Kelompok 6 - Pelatihan A
Kelompok 6 - Pelatihan A
Disusun oleh:
Kelompok 6 Pelatihan A
Salma Salsabilla 1910321009
Redatul Bonanya Atma 1910321021
Puja Michola 1910323018
Fidha Zulkhaira Rewinda 1910323025
Alfia Tiara 1910323026
Dosen Pengampu:
2022
KATA PENGANTAR
Kelompok 6 Pelatihan
i
DAFTAR ISI
3.1. Kesimpulan...................................................................................... 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
5. Apa yang dimaksud dengan metode lecturer/discussion method/panel?
6. Apa yang dmaksud dengan metode collaborative learning?
7. Apa yang dimaksud dengan metode video ?
8. Apa yang dimaksud dengan metode case study?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Berbicara dengan suara yang jelas, dengan artikulasi yang tepat, dan
tidak terlalu cepat atau terlalu lambat. Bila berbicara terlalu cepat,
hadirin akan sulit mengikuti topik yang sedang dibicarakan, sebaliknya
berbicara terlalu lambat membuat hadirin merasa bosan dan mengantuk.
Artikulasi yang tidak jelas menyebabkan hadirin tidak mengerti ucapan
apa yang sedang disampaikan pembicara.
2. Tetap melakukan kontak mata dengan hadirin dan pertahankan selama
mungkin untuk melihat respon hadirin terhadap apa yang sedang
dibicarakan. Melakukan presentasi dengan menghadap hadirin akan
membangun jalinan komunikasi yang efektif dengan hadirin.
3. Jangan terlalu sering membaca teks di layar atau pada catatan di atas
meja pembicara, oleh karena tampaknya pembicara tidak sedang
berbicara dengan hadirin, dan kesannya pembicara tidak terlalu
menguasai materi yang dibawakan.
4. Usahakan untuk membuat materi presentasi sendiri tanpa bantuan orang
lain, sebab dengan menguasai materi yang akan dibawakan, maka alur
pembicaraan menjadi lebih lancar, sebab pembicara sudah mengetahui
apa yang akan dibicarakan setiap lembar slide yang akan ditampilkan.
Namun bilamana presentasi terpaksa harus dibuatkan oleh orang lain,
maka usahakan untuk mempelajari materi sebelum tampil di depan
hadirin. Dengan demikian pembicara sudah mengetahui isi topik slide
berikutnya, apa yang harus dibicarakan, dan bagaimana mengatur alur
pembicaraan dari slide pertama sampai slide yang terakhir.
5. Jangan menunjuk langsung ke layar menggunakan jari atau alat
penunjuk, seperti pulpen yang sedang dipegang, melainkan gunakan
laser pointer, sehingga hadirin lebih terfokus pada topik yang sedang
dibicarakan.
6. Tampilkan slide demi slide secara teratur, sesuai topik yang sedang
dibawakan sehingga hadirin dapat mengikuti materi presentasi secara
runtut dan sistematik.
7. Untuk menutupi rasa demam panggung saat melakukan presentasi,
biasanya pembicara cenderung membuat gerakan yang berlebihan,
4
misalnya memasuk-keluarkan tangan dari kantong celana, memainkan
pulpen yang sedang dipegang atau berjalan mondar mandir di depan
hadirin. Presentasi sambil bergerak mendekati hadirin memang efektif
untuk membangun komunikasi, namun jangan terlalu aktif.
8. Sekali- sekali menyisipkan humor yang sehat, namun jangan menjadikan
humor sebagai topik utama dalam presentasi. Dengan kata lain jangan
berlebihan menyampaikan humor. Dianjurkan untuk menyajikan
pengalaman lucu dan mungkin agak aneh dari diri sendiri yang bisa
membangkitkan suasana menjadi lebih santai. Jangan menceritakan
pengalaman lucu orang lain yang mungkin tidak mau menjadi bahan
tertawaan, apalagi bila menyebutkan namanya.
9. Dalam menyiapkan materi presentasi perlu mempertimbangkan waktu
yang disediakan, sehingga saat melakukan presentasi pembicara tidak
terlalu cepat mengakhiri presentasi atau terkesan terburu-buru agar topik
presentasi dapat disajikan semuanya, tanpa menghilangkan beberapa
informasi bagi hadirin.
