Anda di halaman 1dari 11

Secara umum pengertian aturan adalah serangkaian ketentuan, petunjuk, patokan, atau

perintah yang dibuat oleh manusia dengan tujuan untuk mengatur kehidupan manusia dalam
sehari-harinya agar tidak melakukan sikap brutal, ingin menang sendiri, dan lainnya. Secara
bahasa, pengertian aturan adalah suatu pedoman agar manusia dapat hidup secara tertib dan
teratur. Karena jika tidak ada peraturan, maka antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat
bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali dan sulit untuk diatur.

Pada umumnya, aturan merupakan hasil keputusan bersama yang harus ditaati dan
dilaksanakan dimana sikapnya mengikat. Aturan juga berkaitan dengan nilai norma dan adat
yang berlaku di lingkungan bermasyarakat. Aturan biasanya bersifat mengikat secara lokal
dimana hanya manusia dalam lingkungan tersebut saja yang memiliki kewajiban untuk
menaati peraturan. Namun dalam makna yang lebih luas, istilah aturan tidak dapat
didefinisikan sesederhana itu karena menyangkut perbedaan tujuan dan kebutuhan

Peraturan bersifat mengikat dan membatasi. Peraturan akan membatasi kebebasan seseorang
demi terpenuhnya hak atau kebebasan yang lain, atas dasar semua orang berhak memiliki
kebebasan dan bila kebebasan seseorang berpotensi melimitasi kebebasan orang lain maka
akan adil bila kebebasan setiap orang dibatsi dalam kadar yang sama. Dalam kata lain
peraturan dibentuk berdasarkan konsep Harm Principle, konsep yang menyatakan kebatasan
seseorang bisa dibatasi bila kebebasannya berpotensi digunakan untuk hal yang dapat
merugikan orang lain. Konsep inilah yang digunakan oleh institusi tertentu, termasuk
pemerintah, atas pembenaran dalam pembuatan peraturan dalam masyarakat.

Peraturan sendiri memiliki isi dan karakteristik yang berbeda tergantung kondisi, jenis, dan
tempat masyarakat terkait. Di daerah dengan tingkat kriminalitas tinggi pastinya akan
memiliki ketetatan hukum dan peraturan yang jauh lebih tinggi dibandingkan daerah dengan
tingkat kriminalitas yang lebih rendah. Selain itu, fakotr lain seperti adat istiadat, budaya,
serta norma masyarakat yang berlaku juga akan memengaruhi peraturan seperti apa yang
akan diterapkan. Di Aceh, peraturan selalu berkaitan erat dengan syariat agama islam, dimana
peraturan yang ada selalu mengambil referensi dari Al-Quran, hadis, ataupun sumber lain
peraturan dalam agama islam. Hal ini sangatah berbeda denagn peraturan dari daerah lain
yang sifatnya lebih umum karena memakai acuan pemerintha yang bersifat lebih inklusif.
Peraturan ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Peraturan tertulis contohnya adalah
peraturan perundang-undangan, sementara peraturan tidak tertulis contohnya seperti
keharusan seseorang untuk menghormati mereka yang lebih tua dan berlaku sopan kepada
siapapun. Peraturan adalah esensi utama dalam menjaga keharmonian masyarakat. Manusia
memiliki karakteristik alamiah sebagai makhluk yang ingin memaksimalkan kebahagiaan dan
meminimalisir kerugian sebisa mungkin. Inilah insetif utama mengapa peraturan diciptakan,
untuk memaksimalkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dengan stabilitas serta
meminimalisir konflik yang dapat menyebabkan kerugian. Agar peraturan bersifat adil,
peraturan biasanya diciptakan secara kolektif dengan diskusi masyarakat, atau, sebuah
institusi yang dipercaya telah mewakili masyarakat dan dapat mempertanggung jawabkan
penegakan peraturan tersebut. Karena itulah, pemerintah adalah institusi yang dipercaya
untuk menerapkan peraturan. Pemerintah diberi kekuatan dan legitimasi oleh masyarakat
untuk membuat peraturan dan membentuk institusi-instusi terkait untuk menjaga penerapan
peraturan. Masyarakat memberikan konsensus mereka untuk pemerintah membatasi
kebebasan mereka sebagai individual maupun komunitas, dengan ganti mendapatkan
keamanan. Ini adalah dasar fundamental pembentukan peraturan oleh pemerintah. Institusi
seperti peradilan, kejaksaan, mahkamah, hingga kepolisian dibentuk dalam rangka
menegakkan peraturan. Walau ironisnya memang, banyak kasus pelanggaran peraturan itu
bersikulasi dalam institusi terkait. Setiap hari sering kita dengar kasus korupsi pejabat, kasus
polisi yang 8berdamai9 dalam penilangan asal dibayar, ataupun kasus kekerasan yang
dilakukan oknum dengan wewenang tertentu. Sering kali, keegoisan individu membuat kalap
sehingga kewajiban pun dilupakan dan menyepelekan kebutuhan masyarakat. Hal ini juga
yang mengakibatkan penerapan hukum di masyarakat sering kurang memadai karena
kepercayaan masyarakat yang sangat kurang dengan sistem hukum dan peraturan yang ada
serta beberapa individu merasa mereka juga bisa bertindak melanggar peraturan yang ada.

