Anda di halaman 1dari 20

Wallacea Indonesia 2004

Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan 2004

The more I see of uncivilised people, the better I think of human nature on the whole, and the essential differences between civilised and savage man seem to disappear. Sekarang saya sudah mengakhiri tugas saya. Saya menggambarkan, kurang lebih terperinci, pengembaraan saya di pulau-pulau terbesar dan tersubur yang menghiasi permukaan dunia kita. [] Sebelum mengucapkan selamat berpisah pada para pembaca, saya ingin memberi beberapa pengamatan terhadap pokok lebih menarik dan lebih penting, hasil renungan tentang kehidupan biadab, dan dari mana menurut percayaan saya manusia beradab dapat belajar beberapa hal dari manusia biadab. Alfred Russel Wallace (1823-1913)

Katalog dalam terbitan

ISBN 979-3768-02-9

Konsep buku Kompilator Text editor Foto Tata letak Typeface

: Tim Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004 : Ichwan M. Nasution, Triyono, Eko Triarso, Safri Burhanuddin, Widodo S. Pranowo : Safri Burhanuddin dan Budi Sulistiyo : Tim Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004 dan kontribusi dari pihak lain : Bagus Hendrajana : Frutiger 45 (T1), Frutiger 55 (T1), Bickham ScriptMM (T1)

Daftar Isi

Sambutan
Menteri Kelautan dan Perikanan Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan Kepala Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nohhayati 8 9 10

Hasil penelitian Daftar pustaka

51 64

Toponimi Pulau
Gambaran umum Kondisi fisik umum Kondisi sosial-ekonomi Metodologi Lokasi penelitian Hasil penelitian Dinamika pulau Analisis hasil Daftar pustaka 69 69 70 72 72 72 89 92 92

Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004


Latar belakang Maksud dan tujuan Penelitian dalam Ekspedisi Rute Ekspedisi Peluncuran Penutupan 12 13 13 13 16 16

Alfred Russel Wallacea di Indonesia


Mengenal Alfred Russel Wallace Perjalanan ke Singapura Perjalanan ke Serawak Perjalanan ke Makassar Perjalanan ke Maluku Lahirnya teori seleksi alam (evolusi) Garis Wallacea (Wallace Line) Akhir petualangan ilmiah di Nusantara 18 19 20 20 21 23 24 26

Biologi Laut
Gambaran umum Metodologi Hasil penelitian Daftar pustaka 94 98 103 120

Oseanografi Fisis
Gambaran umum Lokasi penelitian Hasil penelitian Daftar pustaka 122 124 124 136
139 140

Geologi Pantai dan Pulau


Gambaran umum Metodologi Geologi daerah penelitian Eksplorasi lapisan Aquifer Jenuh Air Tawar dengan Metode Geolistrik Pemetaan kedalaman laut (batimetri) Daftar Pustaka 28 29 29 42 45 48

Ucapan Terima kasih Biodata Peserta Ekspedisi

Geomorfologi Pantai
Gambaran umum Metodologi penelitian 50 51

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa kami panjatkan atas terlaksananya dengan lancar dan sukses Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004. Ekspedisi dengan inisiatif dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan ini, merupakan kegiatan penelitian kelautan yang melibatkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, memanfaatkan peralatan survey dengan teknologi terkini, serta yang lebih penting lagi bahwa ekspedisi ini memberikan kesempatan kepada para peneliti muda di bidang kelautan dan ilmu terkait berbagai institusi baik nasional maupun internasional. Menanamkan rasa cinta bahari dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang menekuni dunia riset di bidang kelautan merupakan investasi jangka panjang dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang kuat serta mampu bersaing di dunia internasional. Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004 dapat dipandang sebagai langkah awal meletakkan dasar-dasar budaya riset para peneliti muda. Ke depan diharapkan kegiatan riset kelauan semakin ditingkatkan dan hasilnya merupakan masukan yang sangat berharga dalam penentuan kebijakan pembangunan kelautan di Indonesia. Selama ekspedisi telah ditemukenali keanekaragaman baik hayati maupun non hayati di perairan sekitar Sulawesi. Hasil-hasil penelitian tersebut disusun sebagai Buku Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004. Kami berharap, hasil-hasil ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas terutama bagi pemerintah daerah yang terkait dengan lokasi penelitian. Pada kesempatan ini kami mengucapkan selamat atas keberhasilan penyelenggaran Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004 dan mengucapkan terima kasih atas segala partisipasi semua pihak baik instansi pusat dan daerah selama ekspedisi berlangsung. Jakarta, Desember 2004

Sambutan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Freddy Numberi

Sambutan Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan

Sambutan Kepala Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan

Di Papua ada burung Cenderawasih, namun jenis fauna ini tidak dijumpai di Sumatera. Lebih menarik lagi, banyak spesies burung kakatua yang bulunya berwarna-warni hidup di wilayah Kepulauan Maluku, yang tidak dijumpai di Kalimantan. Belum lagi, beragam bunga anggrek berwarna-warni dijumpai di Papua, dan tidak ada di Pulau Jawa. Gajah banyak dijumpai di Sumatera, namun tidak di Sulawesi. Lalu ada kerbau kerdil, atau anoa, dan burung maleo dengan ukuran sebesar ayam hutan namun telurnya berukuran 10 kali telur ayam yang khas Sulawesi, tidak ada ditempat lain. Mengapa semua ini bisa terjadi ? Fenomena-fenomena flora-fauna alam tadi terus menggelitik rasa ingin tahu Alfred R.Wallace, seorang eksplorer Inggris yang, selama kurun 1854 1862, mengadakan ekspedisi ke pulau pulau Nusantara, dari Sumatera ke Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Kepulauan Nusa Tenggara. Hasilnya A.R.wallace menetapkan suatu garis imajiner biogeografi wallace line untuk menjelaskan perbedaan fenomena fauna dan flora di atas. Maka sungguh tepat, bila tahun ini dalam rangka memperingati 150 tahun perjalanan A.R.Wallace di Nusantara, para peneliti muda Badan Riset Kelautan dan Perikanan, bekerjasama dengan para peneliti dari instansi terkait lainnya untuk meneruskan ekspedisi Wallacea dalam eksplorasi sumberdaya hayati dan non hayati yang terkandung di perairan Wallacea Area. Berangkat dari hal ini, Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) tahun ini mengirimkan para peneliti muda baik dari BRKP, LIPI, BPPT, Perguruan Tinggi, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah serta lembaga penelitian lainnya, untuk melakukan penelitian ilmiah bersama di kawasan Wallacea, utamanya perairan Sulawesi bagian Selatan, dan Timur melalui kegiatan Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004. Ekspedisi Ilmiah ini diharapkan merupakan awal dari penelitian multi-disiplin yang menghasilkan temuan-temuan baru sebagai masukan dalam peningkatan dan penguasaan iptek kelautan dan perikanan, khususnya dalam pengelolaan sumberdaya hayati dan non hayati di perairan Indonesia. Temuan-temuan ilmiah selama Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004 diharapkan menambah khasanah ilmu pengetahuan kita tentang sumberdaya kelautan baik hayati maupun non hayati. Pada kesempatan ini kami mengucapkan selamat dan sukses pada para peneliti atas hasil-hasil penelitian dan prestasinya serta penerbitan Buku Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004. Badan Riset Kelautan dan Perikanan Kepala,

