Anda di halaman 1dari 63

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP GINJAL
2.1.1 Anatomi Fisiologis Ginjal
Ginjal atau Ren (Renal) adalah organ utama penyusunan sistem
perkemihan. Pada organ ginjal inilah terjadi proses penyaringan (filtrasi) darah.
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di sisi belakang selaput
peritoneum, sebelah atas dari rongga abdomen, sisi kanan dan kiri dari
columna vertebralis, diantara vertebrae thorakalis nomer 12(T12) sampai ke os
vertebrae lumbalis nomer 3 (L3). Posisi ginjal sebelah kanan terletak lebih
kebawah dibandingkan dengan ginjal kiri, hal ini disebabkan karena untuk
menyediakan ruang organ hepar yang berukuran besar disebelah kanan.
Bagian ujung atas ginjal masih dilindungi beberapa tulang rusuk yaitu os costae
fluctuantes (rusuk melayang) nomer 11 dan nomer 12 dari arah belakang
(Kuntoadi, 2022).
Ginjal adalah sebuah organ berbentuk dan berwarna merah tua mirip
seperti kacang merah yang berukuran panjang 12,5 cm, lebar 6 cm, dan tebal
2,5 cm. berat ginjal pada pria kurang lebih 125 – 175 gram sedangkan pada
wanita sekitar 115 – 155 gram. Setiap ginjal terhubung dengan sistem
kardiovaskuler melalui arteri renalis (renal artery) yang merupakan cabang dari
aorta abdominalis (abdominal artery) yang berfungsi memasok darah yang
akan disaring ke ginjal, sedangkan pembuluh darah yang berfungsi
mengalirkan darah keluar dari ginjal adalah vena renalis (renal vein) yang
kemudian bermuara ke vena cava inferior (inferior vena cava) (Kuntoadi, 2022).
Ginjal terbagi menjadi 3 bagian yaitu korteks ginjal yang terdiri dari nefron yang
berfungsi sebagai alat penyaringan darah, medula ginjal yang terdiri dari
kumpulan tubulus kolektivus yang berfungsi untuk mengumpulkan urine dari
nefron dan pelvis ginjal berfungsi untukmenampung urine dari medula ginjal.
Korteks dan medula tersusun dari nefron (unit fungsi ginjal), pembuluh darah,
limfatik dan saraf (Aprianti dkk, 2021).

6
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal
2.1.2 Proses Fisiologi Ginjal Menyaring Darah
Nefron berfungsi menyaring darah untuk mengambil zat – zat atau mineral
yang masih berguna bagi tubh dan sekaligus membuat zat – zat yang sudah
tidak berguna lagi bagi tubuh seperti obat – obatan yang berlebih, limbah sisa
metabolisme dan racun lain yang bercampur bersama darah dan kemudian
menghasilkan filtrat hasil penyaringan dan kemudian mengalirkan filtrat
tersebut keluar ginjal. Untuk lebih lengkapnya penjabaran fungsi sel nefron
menurut (Kuntoadi, 2022) adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pengatur air dan zat terlarut ( terutama elektrolit) dalam tubuh
dengan cara menyaring darah kemudian mereabsorbsi cairan dan molekul
yang masih diperlukan oleh tubuh, sedangkan molekul sampah dan sisa
cairan yang tidak berguna lainnya akan dibuang keluar ginjal
2. Menghasilkan cairan sampah limbah sisa proses filtrasi dalam bentuk urine
2.1.3 Struktur sel ginjal
Secara struktur anatomi sel, organ ginjal tersusun atas jutaan sel – sel
penyusun ginjal yang disebut sebagai sel ginjal (nefron). Sama seperti sel – sel
tubuh lainnya, sel nefron juga tersusun atas beberapa organel – organel
pembentuk sel menurut (Kuntoadi, 2022) sebagai berikut :
1. Glomerulus
Sebuah organel vital yang tersusun atas kapiler kecil pembuluh darah.
Darah yang masuk ke glomerulus berasal dari arteriol afferent yang
merupakan cabang dari arteri renalis sementara darah bersih hasil filtrasi
glomerulus akan keluar melalui arteriol efferent yang kemudian akan
bertemu venule renalis dan kemudian menuju vena renalis. Akibat
meningkatnya tekanan darah yang terjadi hanya khusus di kapiler
glomerulus, air dan molekul kecil terdorong keluar melalui pori – pori kecil

7
kapiler glomerulus, sementara sel – sel seperti eritrosit, leukosit, trombosit
dan molekul besar lainnya yang terdapat dalam darah tidak akan ikut
terdorong keluar. Hasil filtrasi glomrulus berupa filtrat primer dan akan
ditampung kapsul bowman.

Gambar 2.2 Badan Malpighi


2. Kapsul bowman
Kapsul bowman adalah lapisan luar penyelaput sebuah glomerulus. Kedua
organel ini membentuk sebuah kesatuan yang disebut badan malpighi.
Kapsul bowman mempunyai fungsi menampung filtrasi dari hasil
penyaringan glomerulus dalam bentuk urine primer dan kemudian
mengalirkan kebagian pertama dari tubulus kontortus proksimal.
3. Tubulus kontortus proksimal
Saluran pertama dari serangkaian saluran nefron yang akan menerima
urine primer dari kapsul bowman, mengolahnya dan kemudian mengalirkan
ke saluran berikutnya yaitu ansa henle. Di dalam tubulus kontortus
proksimal terjadi proses reabsorbsi H2O, zat dan mineral yang masih
berguna bagi tubuh. Filtrat hasil proses reabsorbsi disebut sebagai urine
sekunder. Setelah mengalami proses reabsorbsi, urine sekunder akan
berlanjut ke ansa henle.
4. Gelung henle atau ansa henle
Ansa henle adalah saluran lanjutan dari tubulus kontortus proxsimal,
didalam ansa henle juga terjadi proses reabsorbsi air dan NaCl. Ansa henle
terdiri dari tiga bagian yaitu bagian tebal turun, bagian tipis dan bagian tebal
naik. Setelah melalui ansa henle, urine sekunder akan menuju tubulus
kontortus distal.
5. Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal adalah saluran ketiga setelah ansa henle, di
tubulus ini juga terjadi sedikit proses reabsorbsi karena fokus utama dari
tubulus ini adalah pada proses augmentasi dan sekresi, filtrat akhir dari
augmentasi adalah urine sebenarnya.

8
6. Tubulus pengumpul
Setelah tabung panjang yang bertugas mengumpulkan urine sebenarnya
dari beberapa tubulus kontortus distal yang ada disekitarnya dan kemudian
menyalurkan ke bagian pelvis ginjal.

Gambar 2.3 Nefron

2.2 KONSEP CKD (Chronic Kidney Disease)


2.2.1 Definisi
Chronic kidney disease merupakan penyakit yang menahun dan bersifat
progresif, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme atau keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia.
CKD merupakan penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan menurunnya
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) < 60 mL/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3
bulan atau lebih dengan adanya penanda kerusakan pada ginjal yang dapat
dilihat melalui konsentrasi albuminuria (Webster dkk, 2017). Penurunan fungsi
ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73 m2 termasuk ke dalam kategori penyakit
ginjal stadium akhir (CKD stase 5) yang menandakan bahwa ginjal tidak dapat
berfungsi dengan baik dalam waktu jangka panjang (Webster dkk, 2017)
CKD atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan Hilangnya
sebagian besar nefron fungsional secara progresif dan irreversible berpengaruh
pada hasil metabolisme yang tidak dapat dieksresi yang mengakibatkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit dan asam basa (Hall,
2014).
2.2.2 Etiologi
Angka kejadian gagal ginjal meningkat setiap tahunnya, baik di Indonesia
maupun di dunia. Data di Indonesia, penyebab CKD terbanyak adalah
glomerulus nefritis, Infeksi Saluran Kemih (ISK), batu saluran kencing, nefropati
diabetik, nefrosklerosis hipertensi, dan ginjal polikistik (Irwan, 2016). Selain itu
penyebab gagal ginjal juga dipengaruhi oleh faktor gaya hidup yaitu merokok,

9
mengkonsumsi minuman suplemen berenergi, mengkonsumsi kopi (Pranandari
& Supadmi, 2015). Penyebab CKD diantaranya, yaitu :
1. Prarenal
a. Stenosis arteria renalis / penyempitan arteri ginjal
b. Emboli (Kedua ginjal) / gumpalan darah atau gelembung gas tersangkut
dalam pembuluh darah dan menyebabkan penyumbatan vaskuler.
2. Parenkim / Jaringan dasar
a. Diabetes mellitus
b. Hipertensi
c. Glomerulonefritis kronis / Peradangan ginjal
d. Nefritis tubulointerstisial kronis / Peradangan tubulus
e. Amiloidosis / protein abnormal yang menumpuk pada organ
f. Cancer renal / Kanker ginjal
g. Sistemic lupus erythematosus / SLE
3. Postrenal
a. Obtruksi saluran kemih
b. Infeksi saluran kemih (Tao & Kendall, 2013)
Terdapat beberapa pula faktor risiko yang dapat menyebabkan CKD salah
satunya adalah riwayat gaya hidup. Gaya hidup yang dimaksud adalah gaya
hidup seperti riwayat penggunaan obat analgetika dan obat anti inflamasi non
steroid yaitu obat yang digunakan untuk mengurangi peradangan, sehingga
meredakan nyeri dan menurunkan demam, selain itu adanya riwayat merokok,
riwayat penggunaan minuman suplemen berenergi (Dewi, 2018).
2.2.3 Klasifikasi
1. CKD dibagi 3 stadium :
a. Stadium 1
Penurunan cadangan ginjal, pada stadium ini kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik (kondisi penyakit yang sudah
positif diderita, tetapi tidak memberikan gejala klinis apapun). Hanya
dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.
b. Stadium 2
Insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
c. Stadium 3
Gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

10
2. K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari
tingkat penurunan LFG yaitu :
a. Stadium 1
kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2
Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
c. Stadium 3
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
d. Stadium 4
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2
e. Stadium 5
Kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat berdasarkan
LFG, yang digunakan menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai
berikut:

Tabel 2.1. Rumus GFR

2.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya bergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Ginjal mempunyai kemampuan untuk beradaptasi,
pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi,
yang di perantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal

11
ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
kemudian terjadi proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan
aktivitas aksis reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β)
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
CKD adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia (Basuki, 2019).
Pada stadium paling dini penyakit CKD, gejala klinis yang serius belum
muncul, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan
dimana basal LGF masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan, tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,
mulai terjadi keluhan pada penderita antara lain penderita merasakan letih dan
tidak bertenaga, susah berkonsentrasi, nafsu makan menurun dan penurunan
berat badan, susah tidur, kram otot pada malam hari, bengkak pada kaki dan
pergelangan kaki pada malam hari, kulit gatal dan kering, sering kencing
terutama pada malam hari.
Pada LFG di bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Selain itu pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran cerna, maupun infeksi saluran nafas. Sampai pada LFG di
bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara
lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai
pada stadium gagal ginjal.
Di samping itu, ketika BUN meningkat secara otomatis, dan pasien akan
mengalami risiko kelebihan beban cairan seiring dengan output urin yang
makin tidak adekuat. 20 Pasien dengan CKD mungkin menjadi dehidrasi atau
mengalami kelebihan beban cairan tergantung pada tingkat gagal ginjal.

12
Perubahan metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan eksresi
BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian dieksresikan oleh tubulus ginjal dan
penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum kreatinin.
Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah disebut
azotemia dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal. Perubahan kardiak
pada CKD menyebabkan sejumlah gangguan sistem kardiovaskuler.
Manifestasi umumnya diantaranya anemia, hipertensi, gagal jantung
kongestif, dan perikaraitis, anemia disebabkan oleh penurunan tingkat
eritropetin, penurunan masa hidup sel darah merah akibat dari uremia,
defisiensi besi dan asam laktat dan perdarahan gastrointestinal. Hipertropi
terjadi karena peningkatan tekanan darah akibat overlood cairan dan sodium
dan kesalahan fungsi sistem renin. Angiostin aldosteron CRF menyebabkan
peningkatan beban kerja jantung karena anemia, hipertensi, dan kelebihan
cairan. Tahap gangguan ginjal antar lain: Tahap 1 : Diminishid Renal Reserve
Tahap ini penurunan fungsi ginjal, tetapi tidak terjadi penumpukan sisasisa
metabolik dan ginjal yang sehat akan melakukan kompensasi terhadap
gangguan yang sakit tersebut. Tahap II : Renal Insufficiency (insufisiensi ginjal)
Pada tahap ini dikategorikan ringan apabila 40-80% fungsi normal, sedang
apabia 15-140% fungsi normal dan berat bila fungsi ginjal normal hanya 2-20%.
Pada insufisiensi ginjal sisa-sisa metabolik mulai berakumulasi dalam darah
karena jaringan ginjal yang lebih sehat ridak dapat berkompensasi secara terus
menerus terhadap kehilangan fungsi ginjal karena adanya penyakit tersebut.
Tingkat BUN, Kreatinin, asam urat, dan fosfor mengalami peningkatan
tergntung pada tingkat penurunan fungsi ginjal. Tahap III : End Stage Renal
Desease (penyakit ginjal tahap lanjut) Sejumlah besar sisa nitrogen (BUN,
Kreatinin) berakumulasi dalam darah dan ginjal tidak mampu mempertahankan
hemostatis. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit terjadi bila segera
dianalisa akan menjadi fatal/kematian (Brunner and Sudarth, 2017).
2.2.5 Manifestasi Klinis
Menurut Siregar (2020) penyakit CKD tidak menunjukkan gejala atau tanda
– tanda terjadinya penurunan fungsi secara spesifik, tetapi gejala yang muncul
mulai terjadi pada saat fungsi nefron mulai menurun secara berkelanjutan.
Penyakit CKD dapat mengakibatkan terganggunya fungsi organ tubuh lainnya.
Penurunan fungsi ginjal yang tidak dilakukan penatalaksanaan secara baik
dapat berakibat buruk dan menyebabkan kematian. Tanda gejala umum yang
sering muncul dapat meliputi:
1. Darah ditemukan dalam urine (hematuria)

