Studi Tentang Kesetaraan Gender Dalam Berbagai Aspek: December 2018
Studi Tentang Kesetaraan Gender Dalam Berbagai Aspek: December 2018
net/publication/329554835
CITATIONS READS
0 12,918
1 author:
1 PUBLICATION 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Deni Rifkon Khairani on 12 December 2018.
Abstrak
Pengetahuan Masyarakat tentang Kesetaraan Gender.
Isu kesetaraan gender mulai merebak di Indonesia pada
tahun 1990-an. Walaupun isu gender telah lama merebak
di Indonesia, namun banyak orang yang masih salah
mengartikan tentang konsep gender dan kesetaraan gender.
Selain gender yang sering disamakan dengan arti seks
(jenis kelamin), kemudian salah arti lainnya dimana
kesetaraan gender seolah-olah dianggap sebagai tindakan
atau keinginan menomorsatukan perempuan yang ada di
belahan dunia. Sebuah penelitian pada kelompok
perempuan petani pedesaan di Jambi mengungkapkan
bahwa pada awalnya masyarakat setempat sangat risih
berbicara dengan kesetaraan gender. Mereka beranggapan
bahwa kesetaraan gender adalah hal yang tidak lazim
dibicarakan, terlalu kasar dan mendukung aliran
liberalisasi serta sekularitas. Penulis memandang
kesetaraan gender ini dapat dijunjung tinggi melalui
perubahan pola pikir masyarakat yang berkembang saat ini.
Pola pikir yang positif tentang kesetaraan gender akan
membantu mengurangi kasus-kasus ketimpangan gender di
Indonesia. Mengubah pola pikir masyarakat tentunya harus
didasarkan pada pengetahuan masyarakat di daerah itu
sendiri. Pekerja sosial khususnya bidang pekerja sosial
feminis bertugas untuk mengubah pola pikir dan
mengedukasi masyarakat baik kaum laki-laki maupun
perempuan.
Kata kunci: jenis kelamin, Islam, dan pendidikan
Abstract
The knowledge of the community about gender
equality. The issue of gender equality began to the
aoutbreak in Indonesia in the 1990s. Although the issue of
gender has long outbreak in Indonesia, but many people
who the concept of gender and gender aquality. In addition
to the gender is often equality with the meaning of sex
(gender), then one of the meaning of the other, where
gender equality as if considered as the actions or desires
come first women in parts of the world. A study on a group
of women rural initially the local people are very
uncomfortable talking with gender equality. They assume
that gender equality is a thing that is not commonly talked
about, too vulgar and supports the flow liberalization as
well as secularity. The writer looked gender equality it can
be in hold dear high through the change the mindset of
people who thriving today. The mindset that positive about
gender equality will help reduce cases than gender in
Indonesia. Change the mindset of people would have to be
based on the knowledge of the people in the area itself.
Social workers, especially in the field of social workers
feminist served to change the mindset and education of
both the men and women.
PENDAHULUAN
Isu-isu tentang perempuan sekarang ini, banyak
mengisi wacana di tengah-tengah masyarakat kita, di
samping wacana-wacana politik dan ekonomi. Isu
perempuan ini menjadi semakin menarik ketika kesadaran
akan ketidak adilan di antara kedua jenis kelamin (laki-laki
dan perempuan) – yang sering di sebut ketidak adilan
gender – ini semakin tinggi di kalangan masyarakat kita.
Perempuan yang sekarang ini jumlahnya lebih besar
dibanding laki-laki belum banyak mengisi dan menempati
sektor-sektor publik yang ikut berpengaruh di dalam
menentukan keputusan-keputusan dan keijakan-kebijakan
penting. Meskipun perempuan memasuki sektor publik,
posisinya selalu berada di bawah laki-laki, terutama dalam
bidang politik. Kenyataan seperti ini tidak hanya terjadi di
Negara-negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga
terjadi di Negara-negara maju seperti Eropa Barat dan
Amerika Serikat.
Berbagai upaya di tempuh untuk mengangkat derajat
dan posisi perempuan agar setara dengan laki-laki melalui
berbagai institusi, baik yang formal maupun yang
nonformal. Tujuan akhir yang ingin di capai adalah
terwujudnya keadilan gender (keadilan sosial) di tengah-
tengah masyarakat. Di antara strategi yang di tempuh untuk
mewujudkan keadilan tersebut adalah melibatkan
perempuan dalam pembangunan. Strategi ini menjadi
dominan di tahun 70-an. Setelah PBB menetapkan decade
pertama pembangunan kaum perempuan, sejak saat itulah
hampir semua pemerintahan dunia ketiga mulai
mengembangkan kementrian peranan wanita dalam
pembangunan.
