Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS
Nama : Ny. Ida Farieti
Usia : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : KMP Pertukangan RT/RW 07/05, Kelurahan Rawa Terate,
Kecamatan Cakung, Jakarta Timur
Status : Menikah
No.RM
: 912500

2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di poli mata RSUD
Budhi Asih tanggal 22 Februari 2016 pada pukul 11.00 WIB.

a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan kedua mata terasa sakit sejak 3 hari yang lalu.
b. Keluhan Tambahan
Pasien merasa silau saat melihat cahaya, selain itu pasien mengeluh sakit
kepala, mual dan muntah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kedua mata terasa sakit sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan mata sakit ini dirasakan secara tiba – tiba dan disertai dengan sakit
kepala, mual dan muntah. Pasien juga mengaku merasa silau saat melihat
cahaya sehingga pasien selalu menggunakan kacamata hitam sehari-harinya.
Satu hari SMRS pasien datang ke klinik dan diberikan obat asam mefenamat,
antasida dan ranitidin untuk mengatasi keluhannya, pasien merasakan sakit di

1
mata nya berkurang namun keluhan lain seperti silau, mual serta muntah
masih suka dirasakan oleh pasien.
Pasien mengaku sering mengalami hal serupa sejak tahun 2012, awal mulanya
pasien merasakan sakit yang hebat pada kedua mata nya pada saat sedang
menjemur pakaian, akhirnya pasien datang ke klinik dan dinyatakan menderita
glaukoma, namun keluhan yang dirasakan oleh pasien tidak kunjung membaik
dan akhirnya pada tahun 2015 pasien dirujuk ke RSUD Budhi Asih. Pada saat
dilakukan pemeriksaan di RSUD Budhi Asih pada bulan Mei 2015 memang
didapatkan tekanan intraokular pasien yang tinggi, akhirnya semenjak tersebut
pasien rutin mendapat pengobatan seperti Timol 0,5%, Glaucon dan KSR.
Namun dari keterangan yang didapatkan dari pasien, pasien mengaku sudah
tidak menggunakan obat-obatan tersebut sejak Desember 2015 sampai dengan
sekarang. Keluhan mata merah, berair dan penglihatan buram maupun adanya
gangguan lapang pandang dsangkal oleh pasien.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku memiliki riwayat glaukoma dan menggunakan kacamata
minus, namun riwayat sakit mata merah, diabetes melitus, hipertensi, dan
maag disangkal oleh pasien.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dikeluarga tidak ada yang mengalami gejala yang sama.
f. Riwayat Pengobatan
Sebelum sakitnya ini pasien menyangkal pernah menggunakan obat tetes
mata, namun setelah sakit mata nya diperiksakan di RSUD Budhi Asih pada
Mei 2015 pasien rutin menggunakan obat Timol 0,5%, glaukon serta KSR
sampai dengan Desember 2015.

3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

2
Tekanan Darah : 100/80 mmHg

Nadi : 72 x/menit

Suhu : 36,5 0C

Pernafasan : 20 x/menit

Status Oftalmologi

OD OS
AVOD + KM 6/6 Visus AVOS +KM 6/6
(KM: S -1,25) (KM: S -0,50)
Ortoforia Kedudukan Bola Mata Ortoforia

Pergerakan Bola Mata

Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Oedem (-) Oedem (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Palpebra Superior Ektropion (-)
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Distrikiasis (-) Distrikiasis (-)
Blefaritis (-) Blefaritis (-)
Oedem (-) Oedem (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Palpebra Inferior Ektropion (-)
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Distrikiasis (-) Distrikiasis (-)
Blefaritis (-) Blefaritis (-)
Hiperemis (-) Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (-)
Folikel (-) Superior Folikel (-)
Papil (-) Papil (-)

