Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

"ANALISA PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI HUKUMAN MATI TERHADAP


KASUS PENGEDAR NARKOBA"

Disusun untuk memenuhi Tugas Hukum Acara Pidana


Dosen Pengampu: Sahran Hadziq, S.H,.M.H

Disusun Oleh:

Lintania Eka Cahyani (2100024297)


Triana Mahesa Putri (2100024124)
Yuliani Az-Zahra (2100024154)
Oktaviani Nur Istiqomah (2115024330)

KELAS F
PRODI HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Pidana, dengan judul: “Analisa Putusan
Pengadilan mengenai Hukuman Mati terhadap Kasus Pengedar Narkoba”.
Kami menyadari bahwa dalam penlisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia Pendidikan.

Yogyakarta, 20 Juni 2023

(Kelompok 9)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………. i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… ii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang………………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………….. 2
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………………… 3
D. Manfaat Penulisan …………………………………………………………….. 3

BAB 2 PEMBAHASAN ………………………………………………………………….. 4


A. Hukuman mati terhadap pengedar narkoba…………………………………… 4
B. Kronologi kasus Ferddy Budiman ……………………………………………. 5

C. Analisa kasus Ferddy Budiman ………………………………………………. 6

BAB 3 PENUTUP ………………………………………………………………………… 7


A. Kesimpulan …………………………………………………………………… 7
B. Saran…………………………………………………………………………… 7

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 8


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur
yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, maka kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal
pembangunan nasional perlu ditingkatkan secara terus menerus termasuk derajat
kesehatannya. Bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia
Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya
peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain pada satu sisi
dengan mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan
sebagai obat dan di sisi lain melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan
terhadap bahaya penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika.
Pemasyarakatan merupakan sistem dari peradilan pidana di akhir, yang bisa
dikatakan merupakan tempat paling akhir di dalam sistem peradilan pidana.
Pemasyarakatan mempunyai beberapa unit pelaksanaan teknis seperti Lembaga
Pemasyarakatan yang merupakan tempat untuk melaksanaan pembinaan. Lembaga
pemasyarakatan sendiri terhadap narapidana dan juga anak didik
pemasyarakatan,dalam hal itu sudah di atur di undang undang pemasyarakatan di
pasal l1 angka 3 UU Nomor 12 tahun 1995. dijelaskan bahwasanya Lembaga
Pemasyarakatan yaitu suatu wadah atau tempat bagi mereka para pelanggar hukum
untuk di bina agar mereka dapat di terima kembali kemasyarakat serta tidak
mengulangi kesalahan nya kembali.
Para pelanggar hukum yang sudah di jatuhkan vonis disebut dengan
narapidana atau juga warga binaan pemasyarakatan (WBP). Pidana mati merupakan
hukuman yang diberikan pengadilan terhadap kejahatan berat atau tindak pidana
serius. Secara universal didefinisikan pidana mati selaku sesuatu nestapa ataupun
penindasan yang memberikan efek derita kepada pelanggar aturan atau norma yang
berlawanan dengan kehidupan manusia, yang mana sela-sela pidana mati mempunyai
keterkaitan antara pidana dan pemidanaan. Dengan pemberian pidana mati diharapkan
warga bisa memandang kalau pelakunya betul- betul ditindak.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keseriusan dalam
menangani tindakan yang tergolong kejahatan kemanusiaan ini. Baik tindakan secara
preventif maupun represif. Tindakan preventif merupakan tindakan pencegahan yang
dilakukan sebelum tindak kejahatan itu terjadi, seperti penyuluhan mengenai dampak
buruk penyalahgunaan narkoba dan promosi sikap antinarkoba secara nasional.
Adapun tindakan represif yang ditempuh oleh pemerintah adalah berkaitan dengan
pemberian sanksi hukum terhadap para pelaku kejahatan narkoba. Berbagai instrumen
penegakkan hukum yang merefleksikan sikap antinarkoba telah ditetapkan, mulai dari
undang-undang (UU), hingga lembaga pemasyarakatan (Lapas) yang khusus bagi
terpidana narkoba yang telah dijatuhi vonis hukuman oleh pengadilan, seperti Lapas
yang terdapat di komplek Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Lahirnya
UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan bentuk ketegasan Indonesia
terhadap upaya pemberantasan kejahatan narkoba. Sebagai hukum positif, UU
tersebut tentunya berlaku mutlak dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) tanpa terkecuali, baik bagi subjek hukum Warga Negara Indonesia (WNI)
maupun subjek hukum Warga Negara Asing (WNA). Dengan kata lain, ketika
kejahatan narkoba itu terjadi dalam wilayah NKRI, Pasal demi pasal dalam UU No.
35 Tahun 2009 siap dikenakan untuk menjerat siapapun pelakunya. Implementasi
kedaulatan ke dalam tentunya tidak akan menimbulkan permasalahan panjang.
Karena, ranah cakupannya adalah penerapan hukum nasional atas WNI.
Freddy Budiman adalah seorang pengedar narkoba yang akhirnya
tertangkap. Ia adik dari Eko Subagyo. Freddy Budiman juga menjadi terkenal akibat
perlakuan istimewa dengan mendapat ruangan untuk berhubungan seksual,
berdasarkan pengakuan kekasihnya sebelum ia dieksekusi, Pemberlakuan hukum mati
terhadap pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia serta perlakuan terhadap warga
negara asing yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana
Prekursor Narkotika, menarik untuk dibahas dalam penulisan ini, karena narkotika
dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila
disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan
saksama. Selain itu tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang
dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih,
didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban,
terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud hukuman mati terhadap pengedar narkoba?
2. Bagaimana kronologi dari kasus Ferddy Budiman?
3. Bagaimana analisis terkait hasil akhir kasus Ferddy Budiman?
C. Tujuan Penuliasan
Tujuan dari membuat makalah ini adalah :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Pidana
2. Mengetahui Hukuman mati terhadap pengedar narkoba
3. Mengetahui kronologi kasus Ferddy Budiman
4. Mengetahui analisa hasil akhir kasus Ferddy Budiman