Pemberian kesempatan yang sama terhadap
perempuan untuk melakukan aktivitas di berbagai bidang
sebagaimana laki-laki ternyata tidak menjamin untuk
terealisasikannya keadilan gender. Penyebab utamanya
adalah rendahnya kualitas sumber daya kaum perempuan
yang mengakibatkan ketidak mampuan mereka bersaing
dengan kaum lelaki dalam pembangunan, sehingga posisi
penting dalam pemerintahan maupun dunia usaha
didominasi oleh kaum lelaki.
(Mansour Fakih, 1997), perbedaan gender sebenarnya
tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidak
adilan gender. Masalah itu akan muncul ketika perbedaan
gender telah melahirkan berbagai ketidak adilan, terutama
bagi kaum perempuan. Untuk memahami bagaimana
keadilan gender menyebabkan ketidak adilan gender perlu
dilihat manifestasi ketidak adilan dalam berbagai
bentuknya, seperi marginalisasi atau proses pemiskinan
ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam
keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui
pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih
panjang dan lebih lama (burden), serta sosialisasi ideologi
nilai peran gender.
Lalu bagaimana kita menyikapi kondisi seperti itu?
Tentu kita ingin mengupayakan terwujudnya keadilan atau
kesetaraan gender. Sebelum kita melakukan hal itu, kita
perlu tahu terlebih dahulu bagaimana kesetaraan gender ini
di tengah-tengah masyarakat kita di Indonesia. Lebih
khusus lagi kita perlu juga tahu bagaimana kesetaraan
gender menurut Islam dan juga dalam bilang pendidikan?
Permasalahn inilah yang akan dikaji dalam tulisan singkat
ini. Namun, sebelum itu akan dijelaskan terlebih dahulu
konsep gender secara singkat.
Pengertian Gender
Istilah ‘gender’ sudah tidak asing lagi di telinga kita,
tetapi masih banyak di antara kita yang belum memahami
dengan benar istilah tersebut. Gender sering diidentikkan
dengan jenis kelamin (sex), padahal gender berbeda dengan
jenis kelamin. Gender sering juga dipahami sebagai
pemberian dari Tuhan atau kodrat Ilhai, padahal gender
tidak semata-mata demikian.
(Echols dan Shadily, 1983), secara etimologi kata
‘gender’ berasal dari bahasa Inggris yang berarti ‘jenis
kelamin’. Dalam Webster’s New World Dictionary, Edisi
1984 ‘gendr’ diartikan sebagai ‘perbedaan yang tampak
antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan
tingkah laku’. Sementara itu dalam Concise Oxford
Dictionary of Current English Edisi 1990, kata ‘gender’
diartikan sebagai ‘penggolongan gramatikal terhadap kata-
kata benda dan kata-kata lain yang berkaitan dengannya,
yang secara garis besar berhubungan dengan jenis serta
ketiadaan jenis kelamin (atau kenetralan).
(http://id.m.wikipedia.org), gender adalah
serangkaian karakteristik yang terikat kepada dan
memebedakan maskulinitas dan femininitas. Karakteristik
tersebut dapat mencakup jenis kelamin (laki-laki,
perempuan, atau interseks), hal ini di tentukan berdasarkan
jenis kelamin (struktural sosial seperti peran gender), atau
identitas gender. Orang-orang yang tidak mengidentifikasi
dirinya sebagai pria atau wanita umumnya di kelompokkan
ke dalam masyarakat nonbiner atau genderqueer. Beberapa
kebudayaan memiliki peran gender spesifik yang berbeda
dari “pria” dan “wanita” yang secara kolektif di sebut
sebagai gender ketiga seperti golongan bissu di masyarakat
Bugis di Sulawesi dan orang hijra di Asia Selatan.
(http://www.google.co.id), kata ‘gender’ dapat
diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan
tanggung jawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil
dari bentukan (kontruksi) sosial budaya yang tertanam
lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil
kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati.
Oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat ke
tempat lain dan dari satu waktu ke waktu berikutnya.
Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat
dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya
tergantung waktu dan budaya setempat. Definisi gender
menurut berbagai pustaka, ‘Gender’ adalah perbedaan
antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak,
tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai
sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat
yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat.
Tanggung jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai
sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat
yang dapat berubah menurut waktu serta konsisi setempat.
(Nasaruddin Umar, 1999), secara terminologis
‘gender’ oleh Hilary M. Lips didefinisikan sebagai
harapan-harapan budaya terhadap laki-lai dan perempuan.
H.T. Wilson mengartikan ‘gender’ sebagai suatu dasar
untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan
perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang
sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan
perempuan. Elaine Showalter mengartikan ‘gender’ lebih
dari sekedar perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari
kontruksi sosial budaya. Ia lebih menekankan gender
sebagai konsep analisi yang dapat digunakan untuk
menjelaskan sesuatu.
Dari beberapa definisi yang dapat dipahami bahwa
gender adalah suatu sifat yang dijadikan dasar untuk
mengidentifikasikan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi kondisi sosial dan budaya.
Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa
masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang
bersifat kodrati.
KESIMPULAN
1. Gender adalah serangkaian karakteristik yang terikat
kepada dan memebedakan maskulinitas dan
femininitas. Karakteristik tersebut dapat mencakup
jenis kelamin (laki-laki, perempuan, atau interseks), hal
ini di tentukan berdasarkan jenis kelamin (struktural
sosial seperti peran gender), atau identitas gender.
Orang-orang yang tidak mengidentifikasi dirinya
sebagai pria atau wanita umumnya di kelompokkan ke
dalam masyarakat nonbiner atau genderqueer.
Beberapa kebudayaan memiliki peran gender spesifik
yang berbeda dari “pria” dan “wanita” yang secara
kolektif di sebut sebagai gender ketiga seperti golongan
bissu di masyarakat Bugis di Sulawesi dan orang hijra
di Asia Selatan.
2. Gender berbeda dengan sex, meskipun secara
etimologis artinya sama yaitu, jenis kelamin. Secara
umum sex digunakan untuk mengidentifikasi
perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi
biologis, sedang gender lebih banyak berkontraksi
kepada aspek sosial, budaya, dan aspek-aspek
nonbiologi lainnya. Kalau studi sex lebih menekankan
kepada perkembangan aspek biologis, komposisi kimia
dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi,
serta karakteristik biologis lainnya dalam tubuh
seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka studi
gender lebih menekankan kepada perkembangan aspek
sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non
biologis lainnya. Jika studi sex lebih menekankan
kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia
dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan
(femaleness), maka studi gender lebih menekankan
pada aspek maskulinitas (masculinity) dan (femininity)
femininitas seseorang.
3. Secara umum perempuan selalu di munculkan sebagai
sosok yang bermasalah ketika dikaitkan dengan organ-
organ tubuhnya. Sudah berabad-abad lamanya
pandangan ini mewarnai hampir seluruh budaya
manusia dan kemudian mendapatkan legitimasi dari
agama-agama besar dunia, seperti Yahudi, Kristen, dan
Islam, atau mungkin juga agama-agama lainnya.
4. Kesetaraan gender dalam bidang pendidikan menjadi
sangat penting mengingat sektor pendidikan
merupakan sektor yang sangat strategis untuk
memperjuangkan kesetaraan gender, di Indonesia kita
bisa mengetahui sekarang bahwa kebijakan-kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan memberi arah
pada terciptanya kesetaraan gender. Kesempatan untuk
meningkatkan potensi sumber daya manusia (SDM)
Indonesia baik laki-laki maupun perempuan tidak
dibedakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ace Suryadi dan Ecep Idris. (2004). Kesetaraan
Gender dalam Bidang Pendidikan. Bandung: PT.
Genesindo.
Al-Bari, Haya Binti Mubrak. (1997). Mausu’at al-
Mar’ah al-Muslimah. Alih bahasa: Amir Hamzah
Fachruddin. Jakarta: Darul Falah. Cet. I.
Al-Kurdi, Ahmad al-Hajji. (1995). Ahkam al-Mar’ah
fi al-Fiqh al-Islamiy. Alih bahasa: Moh. Zuhri dan Ahmad
Qorib. Semarang: Dina Utama. Cet.I
Echols, John M. Dan Hasan Shadily. (1983). Kamus
Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Cet. XII.
Ema Marhumah dan Lathiful Khuluq (ed).(2001).
Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender
dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet.I
Macdonald, Mandy dkk. (1999). Gender dan
Perubahan Organisasi: Menjembatani Kesenjangan
antara Kebijakan dan Praktik. Alih bahasa: Omi Intan
Naomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mansour Fakih. (1997). Analisis Gender dan
Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet. II.
Nasaruddin Umar. (1999). Argumen Kesetaraan
Jender Perspektif Al-Quran. Jakarta: Paramadina.
N.M. Shaikh. (19991). Woman in Muslim Society.
New Delhi: Kitab Bhavana. Cet. I.
Nurul Agustin. (1994). “Tradisionalisme Islam dan
Feminisme”. Dalam Jurnal Ulumul Quran. (Edisi Khusus)
No. 5, vol. V.
https://medium.com
http://www.pkbi-diy.info
http://www.idntimes.com
http://www.google.co.id
http://id.m.wikipedia.org