Peraturan memiliki peranan penting dalam mengedukasi individu untuk menghormati hak
orang lain dan sadar akan batasan sendiri, karena itulah peraturan harus memiliki esensi yang
relevan. Aspek ini juga sering dilupakan, banyak orang merasa bahwa peraturan adalah
sesuatu yang tidak penting dan kebanyakan menurutinya hanya karena takut akan
hukumannya, bukan karena memahami esensi dan apa yang harus kita pelajari dari peraturan
itu sendiri. Memang beberapa peraturan dibuat dengan esensi yang kurang jelas, sehingga
beberapa orang tidak memiliki insentif untuk menaati peraturan yang ada, atau bahkan
cenderung merasa peraturan tersebut haruslah dihapus atau diubah. Misalnya peraturan laki-
laki tidak boleh berambut panjang di institusi pendidikan, banyak individu yang tidak
mengerti esensi dari peraturan ini. Banyak yang merasa bahwa peraturan ini tidak ada
kaitannya dengan pendidikan, sehingga merasa peraturan ini tidaklah penting dan menaatinya
hanya karena akan selalu ada kegiatan razia rambut ataupun hukuman bagi yang tidak
menuruti peraturannya. Penerapan peraturan seharusnya diikuti dengan edukasi esensi
peraturan dan pentingnya peraturan tersebut agar masyarakt yang ditargetkan mempunyai
dorongan lebih untuk menaati peraturan dan sadar akan dampak yang lebih buruk bila
peraturan tersebut tidak ada. Edukasi juga penting untuk menanamkan moral dan empati
kepada masyarakat yang ditargetkan untuk memahami mengapa peraturan ada, menyadari
limitasi mereka sebagi individu, menghormati masyarakat serta aturannya, dan menjaga
stabilitas kehidupan bersama. Peraturan merupakan dasar dalam kehidupan yang teratur.
Setiap individu memiliki keinginan, mimpi, dan tujuan masing-masing yang ingin dicapai
dengan gangguan yang minimal. Peraturan berperan penting dalam memastikan hal ini
tercapai. Bila kebebasan setiap individual dibatasi dengan kadar yang proporsional dan adil
untuk semuanya, maka setiap individual masih bisa mengejar tujuan mereka dengan rasa
aman. Konflik yang minimal akan membuat masyarakat merasa terdorong untuk berusaha
karena persentase tujuannya dapat tercapai meningkat seiring dengan keharmonisan
masyarakat. Tidak hanya di ranah masyarakat secar luas, namun juga dalam lingkup yang
lebih kecil seperti pertemanan atau keluarga. Di ranah yang lebih kecil itupun individu akan
menjadi termotivasi untuk terus melangkah maju dan bertindak sesuai dengan peraturan yang
berlaku apabila peraturan tersebut terbukti menguntungkan bagi masyarakat maupun
individu. Sehingga dorongan untuk menuruti peraturan pun akan ajuh lebih kuat. Karena
inilah penerapan peraturan yang memiliki esens yang jelas merupakan sesuatu yang penting.

