Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PELATIHAN

“DELIVERY TRAINING: METODE PEMBERIAN PELATIHAN”

Disusun oleh:
Kelompok 6 Pelatihan A
Salma Salsabilla 1910321009
Redatul Bonanya Atma 1910321021
Puja Michola 1910323018
Fidha Zulkhaira Rewinda 1910323025
Alfia Tiara 1910323026

Dosen Pengampu:

Yantri Maputra, M.Ed., PhD


Siska Oktari, M.Psi., Psikolog
Rani Armalita, S.Psi., MA

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan Rahmat, Taufik, serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyusun makalah Pelatihan yang berjudul “Delivery Training: Metode
Pemberian Pelatihan” ini dengan tepat waktu. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, pedoman, dan pandangan yang berguna
untuk menambah pengetahuan pembaca makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun


makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pelatihan ini, yaitu Bapak
Yantri Maputra, M.Ed., PhD., Ibu Siska Oktri, M.Psi. Psikolog, dan Ibu Rani
Armalita, S.Psi, MA serta pihak lain yang telah ikut membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Padang, 27 Maret 2022

Kelompok 6 Pelatihan

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

2.1 Pelatihan dan Presentasi yang Efektif .................................................. 3

2.2 Delivery Training: Metode Pemberian Pelatihan ................................. 6

2.2.1 Experiental Learning ................................................................ 6

2.2.2 Simulation-Games ..................................................................... 7

2.2 Lecturer/Discussion Method/Panel ............................................ 13

2.2.4 Collaborative Learning ........................................................... 14

2.2.5 Vidio ....................................................................................... 15

2.2.6 Case Study .............................................................................. 16

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 20

3.1. Kesimpulan...................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelatihan adalah suatu proses pembelajaran yang lebih menekankan


praktek daripada teori yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan
menggunakan pendekatan berbagai pembelajaran yang bertujuan meningkatkan
kemampuan dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu. Pelatihan dapat
meningkatkan apa yang telah dimiliki oleh seseorang agar dapat menajdi lebih
baik lagi. Pelatihan juga diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang dirancang
untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun
perubahan sikap seorang individu. Pelatihan berkenaan dengan perolehan
keahlian-keahlian atau pengetahuan tertentu.

Dalam memberikan suatu pelatihan perlu diperhatikan metode pelatihan apa


yang cocok dan sempurna dengan tujuan serta sasaran dari pelatihan. Penetapan
metode pemberian pelatihan dilakukan sebelum kegiatan dilakukan dan
menyesuaikan dengan kondisi pelatihan yang akan dilakukan. Metode pemberian
pelatihan sendiri ada berbagai macam seperti menggunakan video, role-play, studi
kasus, experiental learning, lecturer/discussion method, dan lain sebagainya.
Pemberian metode pelatihan telah dipertimbangkan oleh seorang trainer terlebih
dahulu agar dapat menyesuaikan dan mencapai tujuan dari pelatihan yang
dilakukan. Maka dari itu pada makalah ini akan menjelaskan delivery training:
metode pemberian pelatihan dan memberikan informasi megenai metode-metode
yang dipaparkan

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini sebagai berikut:


1. Bagaimana pemberian pelatihan dan presentasi yang efektif?
2. Apa saja bentuk dari metode pemberian pelatihan?
3. Apa yang dimaksud dengan experiental learning?
4. Apa yang dimaksud dengan metode simulation-games?

1
5. Apa yang dimaksud dengan metode lecturer/discussion method/panel?
6. Apa yang dmaksud dengan metode collaborative learning?
7. Apa yang dimaksud dengan metode video ?
8. Apa yang dimaksud dengan metode case study?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui pelatihan dan presentasi yang efektif
2. Untuk memberikan penjelasan terkait metode pemberian pelatihan.
3. Untuk memberikan penjelasan terkait metode experiental learning.
4. Untuk memberikan penjelasan terkait metode simulation-games.
5. Untuk memberikan penjelasan terkait metode lecturer/discussion
method/panel.
6. Untuk memberikan penjelasan terkait metode collaborative learning.
7. Untuk memberikan penjelasan terkait metode video.
8. Untuk memberikan penjelasan terkait metode case study.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pelatihan dan Presentasi yang Efektif

Kunci keberhasilan seseorang pembicara sewaktu menyampaikan informasi


dalam pertemuan ilmiah adalah kemampuan mempersiapkan dan
mengorganisasikan materinya semaksimal mungkin dan sekaligus kemampuan
menyajikannya di dalam pertemuan ilmiah, agar dapat mempengaruhi dan
mengajak pendengar untuk tekun memperhatikan materi yang disajikan
pembicara.Komunikasi yang efektif merupakan bagian penting dalam suatu
pertemuan dengan membangun komunikasi dua arah yaitu dari pembicara sebagai
sumber informasi, maupun dari hadirin sebagai penerima informasi.

Beberapa studi menunjukkan bahwa sikap seseorang membantu membentuk


perilaku yang menentukan suatu tindakan dalam pertemuan ilmiah atau kelompok
diskusi, seperti perhatian dan tanggapan terhadap pembicara. Hadirin akan
antusias mengikuti presentasi ilmiah dengan topik menarik yang disukainya, dan
tidak bersemangat dengan topik yang tidak disukai. Informasi yang diterima
hadirin akan berbeda sesuai dengan sikap penerimaan akan topik yang dibahas.
Topik yang disukai biasanya lebih mudah dicerna dan daya ingat lebih meningkat
dibandingkan dengan topik yang tidak disukai atau tidak menarik.