3
Lithiasis (-) Lithiasis (-)
Membran (-) Membran (-)
Injeksi Konjungtiva (-) Injeksi Konjungtiva (-)
Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (+)
Konjungtiva Bulbi
Pterigium (-) Pterigium (-)
Pingekuela (-) Pingekuela (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Konjungtiva Tarsalis
Papil (-) Papil (-)
Inferior
Lithiasis (-) Lithiasis (-)
Membran (-) Membran (-)
Jernih, Presipitat (-), edema (-) Kornea Jernih, Presipitat (-), edema (-)
Dalam, sel (-), flare (-) Dalam, sel (-) flare (-)
Hipopion (-) Hifema (-) COA Hipopion (-) Hifema (-)
Eksudat fibrin (-) Eksudat fibrin (-)
Warna coklat, Nodul (-) Warna coklat, Nodul (-)
Gambaran kripta baik Iris Gambaran kripta baik
Sinekia (-) Sinekia (-)
Isokor, diameter 3 mm/3mm Isokor, diameter 3mm/3mm
Reflek Cahaya Langsung (+) Reflek Cahaya Langsung (+)
Pupil
Reflek Cahaya Reflek Cahaya
Tidak Langsung (+) Tidak Langsung (+)
Jernih Jernih
Lensa
Shadow test (-) Shadow test (-)
Jernih, Snowball (-) Jernih, Snowball (-)
Snowbanking (-) Vitreous Humor Snowbanking (-)
Asteroid hyalosis (-) Asteroid hyalosis (+)
Tidak ditemukan kelainan Funduskopi Tidak ditemukan kelainan
26,8 TIO 22,5

4. RESUME
Pasien datang dengan keluhan kedua mata terasa sakit sejak 3 hari
yang lalu. Keluhan mata sakit ini dirasakan secara tiba – tiba dan disertai

4
dengan sakit kepala, mual dan muntah. Pasien juga mengaku merasa silau saat
melihat cahaya sehingga pasien selalu menggunakan kacamata hitam sehari-
harinya. Satu hari SMRS pasien datang ke klinik dan diberikan obat asam
mefenamat, antasida dan ranitidin untuk mengatasi keluhannya, pasien
merasakan sakit di mata nya berkurang namun keluhan lain seperti silau, mual
serta muntah masih suka dirasakan oleh pasien.Pasien mengaku sering
mengalami hal serupa sejak tahun 2012, awal mulanya pasien merasakan sakit
yang hebat pada kedua mata nya pada saat sedang menjemur pakaian,
akhirnya pasien datang ke klinik dan dinyatakan menderita glaukoma, namun
keluhan yang dirasakan oleh pasien tidak kunjung membaik dan akhirnya pada
tahun 2015 pasien dirujuk ke RSUD Budhi Asih. Pada saat dilakukan
pemeriksaan di RSUD Budhi Asih pada bulan Mei 2015 memang didapatkan
tekanan intraokular pasien yang tinggi, akhirnya semenjak tersebut pasien
rutin mendapat pengobatan seperti Timol 0,5%, Glaucon dan KSR. Keluhan
mata merah, berair dan penglihatan buram serta gangguan lapang pandang
disangkal oleh pasien. Pasien menggunakan kacamata minus, namun riwayat
sakit mata merah, diabetes melitus, hipertensi, dan maag disangkal oleh
pasien. Sebelum sakitnya ini pasien menyangkal pernah menggunakan obat
tetes mata.

Pada pemeriksaan status generalis didapatkan pasien tampak sakit


ringan dengan kesadaran compos mentis, Tekanan Darah: 100/80 mmHg,
Nadi: 72 x/menit, Suhu : 36,5 0C, Pernafasan: 20 x/menit. Dan pada
pemeriksaan status oftalmologis didapatkan AVOD+KM 6/6 (KM: S-1,25)
AVOS+KM 6/6 (KM: S -0.50) dan TIOD 26,8 TIOS 22,5.

5. DIAGNOSIS KERJA
- Hipertensi Okuli ODS
- Miopia ODS
6. PENATALAKSANAAN
Medika mentosa
- C.Timol 0,5% ED 2x ODS
- Glaucon 2x1
- KSR 2x1

5
- Astenof ED 3xODS
Non medika mentosa
- Edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang dialami pasien, menjelaskan
pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi
- Kontrol kembali ke poli mata secara rutin dan mengalami keluhan

7. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

6
BAB II
ANALISA KASUS
Pasien mengeluh kedua bola mata terasa sakit disertai silau, sakit kepala, mual dan
muntah. Lalu dari pemeriksaan oftalmologis didapatkan semua dalam batas normal kecuali
terjadi peningkatan tekanan intraokular yaitu TIOD 26,8 mmHg dan TIOS 22,5 mmHg. Dari
anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis yang didapatkan dapat ditegakkan diagnosis
hipertensi okuli dimana terjadi peningkatan TIO diatas 21 mmHg tanpa adanya kerusakan
pada diskus optikus maupun struuktur anatomi lainnya sehingga pada pemeriksaan tajam
penglihatan dan lapang pandang didapatkan dalam batas normal.
Penatalaksanaan medikamentosa adalah pemberian Timol 0,5% eyedrop 2xODS,
Glaucon 2x1, Ksr 2x1 dan Astenof eyedrop 3xODS. Timol 0,5% berperan sebagai beta
blocker, Glaucon berperan sebagai carbonic anhydrase inhibitor yang keduanya bergunakan
untuk mensupresi produksi aquos humor guna untuk menurunkan tekanan TIO. KSR
digunakan untuk mencegah terjadinya hypokalemia karena efek samping dari Glaucon.
Sedangkan Astenof berguna sebagai vitamin untuk saraf mata. Penatalaksaan non
medikamentosa adalah rutin minum obat dan kontrol ke dokter secara rutin untuk mengontrol
tekanan intraokular.
Prognosis ad vitam ad bonam karena tidak didapatkan kerusakan pada saraf optik
pasien maupun kelainan pada strutkur anatomi mata lainnya, ad fungsionam ad bonam
dikarenakan tidak didapatkan kelainana tajam penglihatan, lapang pandang, dan kelainan
pada fungsi mata yang lainnya, sedangkan ad sanationam dubia ad bonam dikarenakan
apabila pasien tidak menggunakan obat dan kontrol secara rutin dapat berpengaruh pada
tekanan TIO yang dapat menimbulkan keluhan yang dialami pasien seperti mata terasa sakit,
silau, kepala sakit dan mual muntah.

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Istilah hipertensi okuli sering sekali dipergunakan sebagai sbuah istilah umum,
berkenaan dengan suatu keadaan dimana tekanan intraokuli lebih besar dari 21 mmHg. Ada
beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kenaikan intraokuli, misalnya: traumatic hifema,
oedem orbita, retensi postoperative viso-elastic, inflamasi intraokuli, penggunaan
kortikosteroid, blok pupil dan sebab-sebab idiopatik.

Batasan tersering yang dapat diterima untuk tekanan intraokuli pada populasi secara
umum adalah 10-22 mmHg. Ada 3 faktor yang menentukan tekanan intraokuli, yaitu:

1. Rata-rata produksi aquos humor oleh badan siliar

2. Resistensi dari outflow cairan aquos humor melintasi sistem trabecular meshwork-
kanalis schlemm

3. Level dari tekanan vena-vena episklera

Pada kebanyakan kasus peninggian tekanan intraokuli, disebabkan oleh peningkatan


resistensi dari outflow aquos humor.1,5

Pengumpulan data dari studi epidemiologi yang luas menunjukkan bahwa rata-rata
tekanan intraokuli kurang dari 16 mmHg, dengan standar deviasi 3 mmHg. Tekanan
intraokuli diperngaruhi oleh beberapa faktor, termasuk diantaranya:

1. Waktu dalam sehari

2. Denyut jantung

3. Respirasi

8
4. Latihan

5. Intake cairan

6. Pengobatan sistemik

7. Obat-obat topikal

Tekanan intraokuli lebih tinggi pada waktu pasien berbaring daripada pada waktu
berdiri. Tekanan intraokuli biasanya meninggi sesuai dengan umur dan dipengaruhi faktor
genetik: tekanan lebih besar biasanya berhubungan dengan pasien-pasien glaukoma sudut
terbuka primer daripada populasi secara umum.2,5

DEFINISI

Definsi hipertensi intraokuli telah muncul sepanjang akhir abada ke-20. Pertama kali
dipopulerkan pada tahun 1962 oleh Drance, tetapi tidak dicantumkan dalam English
Language Publications, sampai tahun 1966 oleh Perkins dan rekan, dengan definisi yang
sesuai sebagai berikut ini: 3,6,7,8,9,10,12,13

Hipertensi okuli adalah suatu keadaan dimana tampak kriteria sebagai berikut:

1. Tekanan intraokuli lebih besar dari 21 mmHg pada satu atau kedua mata
seperti yang diukur dengan tonometer aplanasi pada 2 atau lebih
kunjungan pemeriksaan.

2. Tidak ada defek glaucomatous pada pemeriksaan lapang pandangan.

3. Penampakan normal pada diskus optikus dan lapisan serabut saraf.

4. Sudut-sudut terbuka pada gonioskopi, tanpa ada riwayat sudut tertutup

5. Tidak adanya penyakit mata lain yang dapat menyebabkan peningkatan


tekanan intraokuli. Beberapa ahli menyebutkan nama-nama lain untuk
hipertensi okuli, termasuk: suspek glaukoma, glaukoma sudut terbuka
tanpa adanya kerusakan dan glaukoma tahap awal.

9
Penggunaan istilah ini tidak penting selama para ahli menyadari bahwa
mereka berhadapan dengan individu-individu yang mana beresiko besar untuk
terkena glaukoma sudut terbuka primer tetapi belum menunjukkan bukti-bukti
yang jelas dari penyakit tersebut.7

Sebab itu, beberapa ahli menyarankan untuk menghapuskan istilah


hipertensi okuli dari literature dan menyarankan untuk menggunakan suspek
glaukoma untuk lebih memperhatikan follow-up jangka panjang.

Estimasi prevalensi dari hipertensi okuli masih bervariasi, beberapa ahli


percaya bahwa kemungkinannya 8 kali lebih tinggi daripada glaukoma sudut
terbuka primer. Membedakan antara diagnosis hipertensi okuli dengan
glaukoma sudut terbuka primer tahap awal seringkali sangat sulit.
Ophtlalmologist harus melihat secara teliti pada tanda-tanda kerusakan awal
pada saraf optic, misalnya: focal notching, cupping yang tidak simetris, splinter
disc haemorhage, terelepasnya lapisan serabut saraf atau defek lapang
pandangan yang tidak kelihatan.3,4

PATOFISIOLOGI

Tekanan intraokuli yang tinggi merupakan masalah pada populasi hipertensi


okuli karena ia merupakan salah satu faktor resiko utama glaukoma. Penyebab
dari peninggian intraokuli secara umum yang dapat diterima adalah
menurunnya fasilitas outflow cairan aquos humor melalui trabecular meshwork.
Terjadinya peningkatan resistensi dari outflow aquos humor disangkakan
dengan berbagai teori, termasuk diantaranya:

1. Obstruksi trabecular meshwork oleh benda-benda asing

2. Hilangnya sel-sel endotel trabekula

3. Mengecilnya densitas dan ukuran pori-pori trabekula pada dinding bagian


dalam endothelium kanalis schlemm

10
4. Hilangnya giant vacuole pada dinding bagian dalam endothelium kanalis
schlemm

5. Hilangnya aktifitas norma fagosit

6. Gangguan dari mekanisme feedback neurologic

Proses lain yang mempunyai peranan dalam resistensi dari outflow aquos
termasuk perubahan metabolism kortikosteroid, tidak berfungsinya control
adrenergic, tidak normalnya proses imunologis dan kerusakan pada meshwork.

Walaupun demikian, TIO merupakan faktor yang bisa dimanipulasi secara


klinis dengan sukses dan penanganan serta penggolongan pasien berdasarkan
TIO, telah menjadi bahan masukan bagi hipertensi okuli dan kapan ia harus
diterapi untuk mencegah kerusakan nervus optikus.

Beberapa studi menunjukan bahwa TIO yang meningkat diatas 21 mmHg,


presentase pasien mendapat kehilangan lapang pandangan meningkat secara
cepat, terutama tekanan lebih besar dari 26-30 mmHg.

Pasien dengan TIO 28 mmHg 15 kali lebih cenderung mendapat gangguan


lapang pandangan disbanding pasien hipertensi okuli dengan TIO 22 mmHg.
Makanya populasi hipertensi okuli tidak boleh dianggap sebagai populasi yang
homogeny.

Sebelum mengklasifikasi pasien sebagai hipertensi okuli, faktor resiko berikut


harus diperhatikan bilamana dalam menggolongkan pasien yang gagal dalam
pengukurannya:

1. Variabilitas dari ukuran tonometry per pemeriksa (biasanya didapati lebih


kurang 10%).

2. Efek ketebalan kornea pada akurasi dari ukuran TIO.

3. Variasi diurnal dari TIO.


11
Dalam waktu 24 jam, individu normal mempunyai TIO bervariasi 2-6
mmHg. Kebanyakan orang mempunyai variasi diurnal TIO mengikuti
pola reproduksi aquos, dengan tekanan maksimum pada pertengahan pagi
dan tekanan minimum pada tengah malam atau waktu subuh.
Kebanyakan variasi tekanan diurnal disebabkan oleh fluktuasi rata-rata
formasi aquos humor.

4. Pembacaan berulang harus diambil dan harus dilihat dengan bukti


korelatif dari lapang pandangan dan pemeriksaan saraf optic sebelum
diagnose atau terapi diberi.9

FREKUENSI

Konsep hipertensi okuli sangat penting karena ditemukan muncul pada 4%


sampai 10% populasi usia diatas 40 tahun. Pada orang tua rata-rata TIO
meninggi, terutama pada wanita. Dan standard deviasinya lebih besar pada
individu-individu yang lebih muda. Ini berarti bahwa TIO normal pada wanita
tua berkisar sampai 24 mmHg dan bukan 21 mmHg.

Meskipun 7-8% populasi berumur di atas 40 tahun mempunyai TIO lebih besar
dari 21 mmHg, hanya 1% individu dengan hipertensi okuli dapat timbul
kehilangan lapang pandangan glaucomatous setiap tahunnya. Resiko kerusakan
meningkat sejalan kenaikan TIO.

Kenaikan TIO pada orang muda memerlukan perhatian karena individu tersebut
mempunyai waktu terpapar kepada TIO tinggi untuk waktu yang lebih lama
dengan kemungkinan lebih untuk timbulnya kerusakan nervus optikus.6,7

RIWAYAT

Anamnesa pertama sangat penting dalam evaluasi hipertensi okuli untuk emndeteksi
glaukoma atau penyakit mata yang lain yang secara sekunder menyebabkan peninggian TIO.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

12
1. Riwayat penyakit mata terdahulu: riwayat sakit mata atau mata merah, halo yang
berwarna warni, sakit kepala, penyakit mata sebelumnya termasuk katarak, uveitis,
diabetic retinopati, oklusi pembuluh darah, riwayat operasi mata sebelumnya
(photocoagulasi atau prosedur refractive), trauma pada mata atau kepala.

2. Riwayat pengobatan terdahulu: tindakan bedah atau penyakit vasculopathic systemic.

3. Riwayat obat-obatan, termasuk obat-obatan antihipertensi (yang mana secara


langsung menyebabkan fluktuasi TIO) atau kortikosteroid topikal.

4. Faktor resiko untuk neuropati optic akibat glaukoma

Faktor resiko yang juga memungkinkan yaitu: penyakit cardivaskular sistemik,


diabetes melitus, migraine, sakit kepala, hipertensi sistemik dan vasospasme.

PEMERIKSAAN FISIK

Yang harus diperhatikan pada waktu pemeriksaan adalah yang seperti berikut ini untuk
menyingkirkan POAG dan penyebab-penyebab sekunder dari glaukoma:

1. Visual acuity: bandingkan visual acuity yang diketahui sebelumnya (jika berkurang,
singkirkan POAG atau penyebab sekunder kehilangan penglihatan, seperti juga
katarak, age-related macular degeneration, ocular surface disorder (misalnya dry eye),
atau efek merugikan yang timbul dari pengobatan topikal ( terutama jika
menggunakan miotik).

2. Pupil: ada/tidaknya defek afferent dari pupil (Marcus Gunn) harus dilihat.

3. Pemeriksaan slit lamp dari segmen anterior:

a. Kornea: liat tanda-tanda mikrositik (ditemukan hanya dengan peninggian TIO


yang tiba-tiba), kertaik presipitat, pigmen di endothelium (Krukenberg
spindle) dan kelainan kongenital.

b. Bilik mata depan: periksa apakah ada sel atau flare, hifema, hipopion, dan
sudut tertutup.

13
c. Iris: defek transiluminasi, atrofi iris, sinekia, rubeosis, ektropion uvea, iris
bombe, perbedaan pewarnaan iris bilateral (misalnya Fuchs heterochromic
iridocyclitis) atau pseudoexfoliation (PXF) mungkin diobservasi.

d. Lensa: periksa apakah ada perkembangan katarak (misalnya:glaukoma


fakomorfik, PXF, glaukoma fakolitik dengan katarak morgagni.

e. Saraf optic/lapisan serabut saraf: pemeriksaan stereoskopik untuk buktikan


tidak adanya kerusakan glaukomatouis termasuk ratio cup to disc pada bidang
horizontal dan vertical, penampakan dari disc, pembesara cup yang progresif,
bukti kerusakan lapisan serabut saraf dengan filter red-free, notvhing atau
penipisan dari disc rim(terutama pada pole superior atau inferior), pallor,
timbul perdarahan (biasanya daerah inferotemporal), tidak simetrisnya disc,
atrofi papillary atau abnormalitas saraf kongenital.

f. Fundus: abnormalitas lain yang biasa dianggap sebagai defer lapang


pandangan nonglaukomatous atau kehilangan penglihatan termasuk disc
drusen, optic pits, penyakit retina, perdarahan vitreus, atau retinopati
proliferative.

Baselien stereo fundus photographs: dapatkan baseline stereo fundus photographs untuk
rujukan/perbandingan masa yang akan datang, kalau tidak tersedia, buat gambaran yang
representative.

TONOMETRI

 TIO bervariasi dari jam ke jam pada setiap individu. Ritme circadian dari TIO
biasanya menyebabkan sebagian besar kenaikan di pagi hari. TIO juga meningkat
pada posisi tidur terlentang.

 Catat pengukuran pada kedua mata, metode yang digunakan (tonometer aplanasi
Goldman merupakan kriteria standard), dan waktu pengukuran.

 Ulangi pembacaan tonometry, jika memungkinkan (missal: apakah hasilnya bisa


dipercaya? Metode apa yang digunakan untuk mendapatkan hasil? Kapan waktu
pemeriksaan? Dimana ia terletak pada kurva tekanan diurnal? Apakah sama
pengukuran kedua mata.

14
 Pada pasien yang gemuk, pertimbangkan kemungkinan valsava movement disebabkan
peninggian TIO ketika diukur dengan tonometer aplanasi Goldman di slit lamp.
Pengukuran harus dnegan Tono-pen, Perkins atau Pneumotonometer dengan pasien
bersandar pada kursi pemeriksaan.

 Ulangi pengukuran sekurangnya 2-3 waktu pemeriksaan sebelum memutuskan


rencana terapi. Ambil pengukuran pada pagi hari dan malam hari untuk mencek
variasi diurnal, jika memungkinkan.9

GONIOSKOPI

Gonioskopi harus dilakukan untuk menyingkirkan sudut tertutup atau penyebab sekunder
peninggian TIO, seperti penyempitan sudut, glaukoma pigmentary dan PXF.9

PEMERIKSAAN LAPANG PANDANGAN

 Lakukan test threshold automatis (misalnya Humprey 24-2) untuk menyingkirkan


adanya defek lapang pandangan glaucomatous. Jika tidak tersedia tes automatis,
perimetri Goldmann dapat juga dilakukan.

 Ingat hal-hal berikut dalam menganalisa lapang pandangan:

I. Hasil pemeriksaan harus diperhitungkan bahwa defek lapang pandangan tidak


kelihatan sampai lebih dari 40% kehilangan lapisan serabut saraf muncul.

II. Catat ukuran pupil pada setiap bagian pemeriksaan, kontriksi pupil dapat
mengurnagi sensitivitas retina dan dapat menyerupai lapang pandangan yang
progresif.

TES-TES YANG LAIN

1. Blue-yellow perimetri mungkin berguna untuk mengindetifikasi awal dari defek


lapang pandangan glaucomatous.

