Hukum Bisnis
Hukum Bisnis
net/publication/350513992
HUKUM BISNIS
CITATIONS READS
0 2,375
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Hadion Wijoyo on 31 March 2021.
Editor:
Hadion Wijoyo dan Aris Ariyanto
Desainer:
Mifta Ardila
Sumber:
www.insancendekiamanidiri.co.id
Penata Letak:
Reski Aminah
Proofreader:
Tim ICM
Ukuran:
x, 117 hlm., 15.5 x 23 cm
ISBN:
978-623-348-019-2
Cetakan Pertama:
April 2021
Perumahan Gardena Maisa 2, Blok F03, Nagari Koto Baru, Kecamatan Kubung,
Kabupaten Solok, Provinsi Sumatra Barat – Indonesia 27361
HP/WA: 0813-7272-5118
Website: www.insancendekiamandiri.co.id
www.insancendekiamandiri.com
E-mail: penerbitbic@gmail.com
Daftar Isi
Prakata................................................................................. ix
BAB 1
PRNDAHULUAN ................................................................. 1
A. Pengertian Masyarakat ............................................. 1
B. Ciri–ciri Masyarakat ................................................... 5
C. Pengertian Hukum...................................................... 7
D. Macam–macam Pembagian Hukum..................... 9
BAB 2
HUKUM KONTRAK (PERJANJIAN) ............................... 13
A. Pendahuluan ................................................................. 13
B. Asas–asas dalam Kontrak ........................................ 14
C. Syarat Sahnya Kontrak ............................................. 16
D. Unsur dalam Kontrak ................................................ 18
E. Berakhirnya Suatu Kontrak .................................... 20
BAB 3
BADAN USAHA ................................................................... 21
A. Penjelasan Badan Usaha ........................................... 21
B. Kelebihan Dan Kekurangan Badan Usaha ......... 22
C. Jenis–jenis Badan Usaha di Indonesia ................. 24
D. Perbedaan Badan Usaha dan Perusahaan ......... 26
E. Badan Usaha bukan berbentuk Badan Hukum 28
BAB 4
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI) ........ 31
A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (Haki) .. 31
B. Prinsip–prinsip HAKI ................................................ 32
C. Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI) ............................................................................. 32
D. Seputar Lisensi ............................................................. 37
v
E. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual ........... 40
BAB 5
WARALABA ......................................................................... 43
A. Pengertian Waralaba ................................................. 43
B. Prinsip Produk Bisnis Waralaba ........................... 45
C. Kelebihan dan Kelemahan Bisnis Waralaba ..... 46
D. Keagenan ........................................................................ 47
E. Distributor ..................................................................... 47
BAB 6
KEPAILITAN ........................................................................ 49
A. Prinsip dan Sejarah Kepailitan............................... 49
B. Langkah–langkah dalam Proses Kepailitan ...... 55
C. Berakhrnya Kepailitan .............................................. 56
A. Perbandingan Substansi Dasar Hukum Kepailitan
yang Lama dan yang Baru ........................................ 59
BAB 7
PERLINDUNGAN KONSUMEN ........................................ 63
A. Pengertian Perlindungan Konsumen .................. 63
B. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen ............. 63
C. Tujuan Perlindungan Konsumen .......................... 65
D. Hak dan Kewajiban konsumen .............................. 66
E. Asas Perlindungan Konsumen ............................... 67
F. Prinsip Bertanggung Jawab ..................................... 68
BAB 8
ASURANSI............................................................................. 73
A. Sejarah Asuransi .......................................................... 73
B. Pengertian Asuransi ................................................... 74
C. Manfaat Asuransi ........................................................ 79
D. Jenis Asuransi ............................................................... 79
BAB 9
INVESTASI ATAU PMA ..................................................... 83
A. Pengertian Investasi Asing ...................................... 83
B. Investasi Langsung dan Tidak Langsung ........... 84
vi Hukum Bisnis
Perbedaan Investasi Langsung dan Tidak Langsung 85
C. Bentuk Kerja Sama dan Bidang Usaha Investasi
Asing................................................................................. 87
2. Bidang Usaha Investasi Asing................................. 91
D. Prosedur PMA dan Tantangan yang dihadapi.. 93
BAB 10
PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS ............................ 101
A. Pengertian Dasar Sengketa ..................................... 101
B. Karakteristik Sengketa Bisnis ................................ 102
C. Latar Belakang Terjadinya Sengketa Bisnis ..... 103
D. Cara Penyelesaian Sengketa Bisnis ...................... 103
E. Negosiasi ........................................................................ 106
F. Mediasi ............................................................................ 108
G. Arbitrase ......................................................................... 110
Daftar Pustaka ................................................................... 113
Tentang Penulis ................................................................ 115
Tentang Editor .................................................................. 116
Penulis
ix
x Hukum Bisnis
BAB 1
PRNDAHULUAN
A. Pengertian Masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah
sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi
tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar
interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari
kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah
masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan
antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas
yang interdependent (saling tergantung satu sama lain).
Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu
sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara
utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial
mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat
pastoral nomadis, masyarakat bercocok tanam, dan
masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut
masyarakat peradaban.
Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan
pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah
dari masyarakat agrikultural tradisional.
Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan
struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan
besar, terdapat masyarakat band, suku, chiefdom, dan
masyarakat negara. Kata society berasal dari bahasa latin,
societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang
lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman,
1
sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial.
Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa
setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan
yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
Untuk menganalisa secara ilmiah tentang proses
terbentuknya masyarakat sekaligus problem-problem yang
ada sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau
bergeser kita memerlukan beberapa konsep. Konsep-konsep
tersebut sangat perlu untuk menganalisa proses terbentuk
dan tergesernya masyarakat dan kebudayaan serta dalam
sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut
dinamik sosial (social dynamic). Konsep-konsep penting
tersebut antara lain:
1. Internalisasi (internalization).
2. Sosialisasi (socialization).
3. Enkulturasi (enculturation).
2 Hukum Bisnis
6. Selo Soemardjan memiliki pendapat masyarakat adalah
orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
7. Horton dan Hunt mengungkapkan organisasi manusia
yang saling berhubungan itu adalah masyarakat.
8. Sedangkan Mansyur Fakih berkata bahwa pengertian
masyarakat adalah sebuah sistem yang terdiri atas bagian-
bagian yang saling berkaitan dan masing-masing bagian
acara terus menerus mencari keseimbangan dan harmoni.
BAB 1 Pendahuluan 3
pemilihan pemimpin sudah terikat dengan aturan masing-
masing yang disebut dengan adat istiadat.
Adapun masyarakat dapat dikelompokkan berdasarkan
ras, suku dan keturunannya selain itu masyarakat juga bisa
dibedakan menurut mata pencaharian di wilayahnya.
Menurut para pakar, lewat pekerjaannya masyarakat bisa
dibagi menjadi masyarakat pemburu, masyarakat agraris,
masyarakat pastoral nomadis dan masyarakat peradaban.
Yang dimaksud dengan masyarakat peradaban adalah
masyarakat yang dapat menyesuaikan diri supaya
mendapatkan kehidupan layak sesuai dengan lingkungan
alamnya lalu menerapkan hasil adaptasinya untuk kehidupan
yang lebih maju.
Masyarakat dapat berjalan apabila seluruh komponen
di dalamnya berjalan dengan baik. Jika salah satu komponen
itu tidak berjalan semestinya maka yang terjadi adalah
keruntuhan di dalam masyarakat itu. Contoh komponen yang
dimaksud misalnya adalah keluarga. Apabila dalam
kehidupan keluarga tidak harmponis maka akan
menghadirkan pribadi bermasalah yang berpotensi
menghancurkan seluruh masyarakat. Oleh karena itu
beberapa aturan tentang persamaan harus dimasukan untuk
mengakomodir dan mengatur masyarakat. Aturan-aturan
tersebut dibuat dan diterapkan oleh pemimpin. Itu lah
sebabnya seorang pemimpin haruslah cakap dalam
melaksanakan tugasnya, bijak dan dapat diterima oleh
seluruh masyarakat di dalamnya. Bila hal-hal tersebut tidak
dipenuhi maka akan timbul perselisihan pendapat, protes
warga hingga demonstrasi yang bertujuan untuk
menurunkan jabatan pemimpin masyarakat.
Pengertian masyarakat lainnya juga bisa dibagi lagi
menjadi masyarakat transisi, masyarakat non industrial dan
masyarakat industrial. Masyarakat peralihan atau transisi
4 Hukum Bisnis
yaitu masyarakat yang di dalamnya terdapat perubahan
komposisi orang misalnya orang Sunda menikah dengan
orang Jawa lalu memutuskan untuk tinggal dan hidup di Jawa
atau jika seseorang merubah pekerjaannya, dimana
pekerjaan itu tidak terdapat pada komposisi masyarakat
sebelumnya misalnya seseorang yang memutuskan menjadi
ilmuwan di daerah yang mayoritasnya nelayan.
Masyarakat non industrial adalah golongan masyarakat
yang masih menerapkan sistem bercocok tanam, bertani,
berladang; umumya tinggal di pedesaan, sedangkan
masyarakat industrial adalah jenis masyarakat yang
hidupnya bergantung pada tahapan industri seperti
pekerjaan pabrik dan sering berhubungan dengan proses
yang serba instan. Umumnya masyarakat industrial adalah
masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan.
Kelemahan yang terjadi pada masyarakat industrial
adalah ketidakpuasan golongan pekerja karena upah yang
tidak memadai sehingga muncul anggaran tambahan dari
pihak pabrik untuk menambah upah pekerja. Hal ini akan
sulit diterima dan selalu mendapat penolakan dalam tingkat
presentasi tertentu. Efek lainnya adalah pihak pabrik akan
merumahkan beberapa orang dan menggantikan peran
orang-orang tersebut dengan mesin demi penghematan
anggaran dan unsur lainnya. Bila hal ini terjadi maka akan
meningkatkan tingkat pengangguran di dalam masyarakat
serta berimbas dengan munculnya penyakit social dalam
masyarakat yang akan merugikan banyak pihak.
B. Ciri–ciri Masyarakat
Berbicara mengenai ciri-ciri masyarakat, maka dapat
dipaparkan mengenai ciri-ciri masyarakat sebagai berikut:
1. Ciri-ciri masyarakat adalah manusia yang hidup
berkelompok
BAB 1 Pendahuluan 5
Ciri-ciri masyarakat yang pertama adalah Manusia
yang hidup secara bersama dan membentuk kelompok.
