JURNAL
JURNAL
ABSTRACT
Oil palm (Elaeis guineensis Jack.) plantation is the biggest plantation in Indonesia.
Indonesia is the biggest Crude Palm Oil (CPO) in the world since 2017. To maintain
oil palm productivity is needed soil fertility research, especially rhizosphere bacteria.
The aim of this research is to detect rhizosphere bacteria in mineral soil at oil palm
plantation in Riau. Detection the bacteria used Polimerase Chain Reaction-
Ribosomal Intergenic Spacer Analysis (PCR-RISA) method. The research result
showed that there is one bacterium species in the mineral soil.
M 1 2 3 4 5
DNA total
1.500 pb
Gambar 1. Visualisasi hasil ekstraksi DNA total bakteri rhizosfer tanaman kelapa
sawit. Keterangan: M = marka DNA 100 pb; 1 – 5 = sampel tanah nomor
1 – 5.
Tahap selanjutnya adalah memuaskan karena tidak terjadi
deteksi bakteri rhizosfer menggunakan penggandaan pita DNA pada semua
metode PCR-RISA. Sampel DNA sampel tanah (gambar 2). Oleh karena
langsung dipakai untuk PCR tanpa itu perlu dilakukan pengenceran
pengenceran. Ternyata hasilnya tidak sampel DNA.
78
Achmad Himawan dan Hangger Gahara Mawanda : Deteksi Bakteri Rhizosfer……...
M 1 2 3 4 5
5
sampel DNA
1.500 pb
primer
M 1 2 3 4 5 6 7
1.500 pb
1.000 pb
500 pb
M 1 2 3 4 5
1.500 pb
1.000 pb
500 pb
Gambar 4. Visualisasi pita-pita DNA produk PCR-RISA dari sampel DNA bakteri
tanah nomor 1 – 5. Keterangan: M = marka DNA 100 pb; 1 – 5 =
sampel tanah nomor 1 – 5.
TEKNIK PCR ITS RFLP UNTUK SELEKSI ISOLAT JAMUR PADA PENGUJIAN
AGEN PENGENDALI HAYATI PADA SERANGAN GANODERMA TANAMAN
Acacia mangium
PCR ITS-RFLP technique for selection of fungal isolates in biological control agent test
against Ganoderma attack in Acacia mangium plantation
Tanggal diterima: 15 Februari 2019, Tanggal direvisi: 23 Februari 2019, Disetujui terbit: 17 Juni 2019
ABSTRACT
In vivo control activities test of BCA candidate is required to evaluate its effectiveness. This test involved
identification of the fungal species that inhabited the experimental plant after inoculation of BCA and
pathogen. Identification of inhabitant fungi in the BCA control activity test can be conducted by culturing the
fungi on artificial media. Fungal species can be identified based on morphological characters or genetic
characters of fungal culture. This study was conducted to determine the potential of PCR ITS -RFLP molecular
markers in the initial selection process of fungal isolates before identification based on DNA sequences and to
select the enzyme that produce polymorphic PCR ITS RFLP pattern. Three enzymes (DraI, EcoRI and HinfI)
were successfully separated 8 fungal cultures used in this study into three groups based on the pattern of PCR
ITS DNA, while five other enzymes (BamHI, BclI HaeII, HpaI, and HindIII) were failed to cut the DNA ITS
fragments, except for one isolate.
Keywords: fungal identification, isolates selection, restriction enzyme
ABSTRAK
Pengujian aktivitas pengendalian kandidat APH secara in vivo diperlukan untuk mengetahui efektifitasnya.
Pengujian ini memerlukan identifikasi jenis jamur yang ditemukan pada organ tanaman uji. Salah satu metode
yang dipakai untuk identifikasi jenis jamur pada uji aktifitas pengendalian APH yaitu melalui pembuatan kultur
pada media buatan. Identifikasi jenis jamur dapat dilakukan berdasarkan karakter morfologi ataupun karakter
genetik dari kultur jamur atau dengan marka DNA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetah ui potensi marka
molekuler PCR ITS-RFLP dalam proses seleksi awal isolat jamur sebelum dilakukan identifikasi berdasarkan
sekuens DNA dan untuk memilih enzim restriksi yang memproduksi pola PCR ITS RFLP yang polimorfik. Tiga
enzim restriksi (DraI, EcoRI dan HinfI) dapat memisahkan 8 isolat jamur yang digunakan dalam penelitian
ini menjadi tiga kelompok sesuai dengan profil PCR ITS DNA, sedangkan 5 enzim yang lain (BamHI, BclI,
HaeII, HpaI, dan HindIII) tidak dapat memotong fragmen DNA ITS, kecuali pada satu isolat jamur saja.
