Makalah Kelompok 5 PPD
Makalah Kelompok 5 PPD
KELOMPOK 5
DOSEN PEMBIMBING
MAYANG T.AFRIWILDA, M.Pd
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang maha kuasa atas limpahan rahmatnya sehingga penulis
biasa menyelesaikan tugas makalah dengan judul “PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK DAN TEORI” sebagai salah satu syarat tugas semester
mata kuliah Bahasa Indonesia.
Saya sebagai penulis sangat menyadari keterbatasan dan kemampuan yang di miliki
sehingga banyak kendala dan kesulitan yang di hadapi dalam penulisan makalah ini. Namun
demikian berkat bimbingan, arahan, dorongan, perhatian, serta bantuan baik moral maupun
materi dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat di selesaikan. Untuk itu penulis
mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu semua
kritik dan saran untuk perbaikan dan kemajuan kedepan sangat di harapkan dan diterima oleh
penulis. Akhirnya semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya bagi
pembaca umumnya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………4
2.1 DEFINISI…………………………………………………………………………...5
1) Pengertian Kognitif………………………………………………………………....5
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………………….14
4.1 KESIMPULAN……………………………………………………………………..14
4.2 SARAN……………………………………………………………………………..14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...15
3
BAB I
PENDAHULUAN
Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan keluarga,
maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik
dalam pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan
objek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran sehingga perkembangan
kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah.
Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena perkembangan dan
pertumbuhan anak dimulai dari lingkungan keluarga. Namun, sebagai pendidik dan orang
tua belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif anak, karakteristik
perkembangan kognitif, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah perkembangan
kognitif anak.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan kognitif bagi peserta didik,
diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail baik pengertian maupun tahap-
tahap karakteristik perkembangan kognitif peserta didik.
1.2 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian kognitif.
2. Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan tahap-tahapnya .
3. Mengetahui masalah perkembangan kognitif peserta didik.
1.3 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud kognitif?
2. Apa yang dimaksud perkembangan kognitif?
3. Bagaimana proses perkembangan kognitif peserta didik?
4. Masalah apa yang berkaitan dengan perkembangan kognitif peserta didik dan bagaimana
solusinya?
4
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 DEFINISI
1) Pegertian kognitif
Secara bahasa, kata ‘cognitive; berasal dari kata cognition yang artinya ialah pengertian
atau mengerti. Sedangkan kognitif dapat dimaknai sebagai sebuah proses yang terjadi secara
internal dalam pusat susunan sarag ketika manusia sedang berpikir. Secara luas, menurut Neisser
kognisi atau cognition ialah perolehan, penggunaan pengetahuan serta penataan. Menurut para
ahli, kognisi memengaruhi aliran kognitifis atau tingkah laku dari seorang anak yang didasarkan
pada kognisi yaitu merupakan suatu tindakan mengenal serta memikirkan situasi di mana tingkah
laku itu terjadi.
Sederhananya, kognitif ialah seluruh aktivitas mental yang membuat seorang individu
untuk mampu menghubungan, mempertimbangkan dan menilai suatu peristiwa. Sehingga,
individu tersebut akan mendapatkan pengetahuan setelahnya. Jadi dapat di simpulkan
perkembangan kognitif dapat dimaknai sebagai tingkat kemampuan seorang individu dalam
berpikir yang meliputi proses pemecahan masalah, mengingat, serta mengambil keputusan.
Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak juga
mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana, pada buku karangan (Desmita,
2009) dijelaskan kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir
lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan
berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik menguasai
pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar
dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis
yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya, sesuai
buku karangan (Desmita, 2009).
Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang
kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan
merupakan proses yang berkesinambungan yang membentuk struktur yang diperlukan dalam
interaksi terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh kecerdasan,
5
pengetahuan sangat subjektif waktu masih bayi dan masa kanak–kanak awal dan menjadi
objektif dalam masa dewasa awal.
Piaget juga memberikan proses pembentukan pengetahuan dari pandangan yang lain, ia
menguraikan pengalaman fisik, yang merupakan abstraksi dari ciri– ciri dari obyek, pengalaman
logis matematis atau pengetahuan endogen disusun melalui proses pemikiran anak didik .
Sruktur tindakan, operasi kongkrit dan operasai formal dibangun dengan jalan logis–matematis.
Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi
bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti
penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai
siswa dan sebagainya.
1. Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luat merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi
kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika
intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
2. Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh
manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan
untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi
secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung
pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
3. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat
memacu atau menghambat perkembangan kognitifnya.
1. Struktur Pembelajaran
Selama tahun 1970-an dan 1980-an, Madeline Hunter (1982), Barak Rosenshine
(Rasenshine dan Stevens, 1986) dan para peneliti lainya mencoba untuk mengidentifikasi
keefektifan tipe-tipe struktur pembelajaran. Meskipun berbeda-beda sebutan, mereka
menyepakati struktur pembelajaran efektif pada dasarnya mencakup komponen : (1)
pendahuluan pembelajaran, (2) penjelasan dan klarifikasi isi pembelajaran secara jelas,
(3) monitoring terhadap pemahaman anak, (4) pemberian waktu untuk praktek/berlatih,
(5) fase penyimpulan dan penutupan pembelajaran, (6) pendalaman secara terstruktur
maupun mandiri dan review.
6
2. Motivasi anak
Motivasi mengimplikasi pada terbentuknya energi belajar pada diri anak. Review
terhadap hasil-hasil penelitian terhadap motivasi belajar anak (brophy, 1987), sejumlah
variabel motivasi anak meliputi (1) mengacukan belajar anak dengan interes/minat anak
diluar sekolah, (2) menyesuaikan aktivitas belajar anak dengan kebutuhan anak, (3)
kebaruan dan kebervariasian aktivitas belajar, (4) pengalaman sukses anak atas
belajarnya, (5) tensi-tekanan yang mengarahkan tingginya kepedulian belajar anak, (6)
atmosfir/iklim psikologis kelas yang kondusif untuk belajar, (7) monitoring terhadap
kinerja anak, (8) belajar yang menantang (Levin dan F. Nolan; 1996:98-103).
3.Efektasi guru
Perlakuan yang buruk terhadap anak yang kurang cerdas tersebut, gilirannya
memperngaruhi pula harapan anak terhadap dirinya sendiri, yang dampaknya dapat
menumbuhkan perilaku belajar yang negatif seperti kurang berpengharapan terhadap diri
sendiri, kurang produktif, serta kurang percaya diri untuk konfirmasi kepada guru.
Perlakuan guru yang berat sebelah tersebut secara kumulatif akan memperparah
ketertinggalan anak-anak yang kurang cerdas. Namun, apabila anak-anak yang kurang
cerdas tersebut memperoleh perlakuan yang sama dengan mereka yang dipahami guru
sebagai anak yang cerdas, maka prestasinya cenderung meningkat. Hal ini terbuktikan
dalam riset bahwa guru-guru yang memberikan respon dan kesempatan, umpan balik dan
partisipasinya, belajar anak cenderung meningkat cerdas (Levin dan F. Nolan; 1996:103).
Kesimpulannya, ekspektasi guru terhadap anak, berpengaruh positif terhadap belajar
anak.
Carroll dalam Syamsudin (1983:84) berasumsi bahwa, jika setiap siswa diberi
kesempatan belajar dengan waktu yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masing-
masing anak, maka mereka akan mampu mencapai tarap penguasaan yang sama. Oleh
karena itu, tingkat penguasaan belajar merupakan fungsi dari proporsi jumlah waktu yang
disediakan guru, dengan jumlah waktu yang diperlukan anak untuk belajar. Meskipun
demikian, motivasi belajar, kemampuan memahamai pembelajaran dan kualitas
pembelajaran merupakan faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap kualitas
penguasaan belajar.
7
pergantian matapelajaran, jam kosong tanpa pelajaran ( Brophy,1988). Hasil riset
mengisyaratkan untuk memanfaatkan alokasi waktu belajar, disarankan berikut (Levin
dan F. Nolan; 1996:107).
8
BAB III
PEMBAHASAN
9
lainnya. Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar manusia secara sederhana.
Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang
benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan
sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat
simbolis. Anak tidak harus berada dalam kondisi kontak sensorimotorik dengan
objek, orang, atau peristiwa untuk memikirkan hal tersebut. Anak dapat
membanyangkan objek atau orang tersebut memiliki sifat yang berbeda dengan
yang sebenarnya.
Contoh: Citra bertanya kepada ibunya tentang gajah yang mereka lihat
dalamperjalanan mereka ke sirkus beberapa bulan yang lalu.sa kanak- kanak awal.
2. Berfikir egosentris
Aspek berpikir secara egosentris, yaitu cara berpikir tentang benar atau tidak
benar, setuju atau tidak setuju, berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh sebab
itu, anak belum dapat meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang
lain. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada tahap ini
sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif
orang lain. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun.
Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk
memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Anak berasumsi bahwa
orang lain berpikir, menerima dan merasa sebagaimana yang mereka lakukan.
Contoh: Clara menyadari bahwa dia harus mebalik buku agar ayahnya dapat
melihat gambar yang dia minta untuk diterangkan. Dia malah memegang buku
di depan wajahnya sehingga hanya dia sendiri yang dapat malihat buku
tersebut.
Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak usia sekolah dasar disebut
pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas mental
yang difokuskan pada objek – objek peristiwa nyata atau konkrit. Masa ini berlangsung
padamasa kanak-kanak akhir. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak
lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai
mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan
kenyataan sesungguhnya. Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak
berkembang secara berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak
masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah
berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi
sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.
3. Masa Remaja
A. Abstrak
11
Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-
benar terjadi. Mampu memunculkan kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau dalil-dalil
dan penalaran yang benar-benar abstrak.
B. Fleksibel dan kompleks
Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal.
Mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri, orang lain, dan dunia, serta
membandingkan diri mereka dengan orang lain dan standard-standard ideal ini. Berbeda
dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu
memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara
hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau
suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang
dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan
demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk
adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
C. Logis
Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu
membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Mulai mampu mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik akan jalan keluar suatu
masalah, menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji
pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis.Misal : Dalam pengambilan keputusan
oleh remaja mulai dari pemikiran, keputusan sampai pada konsekuensinya, bagaimana
lingkungannya yang menunjukkan peran lingkungan dalam membantu pengambilan
keputusan pada remaja.
Permasalahan membaca pada masa ini masih dengan cara dieja, pemahamannya hanya satu kata
dan terkadang anak sulit diajak belajar membaca.
Solusi: Membaca diikuti kata-kata bergambar agar menari anak untuk membaca.
Permasalahan membaca dan pemahaman di SD saat ini umumnya menggunakan sistem klasikal
yang menempatkan kecepatan memahami isi bacaan berdasarkan kecepatan rata-rata memahami
isi buku atau siswa merasa bahwa pembelajaran membaca pemahaman yang dilakukan oleh guru
terlalu cepat.
12
Solusi: Guru mengefektifkan pembelajaran membaca interpretatif dengan mengelompokkan
siswa menjadi 8 kelompok dengan memahami isi bacaan & sharing.
c. Masa Remaja
Permasalahan membaca pemahaman di masa SMP/SMA lebih ke kurang memahami isi bacaan.
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya
kita sebagai calon pengajar maupun sebagai orang tua harus memahami tentang
perkembangan kognitif dan tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif agar kita
mampu mengetahui perkembangan kemampuan kognitif masing-masing anak.
4.2 SARAN
1. Diharapkan kepada peserta didik dan pengajar maupun orang tua agar dapat ikut
berpartisipasi dalam memahami tentang perkembangan kognitif.
2. Peran serta pemerintaah, masyarakat, pengajar, orang tua juga perlu untuk mengawasi
perkembangan kognitif setiap anak dan peserta didik sesuai karakteristik perkembangan
kognitif anak.
14
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/jokowinarto/550094a28133115318fa799e/teori-
perkembangan-kognitif-jean-piaget-dan-implementasinya-dalam-pendidikan?page=all
https://sarwoedy09320036.wordpress.com/2011/02/07/perkembangan-kognitif/
15