Anda di halaman 1dari 7

DAMPAK BULLYING TERHADAP KEHIDUPAN REMAJA

ESSAY INI MERUPAKAN TUGAS PROSPEKTIF FEB 2021

Mentor :

(Chika Yupita)
Disusun oleh :

Naufaldi Athallah (2110111228)

Farhan Ananda (2110111253)

Belinda Putri Anggini (2110111050)

Karimah Bahamisah (2110111069)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

JAKARTA, NOVEMBER 2021

Pendahuluan
Bullying adalah istilah yang sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Bullying
merupakan tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang
baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sebagai akibatnya korban merasa tertekan, trauma,
dan tidak berdaya (Sejiwa, 2008). Pelaku bullying sering disebut dengan istilah bully. seorang
bully tidak mengenal gender maupun usia. Bahkan, bullying sudah sering terjadi di sekolah dan
dilakukan oleh para remaja.

Dampak yang ditimbulkan oleh bullying memiliki cakupan yang sangat luas. Remaja
yang menjadi korban bullying lebih berisiko mengalami aneka macam persoalan kesehatan, baik
secara fisik maupun mental. Adapun masalah yang lebih mungkin diderita anak-anak yang
menjadi korban bullying, diantaranya munculnya berbagai persoalan mental seperti depresi,
kegelisahan dan duduk perkara tidur yg mungkin akan terbawa hingga dewasa, keluhan
kesehatan fisik, mirip sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, rasa tidak aman ketika
berada pada lingkungan sekolah, dan penurunan semangat belajar serta prestasi akademis.

Sebagai contoh yang terjadi pada seorang murid Sekolah Dasar di Ohio yang meninggal
gantung diri menggunakan dasi akibat sering dibully oleh teman sekolahnya. Murid berumur 8
tahun menjadi korban bullying yang dilakukan secara fisik. Ia seringkali dipukul dan ditindas
oleh teman-teman sekolahnya. Selanjutnya datang dari Texas, Seorang remaja yang masih duduk
di bangku sekolah nekat menembakkan pistol ke dadanya hingga meninggal karena ia merasa
dibully di dunia maya.

Pada perkara tertentu anak atau remaja korban bullying berubah menjadi pribadi yang
kasar terhadap orang tua dan temannya. Ada cerita dari denpasar seorang remaja berumur 15
tahun tega mengakhiri hidup temannya sendiri karena dendam yang terselubung kepada korban.
Pelaku mengaku kerap menjadi sasaran bullying korban semenjak kelas satu SMP. akibat
perbuatannya, pelaku yang masih di bawah umur ini dijerat menggunakan Pasal 80 ayat 3
Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan Anak, dan KUHP Pasal 340, 338,
serta 351.

Masalah ini membawa kepada penjelasan bahwa warga khususnya harus lebih paham
tentang bullying. Mengapa bullying kerap terjadi pada remaja, apa dampak bagi pembully, para
korban, serta saksi atau hukuman, bagaimana bentuk-bentuk bullying yang kerap terjadi, serta
bagaimana cara mencegah dan memberhentikan tindakan bullying.

Isi

1. Dampak Bullying
Dampak bullying tidak hanya pada korban, tetapi juga pada pelaku dan korban bullying.
Penelitian oleh Skrzypiec et al. (2012) menunjukkan bahwa korban, pelaku dan korban bullying
semuanya merasakan dampak negatif dari perilaku bullying. Penelitian ini menggunakan
Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan. Korban, pelaku, dan korban pelecehan memiliki masalah
kesehatan mental .

Seperti disebutkan sebelumnya, pengganggu memiliki intensitas empatik minimal dalam


fenomena interaksi sosial. melaporkan bahwa mereka mengalami kelainan, hiperaktif, dan
masalah perilaku prososial ketika terlibat dalam interaksi sosial. Empati dan perilaku abnormal,
perilaku hiperaktif dan perilaku ramah sangat erat kaitannya dengan respon agresor terhadap
partisipasi dalam lingkungan sosial. Berbeda dengan korban pelecehan, tingkat masalah
kesehatan mental mereka lebih tinggi daripada pelaku dan korban pelecehan. Ini adalah individu
yang terlibat dalam pelecehan, tetapi mereka juga menjadi korban pelecehan. Mereka menderita
masalah sosial, hiperaktif dan perilaku. Untuk korban pelecehan, studi oleh Skrzypiec et al.
(2012) menjelaskan bahwa mereka peringkat antara pelaku dan korban bullying. Mereka
memiliki masalah kesehatan mental, terutama gejala emosional.