Suatu presentasi yang menarik dengan visualisasi yang jelas merupakan


perpaduan antara teks, gambar dan suara yang dapat membangkitkan perhatian
dan daya ingat hadirin terhadap materi yang disampaikan pembicara. Fasilitas
presentasi dengan multimedia tersebut dimiliki oleh perangkat lunak yang kini
banyak dan makin popular digunakan dalam presentasi ilmiah yaitu power point.

Ilustrasi juga merupakan bagian penting dalam presentasi ilmiah. Foto,


tabel, gambar, dan clip art merupakan contoh ilustrasi yang dapat digunakan
untuk memperjelas informasi dalam suatu presentasi ilmiah. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan saat akan tampi sebagai seorang pembicara saat
menyajikan presentasi ilmiah.

3
1. Berbicara dengan suara yang jelas, dengan artikulasi yang tepat, dan
tidak terlalu cepat atau terlalu lambat. Bila berbicara terlalu cepat,
hadirin akan sulit mengikuti topik yang sedang dibicarakan, sebaliknya
berbicara terlalu lambat membuat hadirin merasa bosan dan mengantuk.
Artikulasi yang tidak jelas menyebabkan hadirin tidak mengerti ucapan
apa yang sedang disampaikan pembicara.
2. Tetap melakukan kontak mata dengan hadirin dan pertahankan selama
mungkin untuk melihat respon hadirin terhadap apa yang sedang
dibicarakan. Melakukan presentasi dengan menghadap hadirin akan
membangun jalinan komunikasi yang efektif dengan hadirin.
3. Jangan terlalu sering membaca teks di layar atau pada catatan di atas
meja pembicara, oleh karena tampaknya pembicara tidak sedang
berbicara dengan hadirin, dan kesannya pembicara tidak terlalu
menguasai materi yang dibawakan.
4. Usahakan untuk membuat materi presentasi sendiri tanpa bantuan orang
lain, sebab dengan menguasai materi yang akan dibawakan, maka alur
pembicaraan menjadi lebih lancar, sebab pembicara sudah mengetahui
apa yang akan dibicarakan setiap lembar slide yang akan ditampilkan.
Namun bilamana presentasi terpaksa harus dibuatkan oleh orang lain,
maka usahakan untuk mempelajari materi sebelum tampil di depan
hadirin. Dengan demikian pembicara sudah mengetahui isi topik slide
berikutnya, apa yang harus dibicarakan, dan bagaimana mengatur alur
pembicaraan dari slide pertama sampai slide yang terakhir.
5. Jangan menunjuk langsung ke layar menggunakan jari atau alat
penunjuk, seperti pulpen yang sedang dipegang, melainkan gunakan
laser pointer, sehingga hadirin lebih terfokus pada topik yang sedang
dibicarakan.
6. Tampilkan slide demi slide secara teratur, sesuai topik yang sedang
dibawakan sehingga hadirin dapat mengikuti materi presentasi secara
runtut dan sistematik.
7. Untuk menutupi rasa demam panggung saat melakukan presentasi,
biasanya pembicara cenderung membuat gerakan yang berlebihan,

4
misalnya memasuk-keluarkan tangan dari kantong celana, memainkan
pulpen yang sedang dipegang atau berjalan mondar mandir di depan
hadirin. Presentasi sambil bergerak mendekati hadirin memang efektif
untuk membangun komunikasi, namun jangan terlalu aktif.
8. Sekali- sekali menyisipkan humor yang sehat, namun jangan menjadikan
humor sebagai topik utama dalam presentasi. Dengan kata lain jangan
berlebihan menyampaikan humor. Dianjurkan untuk menyajikan
pengalaman lucu dan mungkin agak aneh dari diri sendiri yang bisa
membangkitkan suasana menjadi lebih santai. Jangan menceritakan
pengalaman lucu orang lain yang mungkin tidak mau menjadi bahan
tertawaan, apalagi bila menyebutkan namanya.
9. Dalam menyiapkan materi presentasi perlu mempertimbangkan waktu
yang disediakan, sehingga saat melakukan presentasi pembicara tidak
terlalu cepat mengakhiri presentasi atau terkesan terburu-buru agar topik
presentasi dapat disajikan semuanya, tanpa menghilangkan beberapa
informasi bagi hadirin.

Suatu presentasi yang baik merupakan perpaduan antara isi, desain dan cara
menyampaikan materi. Cara menyampaikan materi akan sangat menarik dan
efektif bilamana dilakukan dengan mempertimbangkan suara, gerakan badan dan
penampilan saat menyajikan materi. Merancang suatu presentasi ilmiah tidaklah
terlalu sukar karena mudah dipelajari, namun bagaimana menyajikannya secara
efektif, menuntut kemampuan retorika, bakat dan minat seorang pembicara untuk
dapat mengintegrasikan desain dan isi materi menjadi suatu kegiatan presentasi
ilmiah yang menarik.

