Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN SWAMEDIKASI DAN PENDAPAT


KONSUMEN DI APOTEK YASSFIN

VENDA CAHYA YUSICA


NIM. 18650179

PPROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATANN
UNIVERSITAS KADIRI
2021
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL

Judul :Gambaran Pelaksanaan Swamedikasi Dan Pendapat


konsusmen di Apotek Yassfin
Penyusun : Venda Cahya Yusica
Nim : 18650179
Pembimbing I : Mujtahid Bin Abd Kadir, M.Farm., Apt
Pembimbing II : Yuni Sulistyowati, S.Si
Tanggal seminar :

Disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Mujtahid Bin Abd Kadir, M.Farm., Apt Yuni Sulistyowati, S.Si


NIK NIK
Kata Pengantar
Daftar Isi
Pendahuluan (BAB I)
1. Latar Belakang
Menurut WHO Definisi swamedikasi adalah pemilihan dan
penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seoranng
individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 2010).
Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan
obat-obat yang sederhana yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas
inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter (Rahardja, 2010). Swamedikasi
merupakan bagian dari self-care dimana merpakan usaha pemilihan dan
penggunaan obat bebas oleh individu untuk mengatasi gejala atau sakit
yang disadarinya (WHO, 1998).
Berdasarkan data survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019,
sebesar 71,46 persen masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi.
Angka ini terus naik selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2017, 69,43
persen dan pada tahun 2018 yaitu 70,74 persen (Badan Pusat Statisti,
2019). indonesia melakukan swamedikasi. Angka ini terus naik selama
tiga tahun terakhir Pembelian dan penggunaan obat tanpa resep dalam
upaya swamedikasi telah dilakukan pembelian secara bebas oleh
masyarakat. Saat ini ketersediaan obat tanpa resep telah mencapai kurang
lebih 100000 jenis yang digunakan untuk mengobati berbagai kondisi
penyakit ringan. Beberapa kondisi tersebut antara lain seperti sakit
kepala, demam, flu, konstipasi, rhinitis, jerawat dismenorhe, diare, batuk
pilek, alergi dan beberapa lainya (Abay dan Amelo, 2010).
Menurut Pratiwi, et al (2014) alasan swamedikasi atau pengobatan
sendiri yang dilakukan didasarkan pada hasil penelitian menunjukan
bahwa faktor kepraktisan dalam pengobatan serta anggapan bahwa
penyakit yang diderita masih tergolong ringan dan mudah diobati. Selain
faktor kepraktisan terdapat faktor yang mempengaruhi mahasiswa dalam
melakukan swamedikasiseperti jauhnya dengan orang tua bagi
mahasiswa pendatang dan lingkungan yang membentuk seorang
mahasiswa dalam menentukan tingkat kesehatan untuk dirinya sendiri.
Pada dasarnya, bila dilakukan secara rasional, swamedikasi
memberikan keuntungan besar bagi pemerintah dalam pemeliharaan
kesehatan nasional (Depkes, 2008). Biaya pengobatan dapat ditekan dan
dokter sebagai tenaga profesional kesehatan lebih berfokus pada kondisi
kesehatan yang lebih serius dan kritis. Namun bila dilakukan secara tidak
benar justru menimbulkan masalah baru yang tidak mendapat efek yang
diharapkan karena adanya resistensi bakteri dan ketergantungan,
munculnya penyakit baru karena efek samping obat, serta meningkatnya
angka kejadian keracunan (Galato, 2009).
Banyak faktor yang mendasari masyarakat melakukan swamedikasi.
Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Pan American Health
Organization (PAHO) tentang “Drug Classification: Prescription and
OTC (Over The Counter) Drugs”. Terdapat hasil survei yang dilakukan
oleh The World Self Medication Industry (WSMI) di 14 negara. Survey
tersebut menunjukkan bahwa swamedikasi meningkat jumlahnya pada
populasi penduduk yang tingkat pendidikanya lebih tinggi (PAHO,
2004). Ada beberapa pengetahuan minimal yang sebaiknya dipahami
masyarakat karena merupakan hal penting dalam swamedikasi.
Pengetahuan tersebut antara lain tentang mengenali gejala penyakit,
memilih produk sesuai dengan indikasi dari penyakit, mengikuti petunjuk
yang tertera pada etiket brosur, memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes RI, 2008)
Apoteker sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan, memiliki
peran dan tanggung jawab pada swamedikasi. Peran dan tanggung jawab
apoteker ini didasarkan pada filosofi Pharmaceutical Care, dimana
apoteker yang sebelumnya berorientasi pada obat menjadi pada pasien.
Secara lebih spesifik, tanggung jawab apoteker terhadap swamedikasi
masyarakat telah dirumuskan oleh FIP dan WSMI dalam kesepakatan
bersama. Dalam kesepakatan dikatakan bahwa tanggung jawab apoteker
dalam swamedikasi adalah memberikan saran dan mendampingi pasien
dalam pemilihan obat, menginformasikan efek samping yang muncul
kepada industri farmasi, menyarankan pengobatan ke Dokter dan
memberitahukan cara penyimpanan obat yang benar (FIP, 1998).
Komunikator merupakan salah satu tugas yang harus dilakukan oleh
apoteker adalah memberikan informasi yang akurat tentang obat kepada
pasien, agar pasien dapat menggunakan obat dengan benar (WHO, 1998).
Informasi yang seharusnya dijelaskan oleh apoteker meliputi sediaan
obat, dosis maksimum, lama penggunaan, efek samping yang mungkin
terjadi dan memerlukan penanganan dokter, obat lan, makanan dan
aktivitas yang dihindari selama pengobatan, penyimpanan
obat,pembuangan obat yang telah kadaluarsa, tujuan penggunaan obat
(WHO, 1998)
Tujuan evaluasi mutu pelayanan untuk mengevaluasi seluruh
rangkaian kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek dan sebagian dasar
perbaikan pelayanan kefarmasian selanjutnya. Untuk mengetahui mutu
pelayanan kefarmasian, salah satu indikator yang mudah dilakukan
adalah dengan mengukur kepuasan pasien (Menkes RI, 2004)
Tingkat kepuasan dapat pula dijadikan sebagai indikator yang
digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan, seperti tercantum pada
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Depkes RI, 2004).
Wilayah Desa Kemasan, Kecamatan Kota Kediri Provinsi Jawa Timur
merupakan pusat kota Kediri, penduduk yang ramai untuk melakukan
swamedikasi di Apotek. Hal tersebut dilihat dari hasil pengamatan
dimana jumlah pasien yang melakukan swamedikasi di Apotek Yassfin
kurang lebih 50 orang per hari. Angka tersebut termasuk cukup tinggi
dilihat dari wilayah tersebut cukup banyak terdapat Apotek yang
jaraknya cukup berdekatan cukup ramai juga.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka terdapat dua rumusan
masalah dalam penelitian ini.
1. Bagaimana Gambaran swamedikasi di Apotek Yassfin Kota Kediri
Provinsi Jawa Timur
2. Bagaimana tingkat kepuasan pasien terhadap pemberian informasi obat
pada pelayanan swamedikasi di Apotek Yassfin Kota kediri Provinsi
Jawa Timur

