Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

KEMATIAN AKIBAT LUKA BAKAR: CASE REPORT

Disusun Oleh :

Dini Pelarudia 1102014076

Rafly Fernanda 1102017184

Hosiana Fajar Wulan Sinambela 4112021224

Ratu Bionika Widyasari 4112021075

Annisa Faradilla 4112021117

Pembimbing :
AKBP dr. Andreas Akmilius Erasmus Lala, Sp.FM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


RS BHAYANGKARA TK. I R. SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 14 AGUSTUS - 16 SEPTEMBER 2023
REFERAT
KEMATIAN AKIBAT LUKA BAKAR

Disusun Oleh :

Dini Pelarudia 1102014076

Rafly Fernanda 1102017184

Hosiana Fajar Wulan Sinambela 4112021224

Ratu Bionika Widyasari 4112021075

Annisa Faradilla 4112021117

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen


Ilmu Kedokteran Forensik RS Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto
Periode 14 Agustus - 16 September 2023

Telah disetujui dan dipresentasikan pada

Jakarta, … 2023
Pembimbing,

AKBP dr. Andreas Akmilius Erasmus Lala, Sp.FM


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah


SWT atas rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Referat
dengan judul “KEMATIAN AKIBAT LUKA BAKAR”. Referat ini merupakan salah
satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Forensik dan
Medikolegal di RS Bhayangkara TK. I R. Said Sukanto.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
dokter bagian Forensik RS. Bhayangkara TK. I R. Said Sukanto atas waktu, ilmu,
dan bimbingan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk memperbaiki kekurangan dalam penulisan makalah ini. Besar
harapan penulis, makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan pihak lain
yang berkepentingan.

Jakarta, 24 Agustus 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar (combustio) merupakan salah satu trauma yang sering terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Luka bakar dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, namun juga
sangat mempengaruhi seluruh sistem tubuh pasien. Angka morbiditas dan mortalitas pada
kasus luka bakar cukup tinggi. Luka bakar juga dapat menyebabkan gangguan psikis,
bahkan berdampak secara ekonomi pada penderita.

Aspek medikolegal menuntut seorang dokter untuk melakukan pemeriksaan


terhadap seseorang yang mengalami luka bakar baik yang masih hidup ataupun yang
telah mati.1,2 Disamping itu, ada banyak kejadian dimana luka bakar terjadi pada korban
kekerasan, dimana diperlukan keahlian khusus untuk membedakan apakah luka bakar
terjadi saat korban masih hidup (antemortem) ataukah saat korban sudah meninggal
(postmortem) untuk menutupi penyebab kematian yang sebenarnya.

Cedera luka bakar terutama pada luka bakar yang dalam dan luas masih
merupakan penyebab utama kematian dan ketidakmampuan jangka panjang. Anak- anak
dan orang tua beresiko untuk mengalami luka bakar yang lebih dalam karena lapisan kulit
dermis mereka lebih tipis. Antara 1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah 5 tahun
mendapat perawatan di gawat darurat di 100 rumah sakit di Amerika.

Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh luka bakar, angka insiden, dan
angka mortalitas akibat trauma jenis ini, maka diperlukan suatu literatur khusus untuk
mengupas sekilas mengenai luka bakar dan konsepnya secara umum. Tinjauan pustaka
ini dibuat untuk membantu mengenalkan para praktisi medis terhadap luka bakar,
efeknya terhadap berbagai sistem organ, klasifikasi derajat luka bakar menurut luas
permukaan, penyebab kematian utama pada luka bakar, serta bagaimana cara
membedakan luka antemortem dan postmortem pada korban melalui pengamatan klinis
yang singkat, jelas, dan mudah dimengerti.

4
5
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : An. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 5 tahun
Hari tanggal Jenazah masuk : 15 Agustus 2023
Tanggal pemeriksaan Luar : 15 Agustus 2023
Waktu Pemeriksaan Luar : 23.20 WIB
Lokasi ditemukan : Rumah Korban di Kec. Pondok Melati
Pengirim : Kepolisian Sektor Pondok Gede

II. RIWAYAT KEJADIAN


Pada hari Selasa tanggal 15 Oktober 2023 pukul 17.45 WIB
ditemukan mayat seorang anak perempuan yang sudah dalam kondisi hangus
dengan posisi telentang di dalam rumah di daerah Pondok Melati, Bekasi.
Menurut keterangan penyidik, rumah korban terbakar saat korban tengah
sendirian di rumahnya. Mayat tersebut kemudian dibawa oleh DAMKAR ke
RS Polri.
III. PEMERIKSAAN LUAR
Dari hasil pemeriksaan luar, ditemukan:
a. Jenazah perempuan, usia lima tahun, warna kulit sudah hangus karena
kondisi jenazah terbakar.
b. Tidak ditemukan rambut kepala karena seluruh kulit kepala hilang
dengan dasar jaringan otak. Alis mata tidak dapat dinilai karena
jenazah hangus terbakar menjadi arang berwarna kehitaman. Bulu
mata tidak dapat dinilai karena jenazah hangus terbakar menjadi arang
berwarna kehitaman.
c. Kedua kelopak mata tertutup. Selaput bening kedua mata tidak dapat
dinilai karena jenazah hangus terbakar. Teleng kedua mata tidak dapat
dinilai karena jenazah hangus terbakar. Warna tirai kedua mata tidak

