Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PELAKSANAAN PEMILU DI ERA REFORMASI

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Ketatanegaraan
RI

Dosen Pengampu: Drs. Dahlan, M. Hum.

Disusun oleh kelompok 3:

1. Hur’aini (E1B021057)

2. Desak Komang Tri Ayuningtyas (E1B021044)

3. M. Febrian Julhijah (E1B021067)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWAARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Sejarah Ketatanegaraan RI dengan tema
“Pelaksanan Pemilu Di Era Reformasi”.

Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan bantuan baik pikiran maupun materinya. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak bisa terlepas dari bantuan banyak pihak
yang memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini bisa terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
dunia Pendidikan.

Mataram, 04 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Masalah .............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3

A. Era Reformasi .............................................................................................................. 3


B. Pemilu Di Era Reformasi ............................................................................................ 4
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 10

A. Kesimpulan................................................................................................................ 10
B. Saran .......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu pilar pokok dalam setiap sistem demokrasi ialah adanya mekanisme
penyaluran pendapat rakyat secara berkala melalui pemilihan umum yang diadakan secara
berkala. Pemilihan umum juga adalah salah satu sarana penyaluran hak asasi warga negara
yang sangat prinsipal. Sejak merdeka pada tahun 1945, Indonesia sudah melaksanakan
Pemilihan Umum yang disebut Pemilu sebanyak sebelas kali yakni terhitung mulai dari
Pemilu pertama pada tahun 1955 sampai dengan Pemilu tahun 2014. Dengan demikian,
Pemilu tahun 2019 adalah Pemilu yang kedua belas dilaksanakan di Indonesia. Dalam sejarah
singkat ketatanegaraan di Indonesia, setelah Presiden Soeharto lengser dari kekuasaannya
pada tahun 1998, jabatan Presiden Republik Indonesia digantikan oleh Wakil Presiden
Bacharuddin Jusuf Habibie. Dengan pergantian kepemimpinan tersebut, atas desakan rakyat
Indonesia, Pemilu dipercepat dan dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 atau tiga belas bulan
masa kekuasaan Bacharuddin Jusuf Habibie. Adapun salah satu alasan diadakannya Pemilu
cepat ialah untuk mendapatkan pengakuan atau kepercayaan (legitimasi) dari rakyat,
termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang
merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal tersebut ditindak lanjuti
dengan penyelenggaraan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden yang baru, termasuk pergantian keanggotaan Dewan Perwakilan
Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebelum selesai masa kerja.
Hakekat pemilihan umum merupakan suatu proses dimana rakyat mentransfer
kedaulatan kepada wakil-wakilnya. Ada dua aspek dalam pemiliham umum, aspek pertama
adalah penggunaan kedaulatan rakyat secara langsung, kedua adalah memilih wakilnya
sekaligus mentransferkan pelaksanaan kedaulatan itu mewakili perwakilan. Pemilihan umum
adalah sarana demokrasi dalam mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan
rakyat sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Demokrasi menempatkan manusia sebagai
pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat. Proses
demokrasi juga terwujud melalui prosedur Pemilu untuk memilih wakil rakyat dan pejabat
publik lainnya. Pemerintahan negara yang dibentuk melalui Pemilu tersebut adalah yang
berasal dari rakyat, dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat dan diabdikan untuk
kesejahteraan rakyat. Pemerintahan yang dibentuk melalui Pemilu akan memiliki legitimasi

1
yang kuat dari rakyat. Dasar pemikiran tersebut merupakan penegasan pelaksanaan semangat
dan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Reformasi adalah satu langkah demokrasi yang terlahir diindonesia setelah lebih dari
10 tahun terakhir lepas dari masa orde baru yang sangat terkenal dengan era diktator. Masa-
masa reformasi adalah masa yang sangat berat bagi negara kita Indonesia, masa dimana
terjadinya perubahan sistem dan suasana yang berbeda dengan zaman era orde baru.
Pemilihan umum yang terjadi pada saat ini sangat berbeda dengan pada saat orde baru,
dimana pada saat orde baru masyarakat tidak dapat memilih pimpinan daerahnya sesuai
dengan hati nuraninya sebab masih menggunakan sistem perwakilan dari partai namun diera
reformasi ini masyarakat bisa menentukan pilihannya sesuai dengan hati nuraninya masing-
masing. Namun dengan diadakannya pemilu secara langsung ini masih banyak sekali
diketemukan beragam persoal-persoalan serta berbagai penyimpangan yang terjadi mulai dari
daftar pemilih tetap, masalah administrasi bakal calon, yang sangat miris sekali banyaknya
money politik yang masih terjadi disana sini. Paska Pemilihan Presiden bulan Juli yang lalu
Indonesia menjadi sorotan dunia terkait proses pemilu yang demokratis yakni dengan
melakukan pemilihan umum secara langsung yang dilakukan oleh rakyatnya. Yang
membanggakan, sorotan yang diberikan positif memuji demokrasi Indonesia yang semakin
matang. Pemilu berjalan damai dan berlangsung lancar. Satu hal lagi yang penting ke
depannya adalah rakyat tetap mendapat hak (privilege) untuk memilih langsung
pemimpinnya. Dengan adanya pemilihan umum adalah salah satu nilai demokrasi dapat
terwujud, artinya terjadinya perpindahan kekuasann negara dari pemegang yang lama kepada
pemegang yang baru secara damai.

1.2 Rumusan Masalah


A. Apa itu era reformasi?

B. Bagaimana pemilu di era Reformasi?

1.3 Tujuan Masalah


Untuk menambah wawasan atau pengetahuan. Selain itu agar mengetahui bagaimana
perkembengan/ sejarah pemilu pada era reformasi ini

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Era Reformasi
Reformasi adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik,
atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara. Pengertian reformasi juga menjadi awal
perubahan sistem, yaitu sistem atau tata kelola kehidupan dalam suatu kelompok masyarakat.
Adapun asal kata reformasi sendiri tersusun dari dua kata yaitu re yang berarti kembali, dan
formasi berarti susunan. Maka era reformasi bisa sikatakan sebagai era yang menyusun
kembali. Perihal yang disusun kembali dalam era ini ialah sistem pemerintahan Negara
Indonesia. Masa reformasi di Indonesia terjadi pada Mei 1998. Adapun penyebab peristiwa
era reformasi ialah krisis ekonomi dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan Presiden Suharto. Kepercayaan tersebut menurun disebabkan pemerintah tidak
sanggup mengatasi krisis ekonomi yang sedang dialami Indonesia pada 1997. Kondisi
pemerintahan Indonesia sebelum masa reformasi 1998 didominasi oleh kalangan militer,
sehingga demokrasi kurang berjalan dengan baik. Selain itu, perekonomian juga terpuruk
yang disebabkan karena Korupsi Kolusi dan Nepotisme marak terjadi dan bergantungnya
ekonomi Indonesia pada bantuan modal asing.

Lengsernya soeharto dari jabatan presiden di tahun 1998 merupakan pertanda orde
baru telah berakhir dan disusul dengan era reformasi. Pada era reformasi ini, masih ada
beberapa pejabat yang beranggapan bahwa orde baru belum berakhir, maka dari itu era
reformasi disebut juga dengan era pasca orde baru. Lahirnya era reformasi ini bertujuan untuk
mengubah segala bidang yang menyimpang segala bidang yang menyimpang pada masa orde
baru atau sebelum tahun 1998. Era ini lahir tepat setelah presiden Soeharto mengundurkan
diri pada 21 Mei 1998 dan kemudian digantikan oleh wakil presidennya, yakni B.J. Habibie.
Krisis finansial yang terjadi pada tahun 1997 atau yang lebih dikenal dengan krisis moneter,
menjadi faktor utama yang melatarbelakangi lahirnya era Reformasi dan runtuhnya Orde
Baru. Tidak hanya itu, Indonesia juga dilanda kemarau dan didukung dengan jatuhnya
komoditas ekspor. Permasalahan-permasalahan tersebut sangat memporak-porandakan negara
Indonesia pada masa itu. Krisis finansial Asia yang turut melanda Indonesia menjadikan
rakyat Indonesia tidak puas atas kepemimpinan presiden Soeharto. Gerakan mahasiswa yang
terjadi di seluruh Indonesia pun menjadi pemicu demonstrasi besar-besaran. Dikarenakan
desakan dari dalam dan luar negeri, Soeharto pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai presiden. Melansir buku berjudul Implikasi Tata Kelola Sektor Publik Era

3
Reformasi karya Muslim Afandi dkk, ada begitu banyak krisis yang melanda Indonesia pada
saat itu, yakni krisis ekonomi, krisis politik, krisis hukum, krisis keamanan dan sosial budaya
serta krisis kepercayaan. Namun krisis ekonomi menjadi faktor utama runtuhnya Orde Baru
dan lahirnya era Reformasi.

B. Pemilu Di Era Reformasi


a. Pemilu 1999

Pemilihan Umum Pada Masa Reformasi. Pemilihan Umum 1999 merupakan pemilu
pertama yang diselenggarakan pasca Orde Baru. Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik.
Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada tanggal 7 Juni 1999 diseluruh wilayah
di Indonesia (Ria Casmi Kharissa, 2014, hlm. 518). Pada Pemilu 1999 pertama kali
penyelenggara Pemilu bersifat independen yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan
pelaksanaannya amat transparan (terbuka) karena melibatkan lembaga pengawas independen
baik Lokal maupun Asing (Sudawirrahmi, 2009, hlm. 49). Bahrul Ulum (2002, hlm. 156)
menjelaskan mengenai Pemilihan Umum 1999 sebagai berikut“Secara Umum pelaksanaan
Pemilu 1999 dinilai oleh sejumlah lembaga pemantau pemilu independen sudah jauh lebih
baik dan memenuhi syarat sebagai ‘free and fair election’, dibanding dengan pemilu-pemilu
Orde Baru”. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Blair King yang menyatakan
Pemilu 1999 sudah memenuhi syarat sebagai pemilu yang demokratis (Ulum, 2002, hlm.
156). Walaupun Pemilu 1999 dapat disebut sebagai pemilu yang demokratis, tetapi dalam
pelaksanaannya masih mengadopsi beberapa sistem pada Pemilu zaman Orde Baru seperti
penggunaan sistem proporsional daftar tertutup, susunan MPR masih menggunakan utusan
daerah dan utusan golongan, dan KPU masih melibatkan pemerintah ditambah anggota partai
politik (Listia, 2015, hlm. 63). Secara historis, Pemilu di Indonesia sudah diselenggarakan
sebanyak dua belas kali yaitu Pemilu 1955 di masa Orde Lama, Pemilu 1971, Pemilu 1977,
Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, Pemilu 1997 dimasa Orde Baru, serta Pemilu di
masa Orde Reformasi yaitu Pemilu 1999, Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014 dan
Pemilu 2019. Latar belakang dari terselenggaranya Pemilu di era Reformasi adalah
melemahnya pemerintah Orde Baru hingga turunnya Soeharto dari jabatannya pada tahun
1998 serta terjadinya peralihan kekuasaan ke era Reformasi.

1) Latar Belakang Pemilihan Umum 1999

Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri setelah gelombang
reformasi yang di pelopori mahasiswa. Golongan Karya sebagai pemegang mayoritas

4
tunggalpun tidak mampu untuk menahannya. Dengan turunnya Presiden Soeharto dari kursi
pemerintahan maka Wakil Presiden B.J. Habibie menggantikan posisi Soeharto sebagai
Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Presiden B.J. Habibie membentuk pemerintahan
reformasi dan menyatakan untuk mempercepat pemilihan umum yang seharusnya di
laksanakan tahun 2003 di percepat menjadi tahun 1999.

Kehidupan politik Indonesia kembali mengalami perubahan abnormal, yang pertama


adalah dengan berakhirnya kepemimpinan Presiden Soeharto setelah selama 32 tahun
berkuasa, selain itu merosotnya dwifungsi ABRI, serta kembalinya Pegawai Negeri Sipil
pada kenetralitasan politik dan lahirnya pemerintahan transisi menuju demokrasi. Perubahan
tersebut tercermin dari dilancarkannya strukturisasi kehidupan politik oleh Presiden B.J
Habibie walaupun tingkat legitimasi rakyat terhadap beliau rendah tetapi Presiden B.J
Habibie mencoba melakukan langkah-langkah dibidang kepartaian dan persiapan
penyelenggaraan Pemilu.

Untuk memberi tempat pada partai-partai yang sebelum ini di perlakukan tidak adil,
Presiden B.J. Habibie mengambil kebijakan sebagai berikut :

1. Memasukan PPP dan PDI kedalam kabinet reformasi yang dibentuknya, dua
pos menteri diberikannya pada PPP yaitu Menteri Investasi/Kepala BKPM
(Hamzah Haz) dan mentri lainnya diserahkan pada PDI yaitu Menteri
Lingkungan Hidup/Kepala BAPPEDAL (Paniagan Siregar).
2. Tidak melarang berdirinya partai politik baru sehingga dalam waktu 8 bulan
sejak Habibie menjadi Presiden maka muncul 141 partai baru yang telah
terbentuk.
3. Melepaskan pimpinan partai politik yang tidak diakui keberadaannya oleh
pemerintah (dari tahanan) seperti Dr. Sri Bintang Pamungkas yaitu Ketua
Partai Uni Demokrasi (PUDI).
4. Mendesak Golongan Karya untuk mengadakan Musyawarah Nasional Luar
Biasa (Munaslub) untuk menjauhkan Golkar dari para pimpinan yang
dianggap setia kepada Soeharto .
5. Mendorong lahirnya beberapa partai yang bernafaskan Islam seperti Partai
Keadilan yang di pimpin oleh Dr. Mahmudi dan Partai Bulan Bintang yang di
ketua oleh Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra.

5
6. Mengonstruksikan ABRI untuk bersikap netral dan menjadi jarak yang sama
terhadap setiap kekuatan politik.
7. Melarang Pegawai Negari Sipil (PNS) menjadi anggota atau pengurus partai
politik, dengan demikian bisa terhindar dari konflik kepentingan dan dapat
berkonsentrasi penuh untuk melayani masyarakat. Larangan ini di tuangkan
dalam PP No. 15 tahun 1999 dan NO. 12 Tahun 1999.
8. Pada tanggal 2 Oktober 1998 Presiden B.J. Habibie menugaskan pada
Mendagri Syarwan Hamid untuk mengajukan UU tentang Partai Politik yang
baru ke DPR untuk menggantikan UU No 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik
dan Golongan Karya. Undang-Undang tersebut mempermudah prosedur
pendirian partai, sistem multi partai di kembangkan, keuangan partai di atur
lebih rinci, asas partai dibebaskan sepanjang tidak bertentangan dengan
Pancasila, kewenangan presiden untuk membubarkan dan membekukan partai
dihilangkankan dan partai dapat didirikan sampai ke tingkat desa/kelurahan
(Soemardjan 2000: 323).

2) Persiapan Penyelenggaraan Pemilihan Umum :

Presiden B.J Habibie menugaskan Mendagri Syarwan Hamid segera di lantik untuk
menyiapkan 3 Rancangan Undang-Undang bidang politik yaitu RUU pemilihan umum, RUU
susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD serta RUU partai politik. Didalam
menyiapkan ketiga RUU tersebut Departemen Dalam Negeri membentuk tim tujuh yang di
pimpin oleh Rektor IIP Jakarta yaitu Prof. DR. M. Ryaas Rasyid, MA dengan anggota yang
berasal dari kalangan akademis yang mempunyai intergritas cukup tinggi.

Kemudian Dalam upacara Tingkeban dan perkawinan ramuan kinang harus ada dalam
bentuk sajen yang berfungsi sebagai penghormatan terhadap leluhur. Pada upacara tingkeban
sirih digantungkan dengan benang pada pinggang si calon ibu, sedangkan dalam prosesi
upacara perkawinan, sirih digunakan pada waktu temu pengantin (melempar sirih) dan
ramuan kinang dijadikan suguhan. Kemudian pada tanggal 2 Oktober 1998 Mendagri
mengajukan ketiga RUU bidang politik tersebut ke DPR berbagai perubahan untuk menjamin
terwujudnya pemilihan umum yang jujur, bersih dan demokratis di rancang dalam draft
Undang-Undang tersebut. Misalnya dalam RUU pemilihan umum diusulkan oleh pemerintah
agar sistem pemilihan umum dikombinasikan antara distrik dan proporsional, lembaga
penyelenggara pemilihan umum berbentuk independen, dalam pendaftaran pemilih

6
masyarakat proaktif. Pemilihan umum diselenggarakan pada hari libur atau dinyatakan libur,
dibentuk juga lembaga pemantau pemilihan umum, kepada saksi diberikan sertifikat
penghitungan suara. Dan bagi warga yang telah memilih diberi tanda khusus supaya orang
tidak memilih lebih dari satu kali (one person one vote).

Sementara untuk menciptakan lembaga wakil rakyat yang kuat, dekat dengan rakyat
dan memiliki akuntabilitas maka diusulkan oleh pemerintah antara lain jumlah anggota DPR
ditambah dari 700 menjadi 1000, jumlah anggota DPR di tambah dari 500 menjadi 550.
Jumlah anggota ABRI yang diangkat di DPR dikurangi dari 15 % menjadi 10 %, pimpinan
MPR dipisahkan dengan pimpinan DPR, MPR bersidang setiap setahun dan hak-hak DPR di
perbanyak (hak penyelidikan, hak subpoena dan hak endersement).Pada tanggal 28 Januari
1999 DPR berhasil menetapkan RUU bidang politik, sebagian besar materi yang diajukan
pemerintah disepakati oleh DPR. Meskipun ada beberapa materi yang pembahasannya cukup
alot adalah persoalan diseputar sistem pemilihan umum varian sistem proporsional,
keanggotaan PNS dalam partai politik, asas partai politik, jumlah kursi ABRI syarat partai
mengikuti pemilihan umum dan komposisi keanggotaan KPU.

Presiden B.J Habibie telah berhasil menyiapkan Undang-Undang bidang politik, tugas
selanjutnya yang cukup berat adalah menyelengarakan pemilihan umum yang jujur dan adil
pada tanggal 7 Juni 1999 yang merupakan pemilihan umum pertama dalam era multi partai
pasca Orde Baru. Pada waktu itu agar dapat melaksanakan pemilihan umum yang demikian,
disamping dibantu oleh KPU yang independen, Presiden B.J. Habibie harus mampu
meletakkan kepentingan Indonesia diatas kepentingan golongan dan dirinya. Beliau harus
proaktif dan memiliki kepedulian yang tinggi dalam menangani segenap proses
penyelenggaraan pemilihan umum mulai dari proses pendaftaran pemilu sampai ke
penghitungan suara. Dalam hal ini apabila ditinjau perkembangan jumlah partai mencapai
141 buah partai, tidak syah lagi dimasa depan sistem kepartaian kita bakal berubah dari one
dominant party system ke multi party, artinya karena tidak sebuah partai pun bakal mampu
menguasai mayoritas absolut di DPR, pemerintah akan terbentuk melalui koalisi beberapa
partai.

Pemilihan umum 1999 merupakan kondisi paling penting dalam proses reformasi dan
lewat pemilihan umum 1999 diharapkan dapat dijaring aspirasi rakyat yang sebenarnya yang
tidak terkontaminasi atau dimanipulasi seperti yang selama ini terjadi sekaligus membentuk
pemerintahan yang diterima rakyat (akseptabel). Pemilihan umum 1999 dijadikan Pemilu

7
pencerahan, melalui paket Undang-Undang bidang politik (No.2/1999, No. 3/1999 dan No.
4/1999) rakyat dijamin menikmati positive freedom. Selain adanya indikasi sangat kuat
bahwa rezim Soeharto sebenarnya masih beroperasi di era reformasi.

Kampanye pemilihan umum yang diikuti oleh 48 partai sebagai peserta pemilihan
umum digelar diseluruh wilayah Indonesia. Jadwal kampanye Pemilu pun diatur namun
bentrok antar pendukung partai tidak dapat dihindarkan. Kampanye menelan korban jiwa
bahkan menimbulkan kerusakan dan ketakutan. Pelaksanaan tahap pemilihan umum justru
diwarnai banyak dinamika diseputar KPU. Setelah terjadinya pengunduran jadwal percetakan
surat suara, KPU kembali melakukan pengunduran agenda. Pengunduran agenda yang terjadi
pada tanggal 23 April 1999 karena kondisi lapangan tidak memungkinkan terlaksananya
pengajuan daftar calon anggota DPR, DPRD I dan DPRD II secara tepat. Faktor utamanya
karena kendala transportasi daerah yang terpencil di Indonesia.

b. Pemilu 2004

Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu untuk pertama kalinya masyarakat pemilik hak
suara dapat memilih wakil rakyat mereka di tingkat pusat dan daerah secara langsung. Pemilu
untuk memilih anggota legislatif tersebut selanjutnya diikuti dengan pemihan umum untuk
memilih presiden dan wakil presiden yang juga dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu legislatif
2004 yang diselenggarakan pada tanggal 5 April 2004 diikuti oleh 24 partai politik. Lima
partai politik yang berhasil mendapatkan suara terbanyak adalah Partai Golkar (24.480.757
atau 21,58% suara), PDI-P (21.026.629 atau 18,53% suara), PKB (11.989.564 atau 10,57%
suara), PPP (9.248.764 atau 8,15% suara) dan PAN (7.303.324 atau 6,44% suara).
Berdasarkan perolehan suara tersebut, KPU meloloskan lima pasangan calon presiden dan
wakil presiden yang dianggap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan
Keputusan KPU no. 36 tahun 2004 untuk mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden.
Pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 belum menghasilkan satu
pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50%
sehingga pemilu presiden diselenggarakan dalam dua putaran. Dalam pemilu presiden
putaran kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, pasangan H. Susilo
Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla mengungguli pasangan Hj. Megawati
Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi. Pada pemilu putaran kedua tersebut,
pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperoleh 62.266.350 suara atau

8
60,62% sementara pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi
memperoleh 44.990.704 suara atau 39,38%.

c. Pemilu 2009

Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga pada masa reformasi yang diselenggarakan
secara serentak pada tanggal 9 April 2009 untuk memilih 560 Anggota DPR, 132 Anggota
DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia
periode 2009-2014. Berbagai pencapaian pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
yang dirasakan langsung oleh masyarakat menjadi modal bagi Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono untuk kembali maju sebagai calon presiden pada pemilu presiden tahun 2009.
Berpasangan dengan seorang ahli ekonomi yakni Boediono, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono berhasil mendapatkan kembali mandat dari rakyat untuk memimpin Indonesia
untuk masa pemerintahan berikutnya. Pada pemilu presiden yang diselenggarakan pada
tanggal 8 Juli 2009 pasangan Susilo Bambang Yudhoyono berhasil memenangkan pemilu
hanya melalui satu putaran.

d. Pemilu 2014

Pada tahun 2014, seluruh rakyat Indonesia melakukan pesta demokrasi terbesar yaitu
pemilihan umum untuk menentukan tidak hanya anggota DPR, DPRD Tingkat 1, DPRD
Tingkat 2, dan DPD, tetapi juga memilih presiden dan wakil presiden. Pemilu legislatif
dilakukan pada tanggal 09 April 2014 dan pemilu presiden dilakukan pada tanggal 09 Juli
2014. Presiden terpilih yaitu Joko Widodo dan wakil presidennya Yusuf Kalla.

e. Pemilu 2019

Pemilu 2019 dikatakan sebagai ajang kontestasi terbesar pertama di Asia dan ketiga di
Dunia. Pada pemilu 2019 ini pemilihan presiden-wakil presiden serta anggota legislatif secara
serentak pada 17 April 2019. Pemilu 2019 legislatif diikuti oleh 16 partai politik nasional dan
4 partai politik lokal Aceh. Sementara untuk pemilihan presiden dan wakil presiden terdapat
dua peserta calon yaitu Pasangan Jokowi- Ma'ruf Amin dan Prabowo- Sandiaga Uno.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pada masa reformasi ini konsep politik jauh berbeda dengan masa Orde Baru karena
Reformasi lebih menekankan pada kehidupan yang demokratis dengan memberi kebebasan
yang seluas-luasnya pada setiap masyarakat. Sehingga dalam waktu yang singkat muncul
partai politik yang jumlahnya sangat banyak dengan beragam tujuan dan asas partai, basis
massa yang mencerminkan komplektivitas kehidupan bangsa Indonesia yang sebenarnya
terdiri dari beragam perbedaan.

Pemilihan umum masa Reformasi merupakan Pemilu yang demokratis jika


dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilu masa-masa sebelumya. Kegagalan-kegagalan masa
pemerintah Soeharto menjadi pelajaran yang berharga untuk pelaksanaan pemilihan umum
masa Reformasi. Pemilihan umum 1999 yang merupakan karya besar untuk mengembalikan
kedaulatan ke tangan rakyat bukan merupakan sekelompok elit politik dan Pegawai Negeri
Sipil (PNS) bersifat netral. Pemilu 1999 sudah bersifat demokratis dan hal tersebut lebih
disempurnakan lagi pada pelaksanaan Pemilu 2004 dengan dikeluarkannya UU No. 12 tahun
2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD serta UU No. 23 tahun 2003 tentang
pemilihan presiden dan wakil presiden. Pelaksanaan pemilu 2004 dapat dilaksanakan dengan
lancar dan dalam prosedural resmi peraturan perundangan yang berlaku meskipun terjadi
kasus korupsi di tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara
Pemilu, tapi hal tersebut tidak mempengaruhi keabsahan pemilihan umum. Jadi Pemilu di
Indonesia sudah diselenggarakan sebanyak dua belas kali yaitu Pemilu 1955 di masa Orde
Lama, Pemilu 1971, Pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, Pemilu 1997
dimasa Orde Baru, serta Pemilu di masa Orde Reformasi yaitu Pemilu 1999, Pemilu 2004,
Pemilu 2009, Pemilu 2014 dan Pemilu 2019. Jadi pemilu di era reformasi sudah dilakukan
sebanyak 5 kali. Latar belakang dari terselenggaranya Pemilu di era Reformasi adalah
melemahnya pemerintah Orde Baru hingga turunnya Soeharto dari jabatannya pada tahun
1998 serta terjadinya peralihan kekuasaan ke era Reformasi. Pelaksanaan pemilihan umum
masa Reformasi merupakan pelaksanaan Pemilu yang demokratis dalam Sejarah
Nasional Indonesia.

10
B. Saran
Indonesia sudah melaksanakan 12 kali pemilu terhitung sejak orde lama hingga masa
reformasi. Tercatat Indonesia sudah melakukan 5 kali pemilu di masa reformasi ini. Semoga
pemilu yang akan datang tetap berlangsung sesuai dengan koridor Pancasila dan UUD 1945

11
DAFTAR PUSTAKA
Friyanti, F. (2005). Pelaksanaan pemilihan umum dalam sejarah nasional Indonesia. Skripsi.
Jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Semarang.
Kriswantoni, S. (2018). Pelaksanaan Pemilihan Umum Dalam Sejarah Nasional Indonesia
Pada Masa Orde Baru Dan Reformasi. Santhet:(Jurnal Sejarah, Pendidikan, dan
Humaniora), 2(2), 31-43.
Palenewen, J. D. O., & Yanur, M. (2022). PENERAPAN SISTEM PEMILU DI
INDONESIA PASCA REFORMASI. Wacana: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Interdisiplin, 9(2), 502-520.
Subiyanto, A. E. (2020). Pemilihan Umum Serentak Yang Berintegritas Sebagai Pembaruan
Demokrasi Indonesia. Jurnal Konstitusi, 17(2), 355-371.
Supriyadi, P., & Tahun, S. P. D. D. I. (2018). Pemilu 1997 dimasa Orde Baru, serta Pemilu
di masa Orde Reformasi yaitu Pemilu.
http://repository.upi.edu/34913/3/S_SEJ_1304331_Chapter1.pdf
Hanindita Basmatulhana. (2022, August 12). Latar Belakang Lahirnya Era Reformasi dan
Tujuannya. Detikedu; detikcom. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-
6231100/latar-belakang-lahirnya-era-reformasi-dan-tujuannya
Bisma, L. (2022). Mengenal Masa Reformasi di Indonesia | Sejarah Kelas 9.
Ruangguru.com. https://www.ruangguru.com/blog/mengenal-masa-reformasi-di-
indonesia
Ruangguru Tech Team. (2021). Berapa kali Indonesia melaksanakan pemilihan umum
... Ruangguru.com. https://roboguru.ruangguru.com/question/berapa-kali-indonesia-
melaksanakan-pemilihan-umum-pada-masa-reformasi-_QU-VVGVM9CQ
Tempo.co. (2021, June 7). 7 Juni, Pemilu Pertama Era Reformasi 1999 Dilaksanakan,
Perolehan 5 Partai Besar. Tempo; TEMPO.CO.
https://nasional.tempo.co/read/1469717/7-juni-pemilu-pertama-era-reformasi-1999-
dilaksanakan-perolehan-5-partai-besar

12

Anda mungkin juga menyukai