Kegiatan Ekspedisi Wallacea Indonesia (EWI) 2004 dengan misi utama eksplorasi sumberdaya kelautan dan identifikasi pulau-pulau kecil di kawasan Wallacea, merupakan salah satu dari 5 ekspedisi yang digelar Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumber Daya Non Hayati, BRKP-DKP di tahun 2004. Ke empat ekspedisi lainnya adalah Ekspedisi Bandamin dengan misi mengeksplorasi mineral hidrothermal dasar laut, Ekspedisi INSTANT dengan misi identifikasi Arus Lintas Indonesia, Ekspedisi Landas Kontinen dengan misi untuk mengidentifikasi batas landas kontinen Indonesia dan Ekspedisi Antartika dengan misi ikut mengamati peranan perairan Antartika terhadap Indonesia. Pelaksanaan EWI 2004 diawali dengan kegiatan Workshop I yang dilaksanakan di Universitas Hasanuddin, pada 21 Mei 2004, dan dilanjutkan dengan peluncuran EWI 2004 di Pelabuhan Makassar, tanggal 22 Mei 2004, yang dimeriahkan dengan acara parade terjun payung dari Paskhas TNI-AU dan perlombaan perahu jolloro di perairan pantai Losari Makassar. Kegiatan EWI 2004 sendiri terbagi dalam 3 leg, yakni leg 1 (22 Mei 9 Juni 2004) dikonsentrasikan penelitiannya di sekitar perairan P. Bonerate, Kab. Selayar Sulawesi Selatan, leg 2 (11 Juni 30 Juni 2004) dikonsentrasikan penelitiannya di sekitar perairan P. Kabaena, Kab, Bombana, SulawesiTenggara, dan leg 3 (2 Juli 21 Juli 2004), dikonsentrasikan penelitiannya di sekitar perairan Bokan, Kab. Banggai Kepulauan. Pelaksanaan Workshop II dilaksanakan di Universitas Haluoleo, 1 Juli 2004 dan Workshop III, 18 Juli 2004 dilakukan di Banggai Kepulauan. Kegiatan ini telah melibatkan lebih 100 peneliti dari berbagai institusi dalam dan luar negeri, hampir 200 pramuka Saka Bahari dari seluruh Indonesia, dua kapal Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, KRI Tg. Dalpele dan KRI Arung Samudera, Kapal Riset Baruna Jaya III BPPT, dua kapal riset Phinisi Cinta Laut dan Sisca, serta didukung oleh hampir 40 wartawan media cetak dan elektronik serta aparat Pemerintah Daerah terkait, ikut berperan langsung dalam kegiatan ini. Sungguh, suatu kerjasama harmonis dan sinergis dalam mensukseskan pelaksanaan ekspedisi ini. Kelancaran Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004 tidak lepas dari bantuan dan partisipasi semua pihak terkait, dan pada kesempatan ini, perkenan kami selaku penanggungjawab EWI 2004 menghaturkan terima kasih kepada Kepala Staf TNIAL, Ketua Gerakan Kwartir Nasional Pramuka, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Kesehatan, Gubernur Sulawesi Selatan, Walikota Makassar, Rektor Universitas Hasanuddin, Rektor Universitas Haluoleo, Badan Pengembangan Wallacea, Badan Koordinasi Pembangunan Regional Sulawesi dan pejabat lainnya serta seluruh peneliti dan peserta EWI 2004 yang telah berpartisipasi dalam mensukseskan EWI 2004. Penanggung Jawab EWI 2004,

Dr. Indroyono Soesilo, M.Sc. APU

Dr. Ir. Safri Burhanuddin

10

Peneliti: Widodo S. Pranowo 1a, Bagus Hendrajana1a, A. Rita Tisiana DK1b, Erish Widjanarko1c, Hari Priatno1c, Hariyanto Triwibowo1c, Eva Mustikasari1d , E. Andri Kisnarti2
1a) Peneliti Oseanografi Ekspedisi Wallacea Indonesia Leg 1 (Pulau Bonerate), Staf Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta 1b) Peneliti Oseanografi Ekspedisi Wallacea Indonesia Leg 2 (Pulau Kabaena), Staf Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta 1c) Peneliti Oseanografi Ekspedisi Wallacea Indonesia Leg 3 (Bokan Kepualauan), Staf Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta 1d) Staf Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta 2) Peneliti Oseanografi Ekspedisi Wallacea Indonesia Leg 3 (Bokan Kepulauan), Staf Pengajar Jurusan Oseanografi Universitas Hang Tuah Surabaya

Gambaran Umum
Kondisi suatu perairan dapat diamati berdasarkan parameter oseanografi fisiknya, meliputi temperatur air laut, salinitas, pasang surut, kecepatan arus dan gelombang laut. Selain kondisi fisik badan air tersebut, parameter meteorologi yaitu angin dapat dijadikan sebagai parameter pendukung untuk mengetahui kondisi suatu perairan. Pengetahuan tentang kondisi fisik oseanografi pada suatu wilayah perairan, dapat dijadikan dasar untuk menjelaskan ekosistem yang ada di perairan tersebut. Pengamatan paramater oseanografi fisik pada Leg 1 dan Leg 2 dititikberatkan pada pengukuran temperatur air laut, salinitas dan densitas, sedangkan pada Leg 3 dilakukan akusisi data angin, arus, pasang surut dan gelombang laut.

Metodologi Penelitian
Beberapa alat pengukur parameter oseanografi fisik digunakan dalam ekspedisi ini, yakni (a) Pengukuran temperatur, salinitas dan densitas air laut secara vertikal dari permukaan hingga kedalaman tertentu menggunakan CTD Profiler, (b) pengukuran dan perekaman perubahan elevasi muka laut akibat pasang surut dan gelombang laut dilakukan dengan Tide & Wave Gauge, (c) pengamatan kecepatan dan arah angin dengan Anemometer, serta (d) Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP) digunakan untuk mengukur kecepatan dan arah arus pada kolom vertikal dari lapisan dasar perairan hingga lapisan permukaan tertentu. Pengukuran dengan menggunakan CTD Profiler dilakukan pada titik-titik pengukuran yang sudah ditentukan sebelumnya. Prinsip pengukuran dengan menggunakan alat ini adalah dengan memasukkan alat tersebut ke dalam air di titik yang telah ditentukan. Kedalaman titik pengukuran untuk menurunkan alat ini sebaiknya pada kedalaman lebih dari 100 m. Variasi perubahan fisik suatu perairan akan terlihat dari permukaan perairan sampai pada kedalaman lebih dari 100 m. Lapisan tempat terjadinya perubahan fisik tersebut dinamakan lapisan termoklin. Pengukuran suhu dan salinitas bertujuan untuk mengamati kondisi fisik air laut utamanya pergerakan air akibat perbedaan densitas berdasarkan analisa massa air. CTD Profiler yang digunakan dalam ekspedisi ini dilengkapi dengan botol-botol sampel untuk mengambil sampel air pada kedalaman yang telah ditentukan. Sampel air yang diambil selanjutnya dianalisa untuk mengetahui nilai kesuburan suatu perairan.

Oseanografi Fisis
Kompilator:

Widodo S. Pranowo
Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta

kapal ini biasanya dilakukan apabila ingin mengetahui kondisi kecepatan arus dengan metoda Lagrange. Metoda lagrange adalah metoda pengukuran dimana pengukuran kecepatan arus dengan cara bergerak dan kecepatan arus diukur tidak hanya pada satu titik saja, tetapi berbgai titik. Dengan cara ini dapat diketahui pergerakan badan air. Untuk keperluan analisa dan pemodelan digunakan pula data sekunder, yakni hasil ramalan pasang surut menggunakan ORITIDE-Global Tide Model yang dibangun oleh Ocean Research Institute, University of Tokyo, Jepang dan data angin dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Departemen Perhubungan. Keseluruhan data tersebut selanjutnya, dianalisa secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi fisik perairan di lokasi-lokasi riset Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004.