B. Macam-Macam Aturan

Sesuai dengan yang sudah dijelaskan di atas, dimana aturan adalah hal yang sepakati
bersama, maka dalam kehidupan bermasyarakat aturan dibagi menjadi dua, antara lain : 1.
Aturan Tertulis Aturan tertulis merupakan pedoman atau tatanan yang tertulis dan disepakati
bersama, yang berlaku dalam sebuah lingkungan bermasyarakat yang bersifat mengikat, dan
dijadikan standar untuk menjalankan kehidupan sehari-hari dimana pelanggaran terhadap
aturan ini memiliki sanksi yang tegas. 2. Aturan Tidak Tertulis. Aturan tidak tertulis
merupakan pedoman atau tatanan yang tidak tertulis namun sudah disepakati bersama, dan
berlaku dalam sebuah lingkungan bermasyarakat yang bersifat mengikat, dijadikan standar
untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Pelanggaran terhadap aturan tidak tertulis ini juga
memiliki sanksi, akan tetapi tidak setegas sanksi aturan tertulis. Pada dasarnya, adanya aturan
ini adalah untuk menopang nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, supaya hidup tertib dan
sesuai dengan tatanan hukum maupun moral, dan menjadi sebuah budaya yang dipegang
teguh oleh seluruh manusia yang hidup dalam suatu lingkungan. Hukum yang berlaku
terhadap pelanggar aturan tertulis biasanya akan diputuskan oleh aparat sesuai dengan
Undang-Undang. Sedangkan terhadap pelanggaran aturan tidak tertulis, biasanya akan
diberikan sanksi tertentu sesuai dengan yang sudah disepakati. Sanksi yang diberikan tidak
selalu berupa sanksi pidana, bisa juga hukuman sosial seperti diasingkan. Aturan juga masih
dibedakan lagi menurut cara berlakunya, yaitu aturan umum dan aturan khusus. Aturan
umum adalah aturan yang sifat universal dan belaku dimanapun dan kapanpun, misalnya
aturan-aturan yang diberlakukan di hotel, wahana bermain atau objek wisata umum.
Sedangkan aturan khusus adalah aturan yang berlaku di dalam kegiatan atau kehidupan
secara khusus, misalnya aturan-aturan yang diberlakukan di tempat wisata keagamaan atau
ketika outing kantor dan kegiatan-kegiatan komunitas lainnya.

C. Contoh Aturan dalam Kehidupan Sehari-Hari

Manusia marupakan makhluk sosial sehingga dalam kehidupannya selalu terjadi interaksi
dengan sesamanya. Dalam berhubungan dengan sesama manusia dibutuhkan sesuatu yang
sifatnya mengatur atau mengikat, baik antar manusia maupun manusia dengan
lingkungannya, itulah yang disebut dengan aturan. Ada beberapa contoh aturan yang berlaku
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sebagai berikut:

1. Contoh Aturan Tertulis  Berlakunya jam malam atau jam kunjungan tamu tidak boleh
melebihi pukul 22.00.  Wajib lapor untuk tamu yang menginap 1×24 jam.  Kewajiban
untuk menjaga kebersihan, ketertiban dan keamanan lingkungan.  Warga dengan usia 17
tahun wajib memiliki KTP.  Setiap kepala keluarga wajib memiliki Kartu Keluarga.  Warga
baru wajib melapor ketua RT.

2. Contoh Aturan Tidak Tertulis  Menyapa tetangga ketika bertemu di jalan.  Menjenguk
tetangga yang sakit.  Membantu tetangga yang butuh pertolongan.  Melayat jika ada
tetangga yang meninggal dunia.  Aktif dalam kegiatan bermasyarakat.  Menjaga kerukunan
dengan tetangga.

