Makalah Filsafat Etika - KLP - 3
Makalah Filsafat Etika - KLP - 3
Dosen Pengampu:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi kami
kemampuan, rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan sebaik-baiknya, dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Muh.
Zubair, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Etika yang telah mengarahkan dan
memberi bekal kepada kami sehingga mampu menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik pengetikan,
akan tetapi kami berharap semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan
ilmu pengetahuan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan terutama dalam pergaulan, kita sanggup menilai perilaku seseorang,
apakah itu baik atau buruk. hal tersebut bisa terlihat dari cara bertutur kata dan bertingkah laku.
Akhlah, moral, dan etika masing-masing individu berbeda-beda, hal itu dipengaruhi oleh
lingkungan internal, dan eksternal tiap-tiap individu. Di era kemajuan IPTEK seeprti saat ini,
sangat berdampak terhadap perkembangan akhlak, moral, dan etika seseorang. Kita amati
perkembangan perilaku seseorang pada saat ini sudah jauh dari ajaran islam, oleh karena itu
banyak kejadian masyarkat saat ini yang cenderung mengacu pada perilaku yang kurang baik.
Kata moral juga sering disamakan juga dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam
bahasa Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara
berpikir. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:237) etika diartikan sebagai (1) ilmu
mengenai apa yanag baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), (2)
kumpulan asas atau nilai yang berkaitan dengan akhlak, dan (3) nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Sementara itu menurut Magnis Suseno, etika harus
dibedakan dengan ajaran moral. Moral dilihat sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan,
khotbah-khotbah, patokan-patokan, entah lisan atau tertulis, mengenai bagaimana ia harus
bertindak, tentang bagaimana harus hidup dan bertindak supaya ia menjadi manusia yang baik
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan moral?
2. Bagaimana konsep dasar agama?
3. Bagaimana konsep etika filosofis?
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan moral
2. Mengetahui konsep dasar agama
3. Mengetahui bagaimana konsep etika filosofis
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Moral
Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores
ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner, mores atau manners, morals.1 Dalam bahasa
Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib
batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
Kaelan mengatakan moral adalah suatu ajaran wejangan-wejangan, patokan-patokan,
kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup
dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.2 Sedangkan Kohlberg mengatakan bahwa
moralitas bukanlah suatu koleksi dari aturan-aturan, norma atau kelakuan-kelakuan
tertentu tetapi merupakan perspektif atau cara pandang tertentu.3
Sedangkan menurut Damon, moral adalah aturan dalam berperilaku (code of
conduct). Aturan tersebut berasal dari kesepakatan atau konsesus sosial yang bersifat
universal. Moral yang bermuatan aturan universal tersebut bertujuan untuk pengembangan
ke arah kepribadian yang positif (intrapersonal) dan hubungan manusia yang harmonis
(interpersonal).4 Lebih lanjut, Nucci & Narvaes menyatakan bahwa moral merupakan
faktor determinan atau penentu pembentukan karakter seseorang Dengan demikian, dari
pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan moral adalah ajaran atau pedoman yang
dijadikan landasan untuk bertingkah laku dalam kehidupan agar menjadi manusia yang
baik atau berakhlak.
Moral sering disamakan dengan akhlak dan etika. Akhlak berasal dari kata
“khuluq” yang artinya perangai atau tabiat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata
akhlak di artikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dapat di definisikan bahwa akhlak
adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah, spontan tanpa di
pikirkan dan di renungkan lagi. Dengan demikian akhlak pada dasarnya adalah sikap yang
melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan.
Apabila perbuatan spontan itu baik menurut akal dan agama, maka tindakan itu disebut
akhlak yang baik atau akhlakul karimah (akhlak mahmudah). Misalnya jujur, adil, rendah
hati, pemurah, santun dan sebagainya. Sebaliknya apabila buruk disebut akhlak yang buruk
atau akhlakul mazmumah. Misalnya kikir, zalim, dengki, iri hati, dusta dan ebagainya. Baik
dan buruk akhlak didasarkan kepada sumber nilai, yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rasul.
2
Adapun beberapa indikator manusia yang berkarakter moral yang baik, yakni:
1. Personal improvement
Yaitu individu yang mempunyai kepribadian yang teguh terhadap aturan yang
diinternalisasi dalam dirinya. Dengan demikian, ia tidak mudah goyah dengan
pengaruh lingkungan sosial yang dianggapnya tidak sesuai dengan aturan yang
diinternalisasi tersebut. Ciri kepribadian tersebut secara kontemporer diistilahkan
sebagai integritas. Individu yang mempunyai integritas yang tinggi terhadap nilai dan
aturan yang dia junjung tidak akan melakukan tindakan amoral. Sebagai contoh,
individu yang menjunjung tinggi nilai agamanya tidak akan terpengaruh oleh
lingkungan sosial untuk mencontek, manipulasi dan korupsi.
2. Social skill
Yaitu mempunyai kepekaan sosial yang tinggi sehingga mampu mengutamakan
kepentingan orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan hubungan sosialnya yang
harmonis. Setiap nilai atau aturan universal tentunya akan mengarahkan manusia untuk
menjaga hubungan baik dengan orang lain. Contohnya, individu yang religius pasti
akan berbuat baik untuk orang lain atau mengutamakan kepentingan ummat.
3. Comprehensive problem solving
Yaitu sejauhmana individu dapat mengatasi konflik dilematis antara pengaruh
lingkungan sosial yang tidak sesuai dengan nilai atau aturan dengan integritas
pribadinya terhadap nilai atau aturan tersebut. Dalam arti, individu mempunyai
pemahaman terhadap tindakan orang lain (perspektif lain) yang menyimpang tetapi
individu tersebut tetap mendasarkan keputusan/sikap/ tindakannya kepada nilai atau
aturan yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Sebagai contoh, seorang murid yang
tidak mau mengikuti teman-temannya mencontek saat tidak diawasi oleh guru karena
ia tetap menjunjung tinggi nilai atau aturan yang berlaku (kejujuran). Meskipun
sebenarnya ia mampu memahami penyebab perilaku teman-temannya yang
mencontek. Keluwesan dalam berfikir dan memahami inilah dibutuhkan untuk menilai
suatu perbuatan tersebut benar atau salah erbedaan antara akhlak dengan moral dan
etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang
digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah
3
Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang
dibuat olehsuatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik
maka baik pulalah nilai perbuatan itu.
Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal,
sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak
merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang
baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan
dalam prilaku nyata sehari-hari.
4
4. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib.
5. Kepercayaan kepada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersum-ber dari
suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan
takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat pada alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.
5
Agama (umum), manusia mengakui dalam agamanya adanya yang suci: manusia
itu insyaf, bahwa ada suatu kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi segala yang ada.
Kekuasaan inilah yang dianggap sebagai asal atau khalik segala yang ada. Tentang
kekuasaan ini bermacam-macam bayangan yang terdapat pada manusia, · demikian pula
cara membayangkannya. Demikianlah Tuhan dianggap oleh manusia sebagai tenaga ghaib
di seluruh dunia dan dalam unsur-unsurnya atau khalik ruhani. Tenaga ghaib ini dapat
menjelma antara lain dalam alam (animisme), dalam buku suci (Torat) atau dalam manusia
(Kristus). Dari uraian tentang pengertian agama di atas, dapat ditarik kesimpulan sementara
bahwa agama pada dasamya merupakan suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa
seseorang yang memiliki akal unutk memegang peraturan Tuhan itu dengan kehendak
sendiri, untuk mencapai kebaikan hidup dan kebahagiaan kelak di akhirat. Dalam
masyarakat Indonesia, selain kata agama, juga dikenal kata din dari bahasa Arab. din dalam
bahasa Semit berarti Undangundang atau hukum. Dalam bahasa Arab, din berarti
menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Artinya agama memang
mempunyai peraturan-peraturan yang hams ditaati. Agama selanjutnya memang
menguasai diri seseorang dan rnembuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan
menjalankan ajaran-ajaran agama.
Ruang Lingkup dan Pembidangan Agama
Secara umum, ruang lingkup suatu agama meliputi unsur- unsur sebagai berikut,
yaitu: substansi yang disembah, kitab suet, pembawa ajaran, pokok-pokok ajaran, dan
aliran-alirannya.
1. Substansi yang disembah
Dalam setiap agama, esensi dari keagamaan adalah penyembahan pada sesuatu yang
dianggap berkuasa. Substansi yang disembah menjadi pembeda dalam kategorisasi
agamanya. Ada yang memusyrikkan Allah dan ada yang mentauhidkan Allah.
2. Kitab Suci
Kitab suci merupakan salah satu ciri khas dari agama. Bila suatu agama tidak memiliki
kitab suci, maka sulit untuk dikatakan sebagai suatu agama. Adapun kitab suci agama
yang ada di dunia ini dikelompokkan menjadi kitab agama Samawi dan kitab agama
Tabi'i. Agama Samawi seperti: agama Yahudi berkitabkan Taurat; agama Nasrani
berkitabkan lnjil; dan agama Islam berkitabkan Al- Qur'an. Sedangkan yang termasuk
6
kategori agama Tabi'i seperti agama Hindu berkitabkan Wedha (Veda) atau disebut
pula dengan "Himpunan Sruti". Sruti dan Veda artinya tahu atau pengetahuan. Agama
Budha kitabnya Tripitaka. Sedangkan agama-agama seperti Shinto, Tao, Khong Hucu
bersumber dari aturan-aturan yang dihimpun dalam buku-buku (kitab-kitab) pedoman
masing- masmg.
3. Pembawa Ajaran
Pembawa ajaran suatu agama bagi agama samawi disebut nabi (rasul). Para nabi atau
para rasul menerima wahyu dari Allah dan yang menyampaikan kepada masyarakat
berdasarkan wahyu yang diterimanya.
Dalam agama tabi'i, proses kenabian kadang-kadang melalui proses evolusi yang
dihasilkan berdasarkan sebuah julukan yang sengaja dikatakan untuk (sebagai J
penghormatan tanpa adanya pengakuan berdasarkan wahyu dari Ailah SWT.
4. Pokok-pokok ajaran
Setiap agama, baik agama wahyu maupun agama ardi/tabi'i, mempunyai pokok-pokok
ajaran atau prinsip ajaran yang wajib diyakini bagi pemeluknya. Pokok ajaran ini sering
disebut dengan istilah "dogma", yakni setiap ajaran yang baik percaya atau tidak, bagi
pemeluknya wajib untuk mempercayainya.
5. Aliran-aliran
Setiap agama yang ada di dunia ini baik agama Samawi ataupun agama Tabi'i memiliki
aliran-aliran yang berkembang pada agama masing-masing yang diakibatkan karena
adanya perbedaan pandangan. Perbedaan pandangan baik perorangan maupun secara
kelompok, mengakibatkan timbulnya suatu aliran yang masing- masing kelompok
memperkuat pendapat paham kelompoknya.
Perkembangan ajaran Islam, tidak terlepas dari adanya aliran- aliran (paham-paham).
Walupun tidak sampai pada berubahnya hal-hal pokok dalam ajaran, dalam Islam
perbedaan merupakan rahmat. Sedangkan dalam agama selain Islam, perkembangan
aliran sering menjadikan agama tersebut berubah pada masalah- masalah pokok.
Seperti berubahnya paham ketuhanan dalam agama Tauhid menjadi agama yang
musyrik (syirik kepada Allah).
Pandangan Islam terhadap pemeluk agama lain (di luar Islam). Pemeluk agama lain
dalam Islam digolongkan menjadi empat golongan, yakni
7
1. Golongan Ahli Zimmah; Golongan yang mendapat jaminan Tuhan dalam hak
dan hukum negara. Terhadap golongan ini berlaku hukum dan hak yang sama
dengan kaum muslimin, antara lain : hak perlindungan, perlindungan nyawa,
badan, dan kehormatan;
2. Golongan Musta'man; Pemeluk agama lain yang minta perlindungan
keselamatan jiwa dan hartanya. Terhadap golongan ini tidak dilakukan hak dan
hukum negara, tetapi mereka wajib dilindungi;
3. Golongan Mu'ahad; Golongan yang mengadakan perjanjian dengan orang
Islam baik disertai tolong menolong, bela membela atau tidak;
4. Golongan Harbi; Golongan yang menggangu keamanan dan ketertiban. Bagi
golongan ini, umat Islam diizinkan untuk melawan.