Kelompok ini lah yang nantinya membentuk suatu
masyarakat. Mereka mengenali antara yang satu dengan
yang lain dan saling ketergantungan. Kesatuan sosial
merupakan perwujudan dalam hubungan sesama manusia
ini. Seorang manusia tidak mungkin dapat meneruskan
hidupnya tanpa bergantung kepada manusia lain.
2. Ciri-ciri masyarakat ialah yang melahirkan kebudayaan
Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya ialah yang
melahirkan kebudayaan. Dalam konsepnya tidak ada
masyarakat maka tidak ada budaya, begitupun sebaliknya.
Masyarakatlah yang akan melahirkan kebudayaan dan
budaya itu pula diwarisi dari generasi ke generasi
berikutnya dengan berbagai proses penyesuaian.
3. Masyarakat yaitu yang Mengalami Perubahan
Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya yaitu yang
mengalami perubahan. Sebagaimana yang terjadi dalam
budaya, masyarakat juga turut mengalami perubahan.
Suatu perubahan yang terjadi karena faktor-faktor yang
berasal dari dalam masyarakat itu sendiri. Contohnya:
Dalam suatu penemuan baru mungkin saja akan
mengakibatkan perubahan kepada masyarakat itu.
4. Masyarakat adalah manusia yang berinteraksi
Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya adalah manusia
yang berinteraksi. Salah satu syarat perwujudan dari
masyarakat ialah terdapatnya hubungan dan bekerja sama
di antara ahli dan ini akan melahirkan interaksi. Interaksi
ini boleh saja berlaku secara lisan maupun tidak dan
komunikasi berlaku apabila masyarakat bertemu di antara
satu sama lain.
6 Hukum Bisnis
5. Ciri-ciri masyarakat yaitu terdapat ke pimpinan
Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya yaitu terdapat
kepemimpinan. Dalam hal ini, pemimpin adalah terdiri
daripada ketua keluarga, ketua kampung, ketua negara,
dan lain sebagainya. Dalam suatu masyarakat Melayu awal
ke pimpinannya bercorak tertutup, hal ini disebabkan
karena pemilihan berdasarkan keturunan.
6. Ciri-ciri masyarakat yaitu adanya stratifikasi sosial
Ciri-ciri masyarakat yang terakhir ialah adanya
stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial yaitu meletakkan
seseorang pada kedudukan dan juga peranan yang harus
dimainkannya di dalam masyarakat.
C. Pengertian Hukum
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk
membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia
dapat terkontrol, hukum adalah aspek terpenting dalam
pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, Hukum
mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum
dalam masyarakat. Oleh karena itu, setiap masyarakat berhak
untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat
di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-
ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi
pelanggannya.
1. Tujuan Hukum
Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti
ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan, dan
kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat.
Dengan adanya hukum, maka tiap perkara dapat di
selesaikan melaui proses pengadilan dengan perantara
hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, selain
itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar
BAB 1 Pendahuluan 7
setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya
sendiri.
8 Hukum Bisnis
1) Hukum sipil: Privatatrecht atau Civilrecht
2) Hukum perdata: Burgerlijkerecht
3) Hukum dagang: Handelsrecht Contoh hukum, Hukum
Publik
d. Hukum Tata Negara
Yaitu mengatur bentuk dan susunan suatu negara
serta hubungan kekuasaan antara lat-alat perlengkapan
negara satu sama lain dan hubungan pemerintah pusat
dengan daerah (pemda)
e. Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha
Negara)
Mengatur cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban)
dari kekuasaan alat perlengkapan negara;
f. Hukum Pidana
Mengatur perbuatan yang dilarang dan
memberikan pidana kepada siapa saja yang melanggar
dan mengatur: bagaimana cara mengajukan perkara ke
muka pengadilan (pidana dimaksud di sini termasuk
hukum acaranya juga). Paul Schlten dan Logemann
menganggap hukum pidana bukan hukum publik.
g. Hukum Internasional (Perdata dan Publik)
1) Hukum perdata Internasional, yaitu hukum yang
mengatur hubungan hukum antara warga negara
suatu bangsa dengan warga negara dari negara lain
dalam hubungan internasional.
2) Hukum Publik Internasional, mengatur hubungan
antara negara yang satu dengan negara yang lain
dalam hubungan Internasional.
BAB 1 Pendahuluan 9
b. Hukum adat, yaitu hukum yang terletak dalam
peraturan-peraturan kebiasaan.
c. Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh
Negara-negara suatu dalam perjanjian Negara.
d. Hukum jurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk
karena putusan hakim.
e. Hukum doktrin, yaitu hukum yang terbentuk dari
pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana
hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum.
2. Menurut bentuknya:
a. Hukum tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan pada
berbagai perundangan
b. Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan), yaitu hukum
yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tapi
tidak tertulis, namun berlakunya ditaati seperti suatu
peraturan perundangan.
10 Hukum Bisnis
5. Menurut cara mempertahankannya:
a. Hukum material, yaitu hukum yang memuat peraturan
yang mengatur kepentingan dan hubungan yang
berwujud perintah-perintah dan larangan.
b. Hukum formal, yaitu hukum yang memuat peraturan
yang mengatur tentang bagaimana cara melaksanakan
hukum material.
6. Menurut sifatnya:
a. Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam
keadaan bagaimanapun mempunyai paksaan mutlak.
b. Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat
dikesampingkan apabila pihak-pihak yang
bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
7. Menurut wujudnya:
a. Hukum objektif, yaitu hukum dalam suatu Negara
berlaku umum.
b. Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum
objektif dan berlaku pada orang tertentu atau lebih.
Disebut juga hak.
8. Menurut isinya:
a. Hukum privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara orang yang satu dengan yang lain dengan
menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
b. Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara Negara dengan alat kelengkapannya atau
hubungan antara Negara dengan warganegara.
BAB 1 Pendahuluan 11
12 Hukum Bisnis
BAB 2
HUKUM KONTRAK (PERJANJIAN)
A. Pendahuluan
Sekilas, apabila kita mendengar kata kontrak, kita langsung
berpikir bahwa yang dimaksudkan adalah suatu perjanjian
tertulis. Artinya, kontrak sudah dianggap sebagai suatu
pengertian yang lebih sempit dari perjanjian. Dan apabila
melihat berbagai tulisan, baik buku, makalah, maupun tulisan
ilmiah lainnya, kesan ini tidaklah salah sebab penekanan
kontrak selalu dianggap sebagai medianya suatu perjanjian
yang dibuat secara tertulis. Dalam pengertiannya yang luas
kontrak adalah kesepakatan yang mendefinisikan hubungan
antara dua pihak atau lebih. Dua orang yang saling
mengucapkan sumpah perkawinan, sedang menjalin kontrak
perkawinan; seseorang yang sedang memilih makanan di
pasar menjalin kontrak untuk membeli makanan tersebut
dalam jumlah tertentu.
Kontrak tidak lain adalah perjanjian itu sendiri
(tentunya perjanjian yang mengikat). Dalam pasal 1233 KUH
Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari
perjanjian; dan undang-undang. Kontrak dalam Hukum
Indonesia, yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) disebut
overeenkomst yang apabila diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia, berarti perjanjian. Salah satu sebab mengapa
perjanjian oleh banyak orang tidak selalu dapat
mempersamakan dengan kontrak adalah karena dalam
pengertian perjanjian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUH
Perdata tidak memuat kata “perjanjian dibuat secara
tertulis”. Pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUH
Perdata tersebut, hanya menyebutkan sebagai suatu
13
perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih.
14 Hukum Bisnis
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikian
pula ada yang mendasarkan pada pasal 1320 BW bahwa
semua perjanjian yang menerangkan tentang syarat
sahnya perjanjian.
Maksud dari asas kebebasan berkontrak artinya para
pihak bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isi
kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak.
b. Tidak dilarang oleh undang-undang.
c. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad
baik.
16 Hukum Bisnis
autentik tersebut adalah palsu. Oleh karena itu,
pembuktian akta di bawah tangan disebut pembuktian
keaslian sedangkan pembuktian akta autentik adalah
pembuktian kepalsuan.
2. Kecakapan
Syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
harus dituangkan secara jelas mengenai jati diri para
pihak. Pasal 1330 KUH Perdata, menyebutkan bahwa
orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian adalah:
a. Orang-orang yang belum dewasa, belum berusia 21
tahun dan belum menikah;
b. Berusia 21 tahun tetapi di bawah pengampunan seperti
gelap mata, dungu, sakit ingatan, atau pemboros dan;
c. Orang yang tidak berwenang.
3. Hal tertentu
Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan
ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut
dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat juga
berupa tidak berbuat sesuatu. Hal tertentu ini dalam
kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang,
keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.
Untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa
tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak
seperti “berjanji untuk tidak saling membuat pagar
pembatas antara dua rumah yang bertetangga”.
2. Unsur Naturalia
Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur
dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh
para pihak dalam kontrak, undang- undang yang
mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini
merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam
kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak
diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis
berlaku ketentuan dalam BW bahwa penjual yang harus
menanggung cacat tersembunyi.
18 Hukum Bisnis
3. Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada
satu mengikat para pihak jika para pihak mem-
perjanjikannya. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli
dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak
debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut,
barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh
kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula oleh
klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam
suatu kontrak, yang bukan merupakan unsure esensial
dalam kontrak tersebut.
20 Hukum Bisnis
BAB 3
BADAN USAHA
A. Penjelasan Badan Usaha
Apa itu badan usaha? Badan usaha adalah suatu kesatuan
organisasi dan ekonomis yang mempunyai tujuan untuk
memperoleh laba atau keuntungan dan memberikan layanan
pada masyarakat. Atau definisi lain dari badan usaha yaitu
merupakan kesatuan yuridis, teknis dan ekonomis yang
mempunyai tujuan untuk mencari laba atau keuntungan.
Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis,
dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.
Badan Usaha sangat sering disamakan atau identik dengan
perusahaan, namun sebenarnya memiliki perbedaan yang
sangat besar. Perbedaan utamanya, Badan Usaha adalah
lembaga sementara perusahaan adalah tempat dimana
Badan Usaha itu mengelola faktor-faktor produksi. Jadi,
Badan Usaha memiliki ruang lingkup yang lebih besar karena
sebuah badan usaha bisa memiliki satu atau beberapa
perusahaan.