Presentasi adalah penyajian atau penyampaian karya tulis atau karya ilmiah
seseorang di depan forum undangan/ peserta atau suatu kegiatan berbicara di
depan masyarakat/ khalayak ramai (audiens), dalam rangka mengajukan suatu ide
atau gagasan untuk mendapatkan pemahaman atau kesepakatan bersama.
Kehadiran peserta dalam presentasi bermanfaat untuk membuat presentasi secara
lebih aktif dan lancar, serta efisien dalam jangka waktu yang ditentukan.

5
Saat menyajikan materi presentasi, pembicara harus berusaha untuk berdialog
dengan hadirin dan bukan berbicara dengan dirinya sendiri, sehingga dalam
penyajian presentasi hendaknya tetap menjaga kontak mata dan berhadapan
dengan hadirin selama menyajikan materinya karena merupakan teknik yang
sangat efektif dalam menjalin komunikasi.

2.2 Delivery Training: Metode Pemberian Pelatihan

2.2.1 Experiental Learning

Experiential Learning adalah suatu model pembelajaran yang


mengaktifkan proses pembelajaran untuk membangun pengetahuan dan
keterampilan melalui pengalaman secara langsung. Metode
pembelajaran ini dikembangkan oleh Kolb (1984) yang sangat erat dengan
pembelajaran yang berdasarkan pengalaman. Kolb menyatakan bahwa
peserta didik (dalam pelatihan menjadi peserta pelatihan) mengambil
pengalaman dari dunia luar ke dalam dunia pemikiran dan emosi pribadi
mereka. Mereka menafsirkan pengalaman, memberi mereka makna
pribadi, dan merencanakan tindakan baru dalam menanggapi interpretasi
mereka. Kesederhanaan 'siklus pembelajaran pengalaman' ini menarik
tetapi dibangun di atas hanya satu tradisi sejarah tertentu; ada tradisi lain
yang bersaing dari teori pembelajaran pengalaman yang tentangnya
pembaca yang tertarik dapat menemukan lebih banyak detail (Yardley,
Teunissen, & Dornan, 2012).

Dalam Yardley, Teunissen, & Dornan (2012) seorang sarjana


Amerika John Dewey (1859-1952) mengkonseptualisasikan pengalaman
sebagai fokus pengorganisasian untuk pembelajaran dan pengembangan
seumur hidup. Dia percaya bahwa keterlibatan aktif dan interaksi dengan
lingkungan mereka membantu peserta memperoleh pengetahuan terapan
daripada abstrak. Akibatnya, pendidikan harus terlibat dengan dan
memperbesar pengalaman peserta pelatihan. Berkaitan dengan hal
tersebut, Dewey menulis tentang peran berpikir dan refleksi dalam belajar
dari pengalaman.

6
Kolb (dalam Yardley, Teunissen, & Dornan, 2012) mendefinisikan
experiental learning proses dimana pengetahuan diciptakan melalui
transformasi pengalaman. Kolb mengusulkan model siklus empat tahap
pengembangan pengetahuan yang menggabungkan pengakuan sadar
individu dan transformasi pengalaman. Empat mode pembelajaran adaptif
yang membentuk siklusnya adalah: pengalaman konkret, observasi
reflektif, konseptualisasi abstrak,dan eksperimen.

Dalam bentuk pelatihan metode ini lebih menekannkan pada pada


aspek kognitif, tetapi juga subjektif dalam proses belajar. Melalui model
ini, peserta tidak hanya belajar tentang konsep materi karena dalam hal ini
peserta dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran untuk
dijadikan suatu pengalaman.. Pengetahuan yang tercipta dari model ini
merupakan perpaduan antara memahami dan menstransformasi
pengalaman.

2.2.2 Simulation- Games

Permainan dan simulasi pelatihan dirancang untuk mereproduksi atau


mensimulasikan proses, peristiwa, dan keadaan yang terjadi dalam
pekerjaan peserta pelatihan (Blanchard & Thacker, 2013). Dengan
demikian, peserta pelatihan dapat mengalami peristiwa ini dalam pengaturan
yang terkendali di mana mereka dapat mengembangkan keterampilan
mereka atau menemukan konsep yang akan meningkatkan kinerja mereka.
Beberapa contoh dari metode permainan dan simulasi (Blancahrd & Tacker,
2013):

1. Equipment Simulators (Simulator Peralatan)


Simulator peralatan adalah perangkat mekanis yang mengharuskan
peserta pelatihan untuk menggunakan prosedur, gerakan, dan proses
pengambilan keputusan yang sama yang akan mereka gunakan dengan
peralatan di tempat kerja. Simulator melatih pilot maskapai
penerbangan, pengontrol lalu lintas udara, perwira militer, pengemudi

