Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERKEMBANGAN KOGNITIF & PEMAHAMAN PESERTA DIDIK & TEORI

KELOMPOK 5

1. LEIYIN DWINALTA (A1A023074)


2. DINA JULIANTI (A1A023082)
3. SEPTI AULIA PUTRI (A1A023085)
4. BUNGA MARETA DALISTY (A1A023091)
5. AGEL RAFELATOSYA (A1A023092)
6. AYU RISKI OKTARINA (A1A023097)
7. AHMAD MARDIANSYAH (A1A023104)

DOSEN PEMBIMBING
MAYANG T.AFRIWILDA, M.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BENGKULU 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang maha kuasa atas limpahan rahmatnya sehingga penulis
biasa menyelesaikan tugas makalah dengan judul “PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK DAN TEORI” sebagai salah satu syarat tugas semester
mata kuliah Bahasa Indonesia.

Saya sebagai penulis sangat menyadari keterbatasan dan kemampuan yang di miliki
sehingga banyak kendala dan kesulitan yang di hadapi dalam penulisan makalah ini. Namun
demikian berkat bimbingan, arahan, dorongan, perhatian, serta bantuan baik moral maupun
materi dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat di selesaikan. Untuk itu penulis
mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu semua
kritik dan saran untuk perbaikan dan kemajuan kedepan sangat di harapkan dan diterima oleh
penulis. Akhirnya semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya bagi
pembaca umumnya.

Bengkulu, 27 September 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….3

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………4

1.1 LATAR BELAKANG……………………………………………………………...4


1.2 TUJUAN…………………………………………………………………………....4
1.3 RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………...4

BAB II KONSEP TEORI………………………………………………………………….5

2.1 DEFINISI…………………………………………………………………………...5

1) Pengertian Kognitif………………………………………………………………....5

2)Pengertian Perkembangan Kognitif…………………………………………………5

2.2 KARAKTERISTIK TEORI………………………………………………………...6

2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI……………………………………………..6

2.4 UPAYA OPTIMALISASI…………………………………………………………..6

BAB III PEMBAHASAN………………………………………………………………….9

3.1 Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik………………………………..9

3.2 Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik…………………………………….12

BAB IV PENUTUP……………………………………………………………………….14

4.1 KESIMPULAN……………………………………………………………………..14

4.2 SARAN……………………………………………………………………………..14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan keluarga,
maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik
dalam pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan
objek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran sehingga perkembangan
kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah.

Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga pendidik yang


bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukasi dan perkembangan kognitif
peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan
kognitif pada anak didiknya.

Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena perkembangan dan
pertumbuhan anak dimulai dari lingkungan keluarga. Namun, sebagai pendidik dan orang
tua belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif anak, karakteristik
perkembangan kognitif, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah perkembangan
kognitif anak.

Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan kognitif bagi peserta didik,
diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail baik pengertian maupun tahap-
tahap karakteristik perkembangan kognitif peserta didik.

1.2 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian kognitif.
2. Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan tahap-tahapnya .
3. Mengetahui masalah perkembangan kognitif peserta didik.
1.3 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud kognitif?
2. Apa yang dimaksud perkembangan kognitif?
3. Bagaimana proses perkembangan kognitif peserta didik?
4. Masalah apa yang berkaitan dengan perkembangan kognitif peserta didik dan bagaimana
solusinya?

4
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 DEFINISI

1) Pegertian kognitif

Secara bahasa, kata ‘cognitive; berasal dari kata cognition yang artinya ialah pengertian
atau mengerti. Sedangkan kognitif dapat dimaknai sebagai sebuah proses yang terjadi secara
internal dalam pusat susunan sarag ketika manusia sedang berpikir. Secara luas, menurut Neisser
kognisi atau cognition ialah perolehan, penggunaan pengetahuan serta penataan. Menurut para
ahli, kognisi memengaruhi aliran kognitifis atau tingkah laku dari seorang anak yang didasarkan
pada kognisi yaitu merupakan suatu tindakan mengenal serta memikirkan situasi di mana tingkah
laku itu terjadi.