D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan bagi pembaca maupun penulis dalam makalah ini yaitu :
1. Dengan adanya makalah ini pembaca baik penulis dapat mengetahui tentang
penyelidikan
2. Selain itu pembaca maupun penulisa mampu memahami dan mengetahui
bagaimana kronologi dari kasus Ferddy Budimana beserta analisa hasil akhir dari
kasus yang diangkat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukuman Mati Terhadap Pengedar Narkoba

Pengedar Narkoba adalah orang yang melakukan kegiatan yang berkaitan dengan
peredaran dan peredaran Narkoba. Secara umum, pengertian “pedagang” juga dapat
diwujudkan dan ditujukan pada dimensi penjual, pembeli untuk kegiatan distribusi,
pengangkutan, penyimpanan, pemantauan, pengiriman, ekspor dan impor obat.
Penjatuhan hukuman mati terhadap pengedar narkoba merupakan salah satu kasus
negara yang paling berat dalam menangani kasus narkoba di negara ini.
Penjatuhan hukuman mati bagi terpidana perdagangan narkoba diatur dalam UU No.
35 Tahun 2009 pasal 113(2) berbunyi " Dalam hal perbuatan memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram
atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya
melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur
hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga)" dan Pasal 114(2) berbunyi Dalam hal perbuatan
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau
melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima)
gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga)".
Penjatuhan hukuman mati jika ditinjau dari hukum positif Indonesia bertentangan
dengan hak asasi manusia yang tertuang di dalam Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Hukuman mati dianggap menentang pasal tersebut
karena hak-hak di dalam pasal tersebut salah satunya yaitu hak untuk hidup, dimana
hukuman mati bertentangan dengan hak yang didapatkan manusia di Indonesia ini
yaitu hak untuk hidup.
Hukuman mati adalah salah satu hukuman terberat yang dilakukan terpidana dengan
menghilangkan nyawanya seseorang. Hukuman mati diatur dalam Pasal 10 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Seorang hakim dapat menjatuhkan
hukuman mati setelah membuat pertimbangan terbaiknya berdasarkan fakta-fakta
hukum dari kasus dan bukti yang cukup untuk memungkinkan hakim untuk
memutuskan apakah akan menjatuhkan salah satu bentuk hukuman tersebut.

Kejahatan narkoba tidak hanya membunuh nyawa, tetapi nyawa, bahkan masyarakat
luas. Kejahatan narkoba tidak hanya membunuh puluhan ribu jiwa setiap tahun, tetapi
juga menghancurkan kehidupan dan masa depan generasi penerus bangsa. Peristiwa
dan bahkan akibat dari kejahatan narkoba yang paling serius dapat menghancurkan
masa depan anak bangsa. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan positif antara hukuman mati dan pengurangan kejahatan. Di Indonesia
justru menunjukkan peningkatan jumlah pengguna dan pengecer dengan hadirnya
produsen.
Sehubungan dengan itu, upaya anti narkoba telah dimulai di negara-negara maju
dengan meningkatkan pendidikan sejak usia dini dan mengorganisir kampanye anti
narkoba serta penyuluhan tentang bahayanya. Dengan demikian, keseriusan
penyelesaian masalah narkoba pada kehidupan manusia mendorong kerja sama
internasional dalam memerangi kejahatan narkoba. Contoh kasus hukuman mati pada
seorang pengedar narkoba yaitu kasus peredaran gelap narkotika (Bandar Narkoba)
saudara Freddy Budiman yang sudah divonis mati oleh hakim pengadilan Jakarta
Barat pada tanggal 15 Juli 2013 dan dieksekusi pada hari Jumat tanggal 29 Juli 2016
Pukul 00.45 dini hari di Nusakambangan Cilacap Jawa tengah.

B. Kronologi Kasus Freddy Budiman

Freddy pertama ditangkap pada 2009 karena memiliki 500 gram sabu dan divonis tiga
tahun empat bulan penjara atas kasus tersebut. Pada 2011, ia kembali berurusan
dengan petugas karena memiliki ratusan gram sabu dan bahan pembuat ekstasi,
kemudian menjalani kurungan 18 tahun. Belum selesai masa tahanannya, Freddy
Budiman mendirikan pabrik narkotika yang dikendalikannya dari dalam lapas.

Pada September 2014 silam Freddy Budiman menyuruh Yanto dan Aries membeli
bahan dan alat cetak esctasy, kemudian disimpan di Cikarang karena bahan produksi
esctasy belum lengkap sehingga pada Maret 2015 Freddy mengarahkan Yanto
memindahkan bahan dan alat ke pabrik bekas garmen di Jalan Kayu Besar, Jakarta
Barat. Namun Yanto menyuruh Aries sehingga Aries menyerahkan bahan dan alat itu
kepada Gimo kemudian disimpan di pabrik tersebut yang dikuasai oleh Latif.

Pada Oktober 2014 Freddy memerintahkan Yanto terima narkotika berbentuk


perangko (CC4) dari Mr. X (DPO) di depan musium Bank Indonesia kemudian dijual
Freddy Budiman kepada Andre. Freddy juga menyuruh Yanto terima 1 kilogram
shabu dari Mr. X (DPO) di daerah Kota, Jakarta Barat kemudian diserahkan Yanto
barang tersebut kepada Bengek (DPO) di Stasiun Kota pada November 2014.

Pada Januari 2015 Freddy menyuruh Yanto terima 500 gram sabu dari Mr. X (DPO)
lalu Maret 2015 Freddy juga memerintahkan Gimo terima 1,2 kilogram shabu dari
Mr. X (orang Pakistan) di Kampung Rambutan, Jakarta Timur kemudian diserahkan
kepada Latif di Jalan Kayu Besar, Jakarta Barat. Sebelumnya di bulan Februari 2015
Freddy juga membeli 25.000 butir esctasy kepada Laosan alias Boncel warga negara
Belanda, kemudian Freddy menyuruh Ramon (DPO) cek paket berisi 25.000 butir
exctasy dari Belanda.
Tanggal 15 Maret Freddy memesan 50.000 butir esctasy kepada Laosan. Ia menyuruh
Asun cek paket kiriman 50.000 butir esctasy yang dikirim Laosan dari Belanda.
Selanjutnya pada tanggal 7 April 2015 Fredi menyuruh Yanto dan Aries mengambil
paket kiriman 50.000 butir exctasy di kantor pos Cikarang, kemudian Yanto dan Aries
ditangkap polisi. Penangkapan dilakukan di pinggir jalan dekat Perum Graha
Cikarang Blok D15 Nomor 4 RT 03 / RW 17, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi
pada tanggal 7 April 2015 pukul 12.30 WIB. Dari situ polisi juga menggerebek pabrik
produksi narkoba milik Freddy di Ruko CBD Mutiara Taman Palem Blok A2 No. 16
Kelurahan Cengkareng Timur, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat pada 7 April
2015 pukul 13.00 WIB.

Dari pengungkapan ini, penyidik menyita 50 ribu butir ekstaksi asal Belanda, 800
gram sabu asal Pakistan dan 122 lembar narkotika berbentuk perangko atau CC4
yang diduga berasal dari Belgia. Selain itu turut disita 20 ponsel, 1 mesin cetak
ekstaksi, 25 kg bahan baku ekstaksi, 1 kg pewarna, 10 kg bahan pelarut, 1 timbangan
digital, 1 timbangan analog dan alat penyaring. Peredaran narkotika dari jaringan
Freddy ini berada di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bali, Makassar, Palu dan
Kalimantan.