13
2. Urine seperti berbusa ( albuminuria)
3. Urine keruh (infeksi saluran kemih)
4. Nyeri saat buang air kecil
5. Merasa sulit saat buang air kecil
6. Ditemukan pasir/batu di dalam uriine
7. Terjadi penambahan atau pengurangan produksi urine
8. Nokturia
9. Nyeri di bagian pinggang/perut
10. Pergelangan kaki, kelopak mata dan wajah bengkak
11. Tekanan darah meningkat
Penurunan kemampuan ginjal melakukan fungsi yang terus berlanjut ke
stadium akhir(GFR<25%) dapat menimbulkan gejala uremia yaitu:
1. Buang air kecil dimalam hari dan jumlah menurun
2. Nafsu makan berkurang dan merasa mual serta muntah
3. Tubuh terasa lelah
4. Pucat
5. Gatal – gatal
6. Tekanan darah meningkat
7. Sesak napas
8. Pergelangan tangan dan kelopak mata bengkak
Gejala yang terjadi pada pasien sesuai dengan tingkat kerusakan ginjal,
keadaan ini dapat mengganggu fungsi organ tubuh lainnya yaitu:
1. Gangguan jantung: terjadi peningkatan tekanan darah, kardiomegali,
uremik perikarditis, gagal jantung, edema paru dan perikarditis
2. Gangguan kulit: kulit pucat, mudah lecet, rapuh, kering dan bersisik, timbul
bintik – bintik hitam, gatal, kulit berwarna putih seperti berlilin, pruritus
3. Gangguan pencernaan: stomatitis, perdarahan gusi, parotitis, esophagitis,
gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus, pankreatitis, mual, muntah,
penurunan nafsu makan, cegukan, rasa haus dan penurunan aliran saliva.
4. Gangguan muskuloskeletal: tungkai bawah sakit, restless leg syndrome,
kaki terasa panas, kelemahan, demineralisasi tulang, fraktur patologis dan
klasifikasi.
5. Gangguan hematologi: anemia, purpura, petechiae, ekimosis, daya imun
menurun, cepat terjadi infeksi.
6. Gangguan neurologis: mental kacau, gangguan konsentrasi, kedutan otot,
kejang, penurunan kesadaran, gangguan tidur dan tremor

14
7. Gangguan endokrin: infertilitas, penurunan libido, gangguan amenorea dan
siklus haid, impoten, penurunan pengeluaran sperma, peningkatan
pengeluaran aldosterone serta mengakibatkan rusaknya metabolisme
karbohidrat.
8. Gangguan pernapasan: edema paru, nyeri pleura, sesak napas, friction
rub, krakles, sputum kental, peradangan lapisan pleura.
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien CKD, antara lain
(Rumyati, 2019):
1. Hematologi
2. Hemoglobin: HB kurang dari 7-8 g/dl
3. Hematokrit: Biasanya menurun
4. Eritrosit
5. Leukosit
6. Trombosit
7. LFT (Liver Fungsi Test)
8. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)
9. AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7 : 2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan
ammonia atau hasil akhir. 13 2) Kalium : peningkatan sehubungan dengan
retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan hemolisis.
10. RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin)
11. BUN/ Kreatinin : Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL), kreatinin serum (normal
0,5-1,5 mg/dL; 45- 132,5 µmol/ L [unit SI]) biasanya meningkat dalam
proporsi kadar kreatinin 10mg/dl, natrium (normal: serum 135-145 mmol/L;
urine: 40-220 mEq/L/24 jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0 mEq/L; 3-5,0
mmol/Lm [unit SI]) meningkat
12. Urine rutin
13. Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
14. Volume : kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria
15. Warna : secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid
dan fosfat.
16. Sedimen : kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin,
porfirin.
17. Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan
kerusakan ginjal berat.

15
18. Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis
ginjal, pengangkatan tumor selektif.
19. USG abdominal
20. CT scan abdominal
21. Renogram 14 RPG (Retio Pielografi) katabolisme protein bikarbonat
menurun PC02 menurun Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan
ureter.
2.2.7 Penatalaksanaan
Menurut (Rumyati, 2019) yang terpenting dalam melakukan penanganan CKD
adalah diagnosis dini dan pengobatan kondisi atau faktor yang reversible,
faktor-faktor yang dapat menyebabkan CKD terminal adalah hipertensi,
hiperfiltrasi glomerular, hipertropi glomerular, proteinuria, deposisi lipid,
deposisi kalsium dan fosfat.
Jadi upaya umum pengobatan adalah meliputi:
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, dapat meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi
toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara Optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Sumber energi untuk CKD harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu
mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara stats
nutrisi dan memelihara status gizi kebutuhan cairan.
c. Bila ureum serum > 150 mg kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L perhari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena dapat meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Dalam upaya mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium

16
bicarbonat) harus segera diberikan melalui intravena bila pH < 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan reaksi alergi.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada CKD. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari CKD. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa ynag mulai dari mulut sampai anus. Tindakan
yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-
obatan simtomatik.
d. Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medika mentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
e. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
3. Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal/RRT (Renal Replecement Therapy) dilakukan
pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15
ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa tindakan hemodialisis, Continues
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dan transplantasi ginjal.
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien CKD yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan
Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m2, mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat.

17
a. Hemodialisis
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya
dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah
kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas
hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun.
b. Dialisis peritoneal
Akhir-akhir ini sudah populer CAPD di pusat ginjal di luar negeri dan di
Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak anak dan orang tua
(umur lebih dari 65 tahun), pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan
bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunt, pasien
dengan stroke, pasien CKD dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal dari satu individu
ke individu lain yang sesuai dengan anatomi dan faal ginjal itu sendiri.
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
00%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah.
2) Kualitas hidup normal kembali.
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama.
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

2.3 KONSEP HEMODIALISIS


2.3.1 Definisi
Hemodialisis adalah proses pengangkutan dimana zat terlarut secara pasif
berdifusi ke bawah gradien konsentrasinya dari satu kompartemen cairan (baik
darah atau dialisat) ke kompartemen lain. Kecukupan hemodialisis mengacu
pada seberapa baik racun dan produk limbah dikeluarkan dari darah pasien
dan memiliki dampak besar pada kesejahteraan mereka (Somji dkk, 2020).

18
Hemodialisis dilakukan dengan mesin (dialyzer) yang mengandung
membran semipermeabel. Membran ini memungkinkan lewatnya cairan dan
limbah yang berlebihan. Shunt atau fistula arteriovenosa mencapai akses ke
aliran darah (Costantinides dkk 2018).
Hemodialisis berfungsi sebagai terapi penyelamat hidup untuk banyak
orang di seluruh dunia (Alvarez dkk 2017). Meskipun hemodialisis dapat
meningkatkan harapan hidup, namun tidak dapat mengubah perjalanan alami
penyakit, bukan pengganti yang sempurna untuk fungsi ginjal secara penuh,
mengakibatkan banyak komplikasi pada pasien, dan menyebabkan masalah
fisik, mental, dan sosial bagi pasien dan keluarganya (Eshg et al., 2017).
2.3.2 Indikasi & Kontra Indikasi
1. Indikasi
a. Pasien yang memerlukan hemodialisis adalah pasien CKD dan AKI
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
b. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisis apabila
terdapat indikasi:
1) Hiperkalemia > 17 mg/lt
2) Asidosis metabolik dengan pH darah ≤ 7.2
3) Kegagalan terapi konservatif
4) Kadar ureum ≥ 200 mg% dan keadaan gawat pasien uremia,
asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema
paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan
nilai kreatinin ≥ 100 mg%.
5) Kelebihan cairan
6) Mual dan muntah hebat.
7) BUN ≥ 100 mg/dl (BUN = 2.14 x nilai ureum)
8) Preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah)
9) Sindrom kelebihan air
10) Intoksikasi obat jenis barbiturat.

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi


elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) ≥ 120 mg% atau ≥ 40 mmol per liter dan kreatinin ≥
10 mg% atau ≥ 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8

19
mL/menit/1.73m², mual, anoreksia, muntah dan astenia berat (Sukandar
(2006) dalam Wardana & Ismahmudi, 2018).
2. Kontra Indikasi
a. Malignansi stadium lanjut kecuali multiple myeloma Terkait tumor,
cenderung mengarahan ke keadaan buruk.
b. Penyakit Alzheimer’s dimana penyakit Alzheimer adalah suatu kondisi di
mana sel-sel saraf di otak mati, sehingga sinyal-sinyal otak sulit
ditransmisikan dengan baik.
c. Multi-infarct dementia.
d. Sindrom Hepatorenal dimana sindrom ini adalah suatu sindrom klinis
yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut
serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan
abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas sistem
vasoactive endogen. SHR bersifat fungsional dan progresif. SHR
merupakan suatu gangguan fungsi ginjal pre renal, yaitu disebabkan
adanya hipoperfusi ginjal. Pada ginjal terdapat vasokonstriksi yang
menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah, dimana sirkulasi di luar
ginjal terdapat vasodilatasi arteriol yang luas yang menyebabkan
penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi.
e. Sirosis hati tingkat lanjut dengan enselopati Sirosis adalah perusakan
jaringan hati normal yang meninggalkan jaringan parut yang tidak
berfungsi di sekeliling jaringan hati yang masih berfungsi.
f. Hipotensi (tekanan darah rendah) adalah suatu keadaan dimana
tekanan darah lebih rendah dari 90/60 mmHg atau tekanan darah cukup
rendah sehingga menyebabkan gejala-gejala seperti pusing dan
pingsan.
g. Penyakit terminal Penyakit terminal adaah penyakit pada stadium lanjut,
penyakit utama yang tidak dapat disembuhkan bersifat progresif,
pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan keluhan,
memperbaiki kualitas hidup) (Wardana & Ismahmudi, 2018).
2.3.3 Prinsip-prinsip yang Mendasari Hemodialisis
Terdapat 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu osmosis, difusi
dan ultrafiltrasi (Brunner & Suddarths, 2017). Pada saat dialysis, prinsip
osmosis dan disfusi atau ultrafiltrasi digunakan secara stimulant atau bersaman
1. Difusi adalah pergerakan butir – butir (partikel) dari tempat yang
berkonsentrasi rendah. Dalam tubuh manusia, hal ini terjadi melalui
membransemipermiabel. Difusi menyebabkan urea, kreatinin dan asam

20
urat dari darah pasien masuk ke dalam dialisat. Walaupun konsentrasi
eritrosit dan protein dalam darah tinggi, materi ini tidak dapat menembus
membrane semipermeable karena eritrosit dan protein mempunyai molekul
yang besar.
2. Osmosis pada prinsip ini terjadi pengeluaran air yang berlebihan.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan;
dengan kata lain, air bergerak dari tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien)
ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).
3. Ultrafiltasi adalah pergerakan cairan melalui membrane semipermeable
sebagai tekanan gradien buatan. Tekanan gradien bautan dpat bertekanan
positif (didorong) atau negatif (ditarik). ultrafiltrasi lebih efisien dari pada
osmosis dalam mengambil cairan dan ditetapkan dalam hemodialisis.
2.3.4 Peralatan Hemodialisis
1. Arterial Vena Blood Line (AVBL) yang terdiri dari :
a. Arterial Blood Line (ABL)
Arterial Blood Line adalah tubing/line plastic yang menghubungkan
darah dari tubing akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut
inlet ditandai dengan warna merah.
b. Venouse Blood Line (VBL)
Venouse Blood Line adalah tubing/line plastic yang menghubungkan
dari dialiser dengan tubing akses vaskular menuju tubuh pasien
disebut outlet ditandai dengan warna biru. Priming AVBL antara 100-
500 ml. Priming volume adalah volume cairan yang diisikan pertama
kali pada AVBL dan kompartemen dialiser.
2. Dialyzer atau ginjal buatan (Artificial Kidney)
Dialyzer adalah suatu alat dimana proses dialysis terjadi terdiri dari 2 ruang
atau kompartemen, yaitu : kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi
darah dan kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat. Kedua
kompartemen dipisahkan oleh membrane semipermiabel. Dialiser
mempunyai 4 lubang yaitu dua ujing untuk keluar masuk darah dan dua
samping untuk keluar masuk dialisat.
3. Air Water Treatment
Air dalam Tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka
(diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air
sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment”
sehingga memenuhi standart AAMI (Association for the Advancement of