Bagi mereka yang belum mengetahui apa itu badan
usaha, pasti mereka sering menyamakan badan usaha
dengan perusahaan, walaupun kenyataannya sangatlah
berbeda. Perbedaan utamanya badan usaha merupakan
suatu lembaga, sedangkan perusahaan merupakan tempat
dimana badan usaha tersebut mengelola berbagai macam
faktor produksi. Untuk mengetahui perbedaannya kita akan
bahas nanti di bagian paling bawah.
Adapun beberapa hal yang diperlukan untuk
mendirikan suatu badan usaha, yang diantaranya sebagai
berikut:
21
1. Produk dan jasa yang nantinya akan dijual atau
diperdagangkan.
2. Cara pemasaran produk atau jasa yang akan
diperdagangkan.
3. Penentuan mengenai harga pokok dan harga jual
pada produk ataupun jasa.
4. Kebutuhan akan tenaga kerja.
5. Organisasi Internal.
6. Pembelanjaan, dan jenis dari badan usaha yang akan
dipilih.
22 Hukum Bisnis
berkualitas dan handal.
d. Mudah mengumpulkan modal, karena modal berasal
dari kekayaan negara atau daerah yang dipisahkan.
e. Pengelolaannya berasal dari direksi dan komisaris yang
ditunjuk pemerintah dan RUPS sehingga lebih berhati-
hati da proporsional.
24 Hukum Bisnis
c. Persero
Persero yaitu badan usaha yang dikelola oleh
pemerintah atau negara. Sangat berbeda dengan Perjan
maupun Perum, tujuan dari Persero adalah untuk
mencari keuntungan dan untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat sehingga Persero tidak akan
mengalami kerugian. Biaya untuk mendirikan Persero
sebagian atau seluruhnya berasal dari kekayaan negara
dan pemimpin Persero disebut dengan Direksi, serta
pegawai yang bekerja berstatus sebagai pegawai
swasta. Perusahaan ini tidak mendapatkan fasilitas dari
negara Dan badan usaha Persero ditulis dengan PT
(Nama dari perusahaan).
Beberapa contoh Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) saat ini, misalnya seperti: PT Jasa Raharja, PT
Telekomunikasi Indonesia, PT Bank Negara Indonesia,
PT Bank Rakyat Indonesia dan lain-lain.
26 Hukum Bisnis
usaha dan perusahaan itu sama, padahal sebenarnya
berbeda. Perbedaan badan usaha dengan perusahaan yaitu
badan usaha memakai kesatuan Yuridis maksudnya
menggunakan aspek-aspek hukum yang harus di penuhi
untuk dapat mencapai tujuannya, sedangkan perusahaan
merupakan satu kesatuan faktor produksi yang melakukan
kegiatan-kegiatan produksi untuk dapat menghasilkan
barang ataupun jasa. Perusahaan merupakan salah satu alat
untuk mencapai tujuan dari badan usaha dan badan usaha
bisa saja mempunyai beberapa perusahaan untuk mencapai
tujuannya, jadi itulah perbedaan antara badan usaha dan
perusahaan.
Badan Usaha yang berbentuk Badan Hukum terdiri
dari:
1. Perseroan Terbatas (“PT”)
a. Memiliki ketentuan minimal modal dasar, dalam UU
40/2007minimum modal dasar PT yaitu Rp50.000.000
(lima puluh juta rupiah). Minimal 25% dari modal dasar
telah disetorkan ke dalam PT;
b. Pemegang Saham hanya bertanggung jawab sebatas
saham yang dimilikinya;
c. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu
diwajibkan agar suatu badan usaha berbentuk PT.
2. Yayasan
a. Bergerak di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan
yang tidak mempunyai anggota;
b. Kekayaan Yayasan dipisahkan dengan kekayaan
pendiri yayasan.
3. Koperasi
a. Beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
Koperasi dengan melandaskan kegiatannya
2. Firma
a. Suatu Perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu
usaha di bawah nama bersama;
b. Para anggota memiliki tanggung jawab renteng
terhadap Firma.
28 Hukum Bisnis
jawab sebesar modal yang telah disetorkan ke dalam
CV.
31
B. Prinsip–prinsip HAKI
Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah
sebagai berikut:
1. Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari
kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki
manfaat serta nilai ekonomi yang akan member
keuntungan kepada pemilik hak cipta.
2. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan
hukum bagi pemilik suatu hasil dari kemampuan
intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam
penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap
karyanya.
3. Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari
ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan
taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi
masyarakat, bangsa dan Negara.
4. Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia
sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan
oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan
yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan
antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.
32 Hukum Bisnis
c. Hak Desain Industri
d. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
e. Hak Rahasia Dagang
f. Hak Indikasi
g. Lisensi
3. Hak Paten
Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001
Pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil
penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama
waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri
penemuannya tersebut atau dengan membuat persetujuan
kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Paten hanya
diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan
suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang
dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan
masalah tertentu di bidang teknologi, hal yang dimaksud
berupa proses, hasil produksi, penyempurnaan dan
pengembangan proses, serta penyempurnaan dan
pengembangan hasil produksi.
Perlindungan hak paten dapat diberikan untuk
jangka waktu 20 tahun terhitung dari filling date. Undang-
undang yang mengatur hak paten antara lain:
34 Hukum Bisnis
a. UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran
Negara RI Tahun 1989 Nomor 39).
b. UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU
Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara
RI Tahun 1997 Nomor 30).
c. UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran
Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).
4. Hak Merek
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001
Pasal 1 ayat 1, hak merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan tanda
yang digunakan untuk membedakan produk/jasa tertentu
dengan produk/jasa yang sejenis sehingga memiliki nilai
jual dari pemberian merek tersebut. Dengan adanya
pembeda dalam setiap produk/jasa sejenis yang
ditawarkan, maka para costumer tentu dapat memilih
produk. Jasa merek apa yang akan digunakan sesuai
dengan kualitas dari masing-masing produk/jasa tersebut.
Merek memiliki beberapa istilah, antara lain:
a. Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada
barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan
hukum untuk membedakan dengan barang-barang
sejenis lainnya.
b. Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada
jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan
36 Hukum Bisnis
ide atau pemikiran inovasi mengenai suatu hasil
penentuan dan kreativitas dalam pemberian nama merek
suatu produk/jasa untuk dihargai dengan semestinya
dengan memberikan hak merek kepada pemilik baik
individu maupun kelompok organisasi
(perusahaan/industri) agar dapat tetap melaksanakan
kegiatan-kegiatan perekonomiannya dengan tanpa ada
rasa was-was terhadap pencurian nama merek
dagang/jasa tersebut.
Undang-Undang yang mengatur mengenai hak
merek antara lain:
a. UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran
Negara RI Tahun 1992 Nomor 81).
b. UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU
Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran
Negara RI Tahun 1997 Nomor 31).
c. UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran
Negara RI Tahun 2001 Nomor 110).
Dalam pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwa HAKI
adalah bagian penting dalam penghargaan dalam suatu karya
dalam ilmu pengetahuan, sastra maupun seni dengan
menghargai hasil karya pencipta inovasi-inovasi tersebut
agar dapat diterima dan tidak dijadikan suatu hal untuk
menjatuhkan hasil karya seseorang serta berguna dalam
pembentukan citra dalam suatu perusahaan atau industri
dalam melaksanakan kegiatan perekonomian.
D. Seputar Lisensi
Sejalan dengan hak cipta sebagai hak eksklusif dan hak
ekonomi, pihak pencipta/ pemegang hak cipta mempunyai
hak untuk memberi izin kepada pihak lain untuk
melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya dan pemberian
izin tersebut tidak dapat dilepaskan dari masalah
38 Hukum Bisnis
dan kepatutan. Batasan-batasan yang diberikan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
terhadap kebebasan dalam melakukan perjanjian lisensi
adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 82 bahwa:
perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang
mengakibatkan kerugian perekonomian Indonesia; isi
perjanjian lisensi dilarang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; perjanjian lisensi
dilarang menjadi sarana untuk menghilangkan atau
mengambil alih seluruh hak pencipta atas ciptaannya.
40 Hukum Bisnis
Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual,
Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik
Indonesia.
43
franchisee untuk menjalankan bisnisnya sesuai dengan
konsep franchisor”.
Selanjutnya, Peraturan Pemerintah No 16 tahun 1997
memberikan pengertian yang lebih luas yang mana
menyatakan bahwa waralaba/franchising adalah “perikatan
dimana salah satu pihak diberikan hak untuk manfaatkan dan
atu menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain
dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak lain tersebut, dalam rangka
penyediaan, dan atau penjualan barang atau jasa tersebut.”
Adapun unsur–unsur yang terdapat dalam waralaba
terdiri dari empat unsur, yaitu
1. Franchisor, yang mana adalah pemilik/produsen suatu
produk barang atau jasa tertentu yang telah memiliki
merek dagang tertentu dan memberikan hak eksklusif
untuk pemasaran dan penjualan atas merek dagang
tertentu.
2. Franchise, merupakan pihak yang menerima hak eksklusif
dari franchisor, hak–hak tersebut meliputi hak milik
intelektual, dan hak perindustrian dari franchisor ke
franchise.
3. Pengelolaan unit usaha, adanya pendirian badan usaha
tertentu untuk menjalankan waralaba oleh franchisee
termasuk penetapan hak wilayah operasi bisnis oleh
franchisor.
4. Initial /royalty fee, fee ini diberikan kepada franchisor oleh
franchisee atas imbal prestasi termasuk fee lain yang telah
disepakati bersama.
5. Standar mutu, diberikan kepada franchise oleh franchisor
untuk menjaga kualitas yang sesuai standar franchisor
sekaligus supervise secara berkesinambungan agar mutu
tetap terjamin.
44 Hukum Bisnis
6. Pelatihan/training, diperuntukkan bagi SDM unit usaha
waralaba dibawah franchisee dengan difatilisasi oleh
franchisor secara berkala yang bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi, pelayanan, dan keterampilan
yang memadai.
7. Kontrak, adanya suatu perikatan/perjanjian dalam draft
kontrak yang mengikat serta menjelaskan hak dan
kewajiban antara franchisor dan franchisee.
BAB 5 Waralaba 45
C. Kelebihan dan Kelemahan Bisnis Waralaba
Bisnis waralaba selayaknya merupakan metode bisnis yang
sudah teruji di pasar yang mana telah dilakukan oleh
franchisor sebelumnya dan terbukti sukses secara bisnis.
