G30S Pki Naskah
G30S Pki Naskah
Dn. Aidit : Kawan Syam, sekarang kita telah memasuki tahap yang menentukan, kontak semua perwira berpikiran maju
yang mendukung kita. Segera menyusun kekuatan, kumpulkan semua anggota biro khusus,baik yang di pusat maupun
daerah.
Syam : Saya optimis, saya yakin. Segala sesuatu di muka bumi ini mendukung kita. Perwira perwira yang saya didik juga
memiliki optimis yang sama. Pemuda pemuda kita sedang berlatih keras di lubang buaya. Tapi saya ragu, apakah benar ajal
Bung Karno semakin dekat? Seperti yang dikatakan tim dokter?
Syam : Kawan ketua Aidit berpesan, agar gerakan yang kita lancarkan bergerak terbatas dan akan berupa gerakan militer.
Dua sasaran utama gerakan adalah pada jendral. Ketiga, gerakan ini harus menguasai instalasi vital, seperti Telkom, RRI
dan lain sebagainya. Untuk pemimpin gerakan kita sepakat mengajukan tiga nama calon perwira berpikiran maju, yaitu
Letnan Kolonel Untung, Kolonel Latief dan Major Suryono.
Narator : Pada tanggal 21, 23, 26, dan 27 September PKI melakukan pertemuan, mereka melakukan beberapa
pembahasan mengenai susunan rencana Syam antara lain, para jendral yang menjadi sasaran adalah Letjen
Achmad Yani, Mayjen M.T Haryono, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen S. Parman, Brigjen Sutoyo,Brigjen D.I Pandjaitan
dan Jenderal A.H Nasution.
Operasi akan dibagi menjadi 3 komando, komando penculikan dan penyergapan dinamakan pasukan Pasopati
yang dipimpin oleh Letnan 1 Dul Arief yang tugasnya mengambil jendral hidup atau mati. Komando penguasaan
kota diberi nama pasukan Bima Sakti yang dipimpin Kapten Suradi. Sedangkan komando Kopasus akan dipimpin
oleh Mayor Udara Gatot Sukrisno dan pasukan ini dinamakan pasukan Gatokoco.
Pada tanggal 30 September 1965, di markas PKI yang terletak di daerah dekat lubang buaya, para
pasukanPKI bersiap-siap untuk melancarkan aksinya, penculikan 7 jendral dimulai pada pukul 4 dini hari.
Scene 2
Lettu Dul Arief : Pasukan dengan sasaran Jendral A.H Nasution dipimpin oleh Raja Pedut.
Lettu Dul Arief : Pasukan yang menculik Jendral Soeprapto dipimpin oleh Sulaiman.
Sulaiman : Siap!!
Lettu Dul Arief :Untuk sasaran Jendral Haryono dipimpin oleh Serjan Bungkus.
Lettu Dul Arief: Untuk sasaran Jendral S. Parman dipimpin oleh Serjan Satar.
Satar : Siap!!
Lettu Dul Arief : Untuk sasaran Brigjen Pandjaitan dipimpin oleh Serjan Sukardjo.
Lettu Dul Arief: Pasukan yang harus menculik Brigjen Sutoyo dipimpin oleh Soerono.
Soerono : Siap!!
Narator : Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari pasukan penculikan 7 Jenderal dilakukan secara serentakdengan
membagi 7 Pasukan yang dikerahkan ke kediaman ketujuh para Jenderal, mereka harus membawapara Jenderal
ke markas PKI di lubang buaya dalam hidup atau mati.
Scene 3
Tendean yang mengakui diri sebagai Nasution dibawa ke markas besar PKI
Scene 4
Cakra birawa : Coba bangunin bapak sekarang, ada tamuCakra birawa : Mbok, silakan ke belakang saja
Ahmad Yani : Yang penting mencuci muka dan berpakaianCakra birawa : Sebaiknya tidak usah berpakaian jendral Ahmad
Ahmad Yani meninggal di kediamannya, Jenazah diseret ke mobil PKI untuk dibawa ke markas besar PKI di
lubang buaya.