Suatu presentasi yang baik merupakan perpaduan antara isi, desain dan cara
menyampaikan materi. Cara menyampaikan materi akan sangat menarik dan
efektif bilamana dilakukan dengan mempertimbangkan suara, gerakan badan dan
penampilan saat menyajikan materi. Merancang suatu presentasi ilmiah tidaklah
terlalu sukar karena mudah dipelajari, namun bagaimana menyajikannya secara
efektif, menuntut kemampuan retorika, bakat dan minat seorang pembicara untuk
dapat mengintegrasikan desain dan isi materi menjadi suatu kegiatan presentasi
ilmiah yang menarik.
Presentasi adalah penyajian atau penyampaian karya tulis atau karya ilmiah
seseorang di depan forum undangan/ peserta atau suatu kegiatan berbicara di
depan masyarakat/ khalayak ramai (audiens), dalam rangka mengajukan suatu ide
atau gagasan untuk mendapatkan pemahaman atau kesepakatan bersama.
Kehadiran peserta dalam presentasi bermanfaat untuk membuat presentasi secara
lebih aktif dan lancar, serta efisien dalam jangka waktu yang ditentukan.
5
Saat menyajikan materi presentasi, pembicara harus berusaha untuk berdialog
dengan hadirin dan bukan berbicara dengan dirinya sendiri, sehingga dalam
penyajian presentasi hendaknya tetap menjaga kontak mata dan berhadapan
dengan hadirin selama menyajikan materinya karena merupakan teknik yang
sangat efektif dalam menjalin komunikasi.
6
Kolb (dalam Yardley, Teunissen, & Dornan, 2012) mendefinisikan
experiental learning proses dimana pengetahuan diciptakan melalui
transformasi pengalaman. Kolb mengusulkan model siklus empat tahap
pengembangan pengetahuan yang menggabungkan pengakuan sadar
individu dan transformasi pengalaman. Empat mode pembelajaran adaptif
yang membentuk siklusnya adalah: pengalaman konkret, observasi
reflektif, konseptualisasi abstrak,dan eksperimen.
7
taksi, pekerja pemeliharaan, operator telepon, navigator kapal, dan
insinyur pengembangan produk.
Penting bahwa simulator dirancang untuk meniru, semirip
mungkin, aspek fisik dari peralatan dan lingkungan operasi yang akan
ditemukan peserta pelatihan di lokasi kerja mereka. Kemiripan ini
disebut sebagai fidelitas fisik (physical fidelity) simulasi. Selain itu,
kondisi psikologis di mana peralatan dioperasikan (seperti tekanan
waktu dan tuntutan yang saling bertentangan) juga harus disesuaikan
dengan apa yang dialami peserta pelatihan di tempat kerja. Kesamaan ini
disebut psychological fidelity.
2. Business Games (Game Bisnis)
Game bisnis adalah simulasi yang mencoba untuk mewakili cara
industri, perusahaan, atau unit fungsi perusahaan. Biasanya, mereka
didasarkan pada seperangkat hubungan, aturan, dan prinsip yang berasal
dari teori atau penelitian. Namun, mereka juga dapat mencerminkan
operasi sebenarnya dari departemen tertentu di perusahaan tertentu.
Trainee diberikan informasi yang menggambarkan situasi dan diminta
untuk membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan. Sistem
kemudian memberikan umpan balik tentang efek dari keputusan mereka,
setelah itu peserta pelatihan diminta untuk membuat keputusan lain.
Proses ini berlanjut sampai beberapa keadaan organisasi yang telah
ditentukan tercapai, atau sejumlah percobaan tertentu selesai.
Permainan bisnis ini melibatkan unsur persaingan, baik melawan
pemain lain maupun melawan permainan itu sendiri. Berikut adalah
daftar beberapa tujuan pengembangan dan penggunaan game bisnis:
a) Memperkuat keterampilan eksekutif dan manajemen atas
b) Meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan di
semua tingkatan
c) Mendemonstrasikan prinsip dan konsep
d) Menggabungkan komponen pelatihan yang terpisah
menjadi satu kesatuan yang terintegrasi
8
e) Menyelesaikan masalah kompleks dalam pengaturan
simulasi yang aman
f) Mengembangkan keterampilan kepemimpinan
g) Meningkatkan penerapan prinsip kualitas total
Game yang mensimulasikan seluruh perusahaan atau industri
memberikan perspektif sistem yang jauh lebih baik daripada metode
pelatihan lainnya. Mereka memungkinkan peserta pelatihan untuk melihat
bagaimana keputusan dan tindakan mereka memengaruhi tidak hanya target
langsung mereka tetapi juga area terkait. Jika diputuskan untuk
menggunakan permainan bisnis, pertama-tama temukan permainan yang
memenuhi tujuan pelatihan.