21
Medical Instrument). Jumlah air yang dibutuhan untuk satu deddion
hemodialisis seorang pasien adalah sekitar 120 liter.
4. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang engandung elektrolit dalam komposisi tertentu.
Dialisat ada 2 jenis yaitu dialisat asetat dan dialisat bicarbonate. Bentuk
bicarbonate ada 2 macam yaitu ada powder sehingga harus dilarutkan
dalm air murni atau water treatment dan ada yang bentuk cair (siap pakai).
5. Mesin Hemodialisis
Ada bermacam- macam mesin hemodialisis sesuai dengan mereknya.
Tetapi prinsipnya sama yaitu blood pump, sistem pengaturan larutan
dialisat, sistem pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dialisat
circuit, sebagai monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen
tambahan seperti heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi,
program ultrafiltrasi, kateter vena, blood volume monitor.
6. Persiapan Pasien
a. Pasien Baru
1) Sistem kelengkapan administrasi (Rujukan dr. Nefrolog yang telah
ditunjuk)
2) Pemeriksaan Laboratorium
3) Persiapan Rekam Medik (Form Pengkajian)
4) Pendidikan Kesehatan
5) Informed Concent
b. Pasien Rutin
2.3.5 Proses Hemodialisis
1. Proses dimana petugas melakukan koneksi antara selang darah dan AV
Fistulla untuk melakukan sirkulasi ekstra korporeal. Memulai HD dilakukan
dengan memperhatikan hasil anamnesa sebelumnya terkait kesiapan
pasien, mesin dan peralatan lain yang akan digunakan, bila kita akan
memulai HD jika sudah siap pasien termasuk akses vaskular, siap mesin
dan siap petugas.
2. Pada proses hemodialisis, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring
didalam ginjal buatan (dyalizer). Darah yang telah disaring kemudian
dialirkan Kembali ke dalam tubuh. Rata-rata manusia mempunyai sekitar 5,6
– 6,8 liter darah, dan selama proses hemodialisis hanya sekitar 0,5 liter yang
berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisis dibutuhkan pintu masuk
atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer

22
kemudian Kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu
anteriovenous (AV) fistula, AV graft dan Central Venous Catheter.
3. Akses vaskular adalah jalan untuk memudahkan mengeluarkan darah yang
diperlukan dari pembuluh darah. Kegunaan akses vaskular dalam kasus
gagal ginjal menahun utnuk keperluan hemodialisis (cuci darah).
4. Perawat akan memeriksa TTV pasien untuk memastikan apakah pasien
layak untuk menjalani hemodialisis. Selain itu pasien melakukan timbang
badan untuk menentukan jumlah cairan didalam tubuh yang harus dibuang
pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasein ke
mesin cuci darah dengan menggunakan blood line (selang darah) dan akses
vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dyalizer dan akses
untuk jalan masuk ke dalam tubuh. Setelah semua terpasang maka proses
terapi hemodialisis dapat dimulai. Pada proses hemodialisis, darah
sebenarnya tidak mengalir melalui mesin HD, melainkan hanya melalui
selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan perpaduan dari
computer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk mengatur
dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi
jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin HD juga
mengatur cairan dialisat yang masuk ke dyalizer, dimana cairan tersebut
membantu mengumpulkan racun-racun dari darah. Pompa yang ada dalam
mesin HD berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer dan
mengembalikan kmbali ke dalam tubuh.
2.3.6 Dosis dan Adekuasi
Adekuasi hemodialisis adalah kecukupan dosis per sesi pasien saat
menjalani hemodialisis. Adekuasi (KT/V) dipengaruhi oleh:
1. Jenis dan luas membran dializer
2. Lama waktu hemodialisis
3. Kecepatan aliran darah(Quick Blood)
4. Quick of Dialysate (QD) pada saat proses hemodialisis
5. Adanya bekuan darah pada dializer maupun sirkuit blood line
Dosis tindakan hemodialisis menurut PERNEFRI (2018) dilakukan sekitar
10 – 15 jam yang dilakukan 2 – 3 kali per minggu dan waktu yang dibutuhkan
dalam satu tindakan hemodialisis 4 – 5 jam.
2.3.7 Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
a. Cepat memperbaiki overhidrasi
b. Cepat memperbaiki hiperkalemia

23
c. Cepat mempebaiki asisodis metabolik
d. Cepat memperbaiki hipertensi persisten
e. Kondisi pasien terpantau dengan baik
f. Dapat bertemu dengan pasien hemodialisis lain yang rutin, sehingga
bisa berdiskusi ataupun bertukar pengalaman dalam perawatan
penyakit
2. Kekurangan
a. Kadar hemoglobin (Hb) cenderung lebih rendah
b. Pada saat hemodialisis sering terjadi kram, pusing, menggigil, nyeri
dada dll.
c. Pasien harus rutin datang ke rumah sakit 2 – sampai 3 kali seminggu
d. Mengganggu hemodinamik
e. Memperburuk aritmia
f. Memperberat perdarahan (Kusuma dkk, 2019)
2.3.8 Komplikasi
Menurut Rahmawati dan Padoli (2017) selama tindakan hemodialisis
sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Hipotensi
Suatu penurunan tekanan darah sistolik ≥ 20 mmHg atau penurunan MAP >
10 mmHg. Penyebabnya penurunan volume darah, kegagalan efek
vasokonstriksi dan faktor jantung.
2. Hipertensi
Suatu peningkatan tekanan darah sistolik > 140 mmHg. Penyebabnya
adalah adanya penumpukan racun uremik yang memicu terjadinya
penyempitan pembuluh darah.
3. Kram Otot
Kram otot sering kali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat
dengan volume yang tinggi. Penyebabnya bisa karena hipotensi BB pasien
dibawah BB kering, hipokalemia.
4. Mual, muntah dan sakit kepala
Terapi dialysis dengan waktu yang lama dengan ultrafiltrasi yang banyak
dan zat yang terlarut tinggi meningkatkan sakit kepala, mual, dan muntah
selama dyalisis.
5. Gatal – gatal
Penyebabnya bisa terjadi karena toksin uremia yang kurang terdialis,
peningkatan phosphor dalam darah, kulit yang kering, alergi dengan bahan-
bahan yang dipakai pada proses hemodialisis.

24
6. Chest pain dan Back pain
Nyeri dada yang terjadi saat pasien dyalisis dapat dikaitkan adanya sindrom
disequilibrium, hipotensi atau dialysis.
7. Demam
Demam bisa terjadi karena adanya tanda-tanda infeksi pada akses, reaksi
tranfusi, filtrasi pada HF yang sudah rusak, endotoxin pada dyalizer, air atau
dialisat
8. Hemolisis
Hemolisis dapat terjadi pada pasien dengan keluhan nyeri dada, sesak
nafas atau sakit punggung. Hemolisis harus dikenali lebih awal, karena bisa
menyebabkan hiperkalemia berat dan menyebabkan kematian.
9. First Use Syndrome
Reaksi hipersensitif terhadap dyaliser baru biasanya ditandai dengan nyeri
dada dan nyeri punggung. Mual, gatal-gatal dan rasa tidak nyaman terjadi
pada setengah jam pertama HD.
10. Disequilibrium Syndrome
Kumpulan gejala yang sering terjadi baik secara sistemic dan neurology,
diketahui karakteristiknya dengan EEG dan dapat ditemukan selama atau
segera setelah dyalisis. Manifestasi yang biasa timbul mual, muntah, lemah,
kram dan sakit kepala, yang lebih serius bisa koma.
11. Emboli Udara
Embol udara selama dialysis adalah penyebab lain nyeri dada dan juga
gejala lainnya, terutama dypsneu.
12. Hipoglikemia
Sangat sering pada pasien diabetes, atau pasien dengan malnutrisi. Tanda
dan gejala berkeringat dingin, tremor, takikardi, sakit kepala.
13. Aritmia pada pasien hemodialisis
Biasanya dikarenakan hiperkalemia, alkalosis, asam basa atau elektrolit
berubah.

2.4 KONSEP HIPOGLIKEMIA INTRA HEMODIALISIS


2.4.1 Anatomi dan Fisioligis Pankreas
Pangkreas adalah suatu organ retroperitoneal yang terletak di belakang
lambung dan mempunyai berat sekitar 100 gram. Bagian endokrin pankreas
terdapat sel – sel endokrin yang menyusun hanya sekiar 2% dari volume
pankreas tetapi merupakan kelompok sel – sel yang penting. Sel – sel endokrin
membentuk pulau langerhans (Aini, 2019).

25
Pankreas merupakan organ yang terletak dibawah lambung . pankreas
melekat pada usus kecil oleh saluran pankreas di mana enzim pencernaan
dilepaskan. Sel endokrin tersebar diseluruh pankreas dalam kelompok kecil
yang disebut pulau langerhans. Pulau langerhans akan mengeluarkan dua
hormon yaitu insulin dan glukagon yang bekerja untuk mengontrol kadar
glukosa darah. Insulin unik karena merupakan satu – satunya hormon yang
menurunkan kadar glukosa darah. Glukagon meningkatkan kadar glukosa
darah, memungkinkan kita untuk mempertahankan konsentrasi glukosa yang
hampir konstan dalam darah saat makan (Pramestiyani dkk, 2022).
Pulau langerhans merupakan mikrogan endokrin multihormonal di
pankreas, kebanyakan pulau beridameter 100 – 200 μm dan mengandung
beberapa ratus sel. Pulau – pulau sel kecil endokrin di temukan tersebar
diantara sel – sel eksokrin pankreas. Pada sediaan, setiap pulau terdiri atas sel
– sel bulat atau poligonal pucat yang tersusun berderet yang dipisahkan oleh
suatu jalinan kapiler darah. Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama,
yaitu alfa, beta dan delta dan dapat dibedakan dari ciri morfologik dan
pewarnaannya. Sel alfa memiliki granul teratur dengan pusat padat yang
dikelilingi daerah bening berbatas membran, sel beta memiliki granul tak teratur
dengan pusat terdiri atau kristal insulin tak beraturan yang tergabung dengan
seng. Populasi sel alfa pulau langerhans mensekresi hormon peptida glukagon,
sel beta pulau langerhans mensekresikan hormon insulin dan sel delta
mensekresi somatostatin. Insulin dan glukagon adalah hormon yang bekerja
secara antagonis dalam mengatur konsentrasi glukosa dalam darah,
sedangkan somatostatin menghambat sekresi hormon insulin dan glukagon.
Insulin mempunyai dua rantai polipeptida (A dan B) dan berat molekulnya
6000 KDa. Insulin merangsang transpor glukosa dan merangsang
metabolisme pada banyak jaringan sasaran, kebanyakan di hati dan jaringan
lemak dan merangsang sintesis glikogen sehingga menurunkan kadar glukosa
darah. Sedangkan glukagon mempunyai rantai tunggal polipeptida dengan
berat molekul 3500 Kda. Kerjanya berlawanan dengan kerja insulin yaitu
dengan merangsang pemecahan glikogen dan sintesi glukosa di hati sehingga
meningkatkan kadar glukosa darah. Adapun mekanisme hemostatis glukosa
yang dipertahankan oleh insulkin dan glukagon.

26
Gambar 2.4 Mekanisme Hemostatis Glukosa
2.4.2 Defisini Hipoglikemia Intra Hemodialisis
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin
atau penurunan sensivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi
kronis mikrovaskuler, makrovaskuler dan neuropati (Nurarif dan Kusuma,
2015). Kadar gula dalam darah dikatakan tinggi atau hiperglikemi jika ( GDS
>200 mg/dL atau GDP >126 mg/dL) dan dikatakan kaa gula dalam darah
rendah atau hipoglikemia jika (kadar gula darah <70 mg/dL) (Dewi dkk, 2023).
Hipoglikemia adalah ciri umum dari DM tipe 1 dan juga dijumpai pada klien
dengan DM tipe 2 yang menjalani terapi obat insulin atau obat oral.
Hipoglikemia dapat disebabkan karena dosis insulin berlebihan, asupan
makanan lebih sedikit dari biasanya, aktivitas berlebihan, ketidakseimbangan
nutrisi dan cairan serta riwayat mengkonsumsi alkohol (Black dan Hawks
(2021) dalam Syarli dkk (2021)). Hipoglikemia pada pasien diabetes melitus
disebut iatrogenic hypoglycemia, sedangkan hipoglikemia pada pasien non-
diabetes disebut hipoglikemia spontan. Hipoglikemia bersifat emergensi
dengan gejala dan keluhan yang tidak spesifik. Hipoglikemia dapat
berkembang menjadi koma bahkan kematian. Hipoglikemia berat yang
berkepanjangan akan mengakibatkan kerusakan otak permanen (Mansyur
(2018) dalam Syarli dkk (2021)).