7
taksi, pekerja pemeliharaan, operator telepon, navigator kapal, dan
insinyur pengembangan produk.
Penting bahwa simulator dirancang untuk meniru, semirip
mungkin, aspek fisik dari peralatan dan lingkungan operasi yang akan
ditemukan peserta pelatihan di lokasi kerja mereka. Kemiripan ini
disebut sebagai fidelitas fisik (physical fidelity) simulasi. Selain itu,
kondisi psikologis di mana peralatan dioperasikan (seperti tekanan
waktu dan tuntutan yang saling bertentangan) juga harus disesuaikan
dengan apa yang dialami peserta pelatihan di tempat kerja. Kesamaan ini
disebut psychological fidelity.
2. Business Games (Game Bisnis)
Game bisnis adalah simulasi yang mencoba untuk mewakili cara
industri, perusahaan, atau unit fungsi perusahaan. Biasanya, mereka
didasarkan pada seperangkat hubungan, aturan, dan prinsip yang berasal
dari teori atau penelitian. Namun, mereka juga dapat mencerminkan
operasi sebenarnya dari departemen tertentu di perusahaan tertentu.
Trainee diberikan informasi yang menggambarkan situasi dan diminta
untuk membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan. Sistem
kemudian memberikan umpan balik tentang efek dari keputusan mereka,
setelah itu peserta pelatihan diminta untuk membuat keputusan lain.
Proses ini berlanjut sampai beberapa keadaan organisasi yang telah
ditentukan tercapai, atau sejumlah percobaan tertentu selesai.
Permainan bisnis ini melibatkan unsur persaingan, baik melawan
pemain lain maupun melawan permainan itu sendiri. Berikut adalah
daftar beberapa tujuan pengembangan dan penggunaan game bisnis:
a) Memperkuat keterampilan eksekutif dan manajemen atas
b) Meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan di
semua tingkatan
c) Mendemonstrasikan prinsip dan konsep
d) Menggabungkan komponen pelatihan yang terpisah
menjadi satu kesatuan yang terintegrasi

8
e) Menyelesaikan masalah kompleks dalam pengaturan
simulasi yang aman
f) Mengembangkan keterampilan kepemimpinan
g) Meningkatkan penerapan prinsip kualitas total
Game yang mensimulasikan seluruh perusahaan atau industri
memberikan perspektif sistem yang jauh lebih baik daripada metode
pelatihan lainnya. Mereka memungkinkan peserta pelatihan untuk melihat
bagaimana keputusan dan tindakan mereka memengaruhi tidak hanya target
langsung mereka tetapi juga area terkait. Jika diputuskan untuk
menggunakan permainan bisnis, pertama-tama temukan permainan yang
memenuhi tujuan pelatihan.
3. In-Basket Technique (Teknik Dalam Keranjang)
Teknik in-basket memberi peserta pelatihan paket informasi dan
permintaan tertulis, seperti memo, pesan, dan laporan, yang biasanya
akan ditangani dalam posisi tertentu seperti manajer penjualan, staf
administrator, atau insinyur. Simulasi kuasi yang populer ini berfokus
terutama pada pengambilan keputusan dan memungkinkan peluang
untuk menilai dan mengembangkan KSA pengambilan keputusan.
Teknik ini paling sering digunakan ketika mempersiapkan karyawan
untuk promosi atau transfer ke lingkungan kerja yang baru.
Biasanya, keputusan peserta pelatihan hanya ditulis daripada
dilakukan. Dengan demikian, teknik ini baik dalam mengajarkan kepada
peserta pelatihan keputusan apa yang harus diambil tetapi tidak dalam
mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
keputusan tersebut. Beberapa latihan di dalam keranjang mengharuskan
peserta pelatihan untuk "menelepon" seseorang dan mengomunikasikan
keputusan atau meminta informasi tambahan. Dalam hal ini,
keterampilan interpersonal juga dapat dikembangkan.
Variasi pada teknik ini adalah menjalankan beberapa keranjang
secara simultan di mana setiap peserta pelatihan menerima serangkaian
informasi yang berbeda tetapi saling terkait. Peserta pelatihan harus
berinteraksi satu sama lain untuk mengumpulkan semua informasi yang

9
diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat. Kegiatan ini
memungkinkan pengembangan keterampilan komunikasi dan
pengambilan keputusan. Ini juga mencakup elemen permainan peran dan
pelatihan permainan bisnis.
4. Case Studies (Studi kasus)
Studi kasus mencoba untuk mensimulasikan situasi pengambilan
keputusan yang mungkin ditemukan peserta pelatihan di tempat kerja.
Peserta pelatihan biasanya disajikan dengan sejarah tertulis (atau
rekaman video), elemen kunci, dan masalah yang dihadapi oleh
organisasi atau unit organisasi yang nyata atau imajiner. Pelatih harus
menyampaikan bahwa tidak ada solusi tunggal yang benar atau salah
dan banyak solusi yang mungkin. Tujuan pembelajaran adalah untuk
membuat peserta pelatihan menerapkan konsep dan prinsip yang
diketahui dan menemukan yang baru. Solusinya tidak sepenting
pemahaman peserta pelatihan tentang keuntungan dan kerugian yang
menyertai solusi.
Sebuah studi kasus tertulis dapat berkisar dari beberapa halaman
hingga lebih dari 100. Serangkaian pertanyaan biasanya muncul di akhir
kasus. Yang lebih panjang memberikan banyak informasi untuk
diperiksa dan dinilai relevansinya dengan keputusan yang dibuat.
Lainnya mengharuskan peserta pelatihan untuk melakukan penelitian
sendiri untuk memperoleh informasi yang sesuai. Peserta pelatihan
kemudian harus menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah utama,
dan kemudian mengidentifikasi cara untuk mengatasi masalah tersebut.
Biasanya, masalah berkisar pada ancaman dan peluang bagi organisasi
dalam kaitannya dengan kekuatan dan kelemahannya. Kasus yang lebih
kecil sering disebut skenario dan panjangnya hanya satu atau dua
paragraf. Tujuan dari kasus-kasus yang lebih kecil ini adalah untuk
memberi peserta pelatihan situasi yang sangat terbatas di mana mereka
dapat menguji pengetahuan baru mereka. Ini biasanya digunakan
sebagai latihan setelah sesi kuliah/diskusi dari pelatihan.