Sesungguhnya bisnis waralaba ini diperuntukkan kepada
pelaku bisnis pemula yang biasanya belum memiliki ide,
produk, dan konsep bisnis yang mumpuni meskipun dari sisi
modal mereka sudah siap, maka kelemahan–kelemahan
inilah yang sering menjadi faktor penghambat untuk masuk
ke dunia bisnis. Atas dasar alasan tersebut poin penting yang
dapat ditarik adalah waralaba bisa menjadi suatu solusi bagi
para pelaku bisnis pemula yang masih lemah dalam ide,
produk, dan konsep yang akan dijalankan, karena hal–hal
tersebut sudah disiapkan serta sudah teruji oleh franchisor
yang mana tinggal dijalankan.
Namun, ada baiknya sebelum melakukan kegiatan
bisnis ada baiknya mempertimbangkan berbagai aspek agar
menghasilkan keputusan yang bijaksana, salah satunya
dengan mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan suatu
konsep bisnis termasuk waralaba, adapun kelebihan dan
kelemahan bisnis waralaba antar lain:
Kelebihan dari bisnis waralaba, yaitu
1. Merek/brand sudah terkenal
2. Standar mutu kualitas sudah terjaga dengan baik
3. Resep/konsep khusus bisnis yang sudah teruji dengan
baik
4. Metode dan SOP yang sudah tersedia
5. Informasi seputar market dan bisnis yang terkait
6. Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan
7. Bantuan keuangan dan pemodalan
46 Hukum Bisnis
2. Franchise fee yang mengikat, meskipun bisnis sedang
menurun
3. Sangat sulit menilai franchisor
4. Kontrak yang membatasi ruang gerak franchisee
5. Kebijakan-kebijakan franchisor yang berubah–ubah yang
harus dipatuhi
6. Reputasi merek, bisnis akan terganggu jika reputasi merek
mengalami kesan negative.
D. Keagenan
Agen dalam menjalankan transaksinya atau membuat
perjanjian dengan pihak ketiga untuk dan atas nama
principal (pemilik bisnis), atas perbuatan itu maka agen
mendapatkan imbalan. Berdasarkan keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No 23/MPP/Kep/1/1998,
menyatakan “agen adalah perorangan atau badan usaha yang
bertindak sebagai perantara untuk atas nama pihak yang
menunjukkan untuk melakukan pembelian, penjualan, dan
pemasaran tanpa pemindahan atas fisik barang.
Fungsi utama agen adalah perantara prinsipal dalam
menjual barang dan jasa tanpa berbentuk/memiliki
warehouse (gudang), tetapi agen akan menjual sesuai
pesanan tanpa stockies, dan seterusnya di distribusikan
langsung kepada konsumen bersangkutan. Intinya agen
adalah pemegang kuasa dari prinsipal.
E. Distributor
Dasar hukum distributor keputuan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan No 23/MPP/Kep/1/1988, yang juga
menyatakan bahwa Distributor Utama, merupakan
perorangan atau badan usaha yang bertindak atas namanya
sendiri yang ditunjuk oleh pabrik atau pemasok untuk
melakukan pembelian, penyimpanan, penjualan serata
BAB 5 Waralaba 47
pemasaran barang dalam partai besar secara tidak langsung
kepada konsumen akhir terhadap barang yang dimiliki dan
dikuasai oleh pihak lain y ag menunjuknya.
Adapun karakteristik dari distributor, antara lain:
1. Menjual dan membeli barang atas nama sendiri dan
mendapat kompensasi dari mark up (kenaikan harga jual)
2. Menanggung risiko dari keadaan ekonomi dan kondisi
pasar atas penjualan
3. Berbentuk warehouse (pergudangan)
4. Meskipun Independen, namun tetap mempunyai ikatan
terhadap supply.
48 Hukum Bisnis
BAB 6
KEPAILITAN
A. Prinsip dan Sejarah Kepailitan
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur
yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar
utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini
adalah pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak
dapat membayar utangnya, Harta debitur dapat dibagikan
kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Sejarah hukum kepailitan Hukum kepailitan sudah ada
sejak zaman Romawi. Kata “bangkrut”, dalam bahasa Inggris
disebut “bankrupts,” berasal dari undang-undang Italia, yaitu
banca nipta. Sementara itu, di Eropa abad pertengahan ada
praktik kebangkrutan di mana dilakukan penghancuran
bangku-bangku dari para bankir atau pedagang yang
melarikan diri secara diam-diam dengan membawa harta
para kreditor. Bagi negara-negara dengan tradisi hukum
common law, di mana hukum berasal dari Inggris Raya,
tahun 1952 merupakan tonggak sejarah, karena pada tahun
tersebut hukum pailit dari tradisi hukum Romawi diadopsi ke
negeri Inggris.
Peristiwa ini ditandai dengan diundangkannya sebuah
undang-undang yang disebut Act Against Such Person as Do
Make Bankrupt oleh parlemen di masa kekaisaran raja Henry
VIII. Undang-undang ini menempatkan kebangkrutan
sebagai hukuman bagi debitor nakal yang ngemplang untuk
membayar utang sembari menyembunyikan aset-asetnya.
Undang-undang ini memberikan hak-hak bagi kelompok
kreditor secara individual. Sementara itu, sejarah hukum
49
pailit di AS dimulai dengan perdebatan konstitusional yang
menginginkan kongres memiliki kekuasaan untuk mem-
bentuk suatu aturan uniform mengenai kebangkrutan. Hal ini
diperdebatkan sejarah diadakannya constitutional
convention di Philadelphia pada tahun 1787.
Dalam the Federalis Papers, seorang founding father
dari Negara Amerika serikat, yaitu James Medison,
mendiskusikan apa yang disebut Bankrupcy clause.
Kemudian, kongres pertama kali mengundangkan undang-
undang tentang kebangkrutan pada tahun 1800, yang isinya
mirip dengan undang-undang kebangkrutan di Inggris pada
saat itu. Akan tetapi, selama abad ke-18, di beberapa Negara
bagian USA telah ada undang-undang negara bagian yang
bertujuan untuk melindungi debitor yang disebut insolvency
law. Selanjutnya, undang-undang federasi AS tahun 1800
tersebut diubah atau diganti beberapa kali. Kini di USA
hukum kepailitan diatur dalam Bankrupcy. B. sejarah
berlakunya kepailitan di Indonesia Dalam sejarah berlakunya
kepailitan di Indonesia, maka dapat dibagi menjadi tiga masa,
yakni: Masa sebelum Faillisements Verordening berlaku.
Sebelum Faillisements Verordening berlaku, dulu
hukum Kepailitan itu diatur dalam dua tempat yaitu dalam:
1. Wet Book Van Koophandel atau WvK 2. Reglement op de
Rechtvoordering (RV) Sejarah masuknya aturan-aturan
kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya Wetboek
Van Koophandel (KUHD) ke Indonesia. Adapun hal tersebut
dikarenakan Peraturan-peraturan mengenai Kepailitan
sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD. Namun akhirnya
aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan
kepailitan baru yang berdiri sendiri. Aturan mengenai
kepailitan tersebut disebut dengan Failistment Verordenning
yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276 Tahun 1905
dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906. Arti kata Failisment
50 Hukum Bisnis
Verordenning itu sendiri diantara para sarjana Indonesia
diartikan sangat beragam.
Ada yang menerjemahkan kata ini dengan Peraturan-
peraturan Kepailitan(PK). Akan tetapi Subekti dan
Tjitrosidibio melalui karyanya yang merupakan acuan
banyak kalangan akademisi menyatakan bahwa Failisment
Verordening itu dapat diterjemahkan sebagai Undang-
Undang Kepailitan (UUPK). Undang-Undang Kepailitan
peninggalan pemerintahan Hindia Belanda ini berlaku dalam
jangka waktu yang relatif lama yaitu dari tahun 1905 sampai
dengan tahun 1998 atau berlangsung selama 93 tahun.
Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang Aturan ini
sempat tidak diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai
Kepailitan oleh Pemerintah Penjajah Jepang untuk
menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada masa itu.
Akan tetapi, setelah Jepang meninggalkan Indonesia
aturan-aturan Kepailitan peninggalan Belanda diberlakukan
kembali. Pada tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa
krisis moneter yang menyebabkan banyaknya kasus- kasus
kepailitan terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu
PERPU No. 1 Tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai
pengganti Undang-undang Kepailitan peninggalan Belanda.
Meskipun begitu isi atau substansi dari PERPU itu sendiri
masih sama dengan aturan kepailitan terdahulu. Selanjutnya
PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan
disahkannya UU No. 4 Tahun 1998. Dalam perkembangan
selanjutnya dibentuklah produk hukum yang baru mengenai
Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
sebagai pengganti UU No. 4 Tahun 1998. Perkembangan
substansi hukum terdapat sebahagian perubahan mengenai
substansi hukum antara aturan kepailitan yang lama dengan
aturan kepailitan yang baru. Substansi tersebut antara lain:
BAB 6 Kepailitan 51
1. Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya
kepastian Frame Time yaitu batas waktu dalam
penyelesaian kasus kepailitan sehingga proses
penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab Undang-
undang tidak memberi kepastian mengenai batas waktu.
Hal ini dalam PERPU No. 1 Tahun 1998 diatur sehingga
dalam penyelesaiannya lebih singkat karena ditentukan
masalah Frame Time.
2. Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator
yang bernama Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan.
Para kalangan berpendapat kinerja dari Balai Harta
Peninggalan sangat mengecewakan dan terkesan lamban
sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya
Kurator Swasta.
3. Upaya Hukum Banding dipangkas, maksudnya segala
upaya hukum dalam penyelesaian kasus kepailitan yang
dahulunya dapat dilakukan Banding dan Kasasi, kini dalam
Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi
sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut
dikarenakan lamanya waktu yang ditempuh dalam
penyelesaian kasus apabila Banding diperbolehkan.
4. Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte
Proccurure stelling yang artinya yang dapat mengajukan
kepailitan hanya Penasihat Hukum yang telah
mempunyai/memiliki izin praktik.
5. Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang
dapat mengajukan permohonan kepailitan. Masa
berlakunya Faillisements Verordening.
52 Hukum Bisnis
golongan Eropah, golongan Cina, dan golongan Timur Asing
(Stb.1924-556).
1. Wet Book Van Koophandel atau WvK buku ketiga yang
berjudul Van de voorzieningen in geval van onvormogen
van kooplieden atau peraturan tentang ketidakmampuan
pedagang. Peraturan ini adalah peraturan kepailitan untuk
pedagang.
2. Reglement op de Rechtvoordering (RV) Stb 1847-52 jo
1849-63, buku ketiga bab ketujuh dengan judul Van de
staat van kenneljk onvermogen atau tentang keadaan
nyata-nyata tidak mampu.