Kata kunci: identifikasi jamur, seleksi isolate, enzim restriksi
I. PENDAHULUAN
Penelitian mengenai keragaman dan 2015), dan untuk mencari agen pengendali
identifikasi jenis-jenis jamur semakin banyak hayati pada tanaman pertanian (Xiang et al.,
dilakukan untuk berbagai keperluan, misalnya 2016) maupun tanaman hutan (Puspitasari et al.,
untuk mencari bahan alternatif obat, mencari 2016). Keragaman jenis jamur juga banyak
mikroorganisme untuk membersihkan polusi dipelajari dari berbagai habitat alami yang
pada tanah (Lawrence et al., 2018), mendeteksi berbeda misalnya dari tanah (Lawrence et al.,
patogen pada tanaman (Kowalski & Drozynska, 2018), dari air (Diguta, Proca, Jurcoane, &
2011; Nusaibah, Latiffah, & Hassaan, 2011; Matei, 2018), manusia dan hewan (O’Donnell et
Prihatini, Glen, Wardlaw, & Mohammed, al., 2010) serta tanaman dari berbagai organ
33
J urnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 13 No. 1, Juni 2019, p. 33 - 43
yang berbeda (Harsono, Rakhmawati, & yang diinginkan saja (Yuskianti et al., 2014).
Prihatini, 2016). Pendekatan yang dipakai pada Adapun metode culture-dependent akan
penelitian mengenai keragaman jenis jamur memberikan kelebihan dengan didapatkannya
dapat menggunakan metode culture-dependent isolat jamur-jamur lain selain patogen dan
yaitu melalui pembuatan kultur jamur atau kandidat APH yang mungkin memberikan
pemindahan jamur-jamur pada media buatan pengaruh dalam aktifitas pengendalian hama
(Tigini, Prigione, Di Toro, Fava, & Varese, dari APH (Elad et al., 2004), namun kekurangan
2009), metode tanpa melalui pembuatan kultur dari metode ini adalah jumlah isolat yang
jamur (culture-indepedent) (Pei, Chen, & Kress, dihasilkan cukup banyak dan memerlukan
2017) dan menggunakan gabungan dari kedua identifikasi jenis dari setiap isolat.
metode tersebut (Prihatini, Glen, Wardlaw, & Karakter morfologi isolat dapat dilakukan
Mohammed, 2016). untuk mengenali jenis jamur (Puspitasari et al.,
Salah satu gangguan serius pada tanaman 2016), namun pengamatan ini terbatas pada
kehutanan di Indonesia adalah serangan hama jenis jamur tertentu dan pada tingkat taksonomi
dan penyakit, misalnya penyalit karat tumor dan tertentu (Duttweiler, Sun, Batzer, Harrington, &
boktor pada sengon (Endang & Farikhah, 2010; Gleason, 2008; Nusaibah et al., 2011), sehingga
Putri & Bramasto, 2017) dan penyakit busuk konfirmasi jenis berdasarkan karakter genetik
akar pada Acacia mangium yang disebabkan (DNA) tetap diperlukan, terutama untuk jenis-
oleh beberapa jenis Ganoderma (Glen et al., jenis yang memiliki kemiripan bentuk isolat
2009; Old, Lee, Sharma, & Zi, 2000). Salah satu (Prihatini, Glen, Wardlaw, & Mohammed,
upaya pengendalian jamur patogen pada 2014; Yuskianti et al., 2014). Penanda genetik
tanaman kehutanan yang dikembangkan saat ini juga dapat mempersingkat waktu dan tenaga
adalah penggunaan agen pengendali hayati yang diperlukan dalam identifikasi jenis jamur
(APH) misalnya pada penyakit busuk akar (Diguta, Vincent, Guilloux-Benatier, Alexandre,
(Agustini, Wahyuno, Indrayadi, & Glen, 2014; & Rousseaux, 2011).
Puspitasari et al., 2016). Potensi atau efektifitas Pengelompokan jenis jamur atau seleksi
APH dalam pengendalian hama dan penyakit isolat berdasarkan karakter genetik dapat
dapat diketahui dengan melakukan pengujian dilakukan menggunakan metode PCR ITS-
aktivitas pengendalian patogen (Buana, RFLP (Diguta et al., 2011; Mohammed, 2013).