10
Variasi lain dari studi kasus adalah proses insiden, di mana peserta
pelatihan hanya diberikan deskripsi singkat tentang masalah dan harus
mengumpulkan informasi tambahan dari pelatih (dan mungkin orang
lain) dengan mengajukan pertanyaan spesifik. Karena manajer
mengumpulkan sebagian besar informasi mereka dari pertanyaan dan
interaksi dengan orang lain, aktivitas ini dimaksudkan untuk
mensimulasikan pekerjaan manajer lebih dekat. Dalam semua metode
studi kasus, proses pemilahan dan pengumpulan informasi dapat
menjadi fokus pembelajaran sebanyak sifat masalah yang sedang
dikerjakan. Dalam kasus seperti itu, fokusnya adalah pada pemahaman
kriteria yang memisahkan relevan dari informasi yang tidak relevan, dan
belajar di mana dan bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan.
5. Role Play (Bermain peran)
Role-play adalah pemberlakuan (atau simulasi) dari sebuah
skenario di mana setiap peserta diberi bagian untuk memerankan.
Peserta diberikan deskripsi konteks, biasanya area topik, deskripsi
umum situasi, deskripsi peran mereka (misalnya, tujuan, emosi,
perhatian), dan masalah yang mereka hadapi. Misalnya, area topik dapat
mengelola konflik, dengan dua pihak yang berkonflik menjadi penyelia
dan bawahan, dan situasinya mungkin berkisar seputar penjadwalan hari
libur. Setelah peserta membaca deskripsi peran mereka, mereka
memerankan peran mereka dengan berinteraksi satu sama lain.
Sejauh mana skenario disusun akan tergantung pada apa tujuan
pembelajaran itu. Permainan peran terstruktur memberi peserta pelatihan
lebih detail tentang situasi dan deskripsi yang lebih rinci tentang sikap,
kebutuhan, pendapat setiap karakter, dan sebagainya. Terkadang,
permainan peran terstruktur bahkan menyertakan dialog tertulis. Jenis
permainan peran ini digunakan terutama untuk mengembangkan
keterampilan interpersonal seperti komunikasi, resolusi konflik, dan
pengambilan keputusan kelompok.
Permainan peran spontan adalah interaksi yang dibangun secara
longgar di mana salah satu peserta memainkan dirinya sendiri sementara

11
yang lain memainkan orang-orang yang berinteraksi dengan peserta
pelatihan pertama di masa lalu atau akan di masa depan. Jenis permainan
peran ini berfokus pada sikap. Ini biasanya digunakan untuk
mengembangkan wawasan tentang perilaku kita sendiri dan
pengaruhnya terhadap orang lain daripada untuk mengembangkan
keterampilan khusus.
Permainan peran tersedia di banyak buku teks dan sumber lain,
tetapi juga cukup mudah untuk ditulis. Keuntungan menulis role-play
adalah dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan populasi
peserta pelatihan. Permainan peran dapat ditempatkan secara strategis
selama pelatihan untuk memberikan tidak hanya latihan keterampilan
tetapi juga perubahan kecepatan.
Umpan balik merupakan komponen penting dalam permainan
peran. Cara di mana umpan balik diberikan akan tergantung pada jumlah
waktu yang tersedia. Pelatihan lebih efektif ketika pelatih dapat
memberikan umpan balik individu. Namun, kendala waktu dan
keuangan mungkin membatasi sejauh mana hal ini dimungkinkan.
Ketika waktu terbatas, peserta pelatihan dapat diminta untuk
memberikan umpan balik kepada peserta pelatihan lainnya. Jika
permainan peran diatur dengan instruksi yang jelas dan pemahaman
tentang persyaratan, itu bisa menjadi alat pembelajaran yang sangat
baik. Setiap peserta pelatihan mampu mempraktekkan keterampilan,
melihat bagaimana keterampilan bekerja pada mereka (ketika berperan
sebagai inisiator), dan melihat serta memberikan umpan balik (sebagai
pengamat).
6. Behavioral Modeling (Pemodelan Perilaku)
Pemodelan perilaku menggunakan kecenderungan alami orang
untuk mengamati orang lain untuk belajar bagaimana melakukan sesuatu
yang baru. Teknik ini paling sering digunakan dalam kombinasi dengan
beberapa teknik lain. Misalnya, perilaku yang dimodelkan biasanya
direkam dan kemudian ditonton oleh peserta pelatihan. Pemodelan
perilaku berbeda dari permainan peran dan simulasi dengan terlebih

12
dahulu memberikan pemahaman kepada peserta pelatihan tentang
seperti apa tingkat keterampilan yang diinginkan. Metode ini didasarkan
pada teori belajar sosial Bandura dan difokuskan pada pengembangan
keterampilan perilaku.
Pemodelan perilaku berguna untuk hampir semua jenis pelatihan
keterampilan. Ini dapat digunakan untuk memberikan keterampilan
interpersonal, keterampilan penjualan, keterampilan yang diwawancarai
dan pewawancara, keterampilan keselamatan, dan banyak keterampilan
lainnya. Salah satu metode pemodelan perilaku memanfaatkan
pemodelan video dan umpan balik secara ekstensif. Peserta pelatihan
pertama mengamati perilaku yang dilakukan oleh model dan kemudian
mencoba untuk mereproduksi perilaku saat sedang direkam. Melalui
perangkat layar terpisah, model dan peserta pelatihan dapat ditampilkan
berdampingan, dan peserta pelatihan dapat melihat dengan tepat di mana
penampilannya cocok atau tidak sesuai dengan model.