6
dapat dinilai karena jenazah hangus terbakar. Selaput kedua bola mata
tidak dapat dinilai karena jenazah hangus terbakar. Selaput kedua
kelopak mata tidak dapat dinilai karena jenazah hangus terbakar.
d. Hidung simetris, kesan pesek. Daun telinga kanan tidak ditemukan,
daun telinga kiri hangus terbakar menjadi arang berwarna kehitaman.
Mulut terbuka 25 millimeter. Lidah tidak terjulur maupun tergigit.
e. Gigi geligi berjumlah dua puluh empat buah, dengan deskripsi sebagai
berikut:
i. Pada rahang atas sisi kanan, rahang atas sisi kiri, rahang
bawah sisi kanan, dan rahang bawah sisi kiri, gigi geligi
berjumlah enam buah.
f. Dari lubang hidung, lubang mulut, lubang telinga kiri, tidak keluar
apa-apa.
g. Luka-luka: Jenazah dalam kondisi tidak utuh, hangus terbakar pada
seluruh tubuh.
h. Pada area kepala dan wajah tampak seluruhnya hangus terbakar
menjadi arang, berwarna kehitaman dengan sebagian tulang tengkorak
telah hilang, dengan dasar berupa otak.
i. Pada daerah leher, dada, dan lapang perut tampak seluruh kulit hangus
terbakar, mengarang.
j. Pada area punggung, bokong, dan kemaluan tampak seluruhnya
hangus terbakar menjadi arang, berwarna kehitaman dengan kulit dan
otot tampak menghilang, dengan dasar berupa hati, ginjal, usus,
tulang belakang, tulang usus, tulang ekor, dan kandung kemih.
k. Pada lengan atas kanan tampak hangus terbakar menjadi arang,
berwarna kehitaman, hanya tersisa satu per tiga bagian atas.
l. Pada lengan atas kiri tampak seluruh kulit hangus terbakar,
mengarang.
m. Paha kanan tampak hangus terbakar menjadi arang, berwarna
kehitaman, hanya tersisa satu per tiga bagian atas. Lutut hingga
tungkai bawah kanan tidak ditemukan.

7
n. Seluruh paha kiri tampak hangus terbakar menjadi arang, berwarna
kehitaman. Lutut hingga tungkai bawah kiri tidak ditemukan.
o. Patah tulang: Paha kanan tampak patah pada satu per tiga atas dengan
tepi tulang berwarna kehitaman mengarang.
p. Lain-lain:

Dilakukan pengambilan darah sebanyak tiga mililiter, dilakukan:

i. Pemeriksaan golongan darah dengan hasil golongan darah


“B”.
ii. Pemeriksaan alkali dilusi dengan hasil positif.
iii. Sampel urin tidak berhasil diambil

IV. DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Epidemiologi Luka Bakar

Berdasarkan WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004 diperkirakan


310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia kurang dari 20
tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke-11 pada anak
berusia 1 – 9 tahun. Anak – anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat luka
bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka bakar dapat
menyebabkan kecacatan seumur hidup (WHO, 2008). Di Amerika Serikat, luka
bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari 50.000
pasien di rawat inap (Kumar et al., 2007). Di Indonesia, prevalensi luka bakar
sebesar 0,7%

Klasifikasi derajat luka bakar menurut luas permukaan

Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan luas luka bakar dan derajat
luka bakarnya, dan harus objektif.5 Patokan yang masih dipakai dan diterima luas
adalah mengikuti Rules of Nines dari Wallace. Luka bakar yang terjadi pada daerah

8
muka dan leher jauh lebih berbahaya daripada luka bakar di tungkai bawah, kita
mesti sangat waspada terhadap timbulnya obstruksi jalan napas.7,16

Berdasarkan dalamnya jaringan yang rusak akibat luka bakar tersebut, luka
bakar dapat diklasifikasikan menjadi derajat I, II, III dan IV.7 Pada luka bakar
derajat 1 (superficial burn), kerusakan hanya terjadi di permukaan kulit. Kulit akan
tampak kemerahan, tidak ada bulla, sedikit edema dan nyeri, dan tidak akan
menimbulkan jaringan parut setelah sembuh. Luka bakar derajat 2 (partial thickness
burn) mengenai sebagian dari ketebalan kulit yang melibatkan semua epidermis dan
sebagian dermis. Pada kulit akan ada bulla, sedikit oedem, dan nyeri berat. Pada luka
bakar derajat 3 (full thickness burn), kerusakan terjadi pada semua lapisan kulit dan
ada nekrosis. Lesi tampak putih dan kulit kehilangan sensasi rasa, dan akan
menimbulkan jaringan parut setelah luka sembuh. Luka bakar derajat 4 disebut
charring injury. Pada luka bakar ini kulit tampak hitam seperti arang karena
terbakarnya jaringan. Terjadi kerusakan seluruh kulit dan jaringan subkutan begitu
juga pada tulang akan gosong.

Beratnya luka bakar berdasarkan derajat dan luasnya kulit yang terkena dan
dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu ringan, sedang dan berat.17 Disebut ringan jika
terdapat luka bakar derajat I seluas <15% atau derajat II seluas <2%. Luka bakar
sedang adalah luka bakar derajat I seluas 10-15% atau derajat II seluas 5-10%. Luka
bakar berat merupakan luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III seluas
>10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat kelamin/persendian sekitar ketiak atau
akibat listrik tegangan tinggi (>1000V) atau dengan komplikasi patah
tulang/kerusakan jaringan lunak/gangguan jalan nafas.

Pada pemeriksaan ditemukan luka bakar derajat empat dikarenakan terdapat ___
dengan luas permukaan tubuh seluas seratus persen dari total luas permukaan tubuh
akibat paparan panas atau api.

9
Penyebab kematian utama pada luka bakar

Kematian akibat luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
syok neurogenik, hipovolemik, asfiksia, dan sepsis. Kematian karena luka bakar
dapat dibagi menjadi 2 yaitu kematian cepat dan kematian lambat. Kematian cepat
adalah kematian yang dilihat menurut waktunya dalam beberapa menit sampai
berapa jam dari kecelakaan yang dapat terjadi dari syok neurogenik (nyeri yang
sangat parah), luka akibat panas (menyebabkan terjadinya hipovolemia, shock dan
kegagalan ginjal akut), luka pada pernafasan, dsb.

Kematian lambat terjadi sebagai hasil beberapa kemungkinan komplikasi,


antara lain kehilangan cairan berkelanjutan sehingga terjadi shock yang tertunda atau
gagal ginjal, kegagalan respirasi yang terjadi sebagai akibat dari komplikasi
kerusakan epithelium pernapasan dan acute respiratory distress syndrome (ARDS),
sepsis yang terjadi terutama karena pneumonia, serta kematian karena emboli paru
sebagai akibat imobilisasi yang lama.