Sederhananya, kognitif ialah seluruh aktivitas mental yang membuat seorang individu
untuk mampu menghubungan, mempertimbangkan dan menilai suatu peristiwa. Sehingga,
individu tersebut akan mendapatkan pengetahuan setelahnya. Jadi dapat di simpulkan
perkembangan kognitif dapat dimaknai sebagai tingkat kemampuan seorang individu dalam
berpikir yang meliputi proses pemecahan masalah, mengingat, serta mengambil keputusan.

2) Pengertian perkembangan kognitif

Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak juga
mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana, pada buku karangan (Desmita,
2009) dijelaskan kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir
lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan
berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik menguasai
pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar
dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.

Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis
yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya, sesuai
buku karangan (Desmita, 2009).

2.2 KARAKTERISTIK TEORI

Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang
kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan
merupakan proses yang berkesinambungan yang membentuk struktur yang diperlukan dalam
interaksi terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh kecerdasan,

5
pengetahuan sangat subjektif waktu masih bayi dan masa kanak–kanak awal dan menjadi
objektif dalam masa dewasa awal.

Piaget juga memberikan proses pembentukan pengetahuan dari pandangan yang lain, ia
menguraikan pengalaman fisik, yang merupakan abstraksi dari ciri– ciri dari obyek, pengalaman
logis matematis atau pengetahuan endogen disusun melalui proses pemikiran anak didik .
Sruktur tindakan, operasi kongkrit dan operasai formal dibangun dengan jalan logis–matematis.

Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi
bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti
penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai
siswa dan sebagainya.

2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Faktor yang berpengaruh dalam perkembangan kognitif, yaitu:

1. Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luat merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi
kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika
intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
2. Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh
manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan
untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi
secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung
pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
3. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat
memacu atau menghambat perkembangan kognitifnya.

2.4 UPAYA OPTIMALISASI

1. Struktur Pembelajaran

Selama tahun 1970-an dan 1980-an, Madeline Hunter (1982), Barak Rosenshine
(Rasenshine dan Stevens, 1986) dan para peneliti lainya mencoba untuk mengidentifikasi
keefektifan tipe-tipe struktur pembelajaran. Meskipun berbeda-beda sebutan, mereka
menyepakati struktur pembelajaran efektif pada dasarnya mencakup komponen : (1)
pendahuluan pembelajaran, (2) penjelasan dan klarifikasi isi pembelajaran secara jelas,
(3) monitoring terhadap pemahaman anak, (4) pemberian waktu untuk praktek/berlatih,
(5) fase penyimpulan dan penutupan pembelajaran, (6) pendalaman secara terstruktur
maupun mandiri dan review.

6
2. Motivasi anak

Motivasi mengimplikasi pada terbentuknya energi belajar pada diri anak. Review
terhadap hasil-hasil penelitian terhadap motivasi belajar anak (brophy, 1987), sejumlah
variabel motivasi anak meliputi (1) mengacukan belajar anak dengan interes/minat anak
diluar sekolah, (2) menyesuaikan aktivitas belajar anak dengan kebutuhan anak, (3)
kebaruan dan kebervariasian aktivitas belajar, (4) pengalaman sukses anak atas
belajarnya, (5) tensi-tekanan yang mengarahkan tingginya kepedulian belajar anak, (6)
atmosfir/iklim psikologis kelas yang kondusif untuk belajar, (7) monitoring terhadap
kinerja anak, (8) belajar yang menantang (Levin dan F. Nolan; 1996:98-103).

3.Efektasi guru

Perlakuan yang buruk terhadap anak yang kurang cerdas tersebut, gilirannya
memperngaruhi pula harapan anak terhadap dirinya sendiri, yang dampaknya dapat
menumbuhkan perilaku belajar yang negatif seperti kurang berpengharapan terhadap diri
sendiri, kurang produktif, serta kurang percaya diri untuk konfirmasi kepada guru.
Perlakuan guru yang berat sebelah tersebut secara kumulatif akan memperparah
ketertinggalan anak-anak yang kurang cerdas. Namun, apabila anak-anak yang kurang
cerdas tersebut memperoleh perlakuan yang sama dengan mereka yang dipahami guru
sebagai anak yang cerdas, maka prestasinya cenderung meningkat. Hal ini terbuktikan
dalam riset bahwa guru-guru yang memberikan respon dan kesempatan, umpan balik dan
partisipasinya, belajar anak cenderung meningkat cerdas (Levin dan F. Nolan; 1996:103).
Kesimpulannya, ekspektasi guru terhadap anak, berpengaruh positif terhadap belajar
anak.

4.Memaksimalkan waktu belajar

Carroll dalam Syamsudin (1983:84) berasumsi bahwa, jika setiap siswa diberi
kesempatan belajar dengan waktu yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masing-
masing anak, maka mereka akan mampu mencapai tarap penguasaan yang sama. Oleh
karena itu, tingkat penguasaan belajar merupakan fungsi dari proporsi jumlah waktu yang
disediakan guru, dengan jumlah waktu yang diperlukan anak untuk belajar. Meskipun
demikian, motivasi belajar, kemampuan memahamai pembelajaran dan kualitas
pembelajaran merupakan faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap kualitas
penguasaan belajar.

Hal terpenting dari pemaksimalan waktu adalah pemanfaatan waktu untuk


pelaksanaan tugas anak. Banyaknya alokasi waktu yang diberikan untuk suatu mata
pelajaran, belum berarti apapun tanpa penggunaannya untuk aktivitas pembelajaran.
Hasil riset menyatakan bahwa keberhasilan managemen termasuk kegiatan pembelajaran
adalah kemampuan guru dalam memaksimalkan alokasi waktu untuk belajar akademik,
menyelesaikan tugas-tugas meminimalkan penggunaan waktu untuk menunggu pelajaran,

7
pergantian matapelajaran, jam kosong tanpa pelajaran ( Brophy,1988). Hasil riset
mengisyaratkan untuk memanfaatkan alokasi waktu belajar, disarankan berikut (Levin
dan F. Nolan; 1996:107).

a. Memanfaatkan waktu untuk interaksi substantive,model pembelajaran dimana


guru menyajikan informasi,tanya jawab,melakukan unpan balik,memonitor kerja
siswa,mendorong siswa belajar secara independent,belajar dalam kelompok kecil tanpa
banyak intervensi guru.

b. Guru memonitor keseluruhan kelas selama pembelajaran dimulai hingga


berakhirnya anak menyelesaikan tugas, selama aktivitas anak berlangsung guru
mendorong dan mengarahkannya.

c. Meningkatkan pemahaman anak terhadap aktivitas apa yang mereka perlu


lakukan, keterampilan yang perlu dikuasai agar mampu melaksanakan tugas dengan
berhasil, mengarahkan anak untuk mencari sendiri semua bahan yang diperlukan dalam
belajarnya, dan mengarahkan anak agar mampu mengendalikan diri untuk tidak
berperilaku menyimpang selama penyelesaian tugas.

d. Memberikan pengarahan secara verbal-oral kepada anak agar memusatkan


perhatian tentang bagaimana mengerjakan tugas dan bilamana pekerjaan selesai, serta
mendayagunakan waktu sebaik mungkin untuk mengerjakan tugas.

e. Memahami perilaku anak yang tampak dan mengarahkannya untuk


meningkatkan keterlibatan dan partisipasinyaan dalam mengerjakan tugas.

f. Menyediakan variasi kegiatan dengan acuan untuk mempertahankan perhatian


anak terhadap tugas tanpa bayak interupsi atas kegiatan anak dalam kelompok kecil
( Evertson, 1989).

8
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik


Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Masa kanak- kanak awal


a) Pengertian perkembangan kognitif masa kanak-kanak awal
Jean Piaget menanamkan masa kanak-kanak awal. Dari sekitar usia 2 sampai 7 tahun,
sebagai tahap praoperasional, karena anak-anak belum siap untuk terlibat dalam
operasi atau manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran logis. Karakteristik
perkembangan dalam tahap kedua adalah perluasan penggunaan pemikiran simbolis,
atau kemampuan representional, yang pertama kali muncul pada akhir tahap
sensorimotor. Menurut Montessori (Hurlock, 1978) anak usia 3-6 tahun adalah anak
yang sedang berada dalam periode sensitif atau masa peka, yaitu suatu periode dimana
suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat
perkembangannya. Anak taman kanak-kanak adalah anak yang sedang berada dalam
rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang berada dalam
proses perkembangan. Proses pendidikan bagi anak usia 4-6 tahun secara formal dapat
ditempuh di taman kanak-kanak.