Wahyudi, & Toruan-Mathius, 2014; Elad, Metode ini dimulai dari proses amplifikasi DNA
Baker, & Faull, 2004). Pengujian aktivitas dari daerah ITS (Internal Transcribed Spacer)
pengendalian dari kandidat APH secara in vivo menggunakan mesin PCR (Polymerase Chain
akan memerlukan deteksi dan konfirmasi ulang Reaction) dan dilanjutkan dengan teknik metode
jenis patogen dan kandidat APH pada organ (Restriction Fragment Length Polymorphism)
tanaman yang diuji serta melibatkan jumlah untuk memotong amplikon ITS rDNA
sampel yang besar. Deteksi dan konfirmasi menggunakan enzim restriksi (Diguta et al.,
ulang dapat dilakukan dengan metode culture- 2011; Duttweiler et al., 2008). Fragmen ITS
dependent (Elad et al., 2004), menggunakan banyak digunakan untuk identifikasi maupun
metode deteksi secara langsung melalui karakterisasi jamur karena mudah
penggunaan penanda DNA spesifik jenis atau diamplifikasi, terkonservasi, konsisten, serta
species specific primer (Prihatini, Rimbawanto, memiliki variasi tinggi dalam satu genus,
Puspitasari, & Fauzi, 2018), maupun sehingga akan menghasilkan amplikon yang
menggunakan keduanya (Buana et al., 2014). spesifik (Shamim et al., 2017). Pemotongan
Penggunaan penanda DNA spesifik jenis amplikon DNA ITS menggunakan enzim
memerlukan pengembangan penanda spesifik restriksi akan menghasilkan variasi potongan
terlebih dahulu dan terbatas pada jenis-jenis DNA yang berbeda pada sampel yang memiliki
34
Karakter Teknik PCR ITS-RFLP Untuk Seleksi Isolat jamur Pada Pengujian Agen Pengendali Hayati Pada Serangan Ganoderma
Tanaman Acacia Mangium
Istiana Prihatini, Farah Aulya Faradilla, dan Suranto
susunan DNA yang berbeda (Srivastava, Gupta, C. Ekstraksi dan pengenceran DNA
Lal, & Sinha, 2017) dan sebaliknya akan Ekstraksi DNA dimulai dengan
menghasilkan pola yang sama pada sampel yang melakukan proses pelisisan sel menggunakan
memiliki susunan DNA yang serupa (Viaud, buffer SDS (Raeder & Broda, 1985) yang telah
Pasquier, & Brygoo, 2000). Penggabungan dari dimodifikasi menggunakan metal beads dan
kedua PCR ITS dan RFLP tersebut mesin bead beater (Prihatini et al., 2018). Hasil
memungkinkan dihasilkannya penanda yang ekstraksi berupa DNA murni dimasukkan
bersifat spesifik ditingkat spesies, dan memiliki didalam microtube ukuran 1,5 mL yang steril
polimorfisme yang tinggi pada isolat jamur dan disimpan pada suhu 5oC sebelum
tertentu misal Fusarium (Datta, Choudhary, digunakan pada proses PCR. Pada proses PCR
Shamim, & Dhar, 2011) dan Ganoderma digunakan konsentrasi DNA template yang
(Nusaibah et al., 2011). Penanda ini juga berbeda dengan pengenceran berseri
terbukti murah, mudah digunakan dan tidak menggunakan larutan TE. Pengenceran DNA
memerlukan waktu yang lama pada studi dimulai dari 10× pengenceran (1/10), 20× (1/20)
keragaman jenis jamur melalui proses isolasi dan 40× (1/40). Penggunaan DNA template
jamur (Diguta et al., 2011), maupun tanpa dengan tiga konsentrasi yang berbeda tersebut
melalui tahapan isolasi jamur (Viaud et al., dimaksudkan sebagai ulangan pada proses PCR
2000). Penelitian ini dilakukan untuk ITS dan juga pada proses RFLP.
mengetahui potensi teknik PCR ITS-RFLP
dalam seleksi isolat-isolat yang dihasilkan dari D. PCR ITS
proses uji aktivitas pengendalian APH untuk Proses PCR dilakukan terhadap delapan
identifikasi awal jamur belum diketahui sampel dengan masing-masing tiga ulangan
jenisnya. Diharapkan penggunaan teknik untuk mengamplifikasi daerah ITS. Adapun
tersebut dapat mengurangi biaya dan waktu primer yang digunakan adalah ITS1F dengan
yang diperlukan untuk identifikasi jenis dalam urutan sekuen 5’CTT GGT CAT TTA GAG
proses pengujian APH di lapangan. GAA GTA A’3 (Gardes & Bruns, 1993) sebagai
forward primer dan ITS4 sebagai reverse
II. BAHAN DAN METODE primer urutan sekuen 5’TCC TCC GCT TAT
TGA TAT GC’3 (White, Bruns, Lee, & Taylor,
A. Waktu dan tempat
1990).