Kematian akibat luka bakar pada kebakaran yang hebat yang terjadi pada
gedung-gedung atau rumah-rumah biasanya disebabkan oleh CO poisoning dan
smoke inhalation dibanding dengan luka bakar itu sendiri. CO poisoning merupakan
aspek yang penting dari penyebab kematian pada luka bakar, biasanya korban
menjadi tidak sadar dan meninggal sebelum api membakarnya, ini dapat menjawab
pertanyaan mengapa korban tidak melarikan diri pada waktu terjadi kebakaran.
Sehingga dalam menentukan penyebab dari kematian, maka luas dan derajat luka
bakar serta saturasi darah yang mengandung CO harus dinilai secara hati – hati. CO
dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat menunjukkan

10
bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini hanya
dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru. Pada perokok dapat dijumpai saturasi
CO dalam darah hanya lebih dari 5%, dan ini dapat menunjukan bahwa korban masih
bernafas pada waktu terjadinya kebakaran.

Pada bidang pemeriksaan forensik, uji dilusi alkali sering digunakan untuk
memeriksa ada atau tidaknya kandungan CO dalam darah. CO lebih mudah mengikat
Hb daripada O2. Saat CO berikatan dengan Hb, terbentuklah COHb yang resisten
terhadap alkali sehingga menghambat pembentukan hematin alkali dalam darah.
Reaksi inilah yang menjadi prinsip dasar uji dilusi alkali. Uji dilusi alkali dilakukan
dengan membandingkan darah sampel dengan darah normal (darah kontrol).

Pada korban didapatkan hasil pemeriksaan alkali dilusi positif yang


menandakan jenazah masih bernafas saat terpapar asap. Namun, sebab pasti
kematian jenazah ini tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan
bedah mayat.

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan
kerusakan jaringan. Cedera lain yang termasuk luka bakar adalah sambaran petir,
sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif.
Kerusakan kulit yang terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak.
Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44°C. Suhu 65°C
dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan luka bakar. Kontak kulit
dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1
mm dapat mencapai suhu 47°C, air panas yang mempunyai suhu 60°C yang kontak
dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan partial thickness skin loss dan
diatas 70°C akan menyebabkan full thickness skin loss. Pelebaran kapiler dibawah
kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35°C selama 120 detik, vesikel terjadi
pada suhu 53°C – 57°C selama kontak 30 – 120 detik.2,3

3.2 Etiologi
Sumber dari luka bakar harus ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan
evaluasi dan penanganan. Luka bakar dapat dibedakan atas :
1. Luka bakar karena suhu, seperti api, radiasi matahari, atau panas dari api
itu sendiri, uap panas, cairan panas, dan benda-benda panas, serta terpapar
oleh suhu rendah yang sangat ekstrim. Kedalaman luka bakar karena
suhu berkaitan dengan temperatur cairan, lamanya paparan dengan cairan,
dan viskositas cairan (biasanya ada kontak lama dengan cairan lebih
kental).
2. Luka bakar karena bahan kimia, seperti berbagai macam zat asam, basa,
dan bahan tajam lainnya. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat
kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan
zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah

12
tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri,
pertanian dan militer.
3. Luka bakar karena listrik, baik Alternatif Current (AC) maupun Direct
Current (DC). Luka bakar listrik disebabkan oleh panas yang digerakan
dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka bakar inhalasi, seperti keracunan karbon monoksida, panas atau
smoke inhalation injuries.
5. Luka bakar akibat radiasi, yang bersumber dari bahan-bahan nuklir,
termasuk sinar ultraviolet. Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar
dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan
penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk
keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi.3,6

3.3 Klasifikasi
Luka bakar dibedakan menjadi 2 berdasarkan:
1. Dalamnya luka bakar.
a. Klasifikasi luka bakar menurut Dupuytren
Klasifikasi lama yang diperkenalkan oleh Dupuytren adalah pembagian
derajat luka bakar dalam 6 derajat :
- Luka bakar derajat 1
Luka akibat terkena panas dari api, benda panas dan cairan panas yang
suhunya tidak mencapai titik didih, atau akibat cairan kimia. Biasanya
bentuk luka berupa kemerahan dan proses penyembuhan terjadi tanpa
meninggalkan parut. Waktu penyembuhan antara beberapa jam sampai
beberapa hari.
- Luka bakar derajat 2
Luka diakibatkan terkena benda panas atau cairan panas yang suhunya
mencapai titik didih atau lebih tinggi. Lapisan kulit superficial hanya

13
sedikit yang rusak dan penyembuhannya tanpa meninggalkan jaringan
parut. Pada awalnya terdapat vesikel yang kemudian akan terasa sakit dan
warnanya menjadi hitam.
- Luka bakar derajat 3
Luka bakar ini adalah akibat cairan yang suhunya diatas titik didih. Pada
keadaan ini lapisan superfisial kulit seluruhnya rusak sehingga pada
penyembuhan akan meninggalkan jaringan parut. Ujung persyarafan juga
terbakar dan hal ini mengakibatkan rasa nyeri yang hebat. Pada proses
penyembuhan dapat terjadi jaringan parut yang mengandung semua
element kulit, sehingga tidak mengalami kontraktur.
- Luka bakar derajat 4
Seluruh jaringan kulit mengalami kerusakan. Ujung saraf juga ikut rusak,
sehingga pada luka bakar ini rasa nyeri tidak ada. Jaringan parut yang
terbentuk akan mengalami kontraksi dan deformitas. Luka terkelupas
pada hari ke 5 atau ke 6 dan penyembuhan akan berjalan lambat.
- Luka bakar derajat 5
Pada keadaan ini kerusakan juga meliputi fasia otot dan hampir selalu
mengalami deformitas.
- Luka bakar derajat 6
Keadaan ini biasanya fatal, jika tidak meninggal maka biasanya
mengakibatkan kerusakan anggota badan. 2,4
b. Klasifikasi luka bakar oleh Wilson
- Luka bakar derajat satu
Terjadi eritema dan blister tanpa kehilangan epidermis. Disini kapiler
mengalami dilatasi dan terjadi transudasi cairan kedalam jaringan ikat,
yang menyebabkan edema. Secara umum blister diliputi oleh kulit yang
berwarna keputihan diatasnya, epidermis yang avaskuler dan dibatasi oleh
zona yang berwarna hiperemis. Bila besar blister kurang dari 1 cm maka
blister ini akan diresorpsi, sebaliknya bila blister ini pecah maka akan
meninggalkan daerah dengan dasar yang berwarna kemerahan. Luka
bakar derajat satu ini akan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut.
Walaupun luka bakar yang terjadi adalah derajat satu akan tetapi bila

