Anda di halaman 1dari 3

Cinta, Romantisme dan Ekonomi

Saya termasuk orang yang kurang berpengalaman perihal cinta dan memiliki jam terbang yang minim
juga tentangnya. Hanya saja saya secara kebetulan beberapa kali bertemu dengan seseorang yang
bercerita tentang pengalaman asmaranya dengan kisah-kisah yang menarik dan unik. Salah satunya
ialah seseorang yang kadangkala ngajak saya bicara filsafat yang berat-berat curhat pada saya terkait
pengalaman cintanya, sebut saja dia Cak Ndul.

Cak Ndul ini seorang perenung yang terlihat agak pendiam, introvertlah. Seorang laki-laki berusia 40
tahunan yang secara kebetulan duduk di hadapan saya saat saya sedang santai-santai di gardu
perkampungan. Iya, orang ini tinggal tak jauh dari tempat kos saya di Malang.

Terjadilah perbincangan antara dia dan saya. Tak lama kemudian perbincangan mengarah kepada topic
percintaan. Dia curhat pada saya bahwa dia sudah bercerai dengan istrinya dank arena dia orangn yang
melankolis hingga kini dia masih belum menikah lagi. Cak Ndul ini seseorang yang suka filsafat sejak
muda dan kuliah dulu di kampus sehingga punya aturan moral yang mendalam dan juga mendalam
dalam mencintai. Menurut hemat saya begitu. Terbukti dia tidak menikah lagi dan salah satu alasannya
ialah kasihan dengan anaknya.

“Ketika mahasiswa dulu saya adalah seorang aktivis.Ada beberapa perempuan yang mencintai saya
karena saya aktivis.” Cak Ndul membuka cerita

“hmm” saya hanya mendengarkan sebagai pendengar yang baik

“sekitar tahun 2000 an saat itu saya punya 3 perempuan yang dekat dengan saya. Pertama ialah
Maisaroh yang cantik dan kaya. Waktu itu Maisaroh biasaya datang ke kampus bawa mobil. Kedua
Muniro yang cantik dan pintar. Kini dia jadi dosen. Dan yang ketiga ialah Tukiyem yang cantik dan intens
berkomunikasi dengan saya. Hanya saja saya terlalu ayik dengan dunia aktivisme.” Cak Ndul asyik
bercerita

“hemm” saya mendengar dengan baik

“Selang beberapa tahun kemudian saya bertemu dengan Tukiyem. Tahun 2010 saya kebetulan bertemu
lagi dengan Tukiyem. Itu seperti kisah cinta lama yang bersemi kembali. Ya singkat cerita akhirnya saya
menikah dengan Tukiyem ini.”

“hmmm” saya mengangguk-angguk terus dari tadi fokus mendengarkan cerita. Saya memang pendengar
yang baik. Cocok kalau buka jasa pendengar curhat.

“Hanya saja kini Tukiyem sudah janda tapi entah mengapa kemudian saya dekat dengan saya lagi. Setiap
hari saya berkomunikasi dengan dia. Kedekatan itu membuat saya tak lama kemudian kasihan dengan
dia. Saya kemudian terjebak dengan imajinasi saya sendiri, saya takut andai saya menginggalkan dia
maka dia akan bunuh diri. Saya tahu dia perempuan yang mudah bersedih. Saya penyuka filsafat
sehingga kadang terlalu mendalam ketika memikirkan sesuatu.”
“Lalu kisahnya kemudian bagaimana Cak Ndul ? ”

“Ketika menikah saya pikir itu adalah cinta suci. Hanya saja seiring waktu ternyata dunia setelah
pernikahan tak seindah saya pikirkan. Isinya adalah pembicaraan tentang ekonomi. Sejak muda apalagi
saat mahasiswa saya banyak belajar terkait apa itu kapitalisme, perjuangan kamu proletar dan lai-lain.
Hal seperti ini sejujurnya mengganggu prinsip saya. Apa-apa ekonomi.”

“Hmm.” Cerita Cak Ndul membuatku merenung. Aku dulu sempat aktif di dunia aktivisme

“Awalnya ada romantisme dan lambat laun percakapan sehari-hari berubah ke persoalan ekonomi. ‘mas
berasnya mau habis, mas ini-itunya mau habis dan bla-bla-bla lainnya.’ Jadi yang dipikirkan setelah
menikah itu kemudian terkait bagaimana mendapat uang dan kaya.Awalnya saya pikir istri saya akan
sepenuhnya mencintai saya, ya semacam cinta yang suci. Hanya saja kemudian dia meninggalkan saya
karena persoalan ekonomi. Sesuatu yang tak saya duga. Sesuatu yang sebeanrnya masih bisa dicari.”

