Anda di halaman 1dari 3

Bismillahirrahmanirrahiim.

Surat al-Ghasyiyyah ayat 8-10:


‫ُو ُجوٌه َيْو َم ِئٍذ َناِع َم ٌة‬
‫ِلَس ْع ِيَها َر اِض َيٌة‬
‫ِفي َج َّنٍة َع اِلَيٍة‬
"Banyak muka pada hari itu berseri-seri. Merasa senang karena usahanya. Dalam
surga yang tinggi."
Setiap perbuatan atau usaha kita di dunia pasti akan diperlihatkan balasannya oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala di akhirat kelak.
Di hari itu, ada yang terlihat "wujuhuy yauma idzin khoosyiah" (wajah yang
tertunduk, terhina) dan ada pula yang "wujuhuy yauma idzin naa'imah" (wajah yang
berseri-seri). Ada yang tertunduk dan ada yang berseri-seri karena bahagia .
Tentu sangat beruntung orang-orang yang wajahnya berseri, lantaran amalan dan
ikhtiarnya menggapai ridha Allah di dunia, diterima Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Inilah wajah calon penghuni surga.
Lalu apa syaratnya agar wajah kita berseri-seri saat bertemu dengan Allah Subhanahu
wa ta'ala di akhirat? Ada empat hal yang mesti kita upayakan selama hidup di dunia.
Pertama, iman. Di kehidupannya dunia, pada wajah orang yang shalih terpancar
cahaya yang mengisyaratkannya sebagai calon penghuni surga. Pancaran itu sejatinya
berasal dari iman yang mendasari setiap amal shalih yang dilakukannya.
Iman sendiri dibuktikan dengan lisan dan perbuatan. Menyatakan iman dengan lisan
untuk orang-orang yang tidak terlahir sebagai muslim itu, sungguh membutuhkan
pengorbanan. Inilah pembuktian untuk iman yang dideklarasikan dengan lisan.
Setelah dengan lisan, iman itu juga harus dibuktikan dengan perbuatan. Contohnya
shalat. Dalam shalat, terdapat dua rukun, yaitu rukun fi'liyah yang berarti perbuatan
dan rukun qauliyah yaitu perkataan. Dua-duanya wajib dikerjakan.
Kedua, ikhlas. Setelah iman dengan lisan dan perbuatan; landasan amal shalih yang
selanjutnya adalah keikhlasan. Ikhlas, sejatinya adalah melakukan segala sesuatu
hanya untuk Allah Swt semata. Pada praktiknya, orang yang ikhlas seringkali
menyembunyikan amal shalihnya. Ini karena ia tidak ingin keikhlasannya
terkontaminasi dengan keinginan untuk diapresiasi orang lain.
Namun demikian, ikhlas saja tidak cukup. Hal ini disebabkan, banyaknya di antara
kita yang ketika beribadah hanya mengikuti perasaan, tetapi minim ilmu. Sehingga,
tidak sesuai dengan tuntunan sunah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Mengikuti tuntunan sunah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam inilah yang
menjadi syarat ketiga. Dengan demikian, melakukan sebuah amal shalih pada
awalnya harus berorientasi ikhlas karena Allah dan kemudian, harus dibarengi
dengan pengetahuan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah Muhammad saw. Inilah
langkah-langkah yang harus kita lakukan dalam melakukan sebaik-baik amal.
Syarat keempat, berorientasi akhirat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman pada
surat Al Isra' ayat 19:
‫ٰۤل‬
‫َو َم ْن َاَر اَد اٰاْل ِخ َر َة َو َس ٰع ى َلَها َس ْع َيَها َو ُهَو ُم ْؤ ِم ٌن َفُاو ِٕىَك َك اَن َس ْعُيُهْم َّم ْشُك ْو ًرا‬
"Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu
dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman; maka mereka itulah orang yang
usahanya dibalas dengan baik."
Visi tertinggi seorang muslim dalam kehidupan dunia adalah akhirat. Namun,
sayangnya, kebanyakan manusia dalam menjalani kehidupan di dunia seperti yang
digambarkan dalam surat Al Kahfi ayat 104.

