.
6. Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan
Paris Convention for the Protection of Industrial Property
dan Convention Establishing the World Intellectual
Property Organization.
7. Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan
Trademark Law Treaty.
8. Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan
Berne Convention for the Protection of Literary and
Artistic Works.
9. Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan
WIPO Copyrights Treaty.

Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut maka Hak


atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dapat dilaksanakan. Maka
setiap individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas
pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau
produk dapat diperoleh dengan mendaftarkannya ke pihak
yang melaksanakan, dalam hal ini merupakan tugas dari

40 Hukum Bisnis
Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual,
Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik
Indonesia.

BAB 4 Hak Atas Intelektual (HAKI) 41


42 Hukum Bisnis
BAB 5
WARALABA
A. Pengertian Waralaba
Sekarang kita hidup pada era Global Society yang menjadikan
batas–batas negara sudah tidak menjadi hambatan lagi
didukung oleh kecepatan informasi yang mana semua
menjadi serba instant. Dampak dari globalisasi ini akan
mempengaruhi kepada seluruh sektor termasuk
perekonomian dan bisnis, dimana kompetisi akan semakin
terbuka lebar. Dalam menjawab tantangan ini maka pelaku
bisnis mencari pola atau metode yang dinilai efektif, yang
sudah mewakili atas jawaban dari tantangan globalisasi
tersebut yaitu salah satunya dengan waralaba atau dikenal
degan nama franchising.
Kata franchise sebetulnya adalah diambil dari Bahasa
Perancis kuno yang berarti “bebas.” Sejarah mencatat
kegiatan franchise pertama dilakukan di Eropa oleh bangsa
Jerman pada tahun 1840 dengan konsep yang masih
sederhana, dan berkembang pesat terus hingga ke benua
Amerika, dan sejarah mencatat bahwa pada tahun 1951
merupakan tonggak dimulainya bisnis franchise modern
yang dipelopori oleh Singer yaitu suatu perusahaan mesin
jahit di Amerika Serikat. Konsep bisnis waralaba ini terus
mengalami perkembangan sampai ke seluruh penjuru dunia
hingga masuk ke Indonesia.
Pengertian waralaba itu sendiri menurut Faisal
Santiago menyatakan bahwa waralaba/franchising adalah
“sistem pemasaran barang dan atau jasa dan atau teknologi
yang didasari oleh perjanjian terus menerus antara
franchisor dan franchisee dan terpisah baik legal maupun
keuangan, dimana franchisor memberikan hak kepada

43
franchisee untuk menjalankan bisnisnya sesuai dengan
konsep franchisor”.
Selanjutnya, Peraturan Pemerintah No 16 tahun 1997
memberikan pengertian yang lebih luas yang mana
menyatakan bahwa waralaba/franchising adalah “perikatan
dimana salah satu pihak diberikan hak untuk manfaatkan dan
atu menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain
dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak lain tersebut, dalam rangka
penyediaan, dan atau penjualan barang atau jasa tersebut.”
Adapun unsur–unsur yang terdapat dalam waralaba
terdiri dari empat unsur, yaitu
1. Franchisor, yang mana adalah pemilik/produsen suatu
produk barang atau jasa tertentu yang telah memiliki
merek dagang tertentu dan memberikan hak eksklusif
untuk pemasaran dan penjualan atas merek dagang
tertentu.
2. Franchise, merupakan pihak yang menerima hak eksklusif
dari franchisor, hak–hak tersebut meliputi hak milik
intelektual, dan hak perindustrian dari franchisor ke
franchise.
3. Pengelolaan unit usaha, adanya pendirian badan usaha
tertentu untuk menjalankan waralaba oleh franchisee
termasuk penetapan hak wilayah operasi bisnis oleh
franchisor.
4. Initial /royalty fee, fee ini diberikan kepada franchisor oleh
franchisee atas imbal prestasi termasuk fee lain yang telah
disepakati bersama.
5. Standar mutu, diberikan kepada franchise oleh franchisor
untuk menjaga kualitas yang sesuai standar franchisor
sekaligus supervise secara berkesinambungan agar mutu
tetap terjamin.

44 Hukum Bisnis
6. Pelatihan/training, diperuntukkan bagi SDM unit usaha
waralaba dibawah franchisee dengan difatilisasi oleh
franchisor secara berkala yang bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi, pelayanan, dan keterampilan
yang memadai.
7. Kontrak, adanya suatu perikatan/perjanjian dalam draft
kontrak yang mengikat serta menjelaskan hak dan
kewajiban antara franchisor dan franchisee.

B. Prinsip Produk Bisnis Waralaba


Prinsip produk bisnis waralaba baik barang maupun jasa
ditekankan kepada yang belum dimiliki oleh orang lain dan
belum beredar di pasaran selain yang dimiliki oleh franchisor
itu sendiri dan yang lebih penting lagi adalah produk
bisnisnya tidak mudah ditiru. Sedangkan untuk konsep
bisnisnya pada dasarnya mengikuti standar 4 p yaitu
1. Product
2. Place
3. Price
4. Promotion

Dalam menjalankan bisnis waralaba di Indonesia diatur


oleh aturan hukum yang berlaku yang mana ditetapkan
sebagai dasar hukum waralaba, ada beberapa dasar hukum,
yaitu
1. Peraturan pemerintah No 16 tahun 1997
2. Dasar hukum perjanjian khususnya dam kebebasan
berkontrak
3. UU tentang paten, merek dan hak cipta (HAKI)
4. Pasal tentang keagenan KUHD

BAB 5 Waralaba 45
C. Kelebihan dan Kelemahan Bisnis Waralaba
Bisnis waralaba selayaknya merupakan metode bisnis yang
sudah teruji di pasar yang mana telah dilakukan oleh
franchisor sebelumnya dan terbukti sukses secara bisnis.
Sesungguhnya bisnis waralaba ini diperuntukkan kepada
pelaku bisnis pemula yang biasanya belum memiliki ide,
produk, dan konsep bisnis yang mumpuni meskipun dari sisi
modal mereka sudah siap, maka kelemahan–kelemahan
inilah yang sering menjadi faktor penghambat untuk masuk
ke dunia bisnis. Atas dasar alasan tersebut poin penting yang
dapat ditarik adalah waralaba bisa menjadi suatu solusi bagi
para pelaku bisnis pemula yang masih lemah dalam ide,
produk, dan konsep yang akan dijalankan, karena hal–hal
tersebut sudah disiapkan serta sudah teruji oleh franchisor
yang mana tinggal dijalankan.
Namun, ada baiknya sebelum melakukan kegiatan
bisnis ada baiknya mempertimbangkan berbagai aspek agar
menghasilkan keputusan yang bijaksana, salah satunya
dengan mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan suatu
konsep bisnis termasuk waralaba, adapun kelebihan dan
kelemahan bisnis waralaba antar lain:
Kelebihan dari bisnis waralaba, yaitu
1. Merek/brand sudah terkenal
2. Standar mutu kualitas sudah terjaga dengan baik
3. Resep/konsep khusus bisnis yang sudah teruji dengan
baik
4. Metode dan SOP yang sudah tersedia
5. Informasi seputar market dan bisnis yang terkait
6. Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan
7. Bantuan keuangan dan pemodalan

Sedangkan kelemahan dari bisnis waralaba, yaitu


1. Ketergantungan yang sangat tinggi kepada franchisor

46 Hukum Bisnis
2. Franchise fee yang mengikat, meskipun bisnis sedang
menurun
3. Sangat sulit menilai franchisor
4. Kontrak yang membatasi ruang gerak franchisee
5. Kebijakan-kebijakan franchisor yang berubah–ubah yang
harus dipatuhi
6. Reputasi merek, bisnis akan terganggu jika reputasi merek
mengalami kesan negative.

D. Keagenan
Agen dalam menjalankan transaksinya atau membuat
perjanjian dengan pihak ketiga untuk dan atas nama
principal (pemilik bisnis), atas perbuatan itu maka agen
mendapatkan imbalan. Berdasarkan keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No 23/MPP/Kep/1/1998,
menyatakan “agen adalah perorangan atau badan usaha yang
bertindak sebagai perantara untuk atas nama pihak yang
menunjukkan untuk melakukan pembelian, penjualan, dan
pemasaran tanpa pemindahan atas fisik barang.
Fungsi utama agen adalah perantara prinsipal dalam
menjual barang dan jasa tanpa berbentuk/memiliki
warehouse (gudang), tetapi agen akan menjual sesuai
pesanan tanpa stockies, dan seterusnya di distribusikan
langsung kepada konsumen bersangkutan. Intinya agen
adalah pemegang kuasa dari prinsipal.

E. Distributor
Dasar hukum distributor keputuan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan No 23/MPP/Kep/1/1988, yang juga
menyatakan bahwa Distributor Utama, merupakan
perorangan atau badan usaha yang bertindak atas namanya
sendiri yang ditunjuk oleh pabrik atau pemasok untuk
melakukan pembelian, penyimpanan, penjualan serata

BAB 5 Waralaba 47
pemasaran barang dalam partai besar secara tidak langsung
kepada konsumen akhir terhadap barang yang dimiliki dan
dikuasai oleh pihak lain y ag menunjuknya.
Adapun karakteristik dari distributor, antara lain:
1. Menjual dan membeli barang atas nama sendiri dan
mendapat kompensasi dari mark up (kenaikan harga jual)
2. Menanggung risiko dari keadaan ekonomi dan kondisi
pasar atas penjualan
3. Berbentuk warehouse (pergudangan)
4. Meskipun Independen, namun tetap mempunyai ikatan
terhadap supply.

48 Hukum Bisnis
BAB 6
KEPAILITAN
A. Prinsip dan Sejarah Kepailitan
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur
yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar
utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini
adalah pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak
dapat membayar utangnya, Harta debitur dapat dibagikan
kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Sejarah hukum kepailitan Hukum kepailitan sudah ada
sejak zaman Romawi. Kata “bangkrut”, dalam bahasa Inggris
disebut “bankrupts,” berasal dari undang-undang Italia, yaitu
banca nipta. Sementara itu, di Eropa abad pertengahan ada
praktik kebangkrutan di mana dilakukan penghancuran
bangku-bangku dari para bankir atau pedagang yang
melarikan diri secara diam-diam dengan membawa harta
para kreditor. Bagi negara-negara dengan tradisi hukum
common law, di mana hukum berasal dari Inggris Raya,
tahun 1952 merupakan tonggak sejarah, karena pada tahun
tersebut hukum pailit dari tradisi hukum Romawi diadopsi ke
negeri Inggris.
Peristiwa ini ditandai dengan diundangkannya sebuah
undang-undang yang disebut Act Against Such Person as Do
Make Bankrupt oleh parlemen di masa kekaisaran raja Henry
VIII. Undang-undang ini menempatkan kebangkrutan
sebagai hukuman bagi debitor nakal yang ngemplang untuk
membayar utang sembari menyembunyikan aset-asetnya.
Undang-undang ini memberikan hak-hak bagi kelompok
kreditor secara individual. Sementara itu, sejarah hukum

49
pailit di AS dimulai dengan perdebatan konstitusional yang
menginginkan kongres memiliki kekuasaan untuk mem-
bentuk suatu aturan uniform mengenai kebangkrutan. Hal ini
diperdebatkan sejarah diadakannya constitutional
convention di Philadelphia pada tahun 1787.
Dalam the Federalis Papers, seorang founding father
dari Negara Amerika serikat, yaitu James Medison,
mendiskusikan apa yang disebut Bankrupcy clause.
Kemudian, kongres pertama kali mengundangkan undang-
undang tentang kebangkrutan pada tahun 1800, yang isinya
mirip dengan undang-undang kebangkrutan di Inggris pada
saat itu. Akan tetapi, selama abad ke-18, di beberapa Negara
bagian USA telah ada undang-undang negara bagian yang
bertujuan untuk melindungi debitor yang disebut insolvency
law. Selanjutnya, undang-undang federasi AS tahun 1800
tersebut diubah atau diganti beberapa kali. Kini di USA
hukum kepailitan diatur dalam Bankrupcy. B. sejarah
berlakunya kepailitan di Indonesia Dalam sejarah berlakunya
kepailitan di Indonesia, maka dapat dibagi menjadi tiga masa,
yakni: Masa sebelum Faillisements Verordening berlaku.
Sebelum Faillisements Verordening berlaku, dulu
hukum Kepailitan itu diatur dalam dua tempat yaitu dalam:
1. Wet Book Van Koophandel atau WvK 2. Reglement op de
Rechtvoordering (RV) Sejarah masuknya aturan-aturan
kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya Wetboek
Van Koophandel (KUHD) ke Indonesia. Adapun hal tersebut
dikarenakan Peraturan-peraturan mengenai Kepailitan
sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD. Namun akhirnya
aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan
kepailitan baru yang berdiri sendiri. Aturan mengenai
kepailitan tersebut disebut dengan Failistment Verordenning
yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276 Tahun 1905
dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906. Arti kata Failisment

