Anda di halaman 1dari 2

Hatiku gelisah, hatiku gundah.

Bingung campur aduk bersama amarah dan


kekecewaan. Tetapi aku tak pernah tau aku marah dan kecewa terhadap siapa dan apa.
Setelah melihat wajahmu yang begitu menawan itu, hatiku luluh bergejolak tak tentu arah.
Aku selalu ingin menggapaimu tapi aku merasa tak pernah bisa sampai. Aku selalu ingin
menarik perhatianmu tapi kailku tak cukup kuat untuk menarik jiwamu yang mungkin lebih
besar dari yang pernah aku bayangkan. Aku hanya bisa meratapi diriku yang hadir di depan
layar ini untuk menulis sebuah kata-kata kosong yang barang kali ku isi untuk menenangkan
jiwa.

Sungguh naif. Kau memuja kekosongan. Sekarang aku mulai sadar siapa dan apa
yang aku benci. Aku membenci dirimu! Ya kau! Kau yang berada di depan layar ini, yang
menulis kata-kata kosong hanya untuk menenangkan jiwamu. Membuatmu seakan lebih
baik dari yang lain padahal kosong ya tetap kosong. Nihil ya tetap nihil. Aku begitu
membencimu karena kau tak pernah mempedulikanku, jiwamu yang bersemayan di dalam
kau. Kau hanya mempedulikan identitas dan kenikmatanmu semata yang semu. Sungguh
naif. Pantas saja tak ada yang nyaman di sampingmu. sedangkan aku yang selalu ada di
dalam dirimu saja tak kau pedulikan. Asal kau tahu saja, aku marah bukan karena aku
membencimu, aku marah bukan karena aku ingin memusuhimu. Aku marah karena aku
ingin kau menjadi manusia normal, manusia peka dan manusia yang sadar. Aku tak ingin kau
dikuasai oleh hal-hal yang tidak seharusnya menguasaimu. Aku tak ingin kau dirundung
pikiran yang terus mengkhawatirkanmu. Kau lebih besar dari pada itu, kau sang pemegang
tongkat kuasa dan kau yang seharusnya mengatasi mereka bukan sebaliknya. Benahilah
dirimu terlebih dahulu baru kau pergi keluar, karena tanpa kau ketahui kebusukan-
kebusukan yang kau bawa akan segera menular ke orang di sekitarmu jika kau tak berhati-
hati. Sekali-kali lihatlah kedalam. Tengoklah aku yang masih ada di dalammu. Mengadulah
kepadaku karena aku adalah kawanmu. Kawanmu yang sangat mengasihimu. Aku tak peduli
seburuk apapun dirimu, aku tak akan lari darimu. Aku tak akan pernah meninggalkanmu
semata-mata karena cinta. Cinta yang begitu kuat untuk menemanimu sampai suatu saat
dirimu harus lepas darimu. Dan aku tak mau meninggalkanmu dengan penuh penyesalan .
aku tak mau karena itu akan menjadi beban yang begitu berat bagimu. Aku tak mau seribu
persen tak mau kau menderita karena penyesalan.

Gejolak di dalam diriku begitu menggebu tanpa bisa kutahan. Sebuah kata mungkin
tak sanggup mendefinisikan kemarahan jiwa ini. Aku kembali teringat kepada sang Hawa. Ya
dia yang begitu menawan di dalam anganku. Yang selalu terbang dengan sayap-sayap
khayalan yang menyejukan pikiran dan mencuci endapan penat tebal yang menumpuk
dalam jiwaku. Mungkin aku keliru terlah banyak berharap tentangmu. Namunku sadar
banyak berharap mungkin juga harus siap untuk mendapat banyak kecewa. Akhir kata
mungkin aku hanya bisa merelakanmu terbang tinggi menggapai impianmu. Aku tak akan
lagi memenjarakan dirimu dalam khayalku dan menghujanimu dengan beribu gombalan
palsu dan lawakan-lawakan cupu yang mungkin hanya akan memperkeruh pikiranmu. Aku
akan membiarkanmu bebas mengarungi dunia dan bersahabat dengannya. Aku hanya bisa
mendoakan semoga ia bersedia memperkenalkanmu kepada sejuta mimpi yang bisa ia
tawarkan dihadapanmu. Aku merlakanmu untuk mengejar semua mimpimu, bersahabat
dengan dunia, mengarungi samudra kehidupan dengan mengikuti bintang impianmu. Aku
akan membiarkanmu berlayar sesuka hatimu mencicipi segala macam bentuk kehidupan
yang bisa ditawarkan dunia. Namun satu yang harus kau ingat, jika suatu saat kita bertemu
lagi di persimpangan, mungkin itu sudah menjadi takdir bintang-bintang kita yang tak
sengaja bercumbu dipersimpangan. Aku berhadap semoga kau bahagia dalam dekapan
hangat dunia bersama segala mimpi-mimpi yang satu persatu tanggal dan berubah menjadi
sebuah pencapaian. Selamat malam manisku. Selamat merayakan kebebasanmu hari ini.

Rumah , 6 Januari 2018

Ir. Sontoloyo

Anda mungkin juga menyukai