14
meliputi lebih dari sepertiga permukaan tubuh terutama yang terletak
pada daerah kepala, leher, badan, atau dinding depan dari abdomen maka
akan menyebabkan kefatalan.
- Luka bakar derajat dua
Terjadi destruksi dari seluruh ketebalan kulit. Epidermis dapat
mengalami koagulasi, pengerutan, berupa daerah yang dibatasi oleh zona
yang berwarna kemerahan, dan blister kulit. Dalam beberapa hari,
biasanya dalam beberapa minggu jaringan yang nekrosis akan
mengelupas dan meninggalkan ulcus yang lambat menyembuh. Luka
bakar derajat dua sering memerlukan koreksi bedah plastik untuk
mengatasi jaringan parut yang terbentuk selama penyembuhan.
- Luka bakar derajat tiga
Yang karakteristik dari luka bakar ini adalah destruksi yang luas tidak
hanya pada kulit dan subkutis tetapi juga pada otot dan tulang.destruksi
pada ujung-ujung saraf juga dapat terjadi yang mengakibatkan kehilangan
rasa nyeri yang relatif. Devitalisasi jaringan pada area luka bakar
menyebabkan mudah terkenanya infeksi dan penyembuhan yang berjalan
lambat. Bila eksposurenya berkepanjangan, maka kulit dan jaringan ikat
dibawah kulit akan terbakar dan menjadi arang. Sedangkan exposure yang
luas dari tubuh setelah kematian oleh karena panas dan asap
menyebabkan seluruh tubuh menjadi arang dengan otot-otot dan organ-
organ dalam yang terpanggang, dan akhirnya menghanguskan bagian-
bagian tubuh terutama ekstremitas, genitalia dan telinga. 10
c. Klasifikasi derajat luka bakar yang lainnya
- Luka bakar derajat 1 (luka bakar superficial).
Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka bakar derajat
ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa
jaringan parut dalam waktu 5 – 7 hari.
- Luka bakar derajat 2 (luka bakar dermis).
Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada
element epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea,
kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa epitel yang

15
sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10 – 21 hari. Oleh karena
kerusakan kapiler dan ujung saraf di dermis, luka derajat ini tampak
lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superficial,
karena adanya iritasi ujung saraf sensorik. Juga timbul bula berisi
cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas
dindingnya meninggi. Luka bakar derajat 2 dibedakan menjadi :
- Derajat dua dangkal
Dimana kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis dan
penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10- 14 hari.
- Derajat dua dalam
Dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Bila
kerusakkan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan
nyeri.penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian dari
dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit ( epitel,
stratum germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dsb)
yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih
dari satu bulan.
- Luka bakar derajat 3
Luka Bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin
subkutis, atau organ yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi
elemen epitel yang hidup maka untuk mendapatkan kesembuhan
harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi protein yang terjadi
memberikan gambaran luka bakar berwarna keputihan, tidak ada bula
dan tidak nyeri. 1,3
2. Luasnya luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau kelipatan dari 9
yang terkenal dengan nama “Rule Of Nine” atau “Rule Of Wallace”. 7
Kepala dan leher …………..…………………. 9%
Lengan (masing-masing 9%)….…….………. 18%
Badan Depan …………………...……………18%
Badan Belakang 18% ……………...……….. 36%
Tungkai (Masing-masing 18%) …………….. 36%

16
Genitalia/perineum ……………………….….. 1%
Total…………………………………………100%

Gambar 2: Rule of Nine


Pada anak-anak, kepala dan leher memiliki daerah permukaan yang jauh
lebih besar dari pada orang dewasa dan anggota gerak bawah yang lebih kecil. Untuk
menghindari kesulitan ini bagan seperti bagan lund and browder dapat digunakan
untuk menentukan TBSA luka bakar pada tiap umur. Pada pemeriksaan ringkas luka
bakar yang kecil, satu permukaan tangan pasien dapat digunakan sebagai penentuan
1% daerah permukaan tubuh. 8
Perlu diingat bahwa satu telapak tangan seseorang adalah 1% dari permukaan
tubuhnya. Pada anak-anak, Bagan menurut Lund dan Browder membagi lebih akurat
tetapi untuk di hafal agak sukar. Oleh karenanya orang membuat modifikasi saja dari
“Rule of Nine”, modifikasi ini bermacam-macam namun yang dipilih di sini adalah
yang mirip dengan bagan dari Lund dan Browder. Ditekankan disini umur patokan
adalah 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

17
Antara umur 15 tahun dan 5 tahun, untuk tiap tahun, tiap tungkai berselisih 0,2%.
Antara umur 5 tahun dan 1 tahun, untuk tiap tungkai berselisih 0,4%.7

Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak korban
dengan api, lamanya eksposure, bahkan pakaian yang digunakan korban pada waktu
terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajat keparahan dan
luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih banyak energi termal
ke kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih
cepat dan dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang
dipakai kandungan poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang
relatif ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah luka bakar
yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan pintalan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa bila bahan yang dipakai bertambah berat maka daerah yang
terbakar akan berkurang. Selain itu derajat luka bakar akan berkurang bila pakaian
yang dipakai korban ketat dan mengelilingi tubuh.7