50 Hukum Bisnis
Verordenning itu sendiri diantara para sarjana Indonesia
diartikan sangat beragam.
Ada yang menerjemahkan kata ini dengan Peraturan-
peraturan Kepailitan(PK). Akan tetapi Subekti dan
Tjitrosidibio melalui karyanya yang merupakan acuan
banyak kalangan akademisi menyatakan bahwa Failisment
Verordening itu dapat diterjemahkan sebagai Undang-
Undang Kepailitan (UUPK). Undang-Undang Kepailitan
peninggalan pemerintahan Hindia Belanda ini berlaku dalam
jangka waktu yang relatif lama yaitu dari tahun 1905 sampai
dengan tahun 1998 atau berlangsung selama 93 tahun.
Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang Aturan ini
sempat tidak diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai
Kepailitan oleh Pemerintah Penjajah Jepang untuk
menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada masa itu.
Akan tetapi, setelah Jepang meninggalkan Indonesia
aturan-aturan Kepailitan peninggalan Belanda diberlakukan
kembali. Pada tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa
krisis moneter yang menyebabkan banyaknya kasus- kasus
kepailitan terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu
PERPU No. 1 Tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai
pengganti Undang-undang Kepailitan peninggalan Belanda.
Meskipun begitu isi atau substansi dari PERPU itu sendiri
masih sama dengan aturan kepailitan terdahulu. Selanjutnya
PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan
disahkannya UU No. 4 Tahun 1998. Dalam perkembangan
selanjutnya dibentuklah produk hukum yang baru mengenai
Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
sebagai pengganti UU No. 4 Tahun 1998. Perkembangan
substansi hukum terdapat sebahagian perubahan mengenai
substansi hukum antara aturan kepailitan yang lama dengan
aturan kepailitan yang baru. Substansi tersebut antara lain:

BAB 6 Kepailitan 51
1. Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya
kepastian Frame Time yaitu batas waktu dalam
penyelesaian kasus kepailitan sehingga proses
penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab Undang-
undang tidak memberi kepastian mengenai batas waktu.
Hal ini dalam PERPU No. 1 Tahun 1998 diatur sehingga
dalam penyelesaiannya lebih singkat karena ditentukan
masalah Frame Time.
2. Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator
yang bernama Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan.
Para kalangan berpendapat kinerja dari Balai Harta
Peninggalan sangat mengecewakan dan terkesan lamban
sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya
Kurator Swasta.
3. Upaya Hukum Banding dipangkas, maksudnya segala
upaya hukum dalam penyelesaian kasus kepailitan yang
dahulunya dapat dilakukan Banding dan Kasasi, kini dalam
Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi
sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut
dikarenakan lamanya waktu yang ditempuh dalam
penyelesaian kasus apabila Banding diperbolehkan.
4. Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte
Proccurure stelling yang artinya yang dapat mengajukan
kepailitan hanya Penasihat Hukum yang telah
mempunyai/memiliki izin praktik.
5. Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang
dapat mengajukan permohonan kepailitan. Masa
berlakunya Faillisements Verordening.

Selanjutnya mengenai kepailitan diatur dalam


Faillisements Verordening (Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348).
Peraturan kepailitan ini sebenarnya hanya berlaku bagi

52 Hukum Bisnis
golongan Eropah, golongan Cina, dan golongan Timur Asing
(Stb.1924-556).
1. Wet Book Van Koophandel atau WvK buku ketiga yang
berjudul Van de voorzieningen in geval van onvormogen
van kooplieden atau peraturan tentang ketidakmampuan
pedagang. Peraturan ini adalah peraturan kepailitan untuk
pedagang.
2. Reglement op de Rechtvoordering (RV) Stb 1847-52 jo
1849-63, buku ketiga bab ketujuh dengan judul Van de
staat van kenneljk onvermogen atau tentang keadaan
nyata-nyata tidak mampu.

Peraturan ini adalah Peraturan Kepailitan bagi orang-


orang bukan pedagang. Akan tetapi ternyata dalam
pelaksanaannya, kedua aturan tersebut justru menimbulkan
banyak kesulitan antara lain adalah:
1. Banyaknya formalitas sehingga sulit dalam
pelaksanaannya
2. Biaya tinggi
3. Pengaruh kreditur terlalu sedikit terhadap jalannya
kepailitan
4. Perlu waktu yang cukup lama.

Oleh karena itu maka dibuatlah aturan baru, yang


sederhana dan tidak perlu banyak biaya, maka lahirlah
Faillisements Verordening (Stb. 1905-217) untuk
menggantikan 2 (dua) Peraturan Kepailitan tersebut. Masa
berlakunya Faillisements Verordening. Selanjutnya
mengenai kepailitan diatur dalam Faillisements Verordening
(Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348). Peraturan kepailitan ini
sebenarnya hanya berlaku bagi golongan Eropa, golongan
Cina, dan golongan Timur Asing (Stb.1924-556). kesulitan
yang sangat besar terhadap perekonomian Nasional

BAB 6 Kepailitan 53
terutama kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan
usahanya. Terlebih lagi dalam rangka untuk memenuhi
kewajiban pembayaran mereka pada para kreditur. Keadaan
ini pada gilirannya telah melahirkan akibat yang berantai dan
apabila tidak segera diselesaikan akan menimbulkan dampak
yang lebih luas lagi.
Penyelesaian masalah utang haruslah dilakukan secara
cepat dan efektif. Selama ini masalah kepailitan dan
penundaan kewajiban diatur dalam Faillisements
Verordening Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348. Secara umum
prosedur yang diatur dalam Faillisements Verordening masih
baik. Namun, sementara seiring dengan berjalannya waktu,
kehidupan perekonomian berlangsung pesat maka wajarlah
bahkan sudah semakin mendesak untuk menyediakan sarana
hukum yang memadai yakni yang cepat, adil, terbuka dan
efektif guna menyelesaikan utang piutang perusahaan yang
besar penyelesaiannya terhadap kehidupan perekonomian
Nasional. Kemudian dilaksanakanlah penyempurnaan atas
peraturan kepailitan atau Faillisements Verordening melalui
Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan UU tentang
kepailitan pada tanggal 22 April 1998 Perpu ini diubah
menjadi UU No. 4 Tahun 1998 yang disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1998
yang tertuang dalam Lembaran Negara (LNRI) tahun 1998
No. 135.31.
Masa Berlakunya UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004
pada 18 Oktober 2004 UU No. 4 Tahun 1998 diganti dengan
disahkannya UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU No.37 Tahun
2004 ini mempunyai cakupan yang luas karena adanya
perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat
untuk menyelesaikan utang piutang secara adil, cepat,
terbuka dan efektif.

54 Hukum Bisnis
Adapun pokok materi baru dalam UU Kepailitan ini
antara lain:
1. Agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran dalam UU ini
pengertian utang diberikan batasan secara tegas.
Demikian juga pengertian jatuh waktu.
2. Mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan
pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang termasuk di dalamnya pemberian
kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan
pernyataan pailit dan/atau penundaan kewajiban
pembayaran utang.

B. Langkah–langkah dalam Proses Kepailitan


1. Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur
dalam UU No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis
di atas.
2. Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu
permohonan pailit sampai keputusan pailit berkekuatan
tetap adalah 90 hari.
3. Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang – piutang,
pada langkah ini dilakukan pendataan berupa jumlah
utang dan piutang yang dimiliki oleh debitur. Verifikasi
utang merupakan tahap yang paling penting dalam
kepailitan karena akan ditentukan urutan pertimbangan
hak dari masing–masing kreditur.
4. Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses
kepailitan berakhir, jika tidak maka akan dilanjutkan ke
proses selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan
dan diagendakan.

Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh


Pengadilan Niaga, jika proses perdamaian diterima.
1. Insolvensi, yaitu suatu keadaan dimana debitur

BAB 6 Kepailitan 55
dinyatakan benar–benar tidak mampu membayar, atau
dengan kata lain harta debitur lebih sedikit jumlah
dengan hutangnya.
2. Pemberesan/ likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan
debitur pailit, yang dibagikan kepada kreditur
konkuren, setelah dikurangi biaya–biaya.
3. Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik
kreditur, akan tetapi dengan catatan jika proses
perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak
maka rehabilitasi tidak ada.
4. Kepailitan berakhir.

C. Berakhrnya Kepailitan
Suatu kepailitan dapat dikatakan berakhir apabila telah
terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Perdamaian
Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu
perdamaian kepada semua kreditor. Rencana perdamaian
tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera
setelah selesainya pencocokan piutang. Keputusan
rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam
rapat kreditor oleh lebih dari seperdua jumlah kreditor
konkuren yang hadir dalam rapat dan yang mewakili
paling sedikit dua pertiga dari jumlah seluruh piutang
konkuren yang diakui atau untuk sementara diakui oleh
kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat
tersebut.
Apabila lebih dari seperdua jumlah kreditor yang
hadir dalam rapat kreditor dan mewakili paling sedikit
seperdua dari jumlah piutang kreditor yang mempunyai
hak suara menyetujui untuk menerima rencana
perdamaian, dalam jangka waktu paling sedikit delapan
hari setelah pemungutan suara pertama diadakan, harus

56 Hukum Bisnis
diselenggarakan pemungutan suara kedua. Pada
pemungutan suara kedua kreditor tidak terikat pada suara
yang dikeluarkan pada pemungutan suara pertama.
Dalam setiap rapat kreditor wajib dibuatkan berita
acara yang ditandatangani oleh Hakim Pengawas dan
panitera pengganti.
Berita acara rapat tersebut harus memuat:

a. Isi perdamaian
b. Nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan
suara dan menghadap
c. Suara yang dikeluarkan
d. Hasil pemungutan suara, dan
e. Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat (pasal 154 UU
No. 37 Th 2004)

Setiap orang yang berkepentingan dapat melihat


dengan cuma-cuma berita acara rapat yang disediakan
paling lambat tujuh hari setelah tanggal berakhirnya rapat
di Kepaniteraan Pengadilan.
Isi perdamaian yang termuat dalam berita acara
perdamaian harus dimohonkan pengesahan kepada
pengadilan yang mengeluarkan keputusan kepailitan.
Pengadilan harus mengeluarkan penetapan pengesahan
paling lambat tujuh hari sejak dimulainya sidang
pengesahan.
Namun demikian, pengadilan wajib menolak
pengesahan apabila:
a. Harta debitur, termasuk benda untuk mana
dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda, jauh
lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam
perdamaian
b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin, dan

BAB 6 Kepailitan 57
c. Perdamaian itu terjadi karena penipuan, atau
persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor, atau
karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa
menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja
sama untuk mencapai perdamaian. (pasal 159 ayat (2)
UU No.37 Th 2004).
Selanjutnya, dalam hal permohonan pengesahan
perdamaian ditolak, baik kreditor yang menyetujui
rencana perdamaian maupun debitur pailit, dalam jangka
waktu delapan hari setelah putusan pengadilan diucapkan
dapat mengajukan kasasi. Sebaliknya, dalam hal rencana
perdamaian disahkan atau dikabulkan, dalam jangka
waktu delapan hari setelah putusan pengadilan diucapkan
dapat diajukan kasasi oleh:
a. Kreditor yang menolak perdamaian atau yang hadir
pada saat pemungutan suara
b. Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah
mengetahui bahwa perdamaian tersebut dicapai
berdasarkan alasan yang tercantum dalam Pasal 159
ayat (2) UU No. 37 Th 2004 diatas

2. Insolvensi
Insolvensi merupakan fase terakhir kepailitan.
Insolvensi adalah suatu kejadian di mana harta kekayaan
(boedel) pailit harus dijual lelang di muka umum, yang
hasil penjualannya akan dibagikan kepada kreditor sesuai
dengan jumlah piutangnya yang disahkan dalam akor.
Dengan adanya insolvensi tersebut, Zainal Asikin menulis
bahwa curator/Balai Harta Peninggalan mulai mengambil
tindakan yang menyangkut pemberesan harta pailit, yaitu
a. Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan
melakukan penagihan terhadap piutang-piutang si
pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di mana

58 Hukum Bisnis
penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan
di bawah tangan sepanjang mendapat persetujuan dari
Hakim Komisaris
b. Melanjutkan pengelolaan perusahaan si pailit apabila
dipandang menguntungkan, namun pengelolaan itu
harus mendapat persetujuan Hakim Komisaris
c. Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang
yang diterima dan dikeluarkan selama kepailitan,
nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang disahkan,
pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan
tersebut
d. Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang
telah dilelang atau diuangkan itu.
2. Dengan demikian, apabila insolvensi sudah selesai dan
para kreditor sudah menerima piutangnya sesuai
dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan
berakhir. Debitur kemudian akan kembali dalam
keadaan semula, dan tidak lagi berada di bawah
pengawasan curator/Balai Harta Peninggalan.