27
2.4.3 Etiologi
Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi non teknis yang biasanya
terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis. Penyebab terjadinya
hipoglikemia saat hemodialisis menurut Andrayani (2017) disebabkan beberapa
faktor diantaranya:
1. Tidak ada proses reabsorbsi aktif glukosa pada hollow fiber
2. Konsentrasi dialisat yang mengandung sedikit glukosa
3. Penurunan status gizi
4. Manajemen kontrol gula yang tidak adekuat
2.4.4 Manifestasi klinis
Beberapa gejala yang terjadi pada pasien hipoglikemia intra hemodialisis
yaitu:
1. Mengantuk
2. Seperti kebingungan
3. Kejang
4. Penurunan kesadaran
5. Berkeringat dingin
6. Pucat
7. Pusing
8. Tremor
9. Mudah lapar
10. Badan tiba – tiba menggigil
11. Jantung berdebar
12. Kesemutan
2.4.5 Klasifikasi Hipoglikemia
Klasifikasi hipoglikemia terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Dapat diatasi sendiri dan tidak ada gangguan
aktivitas sehari-hari
2. Penurunan glukosa yang dapat merangsang
Ringan saraf simpatis, seperti : tremor, takikardi,
berkeringat, dan gelisah
3. Penurunan glukosa yang apat merangsang saraf
parasimpatis, seperti : lapar, mual dan tekanan
darah menurun Sedang
Sedang 1. Dapat diatasi sendiri dan mengganggu aktivitas
sehari-hari
2. Suplai glukosa sebagai sumber energi ke otak
mengalami penurunan, dapat menimbulkan
gangguan sistem saraf pusat, seperti : sakit
kepala, vertigo, gangguan konsentrasi,

28
penurunan daya ingat, perubahan emosi,
perilaku irasional, penurunan fungsi perasa,
gangguan koordinasi gerak.
1. Membutuhkan bantuan orang lain dan terapi
glukosa
Berat 2. Mengalami gangguan sistem saraf pusat berat,
seperti : disorientasi, kejang, penurunan
kesadaran
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipoglikemi
2.4.6 Patofisiologi
Patofisiologi hipoglikemia melibatkan penurunan kadar gula darah di
bawah ambang normal, yakni 70 mg/dl. Penurunan kadar glukosa dalam darah
saat hemodialisa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karena tidak
ada proses reabsorbsi aktif glukosa pada hollow fiber, konsentrasi dialisat yang
mengandung sedikit glukosa atau free glukosa, penurunan status gizi serta
manajemen kontrol gula darah tidak adekuat. Penurunan glukosa plasma akan
disusul oleh penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, yang
merangsang peningkatan glukoneogenesis renal atau hepatik dan
glikogenolisis hepatik. Proses glikogenolisis dapat mempertahankan kadar
serum glukosa normal hingga 8 sampai 12 jam hingga cadangan glikogen
habis. Selanjutnya, peran mempertahankan euglikemia akan lebih didominasi
oleh proses glukoneogenesis hepatik.
Mekanisme kontra regulasi tambahan akan diaktivasi apabila penurunan
kadar glukosa hingga berada di bawah kadar fisiologis normal glukosa serum.
Mekanisme kontra regulasi tersebut antara lain, sekresi glukagon oleh sel alfa
pankreas. Apabila sekresi glukagon juga gagal menghasilkan euglikemia, maka
epinefrin adrenomedular akan disekresikan. Apabila mekanisme kontra regulasi
tersebut juga gagal mencapai euglikemia, maka mekanisme kontra regulasi
selanjutnya yang akan aktif adalah pelepasan hormon pertumbuhan dan
kortisol. Ketika hipoglikemia terjadi, respon awal untuk melawan kondisi
tersebut adalah penurunan sekresi insulin dari pankreas. Lalu, produksi
glukagon oleh pankreas akan meningkat. Penurunan sekresi insulin dan
peningkatan produksi glukagon akan terdeteksi oleh hati dan direspon dengan
peningkatan glikogenolisis serta glukoneogenesis. Selanjutnya, epinefrin akan
dihasilkan semakin banyak oleh kelenjar adrenal dan menimbulkan berbagai
efek terhadap sel otot, lemak, dan ginjal untuk menurunkan pengeluaran
glukosa dari tubuh.
Apabila defisiensi glukagon terjadi, maka epinefrin akan meningkat.
Kelenjar adrenal dan sistem saraf perifer yang mendeteksi hipoglikemia akan

29
memicu respon otonom yang diperantarai neurotransmiter, seperti asetilkolin
dan norepinefrin. Asetilkolin merangsang rasa lapar dan diaforesis, sedangkan
norepinefrin memicu tremor dan palpitasi.Selain itu, hormon pertumbuhan dan
kortisol juga dapat membantu dalam meningkatkan pembentukan glukosa
melalui peningkatan glukoneogenesis. Keduanya juga dapat menghambat
ambilan glukosa perifer yang dirangsang oleh insulin serta meningkatkan
lipolisis dan proteolisis.
2.4.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien diabetes
melitus yang mengalami hipoglikemia antara lain (Black dan Hawks (2021)
dalam Syahril (2021)):
1. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi
glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl. Biasanya
pada penderita hipoglikemia akan terjadi penurunan kadar glukosa darah
<60mg/dL,
2. Pemeriksaan AGD
Bisanya masih dalam batas normal namun dapat terjadi asidosis
respiratorik sedang.
3. HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar
gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil
tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin
terglikosilasi yang pada orang normal antara 4 - 6%. Semakin tinggi maka
akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko
terjadinya komplikasi.
4. Pemeriksaan Elektrolit
Biasanya tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu
5. Pemeriksaan darah lengkap
Leukosit, terjadi peningkatan jika terdapat infeksi pada pasien.
2.4.8 Penatalaksanaan
Penatalaksaan untuk penderita hipoglikemia sebagai berikut:
1. Hipoglikemia Ringana.
a. Pemberian asupan makanan tinggi glukosa (karbohidrat sederhana
b. Glukosa murni adalah pilihan utama, namun bentuk karbohidrat lain
yang berisi glukosa juga efektif untuk memabntu meningkatkan kadar
gula darah.

30
c. Makanan yang mengandung lemak dapat menghambat respon
kenaikan glukosa darah.
d. Glukosa 15-20 g (2-3 sedok makan) yang dilarutkan dalam air adalah
terapi pilihan pada pasien dengan hipoglikemia yang masih sadar.
e. Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer harus dilakukan
setelah 15 menit pemberian terapi. Jika pada monitoring glukosa darah
15 menit setelah pengobatan, hipoglikemia masih ada makan
pengobatan dilanjutkan.
f. Jika hasil meperiksaan gula darah kadarnya sudah mencapai normal,
pasien diminta makan atau mengkonsumsi snack untuk mencegah
berulangnya hipoglikemia.
2. Hipoglikemia Berat
a. Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parentenal diperlukan
berupa pemberian dekstrose 20% sebanyak 50 cc (jika terpaksa maka
diberikan dextore 40% sebanyak 40 cc), diikuti infus D5% atau D10%.
b. Pemeriksaan gula darah 15 menit setelah memberian IV. Jika kadar
gula darah belum mencapai target, dapat diberikan ulang dextrose
20%.
c. Selanjutnya monitoring gula darah setiap 1-2 jam jika masih terjadi
hipoglikemia berulang, pemberian dekstrose 20% dapat di ulang.
d. Lakukan evalusi terhadap pemicu hipoglikemia. (PERKENI, 2015).
2.4.9 Pencegahan Hipoglikemia
1. Lakukan edukasi tentang tanda dan gejala hipoglikemia, dan penanganan
sementara.
2. Anjurkan melakukan pemantaun gula darah mandiri (PGDM), khususnya
bagi pasien yang menggunakan insulin atau obat oral golongan insulin
sekretagog.
3. Lakukan edukasi tentang obat-obatan atau insulin yang dikonsumsi,
tentang: dosis, waktu mengkonsumsi, dan efek samping.
4. Bagi dokter yang menghadapi pasien diabetes melitus dengan kejadian
hipoglikemia perlu melakukan :
a. Evaluasi secara menyeluruh terkait kesehatan pasien.
b. Evaluasi program pengobatan yang diberikan dan bila diperlukan
melakukan program ulang dengan memperhatikan berbagai aspek,
seperti: jadwal makan, kegiatan olahraga, atau adanya penyakit
penyerta yang memerlukan obat lain yang mungkin berpengaruh
terhadap gula darah.

31
c. Bila diperlukan mengganti obat-obatan yang lebih kecil efek sampinya
dalam menimbulkan hipoglikemia (PERKENI, 2015).
2.4.10 Prognosis
Prognosis hipoglikemia tergantung dari penyebab, keparahan penurunan
kadar glukosa darah dan durasi terjadinya hipoglikemia. Kondisi hipoglikemia
yang dapat diidentifikasi dengan segera dan ditangani dengan tepat akan
memberikan hasil perbaikan yang baik, begitupun sebaliknya jika tidak segera
tertangani akan menjadi semakin parah, maka prognosisnya pun akan menjadi
lebih buruk. Pada dasarnya tubuh memiliki mekanisme fisiologis untuk
mencegah kadar gula dalam darah turun terlalu rendah, namun jika mekanisme
ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya ataupun pengaruh satu atau lenih
faktor risiko yang telat disebutkan sebelumnya maka kadar gula dalam darah
yang sangat rendah akan mencetuskan berbagai gejala.

32
2.5 PATHWAY / WOC

1. Glomerulonefritis 1. Diabetic Kidney


SLE
Kronis Disease
(Nefritis Lupus)
2. Obtruksi dan Infeksi 2. Nefritis Hipertensi

Gangguan tubulus dan glomerulus

Penurunan Fungsi Nefron

Penurunan GFR

BUN dan kreatinin meningkat

Chronic Kidney Disease

CAPD Hemodialisis Tranplantasi


ginjal

Pre HD Intra HD Post HD

33
Metabolisme Aliran darah ke Tirah baring Glukosa Ultrafiltrasi Adanya Terdapat
meningkat ginjal menurun yang lama berpindah dari berlebihan kanulasi luka pungsi
dari ke
kompartemen Penggunaan
Penurunan Luka
HCL meningkat Kerja ginjal Penurunan dialisat heparin
cairan di pungsi
menurun kekuatan otot vaskuler
MK : Nyeri
Iritasi lambung
Kadar gula Akut
Retensi Na dan H2O Perubahan Hipotensi Port entere
dalam darah
sistem masuknya
Mual dan muntah muskuloskeletal menurun
kuman MK : Risiko
Odema MK : Risiko Perdarahan
Akumulasi cairan MK : Syok
MK: Defisit pada paru - paru Ketidakstabilan
Nutrisi MK :
Kadar Gula
Risiko
Darah
MK: Hipervolemia Dispnea Infeksi

Produksi erythropoietin
menurun MK: Pola Napas Uremia Hipoglikemia
Tidak Efektif

Gangguan Penurunan
Masa hidup eritrosit berkurang MK: Gangguan mobilitas keseimbangan nutrisi jaringan
dan jumlah eritrosit menurun
Fisik asam basa otak

Anemia Asam lambung Respon SSP


MK : Nausea meningkat
Respon otak
MK: Perfusi Perifer
Tidak Efektif MK :
Risiko Perfusi Korteks
Serebral Tidak serebri kurang 34
Efektif suplai energi
2.6 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.6.1 Pengkajian
1. Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi klien untuk saat ini dan masa lalu.
Anamnesa mencakup identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.
2. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa,
golongan darah, tangggal MRS, tanggal pengkajian, no.RM, diagnose
medis, alamat.
3. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara
tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan. Keluhan utama yang
didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak
ada BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
(ureum), gatal pada kulit, nyeri pinggang, lemas, dan sesak.
4. Riwayat kesehatan sekarang
Untuk kasus CKD, kaji onset penurunan urine output, adanya sebah pada
perut atau tidak, pembesaran pada perut atau tidak, odem, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan
kulit, dan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan.
5. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hiperplasia,
dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
system perkemihan yang berulang. Penyakit diabetes mellitus, dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi
penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan.

35
6. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit
yang sama. Baaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam keluarga,
ada atau tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang dan
riwayat alergi, penyait hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
7. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan klien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri
(gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga.
8. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tmpat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan
tempat tinggal, area lingkungan rumah.
2.6.2 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
2. Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa
kusmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
3. Sistem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda
dan gejala gagal jantung kongestif. TD meningkat, akral dingin, CRT > 3
detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas, gangguan irama jantung,
edem penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung
akibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoitin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya

36
dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari
trombositopenia.
4. Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya
kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, retless leg
syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
system rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis
yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan
hipertensi.
6. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki
akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab
lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul
gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampaiamenorea.
Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit)
terjadi penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh
hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat
penurunan glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic lemak,
dan gangguan metabolism vitamin D.
7. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan
libido berat
8. Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari
bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
9. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus,
demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur
tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi,

37
keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
2.6.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Pada diagnosis
aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan tanda/gejala. Pada
diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala, hanya memiliki
faktor resiko. Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien.
Kemungkinan diagnosa keperawatan dari pasien CKD dengan
hipoglikemia intra henodialisis adalah sebagai berikut (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2019):

NO Diagnosa Keperawatan

PRE HD
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas dibuktikan
dengan dyspneu, penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas abnormal,
kapasitas vital menurun, terdapat suara napas tambahan

2. Hipervolemia berhubungan dengan Gangguan mekanisme regulasi ditandai


dengan dyspnea, berat badan meningkat dalam waktu singkat, intake lebih
banyak dari pada output, hepatomegaly, acites.