D. Pengertian Aturan Hukum Aturan hukum adalah cara di mana warga negara diatur oleh
aturan hukum dan bukan dengan kekuatan orang lain. Hukum adalah proposisi hukum yang
memperlakukan sama terhadap semua orang yang berada dalam situasi yang sama. Hukum
diperlukan baik untuk individu sebagai bagian dari Negara sebagai orang yang mempunyai
hak dan kewajiban. Essay ini akan membuat pendekatan untuk hubungan antara negara dan
kewarganegaraan, termasuk isu-isu sosial yang melibatkan partisipasi masyarakat dan
pentingnya aktor sosial dan proses dalam merancang kebijakan negara dan proposisi untuk
efektifitas dan menjamin hak-hak dan untuk merumuskan dan mengatur mekanisme
kebijakan publik. Secara teoritis maupun praktis hukum sebagai sebuah disiplin hendaknya
memiliki model analisis dan mampu menyelesaikan ragam persoalan. Karena hal ini sebagai
pandangan bahwa hukum memiliki keluwesan dalam mengatur kehidupan. Salah satu ahli
hukum dari Inggris, A.V Docey pada abad 19 mengemukakan bahwa hukum lebih condong
pada tata negara. Konsepsi paling terkenal mengenai peraturan hukum yang terdiri dari tiga
elemen yaitu : Supremasi absolute hukum atas kekuasaan yang sewenang-wenang termasuk
kekuasaan bebas yang luas yang dimiliki pemerintah Setiap warga Negara adalah subyek dari
hukum dari Negara yang dilaksanakan di pengadilan umum Hak-hak tidak di dasarkanpada
pernyataan garis besar konstitusional melainkan pada keputusan yang sesungguhnya dari
pengadilan. Dari penyataan diatas dapat di jelaskan pada pernyataan satu bahwa hukum
sebagai sesuatu yang paling berkuasa di suatu Negara di mana adanya supremasi hukum yang
bersifat absolute di suatu pemerintahan. Segala yang ada di hukum sebagai kekuasaan yang
tertinggi dan mutlak untuk di taati oleh semua orang. Pada pernyataan kedua, menjelaskan
setiap warga Negara berhak melakukan perilaku hukum pada lingkup lalu lintas hukum.
Subyek dari hukum adalah orang. Jadi pada hakekatnya hukum di buat untuk semua orang
yang terkait di dalamnya. Untuk pernyataan yang ketiga ini hukum tidak akan bisa
memberikan hak-haknya sebelum hakim di pengadilan mengeluarkan keputusannya. Jadi dari
pernyataan ini ada hal saling mempengaruhi antara hukum dan negara. Di sisi lain jika di
lihat dari pembuatan hukum dan bagian dari arti dalam interkasi social memberi arti bahwa
perturan hukum yaitu otoritas dari kumpulan yang koheren secara logis dan luas atas
peraturan resmi yang didefinisikan secara positif, tidak dapat mencapai koordinasi yang
tergantung pada perumusan kembali secara kontinu dari hukum secara ideology, sebagai
legitimasi pemerintah. Hal ini hukum merupakan peraturan yang resmi di suatu Negara
dimana harus ada unsur pemerintah dalam pembuatan hukum. Pernyataan ini akan lebih
menekankan bahwa hukum adalah memang benar-benar peraturan yang formal dan harus
oleh pejabat yang berweang bukan setiap orang bisa membuat hukum dan mngesahkan di
suatu negara. Pendapat lain dari Ehrlich,( 1986 : 167 ) berpandangan hukum merupakan
bagian darirangkaian kesatuan norma-norma sosial dan bukan merupakan suatu kategori yang
berbeda. Dari pendapat Ehrlich ini peratuaran hukum adalah rangkaian dari norma – norma
sosial yang ada pada masyarakat. Jadi sebelum adanya hukum ada norma-norma yang di
yakini masyarakat sebagai hal yang baik.

Kesimpulannya adalah peraturan memang bersifat mengikat dan melimitasi kebebasan


masyarakat, namun peraturan ada untuk memberi keamanan bagi masyarakat tersebut serta
menjaga keberaturan demi memenuhi tujuan dan keinginan masnyarakat untuk hidup yang
harmonis dan dapat mengejar kebahagiaan. Peraturan juga penting untuk mengedukasi
masyarakat tentang bagaimana mereka harus berprilaku serta pentingnya mengedukasi
masyarakat tentang esensi dari suatu peraturan agar masyarakat memiliki insentif lebih untuk
menaati peraturan demi terjaganya kestabilan dan keharmonisan dalam masyarakat.

