Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada tanggal 10 Agustus 2023 jam 09.00 WIB di ruang Hemodialisis Malahayati
RSUD Dr. Saiful Anwar Provinsi Jawa Timur Tn. H datang dari ruang HCU Ranukumbolo
untuk menjalani HD rutin 3x/seminggu. Tn. H sudah menjalani hemodialisis selama 2
bulan di Rumah Sakit Swata yang ada di Malang dan memiliki riwayat penyakit diabetes
melitus. Tn. H datang dari ruangan HCU dengan kondisi penurunan kesadaran (somnolen
GCS 4-2-4), tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 88x/menit, RR 28x/menit, suhu 36,5 oC,
SpO2 92% dengan nasal kanul 3 lpm. Saat datang keluarga pasien mengatakan jika Tn.
H sering terlihat sesak napas di ruangan, jika oksigen dilepas saturasinya menurun dan
telapak tangan serta kakinya terasa dingin. Keluarga pasien juga mengatakan Tn. H
semakin kurus dari BB 80 kg sekarang menjadi kurang lebih 58 kg. keluarga Tn. H juga
mengatakan nafsu makannya turun karena mual. Tn. H memenuhi nutrisinya lewat NGT
yang terpasang dengan mengkonsumsi susu 200cc 6x/hari. Aktivitas sehari – hari Tn. H
dibantu total oleh keluarganya karena Tn. H tidak mampu melakukanya secara mandiri.
Pada pemeriksaan pre HD B1 ditemukan RR 28x/menit, SpO2 92% dengan nasal
kanul 3 lpm, takipnea disertai otot bantu pernapasan. Pemeriksaan B2 ditemukan data
konjungtiva anemis, CRT 4 detik, akral dingin, TD: 100/60 mmHg, N: 88x/menit,
terpasang CDL di subclavia. Pemeriksaan B3 ditemukan data penurunan kesadaran
somnolen dengan GCS 4-2-4. Sedangkan pada pemeriksaan B4 ditemukan data BAK
600cc/hari, tidak ada distensi kandung kemih. Pada pemeriksaan B5 ditemukan data BAB
2x/hari, tidak ada distended, BU 18xmenit, terpasang NGT, mukosa bibir kering dan
pemeriksaan B6 ditemukan data penurunan kekuatan otot dengan skor 2 serta
penurunan elastisitas kulit. Tn. H juga dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium dan
foto rontgen serta pengkajian nutrisi dengan metode SGA (Subjective Global
Assessment) dengan hasil yang tidak normal untuk mendukung munculnya beberapa
masalah keperawatan. Salahnya satunya pemeriksaan darah lengkap seperti Hb 7,20
g/dL (normal 13,4 – 17,3), leukosit 16,51 10 3/mm3 (normal 5,07-11,10), eritrosit 2,55 Juta
(normal 4,74 – 6,32), albumin 2,38g/dL (normal 3,5 – 5,5), kreatinin 1, 65 mg/dL (normal
<1,2), pemeiksaan foto thorax AP dengan kesimpulan pneumonia: Infiltrat bertambah dan
efusi pelura bilateral: relatif tetap. Pada pengkajian nutrisi dengan metode SGA
(Subjective Global Assessment) dengan hasil gizi buruk dan nilai IMT 17,90 dari BB 58 kg
serta tinggi 180 cm. resep HD dari dokter untuk Tn. H HD reguler, akses vaskuler dengan
CDL, lama HD 6 jam (SLED), dialyzer elisio 130 H, Kt/v:1,2 , QB 160 ml/mnt, QD 300
ml/min, UF 600 ml , Heparin 2,5 ml/jam. Dari data pre HD diatas dapat angkat diagnosa
keperawatan pola napas tidak efektif, perfusi perifer tidak efektif, defisit nutrisi dan