BAB 6 Kepailitan 53
terutama kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan
usahanya. Terlebih lagi dalam rangka untuk memenuhi
kewajiban pembayaran mereka pada para kreditur. Keadaan
ini pada gilirannya telah melahirkan akibat yang berantai dan
apabila tidak segera diselesaikan akan menimbulkan dampak
yang lebih luas lagi.
Penyelesaian masalah utang haruslah dilakukan secara
cepat dan efektif. Selama ini masalah kepailitan dan
penundaan kewajiban diatur dalam Faillisements
Verordening Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348. Secara umum
prosedur yang diatur dalam Faillisements Verordening masih
baik. Namun, sementara seiring dengan berjalannya waktu,
kehidupan perekonomian berlangsung pesat maka wajarlah
bahkan sudah semakin mendesak untuk menyediakan sarana
hukum yang memadai yakni yang cepat, adil, terbuka dan
efektif guna menyelesaikan utang piutang perusahaan yang
besar penyelesaiannya terhadap kehidupan perekonomian
Nasional. Kemudian dilaksanakanlah penyempurnaan atas
peraturan kepailitan atau Faillisements Verordening melalui
Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan UU tentang
kepailitan pada tanggal 22 April 1998 Perpu ini diubah
menjadi UU No. 4 Tahun 1998 yang disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1998
yang tertuang dalam Lembaran Negara (LNRI) tahun 1998
No. 135.31.
Masa Berlakunya UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004
pada 18 Oktober 2004 UU No. 4 Tahun 1998 diganti dengan
disahkannya UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU No.37 Tahun
2004 ini mempunyai cakupan yang luas karena adanya
perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat
untuk menyelesaikan utang piutang secara adil, cepat,
terbuka dan efektif.
54 Hukum Bisnis
Adapun pokok materi baru dalam UU Kepailitan ini
antara lain:
1. Agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran dalam UU ini
pengertian utang diberikan batasan secara tegas.
Demikian juga pengertian jatuh waktu.
2. Mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan
pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang termasuk di dalamnya pemberian
kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan
pernyataan pailit dan/atau penundaan kewajiban
pembayaran utang.
BAB 6 Kepailitan 55
dinyatakan benar–benar tidak mampu membayar, atau
dengan kata lain harta debitur lebih sedikit jumlah
dengan hutangnya.
2. Pemberesan/ likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan
debitur pailit, yang dibagikan kepada kreditur
konkuren, setelah dikurangi biaya–biaya.
3. Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik
kreditur, akan tetapi dengan catatan jika proses
perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak
maka rehabilitasi tidak ada.
4. Kepailitan berakhir.
C. Berakhrnya Kepailitan
Suatu kepailitan dapat dikatakan berakhir apabila telah
terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Perdamaian
Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu
perdamaian kepada semua kreditor. Rencana perdamaian
tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera
setelah selesainya pencocokan piutang. Keputusan
rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam
rapat kreditor oleh lebih dari seperdua jumlah kreditor
konkuren yang hadir dalam rapat dan yang mewakili
paling sedikit dua pertiga dari jumlah seluruh piutang
konkuren yang diakui atau untuk sementara diakui oleh
kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat
tersebut.
Apabila lebih dari seperdua jumlah kreditor yang
hadir dalam rapat kreditor dan mewakili paling sedikit
seperdua dari jumlah piutang kreditor yang mempunyai
hak suara menyetujui untuk menerima rencana
perdamaian, dalam jangka waktu paling sedikit delapan
hari setelah pemungutan suara pertama diadakan, harus
56 Hukum Bisnis
diselenggarakan pemungutan suara kedua. Pada
pemungutan suara kedua kreditor tidak terikat pada suara
yang dikeluarkan pada pemungutan suara pertama.
Dalam setiap rapat kreditor wajib dibuatkan berita
acara yang ditandatangani oleh Hakim Pengawas dan
panitera pengganti.
Berita acara rapat tersebut harus memuat:
a. Isi perdamaian
b. Nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan
suara dan menghadap
c. Suara yang dikeluarkan
d. Hasil pemungutan suara, dan
e. Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat (pasal 154 UU
No. 37 Th 2004)
BAB 6 Kepailitan 57
c. Perdamaian itu terjadi karena penipuan, atau
persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor, atau
karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa
menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja
sama untuk mencapai perdamaian. (pasal 159 ayat (2)
UU No.37 Th 2004).
Selanjutnya, dalam hal permohonan pengesahan
perdamaian ditolak, baik kreditor yang menyetujui
rencana perdamaian maupun debitur pailit, dalam jangka
waktu delapan hari setelah putusan pengadilan diucapkan
dapat mengajukan kasasi. Sebaliknya, dalam hal rencana
perdamaian disahkan atau dikabulkan, dalam jangka
waktu delapan hari setelah putusan pengadilan diucapkan
dapat diajukan kasasi oleh:
a. Kreditor yang menolak perdamaian atau yang hadir
pada saat pemungutan suara
b. Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah
mengetahui bahwa perdamaian tersebut dicapai
berdasarkan alasan yang tercantum dalam Pasal 159
ayat (2) UU No. 37 Th 2004 diatas
2. Insolvensi
Insolvensi merupakan fase terakhir kepailitan.
Insolvensi adalah suatu kejadian di mana harta kekayaan
(boedel) pailit harus dijual lelang di muka umum, yang
hasil penjualannya akan dibagikan kepada kreditor sesuai
dengan jumlah piutangnya yang disahkan dalam akor.
Dengan adanya insolvensi tersebut, Zainal Asikin menulis
bahwa curator/Balai Harta Peninggalan mulai mengambil
tindakan yang menyangkut pemberesan harta pailit, yaitu
a. Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan
melakukan penagihan terhadap piutang-piutang si
pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di mana
58 Hukum Bisnis
penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan
di bawah tangan sepanjang mendapat persetujuan dari
Hakim Komisaris
b. Melanjutkan pengelolaan perusahaan si pailit apabila
dipandang menguntungkan, namun pengelolaan itu
harus mendapat persetujuan Hakim Komisaris
c. Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang
yang diterima dan dikeluarkan selama kepailitan,
nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang disahkan,
pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan
tersebut
d. Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang
telah dilelang atau diuangkan itu.
2. Dengan demikian, apabila insolvensi sudah selesai dan
para kreditor sudah menerima piutangnya sesuai
dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan
berakhir. Debitur kemudian akan kembali dalam
keadaan semula, dan tidak lagi berada di bawah
pengawasan curator/Balai Harta Peninggalan.
A. Perbandingan Substansi Dasar Hukum Kepailitan yang Lama dan yang Baru
1. Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya
kepastian Frame Time yaitu batas waktu dalam
penyelesaian kasus kepailitan sehingga proses
penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab Undang-
undang tidak memberi kepastian mengenai batas waktu.
Hal ini dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur sehingga
dalam penyelesaiannya lebih singkat karena ditentukan
masalah Frame Time.
2. Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator
yang bernama Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan.
Para kalangan berpendapat kinerja dari Balai Harta
Peninggalan sangat mengecewakan dan terkesan lamban
BAB 6 Kepailitan 59
sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya
Kurator Swasta.
3. Upaya Hukum Banding dipangkas, maksudnya segala
upaya hukum dalam penyelesaian kasus kepailitan yang
dahulunya dapat dilakukan Banding dan Kasasi, kini dalam
Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi
sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut
dikarenakan lamanya waktu yang ditempuh dalam
penyelesaian kasus apabila Banding diperbolehkan.
4. Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte
Proccurure stelling yang artinya yang dapat mengajukan
kepailitan hanya Penasihat Hukum yang telah
mempunyai/memiliki izin praktik.
5. Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang
dapat mengajukan permohonan kepailitan. Masa
berlakunya Faillisements Verordening.
60 Hukum Bisnis
Peraturan ini adalah Peraturan Kepailitan bagi orang-
orang bukan pedagang. Akan tetapi ternyata dalam
pelaksanaanya, kedua aturan tersebut justru menimbulkan
banyak kesulitan antara lain adalah:
1. Banyaknya formalitas sehingga sulit dalam
pelaksanaannya,
2. Biaya tinggi.
3. Pengaruh kreditur terlalu sedikit terhadap jalannya
kepailitan.
4. Perlu waktu yang cukup lama.
BAB 6 Kepailitan 61
kehidupan perekonomian berlangsung pesat maka wajarlah
bahkan sudah semakin mendesak untuk menyediakan sarana
hukum yang memadai yakni yang cepat, adil, terbuka dan
efektif guna menyelesaikan utang piutang perusahaan yang
besar penyelesaiannya terhadap kehidupan perekonomian
Nasional. Kemudian dilaksanakanlah penyempurnaan atas
peraturan kepailitan atau Faillisements Verordening melalui
Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan UU tentang
kepailitan pada tanggal 22 April 1998 Perpu ini diubah
menjadi UU No. 4 Tahun 1998 yang disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1998
yang tertuang dalam Lembaran Negara (LNRI) tahun 1998
No. 135.31.
Masa Berlakunya UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004
Pada 18 Oktober 2004 UU No. 4 Tahun 1998 diganti dengan
disahkannya UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU No.37 Tahun
2004 ini mempunyai cakupan yang luas karena adanya
perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat
untuk menyelesaikan utang piutang secara adil, cepat,
terbuka dan efektif.
Adapun pokok materi baru dalam UU Kepailitan ini
antara lain:
1. Agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran dalam UU ini
pengertian utang diberikan batasan secara tegas.
Demikian juga pengertian jatuh waktu.
2. Mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan
pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang termasuk di dalamnya pemberian
kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan
pernyataan pailit dan/atau penundaan kewajiban
pembayaran utang.
62 Hukum Bisnis
BAB 7
PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang
diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak
konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan
menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan
kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia
menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih
barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian,
apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan
sebagainya.
63
3. Undang-Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha-usaha Tidak
Sehat.
4. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang
Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen.
6. Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2001 tentang
Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen.
7. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2001 tentang
Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen.
8. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan
konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota.
9. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan
Pengaduan Konsumen
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun
2001 Tanggal
21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota
Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota
Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta Kota Surabaya,
Kota Malang, dan Kota Makassar.
11. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 302/MPP/KEP/10/2001
tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat.
64 Hukum Bisnis
12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 605/MPP/KEP/8/2002
tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Makassar,
Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota
Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan.
66 Hukum Bisnis
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara baik.
2. Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat
bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya
secara adil.
3. Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun
spiritual.
68 Hukum Bisnis
responsibilitas yang berbeda terhadap kepentingan
konsumen, yaitu
a. Tanggungjawab atas kelalaian dengan persyaratan
hubungan kontrak teori murni prinsip tanggung jawab
berdasarkan kelalaian adalah suatu tanggung jawab
yang didasarkan pada adanya unsur kesalahan dan
hubungan kontrak. Teori ini sangat merugikan
konsumen karena gugatan baru dapat diajukan jika
telah memenuhi dua syarat, yaitu adanya unsur
kesalahan atau kelalaian dan hubungan kontrak antara
produsen dan konsumen. Teori tanggung jawab produk
berdasarkan kelalaian tidak memberikan perlindungan
yang maksimal kepada konsumen, karena konsumen
dihadapkan pada dua kesulitan dalam mengajukan
gugatan kepada produsen, yaitu, pertama, tuntutan
adanya hubungan kontrak antara konsumen sebagai
penggugat dengan produsen sebagai tergugat. Kedua,
argumentasi produsen bahwa kerugian konsumen
diakibatkan oleh kerusakan barang yang tidak
diketahui.
b. Kelalaian dengan beberapa pengecualian terhadap
persyaratan hubungan kontrak perkembangan tahap
kedua teori tanggung jawab berdasarkan kelalaian
adalah prinsip tanggung jawab yang tetap berdasarkan
kelalaian namun untuk beberapa kasus terdapat
pengecualian terhadap persyaratan hubungan kontrak.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa
persyaratan hubungan kontrak merupakan salah satu
hambatan konsumen untuk mengajukan ganti kerugian
kepada produsen. Prinsip ini tidak memihak kepada
kepentingan konsumen, karena pada kenyataannya
konsumen yang sering mengalami kerugian atas
pemakaian suatu produk adalah konsumen yang tidak
2. Berdasarkan Wanprestasi
Selain mengajukan gugatan terhadap kelalaian
produsen, ajaran hukum juga memperkenalkan konsumen
untuk mengajukan gugatan atas wanprestasi. Tanggung
jawab produsen yang dikenal dengan wanprestasi adalah
tanggung jawab berdasarkan kontrak. Ketika suatu
produk rusak dan mengakibatkan kerugian, konsumen
biasanya melihat isi kontrak atau perjanjian atau jaminan
yang merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis
maupun lisan. Keuntungan bagi konsumen dalam gugatan
berdasarkan teori ini adalah penerapan kewajiban yang
sifatnya mutlak, yaitu suatu kewajiban yang tidak
didasarkan pada upaya yang telah dilakukan penjual
untuk memenuhi janjinya. Itu berarti apabila produsen
telah berupaya memenuhi janjinya tetapi konsumen tetap
menderita kerugian, maka produsen tetap dibebani
tanggung jawab untuk mengganti kerugian. Akan tetapi,
dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi
terdapat beberapa kelemahan yang dapat mengurangi
bentuk perlindungan hukum terdapat kepentingan
konsumen, yaitu
70 Hukum Bisnis
a. Pembatasan waktu gugatan.
b. Persyaratan pemberitahuan.
c. Kemungkinan adanya bantahan.
72 Hukum Bisnis
BAB 8
ASURANSI
A. Sejarah Asuransi
Sekitar tahun 2250 SM bangsa Babylonia hidup di daerah
lembah sungai Euphrat dan Tigris (sekarang menjadi wilayah
Irak), pada waktu itu apabila seorang pemilik kapal
memerlukan dana untuk mengoperasikan kapalnya atau
melakukan suatu usaha dagang, ia dapat meminjam uang dari
seorang saudagar (kreditur) dengan menggunakan kapalnya
sebagai jaminan dengan perjanjian bahwa si pemilik kapal
dibebaskan dari pembayaran hutangnya apabila kapal
tersebut selamat sampai tujuan, di samping sejumlah uang
sebagai imbalan atas risiko yang telah dipikul oleh pemberi
pinjaman. Tambahan biaya ini dapat dianggap sama dengan
“uang premi” yang dikenal pada asuransi sekarang. Di
samping kapal yang dijadikan barang jaminan, dapat pula
dipakai sebagai jaminan berupa barang-barang muatan
(Cargo). Transaksi seperti ini disebut “Respondent/A
Contract”.
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu
penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut
Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini
sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor
perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.
Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya
asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha
perasuransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun
waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan
zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan.
Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang
73
lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah
perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di
Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah:
1. Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang
Belanda.
2. Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang
dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di
Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.
B. Pengertian Asuransi
Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang
yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun
untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Orang yang
berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan
tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan
jiwanya. Jadi setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya,
74 Hukum Bisnis
asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan
pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau
selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam
perjanjian. Pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal
balik itu disebut penanggung dan tertanggung. Penanggung
dengan menerima premi memberikan pembayaran, tanpa
menyebutkan kepada orang yang ditunjuk sebagai
penikmatnya.
Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang
dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan
perasuransian. Istilah perasuransian berasal kata “asuransi”
yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu
objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian.
Dalam pengertian “perasuransian” selalu meliputi dua jenis
kegiatan, yaitu usaha asuransi dan usaha penunjang usaha
asuransi. Perusahaan perasuransian selalu meliputi
perusahaan asuransi dan penunjang asuransi.
Pengertian Asuransi bila di tinjau dari segi hukum
merupakan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara 2 (dua) pihak atau lebih dimana pihak tertanggung
mengikat diri kepada penanggung, dengan menerima premi-
premi asuransi untuk memberi penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang di harapkan atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan di derita
tertanggung karena suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberi pembayaran atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan. Kata asuransi berasal dari
bahasa Inggris, insurance, dan secara aspek hukum telah
dituangkan dalam Kitab Undang Hukum Dagang (KUHD)
pasal 246, “asuransi adalah suatu perjanjian dimana
seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk
BAB 8 Asuransi 75
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan
yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang
taktentu.”
Selain dalam KUHD pasal 246, juga dalam Undang–
Undang asuransi No. 2 tahun 1992 pasal 1 disebutkan
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikat diri
kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu
peristiwa pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Pengertian lain, seperti dari Wirjono Prodjodikoro
dalam bukunya Hukum asuransi di Indonesia memberi
pengertian asuransi sebagai berikut: “Suatu persetujuan
dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang
dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai
pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang
dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas”.
Robert I. Mehr dan Emerson Cammack, dalam bukunya
Principles of Insurance menyatakan bahwa suatu pengalihan
risiko (transfer of risk) disebut asuransi. D.S. Hansell, dalam
bukunya Elements of Insurance menyatakan bahwa asuransi
selalu berkaitan dengan risiko (Insurance is to do with risk).
Dalam asuransi konvensional, perusahaan asuransi
disebut Penanggung, sedangkan orang yang membeli produk
Asuransi disebut tertanggung atau pemegang polis,
tertanggung membayar sejumlah uang yang disebut premi
untuk membeli produk yang disediakan oleh perusahaan
76 Hukum Bisnis
asuransi. Premi asuransi yang dibayarkan oleh tertanggung
menjadi pendapatan perusahaan Asuransi, dengan kata lain
terjadi perpindahan kepemilikan dana premi dari
tertanggung kepada perusahaan asuransi. Bila tertanggung
mengalami risiko sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak
asuransi, maka perusahaan asuransi harus membayar
sejumlah dana yang disebut uang pertanggungan kepada
tertanggung atau yang berhak menerimanya. Sebaliknya, bila
sampai akhir masa kontrak tertanggung tidak mengalami
risiko yang diperjanjikan maka kontrak asuransi berakhir
maka semua hak dan kewajiban kedua belah pihak berakhir.
Dari proses diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi
perpindahan risiko financial yang dalam istilah asuransi
disebut dengan transfer of risk dari Tertanggung kepada
Penanggung.
Contoh, ketika seseorang membeli polis asuransi
kebakaran untuk rumah tinggal dia akan membayar uang
(premi) yang telah ditentukan oleh perusahaan asuransi,
disaat yang sama perusahaan asuransi akan menanggung
risiko finansial bila terjadi kebakaran atas rumah tinggal
tersebut. Contoh lain dalam asuransi jiwa, ketika seseorang
membeli asuransi kematian (term insurance) dengan jangka
waktu perjanjian 5 (lima) tahun dengan uang pertanggungan
100 juta rupiah, maka dia harus membayar premi yang telah
ditentukan oleh perusahaan asuransi (misal 500 ribu rupiah)
per tahun, artinya bila tertanggung meninggal dunia dalam
masa perjanjian diatas, maka ahli waris atau orang yang
ditunjuk akan memperoleh uang dari perusahaan asuransi
sebesar 100 juta, namun bila peserta hidup sampai akhir
masa perjanjian maka dia tidak akan memperoleh apapun.
Ditinjau dari sudut syariah, contoh transaksi yang terjadi
diatas dapat dikategorikan sebagai akad tabaduli
(pertukaran atau jual beli), namun cacat karena ada unsur
BAB 8 Asuransi 77
gharar (ketidakjelasan), yaitu tidak jelas kapan pemegang
polis akan mendapatkan uang pertanggungan karena
dikaitkan dengan musibah seseorang (bisa tahun pertama,
kedua atau tidak sama sekali karena masih hidup di akhir
masa perjanjian).
Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Pasal 1:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dengan mana pihak Penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima
premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung
yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang diper-
tanggungkan.” Pada hakikatnya asuransi adalah suatu
perjanjian antar nasabah asuransi (tertanggung) dengan
perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan
risiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi.
Risiko yang dialihkan meliputi: kemungkinan kerugian
material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami
nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang
mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of
Occurrence & Uncertainty of Loss). Misalnya:
1. Risiko terbakarnya bangunan dan/atau Harta Benda di
dalamnya sebagai akibat sambaran petir, kelalaian
manusia, arus pendek.
2. Risiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas,
kehilangan karena pencurian.
3. Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.
4. Banjir, angin topan, badai, gempa bumi, tsunami
78 Hukum Bisnis
C. Manfaat Asuransi
Setiap asuransi pasti akan memberikan manfaat bagi
tertanggung, yang secara umum manfaatnya adalah:
1. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko
kerugian yang diderita satu pihak.
2. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus
mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk
memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga,
waktu dan biaya.
3. Transfer Risiko; Dengan membayar premi yang relatif
kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan
ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (risiko) ke
perusahaan asuransi.
4. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan
mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak
perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul
yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
5. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena
bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan
yang diberikan oleh peminjam uang.
6. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada
pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang
lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
7. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan
usaha.
D. Jenis Asuransi
Jenis asuransi dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Asuransi kebakaran
Asuransi kebakaran ialah asuransi yang
mempertanggungkan kerugian akibat kebakaran yang
terjadi di daratan. Kalau suatu bangunan telah
BAB 8 Asuransi 79
diasuransikan terhadap bencana kebakaran, maka
dicantumkan dalam perjanjian.
2. Asuransi pengangkutan
Asuransi pengangkutan adalah asuransi yang
mempertanggungkan kemungkinan risiko terhadap
pengangkutan barang.
Asuransi pengangkutan dapat dibagi menjadi:
a. Asuransi pengangkutan darat-sungai
b. Asuransi pengangkutan laut
c. Asuransi pengangkutan udara
3. Asuransi jiwa
Persetujuan antara kedua pihak, yang di dalamnya
tercantum pihak mana yang berjanji akan membayar
premi dan pihak lain yang berjanji akan membayar
sejumlah uang yang telah ditentukan jika seseorang
tertanggung meninggal atau selambat-lambatnya pada
waktu yang ditentukan. Asuransi jiwa adalah perjanjian
antara perusahaan asuransi dengan konsumen yang
menyatakan bahwa perusahaan asuransi akan
memberikan santunan sejumlah dana apabila konsumen
meninggal dunia, atau ditanggung sampai masa tertentu.
Dengan adanya asuransi jiwa ini, maka keluarga yang
ditinggalkan merasa aman dari segi keuangan, walaupun
ini tidak diharap-harap.
Pangsa pasar asuransi jiwa di negara kita sangat
potensial. Tahun 2001 sudah ada 10,71% penduduk yang
menjadi konsumen asuransi jiwa, sebagaimana
diungkapkan oleh AAJI = Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia.
Asuransi jiwa terdiri atas dua macam yaitu
a. Asuransi modal, pada asuransi ini telah tercantum
dalam polis bahwa bila telah tiba saatnya
80 Hukum Bisnis
(meninggal/habis masa asuransi) maka ganti rugi akan
dibayar sekaligus.
Asuransi nafkah hidup, di sini ganti rugi
dibayarkan secara berkala selama yang
dipertanggungkan masih hidup.
4. Asuransi kredit
Mempertanggungkan kemungkinan risiko
pemberian kredit kepada orang lain. Dalam hal ini
asuransi hanya mengganti kerugian setinggi-tingginya
75% dari kerugian. Di negara kita pernah ada LJKK
(Lembaga Jaminan Kredit Koperasi) yang memberi
jaminan kepada Bank, terhadap pinjaman koperasi.
5. Asuransi kecurian
Yang termasuk dalam asuransi kecurian ini harus
disebutkan satu persatu barang yang diasuransikan itu.
Apabila terjadi risiko, maka barang-barang tersebut akan
diganti.
6. Asuransi perusahaan
Pertanggungan kerugian ini menyangkut
perusahaan yang dirugikan oleh suatu sebab yang dapat
menghentikan/menghambat kegiatan perusahaan. Ganti
kerugiannya biasanya didasarkan kepada keuntungan
kotor yang terlepas karena terhentinya kegiatan
perusahaan tersebut.
7. Asuransi mobil
Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi
kendaraan bermotor ini antara lain: kerugian atau
kerusakan kendaraan yang disebabkan oleh tabrakan,
benturan, terbalik, tergelincir dijalan, oleh sebab apapun
juga, karena perbuatan jahat orang lain, pencurian,
BAB 8 Asuransi 81
kebakaran, sambaran petir, juga termasuk kerugian
karena adanya huru-hara, dan total lost dari kendaraan.
82 Hukum Bisnis
BAB 9
INVESTASI ATAU PMA
A. Pengertian Investasi Asing
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 pengertian
investasi asing adalah sebagai berikut:
1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian
dari kekayaan devisa Indonesia, dengan persetujuan
Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di
Indonesia.
2. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-
penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang
dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama
alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa
Indonesia.
3. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-
undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan
untuk membiayai perusahaan di Indonesia.
83
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Penanaman
modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Peranan
modal asing dalam pembangunan telah lama
diperbincangkan oleh para ahli ekonomi pembangunan.
Secara garis besar, pemikiran mereka adalah sebagai berikut.
Pertama, sumber dana eksternal yaitu modal asing dapat
dimanfaatkan oleh negara yang sedang berkembang sebagai
dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan
ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat
perlu diikuti dengan perubahan struktur produksi dan
perdagangan. Ketiga, modal asing dapat berperan penting
dalam mobilisasi dana maupun transformasi struktural.
Keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun
segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi
(meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif).
Investor dapat dibagi menjadi 2, yaitu investor
domestik dan investor asing. Investor domestik merupakan
investor yang berasal dari dalam negeri, sedangkan investor
asing berarti investor yang berasal dari negara asing.
84 Hukum Bisnis
kemudian untuk investasi tidak langsung diuraikan dalam
bagian kedua.
1. Investasi Langsung (Direct Investment)
Dalam konteks ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
pengertian penanaman modal hanya mencakup
penanaman modal secara langsung. Penanaman modal
secara langsung ini dilakukan baik berupa mendirikan
perusahaan patungan (joint venture company) dengan
mitra lokal, dengan melakukan kerja sama operasi (joint
operation) tanpa membentuk perusahaan baru, dengan
mengonversikan pinjaman menjadi penyertaan mayoritas
dalam perusahaan lokal, dengan memberikan bantuan
teknis dan manajerial (technical and management
assistance), dengan memberikan lisensi dll.
86 Hukum Bisnis
yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial,
saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyetoran kontrak
investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap
derivatif efek. Tiga arti pasar modal, yaitu
Pertama, dalam arti luas, pasar modal adalah
keseluruhan sistem keuangan yang terorganisir, termasuk
bank-bank komersial dan semua perantara di bidang
keuangan, surat berharga/klaim jangka panjang, pendek
primer dan yang tidak langsung.
Kedua, dalam arti menengah, pasar modal adalah semua
pasar yang terorganisir dan lembaga-lembaga yang
memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya
berjangka lebih dari satu tahun) termasuk saham, obligasi,
pinjaman berjangka, hipotik, tabungan, dan deposito
berjangka.
Ketiga, dalam arti sempit adalah tempat pasar uang
terorganisir yang memperdagangkan saham dan obligasi
dengan menggunakan jasa makelar dan underwriter.
Sedangkan Undang-Undang Pasar Modal memberikan
batasan pasar modal yaitu merupakan kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan
efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek. Dari beberapa pengertian mengenai pasar
modal tersebut, kemudian disimpulkan bahwa pasar modal
merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan diterbitkan
dan diperdagangkannya efek dengan penawaran umum dan
perdagangan jangka panjang, melalui pasar perdana dan
pasar sekunder.
88 Hukum Bisnis
Bentuk kerja sama usaha yang akan didirikan oleh
warga negara Indonesia (“WNI”) dan warga negara asing
(“WNA”) di Indonesia bergantung pada seberapa besar
kegiatan usaha yang akan dilakukan. Apabila dalam
pendirian usaha membutuhkan modal yang besar, maka
WNA dan WNI dalam hal ini akan melakukan Penanaman
Modal Asing (‘PMA”) sesuai dengan Pasal 1 angka 3 UU No. 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU 25/2007”),
yaitu
“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.”
Dalam mendirikan badan usaha yang bermitra dengan
WNA, prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. WNA dan WNI menandatangani perjanjian joint venture
(usaha patungan);
2. Setelah menandatangani perjanjian joint venture, WNA
dan WNI membentuk suatu badan usaha yang berbentuk
Perseroan Terbatas (“PT”) berdasarkan hukum Indonesia
dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia.
(Pasal 5 ayat [2] UU 25/2007);
3. Mengajukan permohonan pendaftaran PMA kepada
BKPM.
90 Hukum Bisnis
Presiden No. 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga
Kerja Warga Negara Asing Pendatang (“Kepres 75/1995”),
terdapat larangan bagi WNA untuk memperoleh jabatan di
bidang personalia dan jabatan-jabatan tertentu.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pada dasarnya PT
PMA wajib untuk mengutamakan memperkerjakan tenaga
kerja Indonesia, namun apabila posisi tersebut belum dapat
dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia (dengan syarat jabatan
tersebut tidak dilarang bagi WNA), maka PT PMA dapat
memperkerjakan WNA tersebut.
Jika PT PMA akan memperkerjakan WNA, maka harus
memperhatikan peraturan tata cara memperkerjakan tenaga
kerja asing yaitu Perusahaan Jasa Patungan harus memiliki
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Izin
Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). WNA yang
berkerja di Perusahaan Jasa Patungan wajib untuk
memperoleh Visa Tinggal Terbatas untuk bekerja di
Indonesia.
92 Hukum Bisnis
usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan
penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang
usaha yang dicadangkan untuk Usaha mikro, Kecil,
Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang
dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang
dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha
yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang
usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.
Peraturan mengenai bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan untuk penanaman modal
didasarkan pada kriteria kepentingan nasional, yaitu
perlindungan sumber daya alam, perlindungan,
pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi, pengawasan produksi dan distribusi,
peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal
dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha
yang ditunjuk Pemerintah.
Bidang-bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan sebagaimana diatur dalam Lampiran II
Perpres 36/2010, antara lain mencakup bidang usaha
budidaya tanaman pangan pokok, pengusahaan sarang
burung walet di alam, pembenihan ikan laut,
pembangkitan tenaga listrik skala kecil dan daur ulang
barang-barang bukan logam. Dalam hal penanaman
modal pada bidang usaha terbuka dengan persyaratan,
sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 Perpres 36/2010, investor
wajib mematuhi persyaratan lokasi sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku di bidang tata ruang dan lingkungan hidup.
94 Hukum Bisnis
tempat modal itu ditanamkan serta bagi negara asal para
investor. Sebagai negara berkembang, Indonesia berada pada
posisi yang sangat berkepentingan dalam mengundang
investor asing untuk memacu pertumbuhan ekonomi
nasional. Menyadari pentingnya penanaman modal asing,
pemerintah Indonesia terus berupaya menumbuhkan iklim
investasi yang kondusif guna menarik calon investor untuk
menarik modal asing masuk ke Indonesia. Berbagai strategi
untuk mengundang investor asing telah dilakukan agar para
investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya dan
merasa nyaman dalam melakukan penanaman modal di
Indonesia.