Penelitian dilakukan di Laboratorium
Amplifikasi dilakukan menggunakan
Genetika Molekular Balai Besar Penelitian dan
PCR master mix KAPA2G Fast PCR Kit (Kapa
Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan
Biosystem) dengan konsentrasi akhir 1× PCR
Tanaman Hutan (B2PPBPTH) Yogyakarta pada
reaction buffer A, 0.2 mM deoxynucleotide
tanggal 8 Januari sampai dengan 6 Februari
triphosphate (dNTPs), 1.5 mM MgCl2 dan 0.5U
2018.
DNA polymerase kemudian pada master mix
B. Bahan dan alat penelitian tersebut ditambahkan 0.5 μM oligonucleotide
Delapan isolat jamur yang diisolasi dari primer (Geneworks) forward maupun reverse,
tunggul akar pohon Acacia mangium yang dan air hingga volume menjadi 20 µL per reaksi
belum teridentifikasi jenisnya (Tabel 1) PCR sebelum ditambahkan DNA template
digunakan dalam penelitian ini. Delapan isolat sebanyak 5 µL. Amplifikasi PCR dilakukan
jamur tersebut memiliki karakter morfologi menggunakan mesin GeneAmp® PCR System
isolat yang mirip (Tabel 1) dan tidak cukup 9700 (Applied Biosystem) pada profil suhu
memberikan informasi mengenai genus sebagai berikut: 94°C selama 3 menit, diikuti
maupun jenis jamurnya. dengan 35 siklus dari 94°C selama 30 detik,
35
J urnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 13 No. 1, Juni 2019, p. 33 - 43
55°C selama 30 detik dan 72°C selama 1 menit, 40 μL larutan 1×TBE. Gel agarose kemudian
serta ekstensi akhir pada suhu 72°C selama 7. dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang
berisi 1×TBE buffer dan pewarna EtBr
Tabel 1. Isolat jamur dari tunggul akar Acacia sebanyak 200 μL per 1L larutan. DNA Ladder
mangium yang digunakan dalam seleksi 100bp (Vivantis) digunakan sebagai marker
karakter genetik mengunakan metode PCR
untuk memperkirakan ukuran DNA yang
ITS-RFLP
dihasilkan. Tangki elektroforesis diberi aliran
Sampel Nama isolat Gambar isolat listrik dengan tegangan sebesar 120 volt
1 MHP 1.12.8 selama ± 45 menit.
F. RFLP
Hasil amplifikasi PCR dipotong
2 MHP 1.13.1H menggunakan 8 enzim restriksi yaitu EcoRI
(BioLabs), BamHI, BclI, DraI, HaeII, HpaI
HindIII dan HinfI (Boehringer Mannheim
GmbH). Reaksi RFLP terdiri dari 1x incubation
3 MHP 1.13.2S buffer for restriction enzymes (BioLabs dan
Boehringer Mannheim GmbH), 0,1 µg/µL BSA
(BioLabs); 0,03-0,1 U enzim restriksi dan 5 µL
produk PCR (amplikon) dan ditambahkan air
4 MHP 1.13.2HA hingga volume menjadi 10 µL per reaksi.
Reaksi tersebut kemudian diinkubasi pada suhu
37oC selama 2 jam pada mesin GeneAmp®
PCR System 9700. Hasil RFLP disimpan pada
5 MHP 1.13.2HB suhu 5oC sebelum dipisahkan pada proses
elektroforesis menggunakan gel agarose 2%
yang diberi aliran listrik 100 Volt, selama 3 jam.
Gel elektroforesis PCR juga diwarnai dengan
6 MHP 1.13.3A EtBr dengan formula yang sama dengan
elektroforesis terhadap hasil PCR ITS.
G. Analisis Data
Dari hasil visualisasi gel elektroforesis,
7 MHP 1.1.3B diperoleh gambar pola fragmen DNA yang
selanjutnya dimasukkan dalam tabel skoring
yaitu dengan memberi skor angka 1 jika
terdapat pita DNA pada ukuran panjang basa
8 MHP 1.13.4 tertentu, diberi angka 0 jika pada ukuran
tersebut tidak terdapat pita DNA. Hasil skoring
ditulis dalam bentuk matriks (1 dan 0) dan
dianalisa menggunakan aplikasi POPGEN ver
E. Elektroforesis 1.32 (Yeh, Yang, Boyle, Ye, & Mao, 1999)
Elektroforesis untuk melihat adanya untuk menyusun dendogram berdasarkan jarak
amplicon hasil PCR ITS dilakukan dengan genetiknya sesuai dengan pola fragmen yang
mengunakan gel agarose 1% dengan pewarna dihasilkan dari PCR ITS-RFLP.
