jaman pemerintah sultan agung di mataran. Pada suatu hari beliau kedatangan rombongan dari sampang madura yang dipimpin oleh panimbahan jurukiting. Maksud dan tujuan kedatangannya adalah untuk menghadapkan seseorang yang bernama Raden Praseno yaitu salah satu putra raja arosbaya yang bernama Raden Koro yang bergelar pangeran tengah. Setelah maksud kedatangannya di jelaskan kepada sultan agung tengtang asal usul R. praseno, kemudian beliau merasa sangat iba dan menaruh rasa sayang kepada R praseno. Hal ini disebabkan antara lain karena ia telah di tinggalkan oleh ayahnya ketika ia masih kecil. Karena itulah kemudian R praseno mendapat kepercayaan dari sultan agung dan di angkat untuk menjadi raja dan di beri kekuasan di arosbaya, berkedudukan di sampang dengan mendapat gelar PANGERAN CAKRANINGRAT I menggantikan paman nya yang bernama pangeran MAS. Beliau menmpunyai seorang permaisuri yang bernama Syarifah Ambami. Walaupun P. Cakraningrat I ini memerintah di Madura, tetapi beliau banyak menghabiskan waktunya di mataram, membantu Sultan Agung. Sedang pemerintahan di Madura, selama beliau berada di Mataram, tetap berjalan lancar.
Melihat keadaan yang demikian, istrinya
Syarifah Ambami merasa sangat sedih. Siang malam beliau menangis meratapi dirinya. Akhirnya beliau bertekat untuk menjalankan pertapaan. Kemudian bertapalah beliau disebuah bukit yang terletak di daerah buduran arosbaya. Dalam tapanya itu beliau senantiasa memohon dan berdoa kepada yang maha kuasa, semoga keturunananya kelak sampai pada tujuh turunan dapat di takdirkan untuk menjadi penguasa pemeritahan di madura.
Di kisahkan pula bahwa dalam pertapaan nya
itu beliau bertemu dengan nabi haidir AS. Dari pertemuannya itu pulalah beliau memperuleh kabar bahwa permohonananya insyaallah di kabulkan. Batapa senangnya, akhirnya beliau bergegas pulang kembali ke sampang.
Sedang beberapa lama kemudian P.
Cakraningrat I datang dari Mataram. Di ceritakanlah semua semua pengalamannya semenjak suaminya berada di mataram, bahwa beliau menjalankan pertapaan dan di ceritakan pula hasil pertapaan nya kepada P. cakraningrat I.
Setelah selesai mendengarkan cerita istri nya
itu, P. cakraningrat I bukanlah merasa senang,, akan tetapi beliau merasa bersedih dan kecewa terhadap istrinya, mengapa beliau hanya berdoa dan memohon hanya sampai tujuh turunan saja. Melihat kekecewaan yang terjadi pada diri P. cakraningrat I ini, beliau merasa berdosa dan bersalah terhadap suaminya.
Setelah P. cakraningrat I kembali ke mataram,
beliau pergi bertapa lagi ketempat pertapannya yang dulu. Beliau memohon agar semua kesalahan dan dosa terhadap suaminya di ampuni. Dengan perasaan sedih beliau terus menjalani pertapaannya. Beliau selalu menganis, menangis dan terus menangis, sehingga air matanya mengalir menbanjiri sekeliling tempat pertapaannya, sampai beliau wafat dan dikebumikan di tempat pertapaan nya, yang sampai sekarang kita kenal dengan nama : MAKAM AIR MATA Situs Religi Aer Mata Ebuh
Pulau Madura selain di kenal dengan pulau
seribu masjid karena banyaknya masjid – masjid yang berdiri, rupanya juga menyimpan cerita sejarah yang cukup banyak serta tempat wisata ziarah atau pemakaman yang keramat. Salah satu destinasi tempat wisata ziarah yang menjadi tujuan para peziarah dari luar kabupaten Bangkalan bahkan juga dari luar Pulau Madura selain pesarean Syaichona Kholil, adalah wisata ziarah Ratu Ibu.