2.4 Penyebab Kematian Akibat Luka Bakar (Cause of Death)


1. Keracunan Zat CO (Carbon Monoksida)
Kebanyakan kematian pada luka bakar biasanya terjadi pada
kebakaran yang hebat yang terjadi pada gedung-gedung atau rumah-rumah
bila dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi pada kecelakaan pesawat
terbang atau mobil. Pada kasus-kasus kebakaran yang terjadi secara bertahap

18
maka CO poisoning dan smoke inhalation lebih sering bertanggung jawab
dalam penyebab kematian korban dibanding dengan luka bakar itu sendiri.
CO poisoning merupakan aspek yang penting dari penyebab kematian pada
luka bakar, biasanya korban menjadi tidak sadar dan meninggal sebelum api
membakarnya, ini dapat menjawab pertanyaan mengapa korban tidak
melarikan diri pada waktu terjadi kebakaran. Sehingga dalam menentukan
penyebab dari kematian, maka luas dan derajat luka bakar serta saturasi darah
yang mengandung CO harus dinilai secara hati – hati. Gas CO ini dibentuk
dari pembakaran yang tidak sempurna misalnya kayu yang terbakar, kertas,
kain katun, batu bara yang terbakar akan menghasilkan gas CO.9
CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang
dapat menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran.
Oleh karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru. Pada
perokok dapat dijumpai saturasi CO dalam darah hanya lebih dari 5%, dan ini
dapat menunjukan bahwa korban masih bernafas pada waktu terjadinya
kebakaran, demikian juga pada korban atherosclerosis coroner yang berat
dapat meninggal dengan kadar COHB yang lebih rendah dari pada individu
yang sehat. Bila CO merupakan penyebab mati yang utama maka saturasi
dalam darah paling sedikitnya dibutuhkan 40% COHB, kecuali pada orang
tua, anak-anak dan debilitas dimana pernah dilaporkan mati dengan kadar 25
%. Sebenarnya kadar COHB pada korban yang sekarat selama kebakaran,
sering tidak cukup tinggi untuk menyebabkan kematian. Banyak kasus-kasus
fatal menunjukan 50- 60 % saturasi, walaupun kadarnya secara umum kurang
dari kadar yang terdapat dalam darah pada keracunan CO murni, seperti
pembunuhan dengan gas mobil atau industrial exposure, dimana
konsentrasinya dapat mencapai 80 %. Selain itu adanya gas-gas toksik dan
pengurangan oksigen dalam atmosfer dapat menyebabkan kematian dengan
kadar CO yang rendah.1,3,9

2. Menghirup asap pembakaran (Smoke Inhalation)


Pada banyak kasus kematian, dimana cedera panas pada badan tidak
sesuai dengan penyebab kematian maka dikatakan penyebab kematian adalah

19
smoke inhalation. Asap yang berasal dari kebakaran terutama alat-alat rumah
tangga seperti furniture, cat, kayu, pernis, karpet dan komponen-komponen
yang secara struktural terdiri polystyrene, polyurethane, polyvinyl dan
material-material plastik lainnya dikatakan merupakan gas yang sangat toksik
bila dihisap dan potensial dalam menyebabkan kematian.
3. Trauma Mekanik
Kematian oleh karena trauma mekanik biasanya disebabkan karena
runtuhnya bangunan di sekitar korban, atau merupakan bukti bahwa korban
mencoba untuk melarikan diri seperti memecahkan kaca jendela dengan
tangan. Luka-luka ini harus dicari pada waktu melakukan pemeriksaan luar
jenazah untuk memastikan apakah luka-luka tersebut signifikan dalam
menyebabkan kematian. Trauma tumpul yang mematikan tanpa keterangan
antemortem sebaiknya harus dicurigai sebagai suatu pembunuhan.
4. Anoksia dan hipoksia
Kekurangan oksigen dengan akibat hipoksia dan anoksia sangat
jarang sebagai penyebab kematian. Bila oksigen masih cukup untuk
menyalakan api maka masih cukup untuk mempertahankan kehidupan.
Sebagai contoh tikus dan lilin yang diletakkan dalam tabung yang terbatas
kadar oksigennya ternyata walaupun lilin padam lebih dahulu tikus masih
aktif berlari di sekitarnya. Radikal bebas dapat diajukan sebagai salah satu
kemungkinan dari penyebab kematian, oleh karena radikal bebas ini dapat
menyebabkan surfaktan menjadi inaktif, jadi mencegah pertukaran oksigen
dari alveoli masuk kedalam darah.1,3
5. Luka bakar itu sendiri
Secara general dapat dikatakan bahwa luka bakar seluas 30 – 50 %
dapat menyebabkan kematian. Pada orang tua dapat meninggal dengan
presentasi yang jauh lebih rendah dari ini, sedangkan pada anak-anak
biasanya lebih resisten. Selain oleh derajat dan luas luka bakar prognosis juga
dipengaruhi oleh lokasi daerah yang terbakar, keadaan kesehatan korban pada
waktu terbakar. Luka bakar pada daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan
dikatakan sulit dalam perawatannya, oleh karena mudah mengalami
kontraktur.