3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi


hemoglobin

4. Defisit Nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis dibuktikan dengan nafsu


makan menurun, mual, muntah
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dan
malnutrisi

INTRA HD
6. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan disfungsi ginjal kronik
ditandai dengan kadar glukosa dalam darah rendah, kesadaran menurun dan
berkeringat dingin
7. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi dibuktikan dengan
mengeluh mual, merasa ingin muntah, merasa asam dimulut, sering menelan,
saliva meningkat
8. Risiko syok dibuktikan dengan hipotensi dan kehilangan volume cairan

38
9. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan efek samping tindakan
(proses hemodialisis)

POST HD
10. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencindera fisik dibuktikan dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, frekwensi nadi meningkat,
tekanan darah meningkat
11. Risiko Infeksi dibuktikan dengan peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan, kemerahan

12. Risiko Perdarahan dibuktikan dengan efek agen farmakologis

Tabel 2.3 Diagnosa Keperawatan


2.6.4 Intervensi Keperawatan

No. Dx Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
D.0005 Pola napas tidak efektif Luaran Utama: Intervensi Utama:
Definsi: Inspirasi Pola napas (L.01004 ; Manajemen jalan
dan/atau ekspirasi yang hal:95). napas (1.01011;
tidak memberikan Setelah dilakukan Hal:186)
ventilasi adekuat. asuhan keperawatan Observasi
selama… jam 1. Monitor pola napas
Berhubungan dengan diharapkan pola (frekuensi,
(penyebab): nafas “membaik” kedalaman, usaha
1. Depresi pusat dengan kriteria hasil: napas)
pernapasan 1. Ventilasi semenit 2. Monitor bunyi napas
2. Hambatan upaya Meningkat tambahan (mis.
napas (mis. Nyeri 2. Kapasitas vital Gurgling, mengi,
saat bernapas, Meningkat wheezing, ronkhi
kelemahan otot 3. Diameter thoraks kering)
pernapasan) anterior-posterior 3. Monitor sputum
3. Deformitas dinding Meningkat (jumlah, warna,
dada 4. Tekanan ekspirasi aroma)
4. Deformitas tulang 5. TekanaN inspirasi
dada 6. Dispnea Terapeutik
5. Gangguan 7. Penggunaan otot 4. Pertahankan
neuromuskular bantu napas kepatenan jalan
6. Gangguan 8. Pemanjangan napas dengan head-
neurologis (mis. fase ekspirasi tilt dan chin-lift (jaw-
Elektroensefalogram 9. Ortopnea thrust jika curiga
[EEG] positif, cedera 10. Pernapasan trauma servikal)
kepala, gangguan pursed-lip 5. Posisikan semi
kejang) 11. Pernapasan fowler atau fowler
7. Imaturitas cuping hidung 6. Berikan minum
neuroologis 12. Frekuensi napas hangat
8. Penurunan energi 13. Kedalaman napas 7. Lakukan fisioterapi
9. Otositas 14. Ekskursi dada dada, jika perlu
10. Posisi tubuh yang 8. Lakukan
menghambat penghisapan lendir
ekspansi paru kurang dari 15 detik

39
11. Sindrom 9. Lakukan
hipoventilasi hiperoksigenasi
12. Kerusakan inervasi sebelum
diafragma penghisapan
(kerusakan saraf C5 endotrakeal
ke atas) 10. Keluarkan sumbatan
13. Cedera pada medula benda padat dengan
spinalis forsep McGill
14. Efek agen 11. Berikan oksigen, jika
farmakologis perlu
15. Kecemasan
Edukasi
Ditandai dengan: 12. Anjurkan asupan
Gejala dan Tanda Mayor: cairan 2000 ml/hari,
Subjektif: jika tidak
1. Dispnea kontraindikasi
Objektif: 13. Ajarkan batuk efektif
1. Penggunaan otot
bantu pernapasan Kolaborasi
2. Fase ekspirasi 14.Kolaborasi
memanjang pemberian
3. Pola napas abnormal bronkodilator,
(mis. Takipnea, ekpetoran, mukolitik,
bradipnea, jika perlu
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne- Pemantauan Respirasi
stokes) (1.01014; Hal:247)
Observasi
Gejala dan Tanda Minor: 1. Monitor kemampuan
Subjektif: batuk efektif
1. Ortopnea 2. Monitor saturasi
Objektif: oksigen
1. Pernapasan pursed- 3. Monitor hasil x-ra
lip thoraks
2. Pernapasan cuping
hidung Terapeutik
3. Diameter thoraks 4. Atur interval
anterior-posterior pemantauan
meningkat respirasi sesuai
4. Ventilasi semenit kondisi pasien
menurun 5. Dokumentasikan
5. Kapasitas vital hasil pemantauan
menurun
6. Tekanan ekspirasi Edukasi
menurun 6. Jelaskan tujuan dan
prosedur
Kondisi klinis terkait pemantauan
1. Depresi system saraf 7. Informasikan hasil
pusat pemantauan, jika
2. Cedera kepala perlu
3. Trauma thorax
4. Gullian barre
syndrome
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis

40
7. Stroke
8. Kuadriplegia
Intoksikasi alkohol

D.0022 Hipervolemia Luaran Utama: Intervensi Utama:


Definsi: peningkatan Keseimbangan cairan Manajemen
volume cairan (L.03020; Hal: 41). hipervolemia (1.03114;
intravaskular, interstisial, Setelah dilakukan Hal:181)
dan atau intraseluler asuhan keperawatan Observasi
selama… jam 1. Periksa tanda dan
Berhubungan dengan diharapkan gejala hipervolemia
(penyebab): Keseimbangan (ortopnea, dispnea,
1. Gangguan Cairan “membaik” edema, JVP/CVP
mekanisme regulasi dengan kriteria hasil: meningkat, refleks
2. Kelebihan asupan 1. Asupan cairan hepatojugular positif,
cairan meningkat suara nafas
3. Kelebihan asupan 2. Haluaran urin tambahan).
natrium meningkat 2. Identifikasi
4. Gangguan aliran balik 3. Kelembapan penyebab
vena membran mukosa hipervolemia.
5. Efek agen meningkat 3. Monitor status
farmakologis 4. Asupan makanan hemodinamik
(kortikosteroid, menigkat (frekuensi jantung,
chlorpropamide, 5. Edema menurun tekanan darah,
tolbutamide, vincristin, 6. Dehidrasi MAP, CAP, PAP,
tryptilinescarbamazep menurun PIMP, CO, CI), jika
ine) 7. Asites menurun tersedia.
8. Konfusi menurun 4. monitor intake dan
Ditandai dengan: 9. Tekanan darah output cairan
Gejala dan Tanda Mayor: membaik 5. Monitor tanda
Subjektif: 10.Denyut nadi radial hemokonsentrasi
1. Ortopnea membaik (kadar natrium,
2. Dispnea 11.Tekanan arteri BUN, hematocrit,
3. Paroxymal nocturnal rata-rata membaik berat jenis urin).
dyspnea (PND) 12.Membran mukosa 6. Monitor tanda
Objektif: membaik peningkatan tekanan
1. Edema anasarka dan 13.Mata cekung onkotik plasma
atau edema perifer membaik (kadar protein dan
2. Berat badan 14.Turgor kulit albumin meningkat)
meningkat dalam membaik 7. Monitor kecepatan
waktu singkat 15. Berat badan infus secara ketat
3. Jugular venous membaik 8. Monitor efek
pressure (JVP) dan samping deuretik
atau central venous (hipotensi
pressure (CVP) ortortostatik,
meningkat hipovolemia,
4. Refleks hepatojugular hipokalemia,
positif hiponatremia)

Gejala dan Tanda Minor: Terapeutik


Subjektif: - 9. Timbang berat
Objektif: badan setiap hari
1. Distensi vena pada waktu yang
jugularis sama.
2. Terdengar suara 10. Batasi asupan

41
nafas tambahan cairan dan garam.
3. Hepatomegali 11. Tinggikan kepala
4. Kadar Hb/Ht turun tempat tidur 30-40°
5. Oliguria
6. Intake lebih banyak Edukasi
dari output (balance 12. Anjurkan melapor
cairan positif) jika haluan urin <0,5
7. Kongesti paru ml/kg/jam dalam 6
jam
Kondisi klinis terkait 13. Anjurkan melapor
1. Penyakit ginjal : gagal jika BB bertambah
ginjal akut/kronis, >1kg dalam sehari
sindrom nefrotik 14. Ajarkan cara
2. Hipoalbuminemia mengukur dan
3. Gagal jantung mencatat asupan
kongestif dan haluan cairan
4. Kelainan hormon 15. Ajarkan cara
5. Penyakit hati ( sirosis, membatasi cairan
asites, kanker hati)
6. Penyakit vena perifer Kolaborasi
(varises vena, 16. Kolaborasi
trombus vena, pemberian deuretik
plebitis) 17. Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat deuretik
18. Kolaborasi
pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu

Pemantauan cairan
(1.03121; Hal:238)
Observasi
1. Monitor frekuensi
dan kekuatan nadi.
2. Monitor frekuensi
nafas
3. Monitor tekanan
darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu
pengisian kapiler
6. Monitor elastisitas
dan turgor kulit
7. Monitor jumlah,
warna dan berat
jenis urin
8. Monitor kadar
albumin dan protein
total
9. Monitor hasil
pemeriksaan serum
(mis. Osmolaritas

42
serum, hematokrit,
natrium, kalium,
BUN)
10.Monitor intake dan
output cairan
11. Identifikasi tanda-
tanda hipovolemia
(mis. Frek nadi
meningkat, nadi
teraba lemah,
tekanan darah
menurun, tekanan
nadi menyempit,
turgor kulit menurun,
membrane mukosa
kering, volume urin
menurun, hematokrit
meningkat, haus,
lemah, konsentrasi
urine meningkat,
berat badan
menurun dalam
waktu singkat)
12. identifikasi tanda-
tanda hypervolemia
(mis. Dispnea,
edema perifer,
edema anasarka,
JVP menigkat, CVP
meningkat, refleks
hepatojugular
positif, berat badan
menurun dalam
waktu singkat)
13. Identifikasi faktor
risiko ketidak
seimbangan cairan
(mis. Prosedur
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan,
luka bakar,
apheresis, obtruksi
intestinal,
peradangan
pankraeas, penyakit
ginjal dan kelenjar,
disfungsi intestinal.)

Terapeutik
14.Atur interfal waktu
pemanttauan sesuai
dengan kodisi
pasien
15.Dokumentasikan
hasil pemantauan

43
Edukasi
16.Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
17.Informasikan hasil
pemantauan, jika
diperlukan

Intervensi Pendukung:
Manajemen cairan
(1.03098 ; hal:159)
Observasi
1. Monitor status
hidrasi
2. Monitor berat badan
harian
3. Monitor berat badan
sebelum dan
sesudah dianalisis
4. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
(hemaktokrit, Na, K,
Cl, berat jenis urin,
BUN)
5. Monitor status
hemodinamik (MAP,
CVP, PAP, PCWP,
jika ada)

Terapeutik
6. Catan intake output
dan hitung balance
cairan 24 jam
7. Berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
8. Berikan cairan
intravena, jika perlu

Kolaborasi
9. Kolaborasi
pemberian deuretik,
jika perlu

Menejemen Elektrolit
(1.03102; Hal:168)
Observasi
1. Identifikasi tanda
dan gejala
ketersediaan kadar
elektrolit
2. Identifikasi
penyebab

44
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Identifikasi
kehilangan elektrolit
melalui cairan (mis.
Diare,
drainase,ileostomy,
drainase luka,
diaforesis)
4. Monitor kadar
elektrolit
5. Monitor efek
samping pemberian
suplemen elektrolit

Terapeutik
6. Berikan cairan, jika
perlu
7. Berikan diet yang
tepat (tinngi kalium,
rendah natrium)
8. Pasang akses
intravena, jika perlu

Edukasi
9. Jelaskan jenis,
penyebab dan
penanganan
ketidakseimbangan
elektrolit

Kolaborasi
10. Kolaborasi
pemberian
suplemen elektrolit
sesuai indikasi

Manajemen Asam-
Basa (1.09988;
Hal:153)
Observasi
1. Identifikasi
penyebab
ketidakseimbangan
asam basa
2. Monitor frekuensi
dan kedalaman
nafas
3. Monitor status
neurologis (tingkat
kesadaran, status
mental)
4. Monitor irama dan
frekuensi jantung
5. Monitor perubahan

45
Ph, PaCO2, HcO3

Terapeutik
6. Ambil spesimen
darah arteri untuk
pemeriksaan AGD
7. Berikan oksigen,
sesuai indikasi

Edukasi
8. Jelaskan penyebab
dan mekanisme
terjadinya gangguan
asam basa

Kolaborasi
9. Kolaborasi
pemberian ventilasi
mekanik, jika perlu

Pemantauan elektrolit
(1.03122; Hal:240)
Observasi
1. Monitor kadar
elektrolit serum
2. Monitor mual dan
muntah

Terapeutik
3. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
4. Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi
5. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
6. Informasi hasil
pemantauan, jika
perlu

Pemantauan tanda
vital (1.02060; Hal:248)
Observasi
1. Monitor tekanan
darah
2. Monitor nadi
(frekwensi,
kekuatan, irama)
3. Monitor pernafasan

46
(frekwensi,
kedalaman)
4. Monitor suhu tubuh
5. Monitor oksimetri
nadi
6. Monitor tekanan
nadi (selisih TDS
dan TDD)
7. Identifikasi
penyebab
perubahan tanda
vital

Terapeutik
8. Atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
9. Dokumentasikan
hasil pemantauan

Edukasi
10. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
11. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

Edukasi Hemodialisis
(1.12373;Hal:57)
Observasi
1. Identifikasi
kemampuan pasien
dan keluarga
menerima informasi

Edukasi
2. Jelaskan pengertian,
tanda dan gejala,
dampak, diet, hal-hal
yang harus
diperhatikan pasien
gagal ginjal
3. Jelaskan pengertian,
kelebihan dan
kekurangan terapi
hemodialisa serta
prosedur
hemodialisis
4. Jelaskan manfaat
memonitor intake
dan output cairan
5. Ajarkan cara
memantau kelebihan
volume cairan