Sering diamati bahwa mereka sering terisolasi secara sosial, tidak memiliki teman atau
teman dekat, tidak memiliki hubungan yang baik dengan orang tua, korban bullying juga
mengalami kekerasan fisik, hingga perilaku kasar. Tindakan kekerasan fisik dan verbal yang
mereka alami seringkali merupakan faktor perusak jangka pendek dan jangka panjang. Trauma
mempengaruhi adaptasi terhadap lingkungan, dalam hal ini lingkungan sekolah. Bahkan, studi
oleh Cornell et al. (2013) menemukan bahwa bullying adalah prediktor prestasi siswa sekolah
menengah dan putus sekolah (SMA).

Perilaku ilegal oleh pelaku intimidasi seperti berbohong, sering tawuran, perampokan
rumah, bisnis atau hal-hal lain yang berhubungan dengan properti, mabuk-mabukan, penggunaan
narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, dan aktivitas seksual di luar nikah. Korban putus
sekolah dan tidak kembali bersekolah merupakan indikator status sosial ekonomi. Selain itu,
masalah pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja dan meninggalkan pekerjaan tanpa
kesediaan finansial dinilai (Angold et al., 2012). Akibatnya, masalah keuangan lainnya muncul,
seperti ketidakmampuan membayar utang dan pengelolaan keuangan yang buruk. Adapun
hubungan sosial, berfokus pada perilaku kekerasan dalam hubungan sosial, termasuk: hubungan
romantis, hubungan buruk dengan orang tua, teman dan orang kepercayaan, dan masalah
emosional, Anda dan menjaga teman.

2. Tradisi Bullying
Beberapa sumber berpendapat bahwa definisi tradisional bullying sering tumpang tindih
dengan definisi bullying. Jadi, bullying tradisional berarti perilaku agresif yang dilakukan
berulang-ulang terhadap korban yang tidak berdaya. Perbedaan antara bullying tradisional dan
cyberbullying adalah bahwa penggunaan media elektronik dalam interaksi dan komunikasi
sosial menggambarkan perilaku bullying pada tiga poin, yaitu: fisik, verbal dan hubungan.
Bullying fisik adalah tindakan agresi individu yang melibatkan anggota tubuh fisik, seperti
memukul dan menendang korban, sedangkan bullying verbal adalah kekerasan yang dilakukan
secara verbal (baik lisan maupun tertulis), seperti: ejekan, keluhan, dan ancaman nama. ketika
pelaku tidak langsung menghadapkan korban dengan berusaha mengisolasi korban dari aspek
sosial dan memisahkan korban dari kelompok sosial. menyangkal dan mempermalukan korban,
dan memanipulasi persahabatan.

Dua jenis bullying yang termasuk dalam traditional bullying, yaitu: sexual bullying dan
one-sided bullying. Bullying seksual adalah bullying verbal atau fisik yang mengacu pada
seksualitas atau identitas gender seseorang. Penindasan seksual termasuk mengejek seseorang
sebagai homoseksual, mengejek bagian sensitif wanita, menggunakan istilah seksual (misalnya
gadis yang tidur semalaman) untuk mendiskreditkan seorang anak, menyebarkan desas-desus
tentang kehidupan seks korban dan memaksa seseorang untuk melakukan tindakan seksual
(misalnya, menyarankan seks).

Bullying seksual tidak hanya terjadi pada wanita tetapi juga pada pria. Selain itu, jenis
bullying ini terjadi tidak hanya dalam gender, tetapi juga dalam insiden seksual antar gender.
Jika merujuk pada jenis bullying yang terakhir adalah biased bullying, di mana korban diserang
karena ia adalah bagian atau anggota kelompok yang terpinggirkan daripada kepribadian yang
dilihat oleh korban. Dalam hal ini, korban dan individu yang sering dirawat karena bullying
seringkali berteman. Dipukul atau dipermalukan karena Anda berteman dengan individu yang
terus-menerus diganggu.