Apa itu Undang-Undang?

Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu kami sampaikan pengertian undang-


undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.[1]

Sedangkan peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma


hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan.[2]

Adapun, pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan


perundang-undangan yang mencakup
tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan/penetapan,
dan pengundangan.[3]

Undang-undang adalah salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang proses


pembentukannya dapat membutuhkan waktu yang cukup lama. Ukuran lama atau tidaknya
dapat dilihat dari proses pembentukan undang-undang itu sendiri, yang meliputi beberapa
tahapan atau prosedur yang harus dilalui. Pada dasarnya, tahapan dimulai dari perencanaan
dengan menyiapkan Rancangan Undang-Undang (“RUU”), RUU dibuat harus disertai
dengan naskah akademik, kemudian tahap pembahasan di lembaga legislatif hingga tahap
pengundangan.[4]
Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa undang-undang yang telah ditetapkan dan
diundangkan tentu telah melalui proses yang sangat panjang, yang pada akhirnya disahkan
menjadi milik publik dan sifatnya terbuka serta mengikat untuk umum.[5]

Siapa Pembentuk Undang-Undang?

Sistem perundang-undangan di Indonesia hanya dikenal dengan satu nama jenis undang-
undang, yakni keputusan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”), dengan
persetujuan Presiden, dan disahkan Presiden. Selain itu, tidak terdapat undang-undang yang
dibentuk oleh lembaga lain. Dalam pengertian lain, undang-undang dibuat oleh DPR.[6]

Hal tersebut tercantum dalam Pasal 20 UUD 1945 yang berbunyi:

1. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.


2. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
3. Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan
undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan
Rakyat masa itu.
4. Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
untuk menjadi undang-undang.
5. Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-
undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-
undang dan wajib diundangkan.

Pada dasarnya, fungsi pembentuk undang undang disebut juga fungsi legislasi. Artinya, DPR
sebagai lembaga legislatif memiliki tugas pembuatan undang-undang, merencanakan dan
menyusun program serta urutan prioritas pembahasan RUU, baik untuk satu masa
keanggotaan DPR maupun untuk setiap tahun, membantu dan memfasilitasi penyusunan
RUU usul inisiatif DPR.[7]

Materi Muatan Undang-Undang

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011, materi muatan yang harus diatur dengan undang-
undang adalah:

a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945;


b. perintah suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang;
c. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Proses Pembentukan Undang-Undang di Indonesia


Dalam proses pembentukan undang-undang, terdapat transformasi visi, misi dan nilai yang
diinginkan oleh lembaga pembentuk undang-undang dengan masyarakat dalam suatu bentuk
aturan hukum.[8]

Proses pembentukan undang-undang diatur dalam Pasal 162 – 173 UU MD3 beserta
perubahannya.

Selain diatur dalam UU MD3, proses pembentukan undang-undang juga dapat Anda temukan
dalam UU 12/2011 beserta perubahannya yang terbagi menjadi beberapa tahap antara lain:

1. Perencanaan, diatur dalam Pasal 16 sampai Pasal 42 UU 12/2011;


2. Penyusunan, diatur dalam Pasal 43 sampai Pasal 64 12/2011;
3. Pembahasan, diatur dalam Pasal 65 sampai Pasal 71 12/2011;
4. Pengesahan, diatur dalam Pasal 72 sampai Pasal 74 12/2011;
5. Pengundangan, diatur dalam Pasal 81 sampai Pasal 87 12/2011.

Lebih detail, Anda juga dapat menyimak dalam Perpres 87/2014 dan Perpres
76/2021 dengan tahapan:

1. Perencanaan RUU (Bab II Bagian Kedua Perpres 87/2014);


2. Penyusunan RUU (Bab III Bagian Kesatu Perpres 87/2014);
3. Pembahasan RUU (Bab IV Bagian Kesatu Perpres 87/2014);
4. Pengesahan/penetapan RUU menjadi UU (Bab V Bagian Kesatu Perpres 87/2014);
5. Pengundangan UU (Bab VI Bagian Kesatu Perpres 87/2014).