3. In-Basket Technique (Teknik Dalam Keranjang)
Teknik in-basket memberi peserta pelatihan paket informasi dan
permintaan tertulis, seperti memo, pesan, dan laporan, yang biasanya
akan ditangani dalam posisi tertentu seperti manajer penjualan, staf
administrator, atau insinyur. Simulasi kuasi yang populer ini berfokus
terutama pada pengambilan keputusan dan memungkinkan peluang
untuk menilai dan mengembangkan KSA pengambilan keputusan.
Teknik ini paling sering digunakan ketika mempersiapkan karyawan
untuk promosi atau transfer ke lingkungan kerja yang baru.
Biasanya, keputusan peserta pelatihan hanya ditulis daripada
dilakukan. Dengan demikian, teknik ini baik dalam mengajarkan kepada
peserta pelatihan keputusan apa yang harus diambil tetapi tidak dalam
mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
keputusan tersebut. Beberapa latihan di dalam keranjang mengharuskan
peserta pelatihan untuk "menelepon" seseorang dan mengomunikasikan
keputusan atau meminta informasi tambahan. Dalam hal ini,
keterampilan interpersonal juga dapat dikembangkan.
Variasi pada teknik ini adalah menjalankan beberapa keranjang
secara simultan di mana setiap peserta pelatihan menerima serangkaian
informasi yang berbeda tetapi saling terkait. Peserta pelatihan harus
berinteraksi satu sama lain untuk mengumpulkan semua informasi yang
9
diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat. Kegiatan ini
memungkinkan pengembangan keterampilan komunikasi dan
pengambilan keputusan. Ini juga mencakup elemen permainan peran dan
pelatihan permainan bisnis.
4. Case Studies (Studi kasus)
Studi kasus mencoba untuk mensimulasikan situasi pengambilan
keputusan yang mungkin ditemukan peserta pelatihan di tempat kerja.
Peserta pelatihan biasanya disajikan dengan sejarah tertulis (atau
rekaman video), elemen kunci, dan masalah yang dihadapi oleh
organisasi atau unit organisasi yang nyata atau imajiner. Pelatih harus
menyampaikan bahwa tidak ada solusi tunggal yang benar atau salah
dan banyak solusi yang mungkin. Tujuan pembelajaran adalah untuk
membuat peserta pelatihan menerapkan konsep dan prinsip yang
diketahui dan menemukan yang baru. Solusinya tidak sepenting
pemahaman peserta pelatihan tentang keuntungan dan kerugian yang
menyertai solusi.
Sebuah studi kasus tertulis dapat berkisar dari beberapa halaman
hingga lebih dari 100. Serangkaian pertanyaan biasanya muncul di akhir
kasus. Yang lebih panjang memberikan banyak informasi untuk
diperiksa dan dinilai relevansinya dengan keputusan yang dibuat.
Lainnya mengharuskan peserta pelatihan untuk melakukan penelitian
sendiri untuk memperoleh informasi yang sesuai. Peserta pelatihan
kemudian harus menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah utama,
dan kemudian mengidentifikasi cara untuk mengatasi masalah tersebut.
Biasanya, masalah berkisar pada ancaman dan peluang bagi organisasi
dalam kaitannya dengan kekuatan dan kelemahannya. Kasus yang lebih
kecil sering disebut skenario dan panjangnya hanya satu atau dua
paragraf. Tujuan dari kasus-kasus yang lebih kecil ini adalah untuk
memberi peserta pelatihan situasi yang sangat terbatas di mana mereka
dapat menguji pengetahuan baru mereka. Ini biasanya digunakan
sebagai latihan setelah sesi kuliah/diskusi dari pelatihan.
10
Variasi lain dari studi kasus adalah proses insiden, di mana peserta
pelatihan hanya diberikan deskripsi singkat tentang masalah dan harus
mengumpulkan informasi tambahan dari pelatih (dan mungkin orang
lain) dengan mengajukan pertanyaan spesifik. Karena manajer
mengumpulkan sebagian besar informasi mereka dari pertanyaan dan
interaksi dengan orang lain, aktivitas ini dimaksudkan untuk
mensimulasikan pekerjaan manajer lebih dekat. Dalam semua metode
studi kasus, proses pemilahan dan pengumpulan informasi dapat
menjadi fokus pembelajaran sebanyak sifat masalah yang sedang
dikerjakan. Dalam kasus seperti itu, fokusnya adalah pada pemahaman
kriteria yang memisahkan relevan dari informasi yang tidak relevan, dan
belajar di mana dan bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan.