3. CyberBullying

Para peneliti di seluruh dunia berjuang untuk mencapai konsensus tentang bagaimana
mendefinisikan cyberbullying, namun dapat disimpulkan bahwa cyberbullying adalah perilaku
bullying yang terjadi di media publik dengan teknologi yang berbeda. Ini secara khusus
mendefinisikan cyberbullying sebagai "tindakan menindas orang lain yang dilakukan melalui
email, pesan teks, di ruang obrolan, di situs web, atau melalui pesan digital atau visual yang
dikirim ke ponsel. ponsel". Cyberbullying didefinisikan sebagai “tindakan agresi yang disengaja,
yang dilakukan oleh kelompok atau individu, menggunakan sarana elektronik, berulang kali dan
kadang-kadang terhadap korban yang mudah tidak berdaya”.
Salah satu alasan mengapa cyberbullying sulit untuk diidentifikasi adalah karena datang
dalam berbagai bentuk dan media yang berbeda (misalnya game online, situs jejaring sosial,
pesan, situs web). Selain itu, tempat-tempat di mana cyberbullying paling mungkin terjadi sering
kali mencerminkan bentuk teknologi paling umum dalam mode pada waktu tertentu untuk
kelompok usia tertentu. Terlepas dari bentuk dan lokasinya, cyberbullying pada dasarnya sama
dengan bullying tradisional, yaitu tindakan agresif yang bertujuan untuk menyakiti orang lain.

4. Prevensi dan Intervensi terhadap Fenomena Bullying di Sekolah

Banyak orang tua yang tidak memahami fenomena bullying tradisional dan
cyberbullying serta tidak menyadari akibat dari kedua perilaku tersebut. Selain itu, banyak
pendidik di sekolah enggan membahas bullying di sekolahnya, yang membuat siswa yang
mengalami perilaku tersebut semakin tidak berdaya dan siswa menjadi pelaku kekerasan
emosional. Jadi langkah pertama untuk mengatasi intimidasi tradisional dan online di sekolah
adalah menyadari dan menyadari bahwa masalahnya ada.

Setelah masalah ini dikenali dan disadari, sekolah dapat mulai menerapkan program
pencegahan dini untuk mengurangi tingkat perundungan tradisional dan cyber, dan kemudian
mengembangkan intervensi untuk menghadapi situasi yang muncul. Mengembangkan program
intervensi dan pencegahan yang efektif untuk mengurangi perilaku bullying memerlukan
pendekatan holistik yang mencakup seluruh sistem, termasuk orang tua, teman sebaya, pendidik,
konselor sekolah, administrator sekolah, dan guru. Tempat yang baik untuk memulai diskusi
tentang intimidasi dan kesehatan digital adalah ruang kelas. Program pencegahan dan intervensi
bullying yang paling efektif bukanlah program yang berhasil mengundang pembicara yang
berpengetahuan luas ke pertemuan siswa tentang bullying.

Jenis desain ini sering digunakan di sekolah, tetapi tidak secara efektif menarik perhatian
dan fokus di semua tingkatan kelas. Sementara informasi yang diberikan oleh pembicara sangat
membantu, program yang paling efektif adalah yang mendedikasikan waktu kelas untuk diskusi
dan kegiatan tentang bullying. Orang tua sering diabaikan dan dikecualikan dari program
pencegahan bullying jenis ini, mereka harus terlibat secara aktif.

Karena sejumlah besar cyberbullying terjadi di luar sekolah (yang selalu mempengaruhi siswa
selama hari sekolah), orang tua memerlukan pelatihan untuk mengenali bullying online dan
membicarakannya dengan anak-anak mereka. Orang tua juga harus didorong untuk terlibat
dalam pengembangan program dan kebijakan terkait pencegahan bullying. Siswa yang melihat
orang tua mereka secara aktif terlibat dalam upaya anti-intimidasi di sekolah mereka lebih
mungkin untuk menjangkau orang tua mereka sebagai titik kontak pertama dalam peristiwa yang
terjadi dalam intimidasi langsung itu sendiri.
Kesimpulan

Bullying adalah istilah yang sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Bullying
merupakan tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang
baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak
berdaya. Seorang anak atau remaja yang menjadi korban bullying lebih rentan mengalami
berbagai masalah kesehatan, baik secara mental maupun fisik. Adapun masalah yang lebih
mungkin diderita remaja yang menjadi korban bullying, seperti munculnya berbagai masalah
mental seperti depresi, gelisah dan masalah tidur yang mungkin akan terbawa hingga beranjak
dewasa. keluhan kesehatan, seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, rasa tidak aman
saat berada di lingkungan sekolah, dan penurunan semangat belajar dan prestasi di sekolah.