97
gangguan mobilitas fisik. Intervensi yang disiapkan untuk diagnosa pola napas tidak
efektif yaitu manajemen jalan napas dan pemantauan respirasi. Intervensi untuk diagnosa
perfusi perifer tidak efektif adalah perawatan sirkulasi. Sedangkan untuk diagnosa defisit
nutrisi menggunakan intervensi manajemen nutrisi dan diagnosa gangguan mobilitas fisik
dengan intevensi dukungan mobilisasi. Intervensi yang telah disusun akan dilakukan
selama hemodialisis berlangsung yaitu selama 6 jam (SLED).
Saat hemodialisis sudah berjalan sekitar 1 ½ jam atau pada jam 10.30 WIB kondisi
Tn. H menurun. Setelah dilakukan pemeriksaan B1 didapatkan data RR: 32x/mnt, SPO2 :
86% dengan nasal kanul 5 lpm, takipnea, ronckhi (-), wheezing (-), terdapat otot bantu
pernapasan. Pada pemeriksaan B2 ditemukan data CRT 4 detik, TD: 83/39 Mmhg, N:
99x/mnt, S: 36,4oC, QB:160ml/mnt, akral dingin, berkeringat, GDA : 87 mg/dL.
Pemeriksaan B3 didapatkan data kesadaran somnolen, GCS 4-2-4, tidak ada kejang.
Pada pemeriksaan B4 data yang ditemukan saat HD tidak ada BAK/pasien tidak bisa
BAK, tidak ada distensi kandung kemih, UFR 0,15 cc. Sedangkan pada pemeriksaan B5
tidak ditemukan data yang abnormal dan pada pemeriksaan B6 kekuatan otot skor 2
disetiap ekstremitas. Dari data intra HD diatas bisa dirumuskan diagnosa keperawatan
ketidakstabilan kadar glukosa darah dan risiko syok. Setelah diangkat 2 diagnosa
keperawatan saat intra HD bisa disusun intervensi keperawatan untuk mengatasi
masalah keperawatan tersebut. Intervensi keperawatan untuk diagnosa ketidakstabilan
kadar glukosa darah adalah manajemen hipoglikemia dan untuk diagnosa risiko syok
dengan intervensi pencegahan syok. Setelah disusun beberapa intervensi keperawatan,
bisa langsung diimplemetasikan selama 4 ½ jam atau sampai hemodialisis selesai.
Setelah hemodialisis selesai pada jam 15.00 WIB petugas kesehatan melakukan
pengkajian post HD dengan ditemukan data B1 RR 22x/mnt, SpO2 95% dengan NRBM,
pasien nampak tidak sesak, menggunakan otot bantu nafas, ronckhi (-), wheezing (-).
Pada pemeriksaan B2 TD 107/56 mmHg, N 103x/mnt, GDA 102 mg/dL, post penggunaan
heparin 2500 iu, terpasang CDL subclavia. Pemeriksaan B3 kesadaran somnolen dengan
GCS 4-2-4. Pemeriksaan B4 didapatkan data post HD px tidak BAK, UF tercapai 0,6 L.
pada pemeriksaan B5 tidak ada data yang abnormal dan pemeriksaan B6 kekuatan otot
skor 2 disemua ekstremitas. Data data diatas bisa diangkat dignosa keperawatan risiko
perdarahan dengan intervensi keperawatan pencegahan perdarahan. Intervensi ini bisa
diimplementasikan selama 30 menit. Setelah semua intervensi selesai
diimplementasikan, kita langsung lakukan evaluasi keperawatan dengan hasil untuk
diagnosa keperawatan pre HD yaitu pola napas tidak efektif teratasi sebagian dan
intervensi dilanjutkan diruangan. Evaluasi untuk diagnosa keperawatan perfusi perifer
tidak efektif teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan diruangan. Sedangkan evaluasi
untuk diagnosa defisit nutrisi dan gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian dan

98
intervensi dilanjutkan diruangan. Evaluasi keperawatan untuk diagnosa intra HD yaitu
ketidakstabilan gula dalam darah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan diruangan.
Untuk diagnosa risiko syok dengan evaluasi risiko syok tidak terjadi. Evaluasi untuk
diagnosa post HD yaitu risiko perdarahan tidak terjadi.
Selama proses pengkajian, perawat melakukan dengan cara wawancara dan
observasi. Proses wawancara dilakukan dengan anak dari Tn. H karena Tn. H mengalami
penurunan kesadaran sehingga tidak bisa dilakukan wawancara. Pada saat observasi,
perawat melakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auksultasi dari
pemeriksaan B1(Breathing), B2 (Blood), B3(Brain), B4(Bladder), B5(Bowel) dan B6(Bone)
untuk mendapatkan data yang lengkap agar bisa disusun intervensi keperawatan yang
mampu mengatasi masalah keperawatan pasien. Dalam menentukan diagnosa
keperawatan dan intervensi keperawatan sudah menggunakan panduan SDKI (Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standara Luaran Keperawatan Indoensia) dan
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia).

99

Anda mungkin juga menyukai