5. Role Play (Bermain peran)
Role-play adalah pemberlakuan (atau simulasi) dari sebuah
skenario di mana setiap peserta diberi bagian untuk memerankan.
Peserta diberikan deskripsi konteks, biasanya area topik, deskripsi
umum situasi, deskripsi peran mereka (misalnya, tujuan, emosi,
perhatian), dan masalah yang mereka hadapi. Misalnya, area topik dapat
mengelola konflik, dengan dua pihak yang berkonflik menjadi penyelia
dan bawahan, dan situasinya mungkin berkisar seputar penjadwalan hari
libur. Setelah peserta membaca deskripsi peran mereka, mereka
memerankan peran mereka dengan berinteraksi satu sama lain.
Sejauh mana skenario disusun akan tergantung pada apa tujuan
pembelajaran itu. Permainan peran terstruktur memberi peserta pelatihan
lebih detail tentang situasi dan deskripsi yang lebih rinci tentang sikap,
kebutuhan, pendapat setiap karakter, dan sebagainya. Terkadang,
permainan peran terstruktur bahkan menyertakan dialog tertulis. Jenis
permainan peran ini digunakan terutama untuk mengembangkan
keterampilan interpersonal seperti komunikasi, resolusi konflik, dan
pengambilan keputusan kelompok.
Permainan peran spontan adalah interaksi yang dibangun secara
longgar di mana salah satu peserta memainkan dirinya sendiri sementara
11
yang lain memainkan orang-orang yang berinteraksi dengan peserta
pelatihan pertama di masa lalu atau akan di masa depan. Jenis permainan
peran ini berfokus pada sikap. Ini biasanya digunakan untuk
mengembangkan wawasan tentang perilaku kita sendiri dan
pengaruhnya terhadap orang lain daripada untuk mengembangkan
keterampilan khusus.
Permainan peran tersedia di banyak buku teks dan sumber lain,
tetapi juga cukup mudah untuk ditulis. Keuntungan menulis role-play
adalah dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan populasi
peserta pelatihan. Permainan peran dapat ditempatkan secara strategis
selama pelatihan untuk memberikan tidak hanya latihan keterampilan
tetapi juga perubahan kecepatan.
Umpan balik merupakan komponen penting dalam permainan
peran. Cara di mana umpan balik diberikan akan tergantung pada jumlah
waktu yang tersedia. Pelatihan lebih efektif ketika pelatih dapat
memberikan umpan balik individu. Namun, kendala waktu dan
keuangan mungkin membatasi sejauh mana hal ini dimungkinkan.
Ketika waktu terbatas, peserta pelatihan dapat diminta untuk
memberikan umpan balik kepada peserta pelatihan lainnya. Jika
permainan peran diatur dengan instruksi yang jelas dan pemahaman
tentang persyaratan, itu bisa menjadi alat pembelajaran yang sangat
baik. Setiap peserta pelatihan mampu mempraktekkan keterampilan,
melihat bagaimana keterampilan bekerja pada mereka (ketika berperan
sebagai inisiator), dan melihat serta memberikan umpan balik (sebagai
pengamat).
6. Behavioral Modeling (Pemodelan Perilaku)
Pemodelan perilaku menggunakan kecenderungan alami orang
untuk mengamati orang lain untuk belajar bagaimana melakukan sesuatu
yang baru. Teknik ini paling sering digunakan dalam kombinasi dengan
beberapa teknik lain. Misalnya, perilaku yang dimodelkan biasanya
direkam dan kemudian ditonton oleh peserta pelatihan. Pemodelan
perilaku berbeda dari permainan peran dan simulasi dengan terlebih
12
dahulu memberikan pemahaman kepada peserta pelatihan tentang
seperti apa tingkat keterampilan yang diinginkan. Metode ini didasarkan
pada teori belajar sosial Bandura dan difokuskan pada pengembangan
keterampilan perilaku.
Pemodelan perilaku berguna untuk hampir semua jenis pelatihan
keterampilan. Ini dapat digunakan untuk memberikan keterampilan
interpersonal, keterampilan penjualan, keterampilan yang diwawancarai
dan pewawancara, keterampilan keselamatan, dan banyak keterampilan
lainnya. Salah satu metode pemodelan perilaku memanfaatkan
pemodelan video dan umpan balik secara ekstensif. Peserta pelatihan
pertama mengamati perilaku yang dilakukan oleh model dan kemudian
mencoba untuk mereproduksi perilaku saat sedang direkam. Melalui
perangkat layar terpisah, model dan peserta pelatihan dapat ditampilkan
berdampingan, dan peserta pelatihan dapat melihat dengan tepat di mana
penampilannya cocok atau tidak sesuai dengan model.