20
6. Paparan panas yang berlebih
Environmental hipertermi dapat menjadi sangat fatal dan bisa
menyebabkan kematian. Bila tubuh terpapar gas panas, air panas atau ledakan
panas dapat menyebabkan syok yang disertai kolaps kardiovaskuler yang
mematikan. 1,3,

2.5 Pemeriksaan Luar Korban


Pada kebakaran yang hebat, apakah di dalam gedung atau yang terjadi pada
kecelakaan mobil yang terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh korban yang
terbakar sering tidak mencerminkan kondisi saat matinya.
Artefak – artefak yang ditemukan pada mayat oleh karena luka bakar: 3,8
1. Skin Split
Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya
kulit dari epidermis dan korium yang sering menyebabkan artefak yang
menyerupai luka sayat dan sering disalah-artikan sebagai kekerasan tajam.
Artefak postmortem ini dapat mudah dibedakan dengan kekerasan tajam
antemortem oleh karena tidak adanya perdarahan dan lokasinya yang
bervariasi di sembarang tempat. Kadang-kadang dapat terlihat pembuluh
darah yang intak yang menyilang pada kulit yang terbelah.
2. Abdominal Wall Destruction
Kebakaran parsial dari dinding abdomen bagian depan akan
menyebabkan keluarnya sebagian dari jaringan usus melalui defek yang
terjadi ini. Biasanya ini terjadi tanpa perdarahan, apakah perdarahan yang
terletak diluar atau didalam rongga abdomen.
3. Skull Fractures or Head rupture
Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan
pembentukan uap di dalam rongga kepala yang lama kelamaan akan
mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan
terpisahnya sutura-sutura dari tulang tengkorak. Pada luka bakar yang hebat
dan kepala sudah menjadi arang atau hangus terbakar dapat terlihat artefak
fraktur tulang tengkorak yang berupa fraktur linear. Disini tidak pernah
diikuti oleh kontusio serebri, subdural atau subarachnoid.

21
4. Pugilistic Posture
Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi
“pugilistic”. Koagulasi dari otot-otot oleh karena panas akan menyebabkan
kontraksi serabut otot otot fleksor dan mengakibatkan ekstremitas atas
mengambil sikap seperti posisi seorang boxer dengan tangan terangkat di
depannya, paha dan lutut yang juga fleksi sebagian atau seluruhnya. Posisi
“pugilistic” ini tidak berhubungan apakah individu itu terbakar pada waktu
hidup atau sesudah kematian. “pugilistic” attitude atau heat rigor ini akan
hilang bersama dengan timbulnya pembusukan. 3,8

2.6 Pemeriksaan Dalam Korban ( Temuan Otopsi )


Faktor yang tidak kalah penting dalam patologi forensik adalah bagaimana
cara membedakan apakah korban mati sebelum atau sesudah kebakaran.
Beberapa temuan intravitalitas pada korban luka bakar:2,4,11
1. Jelaga dalam saluran nafas.
Pada kebakaran rumah atau gedung dimana rumah atau gedung
beserta isi perabotannya juga terbakar seperti bahan-bahan yang terbuat dari
kayu, plastik akan menghasilkan asap yang berwarna hitam dalam jumlah
yang banyak. Akibat dari inhalasi ini korban akan menghirup partikel karbon
dalam asap yang berwarna hitam. Sebagai tanda dari inhalasi aktif
antemortem, maka partikel-partikel jelaga ini dapat masuk kedalam saluran
nafas melalui mulut yang terbuka, mewarnai lidah, dan pharynx, glottis, vocal
cord, trachea bahkan bronchiolus terminalis. Sehingga bila secara histologi
ditemukan jelaga yang terletak pada bronkiolus terminalis merupakan bukti
yang absolut dari fungsi respirasi.
Sering pula dijumpai adanya jelaga dalam mukosa lambung, ini juga
merupakan bukti bahwa korban masih hidup pada waktu terdapat asap pada
peristiwa kebakaran. Karbon ini biasanya bercampur dengan mucus yang
melekat pada trakea dan dinding bronkus oleh karena iritasi panas pada
mukosa. Ditekankan sekali lagi bahwa ini lebih nyata bila kebakaran terjadi
di dalam gedung dari pada di dalam rumah.
2. Saturasi COHb dalam darah.

22
CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang
dapat menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran.
Oleh karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru.
Akan tetapi bila pada darah korban tidak ditemukan adanya saturasi COHb
maka korban mati sebelum terjadi kebakaran. Bahwa kadar saturasi CO
dalam darah tergantung beberapa faktor termasuk konsentrasi CO yang
terinhalasi dari udara, lamanya eksposure, rata-rata dan kedalaman respiration
rate dan kandungan Hb dalam darah. Kondisi-kondisi ini akan mempengaruhi
peningkatan atau penurunan rata-rata absorbsi CO.
Pada otopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan korban yang
meninggal pada keracunan CO dengan melihat warna lebam mayat yang
berupa cherry red pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, akan tetapi
pada orang yang anemi atau mempunyai kelainan darah sehingga warna
cherry red ini menjadi sulit untuk dikenali.2,4,11
3. Reaksi jaringan.
Sebenarnya tidak mungkin untuk membedakan luka bakar yang akut
yang terjadi antemortem dan postmortem. Pemeriksaan mikroskopik luka
bakar tidak banyak menolong kecuali bila korban dapat bertahan hidup cukup
lama sampai terjadi respon respon radang. Kurangnya respon tidak
merupakan indikasi bahwa luka bakar terjadi postmortem.
Pemeriksaan slide secara mikroskopis dari korban luka bakar derajat
tiga yang meninggal tiga hari kemudian tidak ditemukan reaksi radang, ini
diperkirakan oleh karena panas menyebabkan trombosis dari pembuluh darah
pada lapisan dermis sehingga sel-sel radang tidak dapat mencapai area luka
bakar dan tidak menyebabkan reaksi radang.
Blister juga bukan merupakan indikasi bahwa korban masih hidup
pada waktu terjadi kebakaran, oleh karena blister ini dapat terjadi secara
postmortem.Blister yang terjadi postmortem berwarna kuning pucat, kecuali
pada kulit yang hangus terbakar.Agak jarang dengan dasar merah atau areola
yang erythematous, walaupun ini bukan merupakan tanda pasti.
Secara tradisional banyak penulis mengatakan bahwa untuk dapat
membedakan blister yang terjadi antemortem dengan blister yang terjadi

23
postmortem adalah dengan menganalisa protein dan klorida dari cairan itu.
Blister yang dibentuk pada ante mortem dikatakan mengandung lebih banyak
protein dan chloride, tetapi ini pun tidak merupakan angka yang absolute.
4. Pseudo Epidural Haemorrhage
Artefak umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus
terbakar dan kepala yang sudah menjadi arang adalah pseudo epidural
hemorrhage atau epidural hematom postmortem.
Untuk membedakan dengan epidural hematom antemortem tidak sulit
oleh karena pseudo epidural hematoma biasanya berwarna coklat,
mempunyai bentuk seperti honeycomb appearance, rapuh tipis dan secara
tipikal terletak pada daerah frontal, parietal, temporal dan beberapa kasus
dapat meluas sampai ke oksipital. Sedangkan pada Epidural Hematoma
biasanya berwarna hitam, dengan konsistensi kenyal, bentuk otak cekung
sesuai dengan pembekuan darah. 3
Pseudoepidural hematoma Epidural hematoma

Warna bekuan darah coklat Warna bekuan darah hitam

Konsistensi rapuh Konsistensi kenyal

Bentuk otak mengkerut seluruhnya Bentuk otak cekung sesuai


dengan bekuan darah

Garis patah tidak menentu Garis patah melewati sulcus


arteri meningeal

Tanda postmortem Tanda intravital

5. Non-Cranial Fractures. 3
Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering
ditemukan pada korban yang mengalami karbonisasi oleh karena terekspos
terlalu lama dengan api dan asap. Tulang – tulang yang terbakar mempunyai
warna abu-abu keputihan dan sering menunjukkan fraktur kortikal pada
permukaannya. Tulang ini biasanya hancur bila dipegang sehingga
memudahkan trauma postmortem pada waktu transportasi ke kamar mayat
atau selama usaha memadamkan api. Mayat sering dibawa tanpa tangan dan

24
kaki, dan mereka sudah tidak dikenali lagi di TKP karena sudah mengalami
fragmentasi.
6. Subendocardial left ventricular haemorrhages
Perdarahan subendocardial pada ventrikel kiri dapat terjadi oleh
karena efek panas. Akan tetapi perdarahan ini bukan sesuatu yang spesifik
karena dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme kematian. Pada korban
kebakaran perdarahan ini merupakan indikasi bahwa sirkulasi aktif sedang
berjalan ketika terekspos oleh panas tinggi yang tidak dapat ditoleransi oleh
tubuh dan ini merupakan bukti bahwa korban masih hidup saat terjadi
kebakaran.2,4,11
7. Jika kematian akibat asfiksia, pada traktus respiratorius bisa ditemukan
partikel karbon. Seluruh traktus respiratorius bagian atas mengalami kongesti
dan dilapisi cairan mukus yang berbusa.Inflamasi pleura bisa terjadi dan
terdapat efusi ke dalam rongga pleura. Bilik jantung penuh berisi darah.
Lambung dan duodenum menunjukkan reaksi inflamasi. Setelah kematian,
pada duodenum mungkin terdapat tukak yang disebut tukak Curling
(Curling’s ulcer). Pada hati terdapat perlemakan. Pada ginjal terdapat
pembengkakan (cloudy swelling), thrombosis kapiler, bahkan mengalami
infark. Limpa dan kelenjar mengalami kongesti. 3

2.7 Perbandingan Tanda Luka Bakar Antemortem Dan Postmortem


Pada korban yang masih hidup saat terbakar akan ditemukan adanya
hal-hal antara lain tanda intravital pada luka bakar dan gelembung yang
terbentuk, adanya jelaga pada saluran pernapasan serta saturasi karbon
monoksida diatas sepuluh persen dalam darah korban. Pada korban yang
keracunan karbon monoksida jika tubuh korban tidak terbakar seluruhnya
akan terbentuk lebam mayat berwarna “cherry red”. Pada tubuh manusia
yang sudah mati terbakar tidak akan berwarna kemerahan oleh reaksi
intravital. Tubuh mayat akan tampak keras dan kekuningan. Gelembung yang
terdapat akan mengandung sangat sedikit albumin yang akan memberikan
kekeruhan bila dipanaskan serta sangat sedikit atau tidak ditemukan sel PMN.
Jadi perbedaan luka antara antemortem dan post mortem adalah pada luka

25
antemortem terdapat tanda-tanda intravital berupa vesikel dan bula,
sedangkan pada mayat postmortem tidak ditemukan tanda-tanda tersebut.
Perbedaan lain yang akan tampak adanya jelaga pada saluran napas pada luka
antemortem dan saturasi diatas sepuluh persen di dalam darah sedangkan
pada postmortem tidak. Ada tiga poin utama untuk membedakan luka bakar
antemortem atau postmortem, yaitu batas kemerahan,vesikasi, dan proses
perbaikan. Pada kasus luka bakar intravital , ada eritema yang disebabkan
oleh distensi kapiler yang bersifat sementara,menghilang karena tekanan
selama hidup dan memudar setelah mati.Namun, garis merah ini bisa saja
tidak ada pada orang yang sangat lemah kondisi badannya, yang meninggal
segera setelah luka bakar tersebut. 2,4
Vesikasi yang timbul akibat luka bakar saat hidup mengandung cairan
serosa yang berisis albumin,klorida,dan sering juga sedikit sel PMN, sel
darah putih, dan memiliki daerah yang memerah, dasar inflamasi dengan
papila yang meninggi. Kulit yang mengelilingi vesikasi tersebut berwarna
merah cerah atau tembaga. Hal ini merupakan ciri khas yang membedakan
vesikasi sejati atau palsu yang diproduksi setelah mati. Vesikasi palsu
mengandung udara saja, dan biasanya juga mengandung serum dalam jumlah
yang sangat sedikit yang berisi albumin, tapi tidak ada klorida seperti pada
orang yang menderita general anasarka, dasarnya keras, kering, bertangkai,
kekuningan selain menjadi merah dan inflamasi.
Proses perbaikan seperti tanda-tanda inflamasi, formasi jaringan
granulasi , pus dan pengelupasan yang mengindikasikan bahwa luka bakar
tersebut terjadi saat hidup.Luka bakar yang disebabkan setelah mati
menunjukan tidak ada reaksi vital dan memiliki tampakan “dull white”
dengan membukanya kelenjar pada kulit yang berwarna abu-abu. Organ
internal terpanggang dan menimbulkan bau yang khas. Perbedaan luka bakar
antemortem dan postmortem adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Perbedaan luka bakar antemortem dan postmortem 2,4
Beda Luka bakar antemortem Luka bakar postmortem
Vesikel, Bula · Warna sekitarnya · Tidak hiperemis
hiperemis · Tidak mengandung