Scene 5
Cakra birawa : Maaf jendral, tidak ada penjelasan. Waktu terbatas jendral!
Sutoyo pun dibawa ke markas besar PKI di lubang Buaya dalam keadaan hidup.
Scene 6
Cakra birawa : Keadaan negara genting pak, Presiden meminta agar bapak menghadap sekarang juga.
S. Parman : Baik. .
Istri S.Parman : Kok aneh, Mas? NRP mereka cuma 4 angka.S.Parman :Begitu memang NRP Cakra.
S.Parman : Bu, coba telepon bapak Yani (Cakra birawa banting HP)
S.Parman : loh? Kok HP saya dibanting?! Kalau begitu pasti saya sedang di fitnah
Scene 7
Cakra birawa : Permisi jendral! Bapak Presiden meminta bapak untuk menghadap sekarang juga!
Cakra birawa : kami kira tidak pak, situasi gawat jendral. Pak presiden menunggu di istana
Suprapto dibawa oleh pasukan Pasupati ke lubang Buaya dalam keadan hidup.
Scene 8
Cakra birawa : Bapak diminta untuk menghadap Presiden Istri Haryono : Tunggu sebentar, bapak masih tidur
Cakra birawa : Tidak bisa bu, keadaan sedang genting, kami harus membawa bapak sekarang
Haryono mati tertembak Jenazahnya dibawa ke lubang Buaya oleh pasukan Pasupati.
Scene 9
Cakra birawa : segera turun jendral! Atau saya ledakkan rumah ini segera!
( Jendral Panjaitan keluar dari dalam kamar )
[Panjaitan dibawa keluar menuju mobil yang membawa Panjaitan menuju lubang buaya, tapi sebelum itu Panjaitan meminta
berdoa terlebih dahulu]
Cakra birawa : Ayo cepat jendral! Kita tidak punya banyak waktu! [Cakrabirawa menembak jendral Panjaitan]
[Jendral Panjaitan tewas di depan rumahnya, beliau menyempatkan berdoa terlebih dahulu, namun PKI marah karena
Panjaitan Mengulur-ngulur waktu, mereka pun menembak Panjaitan hingga mati Jenazahnya dibawa ke lubang buaya.]
Narator : Ketujuh Jenderal dibawa ke lubang buaya 4 orang dalam keadaan hidup dan 3 orang dalam keadaanmati,
mereka yang hidup disuruh menandatangani sebuah pernyataan tentang dewan Jenderal
Scene 10
Scene 11
Scene 12
PKI 2 : Ini ada surat tentang pernyataan dewan jendral!! Ayo akui, dewan jendral itu ada!
( Pierre Tendean yang menyamar sebagai Nasution dilukai oleh silet pada bagian wajahnya)
Narator : Para jendral yang masih hidup disiksa habis-habisan sambil ditanya dimana Nasution dan
dipaksa membuat surat pernyataan tetapi para jendral tersebut tetap tutup mulut dan tidak mau
melaksanakan perintah-perintah mereka.
Scene 14
Narator : Setelah disiksa hingga mati para jendral pun diseret dan dimasukkan dalam satu lubang dengan
kedalaman 12 meter dan diameter 75 centimeter, kemudian dari atas mereka ditembaki, PKI menutup lubang
dengan pohon pisang sebagai penyamaran.
Narator : Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI AD, PKI mampu menguasai dua sarana Komunikasi vital,yaitu
studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi di Jalan Merdeka Selatan.
Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada perwira tinggi
anggota " Dewan Jendral" yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan pula
terbentuknya"Dewan Revolusi" yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Soekarno dan Sekretaris Jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan dewan
revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk
mencari perlindungan.
Beberapa bulan setelah peristiwa ini, seluruh anggota dan pendukung PKI, orang-orang yang diduga anggota dan
simpatisan PKI, seluruh Partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja serta petani Indonesia yang
lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi.
Pada akhir 1965, antara lima ratus ribu sampai dengan satu juta anggota dan pendukung-pendukung PKI telah
menjadi korban. pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya
perlawanan sama sekali.
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September(G30SPKI) Hari
berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai hari Kesaktian Pancasila.