Seorang remaja yang masih duduk di bangku sekolah nekat menembakkan pistol ke
dadanya hingga meninggal karena ia merasa dibully di dunia maya. Pada perkara tertentu anak
atau remaja korban bullying berubah menjadi pribadi yang kasar terhadap orang tua dan
temannya. Seperti yang dialami seorang remaja 15 tahun di Denpasar, Bali, yang tega
membunuh temannya sendiri karena dendamnya kepada korban. Pelaku mengaku sering dibully
korban sejak duduk dibangku kelas 1 SMP.

Dampak bullying tidak hanya pada korban, tetapi juga pada pelaku dan korban bullying.
menunjukkan bahwa korban, pelaku dan korban bullying semuanya merasakan dampak negatif
dari perilaku bullying. Korban, pelaku, dan korban pelecehan memiliki masalah kesehatan
mental . Berbeda dengan korban pelecehan, tingkat masalah kesehatan mental mereka lebih
tinggi daripada pelaku dan korban pelecehan.

Ini adalah individu yang terlibat dalam pelecehan, tetapi mereka juga menjadi korban
pelecehan. Untuk korban pelecehan, studi oleh Skrzypiec et al. menjelaskan bahwa mereka
peringkat antara pelaku dan korban bullying. Sering diamati bahwa mereka sering terisolasi
secara sosial, tidak memiliki teman atau teman dekat, tidak memiliki hubungan yang baik dengan
orang tua, korban bullying juga mengalami kekerasan fisik, hingga perilaku kasar.Korban putus
sekolah dan tidak kembali bersekolah merupakan indikator status sosial ekonomi.

Beberapa sumber berpendapat bahwa definisi tradisional bullying sering tumpang tindih
dengan definisi bullying. Jadi, bullying tradisional berarti perilaku agresif yang dilakukan
berulang-ulang terhadap korban yang tidak berdaya. Dua jenis bullying yang termasuk dalam
traditional bullying, yaitu: sexual bullying dan one-sided bullying. Selain itu, jenis bullying ini
terjadi tidak hanya dalam gender, tetapi juga dalam insiden seksual antar gender.
Para peneliti di seluruh dunia berjuang untuk mencapai konsensus tentang bagaimana
mendefinisikan cyberbullying, namun dapat disimpulkan bahwa cyberbullying adalah perilaku
bullying yang terjadi di media publik dengan teknologi yang berbeda. Cyberbullying
didefinisikan sebagai «tindakan agresi yang disengaja, yang dilakukan oleh kelompok atau
individu, menggunakan sarana elektronik, berulang kali dan kadang-kadang terhadap korban
yang mudah tidak berdaya. Selain itu, tempat-tempat di mana cyberbullying paling mungkin
terjadi sering kali mencerminkan bentuk teknologi paling umum dalam mode pada waktu
tertentu untuk kelompok usia tertentu.

Banyak orang tua yang masih awam mengenai bullying dan cyberbullying yang terjadi
kerap pada banyak remaja serta tidak menyadari akibat dari kedua perilaku tersebut.
Mengembangkan program intervensi dan pencegahan yang efektif untuk mengurangi perilaku
bullying memerlukan pendekatan holistik yang mencakup seluruh sistem, termasuk orang tua,
teman sebaya, pendidik, konselor sekolah, administrator sekolah, dan guru. Sementara informasi
yang diberikan oleh pembicara sangat membantu, program yang paling efektif adalah yang
mendedikasikan waktu kelas untuk diskusi dan kegiatan tentang bullying. Orang tua sering
diabaikan dan dikecualikan dari program pencegahan bullying jenis ini, mereka harus terlibat
secara aktif.

Daftar Pustaka

Darmayanti, K. K. H., Kurniawati, F., & Situmorang, D. D. B. (2019). Bullying di sekolah:


Pengertian, dampak, pembagian dan cara menanggulanginya. PEDAGOGIA, 17(1), 55-66.

Zakiyah, E. Z., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Faktor yang mempengaruhi remaja dalam
melakukan bullying. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 4(2).

Anda mungkin juga menyukai