Lokasi Penelitian
Leg 1 melakukan pengukuran parameter temperatur, salinitas dan densitas di Selat Bonerate, perairan Pulau Kalao dan P. Bonerate seperti pada gambar halaman samping. Leg 2 melakukan pengukuran parameter fisik yang sama di perairan barat dari P. Kabaena, baik di sisi selatan maupun di sisi utara-nya. Sedangkan Leg 3 mengkonsentrasikan pengukuran, arus, pasang surut dan gelombang laut di perairan P. Salue Besar atau sejajar dengan Desa Bungin.

yang mempengaruhi kehidupan biota laut dan proses kimia perairan hingga ke skala mikro, seperti halnya proses distribusi larva ikan maupun larva hewan karang yang sangat dipengaruhi oleh fenomena pasang surut ini (Black, 2001; Romimohtarto & Juwana, 2004; Pranowo, et al., 2004). Lokasi kegiatan riset dalam rangka Ekpedisi Wallacea Indonesia 2004 ini antara lain adalah di Perairan Pulau Bonerate yang berada di Laut Flores (LEG 1), Perairan Gugus Kep. Kabaena Barat Sebelah Utara dan Selatan (LEG 2), dan Perairan P. Salue Besar Kepulauan Banggai tepatnya di sekitar Desa Bungin (LEG 3).
Grafik Pasang Surut Desa Bungin Bokan Kepulauan Banggai Sulawesi Tengah 10-16 Juli 2004
700 Kedalaman (c m) 650 600 550 500 450 400
10 11 12 13 14 15 16

Hasil Penelitian
Pasang Surut Pasang surut adalah gerakan naik turunnya permukaan air laut. Gerakan air laut ini disebabkan oleh gaya tarik benda-benda angkasa dan gaya sentrifugal (Pugh,1987). Pasang surut mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap dinamika fisik perairan baik di zona perairan pantai hingga laut lepas maupun dari zona dangkal perairan hingga kedalaman laut tertentu. Kondisi fisik perairan inilah

Gambar atas Sketsa Stasiun Pengukuran CTD di Perairan Bonerate & Kalao

Tide & Wave Gauge diletakkan di dasar laut pada perairan yang dangkal. Alat ini dilengkapi oleh berbagai sensor yang dapat merekam tinggi muka air (sea level) dan juga tinggi gelombang atau tekanan permukaan (subsurface) terhadap ketinggian gelombang. Anemometer dipasang di atas kapal phinisi Cinta Laut yang digunakan pada ekspedisi ini. Alat ini akan merekam kecepatan dan arah angin selama kegiatan pengukuran berlangsung. ADCP dipasang pada dasar perairan mulut sungai, dimana pertukaran air yang keluar masuk sungai tersebut cukup kuat. Sehingga pergerakan air dapat terekam pada alat ini dengan baik. Alat ini dapat juga dipasang di dasar kapal. Penempatan alat di dasar

Perairan Pulau Bonerate Pasang Surut Hasil Ramalan 1 Mei - 2 Agustus 2004 150

Tanggal

100

Gambar atas Pasang Surut Hasil Pengukuran dengan Tide Gauge di Pulau Salue Besar (garis kuning = tinggi maksimum pasut, garis merah muda = Mean Sea Level, garis biru muda = muka surutan atau chart datum)

Tinggi (c m)

50

0 1 -50 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92

-100

-150 Waktu (Jam ke- )

Perairan Pulau Kabaena Pasang Surut Hasil Ramalan 1 Mei - 2 Agustus 2004

Gambar bawah Pengambilan contoh air dari CTD pada Leg 1 di Perairan Bonerate

150

100

50 Tinggi (c m)

Ketiga lokasi tersebut secara umum mempunyai tipe pasang surut Campuran cenderung ke Harian Ganda (Mixed Tide Prevailing Semidiurnal), dimana dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda, dinyatakan dalam kisaran nilai Formzahl sebesar 0,25 < F < 1,50 (Wyrtki,1961). Hal tersebut diatas terlihat dari pola grafik hasil ramalan pasut menggunakan ORITIDE di lokasi LEG 1 dan LEG 2 yang tampak pada gambar disamping, dan pengukuran in situ dengan menggunakan Tide Gauge di lokasi LEG 3. Nilai Formzahl hasil perhitungan berdasarkan konstanta Harmonik Pasang Surut seperti pada gambar diatas yang dilakukan terhadap data pasut di Perairan P. Salue Besar Kepulauan Banggai tepatnya di sekitar Desa Bungin (LEG 3) adalah 0,8. Grafik pasut di Perairan P. Salue Besar pada gambar diatas terlihat kisaran yang sangat tinggi yaitu 525-

0 1 -50 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92

-100

-150 Waktu (Jam ke- )

Gambar atas Sketsa Stasiun Pengukuran CTD di Perairan Kabaena bagian Barat

Gambar atas Pasang Surut Hasil Ramalan di Perairan Pulau Bonerate dan di Perairan Pulau Kabaena

124

Tabel Konstanta Harmonik diolah dengan menggunakan Metode Admiralty Pasang Surut
Konstanta A Cm go S 587 M 37 341 S 13 125 N 8 224 K 22 268 O 18 282 M 3 180 MS 4 276 K 3 125 P1 7 268

pengukuran dilakukan yaitu pertengahan bulan Juli, yang mempengaruhi Laut Flores pada umumnya dan perairan Bonerate dan sekitarnya adalah dari Laut Banda, yang diakibatkan adanya Monsun Tenggara (BRKP, 2003).

Tabel Air Pasang Tertinggi, Air Surut Terendah dan Tunggang Maksimum
P. Bonerate Air Pasang Tertinggi Air Surut Terendah Tunggang Maksimum + 106, 65 cm 136,40 cm 243,03 cm P. Kabaena + 109,41 cm 140,42 cm 249,83 cm

640 cm, hal ini disebabkan penempatan Tige gauge adalah dilakukan pada kedalaman 587 cm. Sedangkan tinggi rata-rata air pasang tertinggi, air surut terendah, dengan tunggang maksimum secara lengkap di lokasi riset terlihat di Tabel diatas. Secara umum dari ketiga lokasi terlihat tunggang maksimum berturut-turut nilai tertinggi dimiliki oleh Perairan P. Kabaena, P. Bonerate, dan P. Salue Besar. Temperatur dan Salinitas Perairan Pulau Bonerate Pengukuran parameter oseanografi fisik berupa temperatur dan salinitas dengan menggunakan CTD Profiler di Perairan sekitar Pulau Bonerate dan Pulau Kalao dilakukan pada 5 titik stasiun, dimana 3 titik stasiun berada di sepanjang Selat Bonerate, 1 titik stasiun di Selatan P. Kalao, dan 1 titik stasiun di Tenggara P. Bonerate. Dimana pengukuran CTD dilakukan hanya dilakukan hingga kedalaman maksimum sekitar 70 meter dikarenakan kedalaman di sekitar Selat Bonerate yang dangkal sedangkan pada stasiun lain (Stasiun 4 dan 5) saat pengukuran dilakukan kondisi perairan kurang memungkinkan untuk dilakukan pengukuran lebih dalam dari 70 meter. Perairan Bonerate dan Kalao terletak di Laut Flores yang secara umum dipengaruhi oleh air yang mengalir dari Laut Banda dan Selat Makassar. Massa air yang berasal dari Selat Makassar adalah salah satu bagian dari Arus lintas Indonesia (Indonesian Throughflow) yang dominan mengalir menuju ke Laut Banda dimana sebelumnya melewati Laut Flores (Fine, et al., 1994; Lukas, et al., 1996; Godfrey, et al., 1996). Sedangkan berdasarkan hasil simulasi model arus yang pernah dilakukan, massa air pada saat

Hasil pengukuran di Stasiun 1 dari permukaan laut hingga kedalaman 20 P. Salue Besar meter temperatur menurun dari nilai 29,5 + 75 cm C menjadi 29,2 C, kemudian dari 20 120 cm meter hingga 30 meter nilai temperatur 195 cm konstan pada nilai sekitar 29,2 C, sedangkan pada sekitar 32 meter temperatur turun menjadi sekitar 29 C. Temperatur menjadi sekitar 29,2 C saat mencapai kedalaman sekitar 35 meter, pada 35 meter hingga 40 meter temperatur turun kembali hingga mencapai sekitar 28,5 C. Dan saat kedalaman mencapai 70 meter, temperatur menurun hingga menjadi sekitar 28 C.

Gambar bawah Coral Mushroom sebagai komponen ekosistem yang dipengaruhi oleh kondisi temperatur dan salinitas perairan.