Setelah ditemukan berbagai macam bukti, Penyidik dalam kasus ini menjerat jaringan
Freddy dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap aset berupa
bangunan, ruko, rumah, mobil dan rekening di bank. Mereka dijerat Pasal 114 juncto
Pasal 132 UU Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal yaitu pidana mati.

Setelah 2 tahun, Kamis 28 Juli pukul 23.30 WIB gembong narkoba Freddy Budiman
dikumpulkan ke lapangan tembak di posko Pulau Nusakambangan. Proses eksekusi
mati itu pun dilaksanakan hingga pukul 00.45 WIB.

C. Analisis Kasus Freddy Budiman

 Keterlibatan Freddy Budiman:

Freddy Budiman adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang terlibat dalam
jaringan narkoba internasional. Dia dituduh sebagai salah satu pemimpin jaringan
narkoba yang beroperasi di Indonesia dan memiliki pengaruh yang luas.
Penangkapan dan pengungkapannya menjadi sorotan publik karena
keterlibatannya yang signifikan dalam perdagangan narkoba.

 Peredaran Narkoba:

Kasus Freddy Budiman mengungkap eksistensi dan peredaran narkoba yang


cukup luas di Indonesia. Hal ini menggambarkan kompleksitas masalah narkoba
dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam memberantasnya. Kasus ini
menunjukkan bahwa narkoba merupakan ancaman serius bagi masyarakat dan
menimbulkan dampak sosial yang merugikan.
 Keterlibatan Pihak-Pihak Terkait:

Kasus ini mengungkap adanya keterlibatan beberapa pihak terkait dalam jaringan
narkoba, termasuk oknum polisi dan pejabat pemerintah. Hal ini menyoroti
masalah korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum dan memberikan
gambaran bahwa upaya memberantas narkoba juga harus diikuti dengan
pemberantasan korupsi yang kuat.

 Efek Deterjen dan Kebijakan Hukuman Mati:

Salah satu aspek yang menjadi perdebatan dalam kasus ini adalah penggunaan
hukuman mati. Freddy Budiman dan beberapa terdakwa lainnya dijatuhi hukuman
mati atas tuduhan kepemilikan dan perdagangan narkoba. Hal ini memunculkan
perdebatan mengenai efektivitas dan keadilan dari hukuman mati dalam mengatasi
masalah narkoba.

 Kegagalan Sistem Peradilan:

Kasus ini juga mengungkap beberapa kegagalan dalam sistem peradilan di


Indonesia. Terdapat beberapa kejanggalan dan dugaan pelanggaran prosedur
hukum dalam penangkapan, pengadilan, dan pelaksanaan hukuman terhadap
Freddy Budiman dan terdakwa lainnya. Kegagalan ini mencerminkan perlunya
reformasi sistem peradilan untuk memastikan adanya keadilan dan perlindungan
hak asasi manusia yang lebih baik.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukuman mati adalah salah satu hukuman terberat dengan menghilangkan nyawanya
seseorang. Hukuman mati diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP). Seorang hakim dapat menjatuhkan hukuman mati setelah membuat
pertimbangan terbaiknya berdasarkan fakta-fakta hukum dari kasus dan bukti yang
cukup untuk memungkinkan hakim untuk memutuskan apakah akan menjatuhkan
salah satu bentuk hukuman tersebut.

Kasus narkoba Freddy Budiman memberikan gambaran tentang kompleksitas dan


seriusnya masalah narkoba di Indonesia. Kasus ini menunjukkan perlunya kerjasama
antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam upaya memberantas
narkoba. Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya reformasi sistem peradilan
untuk memastikan keadilan dan perlindungan hak asasi manusia dalam penanganan
kasus-kasus narkoba.

B. Saran

Di Indonesia perlu dilakukan reformasi mengenai sistem peradilan dan proses


penanganan sebuah perkara untuk menjamin keadilan dan perlindungan hak asasi
manusia khususnya dalam kasus peredaran narkoba. Sehingga, dalam menjatuhkan
hukuman mati, aparat penegak hukum harus memperhatikan segala aspek yang
melandasi kasus tersebut terjadi. Antara polisi, penyidik, hakim dan semua pihak yang
terlibat dalam penegakkan hukum harus bekerjasama untuk mewujudkan keadilan
bagi setiap orang.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai