Anda di halaman 1dari 5

Memutus Rantai Keputusasaan yang Adiktif

“Keputusasaan itu Adiktif dan Depresif, Hiduplah Bebas bagai Seorang Sufi.”

Saya tidak menyangka akan berada pada kesimpulan seperti itu tentang
keputusasaan. Akan tetapi begitulah adanya ketika saya sendiri mengalaminya.
Awalnya saya putus asa dan bermalas-malasan dalam rangka untuk melakukan self
healing. Kecewa karena beberapa kejadian yang cukup traumatis saya alami, terakhir
ialah saat saya trauma dengan kematian ibu kandung saya. Hal yang menyakitkan
ialah kisahnya sebelum meninggal, latar belakang ceritanya. Terlebih selama sekitar
15 tahun saya jarang bertemu dengan ibu saya.

Kematian ibu saya yang agak mendadak ini membuat saya malas melakukan
apapun dalam hidup ini. Semacam kehilangan arah dan semangat. Saya merasa
kehilangan kemampuan saya menulis sastra, berpikir rasional, bernalar filsafat, dan
membuat artikel ilmiah. Saya juga kehilangan minat pada hobi-hobi saya. Semacam
merasa mentok dalam menjalani hidup ini. Timbul keangkuhan di dalam jiwa
bahwasannya diri sudah menjalani ketidaknyamanan dan kesunyian hidup ini pada
titik yang paripurna. Padahal selagi manusia hidup maka tidak ada namanya
perjuangan yang sudah paripurna dan sempurna selesai.

Sudah menjadi warta yang lumrah bahwasannya tekanan duniawi, stress &
depresi merupakan tantangan di tengah dinamika hidup yang mesti dihadapi insan
selama hayat masih di kandung badan (hidup di dunia). Kasus depresi semakin
meningkat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melakukan kajian dan mendapati
bahwa pada satu dasa warsa saja terdapat peningkatan 20% masalah depresi.

Keputusasaan itu adiktif dan membuat seseorang mewajarkan pilihan-pilihan


irrasional yang ia lakukan. Keputusaan membuat seseorang mewajarkan kemalasan-
kemalasan pada titik yang ekstrem. Keputusasaan juga menjebak seseorang
mewajarkan tindakannya yang tak wajar pada orang lain. Candu keputusaan membuat
pikiran seseorang mewajarkan kinerjanya yang tak totalitas. Jujur siklus berputar-
putar ini terasa nyaman tetapi bisa membunuh self determination di dalam diri.
“Wajar saja aku begini kan aku begini. Wajar saja aku begitu kan aku begitu. Wajar
saja aku ini tiu kan aku ini itu.” Dan seterusnya. Sehingga makin putus asa seseorang
itu maka akan makin nyaman ia dengan candu keputusaan itu. Beruntunglah ketika
seseorang menyadari bahwa ada rantai keputusasaan yang harus dilepas agar pikiran
dan jiwa terbang bebas berkreasi dengan karya.

Tidak ada satupun buku yang secara signifikan mampu membangkitkan


kembali semangat saya untuk melanjutkan hidup. Pada titik ini buku saja belum tentu
mampu membangkitkan semangat hidup seseorang. Saya terbiasa menyendiri karena
saya juga tidak yakin interaksi saya dengan manusia lain akan mampu
menyembuhkan luka saya. Hanya saja ada semacam pengalaman panjang dalam
hidup saya yang membuat saya merasa lebih tenang saat saya sendiri, sendiri lebih
murni. Saya lebih suka membaca buku-buku filsafat pada awalnya, jujur itu
memberikan semacam kepuasan intelektual. Hanya saja pada satu titik dalam hidup
saya filsafat tidak mampu memberikan kepuasaan batiniah, cukup pada titik
kepuasaan intelektual dan daya nalar rasionalistik. Pada akhirnya saya beralih pada
pendalaman ilmu tasawuf.

Pada masa-masa nan depresif dalam hidup saya, saya mendapati bahwa
keputusasaan itu depresif dan memberi dampak adiktif atau kecanduan. Jujur saya
kecanduan menjadi orang yang putus asa karena terus menerus putus asa. Kata-kata
self help pun makin membuat saya putus asa da depresif, ada semacam perasaan ingin
merubah keadaan. Pada satu titik dalam hidup saya, saya puas dengan ketenangan
tapi pada satu titik berikutnya ketenangan saja tidak cukup. Ada semacam keinginan
keluar dari lingkungan toxic yang menggangu keseharian saya, hanya saja ada
berbagai faktor yang membuat saya sulit untuk melakukannya. Ada semacam
keinginan merubah keadaan. Hanya saja tidak tahu harus mulai dari mana.
Pada titik ini saya ingin merubah keadaan tetapi juga sulit memulainya.
Akhirnya saya putus asa lagi dan itu berlangsung adiktif. Keputusasaan bahwa hidup
ini buruk telah berputar-putar di dalam kepala saya. Efek dari rentetan kejadian buruk
yang saya alami ketika kecil dan remaja. Ada semacam pikiran bahwa hidup begini-
begini saja dan saya merasa bosan dengan pikiran serta perasaan seperti itu. Siklus
keputusaan yang adiktif dan berputar-putar yang ingin saya putus. Pada satu titik
saya merasa bosan putus asa. Akhirnya saya memilih untuk mengubah beberapa hal
dalam hidup saya. Mulai dari mindset, rutinitas, dan cara saya bereaksi pada suatu
peristiwa. Hanya karena satu pikiran yakni, saya bosan putus asa.

Pertama, saya mulai memutar lagu dengan nada, lirik, dan irama yang
optimistik. Sesekali saya juga memutar lagu-lagu self help penenang jiwa, sesekali
saja dan saya meminimalisir irama-irama yang terkesan depresif. Kedua saya
memasang sugesti pada diri saya bahwa orang lain tidak wajib membahagiakan saya
dan kebahagaiaan saya adalah murni tanggung jawab saya sendiri. Ketiga ialah
bahwa kehilangan orang tercinta bukanlah sesuatu yang sepenuhnya buruk dan mesti
saya terjadi dalam hidup ini. Saya tanamkan juga bahwa kematian ibu saya bukanlah
salah saya tapi sudah suratan takdir. Pada titik ini saya meyakini bahwa takdir Allah
selalu baik. Saya lakukan berbagai cara untuk memutus rantai keputusasaan bahkan
dengan merubah hal-hal kecil.

Satu faktor juga yang menjadi keberuntungan saya tahap demi tahap keluar
dari keputusasaan ialah bertemunya saya dengan seorang guru sejati atau guru
mursyid yang sejati. Saya adalah jamaah Thariqat Qadiriyah wa Naqsabandiyah.
Pertemuan saya dengan guru saya ini mengubah beberapa mindset keliru saya tentang
kehidupan. Perlahan perasaan depresif saya mereda karena ada bimbingan yang jelas
dari seorang guru yang juga jelas sanadnya. Pikiran dan batin saya lebih tertata
dengan tuntunan dzikir cinta Ilahi. Guru saya membimbing saya lewat dzikir dan juga
ngaji tasawuf. Dzikir menjadi sarana penenang bagi saya tapi jujur saja bahwa saya
tidak bersandar pada dzikir, saya tetap usaha konsentrasikan hati saya untuk
bersandar pada Allah.

Hal yang menjadi tantangan bagi seorang salik yang berjalan pada jalan cinta
ilahi ialah berbagai kejadian di dunia ini yang tak jarang tak sesuai dengan keinginan.
Ada berbagai kejadian juga yang melatih kesabaran maka disiplin melatih hati itu
penting untuk saya lakukan. Jujur sebagai pemuda yang menjalani jalan salik ini agak
menantang bagi saya. Keinginan duniawi juga terkadang masih menggoda hati saya.
Keinginan merubah keadaan itu masih menyala dalam hati saya. Perasaan
menyalahkan masa lalu juga terkadang mengganggu hati saya. Pada titik ini saya
membutuhkan bimbingan dari guru saya dan ketika mengaji saya menemukan
jawabannya. Hanya saja ‘ngelakoni’ gak segampang itu, ini salah satu ciri khas
nasehat orang jawa. ‘Ngelakoni’ itu tidak gampang.

Muda dan menjalani hal-hal kurang srek dalam hidup sudah saya alami.
Mengikhlaskan berbagai kejadian adalah semacam latihan yang menantang jiwa
muda saya yang masih bergelora. Hanya saja jika saya tidak berlatih seperti ini sedari
muda maka saya akan kelabakan di masa Tua. Hal yang saya lakukan kini ialah
bagaimana caranya mengelola keinginan-keinginan saya agar sekiranya selaras
dengan akherat saya. Bagaimanapun hidup yang benar-benar hidup itu ialah tatkala
seseorang mengingat Allah. Itulah yang disebut ‘Sejatining urip’. Keinginan duniawi
itu kadang-kadang ya munyer-munyer begitu saja. Ketika tidak dikejar membuat
penasaran dan ketika dikejar kadangkala membuat pusing. Saya ingin hidup bahagia
bersama ibu saya tetapi kejadiannya tak sesuai dengan keinginan saya. Akhirnya saya
memilih hidup ala sufi begini saja setahap demi setahap. Manut Gusti Allah mawon.

Penulis : Muhammad Wildan Habibillah


CURRICULUM VITAE PENULIS

DATA PRIBADI
Nama lengkap : Muhammad Wildan Habibillah
Nama Pena : Wildan_Rukana
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tempat, tanggal lahir : Jember,07 Mei 1997
Agama : Islam
Alamat : Dsn Krajan Kidul RT 04/Rw 09-
Ds.Gumelar- Kec.Balung- Kab. Jember – Jawa Timur
No. HP / WA : 082139401962
Email : Whabibillah@gmail.com
Sosial media : Ig : @wildan_rukana
Hobi : Membaca,diskusi,olahraga dan menulis sastra puisi
Motto hidup : Bismillahirrahmannirrahim
Karya : Buku Antologi Puisi “Melawan yang Tak Asli” (2018)
No. rekening : Bank Mandiri (143-00-1587821-6 atas nama Muhammad
Wildan Habibillah)

Anda mungkin juga menyukai