2.2.3 Lecturer/Discussion Method/Panel

Beberapa metode yang hendak di gunakan dalam pelatihan yang akan di


laksanakan dan yang dapat di kembangkan oleh suatu perusahaan, yaitu:

a. On the job training


On the job training (OT) atau di sebut juga dengan pelatihan dengan
instruksi pekerjaan sebagai suatu metode pelatihan dengan cara para
pekerja atau calon pekerja di tempatkan dalam kondisi pekerjaan yang
rill, di bawah bimbingan dan supervisi dari pegawai yang telah
berpengalaman atau seorang supervisor.
b. Magang
Magang melibatkan pembelajaran dari pekerja yang lebih
berpengalaman, dan dapat ditambah pada teknik off the job training.
c. Ceramah kelas dan presentasi video
Ceramah dan teknik lain dalam off the job training tampaknya
mengandalkan komunikasi dari pada memberi model. Ceramah adalah

13
pendekatam terkenal karena menawarkan sisi ekonomis dan material
organisasi, partisipasi, umpan balik, transfer, dan sangat rendah.

2.2.4 Collaborative Learning

Menurut (Smith & MacGregor, 1992), pembelajaran kolaboratif mewakili


perubahan signifikan dari lingkungan yang berpusat pada pemberi materi. Proses
ceramah/mendengarkan/mencatat mungkin tidak hilang seluruhnya, tapi tetap
hidup di samping proses lain yang didasarkan pada diskusi antar peserta pelatihan.
Pemateri atau Guru yang menggunakan pendekatan pembelajaran kolaboratif
cenderung memikirkan diri mereka sendiri kurang sebagai ahli pemancar
pengetahuan kepada siswa, dan lebih sebagai ahli pelatih atau lebih proses
pembelajaran yang muncul. Collaborative learning mengacu pada metode
pengajaran di mana penerima materi dalam satu kelompok yang bervariasi tingkat
kecakapannya bekerjasama dalam kelompok kecil yang mengarah pada tujuan
bersama.

Menurut Piaget dan Vigotsky, Strategi pembelajaran kolaboratif didukung


oleh adanya tiga teori, yaitu:

a. Teori Kognitif
Teori ini berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota
kelompok pada pembelajaran kolaboratif sehingga dalam suatu kelompok
akan terjadi proses transformasi atau pertukaran ilmu pengetahuan pada
setiap anggotanya.
b. Teori Konstruktivisme Sosial
Pada teori ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota kelompok yang
akan membantu perkembangan individu dan meningkatkan sikap saling
menghormati pendapat semu anggota semua kelompok.
c. Teori Motivasi
Teori ini teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena
pembelajaran tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi
siswa untuk belajar, menambah keberanian anggota untuk memberi

14
pendapat dan menciptakan situasi saling memerlukan pada seluruh
anggota dalam kelompok.

Dalam penerapan pembelajaran kolaborasi, terdapat pergeseran peran si


belajar (MacGregor, 1992):

Dari yang mulanya hanya menjadi pendengar, pengamat dan pencatat


menjadi pemecah masalah yang aktif memberi masukan serta diskusi. Dari
kehadiran pribadi atau individual dengan sedikit resiko atau permasalahan
menjadi kehadiran publik dengan banyak resiko dan permasalahan. Dari
pilihan pribadi menjadi pilihan yang sesuai dengan harapan komunitasnya.
Dari tanggung jawab dan belajar mandiri, menjadi tanggung jawab
kelompok dan belajar saling ketergantungan.

2.2.5 Vidio

Rekaman video termasuk ke dalam presentasi slide, atau dapat diputar


secara terpisah. Pelatihan mneggunakan video merupakan cara yang baik untuk
menunjukkan peristiwa atau tindakan dramatis, yang menarik perhatian dan
diingat, serta memberi tahu peserta pelatihan bagaimana melakukan sesuatu.
Mereka dapat menyajikan informasi konseptual atau faktual dengan
mengintegrasikan narasi dengan ilustrasi visual, grafik, dan penggambaran
animasi. Dalam aplikasi yang lebih canggih, mereka dapat digunakan secara
interaktif. Video dapat memperbesar item yang biasanya sulit dilihat, seperti
komponen papan sirkuit terpadu. Menggunakan materi video yang direkam
sebelumnya memungkinkan standarisasi kelompok peserta yang berbeda akan
selalu melihat demonstrasi yang sama. Keuntungan lain adalah bahwa ia
menawarkan pengalaman umum untuk kelompok yang beragam secara linguistik.
Meskipun kelompok budaya yang berbeda dapat menafsirkan beberapa simbol
visual secara berbeda, sebagian besar akan memiliki pemahaman yang sama
tentang ide-ide dasar dalam sebuah cerita terkait hal yang dipaparkan. Sebuah
video dapat digunakan untuk mendemonstrasikan kinerja tugas manual dalam
pelatihan keterampilan psikomotorik. DeAmicis (1997, 157) menemukan bahwa

15
video dapat lebih mudah divisualisasikan dan dipahami oleh peserta pelatihan
daripada demonstrasi langsung.