2. Nerve fiber layer photographs

3. Confocal scanning laser ophthalmoscopy

4. Oculer conherence tomofraphy

5. Scanning laser polarimetry

15
Disamping itu tes-tes yang juga harus diperhatikan yaitu:

a. Tonography: yang mana telah digunakan untuk menentukan fasilitas outflow


trabekula.

b. Provokatif test: seperti water-drinking test, digunakan untuk mencoba membedakan


pasien-pasien yang mungkin menjadia glaukoma sudut terbuka.7,9

PENATALAKSANAAN

Tidak ada pernyataan yang jelas mengenai apakah peninggian tekanan intraokuli harus
diobati tanpa adanya tanda-tanda kerusakan awal. Resiko kerusakan meningkat seiring
dengan peninggian tekanan intraokuli. Menurut Ocular Hypertension Study, tidak ada bukti
yang jelas apabila tekanan yang meninggi diturunkan, dapat menghambat atau mencegah
terjadinya glaukoma.

Sebagian besar ahli mata memulai pengobatan jika tekanan intraokuli secara konsisten lebih
tinggi dari 30 mmHg disebabkan oleh resiko tinggi terjadinya kerusakan optic disc.

Tetapi sekarang ini sebagian ahli mengobati semua kasus peninggian tekanan intraokuli yang
lebih tinggi dari 21 mmHg dengan obat-obatan topikal. Namun ada juga beberapa ahli
menyarankan observasi yang ketat tanpa pengobatan karena kebanyakan pasien hipertensi
okuli beresiko rendah terhadap kehilangan penglihatan.

Beberapa ahli menyeleksi dan mengobati individu yang beresiko besar menderita glaukoma.

Meskipun telah disebutkan sebelumnya bhawa kerusakan serabut saraf diatas 40% dapat
timbul sebelum adanya defek lapang pandangan, jangan melakukan terapi hanya berdasarkan
pemeriksaan lapang pandangan saja. Tujuan pengobatan adalah menurunkan tekanan
intraokuli sebelum terjadinya kehilangan penglihatan akibat glaukoma.

Beberapa pertanyaan harus diajukan ketika mempertimbnagkan pengobatan:

1. Apakah kenaikan tekanan tersebut signifikan?

2. Apakah pasien akan kehilangan penglihatan jika tidak diterapi?

3. Apakah pengobatan memperburuk resiko efek yang timbul akibta pengobatan?

16
Untuk alasan tersebut, di bawah ini adalah penuntun penatalaaksanaan menurut resiko
terjadinya kerusakan akibat glaukoma.

1. Faktor-faktor resiko tinggi:

a) Defek alpisan serabut saraf retina

b) Perubahan –perubahan parapapillary

c) TIO>30 mmHg

Apabila mengobati pasien dengan faktor-faktor resiko tinggi, perubahan TIO


sangat penting dan kalau memungkinkan penurunan TIO sampai 20%. Untuk
kelompok ini, obati pasien dan control 1 bulan kemudian untuk melihat apakah
pengobatan efektif dan tidak ada defek yang merugikan. Jika tujuan pengobatan
terpenuhi, follow up setiap 3-4 bulan.

2. Faktor-faktor resiko sedang

a) TIO 24-29 mmHg tanpa defek lapisan serabut saraf

b) Riwayat keluarga dengan glaukoma sudut terbuka primer

c) Myopia tinggi

d) Ratio vertical cup-disc >0,7

Follow up pemeriksaan secara lengkap dalam waktu 2-3 minggu untuk cek ulang
tekanan. Jika TIO masih tetap 3 mmHg diatas batas, teruskan follow up
pemeriksaan setiap 3-4 bulan dengan pemeriksaan lapang pandangan dan evaluasi
saraf optic setidaknya sekali setahun.

3. Faktor-faktor resiko rendah

a) TIO 22-23 mmHg

Lakukan follow up pemeriksaan 2-3 bulan kemudian untuk cek ulang tekanan
pada waktu yang berbeda dalam sehari (misalnya jam 8 pagi, jam 11 pagi, jam 1
siang, jam 4 sore).3,6,7,9,11,12

OBAT-OBATAN

17
Obat

BAB IV

KESIMPULAN

18
DAFTAR PUSTAKA

19

Anda mungkin juga menyukai