47
6. Jelaskan pentingnya
dukungan keluarga

D. 0009 Perfusi Perifer Tidak Luaran Utama: Intervensi utama:


Efektif Perfusi Perifer Perawatan
Definisi: penurunan (L.02011; Hal:84) sirkulasi(I.02079;Hal:3
sirkulasi darah pada Setelah dilakukan 45)
level kapiler yang dapat asuhan keperawatan Observasi
mengganggu selama… jam Perfusi 1. Periksa sirkulasi
metabolisme tubuh Perifer “meningkat” perifer
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor
Berhubungan dengan 1. Denyut nadi resiko
(penyebab): perifer meningkat 3. Monitor panas,
1. Hiperglikemia 2. Penyembuhan kemerahan, nyeri,
2. Penurunan luka meningkat atau bengkak pada
konsentrasi 3. Sensasi ekstremitas
hemoglobin meningkat
3. Peningkatan tekanan 4. Warna kulit pucat Terapiutik
darah menurun 4. Hindari
4. Kekurangan volume 5. Edema perifer pemasangan infus
cairan menurun atau pengambilan
5. Penurunan aliran 6. Nyeri ekstremitas darah di area
arteri dan vena menurun keterbatasan perfusi
6. Kurang terpapar 7. Parastesia 5. Lakukan
informasi tentang menurun pengukuran tekanan
faktor pemberat (mis. 8. Kelemahan otot darah pada
Merokok, gaya hidup menurun ekstremitas dengan
monoton, trauma, 9. Kram otot keterbatasan perfusi
obesitas, asupan menurun 6. Hindari
garam, imobilitas) 10. Bruit femoralis pemasangan dan
7. Kurang terpapar menurun penekanan torniquet
informasi tentang 11. Nekrosis menurun pada area yang
proses penyakit (mis. 12. Pengisian kapiler cedera
Diabetes melitus, membaik 7. Lakukan
hiperlipidemia) 13. Akral membaik pencegahan infeksi
8. Kurang aktivitas fisik 14. Tekanan darah 8. Lakukan perawatan
sistolik membaik kaki dan kuku
Ditandai dengan: 15. Tekanan darah 9. Lakukan hidrasi
Gejala dan Tanda Mayor: distolik membaik
Subjektif: - 16. Tekanan arteri Edukasi
Objektif: rata-rata membaik 10. Anjurkan berhenti
1. Pengisian kepiler <3 17. Indeks enkle- merokok
detik brachial membaik 11. Anjurkan
2. Nadi perifer menurun berolahraga rutin
atau tidak teraba 12. Anjurkan mengecek
3. Warna kulit pucat air mandi untuk
4. Turgor kulit menurun menghindari kulit
terbakar
Gejala dan Tanda Minor 13. Anjurkan
Subjektif: penggunaan obat
1. Parastesia penurun tekanan
2. Nyeri ekstremitas darah, antikoagulan,
Objektif: dan penurun
1. Edema kolesterol, jika perlu
2. Penyembuhan luka 14. Anjurkan meminum

48
lambat obat pengontrol
3. Indeks ankle- tekanan darah
brachial ,0,90 secara teratur
4. Bruit femoral 15. Anjurkan
menghindari obat
Kondisi terkait: penyekat beta
1. Tromboflebitis 16. Anjurkan melakukan
2. Anemia perawatan kulit yang
3. Gagal jantung tepat
kongestif 17. Ajarkan program
4. Kelainan jantung diet untuk
kongetial memperbaiki
5. Trombosis vena sirkulasi
dalam 18. Informasikan tanda
6. Varises dan gejala darurat
7. Trombosis arteri yang harus
8. Diabetes melitus dilaporkan
9. Sindrom
kompartemen Manajemen sensasi
perifer I.06195;
Hal:218)
Observasi
1. Identifikasi
penyebab
perubahan sensasi
2. Identifikasi
penggunaan alat
pengikat, prostesis,
sepatu, dan pakaian
3. Periksa perbedaan
sensasi tajam dan
tumpul
4. Periksa perbedaan
sensasi panas dan
dingin
5. Periksa kemampuan
mengidentifikasi
lokasi dan tekstur
benda
6. Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
7. Monitor perubahan
kulit
8. Monitor adanya
tromboflebhitis dan
trhomboemboli vena

Terapiutik
9. Hindari pemakaian
benda- benda yang
berlebihan suhunya

Edukasi
10. Anjurkan
penggunaan

49
termometer untuk
menguji suhu air
11. Anjurkan
pengguanaan
penggnaan sarung
tangan termal saat
memasak
12. Anjurkan pemakaian
sepatu lembut dan
bertumit rendah
Kolaborasi
13. Kolaborasi
pemberian
analgesik, jika perlu
14. Kolaborasi
pemberian
kortikosteroid, jika
perlu
D. 0019 Defisit Nutrisi Luaran Utama: Intervensi Utama:
Defisini: Asupan nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
tidak cukup untuk (L.03030; Hal:121) (1.03119; Hal:200)
memenuhu kebutuhan Setelah dilakukan Observasi
metabolism. asuhan keperawatan 1. Identifikasi status
selama… jam Status nutrisi
Berhubungan dengan Nutrisi “membaik” 2. Identifikasi alergi
(Penyebab): dengan kriteria hasil: dan intoleransi
1. Ketidak mampuan 1. Porsi makanan makanan
menelan makanan yang dihabiskan 3. Identifikasi makanan
2. Ketidak mampuan 2. Kekuatan otot disukai
mencerna makanan pengunyah 4. Identifikasi
3. Ketidak mampuan 3. Kekuatan otot kebutuhan kalori
mengabsorbsi nutrien menelan dan jenis nutrient
4. Peningkatan 4. Serum albumin 5. Identifikasi perlunya
kebutuhan metabolism 5. Verbalisasi penggunaan selang
5. Faktor ekonomi keinginan untuk nasogastric
(mis.finansial tidak meningkatkan 6. Monitor asupan
mencukupi) nutrisi makanan
6. Faktor psikologis (mis. 6. Pengetahuan 7. Monitor berat badan
Stress, keengganan tentang pilihan 8. Monitor hasil
untuk makan) makanan yang pemeriksaan
sehat laboratorium
Ditandai dengan: 7. Pengetahuan
Gejala dan Tanda tentang pilihan Terapeutik
Mayor minuman yang 9. Lakuakn oral
Subjektif : - sehat hygiene sebelum
Objektif : 8. Pengetahuan makan,jika perlu
1. Berat badan menurun tentang standar 10. Fasilitasi
minimal 10% dibawah asupan nutrisi menentukan
rentang ideal yang tepat pedoman diet(mis.
9. Penyiapan dan Piramida makanan)
Gajala dan Tanda penyimpanan 11. Sajikan makanan
Minor makanan yang secara menarik dan
Subjektif : aman suhu yang sesuai
1. Cepat kenyang 10. Penyiapan dan 12. Berikan makanan
setelah makan penyimpanan tinggi serat untuk

50
2. Kram/nyeri abdomen makanan yang mencegah
3. Nafsu makan aman konstipasi
menurun 11. Sikap terhadap 13. Berikan makanan
Objektif: makanan/minuma tinggi kalori dan
1. Bising usus hiperaktif n sesuai dengan tinggi protein
2. Otot pengunyah tujuan kesehatan 14. Berikan suplemen
lemah 12. Perasaan cepat makanan,jika perlu
3. Otot menelah lemah kenyang 15. Hentikan pemberian
4. Membrane mukosa 13. Nyeri abdomen makan melalui
pucat 14. Sariawan selang nasogastric
5. Sariawan 15. Rambut rontok jika asupan oral
6. Serum albumin 16. Diare dapat ditoleransi
menurun 17. Berat badan
7. Rambut rontok 18. Indeks Massa Edukasi
berlebihan Tubuh (IMT) 16. Anjurkan posisi
8. Diare 19. Frekuensi makan duduk, jika mampu
20. Nafsu makan 17. Ajarkan program
Kondisi klinis terkait: 21. Bising usus diet yang
1. Stroke 22. Tebal lipatan kulit diprogramkan
2. Parkinson trisep
3. Mobius syndrome 23. Membran mukosa Kolaborasi
4. Cerebral palsy 18. Kolaborasi
5. Cleft lip pemberian medikasi
6. Cleft palate sebelum makan
7. Amyotropic lateral (mis. Pereda nyeri,
sclerosis atlemetik), jika perlu
8. Kerusakan 19. Kolaborasi dengan
neuromuscular ahli gizi untuk
9. Luka bakar menentukan jumlah
10.Kanker kalori dan jenis
11. Infeksi nutrient yang
12.AIDS dibutuhkan, jika
13.Penyakit kronis perlu

Intervensi pendukung
Edukasi Nutrisi
(1.12395; Hal: 72)
Observasi
1. Periksa status gizi,
status alergi,
program diet,
kebutuhan dan
kemampuan
pemenuhan
kebutuhan gizi
2. Identifikasi
kemampuan dan
waktu yang tepat
menerima informasi

Terapeutik
3. Persiapkan materi
dan media seperti
jenis-jenis nutrisi,
table makanan

51
penukar, cara
mengelola, cara
menakar makanan
4. Jadwalkan
Pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
5. Berikan kesempatan
untuk bertanya

Edukasi
6. Jelaskan pada
pasien dan keluarga
alergi makanan,
makanan yang
harus dihindari,
kebutuhan jumlah
kalori, jenis
makanan yang
dibutuhkan pasien
7. Ajarkan cara
melaksanakan diet
sesuai program
(mis. Makanan
tinggi protein,
rendah garam,
rendah kalori)
8. Jelaskan hal-hal
yang dilakukan
sebelum
memberikan makan
(mis. Perawatan
mulut, penggunaan
gigi palsu, obat-obat
yang harus
diberikan sebelum
makan)
9. Demonstrasikan
cara membersihkan
mulut
10. Demonstrasikan
cara mengatur
posisi saat makan
11. Ajarkan
pasien/keluarga
memonitor asupan
kalori dan makanan
(mis. Menggunakan
buku harian)
12. Ajarkan pasien dan
keluarga memantau
kondisi kekurangan
nutrisi
13. Anjurkan
mendemonstrasikan

52
cara memberi
makan, menghitung
kalori, menyiapkan
makanan sesuai
program diet

Konseling Nutrisi
(1.03094; Hal:135)
Observasi
1. Identifikasi
kebiasaan makan
dan perilaku makan
yang akan diubah
2. Identifikasi
kemajuan modifikasi
diet secara regular
3. Monitor intake dan
output cairan, nilai
hemoglobin, tekanan
darah, kenaikan
berat badan dan
kebiasaan membeli
makanan

Teraputik
4. Bina hubungan
terapeutik
5. Sepakati lama
waktu pemberian
konseling
6. Tetapkan tujuan
jangka pendek dan
jangka Panjang
yang realistis
7. Gunakan standar
nutrisi sesuai
program diet dalam
mengevaluasi
kecukupan asupan
makanan
8. Pertimbangkan
faktor-faktor yang
mempengaruhi
pemenuhan
kebutuhan gizi(mis.
Usia, tahap
pertumbuhan dan
perkembangan,
penyakit)

Edukasi
9. Informasikan
perlunya modifikasi
diet (mis.
Penurunan atau

53
penambahan berat
badan, pembatasan
natrium atau cairan,
pengurangan
kolesterol)
10. Jelaskan program
gizi dan persepsi
pasien terhadap diet
yang diprogamkan

Kolaborasi
11. Rujuk pada ahli gizi,
jika perlu
D.0054 Gangguan Mobilitas Luaran Utama: Intervensi utama
Fisik Mobilitas Fisik Dukungan
Definisi: keterbatasan (L.05042; Hal:65) ambulasi(I.06171;Hal:
dalam gerakan fisik dari Setelah dilakukan 22)
satu atau lebih asuhan keperawatan Observasi
ekstremitas secara selama… jam 1. Identifikasi adanya
mandiri Mobilitas Fisik nyeri atau keluhan
“meningkat” dengan fisik lainnya
Berhubungan dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi toleransi
(Penyebab) 1. Pergerakan fisik melakukan
1. Kerusakan integirtas ekstremitas ambulasi
struktur tulang meningkat 3. Monitor frekuensi
2. Perubahan 2. Kekuatan otot jantung dan tekanan
metabolisme meningkat darah sebelum
3. Ketidakbugaran fisik 3. Rentang gerak memulai ambulasi
4. Penurunan kendali ROM meningkat 4. Monitor kondisi
otot 4. Nyeri menurun umum selama
5. Penurunan massa 5. Kecemasan melakukan ambulasi
otot menurun
6. Penurunan kekuatan 6. Kaku sendi Terapeutik
otot menurun 5. Fasilitasi aktivitas
7. Keterlambatan 7. Gerakan tidak ambulasi dengan
perkembangan terkoordinasi alat bantu
8. Kekakuan sendi menurun 6. Fasilitasi melakukan
9. Konstraktur 8. Gerakan terbatas mobilitas fisik
10. Malnutrisi menurun 7. Libatkan keluarga
11. Gangguan 9. Kelemahan fisik untuk membantu
muskuloskeletal menurun pasien dalam
12. Gangguan meningkatkan
neuromuskular ambulasi
13. Indeks massa tubuh
diatas persentil ke-75 Edukasi
sesuai usia 8. Jelaskan tujuan dan
14. Efek agen prosedur ambulasi
farmakologis 9. Anjurkan melakukan
15. Program pembatasan ambulasi dini
gerak 10. Ajarkan ambulasi
16. Nyeri sederhana yang
17. Kurang terpapar harus dilakukan
informasi tentang
aktivitas fisik Dukungan Mobilisasi
18. Kecemasan (I.05173;Hal:30)