26
· Cairan banyak albumin
mengandung · Dasar vesikel kering
albumin dan keras
· Dasar vesikel · Terdapat udara
mengalami inflamasi dalam bula
· Tidak ada udara
pada dasar bula
Paru · Terdapat jelaga · Tidak ada jelaga
· Reaksi radang pada · Tidak ada reaksi
epitel sal.napas radang pada epitel
sal. napas
Gambaran · Terdapat serbukan · Terdapat sedikit atau
mikroskopis sel PMN tidak terdapat
serbukan sel PMN

2.8 Aspek Medikolegal


Pada kasus kebakaran atau luka akibat meledaknya bom, dokter
forensik dipanggil untuk membuat pemeriksaan lengkap sesuai dengan Pasal
133 KUHAP yang menyatakan dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya. Pada pasal 133 KUHAP (ayat 2 dan 3)
menyatakan permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat; dan mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh
penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat
identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada

27
ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. Pernyataan ini menjadi dasar
pembuatan visum et repertum (laporan bertulis) pada kasus tindak pidana. 12
Pada persidangan kasus pidana, dokter forensik akan dipanggil
sebagai saksi ahli. Sesuai dengan Pasal 179 ayat 1 KUHAP yang menyatakan
setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan.12
Akhirnya dalam pemeriksaan sedapat mungkin dokter bisa
menentukan cara kematian berdasarkan temuan yang dapat berupa : 3
1. Kecelakaan / Accidental burns
Sering dijumpai pada kebakaran rumah dan gedung. Banyak pada
wanita dan anak karena sering bekerja di dapur. Pada anak-anak luka bakar
terjadi karena mereka tidak menyadari bahwa ada kebakaran di sekelilingnya.
Pada kasus luka bakar akibat kecelakaan, seperti ketidaksengajaan sehingga
dapat menimbulkan luka bakar atau bahkan kematian akibat luka bakar, biasa
akan ditemukan adanya hal-hal seperti tanda intravital pada luka bakar dan
gelembung yang terbentuk, adanya jelaga pada saluran pernapasan serta
saturasi CO diatas sepuluh persen dalam darah korban. Juga ditemukan tanda
antemortem intravital seperti vesikel dan bulla.
2. Pembunuhan
Sering didapati sebagai upaya untuk menghilangkan jejak
pembunuhan atau agar sulit dilakukan penyelidikan. Pada kasus-kasus
pembunuhan, biasanya ditemukan tanda-tanda post mortem. Pada tubuh
manusia yang sudah mati terbakar tidak akan berwarna kemerahan oleh
reaksi intravital. Tubuh mayat akan tampak keras dan kekuningan.
Gelembung yang terdapat akan mengandung sangat sedikit albumin yang
akan memberikan kekeruhan bila dipanaskan serta sangat sedikit atau tidak
ditemukan sel PMN. Jadi dokter forensik dapat menentukan perbedaan luka
bakar antara antemortem dan post mortem adalah pada luka antemortem
terdapat tanda-tanda intravital berupa vesikel dan bula, sedangkan pada
mayat postmortem tidak ditemukan tanda-tanda tersebut. Perbedaan lain yang
akan tampak adanya jelaga pada saluran napas pada luka antemortem dan

28
saturasi diatas sepuluh persen di dalam darah sedangkan pada postmortem
tidak.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Skhrum JM, Ramsay DA. Dalam : Forensic Phatology of Trauma . Canada :


Humana Press, 2007. Hal. 181-223.
2. Sephred Richard. Dalam : Simpson’s Forensic Medicine 12 th edition. United
Kingdom : Arnold, 2003. Hal. 107-110.
3. Biswas Gautam. Dalam : Review of Forensic Medicine and toxicology 2 nd
edition. London. : Jaypee Brothers Medical Published. 2012. Hal. 236-246.
4. Saukko Pekka, Knight Bernard. Dalam : Knight’s Forensic Pathology 3 rd
edition. United Kingdom : Hodder Arnold, 2004. Hal. 312-323.
5. Sheridan, Robert L. Dalam : Goldman L, Schafer A. Goldman Cecil
Medicine. Edisi ke – 25. Amsterdam : Elsevier; 2008. H.711
6. Bradley E, Barth MD. Dalam : Bope, Kellerman. Conn’s Current Therapy.
Amsterdam : Elsevier; 2018. H.1223
7. Adam JS, Christoper CL. Dalam : Walls, dkk. Rosen’s Emergency Medicine:
Concepts and Clinical Practice. Edisi ke – 9. Amsterdam : Elsevier, 2018.
H.715
8. Paul S dkk. Medicine for The Outdoors. Edisi ke-6. Amsterdam : Elsevier,
2016. H. 108-110.
9. Raphael CL, Chad MT. Acute Management of Burn and Electrical Trauma.
Burn Surgery. Edisi ke – 4. Amsterdam : Elsevier, 2018. H.392
10. Sheridan, Robert L. Dalam : Goldsmith LA, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine. Edisi ke – 8. 2012. H.1089
11. Mosier MJ, dkk. Dalam : Auerbach Wilderness Medicine. Edisi ke – 7.
Amsterdam : Elsevier, 2017. H.319
12. Sofyan Andi. Dalam : Hukum Acara Pidana “Suatu Pengantar” .
Yogyakarta : Rangkang Education, 2013. H. 266-276.
13. R Sjamsuhidajat, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran, EGC; 2007.

30
LAMPIRAN

31

Anda mungkin juga menyukai