Gambar bawah Temperatur dan Salinitas di Perairan Bonerate dan Kalao

125

Temperatur pada Stasiun 4, dari permukaan laut hingga kedalaman 20 meter terlihat menurun dari nilai sekitar 30,27 C menjadi sekitar 30,1 C. Temperatur bernilai konstan yaitu sekitar 30 C dari kedalaman 20 meter hingga 30 meter, dan nilainya terus turun hingga kedalaman sekitar 70 meter. Hasil pengukuran pada Stasiun 5, di kedalaman 10 meter hingga 30 meter temperatur berkisar antara 30,26 C hingga 29,98 C. Temperatur pada kedalaman antara 30 meter hingga 45 meter cenderung konstan yaitu bernilai sekitar 29,97 C. Kemudian temperatur terlihat menurun terus hingga mencapai sekitar 28,1 C pada kedalaman 70 meter. Hasil pengukuran di Stasiun 1, semakin bertambahnya kedalaman maka salinitas cenderung meningkat walaupun gradien peningkatannya tidak terjadi secara konstan. Salinitas di permukaan laut hingga kedalaman 30 meter meningkat dari nilai 33,3 PSU menjadi bernilai sekitar 33,4 PSU, namun saat mencapai kedalaman 35 meter terjadi penurunan nilai salinitas dari 33,4 PSU menjadi sekitar 33,3 PSU. Nilai salinitas kembali meningkat dari nilai sekitar 33,3 PSU menjadi sekitar 33,5 PSU saat mencapai kedalaman 40 m, kemudian salinitas terus bertambah hingga mencapai kedalaman 60 meter yaitu hingga bernilai sekitar 33,55 PSU, tetapi saat mencapai kedalaman 70 meter nilai salinitas menurun menjadi sekitar 33,45 PSU. Semakin bertambahnya kedalaman pada Stasiun 2, salinitas cenderung meningkat, walaupun gradien peningkatan tidak terjadi secara konstan. Salinitas di permukaan laut hingga kedalaman 30 meter bernilai sekitar 33,3 PSU, namun saat mencapai kedalaman 37 meter terjadi penurunan nilai salinitas dari 33,3 PSU menjadi 33,2 PSU. Nilai salinitas kembali meningkat dari nilai sekitar 33,3 PSU hingga menjadi 33,4 PSU dari kedalaman 40 meter hingga 42 meter, dan nilai salinitas terus meningkat hingga mencapai kedalaman 70 meter dengan nilai salinitas menjadi sekitar 33,68 PSU. Salinitas minimum yang terukur di Stasiun 3 adalah 33,7 PSU yaitu pada kedalaman sekitar 66 meter, dan nilai maksimum yang terukur adalah sekitar 33,1 PSU di kedalaman 11 meter. Nilai salinitas bertambah sesuai dengan pertambahan kedalaman, tetapi pada

kedalaman antara 45 meter hingga 46 meter nilai salinitas yang harusnya meningkat menjadi menurun yaitu dari nilai sekitar 33,32 PSU menjadi 33,25 PSU. Kemudian pada kedalaman 46 meter salinitas meningkat kembali menjadi sekitar 33,29 PSU. Penurunan nilai salinitas ini juga terjadi di kedalaman antara 53 meter hingga 54 meter, dimana salinitas dari 33,70 PSU menjadi 33,69 PSU. Sementara di kedalaman antara 58 meter hingga 59 meter, salinitas turun dari nilai sekitar 33,71 PSU menjadi 33,64 PSU. Pada kedalaman 62 meter nilai salinitas turun hingga mencapai sekitar 33,70 PSU. Perubahan nilai salinitas pada Stasiun 4 jika dilihat dari grafik adalah cenderung tidak teratur, di kedalaman tertentu salinitas meningkat namun kadang juga

mengalami penurunan. Penurunan salinitas yang sangat signifikan terlihat di antara kedalaman 18 meter dan 20 meter dimana salinitas mengalami penurunan dari nilai sekitar 33,1 PSU menjadi sekitar 33,03 PSU, selanjutnya salinitas kembali meningkat. Pola yang sama terjadi pula pada kedalaman antara 59 meter hingga 60 meter dimana nilai salinitas kembali menurun menjadi 33,25 PSU dari nilai semula yaitu 33,32 PSU, kemudian meningkat kembali hingga mencapai nilai maksimum yaitu 33,4 PSU. Hasil pengukuran pada Stasiun 5, di kedalaman antara 10 meter hingga 20 meter salinitas berkisar antara 33,08 PSU hingga 33,1 PSU, pada saat kedalaman 25 meter nilai salinitas kembali menurun menjadi sekitar 33,09 PSU kemudian kembali mengalami kenaikan

Gambar bawah Seorang peneliti Pusriswilnon sedang memrogram Rosette-CTD agar menutup pada kedalaman yang dikehendaki

Gambar atas Tampak nahkoda Phinisi Cinta Laut sedang mendengarkan petunjuk arah dari salah seorang peneliti dengan menggunakan hand GPS

Temperatur pada Stasiun 2 dari permukaan laut hingga kedalaman 20 meter menurun dari sekitar 29,72 C menjadi 29,67 C, kemudian dari kedalaman 20 meter hingga 45 meter temperatur berkisar antara 29,60 C hingga 29 C. Temperatur juga turun pada kedalaman sekitar 49 meter hingga 50 meter yaitu menjadi sekitar 28,70 C, namun temperatur naik kembali menjadi sekitar 29,8 C saat mencapai kedalaman sekitar 52 meter. Pada kedalaman 53 hingga kedalaman 70 meter temperature menurun hingga mencapai sekitar 28C. Temperatur maksimum di Stasiun 3 mencapai 29,75 C pada kedalaman 11 meter, sedangkan nilai minimum sekitar 26,75 C ada di kedalaman sekitar 66 meter. Temperatur terlihat menurun dari kedalaman antara 10 meter hingga 20 meter, yaitu dari nilai sekitar 29,7 C menjadi 29,5 C, namun di kedalaman antara 20 meter dan 45 meter temperatur cenderung konstan dengan nilai sekitar 29,4 C. Selanjutnya dari kedalaman 45 meter hingga 65 meter, temperatur pun terus menurun.

127

128

Gambar samping Deployment Rosette-CTD profiler dengan menggunakan winch di perairan Kabaena

34,75 PSU, dan temperatur perairan 18-28 oC. Perubahan nilai salinitas dan temperatur secara cepat terjadi pada permukaan sampai kedalaman 100 meter, sedangkan di atas kedalaman 100 meter, nilai salinitas dan temperature cenderung stabil. Dimana secara lebih detail kisaran yang terukur dari massa air di permukaan hingga kedalaman 139150 meter adalah sebagai berikut; di perairan Kabaena Barat sebelah Selatan mempunyai Salinitas berkisar antara 34,75-32,57 PSU, dan
Gambar atas Profil Salinitas dan Temperatur Kabaena Barat sebelah Selatan

nilai lagi hingga mencapai 33,17 PSU pada kedalaman 63,092 meter. Penurunan yang cukup drastis terlihat di kedalaman antara 64 meter dan 65 meter dimana salinitas mencapai nilai 33,04 PSU dari nilai semula yaitu 33,17 PSU. Nilai salinitas kembali meningkat hingga kedalaman 69 meter dengan nilai sekitar 33,48 PSU, dan menurun kembali menjadi sekitar 33,42 PSU pada kedalaman 70 meter. Perairan Pulau Kabaena Pengukuran parameter oseanografi fisik yang berupa temperatur dan salinitas dengan menggunakan CTD Profiler di Perairan sekitar Pulau Kabaena bagian Barat dilakukan sebanyak 12 titik stasiun, dimana 3 titik stasiun berada di sepanjang Selat Bonerate, 6 titik stasiun berada di sisi Selatan P. Kabaena bagian Barat, dan 6 titik stasiun lagi berada di sisi Utara P. Kabaena bagian Barat. Dimana pengukuran CTD dilakukan hanya dilakukan hingga kedalaman maksimum sekitar 140-150 meter walaupun kedalaman sebenarnya berkisar 200-350 meter. Hal ini dikarenakan saat pengukuran dilakukan kondisi perairan kurang memungkinkan untuk dilakukan pengukuran lebih dalam dari 150 meter. Secara umum kondisi massa air di perairan Kabaena Barat mempunyai Salinitas berkisar antara 30,90-

temperatur berkisar antara 29-19 oC, sedangkan di perairan Kabaena Barat sebelah Utara mempunyai Salinitas berkisar antara 34,75-30,90 PSU, dan temperatur berkisar antara 28-18 oC. Kondisi ini merupakan kondisi yang baik untuk kehidupan karang dan lamun. Menurut berbagai sumber kondisi ini merupakan kondisi yang yang baik untuk pertumbuhan karang, baik organisme yang hidup di karang maupun pertumbuhan karang itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari formasi karang yang ada di sekitar perairan Kabaena yang cukup banyak terutama di perairan Kabaena Barat bagian utara. Berdasarkan deskripsi diatas dan hasil analisa pada gambar halaman sebelumnya, dari hasil pengukuran salinitas dan temperatur di 12 lokasi yang ada, terlihat temperatur perairan di sebelah selatan Kabaena bagian Barat lebih dingin dibandingkan dengan di sebelah utara, sedangkan salinitas terlihat sedikit lebih tinggi di sebelah Selatan dibandingkan di sebelah Utara. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perairan Kabaena bagian Barat dipengaruhi oleh air yang mengalir dari Laut Flores akibat pengaruh Monsun Tenggara pada saat pengukuran dilakukan yaitu pertengahan bulan Juli. Dimana pada periode tersebut