54
19. Gangguan kognitif Observasi
20. Keengganan 1. Identifikasi adanya
melakukan nyeri atau keluhan
pergerakan fisik lainnya
21. Gangguan 2. Identifikasi toleransi
sensoripersepsi fisik melakukan
pergerakan
Ditandai dengan: 3. Monitor frekuensi
Gejala dan Tanda Mayor: jantung dan tekanan
Subjektif darah sebelum
1. Mengeluh sulit memulai mobilisasi
menggerakkan 4. Monitor kondisi
ekstremitas umum selama
Objektif: melakukan
1. Kekuatan otot mobilisasi
menurun
2. Rentang gerak ROM Terapeutik
menurun 5. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
Gejala dan Tanda Minor: alat bantu
Subjektif: 6. Fasilitasi melakukan
1. Nyeri saat bergerak pergerakan
2. Enggan melakukan 7. Libatkan keluarga
pergerakan untuk membantu
3. Merasa cemas saat pasien dalam
bergerak meningkatkan
Objektif: pergerakan
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak Edukasi
terkoordinasi 8. Jelaskan tujuan dan
3. Gerakan terbatas prosedur mobilisasi
4. Fisik lemah 9. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
Kondisi terkait: 10. Ajarkan mobilisasi
1. Stroke sederhana yang
2. Cedera medula harus dilakukan
spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthritis
6. Ostemalasia
7. Keganasan
D.0027 Ketidakstabilan kadar Luaran Utama: Intervensi utama
glukosa darah Kestabilan kadar Manajemen
Definisi : Variasi kadar
glukosa darah hipoglikemia(I.03115,
glukosa darah naik/turun
(L.03022 ; hal:43). Hal:182)
dari rentang normal Setelah dilakukan Observasi
asuhan keperawatan 1. Identifikasi tanda
Berhubungan dengan selama… jam dan gejala
(Penyebab) diharapkan hipoglikemia
Hiperglikemia kestabilan kadar 2. Identifikasi
1. Diffungsi pankreas glukosa darah kemungkinan
2. Resisten insulin “meningkat” dengan penyebab
3. Gangguan toleransi kriteria hasil: hipoglikemia
glukosa darah 1. Koordinasi

55
4. Gangguan glukosa meningkat Terapeutik
darah puasa 2. Kesadaran 3. Berikan karbohidrat
meningkat sederhana
Hipoglikemia 3. Mengantuk 4. Berikan glukagon
1. Penggunaan insulin menurun 5. Berikan karbohidrat
atau obat glikemik 4. Pusing menurun komplek dan protein
oral 5. Gemetar dan sesuai diet
2. Hiperinsulinemia berkeringat 6. Pertahankan
3. Endokrinopati menurun kepatenan jalan
4. Disfungsi hati 6. Mulut kering dan napas
5. Disfungsi ginjal rasa haus 7. Pertahankan akses
kronik menurun IV
6. Efek agen 7. Kadar glukosa 8. Hubungi layanan
farmakologis dalm darah medis darurat
7. Tindakan membaik
pembedahan 8. Palpitasi membaik Edukasi
neoplasma 9. Perilaku membaik 9. Anjurkan membawa
8. Gangguan metabolik karbohidrat
sederhana setiap
Gejala dan tanda mayor saat
Hiperglikemia 10. Anjurkan memakai
Subyektif identitas darurat
1. Lelah dengan tepat
2. Lesu 11. Anjurkan monitor
Objektif kadar glukosa darah
1. Kadar glukosa dalam 12. Anjurkan berdiskusi
darah tinggi dengan tim
Hipoglikemia perawatan diabetes
Subjektif tentang
1. Mengantuk penyesuaian
2. Pusing program
Objektif 13. Jelaskan interaksi
1. Gangguan koordinasi antara diet, insulin
2. Kadar gula dalam dan olahraga
darah rendah 14. Anjurkan
pengelolaan
Gejala dan tanda minor hipoglikemia
Hiperglikemia 15. Ajarkan perawatan
Subjektif mandiri untuk
1. Mulut kering mencegah
2. Haus meningkat hipoglikemia
Objektif
1. Jumlah urine Kolaborasi
meningkat 16. Kolaborasi
Hipoglikemia pemberian
Subjektif dekstrose
1. Palpitasi 17. Kolaborasi
2. Mengeluh lapar pemberian
glukagon.
Objektif
1. Gemetar
2. Kesadaran menurun
3. Perilaku aneh
4. Sulit bicara
5. Berkeringat

56
Kondisi klinis terkait
1. Diabetes melitus
2. Ketoasidosis diabetik
3. Hipoglikemia
4. Hiperglikemia
5. Diabetes gestasional
6. Penggunaan
kortikosteroid
7. Nutrisi parental total
(TPN)

D.0012 Risiko Perdarahan 1. Tingkat Perdarahan Intervensi Utama:


Definsi: Berisiko (L.02017; Hal:147) Pencegahan
mengalami kehilangan Setelah dilakukan Perdarahan (1.02067;
darah baik internal asuhan keperawatan Hal:283)
(terjadi didalam tubuh) selama … jam maka Observasi
maupun eksternal (terjadi Tingkat Perdarahan 1. Monitor tanda dan
hingga keluar tubuh) "Menurun" dengan gejala perdarahan
kriteria hasil: 2. Monitor nilai
Dibuktikan dengan 1. Kelembapan hematokrit/
faktor resiko : membran mukosa hemoglobin sebelum
1. Aneurisma 2. Kelembapan kulit dan setelah
2. Gangguan 3. Kognitif kehilangan darah
gastrointestinal (mis. 4. Hemoptisis 3. Monitor tanda- tanda
Ulkus lambung, polip, 5. Hematemesis vital ortostatik
varises) 6. Hematuria 4. Monitor koagulasi
3. Gangguan fungsi hati 7. Perdarahan anus (mis. Prothrombn
(mis. Sirosis hepatitis) 8. Distesi abdomen time (PT), partial
4. Komplikasi kehamilan 9. Perdarahan throvloplastin time
(mis. Ketuban pecah vagina (PTT), fibrinogen,
sebelum waktunya, 10.Perdarahan pasca degradasi fibrin dan/
plasenta previa/ operasi atau platelet
abrupsio, kehamilan 11.Hemoglobin
kembar) 12.Hematokrit Terapeutik
5. Komplikasi pasca 13.Tekanan darah 5. Pertahankan bed
partum (,is. Atoni 14.Denyut nadi apikal rest selama
uterus, retensi 15.Suhu tubuh perdarahan
plasenta) 6. Batasi tindakan
6. Gangguan koagulasi invasif, jika perlu
(,is. Trombositopenia) 7. Gunakan kasur
7. Efek agen untuk pencegahan
farmakologis dekubitus
8. Tindakan 8. Menghindari
pembedahan pengukuran suhu
9. Trauma rektal
10.Kurang terpapar
informasi tentang Edukasi
pencegahan 9. Menjelaskan tanda
perdarahan dan gejala
11.Proses keganasan perdarahan
10.Anjurkan
menggunakan kaus
kaki saat ambulasi
11.Anjurkan

57
meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindaru
konstipasi
12.Anjurkan
menghindari aspirin
atau antikoagulan
13.Anjurkan
meningkatkan
asupan makanan
dan vitamin K
14.Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan

Kolaborasi
15.Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu
16.Kolaborasi
pemberian produk
darah, jika perlu
17.Kolaborasi
pemberian pelunak
tinja, jika perlu

Edukasi diet (I.12369;


Hal:54)
Observasi
1. Identifikasi
kemampuan pasien
dan keluarga
menerima informasi
2. Identifikasi tingkat
pengetahuan saat
ini
3. Identifikasi
kebiasaan pola
makan saat ini dan
masa lalu
4. Identifikasi persepsi
pasien dan keluarga
tentang diet yang
diprogramkan
5. Identifikasi
keterbatasan
finansial untuk
menyediakan
makanan

Terapeutik
6. Persiapkan
materi,media dan

58
alat peraga
7. Jadwalkan waktu
yang tepat untuk
memberikan
Pendidikan
kesehatan
8. Berikan kesempatan
pasien dan keluarga
bertanya
9. Sediakan rencana
makan tertulis, jika
perlu

Edukasi
10. Jelaskan tujuan
kepatuhan diet
terhadap kesehatan
11. Informasikan
makanan yang
diperbolehkan dan
dilarang
12. Informasikan
kemungkinan
interaksi obat dan
makanan, jika perlu
13. Anjurkan
mempertahankan
posisi semi fowler
(30-45 derajat) 20-
30 menit setelah
makan
14. Anjurkan mengganti
bahan makanan
sesuai dengan diet
yang diprogramkan
15. Anjurkan melakukan
olahraga sesuai
toleransi
16. Ajarkan cara
membaca label dan
memilih makanan
yang sesuai
17. Ajarkan cara
merencanakan
makanan yang
sesuai program

Kolaborasi
18. Rujuk ke ahli gizi
dan sertakan
keluarga, jika perlu
D.0077 Nyeri Akut Luaran Utama: Intervensi Utama:
Definis : Tingkat Nyeri Manajemen nyeri
Pengalaman sensorik (L.08066; Hal:145) (1.08238; Hal:201)
atau emosional yang Setelah dilakukan Observasi

59
berkaitan dengan asuhan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, kar
kerusakan jaringan selama…Jam akteristik, durasi, frek
actual atau fungsional, diharapkan tingkat uensi, kualitas, intens
dengan onset mendadak nyeri “menurun”. itas nyeri)
atau lambat dan Dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyer
berintensitas ringan 1. Kemampuan i
hingga berat yang menuntaskan 3. Identifikasi respon ny
berlangsung kurang dari aktivitas eri non verbal
3 bulan meningkat 4. Identifikasi faktor
2. Keluhan nyeri yang memperberat
Berhubungan dengan menurun dan memperingan
(Penyebab): 3. Meringis menurun nyeri
1. Agen pencedera 4. Sikap protektif 5. Identifikasi pengetah
fisiologis (mis. Inflamsi, menurun uan dan keyakinan te
iskemia, neoplasma) 5. Gelisah menurun ntang nyeri
2. Agen pencidera 6. Kesulitan tidur 6. Identifikasi pengaruh
kimiawi (mis.terbakar, menurun budaya terhadap res
bahan kimia iritan) 7. Menarik diri pon nyeri
3. Agen pencidera fisik menurun 7. Identifikasi pengaruh
(mis. Abses, amputasi, 8. Berfokus pada diri nyeri pada kualitas hi
terbakar, terpotong, sendiri menurun dup
mengankat berat, 9. Diaphoresis 8. Monitor keberhasilan
prosedur operasi, menurun terapi komplementer
trauma Latihan fisik 10.Perasaan depresi yang sudah diberikan
berlebihan) (Tertekan) 9. Monitor efek samping
menurun penggunaan analgeti
Dibuktikan dengan: 11.Perasaan takut k
Gejala dan tanda mayor mengalami cedera
Subjektif berulang menurun Terapeutik
1. mengeuh nyeri 12.Anoreksia 10. Berikan Teknik nonf
Objektif menurun armakologis untuk m
1. tampak meringis, 13.Perineum terasa engurangi rasa nyeri
2. bersikap protektif (mis. tertekan menurun (Mis, TENS, hypnosi
Waspada, posisi 14.Uterus terasa s, akupresure, terapi
menghindari nyeri) membulat music, biofeedback,
3. gelisah menurun terapi pijat, aroma te
4.frekuensi nadi 15.Ketegangan otot rapi, Teknik imajinas
meningkat menurun i terbimbing, kompre
5. sulit tidur 16.Pupil dilatasi s hangat/dingin, tera
Gejala dan tanda miyor menurun pi bermain)
Subjektif 17.Muntah menurun 11. .kontrol lingkungan y
(tidak tersedia) 18.Mual menurun ang memperberat ra
Objektif 19.Frekwensi nadi sa nyeri (mis, suhu r
1. Tekanan darah membaik uangan, pencahaya
meningkat 20.Pola nafas an , kebisingan)
2. Pola nafas berubah membaik 12. Fasilitasi istirahat da
3. Nafsu makan berubah 21.Tekanan darah n tidur
4. Proses berfikir membaik 13. Pertimbangkan jenis
terganggu 22.Proses berfikir dan sumber nyeri da
5. Menarik diri membaik lam pemilihan strate
6. Berfokus pada diri 23.Focus membaik gi meredakan nyeri
sendiri 24.Fungsi berkemih
7. Diaphoresis membaik
25.Perilaku membaik Edukasi
Kodisi klinis terkait 26.Pola tidur 14. Jelaskan penyebab,