b) Kemampuan yang mampu dikuasai anak


Pada tahap ini kemampuan anak berada pada tahap praoperasional. Dikatakan
praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami. Fase praoperasional
dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi simbolis, subfase berpikir
secara egosentris dan subfase berpikir secara intuitif. Fase ini rnemberikan andil yang
besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada fase praoperasional, anak tidak berpikir
secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan dengan jalan
menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan anak mengaitkannya dengan
kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya. Fase ini merupakan fase permulaan
bagi anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab
itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik.
Fase praoperasional mencakup tiga aspek, yang memiliki kemampuan yaitu:
1. Berpikir Simbolik
Berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan peristiwa
walaupun objek dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik (nyata) di hadapan
anak. Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Pada masa ini, anak
telah memiliki kemampuan untuk menggarnbarkan suatu objek yang secara fisik
tidak hadir. Contoh kemampuan ini membuat anak dapat rnenggunakan balok-
balok kecil untuk membangun rumah-rumahan, menyusun puzzle, dan kegiatan

9
lainnya. Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar manusia secara sederhana.
Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang
benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan
sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat
simbolis. Anak tidak harus berada dalam kondisi kontak sensorimotorik dengan
objek, orang, atau peristiwa untuk memikirkan hal tersebut. Anak dapat
membanyangkan objek atau orang tersebut memiliki sifat yang berbeda dengan
yang sebenarnya.
Contoh: Citra bertanya kepada ibunya tentang gajah yang mereka lihat
dalamperjalanan mereka ke sirkus beberapa bulan yang lalu.sa kanak- kanak awal.

2. Berfikir egosentris
Aspek berpikir secara egosentris, yaitu cara berpikir tentang benar atau tidak
benar, setuju atau tidak setuju, berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh sebab
itu, anak belum dapat meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang
lain. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada tahap ini
sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif
orang lain. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun.
Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk
memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Anak berasumsi bahwa
orang lain berpikir, menerima dan merasa sebagaimana yang mereka lakukan.
Contoh: Clara menyadari bahwa dia harus mebalik buku agar ayahnya dapat
melihat gambar yang dia minta untuk diterangkan. Dia malah memegang buku
di depan wajahnya sehingga hanya dia sendiri yang dapat malihat buku
tersebut.

Kemampuan lain yang dikuasai anak tahap ini adalah:


a. Memahami identitas
Anak memahami bahwa perubahan di permukaan tidak mengubah karakter alamiah
sesuatu.
Contoh: Boris mengetahui bahwa gurunya sedang berbusana bajak laut tetapi orang itu
tetap gurunya yang berada di dalam kostum.
b. Memahami sebab akibat
Anak mengetahui bahwa peristiwa memiliki sebab dan akibat.
Contoh: Anas melihat bola menggelinding dari balik tembok, lalu dia melihat belakang
tembok untuk mencari siapa yang menendang bola tersebut.
c. Mampu mengklasifikasi
Anak mengorganisir objek, orang, dan peristiwa kedalam kategori yang memiliki
makna.
Contoh: Susan memilah mainannya ke kelompok bagus dan jelek.
d. Memahami angka
10
Anak dapat berhitung dan bekerja dengan angka.
Contoh: Rosa membagi permen kepada teman-temannya dan menghitung permen yang
dia punya untuk memastikan setiap orang mendapatkan permen yang sama.
e. Empati
Anak menjadi lebih mampu untuk membayangkan apa yang dirasakan oleh orang lain.
Contoh: Budi mencoba untuk menenangkan temannya yang sedang kecewa dan
menangis.
f. Teori pikiran
Anak menjadi lebih dasar akan aktivitas mental dan fungsi pikirannya.
Contoh: Putri ingin menyimpan beberapa potong coklat untuk dirinya sendiri, karena
itu ia menyimpan coklat dari adiknya ke dalam kotak pensil. Dia mengetahui bahwa
coklatnya akan aman didalam kotak tersebut karena sang adik tidak akan mencarinya
ke tempat yang biasanya tidak terdapat coklat.

2. Masa kanak-kanak akhir

Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak usia sekolah dasar disebut
pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas mental
yang difokuskan pada objek – objek peristiwa nyata atau konkrit. Masa ini berlangsung
padamasa kanak-kanak akhir. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak
lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai
mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan
kenyataan sesungguhnya. Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak
berkembang secara berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak
masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah
berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi
sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.

3. Masa Remaja

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli


perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para
remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang
kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa
sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan
masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan
abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti
ilmuwan.

A. Abstrak

11
Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-
benar terjadi. Mampu memunculkan kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau dalil-dalil
dan penalaran yang benar-benar abstrak.
B. Fleksibel dan kompleks
Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal.
Mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri, orang lain, dan dunia, serta
membandingkan diri mereka dengan orang lain dan standard-standard ideal ini. Berbeda
dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu
memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara
hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau
suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang
dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan
demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk
adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
C. Logis
Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu
membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Mulai mampu mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik akan jalan keluar suatu
masalah, menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji
pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis.Misal : Dalam pengambilan keputusan
oleh remaja mulai dari pemikiran, keputusan sampai pada konsekuensinya, bagaimana
lingkungannya yang menunjukkan peran lingkungan dalam membantu pengambilan
keputusan pada remaja.

3.2 Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik

a. Masa kanak-kanak awal

Permasalahan membaca pada masa ini masih dengan cara dieja, pemahamannya hanya satu kata
dan terkadang anak sulit diajak belajar membaca.

Solusi: Membaca diikuti kata-kata bergambar agar menari anak untuk membaca.

b. Masa kanak-kanak akhir

Permasalahan membaca dan pemahaman di SD saat ini umumnya menggunakan sistem klasikal
yang menempatkan kecepatan memahami isi bacaan berdasarkan kecepatan rata-rata memahami
isi buku atau siswa merasa bahwa pembelajaran membaca pemahaman yang dilakukan oleh guru
terlalu cepat.

12
Solusi: Guru mengefektifkan pembelajaran membaca interpretatif dengan mengelompokkan
siswa menjadi 8 kelompok dengan memahami isi bacaan & sharing.

c. Masa Remaja

Permasalahan membaca pemahaman di masa SMP/SMA lebih ke kurang memahami isi bacaan.

Solusi: Seharusnya dengan membaca pemahaman secara serius.

13
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan yang


cukup penting bagi pengajar maupun orang tua. Perkembangan kognitif pada anak
merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan
penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam proses psikologis yang berkaitan
dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Dalam
memahami perkembangan kognitif, kita harus mengetahui proses perkembangan kognitif
tersebut. Selain itu karakteristik perkembangan kognitif peserta didik juga harus dapat
dipahami semua pihak. Dengan pemahaman pada karakteristik perkembangan peserta
didik, pengajar dan orang tua dapat mengetahui sebatas apa perkembangan yang dimiliki
anak didiknya sesuai dengan usia mereka masing-masing, sehingga pengajar dan orang
tua dapat menerapkan ilmu yang sesuai dengan kemampuan kognitif masing-masing anak
didik.

Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya
kita sebagai calon pengajar maupun sebagai orang tua harus memahami tentang
perkembangan kognitif dan tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif agar kita
mampu mengetahui perkembangan kemampuan kognitif masing-masing anak.

4.2 SARAN

1. Diharapkan kepada peserta didik dan pengajar maupun orang tua agar dapat ikut
berpartisipasi dalam memahami tentang perkembangan kognitif.

2. Peran serta pemerintaah, masyarakat, pengajar, orang tua juga perlu untuk mengawasi
perkembangan kognitif setiap anak dan peserta didik sesuai karakteristik perkembangan
kognitif anak.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth. B. (1978). Child Development, Sixth Edition.New York : Mc.

Graw Hill, Inc.

https://www.kompasiana.com/jokowinarto/550094a28133115318fa799e/teori-
perkembangan-kognitif-jean-piaget-dan-implementasinya-dalam-pendidikan?page=all

https://sarwoedy09320036.wordpress.com/2011/02/07/perkembangan-kognitif/

15

Anda mungkin juga menyukai