Tempat wisata ziarah Air Mata Ibu ini adalah
salah satu wisata ziarah ini berupa komplek pemakaman yang menyimpan cerita sejarah yang cukup terkenal dan di percaya hingga sekarang. Arosbaya, sebuah kecamatan yang termasuk dari kabupaten Bangkalan adalah tempat wisata ziarah Air Mata Ibu berasal.
Tempat wisata ziarah air mata Ratu Ibu ini di
kenal dengan nama Pesarean Aer Mata Ebuh atau Makam Rato Ebu, berada tepat di desa Buduran Arosbaya. Pesarean Aer Mata Ebuh menyimpan nilai sejarah yang di angggap keramat oleh sebagian besar masyarakat Bangkalan dan para peziarah yang telah datang menjejakkan kakinya ke pesarean.
Ratu Ibu atau dalam bahasa Madura di kenal
dengan Rato Ebhu adalah Syarifah Ambami istri dari Raden Praseno seorang penguasa Madura yang memiliki gelar Cakraningrat I. Cerita sejarah tangisan Ratu ibu ini sangat terkenal dan mata air Ratu Ibu yang begitu keramat. Di komplek pemakaman yang cukup luas ini juga merupakan komplek pemakaman keluarga tujuh turunan.
Sejarah Situs Aer Mata Ebu
Tangisan Ratu Ibu yang tidak pernah
mengering sehingga menjadi sumber mata air di pesarean ini berawal dari cerita sejarah yang menyedikan. Alkisah di ceritakan Meskipun sebagai Raja Madura kala itu, Cakraningrat I rupanya lebih sering berada dan menghabiskan waktunya di Mataram. Ternyata keadaan yang demikian, membuat Syarifah Ambami merasa sangat sedih. Siang malam beliau menangis meratapi dirinya.
Akhirnya beliau pergi demi melaksanakan
tekadnya untuk melakukan pertapaan di sebuah bukit yang terletak di desa Buduran Arosbaya. Dalam tapanya, beliau memohon dan berdoa, semoga keturunannya kelak sampai pada tujuh turunan, dapat ditakdirkan untuk menjadi penguasa pemerintahan di Madura. Hingga dalam pertapaan beliau bertemu Nabi Hidir yang memberi kabar bahwa semua permohonan dan doanya akan di kabulkan. Mengetahui hal itu Syarifah Ambami pun sangat merasa senang dan kembali pulang.
Beberapa waktu kemudian sepulangnya
Syarifah Ambami bertapa, Raden Praseno atau Cakraningrat I suami beliau kembali dari Mataram. Lalu Syarifah Ambami menceritakan tentang semua pengalamannya semenjak suaminya berada di Mataram, bahwa beliau menjalankan pertapaan dan beliau menceritakan pula hasil pertapaaannya kepada suaminya Cakraningrat I.
Setelah selesai mendengarkan cerita istrinya
itu. Cakraningrat I, ternyata tidak merasa senang, akan tetapi beliau merasa kecewa kepada istrinya, Cakraningrat I marah besar, mengapa istrinya hanya berdoa meminta tujuh turunan saja.
Mengetahui kekecewaan yang terjadi pada diri
suaminya, Syarifah Ambami merasa bersalah. Beliau menangis siang dan malam tanpa ada hentinya karena kesedihannya yang begitu mendalam yang beliau rasakan saat itu. Air mata dari tangisan beliau sepanjang hari itu kemudian membanjiri tempat setempat hingga menjadi sebuah sumber mata air sampai saat ini.
Sumber mata air dari tangisan Ratu ibu yang
keramat itu di percaya oleh masyarakat sekitar mampu menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Sehingga banyak sekali orang – orang yang datang untuk pergi berziarah dan mengambil air dari sumber air mata ibu. Sumber mata air Ratu Ibu itu tidak pernah kering dari dulu hingga sekarang.
Dalam setiap harinya sudah banyak bus – bus
pariwisata atau jenis kendaraan pribadi yang parkir di sekitar komplek pemakaman. Tempat wisata ziarah Ratu Ibu ini memang terletak di sebuah desa namun, anda tidak perlu merasa khawatir karena akses jalan menuju kesana sangat nyaman dan aman untuk di lewati.