“hmm.”

“Dulu saya berpikir bahwasannya cinta itu hanya berpisah karena pengkhianatan cinta. Karena
pengkhinatan cinta bagaimanapun itu tidak bisa dimaafkan. Hanya saja perpisahan ini terjadi karena
perihal ekonomi, sesuatu yang sebenarnya masih bisa dicari. Ternyata mantan istri saya itu tanpa diduga
memilih berpisah dengan saya.”

“ceritanya cukup unik cak Ndul.” jawabku

“Kamu nanti kalau sudah menikah akan menghadapi hal-hal yang seperti itu. Isi pembicaraannya
tentang ekonomi. Ekonomi-ekonomi-ekonomi. Orang seperti kamu sepertinya setahun saja sudah tidak
betah dengan pernikahan. Kalau bisa kamu itu cari pasangan yang kaya.”

“Sebenarnya saya beberapa kali berada di suatu tempat yang kebetulan mempertemukan saya dengan
orang yang bercerita tentang cinta. Ada beberapa alasan orang bertahan dan berpisah. Itu sebabnya
saya realistis memandang cinta di usia saya yang kini 24 tahun. Ada hitung-hitungan rasional di kepala
saya perihal cinta. Mungkin karena saya tidak memandang cinta dari sudut pandang yang lain. Bukan
cinta-cinta anak remaja yang cenderung polos.”

“Bagaimana kamu dalam memilih pasangan ?”

“Ya saya mungkin cari yang serasi saja dengan saya. Katakanlah dia secara rupa tidak jomplang jauh dari
saya. Katakanlah Kalau dia terlampau cantik atau kaya maka itu akan jadi suatu kerepotan juga bagi
saya. Saya cari yang serasi saja dengan saya dari berbagai aspek. Termasuk pemikiran mungkin perlu
juga saya mencari yang serasi. Kalau saya gak mau ribet-ribet dengan persoalan ekonomi mungkin saya
perlu mencari pasangan yang gak ribet juga memikirkan ekonomi. Mungkin juga perlu yang punya
ketertarikan dengan dunia spiritual seperti saya.” Jawabku mengheningkan percakapan

Aku terdiam, Cak Ndul pun terdiam dan Kemudian percakapan berubah ke topik yang lain. Mulai dari
filsafat, politik hingga perbincangan terkait teori hegemoninya Antonio Gramsci. Cukup membuatku
nostalgia dengan kegiatanku di masa lampau. Lumayan juga, olahraga otak.

.
Kembali lagi membahas tentang cinta. Sebenarnya bukan hal yang mengagetkan jika ekonomi bisa
mempengaruhi romantisme cinta. Seperti kisah Cak Ndul tadi. Kalau perut lagi lapar gimana mau
sayang-sayangan. Cinta nyatanya bukan hanya perihal romantisme, sayang-sanyangan, pelepasan gairah
seks belaka, atau kebutuhan akan afeksi. Pada level tertentu cinta juga berisi itung-itungan ekonomi.

*********************************

Nama Lengkap : Muhammad Wildan Habibillah

Nama Pena Penulis : Wildan_Rukana

Atribusi : Penyua sastra yang lagi Quarter Life Crisis.Kayaknya Enak Kalo dapat Rejeki dari Hobi.

NIK : 3509100705970005

NPWP : 85.127.590.9-626.000

No. rekening : Bank Mandiri (143-00-1587821-6 atas nama Muhammad Wildan Habibillah)

Jenis kelamin : Laki-Laki


Tempat, tanggal lahir : Jember,07 Mei 1997
Alamat : Dsn Krajan Kidul RT 04/Rw 09-
Ds.Gumelar- Kec.Balung- Kab. Jember – Jawa Timur
No. HP / WA : 082139401962
Email : Whabibillah@gmail.com
Sosial media : Ig : @wildan_rukana
Linkedin : Muhammad Wildan Habibillah
Hobi : Membaca,diskusi,olahraga dan menulis sastra puisi

Anda mungkin juga menyukai