3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini ada dua
1. Untuk mengetahui gambaran swamedikasi di Apotek Yassfin kota
Kediri Provinsi Jawa Timur
2. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pemberian
informasi obat pada pelayanan swamedikasi di Apotek Yassfin Kota
Kediri Provinsi Jawa Timur

4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Mengetahui lebih dalam peran Apoteker dalam pemberian informasi
obat kepada pasien dalam pelayanan swamedikasi
2. Bagi Apotek
Menjadi bukti ilmiah yang dapat dijadikan dasar peningkatan kinerja
apotek dan kepuasan pasien, peningkatan pelayanan kefarmasian di
Apotek Yassfin dan lebih menerapkan prinsip Pharmaceutical care
3. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang informasi tentang obat
sehingga mendapat efek terapi yang di inginkan
A. Tinjauan Pustaka (BAB II)
1. Apotek
1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian
Standar pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi standar:
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai dan
b. Pelayanan farmasi klinik
2. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
meliputi:
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan
Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada
wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus
ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-
kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal
kadaluwarsa.
2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out)
dan FIFO (First In First Out)
e. Pemusnahan dan Penarikan
1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan
jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau
rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan
oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga
kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin
kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan
menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek
dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan
dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2
sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota.
3. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan
4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik
izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
5. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan
jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan
sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal
ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian
pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok
baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-
kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah
pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk
kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan
laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya.

3. Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud:


a. Pengkajian resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi:
1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor
telepon dan paraf
3. tanggal penulisan Resep. Kajian kesesuaian farmasetik
meliputi:
1. bentuk dan kekuatan sediaan;
2. stabilitas
3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).
Pertimbangan klinis meliputi:
1. ketepatan indikasi dan dosis Obat
2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat
3. duplikasi dan/atau polifarmasi
4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping
Obat, manifestasi klinis lain)
5. kontra indikasi
6. interaksi
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.
b. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi obat
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep:
a. Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep
b. Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan
dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan fisik obat
2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
3. Memberi etiket meliputi:
a. Warna putih untuk obat oral
b. Warna biru untuk obat luar
c. Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk
suspensi dan emulsi
4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk
Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari
penggunaan yang salah.
setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:
1. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket,
cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara
penulisan etiket dengan Resep)
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang
terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan
minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara
penyimpanan Obat dan lain-lain
6. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara
yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin
emosinya tidak stabil
7. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau
keluarganya
8. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
apoteker
9. Menyimpan resep pada tempatnya
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan
menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir.
Apoteker di Apotek juga dapat melayani obat non resep atau
swamedikasi dengan memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan
obat bebas atau bebas terbatas
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus,
rute, metode pemberian, farmakokinetik. Farmakologi, terapeutik, dan
alternatif, efikasi, penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek
samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
2. Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan)
3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
farmasi yang sedang praktik profesi
5. melakukan penelitian penggunaan obat
6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
7. melakukan program jaminan mutu

d. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasienn.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan
atau ginjal, ibu hamil dan menyusui)
2. Pasien dengan terapi jangka panjang atau penyakit kronis (TB,
DM, AIDS, Epilepsi)
3. Pasien yang menggunakan obat dengan intruksi khusus
(Penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off)
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoxin, fenitoin, teofillin)
5. Pasien dengan polifarmasi
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
Tahap kegiatan konseling:
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
4. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang masalah
penggunaan obat
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien,
apoteker meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien
memahami informasi yang diberikan dalam konseling

e. Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care)


Khususnya untuk lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit
kronis, meliputi:
1. Penilaian/pencarian masalah yang berhubungan dengan
pengobatan
2. Identifikasi kepatuhan pasien
3. Pendampingan pengelolaan obat dan alat kesehatandi rumah,
misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin
4. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum
5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan
obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
6. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian dirumah dengan
menggunakan formulir 8 sebagaimana terlampir
f. Pemantauan terapi obat
Proses memastikan bahwa pasien mendapatkan terapi obat yang
efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui
2. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis
3. Adanya multidiagnosis
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
5. Menerima obat dengan indeks terapi sempit
6. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat
yang merugikan
g. Monitoring efek samping obat (Permenkes RI no.73,2016)
Kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan
atau tidak diharapkan terjadi pada dosis normal yang digunakan untuk
tujuan profilaksis diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi
fisiologis.
1. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek
2. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3. Melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional
dengan menggunakan formulir 10 sebagaimana terlampir
2. Swamedikasi
Swamedikasi didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)
sebagai the selection and use of medicinesby individuals to treat self-
recognised illnesses or symptoms. Berdasarkan definisi tersebut dapat
diambil pengertian bahwa swamedikasi merupakan proses pengobatan yang
dilakukan sendiri oleh seseorang mulai dari pengenalan keluhan atau
gejalanya sampai padapemilihan dan penggunaan obat. Gejala penyakit yang
dapat dikenali sendiri oleh orang awam adalah penyakit ringan atau minor
illnesses2 sedangkan obat yang dapat digunakan untuk swamedikasi adalah
obat-obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter termasuk obat herbal atau
tradisional.
Swamedikasi adalah mengobati keluhan sendiri dengan obat-obat yang
dibeli bebas di apotek tanpa berkonsultasi dengan dokter. Swamedikasi atau
pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit ringan. Lebih dari
60% masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya
mengandalkan obat modern (Rahardja, 2010)
Jumlah masyarakat yang melakukan swamedikasi cenderung meningkat,
karena pengetahuan masyarakat tentang penyakit ringan dan berbagai gejala
serta pengobatanya, motivasi masyarakat untuk mencegah atau mengobati
penyakit ringan yang dikenali, kemudahan mendapat obat-obat yang dapat
dibeli bebas tanpa resep secara luas dan terjangkau untuk mengatasi
penyakit ringan atau gejala yang muncul, serta diterimanya pengobatan
tradisional sebagai bagian dari sistem kesehatan (Widayati A., 2006)
Pada pengobatan sendiri di butuhkan penggunaan obat yang tepat dan
pasien harus mendapatakan dosis yang sesuai dengan keadaan individunya
pengertian lain dari penggunaan obat rasional adalah suatu tindakan
pengobatan terhadap penyakit dan aksi fisiologi yang benar dari
penyakit ,terapi rasional meliputi kriteria :
a.Tepat indikasi
Tempat indikasi adalah kesesusaian diagnosa pasien dengan obat yang
diberikan
b.Tepat obat
Tepat obat adalah pemilihan obat dengan memperhatikan efektivitas,k
Keamanan, rasionalitas dan murah
c.Tepat dosis regimen
Tepat dosis regimen adalah pemberian obat yang tepat dosis atau
takaran obat ,tepat rute atau cara pemberian, tepat saat waktu
pemberian, tepat interval atau frekuensi dan lama pemberian
d. Tepat pasien
Tepat pasien adalah obat yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien,
Misalnya umur,faktor genetik,kehamilan,alergi,dan penyakit lain.
e. Waspada efek samping obat
Efek samping obat dengan dosis,semakin besar dosis akan semakin
besar efek sampingnya (Anonim,2006).
B. Metode Penelitian (BAB III)

Anda mungkin juga menyukai