‫َاَّلِذ ْيَن َض َّل َس ْعُيُهْم ِفى اْلَح ٰي وِة الُّد ْنَيا َو ُهْم َيْح َس ُبْو َن َاَّنُهْم ُيْح ِس ُنْو َن ُص ْنًعا‬
"(Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan
mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya."
Inilah orang yang celaka, usaha terbaiknya hanya terhenti untuk dunia. Di mata
Tuhan nya perbuatan mereka ini hanya sia-sia. Saat seseorang tidak memiliki
orientasi akhirat; tidak memiliki visi masa depan untuk sampai di surga, maka pada
malam hari hanya dimanfaatkan untuk tidur.
Padahal dengan banyak tidur, otomatis hak istimewa sebagai hamba yang ada pada
malam hari akan hilang. Atau, karena terlalu sibuk dengan urusan bisnis dan karier,
lalu tidur terlalu larut. Sehingga waktu tahajud terlewat. Subuh pun kesiangan.
Waktu-waktu istimewa di sepertiga malam pun hilang. Namun, tidak demikian
dengan para pekerja keras yang berorientasi akhirat, tidur selarut apa pun dan dalam
kondisi yang selelah apa pun dia akan tetap menjaga waktu istimewanya dengan
Allah pada sepertiga akhir malam.
Artinya, di sinilah kekuatan cara berpikir kita yang akan menjadi penyokong
konsistensi dan produktivitas seorang muslim untuk terus melakukan amal shalih
yang akan mengantarkannya menjejak di surga.
Kebanyakan kita berorientasi jadi orang kaya. Namun, tidak banyak orang yang
menyadari hadis Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam yang menggambarkan
bahwa orang kaya baru bisa masuk surga setelah diseleksi 500 tahun; setelah orang
miskin beriman yang masuk surga.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َو ُهَو َخ ْم ُس ِم اَئِة َع اٍم‬، ‫َيْد ُخ ُل ُفَقَر اُء اْلُم ْس ِلِم يَن اْلَج َّنَة َقْبَل َأْغ ِنَياِئِهْم ِبِنْص ِف َيْو ٍم‬
“Orang muslim yang miskin akan masuk surga sebelum orang muslim yang kaya
dengan selisih setengah hari, yang itu setara dengan 500 tahun.” (HR. Ahmad 8521,
Turmudzi 2528, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Hadis di atas juga tidak bisa dimaknai dengan ketikdabolehan menjadi kaya dan
keharusan jadi miskin. Justru sebaliknya, ketika ditakdirkan menjadi orang yang
mampu, sebaiknya membantu mereka yang kesusahkan.

Terkait kriteria orang miskin masuk surga terlebih dahulu, para ulama memberikan
penjelasan tentang hadis ini. Orang miskin dalam hadis itu bermakna, mereka yang
beriman dan bersabar, serta memang sudah melakukan ikhtiar. Orang miskin yang
dimaksud, berdasarkan penjelasan Imam An-Nawawi, adalah mereka yang tidak
memiliki kapasitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun demikian, mereka
juga bersabar dan tidak melakukan dosa besar atau maksiat-maksiat berat lainnya
baik lahir maupun batin.

Kriteria miskin ini bukan sekadar miskin belaka, tapi ia juga beriman dan tidak putus
asa dalam hidupnya. Jadi bukan asal fakir dan miskin, tetapi mereka yang tidak
pesimis dan putus asa serta tidak menghalalkan segala cara untuk mengatasi
keterbatasannya. Di samping itu, mereka adalah orang yang menjaga keimanan dan
martabatnya.

Dan terkait pula hadist tentang orang muslim yang miskin akan masuk surga sebelum
orang kaya dengan selisih setengah hari yang setara dengan 500 tahun, artinya di sini
cara berpikir atau mindset kita tentang kekayaan yang harus diubah dengan mindset
orientasi akhirat. Sehingga, jadilah orang kaya yang seluruh aset dan jiwa raganya
untuk akhirat, seperti Abu Bakar ra, Utsman bin Affan ra, dan Abdurrahman bin Auf
ra.
Akhirnya, marilah kita selalu ingat bahwa dunia itu singkat. Karena itu, marilah kita
menapaki kehidupan dengan empat hal di atas yaitu iman, ikhlas, mengikut sunah
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, dan berorientasi akhirat. Dengan izin Allah, wajah
kita akan berseri-seri di akhirat dan hidup kita di dunia juga bahagia.

Anda mungkin juga menyukai