Alfajhar Nurvahyz - Aku Ingin Memetik Bunga Di Pohon Itu
Alfajhar Nurvahyz - Aku Ingin Memetik Bunga Di Pohon Itu
Aku ingin mengambil bunga yang cantik di atas pohon itu.. Segala upaya akan
kulakukan..
Pohon itu sangat tinggi, aku takut untuk menaikinya dan terjatuh...
Saat itu, aku melihat orang-orang di internet, melihat mereka yang sudah
memulai dan memiliki usaha kecil dalam mencapai tujuan. Dan akhirnya usaha kecil
itu membawa hasil yang besar. Dan saat itu juga, muncul motivasi di alam bawah
sadarku, aku pun langsung memulai jalan untuk tujuanku. Aku tersadar, bahwa akan
sia-sia jika menunda-nunda apa yang ingin dilakukan sekarang, itu hanya akan
membuat kita semakin menjadi malas. Akan kulakukan hal-hal kecil terlebih dahulu,
mencoba dengan pelan-pelan dan hati-hati. Aku mencoba memulai dengan hal kecil,
yaitu dengan bakat. Aku belum mengetahui dan mengerti dengan bakatku, kini aku
ingin mencarinya.
Aku melihat sekeliling dan aku melihat tangga, agar lebih mudah, aku mengambil
tangga untuk naik ke pohon itu.
Beribu kali aku berusaha mencarinya, ternyata usaha itu sia-sia. Saat itu aku
berpikir, kalau bakat itu tidak dicari. Setiap pribadi masing-masing pasti memiliki
misteri, setiap pribadi pasti akan terselip bakat di dalamnya. Bakat itu tidak dicari,
bakat itu murni dan dilatih dari diri sendiri. Akhirnya, aku tahu bakatku, yang selama
ini aku lakukan, bakat murniku, menulis dan menggambar. Akhirnya kukembangkan
bakat itu, mengembangkannya dengan mengikuti program bakat minat. Melihat dan
mengikuti acara-acara yang ada di internet, mengembangkan kekuatan murni ini,
agar aku bisa mencapai titik kemenangan.
Tangga itu ku letakkan, kemudian aku menaikinya. Aku agak ragu, tetapi
bunga yang memanjakan mata itu sangat ingin ku ambil. Karena kecantikannya itu,
rasa kecemasan juga keraguan hilang dari diriku.
Setiap hari, setiap malam, bakat yang menjadi kekuatan ku itu terus kulatih
dengan keras. Diibaratkan dengan membawa kekuatan itu untuk menghadapi para
lawan di berbagai arena, dan di setiap perlawanan, setiap keringat yang keluar,
usaha itu membuahkan hasil. Alhasil, aku sering memenangkan lomba-lomba dan
mendapat penghargaan. Tapi, ini masih di awal, belum di pertengahan juga di akhir.
Aku masih mengembangkannya, karena aku tidak tahu dengan kedepannya nanti.
Aku sangat sombong waktu itu, padahal ini baru pertama kalinya aku memenangkan
lomba.
Aku sudah diujung tangga, tetapi bunga itu masih diatas. Aku harus
memanjatnya lagi. Saat menaiki tangga, aku mendapati banyak buah-buah dan
bunga-bunga juga di dahan yang lain, tetapi masih belum secantik bunga diatas ku
itu. Aku memakan buah-buah dengan berlebihan hingga kenyang.
Satu, dua hingga enam penghargaan telah kudapatkan, dari hal ini, diriku
dirasuki oleh sifat sombong. Kesombongan ini membuat diriku buta dan
membelokkan jalan ku. Saat itu, diriku seperti merasa puas, padahal ini masih awal.
Terlalu fokus dengan kepuasan hati itu, membuat diriku tidak fokus dengan melatih
dan mengembangkan bakat. Dalam waktu beberapa minggu, aku sering kalah
dalam lomba, dan itu membuat diriku menjadi lemah dan menyerah.
Di ujung tangga, aku terpeleset dan hampir jatuh, lalu aku memegang dahan
di atas ku. Tangga itu kemudian terjatuh ke bawah. Aku sudah mengambil
bunganya, tetapi aku tidak bisa turun ke bawah…
Aku kebingungan, menyerah, selalu kalah dan kalah lagi. Kemudian orang
yang kemarin datang lagi dan memintaku solusi lagi. Tetapi, karena melihat diriku
yang lelah ini, ia sedih. Akhirnya ia membagikan solusi pertamanya yaitu kerjakan
bersama-sama, berjuang bersama-sama. Kemudian, aku bersetuju, kami mengikuti
lomba bersama-sama, kami saling menyemangati dan membantu, memberikan
solusi dan kemudian posisi kami perlahan semakin meningkat. Kami menjadi sering
menjuarai lomba-lomba, berbagai acara telah kami ikuti. Aku menjadi lebih baik dari
yang kemarin. Aku berterima kasih kepadanya, ia juga berterima kasih kepadaku.
Mensyukuri apa yang kumiliki sekarang itu lebih baik, berusaha menjadi lebih baik,
perlahan-lahan, hal kecil akan menghasilkan harapan besar.