Keuntungan lain dalam menggunakan video yaitu, materi yang dipaparkan


selama pelatihan dapat diputar ulang berkali-kali sesuai kebutuhan. Dengan
perekaman dan pemutaran seketika, penampilan peserta pelatihan dapat direkam
untuk ditinjau dan diberi umpan balik. Itu sangat membantu dalam memvalidasi
kompetensi atau mengidentifikasi area untuk perbaikan. Hal ini terutama berlaku
jika waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tugas secara efisien sangat penting,
seperti dalam pelatihan pertolongan pertama, karena pemutaran video
menunjukkan dengan tepat berapa detik atau menit yang telah berlalu selama
kinerja tugas. Video dapat digunakan sebagai teknik pelatihan yang berdiri sendiri
atau dikombinasikan dengan teknik lain yang lebih interaktif

Kekurangan dari video, ketika melakukan rekaman video peralatan sangat


diperlukan untuk memutarnya. Biaya produksi video, jika dilakukan secara
profesional, bisa tinggi. Jika paket video siap pakai dibeli, biayanya mungkin juga
tinggi jika harga paket didasarkan pada jumlah pengguna. Selain itu, konten harus
disaring untuk akurasi dan kesesuaian. Anda harus terbiasa dengan materi
sebelum menunjukkannya kepada peserta pelatihan Anda agar tidak terjadi
kesalahan dan dapat menguasai materi ketika menyampaikannya di pelatihan.
Seperti halnya media yang digunakan dalam presentasi slide, kepemilikan hak
cipta harus.

2.2.6 Case Study


a) Definition
Studi kasus adalah deskripsi situasi aktual atau dibuat-buat, yang dipelajari
peserta didik untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka
atau untuk mempengaruhi sikap mereka. Pelatih memilih studi kasus untuk
menyajikan isu-isu yang serupa dengan isu-isu yang mungkin dihadapi
peserta didik ketika mencoba menerapkan pengetahuan dan keterampilan
baru setelah program pelatihan. Studi kasus dapat berupa paragraf,
halaman, atau beberapa halaman. Jumlah detail yang diberikan tergantung
pada tujuan kasus. Sebuah studi kasus membawa unsur realisme untuk

16
membantu pelajar belajar bagaimana menggunakan dan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan. Studi kasus memberikan praktik dalam
mendiagnosis dan memecahkan masalah dan memberikan cara untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan praktik yang baru dipelajari.

b) Types of Case Studies


Menurut Barbazette (2016) terdapat lima jenis studi kasus. Biasanya, studi
kasus ditulis untuk satu dari lima tujuan. Jenis studi kasus ini diantaranya
adalah :
1. Identification: Jenis studi kasus ini tepat untuk membantu pelajar
mengidentifikasi karakteristik positif dan negatif dari suatu situasi.
Sebagai bagian dari proses pembelajaran, peserta didik diminta
untuk menemukan poin yang serupa dengan yang mungkin ada
dalam kehidupan kerja mereka sendiri. Ini memberikan cara yang
lebih aman untuk mengidentifikasi karakteristik atau poin dari
kasus yang mereka temukan dalam diri mereka.
2. Problem Solving: Jenis studi kasus ini membantu pelajar
menggunakan teknik pemecahan masalah yang sistematis dan
kreatif. Studi kasus problem solving dapat digunakan untuk
meminta pelajar memecahkan seluruh masalah menggunakan
model pemecahan masalah tertentu atau membuat pelajar fokus
pada bagian mana pun dari proses pemecahan masalah, seperti
menemukan solusi atau mengidentifikasi masalah dengan jelas.
3. Practice: Jenis studi kasus ini membantu pelajar memikirkan dan
menggunakan ide baru atau mencoba keterampilan dalam
pengaturan yang aman sebelum menggunakannya di dunia nyata.
Studi kasus ini juga dapat digunakan untuk membantu pelajar
mengeksplorasi dan memperjelas sikap mereka tentang isu-isu
tertentu.
4. Application: Jenis studi kasus ini sering digunakan di akhir
program pelatihan untuk meringkas dan meninjau serangkaian ide
dan keterampilan kompleks yang disajikan selama program.

17
Elemen kasus yang berbeda dapat membahas bagaimana ide
kompleks yang dipelajari saling terkait, serta menunjukkan
bagaimana mengatasi hambatan untuk menggunakan ide dan
keterampilan baru kembali pada pekerjaan.
5. Serial: Jenis studi kasus ini menggunakan situasi awal atau
serangkaian karakter dan secara bertahap menambahkan elemen
baru untuk pertimbangan pembelajar. Beberapa elemen dari empat
jenis kasus di atas mungkin digunakan pada waktu yang berbeda
selama lokakarya, tetapi studi kasus serial dapat menghemat waktu
karena peserta didik sudah memahami latar belakang kasus dan
dapat fokus pada elemen, ide, atau keterampilan baru. sedang
diperkenalkan. Jenis lain dari studi kasus serial menggunakan
situasi yang sama di seluruh dan meminta peserta didik untuk
menerapkan alat dan keterampilan yang berbeda.
c) Benefits
Studi kasus sering digunakan dalam pengaturan pelatihan untuk
menambahkan catatan realisme dan kepraktisan, serta untuk meningkatkan
partisipasi pelajar, kenikmatan, dan retensi. Sebuah studi kasus
memungkinkan peserta didik untuk berlatih bagaimana menangani situasi
baru dalam pengaturan berisiko rendah. Studi kasus bermanfaat dan
berhasil jika:
1) Biarkan peserta menemukan konsep baru
2) Tidak mengancam
3) Membangun pengalaman masa lalu