A. Perbandingan Substansi Dasar Hukum Kepailitan yang Lama dan yang Baru
1. Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya
kepastian Frame Time yaitu batas waktu dalam
penyelesaian kasus kepailitan sehingga proses
penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab Undang-
undang tidak memberi kepastian mengenai batas waktu.
Hal ini dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur sehingga
dalam penyelesaiannya lebih singkat karena ditentukan
masalah Frame Time.
2. Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator
yang bernama Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan.
Para kalangan berpendapat kinerja dari Balai Harta
Peninggalan sangat mengecewakan dan terkesan lamban

BAB 6 Kepailitan 59
sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya
Kurator Swasta.
3. Upaya Hukum Banding dipangkas, maksudnya segala
upaya hukum dalam penyelesaian kasus kepailitan yang
dahulunya dapat dilakukan Banding dan Kasasi, kini dalam
Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi
sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut
dikarenakan lamanya waktu yang ditempuh dalam
penyelesaian kasus apabila Banding diperbolehkan.
4. Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte
Proccurure stelling yang artinya yang dapat mengajukan
kepailitan hanya Penasihat Hukum yang telah
mempunyai/memiliki izin praktik.
5. Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang
dapat mengajukan permohonan kepailitan. Masa
berlakunya Faillisements Verordening.

Selanjutnya mengenai kepailitan diatur dalam


Faillisements Verordening (Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348).
Peraturan kepailitan ini sebenarnya hanya berlaku bagi
golongan Eropah, golongan Cina, dan golongan Timur Asing
(Stb.1924-556).
1. Wet Book Van Koophandel atau WvK buku ketiga yang
berjudul Van de voorzieningen in geval van onvormogen
van kooplieden atau peraturan tentang ketidakmampuan
pedagang. Peraturan ini adalah peraturan kepailitan untuk
pedagang.
2. Reglement op de Rechtvoordering (RV) Stb 1847-52 jo
1849-63, buku ketiga bab ketujuh dengan judul Van de
staat van kenneljk onvermogen atau tentang keadaan
nyata-nyata tidak mampu.

60 Hukum Bisnis
Peraturan ini adalah Peraturan Kepailitan bagi orang-
orang bukan pedagang. Akan tetapi ternyata dalam
pelaksanaanya, kedua aturan tersebut justru menimbulkan
banyak kesulitan antara lain adalah:
1. Banyaknya formalitas sehingga sulit dalam
pelaksanaannya,
2. Biaya tinggi.
3. Pengaruh kreditur terlalu sedikit terhadap jalannya
kepailitan.
4. Perlu waktu yang cukup lama.

Oleh karena itu maka dibuatlah aturan baru, yang


sederhana dan tidak perlu banyak biaya, maka lahirlah
Faillisements Verordening (Stb. 1905-217) untuk
menggantikan 2 (dua) Peraturan Kepailitan tersebut. Masa
berlakunya Faillisements Verordening..Selanjutnya
mengenai kepailitan diatur dalam Faillisements Verordening
(Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348). Peraturan kepailitan ini
sebenarnya hanya berlaku bagi golongan Eropah, golongan
Cina, dan golongan Timur Asing (Stb.1924-556) kesulitan
yang sangat besar terhadap perekonomian nasional,
terutama kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan
usahanya. Terlebih lagi dalam rangka untuk memenuhi
kewajiban pembayaran mereka pada para kreditur. Keadaan
ini pada gilirannya telah melahirkan akibat yang berantai dan
apabila tidak segera diselesaikan akan menimbulkan dampak
yang lebih luas lagi.
Penyelesaian masalah utang haruslah dilakukan secara
cepat dan efektif. Selama ini masalah kepailitan dan
penundaan kewajiban diatur dalam Faillisements
Verordening Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348. Secara umum
prosedur yang diatur dalam Faillisements Verordeningmasih
baik. Namun sementara seiring dengan berjalannya waktu,

BAB 6 Kepailitan 61
kehidupan perekonomian berlangsung pesat maka wajarlah
bahkan sudah semakin mendesak untuk menyediakan sarana
hukum yang memadai yakni yang cepat, adil, terbuka dan
efektif guna menyelesaikan utang piutang perusahaan yang
besar penyelesaiannya terhadap kehidupan perekonomian
Nasional. Kemudian dilaksanakanlah penyempurnaan atas
peraturan kepailitan atau Faillisements Verordening melalui
Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan UU tentang
kepailitan pada tanggal 22 April 1998 Perpu ini diubah
menjadi UU No. 4 Tahun 1998 yang disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1998
yang tertuang dalam Lembaran Negara (LNRI) tahun 1998
No. 135.31.
Masa Berlakunya UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004
Pada 18 Oktober 2004 UU No. 4 Tahun 1998 diganti dengan
disahkannya UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU No.37 Tahun
2004 ini mempunyai cakupan yang luas karena adanya
perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat
untuk menyelesaikan utang piutang secara adil, cepat,
terbuka dan efektif.
Adapun pokok materi baru dalam UU Kepailitan ini
antara lain:
1. Agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran dalam UU ini
pengertian utang diberikan batasan secara tegas.
Demikian juga pengertian jatuh waktu.
2. Mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan
pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang termasuk di dalamnya pemberian
kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan
pernyataan pailit dan/atau penundaan kewajiban
pembayaran utang.

62 Hukum Bisnis
BAB 7
PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang
diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak
konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan
menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan
kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia
menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih
barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian,
apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan
sebagainya.

B. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen


Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang
konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat
(1), Pasal 27, dan Pasal 33.
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3821.

63
3. Undang-Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha-usaha Tidak
Sehat.
4. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang
Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen.
6. Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2001 tentang
Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen.
7. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2001 tentang
Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen.
8. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan
konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota.
9. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan
Pengaduan Konsumen
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun
2001 Tanggal
21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota
Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota
Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta Kota Surabaya,
Kota Malang, dan Kota Makassar.
11. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 302/MPP/KEP/10/2001
tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat.

64 Hukum Bisnis
12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 605/MPP/KEP/8/2002
tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Makassar,
Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota
Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan.

Dengan diundang-undangkannya masalah per-


lindungan konsumen, dimungkinkan dilakukannya pem-
buktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa
mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di
badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).

C. Tujuan Perlindungan Konsumen


Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan
bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai
berikut.
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri.
2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh
sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan,

BAB 7 Perlindungan Konsumen 65


kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

D. Hak dan Kewajiban konsumen


Hak yang menyangkut perlindungan Konsumen antara lain
adalah:
1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut;
6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen;
7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban/tanggung jawab konsumen


adalah:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan.

66 Hukum Bisnis
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara baik.

E. Asas Perlindungan Konsumen


Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima
asas dalam perlindungan konsumen, antara lain:
1. Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan
bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi kepentingan konsumen dan pelau usaha secara
keseluruhan.

2. Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat
bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya
secara adil.

3. Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun
spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen


Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan
atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.

BAB 7 Perlindungan Konsumen 67


5. Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha
maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

F. Prinsip Bertanggung Jawab


1. Berdasarkan Kelalaian
Tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu
prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu
tanggungjawab yang ditentukan oleh perilaku produsen.
Sifat subjektivitas muncul pada kategori bahwa seseorang
yang bersikap hati-hati mencegah timbulnya kerugian
pada konsumen. Berdasarkan teori tersebut, kelalaian
produsen yang berakibat pada munculnya kerugian
konsumen merupakan faktor penentu adanya hak
konsumen untuk mengajukan tuntutan kerugian kepada
produsen. Di samping faktor kesalahan dan kelalaian
produsen, tuntutan ganti kerugian berdasarkan kelalaian
produsen diajukan dengan bukti-bukti, yaitu
a. Pihak tergugat merupakan produsen yang benar-benar
mempunyai kewajiban untuk melakukan tindakan yang
dapat menghindari terjadinya kerugian konsumen.
b. Produsen tidak melaksanakan kewajiban untuk
menjamin kualitas produknya sesuai dengan standar
yang aman untuk di konsumsi atau digunakan.
c. Konsumen penderita kerugian., dalam hal ini kelalaian
produsen merupakan faktor yang mengakibatkan
adanya kerugian pada konsumen (hubungan sebab
akibat antara kelalaian dan kerugian konsumen.

Dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan


kelalaian juga mengalami perkembangan dengan tingkat

68 Hukum Bisnis
responsibilitas yang berbeda terhadap kepentingan
konsumen, yaitu
a. Tanggungjawab atas kelalaian dengan persyaratan
hubungan kontrak teori murni prinsip tanggung jawab
berdasarkan kelalaian adalah suatu tanggung jawab
yang didasarkan pada adanya unsur kesalahan dan
hubungan kontrak. Teori ini sangat merugikan
konsumen karena gugatan baru dapat diajukan jika
telah memenuhi dua syarat, yaitu adanya unsur
kesalahan atau kelalaian dan hubungan kontrak antara
produsen dan konsumen. Teori tanggung jawab produk
berdasarkan kelalaian tidak memberikan perlindungan
yang maksimal kepada konsumen, karena konsumen
dihadapkan pada dua kesulitan dalam mengajukan
gugatan kepada produsen, yaitu, pertama, tuntutan
adanya hubungan kontrak antara konsumen sebagai
penggugat dengan produsen sebagai tergugat. Kedua,
argumentasi produsen bahwa kerugian konsumen
diakibatkan oleh kerusakan barang yang tidak
diketahui.
b. Kelalaian dengan beberapa pengecualian terhadap
persyaratan hubungan kontrak perkembangan tahap
kedua teori tanggung jawab berdasarkan kelalaian
adalah prinsip tanggung jawab yang tetap berdasarkan
kelalaian namun untuk beberapa kasus terdapat
pengecualian terhadap persyaratan hubungan kontrak.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa
persyaratan hubungan kontrak merupakan salah satu
hambatan konsumen untuk mengajukan ganti kerugian
kepada produsen. Prinsip ini tidak memihak kepada
kepentingan konsumen, karena pada kenyataannya
konsumen yang sering mengalami kerugian atas
pemakaian suatu produk adalah konsumen yang tidak

BAB 7 Perlindungan Konsumen 69


memiliki kepentingan hukum dengan produsen.
c. Kelalaian Tanpa Persyaratan Hubungan Kontrak
Setelah prinsip tanggung jawab atas dasar
kelalaian dengan beberapa pengecualian terhadap
hubungan kontrak sebagai tahap kedua dalam
perkembangan substansi hukum tanggung jawab
produk, maka tahap berikutnya adalah tahap ketiga
yaitu sistem tanggung jawab yang tetep berdasarkan
kelalaian, tetapi sudah tidak mensyaratkan adanya
hubungan kontrak.

2. Berdasarkan Wanprestasi
Selain mengajukan gugatan terhadap kelalaian
produsen, ajaran hukum juga memperkenalkan konsumen
untuk mengajukan gugatan atas wanprestasi. Tanggung
jawab produsen yang dikenal dengan wanprestasi adalah
tanggung jawab berdasarkan kontrak. Ketika suatu
produk rusak dan mengakibatkan kerugian, konsumen
biasanya melihat isi kontrak atau perjanjian atau jaminan
yang merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis
maupun lisan. Keuntungan bagi konsumen dalam gugatan
berdasarkan teori ini adalah penerapan kewajiban yang
sifatnya mutlak, yaitu suatu kewajiban yang tidak
didasarkan pada upaya yang telah dilakukan penjual
untuk memenuhi janjinya. Itu berarti apabila produsen
telah berupaya memenuhi janjinya tetapi konsumen tetap
menderita kerugian, maka produsen tetap dibebani
tanggung jawab untuk mengganti kerugian. Akan tetapi,
dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi
terdapat beberapa kelemahan yang dapat mengurangi
bentuk perlindungan hukum terdapat kepentingan
konsumen, yaitu

70 Hukum Bisnis
a. Pembatasan waktu gugatan.
b. Persyaratan pemberitahuan.
c. Kemungkinan adanya bantahan.

Persyaratan hubungan kontrak, baik hubungan kontrak


secara horizontal maupun vertikal.

3. Berdasarkan Tanggungjawab Mutlak


Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama
product liability. Menurut prinsip ini, produsen wajib
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen
atas penggunaan produk yang beredar di pasaran.
Tanggung jawab mutlak strict liability, yakni unsur
kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat
sebagai dasar ganti kerugian, ketentuan ini merupakan lex
specialis dalam gugatan tentang melanggar hukum pada
umumnya. Penggugat (konsumen) hanya perlu
membuktikan adanya hubungan klausalitas antara
perbuatan produsen dan kerugian yang dideritanya.
Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab ini, maka
setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk
barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut
konpensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau
tidaknya unsur kesalahan di pihak produsen.
Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab
mutlak diterapkan dalam hukum tentang product liability
adalah:
a. Diantara korban/konsumen di satu pihak ada produsen
di lain pihak, beban kerugian seharusnya ditanggung
oleh pihak yang memproduksi.
b. Dengan menempatkan/mengedarkan barang-barang di
pasaran, berarti produsen menjamin bahwa barang-
barang tersebut aman dan pantas untuk digunakan,

BAB 7 Perlindungan Konsumen 71


bilamana terbukti tidak demikian dia harus
bertanggung jawab.

72 Hukum Bisnis
BAB 8
ASURANSI
A. Sejarah Asuransi
Sekitar tahun 2250 SM bangsa Babylonia hidup di daerah
lembah sungai Euphrat dan Tigris (sekarang menjadi wilayah
Irak), pada waktu itu apabila seorang pemilik kapal
memerlukan dana untuk mengoperasikan kapalnya atau
melakukan suatu usaha dagang, ia dapat meminjam uang dari
seorang saudagar (kreditur) dengan menggunakan kapalnya
sebagai jaminan dengan perjanjian bahwa si pemilik kapal
dibebaskan dari pembayaran hutangnya apabila kapal
tersebut selamat sampai tujuan, di samping sejumlah uang
sebagai imbalan atas risiko yang telah dipikul oleh pemberi
pinjaman. Tambahan biaya ini dapat dianggap sama dengan
“uang premi” yang dikenal pada asuransi sekarang. Di
samping kapal yang dijadikan barang jaminan, dapat pula
dipakai sebagai jaminan berupa barang-barang muatan
(Cargo). Transaksi seperti ini disebut “Respondent/A
Contract”.
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu
penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut
Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini
sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor
perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.
Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya
asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha
perasuransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun
waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan
zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan.
Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang

73
lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah
perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di
Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah:
1. Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang
Belanda.
2. Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang
dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di
Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.

Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia


Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda
terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa
Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan
peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih
oleh masyarakat pribumi.
Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia
Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian
besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan.
Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang
peran, karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat
sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa
Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya
perusahaan asuransi kerugian satu pun. Selama terjadinya
Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis
terhenti, terutama karena ditutupnya perusahaan-
perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris

B. Pengertian Asuransi
Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang
yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun
untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Orang yang
berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan
tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan
jiwanya. Jadi setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya,

74 Hukum Bisnis
asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan
pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau
selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam
perjanjian. Pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal
balik itu disebut penanggung dan tertanggung. Penanggung
dengan menerima premi memberikan pembayaran, tanpa
menyebutkan kepada orang yang ditunjuk sebagai
penikmatnya.
Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang
dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan
perasuransian. Istilah perasuransian berasal kata “asuransi”
yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu
objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian.
Dalam pengertian “perasuransian” selalu meliputi dua jenis
kegiatan, yaitu usaha asuransi dan usaha penunjang usaha
asuransi. Perusahaan perasuransian selalu meliputi
perusahaan asuransi dan penunjang asuransi.
Pengertian Asuransi bila di tinjau dari segi hukum
merupakan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara 2 (dua) pihak atau lebih dimana pihak tertanggung
mengikat diri kepada penanggung, dengan menerima premi-
premi asuransi untuk memberi penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang di harapkan atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan di derita
tertanggung karena suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberi pembayaran atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan. Kata asuransi berasal dari
bahasa Inggris, insurance, dan secara aspek hukum telah
dituangkan dalam Kitab Undang Hukum Dagang (KUHD)
pasal 246, “asuransi adalah suatu perjanjian dimana
seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk

BAB 8 Asuransi 75
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan
yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang
taktentu.”
Selain dalam KUHD pasal 246, juga dalam Undang–
Undang asuransi No. 2 tahun 1992 pasal 1 disebutkan
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikat diri
kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu
peristiwa pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Pengertian lain, seperti dari Wirjono Prodjodikoro
dalam bukunya Hukum asuransi di Indonesia memberi
pengertian asuransi sebagai berikut: “Suatu persetujuan
dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang
dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai
pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang
dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas”.
Robert I. Mehr dan Emerson Cammack, dalam bukunya
Principles of Insurance menyatakan bahwa suatu pengalihan
risiko (transfer of risk) disebut asuransi. D.S. Hansell, dalam
bukunya Elements of Insurance menyatakan bahwa asuransi
selalu berkaitan dengan risiko (Insurance is to do with risk).
Dalam asuransi konvensional, perusahaan asuransi
disebut Penanggung, sedangkan orang yang membeli produk
Asuransi disebut tertanggung atau pemegang polis,
tertanggung membayar sejumlah uang yang disebut premi
untuk membeli produk yang disediakan oleh perusahaan

76 Hukum Bisnis
asuransi. Premi asuransi yang dibayarkan oleh tertanggung
menjadi pendapatan perusahaan Asuransi, dengan kata lain
terjadi perpindahan kepemilikan dana premi dari
tertanggung kepada perusahaan asuransi. Bila tertanggung
mengalami risiko sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak
asuransi, maka perusahaan asuransi harus membayar
sejumlah dana yang disebut uang pertanggungan kepada
tertanggung atau yang berhak menerimanya. Sebaliknya, bila
sampai akhir masa kontrak tertanggung tidak mengalami
risiko yang diperjanjikan maka kontrak asuransi berakhir
maka semua hak dan kewajiban kedua belah pihak berakhir.
Dari proses diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi
perpindahan risiko financial yang dalam istilah asuransi
disebut dengan transfer of risk dari Tertanggung kepada
Penanggung.
Contoh, ketika seseorang membeli polis asuransi
kebakaran untuk rumah tinggal dia akan membayar uang
(premi) yang telah ditentukan oleh perusahaan asuransi,
disaat yang sama perusahaan asuransi akan menanggung
risiko finansial bila terjadi kebakaran atas rumah tinggal
tersebut. Contoh lain dalam asuransi jiwa, ketika seseorang
membeli asuransi kematian (term insurance) dengan jangka
waktu perjanjian 5 (lima) tahun dengan uang pertanggungan
100 juta rupiah, maka dia harus membayar premi yang telah
ditentukan oleh perusahaan asuransi (misal 500 ribu rupiah)
per tahun, artinya bila tertanggung meninggal dunia dalam
masa perjanjian diatas, maka ahli waris atau orang yang
ditunjuk akan memperoleh uang dari perusahaan asuransi
sebesar 100 juta, namun bila peserta hidup sampai akhir
masa perjanjian maka dia tidak akan memperoleh apapun.
Ditinjau dari sudut syariah, contoh transaksi yang terjadi
diatas dapat dikategorikan sebagai akad tabaduli
(pertukaran atau jual beli), namun cacat karena ada unsur

BAB 8 Asuransi 77
gharar (ketidakjelasan), yaitu tidak jelas kapan pemegang
polis akan mendapatkan uang pertanggungan karena
dikaitkan dengan musibah seseorang (bisa tahun pertama,
kedua atau tidak sama sekali karena masih hidup di akhir
masa perjanjian).
Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Pasal 1:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dengan mana pihak Penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima
premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung
yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang diper-
tanggungkan.” Pada hakikatnya asuransi adalah suatu
perjanjian antar nasabah asuransi (tertanggung) dengan
perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan
risiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi.
Risiko yang dialihkan meliputi: kemungkinan kerugian
material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami
nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang
mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of
Occurrence & Uncertainty of Loss). Misalnya:
1. Risiko terbakarnya bangunan dan/atau Harta Benda di
dalamnya sebagai akibat sambaran petir, kelalaian
manusia, arus pendek.
2. Risiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas,
kehilangan karena pencurian.
3. Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.
4. Banjir, angin topan, badai, gempa bumi, tsunami

78 Hukum Bisnis
C. Manfaat Asuransi
Setiap asuransi pasti akan memberikan manfaat bagi
tertanggung, yang secara umum manfaatnya adalah:
1. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko
kerugian yang diderita satu pihak.
2. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus
mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk
memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga,
waktu dan biaya.
3. Transfer Risiko; Dengan membayar premi yang relatif
kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan
ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (risiko) ke
perusahaan asuransi.
4. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan
mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak
perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul
yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
5. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena
bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan
yang diberikan oleh peminjam uang.
6. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada
pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang
lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
7. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan
usaha.

D. Jenis Asuransi
Jenis asuransi dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Asuransi kebakaran
Asuransi kebakaran ialah asuransi yang
mempertanggungkan kerugian akibat kebakaran yang
terjadi di daratan. Kalau suatu bangunan telah

BAB 8 Asuransi 79
diasuransikan terhadap bencana kebakaran, maka
dicantumkan dalam perjanjian.

2. Asuransi pengangkutan
Asuransi pengangkutan adalah asuransi yang
mempertanggungkan kemungkinan risiko terhadap
pengangkutan barang.
Asuransi pengangkutan dapat dibagi menjadi:
a. Asuransi pengangkutan darat-sungai
b. Asuransi pengangkutan laut
c. Asuransi pengangkutan udara

3. Asuransi jiwa
Persetujuan antara kedua pihak, yang di dalamnya
tercantum pihak mana yang berjanji akan membayar
premi dan pihak lain yang berjanji akan membayar
sejumlah uang yang telah ditentukan jika seseorang
tertanggung meninggal atau selambat-lambatnya pada
waktu yang ditentukan. Asuransi jiwa adalah perjanjian
antara perusahaan asuransi dengan konsumen yang
menyatakan bahwa perusahaan asuransi akan
memberikan santunan sejumlah dana apabila konsumen
meninggal dunia, atau ditanggung sampai masa tertentu.
Dengan adanya asuransi jiwa ini, maka keluarga yang
ditinggalkan merasa aman dari segi keuangan, walaupun
ini tidak diharap-harap.
Pangsa pasar asuransi jiwa di negara kita sangat
potensial. Tahun 2001 sudah ada 10,71% penduduk yang
menjadi konsumen asuransi jiwa, sebagaimana
diungkapkan oleh AAJI = Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia.
Asuransi jiwa terdiri atas dua macam yaitu
a. Asuransi modal, pada asuransi ini telah tercantum
dalam polis bahwa bila telah tiba saatnya

80 Hukum Bisnis
(meninggal/habis masa asuransi) maka ganti rugi akan
dibayar sekaligus.
Asuransi nafkah hidup, di sini ganti rugi
dibayarkan secara berkala selama yang
dipertanggungkan masih hidup.

4. Asuransi kredit
Mempertanggungkan kemungkinan risiko
pemberian kredit kepada orang lain. Dalam hal ini
asuransi hanya mengganti kerugian setinggi-tingginya
75% dari kerugian. Di negara kita pernah ada LJKK
(Lembaga Jaminan Kredit Koperasi) yang memberi
jaminan kepada Bank, terhadap pinjaman koperasi.

5. Asuransi kecurian
Yang termasuk dalam asuransi kecurian ini harus
disebutkan satu persatu barang yang diasuransikan itu.
Apabila terjadi risiko, maka barang-barang tersebut akan
diganti.

6. Asuransi perusahaan
Pertanggungan kerugian ini menyangkut
perusahaan yang dirugikan oleh suatu sebab yang dapat
menghentikan/menghambat kegiatan perusahaan. Ganti
kerugiannya biasanya didasarkan kepada keuntungan
kotor yang terlepas karena terhentinya kegiatan
perusahaan tersebut.

7. Asuransi mobil
Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi
kendaraan bermotor ini antara lain: kerugian atau
kerusakan kendaraan yang disebabkan oleh tabrakan,
benturan, terbalik, tergelincir dijalan, oleh sebab apapun
juga, karena perbuatan jahat orang lain, pencurian,

BAB 8 Asuransi 81
kebakaran, sambaran petir, juga termasuk kerugian
karena adanya huru-hara, dan total lost dari kendaraan.

8. Asuransi terhadap tanggung jawab karena hukum


Asuransi yang dilakukan untuk menjaga kalau-kalau
kita berbuat kesalahan yang dapat merugikan seseorang
atau harta benda seseorang

9. Asuransi tenaga kerja (Astek)


Asuransi tenaga kerja yaitu usaha asuransi yang
dibentuk oleh pemerintah untuk menanggung risiko yang
menimpa tenaga kerja di perusahaan/pabrik. Dengan jasa
asuransi ini para pengusaha dan masyarakat umumnya
dapat mengurangi/meringankan malapetaka. Selain itu
dengan asuransi diharapkan perlindungan ekonomi,
finansial dengan menyediakan fasilitas yang dapat
membantu kepentingan orang banyak.

82 Hukum Bisnis
BAB 9
INVESTASI ATAU PMA
A. Pengertian Investasi Asing
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 pengertian
investasi asing adalah sebagai berikut:
1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian
dari kekayaan devisa Indonesia, dengan persetujuan
Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di
Indonesia.
2. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-
penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang
dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama
alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa
Indonesia.
3. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-
undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan
untuk membiayai perusahaan di Indonesia.

Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam dua


bentuk, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung.
Investasi portofolio dilakukan melalui pasar modal dengan
instrument surat berharga seperti saham dan obligasi.
Sedangkan investasi langsung dikenal dengan Penanaman
Modal Asing (PMA), merupakan bentuk investasi dengan
jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi
perusahaan. Penanaman modal asing atau investasi
seringkali diartikan dalam pengertian yang berbeda-beda.
Perbedaan penggunaan istilah investasi terletak pada
cakupan dari makna yang dimaksudkan.

83
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Penanaman
modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Peranan
modal asing dalam pembangunan telah lama
diperbincangkan oleh para ahli ekonomi pembangunan.
Secara garis besar, pemikiran mereka adalah sebagai berikut.
Pertama, sumber dana eksternal yaitu modal asing dapat
dimanfaatkan oleh negara yang sedang berkembang sebagai
dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan
ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat
perlu diikuti dengan perubahan struktur produksi dan
perdagangan. Ketiga, modal asing dapat berperan penting
dalam mobilisasi dana maupun transformasi struktural.
Keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun
segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi
(meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif).
Investor dapat dibagi menjadi 2, yaitu investor
domestik dan investor asing. Investor domestik merupakan
investor yang berasal dari dalam negeri, sedangkan investor
asing berarti investor yang berasal dari negara asing.

B. Investasi Langsung dan Tidak Langsung


Investasi atau penanaman modal mempunyai dua pengertian
yaitu investasi langsung (direct investment) dan investasi
tidak langsung (indirect investment). Dan penulisnya
memisahkan investasi langsung (direct investment) dan
investasi tidak langsung (indirect investment) menjadi dua
bagian. Bagian pertama adalah mengenai investasi langsung,

84 Hukum Bisnis
kemudian untuk investasi tidak langsung diuraikan dalam
bagian kedua.
1. Investasi Langsung (Direct Investment)
Dalam konteks ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
pengertian penanaman modal hanya mencakup
penanaman modal secara langsung. Penanaman modal
secara langsung ini dilakukan baik berupa mendirikan
perusahaan patungan (joint venture company) dengan
mitra lokal, dengan melakukan kerja sama operasi (joint
operation) tanpa membentuk perusahaan baru, dengan
mengonversikan pinjaman menjadi penyertaan mayoritas
dalam perusahaan lokal, dengan memberikan bantuan
teknis dan manajerial (technical and management
assistance), dengan memberikan lisensi dll.

2. Investasi Tidak Langsung (Indirect Investment)


Yang termasuk dalam penanaman modal tidak
langsung ini mencakup kegiatan transaksi di pasar modal
dan di pasar uang. Penanaman modal tersebut disebut
penanaman modal jangka pendek karena pada umumnya
mereka melakukan jual beli saham dan/atau mata uang
dalam jangka waktu yang relatif singkat tergantung
fluktuasi nilai saham dan/atau mata uang yang hendak
mereka perjual-belikan.

Perbedaan Investasi Langsung dan Tidak Langsung


No. Investasi Langsung Investasi Tidak
langsung
1
Investasi dengan Uang / Investasi dengan
perlengkapan membeli
saham

BAB 9 Investasi atau PMA 85


2
Mendirikan Perusahaan Tidak Perlu
mendirikan
perusahaan
3
Perusahaan dikendalikan Adanya pemisahan
sebagian pemilik
atau keseluruhan pemilik dan manajemen
perusahaan
4
Investasi tidak dapat ditarik Investasi dapat ditarik
setiap setiap
Saat saat
5
Membutuhkan kehadiran secara Tidak perlu hadir secara
fisik fisik
6
UU penanaman modal UUPM
7
Pengelola BKPM Pengelola Bapepam dan
LK

Karenanya pasar modal dipandang sebagai salah satu


sarana yang efektif untuk mempercepat pembangunan suatu
negara. Hal ini dimungkinkan karena pasar modal
merupakan wahana untuk dapat menggalang pengerahan
dana dari masyarakat untuk disalurkan ke sektor-sektor
produktif. Apabila pengerahan dana masyarakat melalui
lembaga-lembaga keuangan maupun pasar modal sudah
dapat berjalan dengan baik, maka dana pembangunan yang
bersumber dari pinjaman luar negeri akan berkurang. Pasar
modal di negara maju merupakan salah satu lembaga yang
diperhitungkan bagi perkembangan ekonomi negara
tersebut. Oleh sebab itu, negara/pemerintah mempunyai
alasan untuk ikut mengatur jalannya dinamika pasar modal.
Pasar modal di Indonesia memobilisasi dana masyarakat
dengan menyediakan sarana atau tempat untuk
mempertemukan penjual dan pembeli dana jangka panjang
yang disebut efek.
Pengertian efek bukan hanya terdiri dari saham dan
obligasi semata, melainkan meliputi pula surat berharga,

86 Hukum Bisnis
yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial,
saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyetoran kontrak
investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap
derivatif efek. Tiga arti pasar modal, yaitu
Pertama, dalam arti luas, pasar modal adalah
keseluruhan sistem keuangan yang terorganisir, termasuk
bank-bank komersial dan semua perantara di bidang
keuangan, surat berharga/klaim jangka panjang, pendek
primer dan yang tidak langsung.
Kedua, dalam arti menengah, pasar modal adalah semua
pasar yang terorganisir dan lembaga-lembaga yang
memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya
berjangka lebih dari satu tahun) termasuk saham, obligasi,
pinjaman berjangka, hipotik, tabungan, dan deposito
berjangka.
Ketiga, dalam arti sempit adalah tempat pasar uang
terorganisir yang memperdagangkan saham dan obligasi
dengan menggunakan jasa makelar dan underwriter.
Sedangkan Undang-Undang Pasar Modal memberikan
batasan pasar modal yaitu merupakan kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan
efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek. Dari beberapa pengertian mengenai pasar
modal tersebut, kemudian disimpulkan bahwa pasar modal
merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan diterbitkan
dan diperdagangkannya efek dengan penawaran umum dan
perdagangan jangka panjang, melalui pasar perdana dan
pasar sekunder.

C. Bentuk Kerja Sama dan Bidang Usaha Investasi Asing


1. Bentuk Kerja Sama Investasi Asing

BAB 9 Investasi atau PMA 87


Peningkatan penanaman modal khususnya
Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia sejak
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) yang kemudian mengalami
perubahan dan penambahan dengan diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Perubahan
dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, kemudian kedua
undang-undang tersebut diubah dengan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Pelaksanaan Penanaman Modal Asing di Indonesia
seperti yang ditetapkan dalam ketentuan penanaman
modal asing sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU
Penanaman Modal) dinyatakan penanaman modal asing
adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha
di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanaman modal asing, baik yang menggunakan modal
asing sepenuhnya, maupun yang berpatungan dengan
penanaman modal dalam negeri. Dengan adanya
pengaturan tersebut di atas seperti yang termuat dalam
Pasal 3 UU Penanaman Modal, maka penanaman modal
asing di Indonesia diperkenankan melaksanakan
usahanya dalam bentuk usaha kerja sama (joint-venture)
dengan pihak swasta nasional dalam bentuk dan cara kerja
sama yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah
khususnya dalam hal komposisi kepemilikan saham
perusahaan.

88 Hukum Bisnis
Bentuk kerja sama usaha yang akan didirikan oleh
warga negara Indonesia (“WNI”) dan warga negara asing
(“WNA”) di Indonesia bergantung pada seberapa besar
kegiatan usaha yang akan dilakukan. Apabila dalam
pendirian usaha membutuhkan modal yang besar, maka
WNA dan WNI dalam hal ini akan melakukan Penanaman
Modal Asing (‘PMA”) sesuai dengan Pasal 1 angka 3 UU No. 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU 25/2007”),
yaitu
“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.”
Dalam mendirikan badan usaha yang bermitra dengan
WNA, prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. WNA dan WNI menandatangani perjanjian joint venture
(usaha patungan);
2. Setelah menandatangani perjanjian joint venture, WNA
dan WNI membentuk suatu badan usaha yang berbentuk
Perseroan Terbatas (“PT”) berdasarkan hukum Indonesia
dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia.
(Pasal 5 ayat [2] UU 25/2007);
3. Mengajukan permohonan pendaftaran PMA kepada
BKPM.

Penanaman modal dalam negeri dan asing yang


melakukan penanaman modal dalam pendirian PT dilakukan
dengan “Mengambil bagian saham pada saat pendirian PT”
(Pasal 5 ayat [3] UU 25/2007). Adapun pendirian PT PMA
wajib untuk memperhatikan daftar negatif investasi
berdasarkan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang
Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang

BAB 9 Investasi atau PMA 89


Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal
(“Perpres 36/2010”).
Berdasarkan Perpres 36/2010, bidang usaha dalam hal
ini restoran, terbuka untuk penanam modal asing (WNA)
dengan komposisi maksimal pemilikan saham oleh WNA
adalah sebesar 51% (lima puluh satu persen). Setiap
Perusahaan PMA yang akan melakukan penanaman modal di
Indonesia wajib untuk mendaftarkan PT PMA yang
didirikannya ke Badan Koordinasi Penanaman Modal
(“BKPM”) sebelum PT PMA berstatus Badan Hukum atau
sesudah berstatus badan hukum (Pasal 16 ayat 1 Peraturan
Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata
Cara Permohonan Penanaman Modal - “Perka BKPM
12/2009”).
Apabila PT PMA yang didirikan ingin mendapatkan
fasilitas penanaman modal, selain permohonan pendaftaran
PT PMA juga harus mengajukan permohonan pendaftaran
Izin Prinsip ke BKPM (Pasal 17 ayat [2] Perka BKPM
12/2009).
Dengan asumsi bahwa yang dimaksud dalam sistem
hukum adalah pilihan hukum, maka WNI dapat
menggunakan sistem hukum yang diatur di Republik
Indonesia sehubungan dengan domisili perjanjian joint
venture dilakukan dan/atau tempat badan hukum PT
didirikan. WNA dapat memperoleh jabatan sebagai tenaga
ahli di dalam PT PMA. Hal ini didasari atas kewajiban
Perusahaan yang melakukan penanaman modal di Indonesia
untuk mengutamakan tenaga kerja Indonesia (Pasal 10 ayat
(1) dan ayat (2) UU 25/2007). Sehingga keharusan untuk
memberikan pekerjaan/jabatan kepada WNA bergantung
pada posisi yang akan diberikan kepada WNA tersebut.
Namun, berdasarkan Pasal 46 UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU 13/2003”) dan Pasal 5 Keputusan

90 Hukum Bisnis
Presiden No. 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga
Kerja Warga Negara Asing Pendatang (“Kepres 75/1995”),
terdapat larangan bagi WNA untuk memperoleh jabatan di
bidang personalia dan jabatan-jabatan tertentu.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pada dasarnya PT
PMA wajib untuk mengutamakan memperkerjakan tenaga
kerja Indonesia, namun apabila posisi tersebut belum dapat
dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia (dengan syarat jabatan
tersebut tidak dilarang bagi WNA), maka PT PMA dapat
memperkerjakan WNA tersebut.
Jika PT PMA akan memperkerjakan WNA, maka harus
memperhatikan peraturan tata cara memperkerjakan tenaga
kerja asing yaitu Perusahaan Jasa Patungan harus memiliki
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Izin
Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). WNA yang
berkerja di Perusahaan Jasa Patungan wajib untuk
memperoleh Visa Tinggal Terbatas untuk bekerja di
Indonesia.