Bidang-bidang agama dalam ajarari Islam, secara garis besar meliputi tiga hal,
yaitu : Aqidah, Syari'ah dan Akhlak. Berikut ini adalah uraiannya.
1. Aqidah
Kata aqidah berasal dari kata 'aqada, yaqidu, aqdan atau aqidatan, yang berarti
mengikatkan. Sedangkan secara istilah, pengertian aqidah sering disamakan dengan
pengertian keimanan Sayid Sabiq dalam mendefinisikan aqidah atau keimanan,
mengajukan enam pengertian dari aqidah atau keimanan, yaitu:
a. Makrifat kepada Allah, makrifat dengan nama-nama-Nya yang tinggi.
b. Makrifat terhadap alam yang ada dibalik alam semesta ini.
c. Makrifat terhadap kitab-kitab Allah SWT.
d. Makrifat terhadap Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul yang dipilih Allah.
e. Makrifat terhadap hari akhir dan peristiwa yang berkaitan dengan itu seperti
kebangkitan dari kubur (hidup sesudah mati).
f. Makrifat terhadap takdir (qadha dan qadar).
8
Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat jalan
sejauh-jauhnya".(Q.S. An-Nisa: 136)
2. Syari'ah
Dalam konteks kajian hukum Islam, yang dimaksud syari'ah adalah kumpulan norma
hukum yang merupakan hasil dari tasyri '. Kata tmyri' juga merupakan bentuk masdar
dan syari'ah, yang berarti menciptakan dan menetapkan syari'ah. Sedang dalam istilah
para ulama fiqh, syari'ah bermakna "menetapkan norma-norma hukum untuk menata
kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, maupun dengan umat
manusia lainnya". Oleh sebab itu, dengan melihat pada subyek penetapan hukumnya,
para ulama membagi tasyri' menjadi dua, yaitu : tasyri samawi (Ilahi) dan tasyri
wadh 'i. Tasyri llahi adalah penetapan hukum yang dilakukan langsung oleh Allah dan
Rasul-Nya. Dalam AI-Qur'an dan As-Sunnah, ketentuan-ketentuan tersebut bersifat
abadi dan tidak berubah, karena tidak ada yang kompeten untuk mengubahnya selain
Allah. Sedang tasyri wadh 'i adalah ketentuan hukum yang dilakukan langsung oleh
para mujtahid. Ketentuan-ketentuan hukum hasil kajian mereka ini tidak memiliki sifat
keabadian dan bisa berubah-rubah karena merupakan hasil kajian nalar para ulama
yang tidak ma'sum sebagamana Rasulullah. Syari'ah mencakup dua hal, yaitu: aspek
ibadah dan aspek muamalah. Yang dimaksud dengan ibadah ialah mengetahui
ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan penghambaan seorang mukalaf
kepada Allah sebagai Tuhannya. Sedangkan pengertian muamalah dapat ditelusuri dari
kajian fiqh muamalah, yang mencakup pembahasan tentang ketentuan-ketentuan
hukum mengenai kegiatan perekonomian, amanah dalam bentuk titipan dan pinjaman,
ikatan kekeluargaan, proses penyelesaian perkara lewat pengadilan, dan termasuk juga
masalah distribusi harta wansan.
3. Akhlak
Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti budi pekerti.
Sinonimnya etika dan moral. Etika berasal dari bahasa Latin, etas yang berarti
kebiasaan. Moral berasal dari bahasa Latin, mores, juga berarti kebiasaan. Dalam
masyarakat Indonesia, istilah yang sering digunakan ialah budi pekerti. Kata akhlak
yang berasal dari kata khulqun atau khuluqun mengandung segi-segi persesuaian dan
erat hubungannya dengan khalik dan mahluk. Karena memang akhlak juga mengatur
9
hubungan (tata hubungan) manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia
lainnya (mahluk hidup), dan manusia dengan alam semesta. Untuk lebih memperluas
pengertian mengenai akhlak, berikut ini dikemukakan pengertian akhlak menurut para
ahli, antara lain
a. Ibnu Maskawaih dalam bukunya Tahdzibul-akhlak wa that- hirul a 'raq
mengemukakan bahwa Khuluk, perangai itu adalah keadan gerak jiwa yang
mendorong kearah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikirannya.
b. Al-Ghazali sejalan dengan Ibnu Maskawaih di atas, dalam bukunya Jhya
Ulumuddin, mengemukakan bahwa Khuluk, perangai ialah suatu sifat yang tetap
pada jiwa, yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan
tidak membutuhkan kepada pikiran.
c. Ahmad Amin dalam bukunya al-Akhlak mengemukakan bahwa Khuluk ialah
membiasakan kehendak
Etika filosofis merupakan jenis etika yang lahir dari aktivitas berpikir atau berfilsafat yang
dilakukan oleh individu dan termasuk dalam bagian dari filososfis (berdasarkan filsafat). Filsafat
sebagai suatu bidang ilmu yang salah satunya mempelajari pikiran manusia. Adapun etika filosofis
dibagi menjadi dua sifat, yaitu empiris dan non-empiris. Empiris adalah jenis filsafat yang erat
10
kaitannya dengan sesuatu yang nyata, berwujud, atau konkret. Contohnya, apabila suatu individu
mengambil salah satu bidang filsafat hukum, maka akan membahas mengenai hukum. Kemudian
non-empiris adalah bagian yang berusaha melebihi suatu yang nyata, berwujud, atau konkret
sebelumnya. Sifat non-empiris ini cenderung menanyakan gejala konkret yang menyebabkannya.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kehidupan sehari-hari baik buruknya suatu perilaku disebut dengan moral. Moral
merupakan ajaran baik buruk suatu perbuatan maupun perilaku dan berkaitan erat dengan akhlak
yang dimiliki oleh masyarakat. Dalam kehidupan ada tanda bahwa seseorang dianggap bermoral,
jika mempunyai kesadaran untuk menerima dan melaksanakan peraturan yang berlaku, lalu
bersikap ataupun bertingkah laku yang sesuai dengan nilai moral yang dijunjung tinggi dalam
masyarakat.
Sementara agama pada dasarnya adalah suatu peraturan yang mendorong jiwa seseorang
yang memiliki akal untuk memegang peraturan Tuhan itu dengan kehendak sendiri, untuk
memperoleh kebaikan hidup dan kebaikan kelak di akhirat.
Istilah moral dan etika sering dianggap sama. Moral dan etika adalah istilah yang biasa
digunakan sebagai pedoman yang dianut oleh seseorang ataupun kelompok dalam menjalani
kehidupan, supaya masyarakat dapat hidup dengan baik dan teratur. Etika adalah ilmu tentang
apa yang biasa dilakukan atau adat kebiasaan. Dalam hal ini yang menjadi perspektif objeknya
adalah sikap, perbuatan dan tindakan manusia.
B. Saran
Dalam realitas sosialnya, masyarakat menyadari bahwa setiap tindakan ataupun perbuatan
yang dilakukan itu sudah pasti akan berdampak pada kehidupan. Dalam hal ini perlu untuk
berpedoman pada moral serta berinteraksi dengan orang di sekitar kita.
12
DAFTAR PUSTAKA
https://doi.org/10.32678/alqalam.v20i97.643
Murdiono, M. (2008). Metode penanaman nilai moral untuk anak usia dini. Jurnal Kependidikan:
Kusrahmadi, S. D. (2007). Pentingnya pendidikan moral bagi anak sekolah dasar. Dinamika
Antika, R. (2022). KONSEP DASAR ETIKA DAN MORAL. Jurnal Pusdansi, 2(1).
Nandy. (2022, August 17). Pengertian Etika: Macam-Macam Etika & Manfaat Etika -
Rohman, N. (2022, November 4). Jenis-Jenis Etika dan Contohnya | Universitas Islam An Nur
Vina. (2022). Pengertian Etika, Jenis, dan Ciri-cirinya di Indonesia - Accurate Online.
Accurate.id. https://accurate.id/lifestyle/pengertian-etika/
https://123dok.com/article/konsep-dasar-moral-moral-dan-penyimpangan-
perilaku.z3jo3gmy
https://www.kompasiana.com/shabranalsonof1157/5d99dab80d82301ecb749022/konsep-
agama-menurut-pakar
Ananda. (2022, November 16). Memahami Pengertian Moral dan Etika Beserta Perbedaannya.
13