Seringkali, pelajar dewasa menikmati menemukan konsep baru sampai


pada kesimpulan mereka sendiri, daripada diberitahu apa yang harus
dipikirkan atau dilakukan dan bagaimana melakukan tugas. Peserta didik
lebih mungkin untuk menggunakan dan menerapkan konsep-konsep baru
ketika mereka telah mempelajari dan mempertimbangkan suatu situasi dan
secara mandiri sampai pada suatu kesimpulan. Seringkali, dengan
mendiskusikan studi kasus, pelajar dewasa akan berubah pikiran dan

18
membiarkan diri mereka dipengaruhi oleh teman sebaya. Kepemilikan ide
lebih mungkin terjadi ketika ditemukan, daripada didengar dari pelatih.

Situasi studi kasus dapat menjadi metode berisiko rendah atau tidak
mengancam bagi orang dewasa untuk belajar dari pengalaman masa lalu,
menerapkan pengetahuan atau keterampilan baru, dan bahkan berlatih atau
mempraktikkan cara mengubah perilaku mereka secara efektif. Dengan
studi kasus, orang dewasa tidak ditempatkan dalam posisi canggung
membela praktik masa lalu yang buruk. Ada sedikit risiko dalam
mendiskusikan ide baru atau metode baru dalam melakukan tugas ketika
melihat sebuah kasus.

Pembelajar dewasa menggunakan pengalaman masa lalu mereka


sebagai filter di mana mereka mempelajari pengetahuan dan keterampilan
baru dan mempertimbangkan untuk mengubah sikap mereka. Pembelajar
yang matang atau berpengalaman yang telah melakukan tugas tertentu
dengan cara tertentu (bahkan salah) lebih suka belajar melalui
pengalaman, daripada diberitahu secara langsung bahwa mereka
melakukan sesuatu yang salah. Sebuah studi kasus memungkinkan mereka
untuk mencapai kesimpulan mereka sendiri dan menerapkan pembelajaran
masa lalu untuk sebuah solusi.

d) Cautions
Studi kasus yang efektif harus realistis dan otentik. Situasi harus
dapat dipercaya dan sejajar dengan situasi peserta didik. Sebuah studi
kasus harus otentik, tetapi tidak begitu dekat dengan kenyataan bahwa
pelajar dapat mengidentifikasi rekan kerja tertentu atau cerita rakyat
organisasi dalam situasi negatif. Namun, jika sebuah kasus sama sekali
tidak otentik atau realistis, peserta dapat berdebat dengan detail kasus dan
kehilangan poin pembelajaran utama.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pelatihan merupakan kegiatan untuk meningkatkan apa yang telah dimiliki


oleh seseorang agar dapat menajdi lebih baik lagi. Pelatihan juga diartikan sebagai
serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian,
pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seorang individu. Dalam
merancang sebuah pelatihan yang baik sangat diperhatikan juga metode apa yang
cocok dan tepat digunakan saat kegiatan peatihan berlangsung. Ada beberapa
macam model pemberian pelatihan dan disesuaikan denga tujuan pelatihan serta
sasaran dari pelatihan itu sendiri. Delivery training tidak hanya menawarkan satu
metode saja tetapi ada beberapa metode yang dapat dikembangkan oleh seorang
trainer untuk merancang suatu pelatihan yang baik dan benar. Ada beberapa
contoh metode pemberian pelatihan yaitu video, role play, simulasi, studi kasus
dan lain sebagainya. Dengan berbagai macam metode tadi diharapkan seorang
trainer mampu menggunakannya dengan tepat dan sesuai.

20
DAFTAR PUSTAKA

Barbazette, J. (2006). The at of great training delivery-strategies, tools and tactics.


Pfeiffer: San Fransisco.
Blanchard, P. N. & Thacker, J. W. (2013). Effective Training: Systems, Strategies,
and Practices 5th Edition. UK: Pearson Education.
Sholihin, M., Utaya, S., & Susilo, S. (2016). Pengaruh model experiential learning
terhadap kemampuan berpikir siswa SMA. 7 Jurnal Pendidikan, 1(11),
2096—2100.
Smith, B. L., & MacGregor, J. T. (1992). What is collaborative learning
Wan, M. (2014). Incidental trainer: A references guide for training design,
development, and delivery. CRC Press: London
Yardley, S., Teunissen, P.W., & Dornan, T. (2012). Web paper amee guide:
theories in medical education: experiential learning. Medical Teacher, 34,
102-115.
Mailoa, E. Teknik penyajian presentasi ilmiah yang efektif dengan menggunakan
media elektronik. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

21

Anda mungkin juga menyukai