Gambar atas Profil Salinitas dan Temperatur Kabaena Barat sebelah Utara

129

130

massa air yang mengalir dari Laut Banda mengalir menuju ke Barat, sebagian dari massa air tersebut memasuki Laut Flores lalu berbelok menuju Teluk Bone, dan sebagian lagi mengalir memasuki perairan pedalaman di sekitar P. Buton dan P. Muna (yaitu Selat Tioro dan Selat Buton) kemudian bergabung dengan aliran massa air di Laut Flores ataupun yang meninggalkan Teluk Bone. Kemungkinan massa air yang mengalir dari Selat Flores dan massa air yang keluar dari Selat Buton kemudian mengalir menuju Baratlaut adalah yang dominan mempengaruhi kondisi massa air perairan Kabaena bagian Barat sebelah Selatan. Sedangkan aliran massa air yang keluar dari Selat Tioro kemungkinan ada yang berbelok ke arah Teluk Bone dan sebagian mengalir menyusuri sebelah utara Perairan P. Kabaena bagian Barat. Pulau Kabaena bagian barat memiliki sungai yang cukup besar yaitu sungai Lakulampa (bahasa setempat : Ee Lakulampa). Sungai ini memiliki arus yang cukup deras, sehingga air sungai ini dapat menyuplai air tawar ke laut. Salinitas dan suhu air laut rendah di mulut sungai hingga mencapai jarak sekitar 300 meter ke arah laut. Kondisi batimetri di Teluk Pising dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa perairan Teluk Pising adalah

perairan yang dangkal. Kedalaman perairan dari mulut teluk hingga ke dalam adalah berkisar antara 5-30 meter dan kondisi dasar laut cenderung datar. Perairan Teluk Pising ini relatif tenang, karena teluk tersebut terletak pada daerah yang terlindung dari hempasan gelombang yang disebabkan oleh angin timur. Arus dan Gelombang Perairan Pulau Salue Besar Hasil pengukuran ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler) yang diletakkan di kedalaman 5 meter selama 7 hari menunjukkan bahwa kecepatan arus maksimum mencapai angka 3 knot atau 1,5432 m/detik. Arah arus datang dari arah Tenggara hingga Barat Daya, namun didominasi oleh arah dari Selatan. Hal ini diduga dikarenakan oleh letak geografis perairan di Pulau Salue Besar yang masih mendapat pengaruh yang sangat besar dari Laut Banda.
Gambar samping Peralatan navigasi elektronik berupa GPS yang terdapat pada Kapal Cinta Laut untuk menentukan arah secara tepat Gambar bawah Perangkat komputer untuk mengolah dan mengoperasikan alat instrumentasi kelautan juga dipasang pada Kapal Cinta Laut. Komputer yang terletak dibagian belakang ini terhubung secara langsung dengan perangkat navigasi.

a (0) 42 36 30 24 18 12 6 0 6 12 18 24 30 36 42

Cos a 0,743

X (km) 1,54

X Cos a 1 40 5 457 476 8 8 8 15 489 476 25 433 405 19 2862 212 km

Gambar bawah Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP) yang berada dalam frame dan Tide & Wave Gauge sedang disiapkan untuk deployment pada Ekspedisi Wallacea ini

0,809 50,01 0,866 5,39 0,914 500 0,951 500 0,978 7,70 0,995 7,70 1 7,70 0,995 15,40 0,978 500 0,951 500 0,914 26,95 0,866 500 0,809 500 0,743 25,41 13,5120 Fetch Efektif =

Tabel Perhitungan Fetch Effektif

Hasil pengukuran gelombang di perairan Desa Bungin (P. Salue Besar) selama pengamatan dan data sekunder yang berupa kombinasi data angin yang diukur dari kapal dan dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), adalah digunakan dalam menganalisa fenomena gelombang laut yang terjadi.

131

132

Kec Angin (Knot) 20

Kec. Angin di RL Darat (UL=m/s) 10,29 Laut (Uw = m/s) 11,32

Faktor Teg. Angin Fetch Efektif F Tinggi Gelombang (Km) H (m) (UA = m/s) 14,04 212 3,25

Periode Gelombang T (detik) 9,00

D (m) 5 10 15 20 25 30

T (dt) 9 9 9 9 9 9

d/Lo 0,0396 0,0791 0,1187 0,1583 0,1978 0,2374

tan h 2p d / L 0,47789 0,64646 0,75593 0,83214 0,88602 0,92383

C1

/C2

C2

/C1

1,10

Tabel Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang

1,35 1,17 1,10 1,06 1,04


C1

0,74 0,86 0,91 0,94 0,96


C2

menjadi 7 m/dt dengan panjang gelombang dari 112 meter di kedalaman 25 meter menjadi sekitar 60 meter di kedalaman 5 meter. Energi (E) dan tenaga gelombang (P) di perairan transisi adalah mencapai sekitar 1.548,3 Nm/m2 dengan tenaga sebesar 172 Nm/m2.dt-1. Energi dan tenaga gelombang tersebut berkurang ketika memasuki kedalaman 25 meter hingga di kedalaman 5 meter. Hasil perhitungan ini sesuai dengan apa yang ditulis dalam CERC (1984) bahwa apabila sebuah gelombang bergerak dari laut dalam menuju ke laut dangkal, maka kecepatan akan berkurang bersamasama dengan kedalaman dan panjang gelombang akan berkurang secara proporsional. Fenomena gelombang laut yang terjadi di perairan P. Salue Besar adalah sebagai berikut: Cepat rambat gelombang berkurang dengan kedalaman, panjang gelombang juga berkurang secara linier. Variasi cepat rambat gelombang terjadi di sepanjang garis puncak

Angin di atas Pulau Salue Besar bertiup dari Tenggara, namun karena kondisi geografis lebih mendominasi arah angin, maka arah dari Selatan adalah lebih memungkinkan. Kecepatan angin berhembus di darat sebesar 20 knot, dimana data ini digunakan untuk
d (m)

diperoleh hasil berupa tinggi gelombang di sekitar stasiun pengamatan bisa mencapai 3 meter dengan periode waktu 9 detik. Berdasarkan periode gelombang tersebut, dapat diketahui bahwa nilai kedalaman relatif (d/L)-nya dari
L (m) 60 82 96 105 112 117 C (m/dt) 7 9 11 12 12 13 E (Nm/m2) 800,9 1083,4 1266,9 1394,6 1484,9 1548,3 P (Nm/m2.dt-1) 89,0 120,4 140,8 155,0 165,0 172,0 Klasifikasi Perairan dangkal dangkal dangkal dangkal dangkal transisi

Tabel Hitungan /C2 dan /C1

T (dt) 9 9 9 9 9 9

Lo (m) 126,36 126,36 126,36 126,36 126,36 126,36

Co (0/dt) 14,04 14,04 14,04 14,04 14,04 14,04

/Lo

/L

tabel. Sehingga jika diklasifikasikan, maka di kedalaman 0-25 meter tergolong perairan yang dangkal, sedangkan di kedalaman 30 meter merupakan daerah transisi dari perairan yang dangkal menuju ke perairan yang dalam. Cepat rambat gelombang (C) di perairan transisi sebesar 13 m/dt dengan panjang gelombang mencapai 117 meter. Cepat rambat gelombang pada perairan dangkal yang bergerak menuju ke pantai berangsur-angsur berkurang dari 12 m/dt hingga