Berdasarkan informasi yang dilansir dari laman DPR tentang Proses Lahirnya Undang-
Undang Republik Indonesia, berikut adalah intisari proses pembentukan undang-undang di
Indonesia:

1. Tahap Perencanaan
a. Badan legislatif menyusun Program Legislasi Nasional (“Prolegnas”)
di lingkungan DPR. Pada tahap ini, badan legislatif dapat
mengundang pimpinan fraksi, pimpinan komisi, dan/atau masyarakat;
b. Badan legislatif berkoordinasi dengan DPD dan Menteri Hukum dan
HAM untuk menyusun dan menetapkan Prolegnas;
c. Prolegnas jangka menengah (5 tahun) dan Prolegnas tahunan
ditetapkan dengan keputusan DPR.
2. Tahap Penyusunan
a. Penyusunan naskah akademik oleh anggota/komisi/gabungan komisi;
b. Penyusunan draft awal RUU oleh anggota/komisi/gabungan komisi;
c. Pengharmonisasian, pembulatan, pemantapan, konsepsi RUU yang
paling lama 20 hari masa sidang, sejak RUU diterima badan legislatif.
Kemudian tahap ini dikoordinasi kembali oleh badan legislatif;
d. RUU hasil harmonisasi badan legislatif diajukan pengusul ke
pimpinan DPR;
e. Rapat paripurna untuk memutuskan RUU usul inisiatif DPR, dengan
keputusan:
i. Persetujuan tanpa perubahan
ii. Persetujuan dengan perubahan
iii. Penolakan
f. Penyempurnaan RUU jika keputusan adalah “persetujuan dengan
perubahan” yang paling lambat 30 hari masa sidang dan diperpanjang
20 hari masa sidang;
g. RUU hasil penyempurnaan disampaikan kepada Presiden melalui
surat pimpinan DPR;
h. Presiden menunjuk Menteri untuk membahas RUU bersama DPR,
yang paling lama 60 hari sejak surat pimpinan DPR diterima
Presiden.
3. Pembahasan
a. Pembicaraan tingkat 1 oleh DPR dan Menteri yang ditunjuk Presiden,
yang dilakukan dalam rapat komisi/gabungan komisi/badan
legislatif/badan anggaran/pansus;
b. Pembicaraan tingkat 2, yakni pengambilan keputusan dalam rapat
paripurna.
4. Pengesahan

RUU disampaikan dari pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan.

5. Pengundangan

RUU yang telah disahkan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Rapat Paripurna DPR

Rapat Paripurna DPR merupakan rapat anggota yang dipimpin oleh pimpinan DPR dan
merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang dan tugas DPR.[9] Adapun dapat
kami jelaskan isi rapat paripurna tingkat 2 dalam proses pembentukan undang-undang,
berdasarkan Pasal 69 UU 12/2011 yaitu:

1. Pembicaraan tingkat II merupakan pengambilan keputusan dalam rapat


paripurna dengan kegiatan:
a. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini
DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;
b. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota
secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
c. penyampaian pendapat akhir Presiden yang dilakukan oleh menteri yang
ditugasi.
2. Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat
dicapai secara musyawarah untuk mufakat, pengambilan keputusan dilakukan
berdasarkan suara terbanyak.
3. Dalam hal Rancangan Undang-Undang tidak mendapat persetujuan bersama antara
DPR dan Presiden, Rancangan Undang-Undang tersebut tidak boleh diajukan lagi
dalam persidangan DPR masa itu.

Kesimpulannya, DPR sebagai lembaga legislatif atau pembentuk undang-undang sejak awal
proses perencanaan telah dituntut agar undang-undang yang dihasilkan dapat memenuhi
kebutuhan seluruh masyarakat di Indonesia. Proses pembentukan undang-undang tidak
singkat, bahkan membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk membentuk undang-undang,
terdapat 5 (lima) tahap yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan
pengundangan.

Demikian jawaban kami tentang proses pembentukan undang-undang, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan sebagaimana yang dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, dan kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kedua kali dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan terakhir kali
dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah;
4. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2021
tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai