Anda di halaman 1dari 29

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka


2.1.1. Penilaian Kondisi Perkerasan dengan Metode PCI
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam penilaian kondisi kerusakan
jalan, antara lain metode PCI (Pavement Condition Index), metode Bina Marga,
metode Surface Distress Index (SDI), metode Asphalt Institute, dan lain-lain.

Kondisi kerusakan perkerasan jalan raya dapat dilakukan dengan perhitungan PCI
(Pavement Condition Index). Metode PCI ini memiliki rentang nilai 0 sampai 100
dimana nilai 0 menandakan perkerasan sudah sangat rusak dan nilai 100
menandakan perkerasan masih sangat baik. Sistem perangkingan ini
dikembangkan oleh US Army Corps of Engineer (Shahin 1976-1994).

Bolla, Margareth Evelyn (2012) melakukan perbandingan antara metode Bina


Marga dan metode PCI pada penilaian kondisi perkerasan di ruas jalan Kaliurang,
Malang. Metode yang digunakan adalah penelitian langsung ke lapangan dengan
data primer yaitu hasil survey kerusakan jalan. Urutan prioritas penanganan jalan
dengan metode Bina Marga didasarkan pada rentang nilai 0 sampai lebih dari 7,
dan metode PCI didasarkan pada rentang nilai 0 hingga 100. Evaluasi kondisi
ruas jalan Kaliurang yang dilakukan dengan metode Bina Marga menghasilkan
nilai 4, yang menyatakan bahwa ruas Jalan Kaliurang perlu dimasukkan dalam
program pemeliharaan berkala. Untuk ruas jalan yang sama, metode PCI
menghasilkan nilai 51 hingga 53 yang menyatakan bahwa kondisi perkerasan
berada dalam keadaan fair, namun perlu dilakukan perbaikan hingga minimal
masuk dalam kondisi good agar perkerasan jalan tersebut tidak cepat mencapai
tingkat kerusakan yang lebih parah. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa metode Bina Marga dan metode PCI ternyata menghasilkan penilaian yang
relatif sama.
Pada penelitian-penelitian sebelumnya banyak peneliti yang menggunakan nilai
PCI ini untuk menghitung nilai kerusakan jalan.

5
library.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

Irzami (2010) dalam penelitian tentang penilaian kondisi perkerasan dengan


menggunakan metode indeks kondisi perkerasan pada ruas jalan simpang Kulim –
simpang Batang, membagi Jalan Simpang Kulim – Simpang Batang menjadi
beberapa segmen untuk mempermudah pengidentifikasian kerusakan jalan. Dari
hasil penelitian didapat kondisi ruas jalan Simpang Kulim – Simpang Batang
dengan nilai 80,28 %, dalam hal ini termasuk sangat baik. Dalam rangka program
penanganan jalan supaya lebih efektif disarankan untuk melakukan survey kondisi
perkerasan secara periodik sehingga informasi kondisi perkerasan dapat berguna
untuk prediksi kinerja di masa yang akan datang.

Setyowati (2011) dalam penelitian tentang penilaian kondisi perkerasan dengan


Metode Pavement Condition Index (PCI), Peningkatan Jalan dan Perhitugan
Rancangan Anggaran Biaya Pada Ruas Jalan Solo – Karanganyar Km 4+400 –
11+050, mendapatkan kesimpulan bahwa nilai rata-rata PCI pada STA 4+400 –
11+050 mempunyai tingkat kerusakan Poor, maka menggunakan pemeliharaan
berkala (Periodic Maintenance). Kegiatan Pemeliharaan yang diperlukan hanya
pada interval beberapa tahun karena kondisi jalan sudah mulai menurun.
Kegiatannya meliputi pelapisan ulang (resealing/overlaying).

Metode PCI dalam evaluasi juga bisa menjadi indikator untuk menentukan
prioritas penangan dalam perbaikan jalan seperti yang dilakukan Wijaya (2016).
Penelitian ini dilakukan pada ruas jalan Solo – Yogyakarta Km 43,8 – 44,8 dan
kondisi berdasarkan hasil evaluasi PCI berupa fair pada angka 51. Perhitungan
overlay dilakukan dengan metode Bina Marga dan mendapatkan hasil berupa
perlunya menambah overlay setebal 2,5 cm untuk umur rencana selama 10 tahun
(2015 – 2025)

Boyapati dan Kumar (2015) pada penelitiannya juga mencari nilai PCI pada ruas
jalan Thanjavur – Ayyampetai dan Sathamagalam – Keelapur untuk menenetukan
tingkatan prioritas untuk perbaikan jalan. Nilai PCI yang didapat pada ruas jalan
Thanjavur – Ayyampetai dan Sathamagalam – Keelapur tiap section berkisar dari 45 –
60 yang dikategorikan sebagai “ fair” , kerusakannya terdiri dari 25% retak , 20%
tambalan , dan 15% berlubang. Nilai tersebut digunakan untuk mengurutkan prioritas
library.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

mana yang harus mendapatkan penangan terlebih dahulu. Berdasarkan strategi penangan
dan perbaikan pada metode PCI dianjurkan pada posisi nilai antara 45 - 60 untuk
melakukan penanganan yaitu overlay.

2.1.2. Penilaian Kondisi Struktural


Dalam penelitian sebelumnya sudah banyak yang melakukan penelitian penilaian
kondisi struktural melalui metode Benkelmen Beam tersebut salah satunya adalah
Nainggolan (2015), dalam penelitiannya tentang Evaluasi Kodisi Perkerasan
Lentur dan Prediksi Umur Layan Jalintim Provinsi Sumatra Selatan (Ruas Jalan
Batas Provinsi Jambi – Peninggalan). Penelitian ini diawali dengan menentukan
lima segmen jalan yang memiliki kondisi bervariasi secara visual. Kemudian
dilakukan penilaian kondisi perkerasan secara detail dengan menggunakan metode
Pavement Condition Index (PCI) pada kelima segmen, sedangkan sisa umur layan
diprediksi dengan metode lendutan menggunakan data pengujian alat Falling
Weight Deflectometer (FWD) dan beban lalu lintas aktual. Nilai PCI dan sisa
umur layan yang diperoleh dari kelima segmen ini, dibuat model regresinya untuk
mendapatka hubungan (korelasi) dan koefisien korelasinya. Hasil penelitian
menunjukkan segmen I dengan nilai PCI 56,1 (baik) dengan periode sisa umur
layan 2,98 tahun, segmen II dengan nilai PCI 37,8 (buruk) dengan periode sisa
umur layan 0,57 tahun, segmen II dengan nilai PCI 79,3 (sangat baik) dengan
periode sisa umur layan 4,47 tahun, segmen IV dengan nilai PCI 39,0 (buruk)
dengan periode sisa umur layan 0,22 tahun, dan segmen V dengan nilai PCI 95,0
(sempurna) dengan periode sisa umur layan 3,42 tahun. Sedangkan hubungan
antara nilai PCI kurang dari 85 dan sisa umur layan di ruas jalan batas Provinsi
Jambi - Peninggalan Jalintim Sumatera Selatan, yaitu y=0,0742(x)-1,883, dimana
koefisien korelasinya adalah 0,84 dengan tingkat interpretasi kuat.

2.1.3. Korelasi Antara Perhitungan PCI dengan data IRI


Korelasi antara PCI dan data IRI ini pernah dilakukan beberapa penelitian
sebelumnya, salah satunya adalah Prabowo dkk. (2011) dalam penelitiannya yang
membahas studi hubungan antara nilai kerusakan permukaan jalan (PCI) dengan
nilai ketidakrataan jalan (IRI) pada studi kasus jalan provinsi di UPT Mojokerto.
Prabowo dkk. melaksanakan data survei PCI sebagai data primer dan data IRI
library.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

sebagai data sekunder. Pada hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa berdasarkan
hasil analisis didapatkan nilai PCI untuk ruas Gedek-Kesamben sebesar 71,14,
nilai tersebut masuk dalam kategori baik (satisfactory). Untuk ruas jalan Batas
Kabupaten Mojokerto-Ploso adalah 63,79, nilai PCI tersebut menunjukkan ruas
tersebut termasuk dalam klasifikasi sedang (fair). Jenis kerusakan yang dominan
terjadi adalah alligator cracking, rutting, bumps and sags, Corrugation, block
cracking, Patching and utility cut patching, depression, potholes, shoving. Data
IRI yang didapatkan dari Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Timur menunjukkan
nilai IRI untuk ruas Gedek Kesamben adalah 4,13 sedangkan nilai IRI untuk ruas
jalan Batas Kabupaten Mojokerto-Ploso adalah 5,52. Kedua nilai tersebut masuk
dalam kategori baik.

Setelah dilakukan perhitungan analsis korelasi, menghasilkan nilai r sebesar -0,749


yang menunjukkan bahwa kedua parameter berkorelasi cukup kuat. Korelasi
tersebut menunjukkan korelasi yang berlawanan arah. Artinya, setiap kenaikan
nilai kerusakan jalan (PCI) akan diikuti dengan penurunan nilai ketidakrataan
jalan (IRI). Hal ini berarti apabila nilai PCI bertambah tinggi maka nilai IRI akan
semakin rendah, atau sebaliknya.

2.1.4. Perancangan Sistem Evaluasi Perkerasan Jalan


Setyawan dkk (2017) dalam perancangan Road Evaluation and Monitoring
System berdasarkan Geographical Information System . Melakukan perancangan
sistem evaluasi perkerasan jalan dengan menggunakan sensor untuk mendapatkan
data kerusakan PCI. Metode PCI tingkat keparahan kerusakan perkerasan
merupakan fungsi dari 3 faktor utama, yaitu : tipe kerusakan, tingkat keparahan
kerusakan, jumlah atau kerapatan kerusakan. Untuk memudahkan mendapatkan
data tersebut penelitian ini menggunakan sensor yaitu berupa accelerometer
sensor, proximity sensor , GPS sensor, camera sensor dan profilmeter sensor.
Semua sensor tersebut sudah terintegrasi pada mobil yang akan digunakan untuk
melintas pada jalan yang akan dievaluasi sehingga data akan didapat dengan
mudah. Penelitian ini menunujukan bahwa sistem evaluasi perkerasan jalan
secara otomatis dapat dibuat.
library.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

2.1.5. Rancang Bangun Software Aplikasi PCI


Software aplikasi PCI yang pernah dibuat salah satunya oleh Setiawan (2016)
dalam penilitiannya tentang bagaimana merancang aplikasi PCI untuk
memudahkan pengguna untuk mencari nilai PCI secara efisien dengan
menggunakan bahsa pemrograman Borland Delphi. Penelitian ini sepenuhnya
menggunakan komputer dengan menggunakan data sekunder yang sudah ada.
Aplikasi ini divalidasi dengan membandingkan perhitungan manual dan
perhitungan aplikasi lalu menghasilkan bahwa nilai PCI untuk setiap segmen
mempunyai simpangan kuran dari 1%, hal ini menunjukan bahwa perhitungan
yang dilakukan aplikasi PCI pada penelitian ini cukup akurat.

Beberapa tinjauan pustaka yang digunakan antara lain :


Tabel 2.1. Tabel Tinjauan Pustaka
Penulis Judul Isi
Bolla, M. E Perbandingan Metode Bina Marga dan Penilaian kondisi permukaan
(2012) Metode PCI (Pavement Condtion Index) jalan dengan membandingkan 2
Dalam Peniaian Kondisi Perkerasan Jalan metode :
Metode PCI & Metode Bina
Marga
Boyapati, B, Prioritisation of Pavement Maintenance Mencari prioritas perbaikan
dan Kumar, based on Pavement Condition Index perkerasan berdasarkan hasil
R.P (2015) nilai PCI pada jalan Thanjavur –
Ayyampetai dan Sathamagalam
– Keelapur
Nainggolan, Evaluasi Kondisi Perkerasan Lentur dan Studi evaluasi kondisi
J. (2015) Prediksi Umur Layan JALINTIM Provinsi perkerasan lentur dengan
Sumatra Selatan metode PCI, dan prediksi umur
layan perkerasan dengan metode
lendutan hasil uji data FWD
Putri, E. E. Analisis Tebal Lapis Tambah dan Umur Sisa Menganalisis tebal lapis
(2016) Perkerasan Akibat Beban Berlebih tambah dan umur sisa
Kendaraan (Studi Kasus Ruas Jalan perkerasan
Nasional di Provinsi Sumatera Barat)
library.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Prabowo, Studi Hubungan Antara Nilai Kerusakan Mencari persamaan korelasi


G.A, dkk Permukaan Jalan (PCI) Dengan Nilai antara metode PCI dan IRI
(2013) Ketidakrataan Jalan (IRI) (Studi Kasus:
Jalan Provinsi di UPT Mojokerto)
Setiawan, Rancang Bangun Software Aplikasi PCI Merancang aplikasi PCI
A. (2016) (Pavement Condition Index) Untuk Evaluasi dengan menggunakan bahsa
Kondisi Jalan pemrograman Borlan Delphi

Setyawan, The Design of Road Evaluation and Perancangan sistem evaluasi


A.,dkk Monitoring System based on Geographical kerusakan jalan dengan metode
(2017) Information System PCI menggunakan program dan
berbagai macam sensor untuk
mendeteksi jenis kerusakan.
Setyowati, Penilaian Kondisi Perkerasan Dengan Evaluasi kondisi perkerasan
S. (2011) Menggunakan Metode Pavement Condition lentur dengan metode PCI
Index (PCI), Peningkatan Jalan dan disertai dengan
Perhitungan Rancangan Anggaran Biaya
penanganannya
Pada Ruas Jalan Solo – Karanganyar KM
4+400 – 11+050
Suswandi, Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Evaluasi kerusakan jalan
A (2008) Dengan Methode Pavement Condition menggunakan metode PCI
Index (PCI) Untuk Menunjang
Pengambilan Keputusan (Studi Kasus:
Jalan Lingkar Selatan, Yogyakarta).
Wijaya,D.A Evaluasi Tingkat Kerusakan Perkerasan Menentukan prioritas
(2016) Lentur Dengan Metode Pavement penangan jalan berdasarkan
Condition Index (PCI) Untuk hasil evaluasi tingkat
Menentukan Prioritas Penanganan pada kerusakan menggunakan
Jalan Solo-Yogyakarta KM 43,8-44,8 metode PCI

Penelitian ini menggunakan referensi penelitian terdahulu dalam perhitungan


evaluasi Pavement Condition Index dan Benkelman Beam. Belum ada penelitian
terdahulu yang meneliti khusus pada Jalan Pakem – Prambanan.
library.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

2.2. Landasan Teori


2.2.1. Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan
untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang biasanya dipakai dalam
perkerasan jalan adalah batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping
peleburan baja. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain semen, aspal dan
tanah liat. (id.wikipedia.org/wiki/Perkerasan_jalan)

Berdasarkan bahan pengikatnya perkerasan jalan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu


perkerasan lentur (flexible pavement ) dengan bahan pengikat aspal , perkerasan
kaku (rigid pavement) dengan bahan pengikat semen, dan perkerasan komposit
(composite pavement ) yang merupakan gabungan dari keduanya dengan
komposisi tertentu dari masing-masing bahan pengikat.

2.2.2. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)


Adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya dan
bersifat lentur serta dapat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah
dasar yang telah dipadatkan melalui berbagai lapisan.

Lapisan – lapisan tersebut adalah :


Lapisan permukaan (surface coarse), Lapisan pondasi atas (base coarse), Lapisan
pondasi bawah (sub-base coarse), Lapisan tanah dasar (sub grade).

Gambar 2.1 Susunan Lapis Perkerasan Lentur


library.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

2.2.3 Definisi Jalan Nasional


Menurut UU No. 38 th 2004 pasal 18, jalan nasional merupakan jalan arteri dan
kolektor yang menghubungkan antar ibukota provinsi dalam sistem jalan primer.
Jalan nasional diberi kode ruas jalan yang selanjutnya dalam perundang-undangan
disebut sebagai nomor rute. Nomor rute yaitu kode dalam bentuk angka yang
digunakan sebagai identitas dari satu ruas jalan nasional. Sedangkan rute adalah
kumpulan ruas jalan yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lain secara
menerus.

2.2.4 Kondisi Jalan


Kondisi jalan adalah suatu hal yang sangat perlu diperhatikan dalam menentukan
program pemeliharaan jalan. Menurut Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Bina
Marga (1992), kondisi jalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Jalan dengan kondisi baik adalah jalan dengan permukaan perkerasan yang
benar-benar rata, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan.
b) Jalan dengan kondisi sedang adalah jalan dengan kerataan permukaan
perkerasan sedang, mulai ada gelombang tetapi tidak ada kerusakan
permukaan.
c) Jalan dengan koondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan
perkerasan sudah mulai bergelombang, mulai ada kerusakan permukaan dan
penambalan (kurang dari 20% dari luas jalan yang ditinjau).
d) Jalan dengan kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan
perkerasan sudah banyak kerusakan seperti bergelombang, retak-retak
buaya, dan terkelupas yang cukup besar (20-60 % dari ruas jalan yang
ditinjau) disertai dengan kerusakan lapis pondasi seperti amblas, sungkur,
dan sebagainya.
library.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

2.2.5. Evaluasi Kondisi Permukaan Perkerasan Jalan Menggunakan PCI


Menurut ASTM D6433-07 PCI (Pavement Condition Index) peringkat numerik
dari kondisi perkerasan yang berkisar dari 0 hingga 100, dengan 0 merupakan
kondisi terburuk dan 100 merupakan kondisi terbaik. Data PCI didapatkan melalu
survey kerusakan kondisi permukaan jalan secara visual yang teridentifikasi
berdasarkan tiap jenis kerusakan.
2.2.5.1 Unit Sampel
Unit Sampel adalah bagian atau segmen suatu perkerasan jalan yang didefinisikan
hanya untuk keperluan pemeriksaan.
i. Cara Pembagian Unit Sampel
Pada jalan dengan permukaan perkerasan aspal (termasuk aspal diatas
perkerasan beton) dan jalan tanpa perkerasan, unit sampel didefinisikan sebagai
luasan sekitar 139,40 ± 325,28 m2 (2500 ± 1000 sqft). Ukuran unit sampel
sebaiknya mendekati nilai rata-rata yang direkomendasikan agar hasilnya
akurat. Pembagian ukuran unit sampel bisa tidak sama. Hal ini disebabkan oleh
ukuran lebar dan panjang total jalan yang bermacam-macam. Untuk setiap
bagian yang diperiksa, disarankan untuk melakukan penggambaran sketsa yang
memperlihatkan ukuran dan lokasi unit sampel. Sketsa ini dapat digunakan
untuk keperluan inspeksi di masa mendatang.

ii. Penentuan Unit Sampel yang Disurvei


Manajemen di tingkat proyek membutuhkan data yang akurat untuk persiapan
kerja rencana dan kontrak. Oleh karena itu, unit sampel lebih diperiksa dari
biasanya pada sampel untuk manajemen network-level. Langkah pertama
dalam pengambilan sampel adalah untuk menentukan minimum jumlah unit
sampel (n) yang harus disurvei untuk mendapatkan perkiraan yang memadai
dari bagian PCI. Jumlah ini ditentukan untuk evaluasi project-level dengan
menggunakan kurva yang ditunjukkan pada Gambar 3-8. Menggunakan ini,
perkiraan yang wajar dari rata-rata sebenarnya dari bagian PCI akan diperoleh.
Ada kepercayaan 95% bahwa perkiraan ini antara ± 5 poin dari PCI berarti
benar (PCI diperoleh jika semua unit sampel yang diperiksa).
Kurva pada Gambar 2.2 dibangun menggunakan persamaan berikut:
library.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

𝑁𝑥𝑠
𝑛 , 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 1
𝑒
𝑁 1 𝑠
4

N = Jumlah total unit sampel di perkerasan jalan.


e = diijinkan kesalahan dalam estimasi bagian PCI (e ditetapkan sama dengan 5
saat membangun kurva dari Gambar. 2.2)
s = standar deviasi dari PCI antar unit sampel di setiap bagian.

Gambar 2.2. Kurva Pilihan Jumlah Minimum Sample Unit

Disarankan bahwa unit sampel yang akan diperiksa spasi harus sama di seluruh
bagian, dan yang pertama dipilih secara acak. Teknik ini dikenal sebagai
“Sistematis acak" :
1. Interval sampling (i) ditentukan oleh i = N/n, di mana N sama total jumlah unit
sampel yang tersedia dan n sama dengan jumlah minimal sampel unit yang
akan disurvei. Interval sampling (i) dibulatkan ke yang lebih kecil (misalnya,
3,6 dibulatkan ke 3,0).
2. Start acak (s) yaitu dipilih secara acak antara unit sampel 1 dan sampling
Interval (i). Misalnya, jika i = 3, dimulai acak akan menjadi nomor satu dari 1
sampai 3.
library.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

3. Unit sampel yang akan disurvei diidentifikasi sebagai s, s + i, s + 2i, dll. Jika
awal yang dipilih adalah 3, dan interval sampling 3, maka unit sampel untuk
menjadi disurvei 6,9,12, dll

2.2.5.2 Kerusakan Jalan dan Tingkat Kerusakan


Menurut Sukirman (1992), kerusakan pada perkerasan jalan dapat disebabkan
oleh beberapa hal, diantaranya :
a. Lalu lintas, berupa peningkatan beban dan repetisi beban
b. Air, dari air hujan dimana sistem drainase buruk menyebabkan air naik akibat
sifat kapilaritas. Indonesia beriklim tropis, suhu udara dan curah hujannya
yang tinggi
c. Material konstruksi perkerasan. Pemakaian material di bawah standar atau
sistem pengolahannya kurang baik
d. Kondisi tanah dasar (subgrade) tidak stabil. Disebabkan oleh pemadatan yang
kurang baik atau sifat tanah dasar yang jelek,
e. Proses pemadatan lapisan pondasi kurang baik, sehingga tidak dicapai
kepadatan minimum yang disyaratkan
Lebih lanjut Sukirman (1999) membagi kinerja perkerasan menjadi 3 bagian
yaitu :
a. Keamanan, yang ditentukan oleh besarnya gesekan antara kontak ban dan
permukaan jalan.
b. Struktur pelayanan, yang berkaitan dengan kondisi fisik dari jalan yang
dipengaruhi oleh beban lalu lintas dan lingkungan.
c. Fungsi pelayanan, didefinisikan dengan bagaimana perkerasan tersebut
memberikan pelayanan dan kenyamanan kepada pengguna jalan.
Tingkat Kerusakan (Security Level) adalah besarnya kerusakan pada tiap-tiap
kerusakan yang ada. Tingkat kerusakan yang digunakan dalam perhitungan
metode PCI ada dalam tiga tingkatan kerusakan, diantaranya :
a. Low Security Level (L),
b. Medium Security Level (M),
c. High Security Leve (H).
library.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

Identifikasi kerusakan menurut Mohammed Y. Shahin dalam bukunya Pavement


Management for Airports, Roads, and Parking Lots, 1994 adalah sebagai berikut :

a. Alligator Cracking (Retak Kulit Buaya)


Retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang persegi banyak (polygon)
kecil – kecil menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah lebih besar atau
sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan akibat beban lalu
lintas berulang – ulang.

Tabel 2.2. Tingkat dan Identifikasi Alligator Cracking (Retak Kulit Buaya)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar satu dengan
yang lain, dengan atau tanpa berhubungan satu sama lain.
Retakan tidak mengalami gompal
M Retak kulit buaya ringan terus berkembang ke dalam pola
atau jaringan retakan yang diikuti dengan gompal ringan
H Jaringan dan pola retak berlanjut, sehingga pecahan –
pecahan dapat diketahui dengan mudah, dan dapat terjadi
gompal dipinggir. Beberapa pecahan mengalami rocking
akibat lalu lintas
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Retak kulit buaya diukur dalam meter persegi (m2). Kesulitan utama
dalam mengukur jenis kerusakan ini adalah jika terdapat dua atau tiga tingkat
keparahan ada dalam lokasi. Jika bagian ini dapat mudah dibedakan dari satu
sama lain, mereka harus diukur dan dicatat secara terpisah. Namun, jika tingkat
keparahan berbeda tidak dapat mudah dibagi, seluruh kawasan harus dinilai pada
saat ini tingkat keparahan tertinggi. Jika retak buaya dan alur terjadi di daerah
yang sama, masing-masing dicatat secara terpisah di masing-masing tingkatannya.
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

b. Bleeding (Kegemukan)
Cacat permukaan ini berupa terjadinya konsentrasi aspal pada suatu tempat
tertentu di permukaan jalan. Bentuk fisik dari kerusakan ini dapat dikenali
dengan terlihatnya lapisan tipis aspal (tanpa agregat halus) pada permukaan
perkerasan dan jika pada kondisi temperatur permukaan perkerasan yang tinggi
(terik matahari) atau pada lalu lintas yang berat, akan terlihat jejak bekas
‘bunga ban’ kendaraan yang melewatinya. Hal ini juga akan membahayakan
keselamatan lalu lintas karena jalan akan menjadi licin.

Tabel 2.3. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Bleeding (Kegemukan)


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Kegemukan terjadi hanya pada derajat rendah, dan nampak
hanya beberapa hari dalam setahu. Aspal tidak melakat pada
sepatu atau roda kendaraan.
M Kegemukan telah mengakibatkan aspal melekat pada sepatu
atau roda kendaraan, paling tidak beberapa minggu dalam
setahun.
H Kegemukan telah begitu nyata dan banyak aspal ,melekat
pada sepatu atau roda kendaraan, paling tidak lebih dari
beberapa minggu dalam setahun.
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Cacat permukaan ini diukur dalam meter persegi (m2).

c. Block Cracking (Retak Blok)


Sesuai dengan namanya, retak ini berbentuk blok pada perkerasan jalan. Retak
ini terjadi umumnya pada lapisan tambahan (overlay), yang menggambarkan
pola retakan perkerasan di bawahnya. Ukuran blok umumnya lebih dari 200
mm x 200 mm.
library.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.4. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Block Cracking (Retak Blok)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan
rendah.
M Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan
sedang.
H Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan
tinggi.
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Blok cracking diukur dalam meter persegi (m2). Setiap bidang bagian
perkerasan memiliki tingkat keparahan yang jelas berbeda harus diukur dan
dicatat secara terpisah.

d. Bumps and Sags (Benjol dan Turun)


Benjol adalah pergerakan atau perpindahan ke atas yang bersifat lokal dan
kecil dari permukaan aspal. Benjol berbeda dengan sungkur. Sungkur
diakibatkan oleh perkerasan yang tidak stabil, sedangkan benjol diakibatkan
oleh bererapa faktor antara lain pembekuan es yang mengumpul, infiltrasi dan
keluarnya material pada retakan dengan dipengaruhi oleh beban kendaraan.
Turun (sags) pergerakan atau perpindahan ke bawah yang bersifat lokal dan
kecil dari permukaan aspal.

Tabel 2.5. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Bumps and Sags


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Benjol dan melelngkung mengakibatkan sedikit gangguan
kenyamanan kendaraan.
M Benjol dan melelngkung mengakibatkan cukup gangguan
kenyamanan kendaraan.
H Benjol dan melelngkung mengakibatkan banyak gangguan
kenyamanan kendaraan.
Sumber : Shahin, 1994
library.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

Cara Pengukuran :
Benjolan dan turun diukur dalam meter. Jika benjolan muncul dalam pola
tegaklurus dengan arus lalu lintas dan berjarak < 10 ft (3 m), kerusakan disebut
kerut/keriting. Jika benjolan terjadi dalam kombinasi dengan retak,retak juga
dicatat.

e. Corrugation (Keriting)
Kerusakan ini dikenal juga dengan istilah lain, yaitu: Ripples. Bentuk
kerusakan ini berupa gelombang pada lapis permukaan, atau dapat dikatakan
alur yangg terjadi yang arahnya melintang jalan, dan sering disebut juga
dengan Plastic Movement. Kerusakan ini umumnya terjadi pada tempat
berhentinya kendaraan, akibat pengereman kendaraan.

Tabel 2.6. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Corrugation (Keriting)


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Keriting mengakibatkan sedikit gangguan kenyamanan
kendaraan
M Keriting mengakibatkan agak banyak mengganggu
kenyamanan kendaraan
H Keriting mengakibatkan banyak mengganggu kenyamanan
kendaraan
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Keriting (corrugation) diukur dalam meter persegi (m2). Perbedaan
ketinggian rata-rata antara pegunungan dan lembah lipatan menunjukkan tingkat
keparahan. Untuk menentukan perbedaan ketinggian rata-rata, alat ukur (3m)
harus ditempatkan tegak lurus terhadap lipatannya sehingga kedalaman lembah-
lembah bisa diukur dalam inci (mm). Kedalaman rata-rata dihitung dari
pengukuran tersebut.
library.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

f. Depression (Amblas)
Bentuk kerusakan yang terjadi ini berupa amblas/turunnya permukaan lapisan
permukaan perkerasan pada lokasi-lokasi tertentu (setempat) dengan atau tanpa
retak. Kedalaman kerusakan ini umumnya lebih dari 2 cm dan akan
menampung/meresapkan air.

Tabel 2.7. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Depression (Amblas)


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Kedalaman maksimum amblas ½ - 1 inc (13 – 25 mm)
M Kedalaman maksimum amblas 1 - 2 inc (12 – 51 mm)
H Kedalaman maksimum amblas >2 inc (51 mm)
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Depresi diukur dalam meter persegi (m2) dari permukaan daerah.
Kedalaman maksimum depresi menentukan tingkat keparahan. kedalaman ini
dapat diukur dengan menempatkan alat ukur (3 m) sejajar di daerah depresi dan
pengukuran.

g. Edge Cracking (Cacat Tepi Perkerasan)


Retak tepi sejajar dan biasanya antara 1 sampai 2 ft (0,3-0,6 m) dari tepi luar
perkerasan. Kerusakan ini terjadi pada pertemuan tepi permukaan perkerasan
dengan bahu jalan tanah (bahu tidak beraspal) atau juga pada tepi bahu jalan
beraspal dengan tanah sekitarnya. Penyebaran kerusakan ini dapat terjadi
setempat atau sepanjang tepi perkerasan dimana sering terjadi perlintasan roda
kendaraan dari perkerasan ke bahu atau sebaliknya. Bentuk kerusakan cacat
tepi dibedakan atas ‘gompal’ (edge break) atau ‘penurunan tepi’ (edge drop)
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.8. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Edge Cracking (Cacat Tepi
Perkerasan)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa pecahan atau
butiran lepas
M Retak sedang dengan beberapa pecahan dan butiran lepas
H Banyak pecahan atau butiran lepas disepanjang tepi
perkerasan
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Edge Cracking (Cacat Tepi Perkerasan) diukur dalam meter, Retak tepi
sejajar dan biasanya antara 1 sampai 2 ft (0,3-0,6 m) dari tepi luar perkerasan.

h. Joint Reflection Cracking


Kerusakan ini umumnya terjadi pada permukaan perkerasan aspal yang telah
dihamparkan diatas perkerasan beton semen portland. Retak terjadi pada lapis
tambahan (overlay) aspal yang mencerminkan pola retak dalam perkerasan
beton lama yang berada dibawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang,
melintang, diagonal atau membentuk blok

Tabel 2.9. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Joint Reflection Cracking


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar <3/8 in (10 mm)
2. Retak terisi, sembarang lebar (pengisi kondisi bagus
M Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar <3/8 - 3 in (10 - 76 mm)
2. Retak tak terisi, sembarang lebar 3 in (76 mm)
dikelilingi retak acak ringan
3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak
acak ringan.
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

H Satu dari kondisi berikut yang terjadi:


1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi dengan
retak acak, kerusakan sedang atau tinggi
2. Retak tak terisi lebih dari 3 in (76 mm)
Retak sembarang lebar dengan beberapa inci disekitar
retakan, pecah (retak berat menjadi pecahan)
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Diukur dalam meter panjang (m’), panjang dan tingkat keparahan retak
masing-masing harus diidentifikasi dan dicatat. Jika tidak retak memiliki tingkat
keparahan yang sama sepanjang seluruh panjang, setiap bagian harus dicatat
secara terpisah. Sebagai contoh, retak yang adalah 50 kaki (15 meter) panjang
akan ada 10 kaki (3 meter) tinggi keparahan, 20 kaki (6 meter) keparahan sedang,
dan 20 kaki (6 meter) dari keparahan ringan; ini semua akan dicatat secara
terpisah.

i. Lane / Shoulder drop off (penurunan pada bahu jalan)


Bentuk kerusakan ini terjadi akibat terdapatnya beda ketinggian antara
permukaan perkerasan dengan permukaan bahu/tanah sekitarnya, dimana
permukaan bahu lebih rendah terhadap permukaan perkerasan.

Tabel 2.10. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Lane / Shoulder drop off
(penurunan pada bahu jalan)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Beda elevasiantar pinggir perkerasan dan bahu jalan 1 – 2
in. (25 – 51 mm)
M Beda elevasi >2 – 4 in. (51 – 102 mm)
H Beda elevasi > 4 in. (102 mm)
Sumber : Shahin, 1994
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

Cara Pengukuran :
Lane / Shoulder drop off (penurunan pada bahu jalan) diukur dalam meter.

j. Longitudinal & Transfersal Cracks (retak memanjang dan melintang)


Jenis kerusakan ini terdiri dari macam kerusakan sesuai dengan namanya, yaitu
retak memanjang dan retak melintang pada perkerasan. Retak ini terjadi
berjajar yang terdiri dari beberapa celah.

Tabel 2.11 Tingkat, Identifikasi Kerusakan Longitudinal & Transfersal Cracks


(retak memanjang dan melintang)
Tingkat Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
L Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar <3/8 in (10 mm)
Retak terisi, sembarang lebar (pengisi kondisi bagus
M Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar <3/8 - 3 in (10 - 76 mm)
2. Retak tak terisi, sembarang lebar 3 in (76 mm) dikelilingi
retak acak ringan
Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak ringan.
H Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi dengan retak
acak, kerusakan sedang atau tinggi
2. Retak tak terisi lebih dari 3 in (76 mm)
Retak sembarang lebar dengan beberapa inci disekitar retakan,
pecah (retak berat menjadi pecahan)
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Memanjang dan retak melintang diukur di dalam meter panjang (m’).
Panjang dan tingkat keparahan masing-masing retak harus diidentifikasi dan
dicatat. Jika retak tidak memiliki tingkat keparahan yang sama sepanjang seluruh
library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

panjang, setiap bagian retak memiliki tingkat keparahan berbeda harus dicatat
secara terpisah.

k. Patching and Utility Cut Patching (tambalan dan tambalan pada galian
utilitas)
Tambalan dapat dikelompokkan kedalam cacat permukaan, karena pada tingkat
tertentu (jika jumlah/luas tambalan besar) akan mengganggu kenyamanan
berkendaraan. Berdasarkan sifatnya, tambalan dikelompokan menjadi dua,
yaitu tambalan sementara; berbentuk tidak beraturan mengikuti bentuk
kerusakan lubang, dan tambalan permanen, berbentuk segi empat sesuai
rekonstruksi yang dilaksanakan.