5 10 15 20 25 30

0,0396 0,0791 0,1187 0,1583 0,1978 0,2374

0,08280 0,12242 0,15703 0,19020 0,22330 0,25699

Tabel Hasil Perhitungan Panjang, Kecepatan, Energi, dan Tenaga Gelombang di Pulau Salue Besar.

d (m) 5 10 15 20 25 30

T (dt) 9 9 9 9 9 9

H (m) 3 3 3 3 3 3

Lo (m) 126,36 126,36 126,36 126,36 126,36 126,36

Co (0/dt) 14,04 14,04 14,04 14,04 14,04 14,04

/Lo

/L

L (m) 60 82 96 105 112 117

C (m/dt) 7 9 11 12 12 13

0,0396 0,0791 0,1187 0,1583 0,1978 0,2374

0,08280 0,12242 0,15703 0,19020 0,22330 0,25699

menghitung Fetch Effektif. Hasil perhitungan dari Fetch Effektif dapat dilihat pada tabel sebelumnya. Hasil perhitungan terhadap data sekunder menunjukkan harga Fetch Effektif sebesar 212 km, kemudian digunakan juga data hasil transformasi dari data angin di atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi menjadi data angin di atas permukaan laut. Hubungan antara angin di atas laut, dengan angin di atas daratan dapat dilihat pada tabel diatas. Berdasarkan pada kecepatan angin, dan panjang Fetch diatas, dilakukanlah peramalan gelombang sehingga

laut menuju pantai adalah semakin kecil, yaitu bernilai dari 0,26 di kedalaman 30 meter hingga bernilai 0,08 di kedalaman 5 meter seperti yang disajikan dalam

ao 30 30 30 30 30 30

Sin a 0,24 0,32 0,38 0,42 0,44 0,46

a 13,89 18,66 22,33 24,83 26,1 27,39

Kr 0,94 0,96 0,97 0,98 0,98 0,99

no 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

n 0,92002 0,84626 0,77967 0,72081 0,67018 0,62802

Ks 1,07 0,96 0,92 0,91 0,92 0,93

Hn (m) 3,02 2,74 2,67 2,68 2,70 2,75

Keterangan Pecah Normal Normal Normal Normal Normal

Tabel Tinggi Gelombang setelah Refraksi (atas) dan Shoaling (bawah)

H (m)
Gambar samping CTD tipe portable yang juga dipakai pada Ekspedisi ini tampak sedang di-deploy dari perahu nelayan

T (dt) 9

Kr 0,94

H'o (m) 2,83

H'o

/gT2

m 0,03

Hb

/H'o

Hb (m) 3,54

Hb

/gT2

db

/Hb

db (m) 2,7

Type Plunging

0,0036

1,25

0,0045

0,75

Tabel Perhitungan Gelombang Pecah

133

134

Refraksi gelombang dan pendangkalan perairan juga akan mempengaruhi ketinggian gelombang laut (lihat Tabel dibawah). Dalam hal ini pada perairan berkedalaman antara 30 meter hingga 10 meter tinggi gelombang masih dibawah angka 3 meter, tetapi ketika memasuki perairan berkedalaman 5 meter tinggi gelombang dapat mencapai ketinggian sekitar 3 meter. Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai P. Salue Besar mengalami perubahan bentuk karena pengaruh perubahan kedalaman laut yang menyebabkan kemiringan pantai tertentu. Kemiringan inilah yang mempengaruhi gelombang pecah. Pada kemiringan tersebut kecepatan partikel di puncak gelombang sama dengan kecepatan rambat gelombang. Kemiringan yang lebih tajam dari batas maksimum dapat menyebabkan kecepatan partikel di puncak gelombang menjadi lebih besar dari kecepatan rambat gelombang sehingga akan terjadi ketidakstabilan dan selanjutnya menyebabkan gelombang menjadi pecah. Gelombang laut dalam yang bergerak menuju ke pantai P. Salue Besar akan bertambah kemiringannya sampai akhirnya tidak stabil dan pecah pada kedalaman 2,7 meter dengan tinggi gelombang mencapai 3,54 meter. Berdasarkan hasil perhitungan, tipe gelombang di perairan P. Salue Besar adalah Plunging. Tipe gelombang Plunging terjadi apabila kemiringan gelombang dan dasar bertambah, gelombang akan pecah dan puncak gelombang akan memutar dengan massa air pada puncak gelombang akan terjun ke depan. Energi gelombang pecah dihancurkan dalam turbulensi, sebagian kecil dipantulkan pantai ke laut, dan tidak banyak gelombang baru yang terjadi pada air yang lebih dangkal (CERC, 1984).

CERC., 1984. Shore Protection Manual, Washington: US Army Coastal Engineering Research Center. Fine, R.A., R. Lukas, F.M. Bingham, M.J. Warner, and R.H. Gammon., 1994. The Western Equatorial Pacific is a Water Mass Crossroads. Journal of Geophysical Research, Vol. 99, Pages 25,063 -25,080, 1994. Godfrey, J. S., 1996. The Effect of The Indonesian Throughflow on Ocean Circulation and Heat Exchange with The Atmosphere: A Review. Journal of Geophysical Research, Vol. 101, Pages 12,217 12,237, 1996. Lukas, R., Toshio Yamagata, Julian P. McCreary., 1996. Pacific Low-latitude Western Boundary Currents and The Indonesian Througflow. Journal of Geophysical Research, Vol. 101, Pages 12,209 -12,216, 1996. Romimohtarto, K., dan S. Juwana., 2004. Meroplankton Laut: Larva Hewan Laut yang Menjadi Plankton. Djambatan. Jakarta. Pranowo, W. S., Yulia Herdiani, Ivonne M. Radjawane., 2004. Barotropic Tidal And Wind-Driven Larval Transport On Saleh Bay, Sumbawa, Indonesia. The 12th Workshop on Ocean Models. Marine Resources Conservation Working Group of APEC. Dalian, China. September 7 11, 2004. Pugh, D.T., 1987. Tides, surges and Mean Sea-Level. John Wiley & Sons. Chichester New York Brisbane Toronto Singapore, 472 pp. Wyrtki, K., 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Report Vol. 2. Scripps Institution of Oceanography, La Jolla, California.

Lokasi 1
Arah Refraksi Gelombang Garis Pantai Garis Kontur Dermaga

Gambar atas Refraksi Gelombang di Perairan Pantai Desa Bungin P. Salue Besar

gelombang yang bergerak dengan membentuk sudut terhadap garis kedalaman laut, karena bagian dari gelombang di laut dalam bergerak lebih cepat daripada di laut yang dangkal. Variasi tersebut menyebabkan puncak gelombang membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis kontur dasar laut. Pembelokan tidak begitu terlihat pada perairan berkedalaman 30 meter yang merupakan daerah transisi, tetapi ketika memasuki perairan berkedalaman 20 meter saat menuju ke pantai pembelokan terlihat signifikan.

Hal ini membuktikan bahwa di laut dalam, gelombang tidak mengalami refraksi, sedangkan di laut dangkal dan transisi, pengaruh refraksi adalah semakin besar. Pembelokan gelombang laut tersebut dapat dilihat dalam gambar disamping. Dimana pada lokasi 1 garis orthogonal gelombang menguncup, sedangkan di lokasi 2 garis orthogonal gelombang menyebar. Hal ini menyebabkan energi yang ada pada setiap garis orthogonal mengumpul sehingga di lokasi 1 energinya adalah lebih besar dibandingkan dengan lokasi 2 seperti tampak pada tabel diatas.

Lokasi 2

Daftar Pustaka
Black, K., 2002, Langrangian dispersal and sediment transport model POL3DD, ASR Ltd., Hamilton. BRKP, 2003. Identifikasi Kantong Tuna Kaitannya Dengan Dinamika Marin Atmosfer. Laporan Riset TA 2003 Pusat Riset Wilayah Laut & Sumberdaya Nonhayati. Badan riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan & Perikanan.

135

136

Ucapan Terima Kasih dan Biodata Peserta

Ucapan terima kasih disampaikan kepada:


Kepala Staf Angkatan Laut Tentara Nasional Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut IV Makassar Sekretaris Kementrian kebudayaan dan Pariwisata Kepala Staf Operasi Angkatan Laut Tentara Nasional Indonesia Kepala Staf Operasi Angkatan Udara Tentara Nasional Indonesia Gubernur Sulawesi Selatan Gubernur Sulawesi Tenggara Gubernur Sulawesi Tengah Rektor Universitas Hasanuddin Rektor Universitas Haluoleo Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan DKP Kepala DInas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Selatan Kepala DInas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Tenggara Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Tengah Kepala Dinas Pembinaan Potensi Maritim TNI AL Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar Kepala Taman Nasional Laut Wakatobi Badan Koordinasi Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS) Walikota Makassar Walikota Buton Bupati Buton Bupati Selayar Bupati Bombana Bupati Banggai Kepulauan Camat Pasimarannu, Kabupaten Selayar Camat Pasilambena, Kabupaten Selayar Camat Kabaena Barat, Kabupaten Bombana Camat Bokan Kepulauan, Kabupaten Banggai Kepulauan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Ketua Satuan Tugas Pramuka Peduli Yayasan Cinta Laut Yayasan Lepra Stichting Yayasan Pengembangan Wallacea PT. Anindita Multi Niaga Indonesia PT. Reico Pratama Indonesia METRO TV TV 7 Harian Umum Kompas Harian Umum Republika Harian Umum Suara Pembaruan Harian Umum Sinar Harapan Harian Umum Fajar Harian Umum Tribun Timur Majalah Intisari Majalah Pramuka Grup Gramedia Majalah Panitia Pelaksana Jakarta dan Makassar

Editor Buku

Dr. Safri Burhanuddin, DEA. Lahir di Makassar, 24 Juli 1961. Kepala Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Memperoleh gelar Sarjana Geologi di Universitas Padjadjaran tahun 1985, dan gelar Master (DEA) dan Doktor dari UBO Perancis tahun 1990 dan 1994. Dr. Agus Supangat, DEA Lahir di Solo, 18 Agustus 1957. Kepala Bidang Sumberdaya Nonhayati dan Arkeologi Laut Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP-DKP. Memperoleh Gelar Sarjana Oseanografi di ITB tahun 1983, Gelar DEA dari Universite de Blaise Pascal Perancis tahun 1989, dari UBO Brest Perancis tahun 1990, serta gelar Doktor dari Universite de Montpellier II Perancis tahun 1996. Dr. Budi Sulistiyo, M.Sc. Lahir di Solo, tanggal 30 November 1966. Kepala Bidang Tata Wilayah Laut, Pusat Riset Wilayah Laut dan dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Alumni OFP III dengan menyelesaikan pendidikan S1 hingga S3 tahun 1987-1995 di bidang Physical - Geographic Science di Universitas Innsbruck-Austria.

139

140

Peserta Leg 1

Hera Febrina. Mahasiswi S1 Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin Makassar ini lahir di Ujung Pandang pada tanggal 6 April 1983. Meneliti bidang biologi (plankton)

Widodo Setiyo Pranowo, M.Si. Peneliti Pusat Riset wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati. Sarjana Ilmu Kelautan Universitas Universitas Diponegoro dan S2 Oseanografi Institut Teknologi Bandung. Ketua Leg 1 Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004. Meneliti bidang oseanografi

Bagus Hendrajana, M.Sc. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dan S2 Technology Policy The University of Manchester Inggris. Bertanggung Jawab terhadap instrument penelitian Leg 1 EWI 2004 Zul Janwar, S.Kel. Memperoleh gelar sarjana dari Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautand an Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar, Sekarang bertugas sebagai staf pada Seksi Perlindungan dan Konservasi pada Dinas Perikanan & Kelautan Kabupaten Selayar. Meneliti Bidang Oseanografi

Eko Triarso, ST. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, BRKP DKP. Sarjana Teknik Geologi Universitas Trisakti Jakarta. Meneliti bidang geologi

Andi Muhammad Muzakkir. Mahasiswa S1 Ilmu Kelautan UMI Makassar. Meneliti bidang oseanografi

Niken Tyas Wiratry, S.Si. Memperoleh gelar Sarjana Biologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Meneliti bidang Biologi (Mangrove)

Ary Widyanto, ST. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, BRKP DKP. Sarjana Ilmu Komputer Universitas Gunadarma Jakarta. Bertanggung jawab terhadap instrument penelitian selama Leg 1 EWI 2004

Dody Priosambodo, S.Si. Meraih gelar sarjana biologi dari Universitas Hassanuddin Makassar pada tahun 2001. Pada saat ini sebagai dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Hasanuddin Makassar. Meneliti bidang Biologi (Lamun)

Edi Prasetyo. Reporter METRO TV Jakarta, meliput Leg 1 EWI 2004 untuk acara Expedition

Farid Murtadha. Mahasiswa di Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar. Meneliti bidang Geologi

Tubagus Dedi. Reporter Metro TV Jakarta, meliput Leg 1 Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004 untuk acara Expedition

Ratni. Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar.

Bobby Gunawan. Reporter Harian Tempo Jakarta, Meliput Leg 1 Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004 dan diterbitkan dalam Rubrik Iptek Harian Tempo

Hana Krismawati. Mahasiswi S1 Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Meneliti bidang biologi (Mangrove)

Ahmad, ST. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, BRKP DKP. Sarjana Teknik Geologi Universitas Hasanuddin Makassar. Wakil Ketua Pelaksana Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004. Meneliti Bidang Geologi

Meutia Farida, S.T. M.T. Memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Jurusan Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin pada tahun 1998. Gelar Master diperoleh dari ITB pada bidang Sedimentologi Batuan Karbonat pada tahun 2002. Meneliti bidang geologi

141

142

Imran. Tercatat sebagai Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin Makassar. Meneliti bidang Oseanografi

Kelsey Desjardin. Peneliti Coral dan Sponge University of British Columbia, Kanada.

Ariani Andayani S.Si. Peneliti Pusat Riset Teknologi Kelautan, BRKP DKP. Gelar Sarjana diperoleh dari Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada 2001. Meneliti bidang geografi

Drs. Thamrin Wikanta. Peneliti Kimia Laut Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi, BRKP DKP.

Restu Nur Afi Ati, S.ST.Pi. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati BRKP DKP. Sarjana Sains Terapan Perikanan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Meneliti bidang biologi (Plankton)

Wiko Rahardjo. Reporter Harian Samudera Jakarta

Hermin Risalina, SE. Sarjana Ekonomi Universitas Brawijaya Malang, Meneliti bidang Sosial Ekonomi

Tawakkal. Reporter Harian Fajar, Makassar

Hatim Albasri, S.Pi. Peneliti Pusat Riset Perikanan Budidaya BRKP DKP. Meneliti bidang Budidaya Perairan

Suci Haryati. Reporter METRO TV Jakarta, meliput Leg 1 EWI 2004 untuk acara Oasis

Triyono, S.Si. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati BRKP DKP. Gelar Sarjana diperoleh dari Jurusan Geografi Fisik Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Meneliti bidang toponimi pulau

Yudi Mahendra. Reporter METRO TV Jakarta, meliput Leg 1 EWI 2004 untuk acara Oasis

Aziz Salam, ST. Dosen Universitas Hasanuddin Makassar. Saat ini sedang menempuh pendidikan pasca sarjana di Ehime University, Jepang. Meneliti bidang Antropologi

dr. Ade Candra. Staf Departemen Kesehatan Lepra Stichting. Meneliti bidang kesehatan masyarakat di Pulau Bonerate dan Kalao, khususnya penyakit lepra.

Abdi Tunggal Priyanto, S.Si. Mempeoleh gelar sarjana dari Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Sekarang bekerja sebagai Staf Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, DKP. Meneliti bidang toponimi

Yuslisandi. Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu Kelautan pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar, lahir di Sengkang 6 desember 1982. Meneliti bidang Biologi (terumbu karang)

Michael Le Blanc, M.Sc. Peneliti Coral dan Sponge University of British Columbia, Kanada.

143

144

Peserta Leg 2

Utami R. Kadarwati, M.Sc. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana Kelautan Institut Pertanian Bogor dan S2 dari Kiel University Jerman. Meneliti bidang geologi (sedimentologi)

Gunardi Kusumah, ST. Peneliti dari Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Bandung. Merupakan Ketua Leg 2 EWI 2004. Meneliti Bidang Geologi

Andreas Albertino H, M.Sc. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana Ilmu Kelautan IPB dan S2 Bremen University, Jerman. Meneliti bidang Polusi Laut

Hariyanto Triwibowo, ST. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana Teknik Elektro Universitas Hang Tuah Surabaya. Bertanggung Jawab terhadap instrument penelitian Leg 2 EWI 2004

Tubagus Solihuddin, ST. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Bandung. Meneliti bidang geologi.

Rizki Anggoro Adi, ST. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana Teknik Pantai dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bertanggung Jawab terhadap instrument penelitian Leg 2 EWI 2004

Rita Rahmawat, M.S. Peneliti Pusat Riset Teknologi Kelautan, BRKP DKP. Meneliti bidang biologi (terumbu karang)

Syahnudin. Mahasiswa S1 Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin Makassar. Meneliti bidang Oseanografi

Tri Anggono. Staf Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Bertanggung jawab terhadap instrument penelitian leg 2 EWI 2004.

Cecep Ahmad Hatori, ST. Peneliti Pusat Riset Teknologi Kelautan, BRKP DKP. Sarjana Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Bandung. Meneliti bidang geologi

Budi Irawan, M.Si. Dosen jurusan Biologi FMIPA Universitas Padjadjaran Bandung. Sarjana Biologi diperolehdari Universitas Padjadjaran dan S2 Institut Pertanian Bogor mengambil Program Studi Biologi khususnya bidang Taksonomi Tumbuhan. Meneliti bidang biologi (mangrove).

dr. Firman. Staf Departemen Kesehatan Lepra Stichting. Meneliti bidang kesehatan masyarakat di Pulau Bonerate, khususnya penyakit lepra.

Dr. Ir. Laode M. Aslan, M.Sc. Dosen Universitas Haluoleo Kendari Peneliti pada Pusat Penelitian Pesisir dan Laut (PPWL) Universitas Haluoleo Kendari. Meneliti bidang biologi (bulu babi dan teripang)

Ichwan M. Nasution, M.Sc. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Ketua Pelaksana Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004. Sarjana biologi Universitas Padjadjaran Bandung dan S2 Aquatic Ecology Bremen University Jerman. Meneliti bidang biologi (lamun)

Asep Rasyidin. Teknisi biologi Pusat Penelitian Oseanologi LIPI. Meneliti bidang biologi (lamun)

Anastasia Rita, MT. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana Oseanografi Institut Teknologi Bandung dan S2 Geodesi institut Teknologi Bandung. Meneliti bidang oseanografi.

Yulius, S.Si. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana geografi Universitas Indonesia Jakarta. Meneliti bidang toponimi laut

145

146

M. Tedy Asyikin, ST. Staf Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, DKP. Meneliti bidang toponimi pulau.

Peserta Leg 3

Johnny T.G. Reporter harian Kompas Jakarta.

Erish Widjanarko, ST. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana Kelautan Universitas Hang Tuah Surabaya. Ketua Leg 3 EWI 2004. Meneliti bidang Oseanografi

Rieska Wulandari. Reporter harian Suara Pembaruan Jakarta

Hari Prihatno, ST. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana Kelautan Universitas Hang Tuah Surabaya. Meneliti bidang oseanografi

Eka Alamsari. Reporter Gramedia Majalah Jakarta

Muhammad Ardiansyah Kadim. Staf BP Arkeologi Makassar. Meneliti bidang arkeologi.

Christantiowati. Reporter majalah Intisari Jakarta

Arief Rainer Troa, ST. Peneliti Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana Teknik Geologi Universitas Trisakti Jakarta. Meneliti bidang geologi.

Engky Andri K, ST. Memperoleh gelar sarjana dari Program Studi Oseanografi Universitas Hang Tuah Suabaya pada tahun 2000, sejak tahun 2001 bekerja sebagai Dosen Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah Surabaya. Meneliti bidang oseanografi

Dedy Aan S.Pi. Sarjana Perikanan Universitas Hang Tuah Surabaya. Meneliti bidang biologi (mangrove).

Dessi Wulandhari, MS. Peneliti Pusat Riset Teknologi Kelautan, BRKP DKP. Meneliti bidang biologi (lamun)

Terry Louse Kepel, M.Sc. Peneliti dari Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Sarjana Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Manado dan S2 Marine Science Aarhus University Denmark. Meneliti bidang biologi (terumbu karang)

147

148

Wahyu Hidayat. Teknisi Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, BRKP DKP. Bertanggung jawab terhadap instrument penelitian leg 3 EWI 2004.

Kru Phinisi Cinta Laut

Ifan Ridlo Suhelmi, S.Si., M.Si. Gelar Sarjana diperoleh dari Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada pada tahun 1999, Master diperoleh dari Program Studi Ilmu Lingkungan Jurusan Antar Bidang Universitas Gadjah Mada pada tahun 2002. Staf Pusriswilnon, BRKP- DKP sejak 2002.

H. Muhammad Arsyad Lahir di Herlang, Bira, tahun 1938. Mempunyai 1 istri, 4 anak, dan 7 cucu. Mulai berkarier sebagai kelasi tahun 1956-1969. Menjadi Nakhoda tahun 1969 Sekarang, dan telah menakhodai mulai dari perahu layar, kapal layar, hingga kapal layar bermesin. Tahun 1998 Pernah Ke Cina untuk mengambil 8 Kapal milik Jayanti Grup. Di Kapal Phinisi Cinta Laut bertugas sebagai Nakhoda Daeng Hidayat Lahir di Bira, 11 Mei 1946. Mempunyai 1 istri, 6 anak, dan 4 cucu. Mulai berkarir tahun 1960 sebagai ABK. Mulai berpengalaman sebagai juru mesin tahun 1980. DI Kapal Phinisi Cinta Laut bertugas sebagai Kepala Kamar Mesin.

Wahyu Nurcahyadi. Reporter TV 7 Jakarta. Meliput leg 3 EWI 2004 dan disiarkan dalam acara Petualangan Bahari.

Zweta Manggarani. Reporter TV 7 Jakarta. Meliput leg 3 EWI 2004 dan disiarkan dalam acara Petualangan Bahari.

Andi Lawang Lahir di Burjina, Maluku Tenggara tahun 1947. Mempunyai 1 istri dan 1 anak. Mulai berkarir tahun 1965 sebagai nelayan dikapal penangkap ikan dan udang. Di Kapal Phinisi Cinta Laut bertugas sebagai Juru Mudi Cadangan

Bayu Nurrahman. Reporter TV 7 Jakarta. Meliput leg 3 EWI 2004 dan disiarkan dalam acara Petualangan Bahari.

Andi Nyombo Lahir di Bonto Tiro tahun 1951. Mempunyai 1 istri dan 3 anak. Mulai berkarir sejak umur 11 tahun di Kapal Phinisi Sinar Tiro. Sudah mengarungi hampir seluruh lautan Nusantara. Di Kapal Phinisi Cinta Laut bertugas sebagai Juru Mudi Cadangan

Antonius Hendrawan. Reporter dari TV 7 Jakarta. Meliput leg 3 EWI 2004 dan disiarkan dalam acara Petualangan Bahari.

Asman Lahir di Tana Beru tanggal 8 September 1978. Mempunyai 1 istri dan 1 anak. Mulai berkarier semenjak usia 18 tahun sebagai nelayan. Di Kapal Phinisi Cinta Laut bertugas sebagai Koki dan ABK

Ruth Hesti Utami. Reporter Sinar harapan

Akbarsyah, ST. Sarjana Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin. Merupakan perwakilan Yayasan Perahu yang mengurus segala perlengkapan Kapal Phinisi Cinta Laut

Arief Miftahul Aziz, S.Pi. Sarjana Perikanan dari Fakultas Teknik Kelautan Institut Pertanian Bogor, saat ini bekerja pada Direktorat Jenderal P3K DKP. Meneliti toponimi pulau

dr. Ary Pongtiku. Staf Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, aktif sebagai peneliti pada yayasan Lepra Stichting. Meneliti bidang kesehatan masyarakat di Pulau Bonerate dan Kalao, khususnya penyakit lepra.

149

150

Anda mungkin juga menyukai