13
pendekatam terkenal karena menawarkan sisi ekonomis dan material
organisasi, partisipasi, umpan balik, transfer, dan sangat rendah.
a. Teori Kognitif
Teori ini berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota
kelompok pada pembelajaran kolaboratif sehingga dalam suatu kelompok
akan terjadi proses transformasi atau pertukaran ilmu pengetahuan pada
setiap anggotanya.
b. Teori Konstruktivisme Sosial
Pada teori ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota kelompok yang
akan membantu perkembangan individu dan meningkatkan sikap saling
menghormati pendapat semu anggota semua kelompok.
c. Teori Motivasi
Teori ini teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena
pembelajaran tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi
siswa untuk belajar, menambah keberanian anggota untuk memberi
14
pendapat dan menciptakan situasi saling memerlukan pada seluruh
anggota dalam kelompok.
2.2.5 Vidio
15
video dapat lebih mudah divisualisasikan dan dipahami oleh peserta pelatihan
daripada demonstrasi langsung.
16
membantu pelajar belajar bagaimana menggunakan dan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan. Studi kasus memberikan praktik dalam
mendiagnosis dan memecahkan masalah dan memberikan cara untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan praktik yang baru dipelajari.
17
Elemen kasus yang berbeda dapat membahas bagaimana ide
kompleks yang dipelajari saling terkait, serta menunjukkan
bagaimana mengatasi hambatan untuk menggunakan ide dan
keterampilan baru kembali pada pekerjaan.
5. Serial: Jenis studi kasus ini menggunakan situasi awal atau
serangkaian karakter dan secara bertahap menambahkan elemen
baru untuk pertimbangan pembelajar. Beberapa elemen dari empat
jenis kasus di atas mungkin digunakan pada waktu yang berbeda
selama lokakarya, tetapi studi kasus serial dapat menghemat waktu
karena peserta didik sudah memahami latar belakang kasus dan
dapat fokus pada elemen, ide, atau keterampilan baru. sedang
diperkenalkan. Jenis lain dari studi kasus serial menggunakan
situasi yang sama di seluruh dan meminta peserta didik untuk
menerapkan alat dan keterampilan yang berbeda.
c) Benefits
Studi kasus sering digunakan dalam pengaturan pelatihan untuk
menambahkan catatan realisme dan kepraktisan, serta untuk meningkatkan
partisipasi pelajar, kenikmatan, dan retensi. Sebuah studi kasus
memungkinkan peserta didik untuk berlatih bagaimana menangani situasi
baru dalam pengaturan berisiko rendah. Studi kasus bermanfaat dan
berhasil jika:
1) Biarkan peserta menemukan konsep baru
2) Tidak mengancam
3) Membangun pengalaman masa lalu
18
membiarkan diri mereka dipengaruhi oleh teman sebaya. Kepemilikan ide
lebih mungkin terjadi ketika ditemukan, daripada didengar dari pelatih.
Situasi studi kasus dapat menjadi metode berisiko rendah atau tidak
mengancam bagi orang dewasa untuk belajar dari pengalaman masa lalu,
menerapkan pengetahuan atau keterampilan baru, dan bahkan berlatih atau
mempraktikkan cara mengubah perilaku mereka secara efektif. Dengan
studi kasus, orang dewasa tidak ditempatkan dalam posisi canggung
membela praktik masa lalu yang buruk. Ada sedikit risiko dalam
mendiskusikan ide baru atau metode baru dalam melakukan tugas ketika
melihat sebuah kasus.
d) Cautions
Studi kasus yang efektif harus realistis dan otentik. Situasi harus
dapat dipercaya dan sejajar dengan situasi peserta didik. Sebuah studi
kasus harus otentik, tetapi tidak begitu dekat dengan kenyataan bahwa
pelajar dapat mengidentifikasi rekan kerja tertentu atau cerita rakyat
organisasi dalam situasi negatif. Namun, jika sebuah kasus sama sekali
tidak otentik atau realistis, peserta dapat berdebat dengan detail kasus dan
kehilangan poin pembelajaran utama.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
21