2. Bidang Usaha Investasi Asing


Salah satu usaha pemerintah dalam meningkatkan
arus penanaman modal di Indonesia adalah dengan
memberikan keleluasaan bagi para investor untuk
menentukan bidang-bidang usaha investasi yang diminati.
Hal ini memicu proses penyederhanaan peraturan
terhadap Daftar Skala Prioritas menjadi Daftar Negatif
Investasi (DNI). DNI berlaku selama 3 (tiga) tahun dan
setiap tahun dilakukan peninjauan yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan perkembangan.
Pasal 10 ayat 1 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun
2009 (“Perka BKPM 12/2009”) menyatakan bahwa semua
bidang atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman
modal, kecuali bidang atau jenis usaha yang dinyatakan

BAB 9 Investasi atau PMA 91


tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Untuk itu,
investor diwajibkan untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan, seperti DNI, sebelum melakukan
kegiatan penanaman modal.
DNI mencakup daftar bidang usaha yang tertutup
seluruhnya atau sebagian untuk penanaman modal swasta
asing maupun dalam negeri. Perubahan pengaturan DNI
terbaru terdapat dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia No.36 tahun 2010 (“Perpres 36/2010”).
a. Bidang Usaha yang Tertutup untuk Penanaman Modal
Berdasarkan Pasal 1 (1) Perpres 36/2010, Bidang
usaha yang tertutup adalah bidang usaha tertentu yang
dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman
modal. Penetapan ini didasarkan pada kriteria
kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup,
pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan
nasional lainnya. Bidang-bidang usaha yang tertutup
untuk penanaman modal sebagaimana diatur dalam
Lampiran I Perpres 36/2010, antara lain mencakup
bidang usaha budidaya ganja, perjudian/kasino, dan
industri minuman mengandung alkohol.
Selanjutnya, Pasal 12 ayat 2 Undang-Undang No.
25 Tahun 2007 (“UU 25/2007”) menetapkan beberapa
bidang usaha yang dilarang bagi penanaman modal
asing karena dianggap menduduki peranan penting
dalam pertahanan negara, seperti: (i) produksi senjata,
mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan (ii)
bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup
berdasarkan Undang- Undang.
b. Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan untuk
Penanaman Modal
Berdasarkan Pasal 2(1) Perpres 36/2010, bidang
usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang

92 Hukum Bisnis
usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan
penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang
usaha yang dicadangkan untuk Usaha mikro, Kecil,
Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang
dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang
dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha
yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang
usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.
Peraturan mengenai bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan untuk penanaman modal
didasarkan pada kriteria kepentingan nasional, yaitu
perlindungan sumber daya alam, perlindungan,
pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi, pengawasan produksi dan distribusi,
peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal
dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha
yang ditunjuk Pemerintah.
Bidang-bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan sebagaimana diatur dalam Lampiran II
Perpres 36/2010, antara lain mencakup bidang usaha
budidaya tanaman pangan pokok, pengusahaan sarang
burung walet di alam, pembenihan ikan laut,
pembangkitan tenaga listrik skala kecil dan daur ulang
barang-barang bukan logam. Dalam hal penanaman
modal pada bidang usaha terbuka dengan persyaratan,
sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 Perpres 36/2010, investor
wajib mematuhi persyaratan lokasi sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku di bidang tata ruang dan lingkungan hidup.

D. Prosedur PMA dan Tantangan yang dihadapi


Pengaturan prosedur penanaman modal asing di Indonesia
berkembang sangat dinamis sejak terjadinya reformat pada

BAB 9 Investasi atau PMA 93


sekitar tahun 1999, terlebih sejak diberlakukannya otonomi
daerah. Hal ini dikarenakan urusan pemerintahan di bidang
penanaman modal yang semula ada di tangan pemerintah
dialihkan kepada pemerintah daerah baik itu pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten atau
pemerintah daerah kota.
Selain peraturan perundang-undangan yang mengatur
secara langsung masalah penanaman modal sebagaimana
disebutkan di atas, peraturan perundang-undangan di bidang
lainnya juga perlu diperhatikan, seperti peraturan yang
mengatur masalah kewenangan pemberian izin sehubungan
dengan penanaman modal, lingkungan hidup,
ketenagakerjaan, perpajakan, kepabeanan, pertanahan, alih
teknologi (trafer of technology), persaingan usaha yang sehat,
pelindung konsumen, hak atas kekayaan intelektual,
peraturan-peraturan yang bersifat sektoral seperti
telekomunikasi, perhubungan, industry, perdagangan,
perkebunan, kehutanan, atau bahkan peraturan-peraturan
yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. 4
Penanaman modal asing berperan penting baik di
negara maju maupun negara sedang berkembang. Di dalam
suatu laporannya yang diterbitkan pada tahun 1996, WTO
menunjukkan bahwa telah terjadi suatu perkembangan yang
cukup mendasar di bidang penanaman modal, khususnya
sejak tahun 1980-an.
Perkembangan perekonomian suatu negara, khususnya
negara berkembang seperti Indonesia sangat ditentukan dari
tingkat pertumbuhan penanaman modal asing. Penanaman
modal asing memegang peranan penting dalam peningkatan
devisa suatu negara. Kegiatan perdagangan internasional
tidak dapat terlepas dari penanaman modal asing karena
memberikan keuntungan kepada semua pihak, tidak hanya
bagi investor saja, tetapi juga bagi perekonomian negara

94 Hukum Bisnis
tempat modal itu ditanamkan serta bagi negara asal para
investor. Sebagai negara berkembang, Indonesia berada pada
posisi yang sangat berkepentingan dalam mengundang
investor asing untuk memacu pertumbuhan ekonomi
nasional. Menyadari pentingnya penanaman modal asing,
pemerintah Indonesia terus berupaya menumbuhkan iklim
investasi yang kondusif guna menarik calon investor untuk
menarik modal asing masuk ke Indonesia. Berbagai strategi
untuk mengundang investor asing telah dilakukan agar para
investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya dan
merasa nyaman dalam melakukan penanaman modal di
Indonesia.
Strategi-strategi yang dilakukan pemerintah dalam
rangka meningkatkan daya tarik para investor agar
menanamkan modalnya di Indonesia ialah dengan
mengeluarkan peraturan-peraturan tentang penanaman
modal asing dan kebijaksanaan pemerintah yang pada
dasarnya tidak akan merugikan kepentingan nasional dan
kepentingan investor. Pemerintah menetapkan bidang-
bidang usaha yang memerlukan penanaman modal dengan
berbagai peraturan. Selain itu, pemerintah juga menentukan
besarnya modal dan perbandingan antara modal nasional
dan modal asing. Hal ini dilakukan agar penanaman modal
tersebut dapat diarahkan pada suatu tujuan yang hendak
dicapai. Bukan hanya itu seringkali suatu negara tidak dapat
menentukan politik ekonominya secara bebas, karena
adanya pengaruh serta campur tangan dari pemerintah asing.
Di samping mengeluarkan peraturan-peraturan dalam
bidang penanaman modal, pemerintah juga memberikan
kebijakan-kebijakan. Kebijakan mengundang modal asing
adalah untuk meningkatkan potensi ekspor dan substitusi
impor, sehingga Indonesia dapat meningkatkan penghasilan
devisa dan mampu menghemat devisa, oleh karena itu usaha-

BAB 9 Investasi atau PMA 95


usaha di bidang tersebut diberi prioritas dan fasilitas. Alasan
kebijakan yang lain yaitu agar terjadi alih teknologi yang
dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan nasional Indonesia.
Di dalam menentukan kebijakan ekonomi, pemerintah
sering dihadapkan kepada banyak kendala struktural yang
tidak mudah diatasi, sehingga kebijakan yang paling optimal
(first best policy) menjadi tidak relevan. Akibatnya
pemerintah harus bertumpu kepada second best policy yang
tentunya mempunyai dampak positif yang lebih kecil dan
sering pula diikuti oleh dampak negatif yang perlu
diantisipasi. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah tersebut berdampak pada penanaman modal
asing. Salah satu kebijakan yang sangat berpengaruh dalam
kegiatan penanaman modal asing ialah kebijakan
desentralisasi.
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara
kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi
maka muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai
penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini
seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena
dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan
perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Seperti
yang telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi
berhubungan dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi
daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk
menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri

96 Hukum Bisnis
tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah
pusat. Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan
berdampak positif pada pembangunan daerah- daerah yang
tertinggal dalam suatu negara. Agar daerah tersebut dapat
mandiri dan secara otomatis dapat memajukan
pembangunan nasional.6 Lebih jelasnya, otonomi daerah
adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga Daerah, yang melekat baik pada negara kesatuan
maupun negara federasi. Di dalam negara kesatuan, otonomi
daerah lebih terbatas daripada di negara yang berbentuk
federasi. Kewenangan mengatur dan mengurus rumah
tangga Daerah di negara kesatuan meliputi segenap
kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang
dipegang oleh pemerintah pusat.
Kehadiran Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah memberikan peluang
desentralisasi penanaman modal di daerah. Kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 dan di
sempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
merupakan pelaksanaan dari salah satu tuntutan reformasi
pada tahun 1998 Kebijakan ini merubah penyelenggaraan
pemerintahan dari yang sebelumnya bersifat terpusat
menjadi terdesentralisasi meliputi antara lain penyerahan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah
(kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
agama, fiskal moneter, dan kewenangan bidang lain) dan
perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa
penanaman modal merupakan salah satu bidang

BAB 9 Investasi atau PMA 97


pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah.
Penyerahan kewenangan untuk menangani investasi kepada
daerah merupakan langkah positif dalam rangka
mewujudkan otonomi daerah. Namun di lain pihak, hal
tersebut justru menimbulkan kekhawatiran di kalangan
investor asing. Investor asing mengeluhkan munculnya gejala
tindakan sewenang-wenang pemerintah daerah, antara lain
dalam hal pengaturan izin lokasi investasi. Di samping
masalah tersebut, investor juga mengeluhkan banyaknya
pungutan pajak yang harus dibayar dan tumpang tindihnya
regulasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Bahkan sejumlah investor menilai, pemerintah daerah
bertindak sewenang-wenang hanya karena merasa lebih
berhak menentukan siapa yang boleh mendapat izin lokasi.
Kehadiran investasi asing, khususnya investasi
langsung atau Penanaman Modal Asing (Foreign Direct
Investment) di suatu negara menguntungkan negara tersebut,
khususnya dalam hal pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi tidak perlu dipertanyakan lagi. Kehadiran PMA
memberi banyak hal positif terhadap perekonomian dari
negara tuan rumah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan investasi di dalam negeri antara lain.
1. Stabilitas politik dan perekonomian yang sudah
menunjukkan kestabilan yang mantap selama ini.
2. Kebijakan dan langkah-langkah deregulasi dan
debirokrasi yang secara terus-menerus telah diambil oleh
pemerintah dalam rangka menggairahkan iklim investasi.
3. Diberikannya fasilitas perpajakan khusus untuk daerah
tertentu.
4. Tersedianya sumber daya alam yang berlimpah seperti
minyak bumi, gas, bahan tambang dan hasil hutan maupun
iklim dan letak geografis serta kebudayaan, dan keindahan
alam Indonesia tetap menjadi daya tarik tersendiri yang

98 Hukum Bisnis
telah mengakibatkan tumbuhnya proyek-proyek yang
bergerak di bidang industri kima, industri perkayuan,
industri perhotelan (tourisme), yang sekarang menjadi
sector primadona yang banyak diminati para investor baik
dalam rangka PMDN maupun PMA.
5. Tersedianya sumber daya manusia dengan upah yang
kompetitif memberikan pengaruh terhadap peningkatan
minta investor pada proyek- proyek yang bersifat padat
karya, seperti industri tekstil, industri sepatu dan mainan
anak-anak.

Pembicaraan tentang otonomi daerah di mana pun, di


pusat maupun terutama di daerah, masih bersifat amat
umum yaitu penyelenggaraan pemerintahan yang tidak
sentralistik, tanpa keinginan lebih lanjut memahami apa
implikasinya bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Menurut M. Idris Latief (2006), banyak sekali
permasalahan yang ditimbulkan oleh penanaman modal
asing di dalam negeri. Yang pertama adalah dominannya
kontrol dari luar negeri, entah itu dari pemerintah investor
luar negeri atau dari badan internasional seperti
International Monetary Funds (IMF), World Bank (Bank
Dunia), dan lain-lain. Kontrol ini seringkali sangat merugikan
rakyat, baik dari segi politik maupun ekonomi. Yang kedua
adalah terkurasnya dan rusaknya sumber daya alam
Indonesia (natural resources). Hal ini karena kontrak
biasanya diadakan sesuai dengan jumlah cadangan (deposit)
di bawah tanah, sehingga ketika kontrak selesai yang
tertinggal hanya kerusakan lingkungan. Tingginya angka
pengangguran pun tidak bisa diatasi dengan penanaman
modal asing. Sebab, investor asing biasanya bergerak di
bidang pertambangan yang tidak banyak menyerap tenaga
kerja. Selain itu, tingginya biaya yang harus ditanggung

BAB 9 Investasi atau PMA 99


setelah proyek beroperasi pun sangat merugikan bangsa
Indonesia. Pihak Indonesia belum bisa menikmati bagi
hasilnya selama biaya yang diminta investor belum terlunasi.
Padahal, investor bisa saja berbohong mengenai biaya yang
dibelanjakan untuk eksplorasi (recovery cost). Data yang
dikemukakan pihak investor seringkali perlu dipertanyakan
keakuratannya. Sebagai contoh, Exxon mobil menyatakan
cadangan minyak di Blok Cepu sebesar 781 juta barel dengan
kapasitas produksi 165 ribu barel per hari. Dengan demikian,
masa eksploitasinya hanya berkisar 11 tahun atau 12 tahun.
Namun, pihak Exxon mobil justru memperpanjang kontrak
dari 2010 hingga 2030, yang mengindikasikan bawa tentu
cadangan minyak jauh lebih besar dari yang dikemukakan.