Tabel 2.12. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Patching and Utility Cut Patching
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan.
Kenyamanan kendaraan dinilai terganggu sedikit atau lebih
baik.
M Tambalan sedikit rusak. Kenyamanan kendaraan agak
terganggu
H Tambalan sangat rusak. Kenyamanan kendaraan sangat
terganggu
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Patching diukur dalam satuan meter persegi (m2) dari permukaan. Namun,
jika petak satu memiliki wilayah yang berbeda-beda tingkat keparahan, bidang-
bidang ini harus diukur dan dicatat secara terpisah. Sebagai contoh, patch (2,3
meter persegi) 25 kaki persegi mungkin memiliki 10 persegi kaki (1,0 meter
persegi) keparahan menengah dan 15 kaki persegi (1.4-square-meter) dari tingkat
keparahan. Daerah ini akan dicatat secara terpisah.
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

l. Polished Aggregate (aggregat licin)


Yaitu kerusakan pada permukaan perkerasan aspal dimana pada permukaan
tersebut butiran-butiran agregat terlihat ‘telanjang’ dan permukaan agregat nya
menjadi halus/licin atau kadang-kadang terlihat ‘mengkilap’. Kerusakan ini
sering terjadi pada lokasi yang sering dilewati oleh kendaraan-kendaraan berat
ataupun juga pada daerah yang terjadi gesekan yang tinggi antara lapisan
permukaan perkerasan dan ban kendaraan (contohnya pada tikungan dan lain
sebagainya).

Tabel 2.13. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Polished Aggregate


(aggregat licin)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Tidak ada defenisi derajat kerusakan. Tetapi, derajat
kelicinan harus nampak signifikan, sebelum dilibatkan
dalam survey kondisi dan dinilai sebagai kerusakan
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Diukur dalam satuan meter persegi (m2) luas permukaan.

m. Potholes (lobang)
Kerusakan ini berbentuk seperti mangkok yang dapat menampung dan
meresapkan air pada badan jalan. Kerusakan ini terkadang terjadi di dekat
retakan, atau di daerah yang drainasenya kurang baik (sehingga perkerasan
tergenang oleh air).

Tabel 2.14. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Potholes (lobang)


Kedalaman Diameter rata-rata lubang
Maksimum 4 – 8 in. 8 – 18 in. 18 – 30 in.
Lubang (102 – 203 mm) (203 – 457 mm) (> 457 mm)
½ - 1 in. L L L
(12,7 – 25,4 mm)
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

>1 – 2 in. L M H
(25,4 – 50,8 mm)
>2 in. M M H
(> 50,8 mm)
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Lubang diukur dengan menghitung jumlah yang rendah, menengah, dan
tingkat keparahan tinggi dan mencatatnya secara terpisah.

n. Railroad Crossing (perlintasan jalan rel)


Kerusakan pada persilangan jalan rel dapat berupa amblas atau benjolan
disekitar/antara lintasan rel.

Tabel 2.15. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Railroad Crossing


(perlintasan jalan rel)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Persilangan jalan rel menyebabkan sedikit gangguan
kenyamanan kendaraan
M Persilangan jalan rel menyebabkan cukup gangguan
kenyamanan kendaraan
H Persilangan jalan rel menyebabkan gangguan besar pada
kenyamanan kendaraan
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Daerah persimpangan diukur dalam meter persegi luas permukaan. Jika
persimpangan tidak mempengaruhi kualitas berkendara, seharusnya tidak
dihitung. Setiap benjolan besar yang diciptakan oleh lintasan harus dihitung
sebagai bagian dari persimpangan.
library.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

o. Rutting (alur)
Istilah lain yang digunakan untuk menyebutkan jenis kerusakan ini adalah
longitudinal ruts, atau channels/rutting. Bentuk kerusakan ini terjadi pada
lintasan roda sejajar dengan as jalan dan berbentuk alur.

Tabel 2.16. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Rutting (alur)


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Kedalaman alur rata – rata ¼ - ½ in. (6 – 13 mm)
M Kedalaman alur rata – rata ½ - 1 in. (13 – 25,5 mm)
H Kedalaman alur rata – rata > 1 in. (25,4 mm)
Sumber : Shahin, 1994
Cara Pengukuran :
Rutting diukur dalam satuan meter persegi (m2), dan tingkatan
kerusakannya ditentukan oleh kedalaman alur tersebut. Untuk menentukan
kedalaman, alat ukur harus diletakkan di alur dan kedalaman maksimum yang
diukur.

p. Shoving (sungkur)
Kerusakan ini membentuk jembulan pada lapisan aspal. Kerusakan biasanya
terjadi pada lokasi tertentu dimana kendaraan berhenti pada kelandaian yang
curam atau tikungan tajam. Kerusakan umumnya timbul di salah satu sisi jejak
roda. Terjadinya kerusakan ini dapat diikuti atau tanpa diikuti oleh retak.

Tabel 2.17. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Shoving (sungkur)


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan
M Menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan
H Menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan kendaraan
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Sungkur diukur dalam meter persegi pada area yang terjadi sungkuran.
library.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

q. Slippage Cracking (retak bulan sabit)


Istilah lain yang biasanya digunakan untuk menyebutkan jenis retak ini adalah
retak parabola atau shear cracks. Bentuk retak ini menyerupai lengkung bulan
sabit atau berbentuk seperti jejak mobil yang disertai beberapa retak. Retak ini
kadang-kadang terjadi bersamaan dengan terjadinya kerusakan sungkur
(shoving).

Tabel 2.18. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Retak Bulan Sabit


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Retak rata – rata lebar < 3/8 in. (10 mm)
M Satu dari kondisi berikut yang terjadi.
1. Retak rata – rata 3/8 – 1,5 in. (10 – 38 mm).
2. Area disekitar retakan pecah, kedalaman pecahan –
pecahan terikat.
H Satu dari kondisi berikut yang terjadi.
1. Retak rata – rata > ½ in (38 mm)
2. Area disekitar retakan pecah, kedalaman pecahan –
pecahan mudah terbongkar
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Diukur dalam meter persegi pada area yang terjadi retak bulan sabit.

r. Swell (mengembang)
Gerakan keatas lokal dari perkerasan akibat pengembangan (atau pembekuan
air) dari tanah dasar atau dari bagian struktur perkerasan. Perkerasan yang naik
akibat tanah dasar yang mengembang ini dapat menyebabkan retak permukaan
aspal. Pengembangan dapat dikarakteristikan dengan gerakan perkerasan aspal,
dengan panjang > 3mm.
library.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.19. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Swell (mengembang)


Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Pengembangan menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan
kendaraan. Kerusakan ini sulit dilihat, tapi dapat dideteksi dengan
berkendaraan cepat. Gerakan keatas terjadi bila ada pengembangan
M Pengembangan menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan

H
Pengembangan menyebabkan gangguan besar kenyamanan kendaraan

Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Luas permukaan pembengkakan diukur dalam kaki persegi meter persegi
(m2).

s. Weathering/Raveling (pelepasan butir)


Kerusakan ini berupa terlepasnya sebagian butiran – butiran agregat pada
permukaan perkerasan yang umumnya terjadi secara meluas. Kerusakan ini
biasanya dimulai dengan terlepasnya material halus dahulu yang kemudian
akan berlanjut terlepasnya material yang lebih besar (material kasar), sehingga
pada akhirnya membentuk tampungan dan dapat meresapkan air ke badan
jalan.