60
1. Kondisi pembedahan membaik periode, dan pemicu
2. Cidera traumatis nyeri
3. Infeksi Luaran Tambahan: 15. Jelaskan strategi me
4. Syndrome coroner Kontrol Nyeri redakan nyeri
akut (L.08063; Hal:58) 16. Anjurkan memonitor
5. Glaucoma Setelah dilakukan nyeri secara mandiri
asuhan keperawatan 17. Anjurkan mengguna
selama…Jam kan analgetic secara
diharapkan control tepat
nyeri “meningkat”. 18. Ajarkan Teknik nonf
Dengan kriteria hasil: armakologis untuk m
1. Melaporkan nyeri engurangi rasa nyeri
terkontrol
2. Kemampuan Kolaborasi
mengenali onset 19. Kolaborasi
nyeri pemberian
3. Kemampuan analgetic, jika perlu
mengenali
penyebab nyeri
4. Kemampuan
menggunakan
Teknik non-
farmakologi
5. Keluhan nyeri
menurun
6. Penggunaan
analgesic
menurun
D.0017 Risiko perfusi serebral Luaran utama Intervensi utama
tidak efektif Perfusi serebral Manajemen
Definisi: Berisiko (L.02014, Hal: 85) peningkatan tekanan
mengalami penurunan Setelah dilakukan intrakranial (I.9325)
sirkulasi darah ke otak asuhan keperawatan Observasi
selama…Jam 1. Identifikasi
Faktor risiko: diharapkan perfusi penyebab
1. Keabnormalan masa serebral peningkatan TIK
protombin dan masa “meningkat”. 2. Monitor tanda gejala
tromboplastin partial Dengan kriteria hasil: TIK
2. Penurunan kinerja 1. Tingkat kesadaran 3. Monitor MAP
ventrikel kiri meningkat 4. Monitor CVP
3. Aterosklerosis aorta 2. Kognitif meningkat 5. Monitor PAWP
4. Diseksi arteri 3. TIK menurun 6. Monitor PAP
5. Fibrilasi atrium 4. Sakit kepala 7. Monitor ICP
6. Tumor otak menurun 8. Monitor CPP
7. Stenosis karotis 5. Gelisah menurun 9. Monitor gelombang
8. Miksoma atrium 6. Kecemasan ICP
9. Aneurisma serebri menurun 10. Monitor status
10. Koagulasi 7. Agitasi menurun pernapasan
11. Dilatasi kardiomegali 8. Demam menurun 11. Monitor intake dan
12. Koagulasi 9. Tekanan darah output cairan
intravaskuler mebaik 12. Monitor cairan
diseminata 10. Kesadaran serebro-spinalis
13. Embolisme membaik
14. Cedera kepala 11. Tekanan darah Terapeutik
15. Hiperkolesteronemia membaik 13. Minimalkan stimulus

61
16. Hipertensi 12. Reflek sarah dengan
17. Endokarditis infektif membaik menyediakan
18. Katup prostetik lingkungan yang
mekanis tenang
19. Stenosis mitral 14. Berikan posisi tidur
20. Neoplasma otak semifowler
21. Infark miokard akut 15. Hindari manuver
22. Sindrom sick sinus valsava
23. Penyalahgunaan obat 16. Cegah terjadinya
24. Terapi tombolitik kejang
25. Efek samping 17. Hindari penggunaan
tindakan PEEP
18. Hindari pemberian
Kondisi klinis terkait cairan IV hipotonik
1. Stroke 19. Atur ventilator agar
2. Cedera kepala PaCO2 optimal
3. Aterosklerosis aortik 20. Pertahankan suhu
4. Infark miokard akut tubuh normal
5. Diseksi arteri
6. Embolisme Kolaborasi
7. Endokarditis infektif 21. Kolaborasi
8. Firbrilasi atrium pemberian sedasi
9. Hiperkolesterolemia dan anti konvulsan
10. Hipertensi 22. Kolaborasi
11. Dilatasi kardiomiopati pemberian diuretik
12. Koagulasi osmosis
intravaskuler 23. Kolaborasi
diseminata pemberian pelunak
13. Mikosa atrium tinja
14. Neoplasma otak
15. Segmen ventrikel kiri Pemantauan tekanan
akinetik intrakranial
16. Sindrom sick sinus (I.06198,Hal:249)
17. Stenosis mitral Observasi
18. Stenosis karotid 1. Identifikasi
19. Hidrosefalus penyebab
20. Infeksi otak peningkatan TIK
2. Monitor peningkatan
tekanan darah
3. Monitor pelebaran
tekanan nadi
4. Monitor penurunan
frekuensi jantung
5. Monitor ireguleritas
irama napas
6. Monitor penurunan
tingkat kesadaran
7. Monitor perlambatan
atau
ketidaksimetrisan
respon pupil
8. Monitor kadar CO2
dan pertahankan
dalam rentang yang
diindikasikan

62
9. Monitor tekanan
perfusi serebral
10. Monitor jumlah,
kecepatan dan
karakteristik
drainase cairan
srebrospinal
11. Monitor efek
stimulus lingkungan
terhadap TIK

Terapeutik
12. Ambil sampel
drainase cairan
serebrospinal
13. Kalibrasi transduser
14. Pertahankan
strerilitas sistem
pemantauan
15. Pertahankan posisi
kepala dan leher
netral
16. Dokementasi hasil
pemantauan

Edukasi
17. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
18. Informasikan hasil
pemantauan
D.0039 Risiko Syok Luaran Utama: Intervensi Utama:
Definsi: berisiko Tingkat SyokPencegahan Syok
mengalami (L.03032; Hal:148) (1.02068; Hal:285)
ketidakcukupan aliran Setelah dilakukanObservasi
darah kejaringan tubuh asuhan keperawatan 1. Monitor stsatus
yang dapat selama … jam maka kardiopulmonal
mengakibatkan disfungsi Tingkat Syok (frekuensi dan
seluler yang mengancam “membaik” dengan kekuatan nadi,
jiwa. kriteria hasil: frekuensi napas, TD,
1. Kekuatan nadi MAP)
Dibuktikan dengan meningkat 2. Monitor status
(faktor resiko): 2. Output urin oksigenasi
1. Hipoksemia meningkat (oksimetri, nadi,
2. Hipoksia 3. Tingkat kesadaran AGD)
3. Hipotensi meningkat 3. Monitor status
4. Kekurangan volume 4. Saturasi oksigen cairan (masukan
cairan meningkat dan haluaran dan
5. Sepsis 5. Akral dingin respons pupil)
6. Sindrom respons menurun 4. Periksa riwayat
inflamasi (systemic 6. Pucat menurun alergi
inflammatory respons 7. Haus menurun
syndrome [SIRS]) 8. Konfusi menurun Teraupetik
Kondisi Klinis Terkait 9. Letargi menurun 5. Berikan oksigen
1. Perdarahan 10.Asidosis metabolik untuk

63
2. Trauma multiple memburun mempertahankan
3. Pneumothoraks 11.Mean arterial saturasi oksigen
4. Infark miokard pressure membaik >94%
5. Kardiomiopati 12.Tekanan darah 6. Persiapkan intubasi
6. Cedera medula sistolik membaik dan ventilasi
spinalis 13.Tekanan darah mekanis, jika perlu
7. Anafilaksis diastolik membaik 7. Pasang jaur IV jika
8. Sepsis 14.Tekanan nadi perlu
9. Koagulasi membaik 8. Pasang kateter
intravaskuler 15.Pengisian kapiler urine untuk menilai
diseminata membaik produksi urine, jika
16.Frekuensi nadi perlu
membaik 9. Lakukan skin test
17.Frekuensi nafas untuk mencegah
membaik reaksi alergi
Luaran Tambahan:
Status Cairan Edukasi
(L.03028) 10. Jelaskn
Setelah dilakukan penyebab/faktor
asuhan keperawatan risiko syok
selama … jam maka 11. Jelaskan tanda dan
Status cairan gejala awal syok
“membaik” dengan 12. Anjurkan melapor
kriteria hasil: jika menemukan/
1. Turgor kulit merasakan tanda
2. Dispnea dan gejala awal
3. Edema anasarca syok
4. Berat badan 13. Anjurkan
5. Tekanan darah memperbanyak
6. Membrane asupan cairan oral
mukosa 14. Anjurkan
menghindari alergen

Kolaborasi
15. Kolaborasi
pemberian IV, jika
perlu
16. Kolaborasi
pemberian
transfuse darah,
jika perlu
17. Kolaborasi
pemberian
antiinflamasi, jika
perlu

Intervensi Pendukung:
Pemantauan Cairan
(1.03121; Hal: 238)
Observasi:
1. Monitor berat badan
2. Monitor elastisitas
atau turgor kulit
3. Identivikasi tanda-
tanda hypovolemia

64
4. Identifikasi tanda-
tanda hypervolemia
5. Identifikasi faktor
risiko
ketidakseimbangan
cairan
D.0077 Resiko Infeksi Luaran Utama: Intervensi Utama:
Definisi: Beresiko Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
mengalami peningkatan (L.14137; Hal:139) (1.14539, Hal: 278)
terserang organisme Setelah Observasi
patogenik dilakukan 1. Monitor tanda dan
asuhan gejala infeksi local
Dibuktikan dengan keperawatan dan sistematik
(faktor resiko): selama… jam
1. Penyakit kronis (mis. diharapkan Terapeutik
Diabetes melitus) tingkat 2. Batasi jumlah
2. Efek prosedur invasif infeksi pengujung
3. Malnutrisi “Menurun” 3. Berikan perawatan
4. Peningkatan paparan dengan kulit pada area
organisme patogen kriteria hasil : edema
lingkungan 1. Kebersihan tangan 4. Cuci tangan
5. Ketidakadekuatan 2. Kebersihan badan sebelum dan
pertahanan tubuh 3. Nafsu makan sesudah kontak
preimer : 4. Demam dengan pasien dan
a. Gangguan 5. Kemerahan lingkungan pasien
peristaltik 6. Nyeri 5. Pertahankan Teknik
b. Kerusakan 7. Bengkak aseptic pada pasien
integritas kulit 8. Vesikel beresiko tinggi
c. Perubahan sekresi 9. Cairan berbau
pH busuk Edukasi
d. Penurunan kerja 10.Sputum berwarna 6. Jelaskan tanda dan
siliaris hijau gejala infeksi
e. Ketuban pecah 11.Drainase purulen 7. Ajarkan cara
lama 12.Piuria mencuci tangan
f. Ketuban pecah 13.Periode malaise dengan benar
sebelum waktunya 14. Periode 8. Ajarkan cara
g. Merokok menggigil memeriksa kondisi
h. Statis cairan tubuh 15.Letargi luka atau luka
6. Ketidakadekuatan 16. Gangguan operasi
pertahanan tubuh kognitif 9. Anjurkan
sekunder : 17. Kadar sel darah meningkatkan
a. Penurunan putih asupan nutrisi
hemoglobin 10.Anjurkan
b. Imununosupres meningkatkan
c. Leukopenia asupan cairan
d. Supresi respon
inflamasi Kolaborasi
e. Vakasinasi tidak 11.Kolaborasi
adekuat pemberian
imunisasi, jika perlu
Kondisi klinis terkait
1. AIDS Intervensi
2. Luka bakar Pendukun
3. Penyakit paru g:
obstruktif kronis Perawata

65
4. Diabetes melitus n Luka
5. Tindakan invasif (1.14564;
6. Kondisi penggunaan Hal:328)
terapi steroid Observasi
7. Penyalahgunaan obat 1. Monitor
8. Ketuban Pecah karakteristik
Sebelum Waktunya luka (mis.
(KPSW) Drainase,
9. Kanker warna, ukuran,
10. Gagal ginjal bau)
11. Imunosupresi 2. Monitor tanda-
12. Lymphedema tanda infeksi
13. Leukositopenia
14. Gangguan fungsi hati Terapeutik
3. Lepaskan
balutan dan
plaster secara
perlahan
4. Bersihkan
dengan cairan
NaCl atau
pembersih
nontoksik,
sesuai
kebutuhan
5. Bersihkan
jaringan
nekrotik
6. Berikan salep
yang sesuai ke
kulit/lesi, jika
perlu
7. Pasang
balutan sesuai
jenis luka
8. Pertahankan
Teknik steril
saat
melakukan
perawatan
luka

Edukasi
9. Jelaskan
tanda dan
gejala infeksi
10. Ajarkan
prosedur
perawatan
luka secara
mandiri

Kolaborasi
11. Kolaborasi
pemberian

66
antibiotik, jika perlu
Tabel 2.4 Tabel Intervensi

2.6.5 Implementasi Keperawatan


Implemetasi keperawatan merupakan langkah keempat dalam tahap
proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
yang telah disusun dan direncanakan (Hidayat, 2021).
Proses pelaksanaan implementasi keperawatan harus berpusat kepada
kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi
(Hidayat, 2021).
Menurut Hidayat (2021) ada 4 tahap operasional yang harus diperhatikan
oleh perawat dalam melakukan implementasi keperawatan, yaitu sebagai
berikut :
1. Tahap Prainteraksi
Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis
kekuatan dan keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami
rencana keperawatan yang baik, menguasai keterampilan teknis
keperawatan, memahami rasional ilmiah dan tindakan yang akan
dilakukan, mengetahui sumber daya yang diperlukan, memahami kode
etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan,
memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur
keberhasilan dan penampilan perawat harus meyakinkan
2. Tahap Perkenalan
Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, menanyakan nama, umur,
alamat pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan
yang akan dilakukan oleh perawat, memberitahu kontrak waktu, dan
memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya tentang tindakan yang
akan dilakukan
3. Tahap Kerja
Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah direncanakan,
halhal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah
energy pasien, pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman,
kondisi pasien, respon pasien terhadap tindakan yang telah diberikan.
4. Tahap Terminasi

67
Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya setelah
dilakukan tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik kepada
pasien dan puji atas kerjasama pasien, kontrak waktu selanjutnya,
rapikan peralatan dan3lingkungan pasein dan lakukan terminasi, berikan
salam sebelum menginggalkan pasien, lakukan pendokumentasi.
2.6.6 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi dapat dilakukan
menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya (Hesian & Yanti, 2019).
S Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O :Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A :Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak
teratasi atau muncul masalah baru.
P :Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon pasien.

68

Anda mungkin juga menyukai