100 Hukum Bisnis


BAB 10
PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS
A. Pengertian Dasar Sengketa
Dalam menjalankan bisnis terkadang akan menghadapi
kerikil-kerikil tajam yang harus dilewati demi tercapai suatu
tujuan bisnis, artinya bisnis tidak selalu berjalan mulus atau
lancer, hal mendasar yang sering terjadi adalah
ketidakcocokan dan ketidaksepakatan yang mana, kerap
timbul sehingga pada akhirnya akan timbul
persengketaan/konflik.
Meskipun transaksi bisnis berdasarkan azas
kepercayaan, hal ini tidak sertamerta menghilangkan
perselisihan yang sering muncul seiring berjalannya bisnis,
jika hal ini terjadi maka harus cepat diselesaikan karena
dalam bisnis waktu adalah uang, dan bila hal ini berlarut–
larut maka kegiatan bisnis tentunya akan terganggu.
Pengertian sengketa adalah pertentangan atau konflik
yang terjadi antara individu–individu atau kelompok–
kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan
yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan
akibat hukum antara satu dangan yang lain.
Menurut Ali Achmad, “sengketa adalah pertentangan
antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang
berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum antara keduanya”.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks
melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama bisnis
mengingat kegiatan bisnis semakin meningkat dari waktu ke
waktu, maka tidak mungkin dihindari terjadinya
konflik/sengketa (dispute) diantara pihak yang terlibat.

101
Sengketa yang timbul diantara pihak–pihak yang terlibat
dalam kegiatan bisnis/perdagangan disebut dengan sengketa
bisnis.
Sengketa pada hakikatnya merupakan bentuk
aktualisasi dari suatu perbedaan dan pertentangan antara
dua pihak atau lebih. Sebagaimana dalam sengketa perdata
dalam sengketa bisnis pihak–pihak diberi kebebasan untuk
menentukan mekanisme cara penyelesaian sengketa yang
dikehendaki
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang
atau lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat
hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi
salah satu diantara keduanya.

B. Karakteristik Sengketa Bisnis


Dalam setiap persengketaan bisnis akan mempunyai ciri khas
tersendiri yang membedakan sengketa yang satu dengan
sengketa lainnya. Berikut beberapa karakteristik sengketa
bisnis yang dinyatakan dalam parameter, antara lain:
1. Parameter subjek – pihak – pihak yang terlibat dalam
sengketa bisnis baik secara langsung maupun tidak
langsung baik perorangan maupun badan hukum.
2. Parameter objek – hal – hal yang berkaitan dengan
pelanggaran dan penyimpangan aktivitas bisnis beserta
akibat hukumnya. Akibat dari pelanggaran dan
penyimpangan tersebut mengakibatkan kepentingan
salah satu pihak dirugikan oleh pihak lain.
3. Parameter hukum yang berlaku – aturan hukum manakah
yang mengatur aktivitas bisnis, bisnis harus tunduk
kepada aturan hukum yang berlaku baik tertulis maupun
tidak tertulis/kebisasaan, kovensi dan perjanjian–
perjanjian internasional.

102 Hukum Bisnis


C. Latar Belakang Terjadinya Sengketa Bisnis
Seperti yang sempat disinggung di awal bahwa sengketa
bisnis timbul dari pihak–pihak yang terlibat dalam kegiatan
bisnis dan perdagangan termasuk unsur–unsur yang lebih
luas seperti pekerjaan, penghasilan, mata pencaharian, dan
keuntungan. Adapun pada umumnya dibalik terjadi
persengketaan bisnis, adalah antara lain:
1. Wanprestasi – salah satu pihak tidak dapat atau gagal
menjalankan isi kontrak yang sudah disepakati bersama.
2. Kerugian salah satu pihak akibat dari tindakan lain suatu
hal dari salah satu pihak, maka mengakibatkan kerugian
pihak lain
3. Perbuatan melawan hukum salah satu pihak dan atau
kedua pihak melanggar ketentuan hukum yang ada
sehinga berpotensi berujung pada konflik.

Adapun secara rinci sengketa bisnis dapat berupa


sengketa – sengketa sebagai berikut:
1. Sengketa perniagaan
2. Sengketa perbankan
3. Sengketa keuangan
4. Sengketa investasi
5. Sengketa perindustrian
6. Sengketa HAKI
7. Sengketa konsumen
8. Sengketa kontrak
9. Sengketa perburuhan
10. Sengketa perusahaan
11. Sengketa perdagangan publik

D. Cara Penyelesaian Sengketa Bisnis


Mekanisme penyelesaian sengketa bisnis dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu
1. Jalur litigasi (Ordinary Court) – yaitu penyelesaian perkara

BAB 10 Penyelesaian Sangketa Bisnis 103


melalui jalur pengadilan dengan menggunakan
pendekatan hukum, melalui apparat atau lembaga
penegak hukum yang berwenang sesuai undang–undang
yang berlaku. Pendekatan ini merupakan the last resort
(sebagai upaya terakhir) manakala jalur perdamaian
mengalami “deadlock”/ tidak ada titik temu.
2. Jalur Non litigasi – yaitu penyelesaian diluar pengadilan
dengan menggunakan mekanisme yang hidup di
masyarakat seperti musyawarah, kekeluargaan, dan
perdamaian, jalur ini merupakan upaya awal sebelum ke
upaya litigasi. Salah satu cara yang paling banyak diminati
oleh para pelaku bisnis adalah ADR (Alternative Dispute
Resolution).

1. Lembaga Peradilan
Lembaga peradilan merupakan bagian dari jalur
litigasi dalam menyingkapi solusi penyelesaian sengketa
bisnis. Suatu masalah hukum atau persengketaan bisnis
dapat diselesaikan di peradilan (Ordinary Court) baik itu di
peradilan umum atau khusus. Peradilan umum mencakup
perdata atau pidana tergantung unsur permasalahannya,
untuk pidana harus ada laporan aduan dulu melalui
kepolisian untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan,
selanjutnya, di terus ke kejaksaan dalam rangka
penuntutan dan setelah itu dilimpahkan ke pengadilan
untuk disidangkan dan diputuskan. Sedangkan untuk yang
khusus seperti peradilan niaga, peradilan militer, PTUN,
dan peradilan tipikor. Dalam hal kasus seperti
persengketaan bisnis, maka biasanya akan diselesaikan
pada “peradilan niaga”.
Pengadilan niaga pertama kali dibentuk pada
pengadilan negeri Jakarta pusat berdasarkan Pasal 28 ayat
1 UU No. 4 Tahun 1998 pembentukan pengadilan naga

104 Hukum Bisnis


sebagaimana ayat 1, dilakukan secara bertahap dengan
keputusan presiden, dengan memperhatikan kebutuhan
dan kesiapan SDM yang diperlukan. Pada awalnya
pengadilan niaga menangani, memeriksa, dan
memutuskan perkara – perkara kepailitan dan penundaan
pembayaran utang, namun seiring dengan perkembangan
situasi dan kondisi yang ada, pengadilan niaga juga
menangani kasus–kasus bisnis yang lain termasuk
sengketa bisnis.
Dalam hal menyangkut perkara diluar bidang
perniagaan, ketua MA dapat menetapkan jenis dan nilai
perkara pada tingkat pertama diperiksa dan diputuskan
oleh hakim tunggal. Dalam menjalankan tugasnya hakim
akan dibantu oleh panitera atau penitera pengganti yang
disebut juru sita.
Pengadilan niaga mengacu pada hukum acara
perdata yang berlaku kecuali ditentukan lain oleh undang–
undang. Keputusan pengadilan niaga yang telah
memperoleh hukum tetap dapat dilakukan peninjauan
kembali sepanjang memiliki alasan, yaitu
a. Terdapat bukti tertulis baru yang penting, yang
apabila diketahui pada tahap persidangan
sebelumnya akan menghasilkan keputusan berbeda.
b. Pengadilan niaga yang bersangkutan telah
melakukan kesalahan berat dalam penerapan.

Hakim pada pengadilan niaga diangkat atas dasar


keputusan presiden (KEPRES) atas usulan ketua MA, pada
pengadilan niaga di tingkat pertama dapat diangkat
seorang ahli hakim ad hoc (sementara) dengan beberapa
persyaratan sesuai dengan UU yang berlaku, yaitu antara
lain:

BAB 10 Penyelesaian Sangketa Bisnis 105


a. Telah berpengalaman sebagai hakim pada pengadilan
umum
b. Mempunyai dedikasi yang baik dan memiliki
pengetahuan terhadap masalah dan kewenangan
pengadilan niaga.
c. Berwibawa, jujur, adil, dan berkilauan tidak tercela
d. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan
khusus sebagai hakim pada pengadilan niaga.

E. Negosiasi
Negosiasi merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa
diluar pengadilan (Non Litigasi), dan cara inilah yang paling
banyak diminati oleh para pihak–pihak yang bersengketa
khususnya dalam bisnis, hal ini dikarenakan efek dari
penyelesaiannya yaitu win-win (tidak ada yang dirugikan
setelah keluar meja perundingan) bukan win-lose (kebalikan
dari win-win). Secara data penelitian menunjukkan bahwa
80% kasus persengketaan bisnis dapat diselesaikan oleh
jalur ini. Negosiasi juga diposisikan menjadi tahap awal
dalam penyelesaian sengketa bisnis sebelum mencari cara
alternative lain jika hasil dari negosiasi mengalami “deadlock”
(mengalami jalan buntu).
Negosiasi dalam Bahasa Inggris disebut dengan
“negotiation” yang artinya perundingan, dalam istilah
keseharian, dikenal dengan berunding, bermusyawarah, atau
bermufakat. Orang yang melakukan perundingan disebut
juga dengan “Negosiator.” Pendapat pakar yaitu “Fisher and
Ulry” memberikan batasan pengertian dari negosiasi, yaitu
sebagai proses komunikasi dua arah yang dirancang untuk
mencapai kesepakatan pada kedua belah pihak yang
memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda,
tanpa melihat pihak ketiga sebagai penengah.

106 Hukum Bisnis


Dasar hukum bagi negosiasi adalah UU No 30 tahun
1999, dimana pada pasal 6 ayat 2, dan didukung oleh KUH
Perdata khususnya pasal 1851 s/d 1864 tentang perdamaian.
Setiap kesepakatan dan persetujuan harus dituangkan dalam
bentuk tulisan dan disetujui oleh beberapa pihak, jika ini
tidak dilakukan maka terancam tidak sah.
Pada umumnya negosiasi digunakan dalam sengketa
yang tidak terlalu pelik, dimana para pihak masih beritikad
baik dan bersedia untuk duduk bersama dalam memecahkan
masalah.
1. Prosedur Negosiasi
Yang dimaksud dengan prosedur negosisasi adalah
tata cara atau proses yang dilakukan dalam negosiasi agar
dapat memenuhi tujuan yang diharapkan, dibagi atas tiga
tahap, yaitu
1. Tahap persiapan, langkah–langkah yang diperlukan,
antara lain:
a. Konsilidasi dengan tim/kolega
b. Mempersiapkan agenda/materi atau persoalan apa
yang perlu dinegosiasikan
c. Menetapkan tujuan dan target yang akan dicapai
Membuat dan memenuhi janji
d. Mempelajari pihak lawan (kepribadian, sifat, karakter
dan reputasi) Checking seluruh persiapan
e. Bagaimana kualitas hubungan diantara mereka

2. Berlangsungnya negosiasi, hal-hal yang diperlukan,


adalah:
a. Statement pembuka dari negosiator
b. Menetapkan persoalan
c. Menetapkan posisi awal
d. Memberikan argumentasi
e. Menyelidiki kemungkinan respon pihak lawan

BAB 10 Penyelesaian Sangketa Bisnis 107


f. Menetapkan proposal
g. Menetapkan dan menandatangani persetujuan

3. Tahap akhir negosiasi, beberapa hal yang perlu


diperhatikan, antara lain:
a. Mengambil kesimpulan yang telah disepakati
b. Kesimpulan hendaknya dibuat dengan kontrak tertulis
c. Menindaklanjuti kesepakatan
d. Membentuk tim monitoring/evaluasi pelaksanaan

F. Mediasi
Mediasi atau dalam Bahasa Inggris disebut dengan
“mediation” merupakan sala satu cara penyelesaian sengketa
diluar pengadilan atau biasa disebut dengan jalur Non litigasi.
Cara ini merupakan cara yang telah banyak pelaku bisnis
lakukan ketika terjadi persengketaan bisnis, dikarenakan
pewujudan dari tuntutan masyarakat atas penyelesaian
sengketa bisnis yang lebih cepat, efisien, dan efektif.
Menurut pendapat pakar “Christopher W. Moore”
mengemukakan bahwa mediasi adalah intervensi dalam
sebuah sengketa oleh pihak ketiga yang bias diterima oleh
pihak–pihak bersengketa netral, bukan bagian dari bagian
dari kedua belah pihak dan bersifat netral. Pihak ketiga ini
tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan,
dia bertugas untuk membantu pihak–pihak yang bertikai
agar secara sukarela mau mencapai kata sepakat yang
diterima masing pihak dalam sebuah persengketaan. Singkat
kata, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar
pengadilan melalui perundingan dengan melibatkan pihak
ketiga yang netral dan tidak berpihak (impartial) serta
diterima kehadirannya oleh pihak–pihak yang berseteru.