Tabel 2.20. Tingkat dan Identifikasi Kerusakan Weathering/Raveling


(pelepasan butir)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Agregat atau bahan pengikat mulai lepas. Dibeberapa
tempat, permukaan mulai berlobang. Jika ada tumpahan oli,
genanganoli dapat terlihat, tapi permukaannya keras, tak
dapat ditembus mata uang logam
M Aggregat atau pengikat telah lepas. Tekstur permukaan agak
kasar dan berlobang. Jika ada tumpahan oli permukaannya
lunak, dan dapat ditembus mata uang logam
library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

H Aggregat atau pengikat telah banyak lepas. Tekstur


permukaan sangat kasar dan mengakibatkan banyak lobang.
Diameter luasan lobang <4 in (10 mm) dan kedalaman ½ in
(13 mm). Luas lobang lebih besar dari ukuran ini, dihitung
sebagai kerusakan lobang (photoles). Jika ada tumpaham oli
permukaannya lunak, pengikat aspal telah hilang ikatannya
sehingga aggreagat menjadi longgar
Sumber : Shahin, 1994

Cara Pengukuran :
Pelepasan butir diukur dalam meter persegi atau luas permukaan.

2.2.5.3. Metode Penilaian PCI


Beberapa peneliti banyak menggunakan metode PCI untuk melakukan penilaian
kerusakan jalan. Metode Indeks Kondisi Perkerasan atau PCI (Pavement
Condition Index) adalah metode penilaian kondisi perkerasan jalan
berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi. PCI memiliki rentang
nilai 0 sampai 100 dimana nilai 0 menandakan perkerasan sudah sangat rusak dan
nilai 100 menandakan perkerasan masih sangat baik. Rentang rating PCI seperti
yang terdapat pada Guidelines and Procedures for Maintenance of Airport
Pavement (1982), seperti terlihat pada Gambar 1. Perhitungan PCI didasarkan atas
hasil survei kondisi jalan secara visual yang teridentifikasi dari tipe kerusakan,
tingkat kerusakan (severity), dan kuantitasnya.

Gambar 2.3. Rating Kondisi Perkerasan Berdasarkan Nilai PCI


library.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

a. Kerapatan (Density)
Kerapatan atau kadar kerusakan adalah persentase luasan dari suatu jenis
kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam meter persegi
atau meter panjang. Nilai kerapatan jenis kerusakan dibedakan juga
berdasarkan tingkat kerusakannya. Nilai kerpatan dapat ditentukan dengan
persamaan berikut :

Density 𝑥 100 % , (2)

atau

Density 𝑥 100 % (3)


Dengan :
Ad : Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2)
Ld : Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m)
As : Luas total unit segmen (m2)

b. Nilai Pengurangan (Deduct Value, DV)


Nilai pengurangan adalah nilai pengurangan tiap jenis kerusakan yang
diperoleh dari kurva hubungan antara kerapatan dan nilai pengurangan. Nilai
pengurangan juga dibedakan atas tingkat kerusakan untuk tiap jenis kerusakan.
Untuk mengetahui nilai pengurangan ini, dapat menggunakan kurva yang
terdapat pada Lampiran B.
Contoh Kurva Deduct Value untuk Aligator Cracking :

Sumber. Shahin, 1994


Gambar 2.4 Kurva Deduct Value untuk Aligator cracking
library.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

c. Nilai Izin Maksimum Jumlah Deduct Value (m)


Perhitungan terhadap jumlah data deduct value dalam suatu segmen yang lebih
dari 1 jenis. Jumlah data DV akan direduksi sampai sejumlah m, termasuk
bagian desimal. Jika data yang tersedia kurang dari nilai m, maka seluruh data
DV pada segmen tersebut dapat digunakan. Rumus perhitungan nilai m sebagai
berikut :

𝑚 1 𝑥 100 𝐻𝐷𝑉 (4)

keterangan :
m = nilai izin deduct value (DV) per segmen
HDV = nilai deduct value terbesar pada segmen tersebut.

d. Nilai pengurangan total (Total Deduct Value, TDV)


Nilai pengurangan total adalah nilai total dari individual nilai pengurangan
untuk tiap-tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit
sampel penelitian.

e. Nilai pengurangan terkoreksi (Corrected Deduct Value, CDV)


Nilai pengurangan terkoreksi diperoleh dari kurva hubungan antara nilai TDV
dan CDV dengan pemilihan lengkung kurva sesuai dengan jumah nilai
individual deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari 2. Nilai CDV
dapat ditentukan dari grafik hubungan seperti yang disajikan pada Gambar 2.5
(sumber : MDP Bina Marga, 2013)
library.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.5. Grafik hubungan antara TDV dengan CDV


f. Klasifikasi Kualitas Perkerasan.
Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai-nilai PCI untuk tiap unit dapat
diketahui dengan persamaan di bawah ini :
𝑃𝐶𝐼 100 𝐶𝐷𝑉 (5)
Dengan :
𝑃𝐶𝐼 : Pavement Condition Index untuk tiap unit.
CDV : Corrected Deduct Value untuk tiap unit.
Untuk nilai PCI secara keseluruhan maka :
Ʃ
PCI (6)

Dengan :
PCI : Nilai PCI perkerasan keseluruhan.
𝑃𝐶𝐼 : Pavement Condition Index untuk tiap unit.
N : Jumlah unit.

Anda mungkin juga menyukai