Strategi-strategi yang dilakukan pemerintah dalam
rangka meningkatkan daya tarik para investor agar
menanamkan modalnya di Indonesia ialah dengan
mengeluarkan peraturan-peraturan tentang penanaman
modal asing dan kebijaksanaan pemerintah yang pada
dasarnya tidak akan merugikan kepentingan nasional dan
kepentingan investor. Pemerintah menetapkan bidang-
bidang usaha yang memerlukan penanaman modal dengan
berbagai peraturan. Selain itu, pemerintah juga menentukan
besarnya modal dan perbandingan antara modal nasional
dan modal asing. Hal ini dilakukan agar penanaman modal
tersebut dapat diarahkan pada suatu tujuan yang hendak
dicapai. Bukan hanya itu seringkali suatu negara tidak dapat
menentukan politik ekonominya secara bebas, karena
adanya pengaruh serta campur tangan dari pemerintah asing.
Di samping mengeluarkan peraturan-peraturan dalam
bidang penanaman modal, pemerintah juga memberikan
kebijakan-kebijakan. Kebijakan mengundang modal asing
adalah untuk meningkatkan potensi ekspor dan substitusi
impor, sehingga Indonesia dapat meningkatkan penghasilan
devisa dan mampu menghemat devisa, oleh karena itu usaha-
96 Hukum Bisnis
tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah
pusat. Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan
berdampak positif pada pembangunan daerah- daerah yang
tertinggal dalam suatu negara. Agar daerah tersebut dapat
mandiri dan secara otomatis dapat memajukan
pembangunan nasional.6 Lebih jelasnya, otonomi daerah
adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga Daerah, yang melekat baik pada negara kesatuan
maupun negara federasi. Di dalam negara kesatuan, otonomi
daerah lebih terbatas daripada di negara yang berbentuk
federasi. Kewenangan mengatur dan mengurus rumah
tangga Daerah di negara kesatuan meliputi segenap
kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang
dipegang oleh pemerintah pusat.
Kehadiran Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah memberikan peluang
desentralisasi penanaman modal di daerah. Kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 dan di
sempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
merupakan pelaksanaan dari salah satu tuntutan reformasi
pada tahun 1998 Kebijakan ini merubah penyelenggaraan
pemerintahan dari yang sebelumnya bersifat terpusat
menjadi terdesentralisasi meliputi antara lain penyerahan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah
(kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
agama, fiskal moneter, dan kewenangan bidang lain) dan
perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa
penanaman modal merupakan salah satu bidang
98 Hukum Bisnis
telah mengakibatkan tumbuhnya proyek-proyek yang
bergerak di bidang industri kima, industri perkayuan,
industri perhotelan (tourisme), yang sekarang menjadi
sector primadona yang banyak diminati para investor baik
dalam rangka PMDN maupun PMA.
5. Tersedianya sumber daya manusia dengan upah yang
kompetitif memberikan pengaruh terhadap peningkatan
minta investor pada proyek- proyek yang bersifat padat
karya, seperti industri tekstil, industri sepatu dan mainan
anak-anak.
101
Sengketa yang timbul diantara pihak–pihak yang terlibat
dalam kegiatan bisnis/perdagangan disebut dengan sengketa
bisnis.
Sengketa pada hakikatnya merupakan bentuk
aktualisasi dari suatu perbedaan dan pertentangan antara
dua pihak atau lebih. Sebagaimana dalam sengketa perdata
dalam sengketa bisnis pihak–pihak diberi kebebasan untuk
menentukan mekanisme cara penyelesaian sengketa yang
dikehendaki
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang
atau lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat
hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi
salah satu diantara keduanya.
1. Lembaga Peradilan
Lembaga peradilan merupakan bagian dari jalur
litigasi dalam menyingkapi solusi penyelesaian sengketa
bisnis. Suatu masalah hukum atau persengketaan bisnis
dapat diselesaikan di peradilan (Ordinary Court) baik itu di
peradilan umum atau khusus. Peradilan umum mencakup
perdata atau pidana tergantung unsur permasalahannya,
untuk pidana harus ada laporan aduan dulu melalui
kepolisian untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan,
selanjutnya, di terus ke kejaksaan dalam rangka
penuntutan dan setelah itu dilimpahkan ke pengadilan
untuk disidangkan dan diputuskan. Sedangkan untuk yang
khusus seperti peradilan niaga, peradilan militer, PTUN,
dan peradilan tipikor. Dalam hal kasus seperti
persengketaan bisnis, maka biasanya akan diselesaikan
pada “peradilan niaga”.
Pengadilan niaga pertama kali dibentuk pada
pengadilan negeri Jakarta pusat berdasarkan Pasal 28 ayat
1 UU No. 4 Tahun 1998 pembentukan pengadilan naga
E. Negosiasi
Negosiasi merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa
diluar pengadilan (Non Litigasi), dan cara inilah yang paling
banyak diminati oleh para pihak–pihak yang bersengketa
khususnya dalam bisnis, hal ini dikarenakan efek dari
penyelesaiannya yaitu win-win (tidak ada yang dirugikan
setelah keluar meja perundingan) bukan win-lose (kebalikan
dari win-win). Secara data penelitian menunjukkan bahwa
80% kasus persengketaan bisnis dapat diselesaikan oleh
jalur ini. Negosiasi juga diposisikan menjadi tahap awal
dalam penyelesaian sengketa bisnis sebelum mencari cara
alternative lain jika hasil dari negosiasi mengalami “deadlock”
(mengalami jalan buntu).
Negosiasi dalam Bahasa Inggris disebut dengan
“negotiation” yang artinya perundingan, dalam istilah
keseharian, dikenal dengan berunding, bermusyawarah, atau
bermufakat. Orang yang melakukan perundingan disebut
juga dengan “Negosiator.” Pendapat pakar yaitu “Fisher and
Ulry” memberikan batasan pengertian dari negosiasi, yaitu
sebagai proses komunikasi dua arah yang dirancang untuk
mencapai kesepakatan pada kedua belah pihak yang
memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda,
tanpa melihat pihak ketiga sebagai penengah.
F. Mediasi
Mediasi atau dalam Bahasa Inggris disebut dengan
“mediation” merupakan sala satu cara penyelesaian sengketa
diluar pengadilan atau biasa disebut dengan jalur Non litigasi.
Cara ini merupakan cara yang telah banyak pelaku bisnis
lakukan ketika terjadi persengketaan bisnis, dikarenakan
pewujudan dari tuntutan masyarakat atas penyelesaian
sengketa bisnis yang lebih cepat, efisien, dan efektif.
Menurut pendapat pakar “Christopher W. Moore”
mengemukakan bahwa mediasi adalah intervensi dalam
sebuah sengketa oleh pihak ketiga yang bias diterima oleh
pihak–pihak bersengketa netral, bukan bagian dari bagian
dari kedua belah pihak dan bersifat netral. Pihak ketiga ini
tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan,
dia bertugas untuk membantu pihak–pihak yang bertikai
agar secara sukarela mau mencapai kata sepakat yang
diterima masing pihak dalam sebuah persengketaan. Singkat
kata, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar
pengadilan melalui perundingan dengan melibatkan pihak
ketiga yang netral dan tidak berpihak (impartial) serta
diterima kehadirannya oleh pihak–pihak yang berseteru.
G. Arbitrase
Sama halnya dengan mediasi, arbitrase merupakan
penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau disebut dengan
jalur Non Litigasi. Arbitrase sudah lama dikenal dalam sistem
hukum di Indonesia, ketika zaman penjajahan Belanda
dengan bersamaan diperkenalkan RV (Reglement op de
Burgerlijke Reachtsvorderin) pada tahun 1847. Ketentuan
dari RV tersebut sudah tidak berlaku lagi setelah
diterbitkannya Undang–Undang RI No. 30 Tahun 1999
tentang arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa.
Terlepas dari itu momentum secara institusional,
perkembangan arbitrase di Indonesia di tandai dengan
terbentuknya BANI (Badan Arbitrase Nasional) yang
dibentuk oleh KADIN (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia
pada tahun 1977.
Istilah arbitrase dalam Bahasa latin adalah arbitrase
sedangkan dalam bahasa Belanda/Perancis yaitu arbitrage,
dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan arbitration yang
berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut
kebijaksanaan atau perdamaian melalui “arbiter” yang dalam
Bahasa Indonesia di artikan “sebagai wasit”. Pengertian
arbitrase menurut pendapat pakar seperti Frank Elkoury
dalam bukunya “Arbitration Works” menyatakan bahwa,
113
Mubyarto. 2001. Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian
Indonesia Pasca Krisis Ekonomi, BPFE, Yogyakarta.
115
Tentang Editor
Hadion Wijoyo, S.E., S.H., S.Sos.,
S.Pd., M.H., M.M., Ak., CA., QWP®,
CPHCM®, C.PS® lahir di Desa Selat
Baru, Kabupaten Bengkalis, Propinsi
Riau, adalah dosen tetap di STMIK
Dharmapala Riau dengan jabatan
fungsional Lektor Kepala. Dengan
pengalaman mengajar lebih dari 20
(dua puluh) tahun yang bersangkutan
telah menghasilkan berbagai karya
ilmiah baik jurnal internasional (scopus) maupun akreditasi
Nasional dan lebih dari 40 (emat puluh) buku telah di
hasilkan. Beliau juga menjadi Chief Editor, Editor, maupun
Reviewer di beberapa jurnal Internasional dan Nasional.
Selain seorang Dosen, yang bersangkutan juga Asesor BAN
PAUD dan PNF R.I. sejak tahun 2009. Selain seorang
akademisi yang bersangkutan juga aktif di berbagai
organisasi profesi maupun sosial level nasional maupun
lokal.
116
Aris Ariyanto, S.E., M.M. C.PS, C.STMI.
Penulis lahir di Boyolali, 5 Oktober, saat
ini penulis tercatat sebagai dosen aktif di
Universitas Pamulang, Program Studi
Manajemen S1, saat ini sedang
menempuh program S3 Doktoral Ilmu
Manajemen di Universitas Pasundan
Bandung, dan sebagai karyawan disalah
satu perusahaan Swasta di Jakarta sebagai praktisi
Markerting and Marchandising. Penulis berdomisili di
Perumahan Taman raya Rajeg, Blok A 16 No 2, Mekarsari,
Rajeg, Tangerang. 0856-7955-556. “Tidak ada hal yang paling
membahagiakan, kecuali bisa membuat orang lain bahagia”