108 Hukum Bisnis


Pihak ketiga ini disebut dengan mediator yang
membantu serta memfasilitasi pihak–pihak bersengketa,
tetapi tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan,
pengambilan keputusan tetap berada pada kedua belah pihak
yang berseteru. Kekuatan hukum dalam jalur mediasi ini
ditetapkan dalam “Undang–Undang No 30 Tahun 1999,” yang
mana berdasarkan Pasal 6 ayat 3 berbunyi, yaitu sengketa
atau bedan pendapat dapat diselesaikan melalui bantuan
orang lain, penasehat ahli, atau mediator. Kesepakatan ini
bersifat final dan binding (mengikat) dan dilakukan secara
tertulis, dan wajib didaftarkan secara tertulis ke pengadilan
negeri terhitung 30 hari setelah penandatanganan dan wajib
dilaksanakan dalam waktu 30 hari setelah didaftarkan.
Pada dasarnya penyelesaian sengketa melalui mediasi
memiliki karakteristik atau unsur–unsur, yang mana antara
lain:
1. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa diluar
pengadilan melalui perundingan.
2. Mediator terlibat dan diterima oleh seluruh pihak yang
bersengketa di dalam perundingan.
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang
bersengketa dan mencari solusinya.
4. Mediator bersifat pasif yang hanya berfungsi sebagai
fasilitator. Mediator tidak mempunyai kewenangan dalam
memutuskan.
5. Tujuan mediasi adalah menemukan titik temu atau
kesepakatan yang diterima oleh seluruh pihak dalam
mengakhiri sengketa.

Jika para pihak yang bersengketa melalui jalur


pengadilan pun hakim akan menawari terlebih dahulu
penyelesaian mediasi yang difatilisasi oleh pengadilan sesuai
dengan yang diatur dalam peraturan mahkamah agung

BAB 10 Penyelesaian Sangketa Bisnis 109


PERMA No 2 tahun 2003. Dalam penunjukan mediator, para
pihak yang bersengketa atau kuasa hukumnya dapat memilih
mediator melalui daftar yang dimiliki pengadilan atau diluar
pengadilan, jika ternyata tidak ada kesepakatan, maka ketua
majelis hakim akan menentukan mediator pada tingkat
pengadilan pertama dengan suatu penetapan. Mediator
tersebut biasanya hakim atau non hakim yang harus sudah
memiliki sertifikasi sebagai mediator dengan syarat–syarat
yang sangat ketat.

G. Arbitrase
Sama halnya dengan mediasi, arbitrase merupakan
penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau disebut dengan
jalur Non Litigasi. Arbitrase sudah lama dikenal dalam sistem
hukum di Indonesia, ketika zaman penjajahan Belanda
dengan bersamaan diperkenalkan RV (Reglement op de
Burgerlijke Reachtsvorderin) pada tahun 1847. Ketentuan
dari RV tersebut sudah tidak berlaku lagi setelah
diterbitkannya Undang–Undang RI No. 30 Tahun 1999
tentang arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa.
Terlepas dari itu momentum secara institusional,
perkembangan arbitrase di Indonesia di tandai dengan
terbentuknya BANI (Badan Arbitrase Nasional) yang
dibentuk oleh KADIN (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia
pada tahun 1977.
Istilah arbitrase dalam Bahasa latin adalah arbitrase
sedangkan dalam bahasa Belanda/Perancis yaitu arbitrage,
dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan arbitration yang
berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut
kebijaksanaan atau perdamaian melalui “arbiter” yang dalam
Bahasa Indonesia di artikan “sebagai wasit”. Pengertian
arbitrase menurut pendapat pakar seperti Frank Elkoury
dalam bukunya “Arbitration Works” menyatakan bahwa,

110 Hukum Bisnis


arbitrase adalah suatu proses yang mudah dan sederhana
yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin
perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan
pilihan mereka berdasarkan dalil–dalil dalam perkara
tersebut. Para pihak setuju sejak semula untuk menerima
putusan secara final dan mengikat. Sedangkan pendapat
pakar lain dari local yaitu “Abdulkadir Muhammad”
menyatakan batasan yang lebih rinci, bahwa arbitrase adalah
badan peradilan swasta di luar lingkungan peradilan umum,
yang dekan khusus dalam dunia perusahaan. Arbitrase
adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara
sukarela oleh pihak–pihak pengusaha yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan negara merupakan
kehendak bebas yang dapat dituangkan dalam perjanjian
tertulis (Kontrak) yang mereka buat sebelum dan sesudah
terjadi sengketa sesuai dengan asas kebebasan berkontrak
yang ada dalam hukum perdata. Adapun prinsip yuridis dari
arbitrase adalah seperabilitas yaitu suatu kontrak arbitrase
atau kalula arbitrase secara hukum dianggap berdiri
independen terpisah dari kontrak pokoknya, dan sah serta
memiliki kekuatan hukum penuh meskipun kontrak
pokoknya karena lain suatu hal kontrak pokoknya tidak sah
atau batal. Sebagaimana yang telah diatur dalam UU No 30
Tahun 1999, dan telah terikat perjanjian arbitrase.
1. Bentuk–bentuk Arbitrase
Dalam kontrak atau perjanjian bisnis harus dimuat
klausul/pasal arbitrase secara khusus yang memuat
pernyataan, apakah arbitrase akan dilakukan secara
lembaga atau institusi, jadi ada dua bentuk arbitrase yaitu
lembaga (ad hoc) dan institusional (permanent). Ke dua
bentuk tersebut sama–sama mempunyai kewenangan
dalam mengadili atau memutuskan sengketa perselisihan

BAB 10 Penyelesaian Sangketa Bisnis 111


yang terjadi antara pihak–pihak yang mengadakan
perjanjian di bidang perdagangan.
Untuk mengetahui dan menentukan apakah
arbitrase yang disepakati oleh para pihak adalah ad hoc
atau institusional, hal itu dapat dilihat dari rumusan
klausula kontrak, apakah “pactum de compromittendo”
atau “acta compromise”.
Di Indonesia saat ini ada 3 organisasi resmi yang
memberikan jasa administrasi arbitrase, yaitu
a. BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), dibentuk
pada tanggal 3 Desember 1977 diprakarsai oleh
KADIN Indonesia yang bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa perdata yang bersifat perdagangan dan
industri secara nasional maupun internasional.
b. BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional),
didirikan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada
tanggal 21 Oktober 1993 yang mempunyai tujuan
menyelesaikan sengketa–sengketa dalam hal yang
berhubungan dengan perdagangan, industry, keuangan,
dan jasa terutama yang berdasarkan dengan sariat
Islam.
c. P3BI (Panitia penyelesaian Perselisihan Bisnis
Indonesia), didirikan oleh kalangan bisnis dan dunia
usaha pada tahun 1996 dalam rangka menyelesaikan
sengketa bisnis diantara mereka.

112 Hukum Bisnis


Daftar Pustaka
Bambang Sutiyono. 2006. Penyelesaian Sengketa Bisnis.
Yogjakarta: Citra Media.

Busro, Achmad. 1985. Hukum Perikatan. Oetama. Semarang.

Catarya, Indra. 2008. Asuransi II. Jakarta: Universitas


Terbuka.

Daliyo, JB. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Panduan Untuk


Mahasiswa. Jakarta: Prenhalindo.

David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di


Indonesia, Kencana Prenada Media Group, 2013. hal 16-
17.

Dirdjosisworo, Soedjono. 2010. Pengantar Ilmu Hukum,


Cetakan 14. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Faisal Santiago, 2012, Pengantar Hukum Bisnis. Jakarta: Mitra


wacana Media.

Huala Adolf. 2004. Perjanjian Penanaman Modal dalam


Hukum Perdagangan Internasional (WTO), Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Huala Adolf, Perjanjian Penanaman Modal dalam Hukum

Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam


Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global,
Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 3

Kansil, C, S, T. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

113
Mubyarto. 2001. Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian
Indonesia Pasca Krisis Ekonomi, BPFE, Yogyakarta.

Pandji Anoraga. 1995. Perusahaan Multi Nasional Penanaman


Modal Asing. Jakarta: Pustaka Jaya.

Ricard Burton Simatupang. 2007. Aspek Hukum Dalam Bisnis.


Jakarta: Rineka Cipta.

Steinford.1979. Dalam Solihin Ismail. 2006. Pengantar Bisnis.


Jakarta: Pranada Media.

Undang-undang RI Nomor 19 tahun 2002 tentang HAK


CIPTA.

Vollmar, H F A. 2000. Pengantar Studi Hukum Perdata.


Jakarta: Rajawali Pres.

114 Hukum Bisnis


Tentang Penulis
Rizka Wahyuni Amelia, S.E.,
M.M.
Penulis lahir di Jakarta pada
Tanggal 04 Januari 1992 adalah
seorang Dosen aktif di Perguruan
Tinggi Swasta, Universitas
Pamulang Prodi Manajemen S1
serta bekerja sebagai karyawan
tetap di sebuah Perusahaan
Logistik di Alam Sutera,
Tangerang. Anak ketiga dari empat bersaudara, sudah
menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki.
Terima kasih, semoga tulisan ini bermanfaat.

“GAGAL ITU URUSAN NANTI YANG PENTING KITA SUDAH


MENCOBA”

115
Tentang Editor
Hadion Wijoyo, S.E., S.H., S.Sos.,
S.Pd., M.H., M.M., Ak., CA., QWP®,
CPHCM®, C.PS® lahir di Desa Selat
Baru, Kabupaten Bengkalis, Propinsi
Riau, adalah dosen tetap di STMIK
Dharmapala Riau dengan jabatan
fungsional Lektor Kepala. Dengan
pengalaman mengajar lebih dari 20
(dua puluh) tahun yang bersangkutan
telah menghasilkan berbagai karya
ilmiah baik jurnal internasional (scopus) maupun akreditasi
Nasional dan lebih dari 40 (emat puluh) buku telah di
hasilkan. Beliau juga menjadi Chief Editor, Editor, maupun
Reviewer di beberapa jurnal Internasional dan Nasional.
Selain seorang Dosen, yang bersangkutan juga Asesor BAN
PAUD dan PNF R.I. sejak tahun 2009. Selain seorang
akademisi yang bersangkutan juga aktif di berbagai
organisasi profesi maupun sosial level nasional maupun
lokal.

116
Aris Ariyanto, S.E., M.M. C.PS, C.STMI.
Penulis lahir di Boyolali, 5 Oktober, saat
ini penulis tercatat sebagai dosen aktif di
Universitas Pamulang, Program Studi
Manajemen S1, saat ini sedang
menempuh program S3 Doktoral Ilmu
Manajemen di Universitas Pasundan
Bandung, dan sebagai karyawan disalah
satu perusahaan Swasta di Jakarta sebagai praktisi
Markerting and Marchandising. Penulis berdomisili di
Perumahan Taman raya Rajeg, Blok A 16 No 2, Mekarsari,
Rajeg, Tangerang. 0856-7955-556. “Tidak ada hal yang paling
membahagiakan, kecuali bisa membuat orang lain bahagia”

Tentang Editor 117


View publication stats

Anda mungkin juga menyukai