Ethidium bromide (EtBr) sebanyak 2,5 μL per
36
Karakter Teknik PCR ITS-RFLP Untuk Seleksi Isolat jamur Pada Pengujian Agen Pengendali Hayati Pada Serangan Ganoderma
Tanaman Acacia Mangium
Istiana Prihatini, Farah Aulya Faradilla, dan Suranto
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ukurannya yaitu 210 bp, 480 bp dan 700 bp,
sedangkan pada isolat 3 berukuran 210 bp, 480
A. Hasil
bp dan 690 bp. Pada semua ulangan dari isolat 6
1. Amplifikasi PCR terlihat adanya dua fragmen berukuran 610 bp
Hasil dari PCR menggunakan penanda dan 700 bp, sedangkan pada isolat 7 dan 8
molekuler (primer) ITS ditampilkan pada hanya terlihat satu fragmen berukuran 800 bp.
gambar 1. Pada isolat 1, 2, 4, 5 dan 6 dengan Hasil pemotongan amplikon DNA
tiga ulangan berupa pengenceran yang berbeda menggunakan enzim restriksi EcoRI (gambar
(10×, 20×, 40×) menghasilkan amplikon DNA 2D) menunjukan bahwa isolat 1 dan 6 terlihat
yang berukuran 800 bp, pada isolat 3 adanya satu fragmen yang berukuran 700 bp.
menghasilnya amplikon berukuran sedikit lebih Isolat 2, 4, 5 memiliki pola hasil pemotongan
kecil (790 bp), sedangkan sampel 7 dan 8 pada yang sama dan menghasilkan dua fragmen yang
semua ulangan menghasilkan amplikon yang berukuran 390 bp dan 700 bp. Isolat 3 terpotong
berukuran lebih besar (850 bp). Semua menjadi tiga fragmen berukuran 380 bp, 520 bp
amplikon terlihat tebal dan jelas, hal ini dan 690 bp. Adapun isolat 7 dan 8 memiliki
menunjukkan bahwa daerah ITS dari DNA dari pola pemotongan yang sama dan menghasilkan
semua isolat jamur yang diteliti dapat tiga fragmen yang berukuran 410 bp, 430 bp
teramplifikasi dengan baik. dan 800 bp.
Pemotongan amplikon menggunakan
2. Fragment PCR ITS-RFLP
enzim restriksi HaeII (gambar 2E)
Penggunaan enzim restriksi BamHI
menghasilkan dua fragmen pada isolat 1 dengan
(gambar 2A) pada amplikon DNA dari isolat 1,
ukuran 700 bp dan 800 bp, serta pada isolat 3
2, 4, 5, 6 menghasilkan satu fragmen berukuran
dengan ukuran 690 bp dan 700 bp, sedangkan
700 bp, sedangkan pada isolat 3 dihasilkan dua
pada isolat 2, 4, 5, 6, semua ulangan hanya
fragmen berukuran 690 dan 700 bp dan pada
dihasilkan satu fragmen berukuran 700 bp dan
isolat 7 dan 8 dihasilkan satu fragmen yang
ukuran 800 bp pada isolat 7 dan 8.
berukuran 800 bp. Hasil yang sama terjadi pada
Enzim restriksi HindIII menghasilkan
semua ulangan yang dipakai.
pemotongan pada isolat 3 dengan munculnya
Penggunaan enzim BclI (gambar 2B)
dua fragmen yang berukuran 560 bp dan 700 bp
menghasilkan satu fragmen berukuran 800 bp
(gambar 2F). Enzim restriksi ini hanya
pada semua ulangan dari isolat 7 dan 8, serta
menghasilkan satu fragmen pada isolat yang
satu fragmen berukuran 700 bp pada isolat 2, 4,
lain, yaitu fragmen berukuran 700 bp pada isolat
5, dan 6. Pola pemotongan enzim restriksi yang
1, 2, 4, 5, 6 dan ukuran 800 bp pada isolat 7 dan
terjadi pada isolat 1 berupa dua fragmen
8.
berukuran 800 bp dan 700 bp, sedangkan pada
Pemotongan amplikon DNA dengan
isolat 3 dihasilkan dua fragmen yang saling
enzim restriksi HinfI (gambar 2G) menghasilkan
berdekatan yaitu berukuran 680 bp dan 690 bp.
dua fragmen yang berukuran 700 bp dan 800
Pola yang sama dihasilkan oleh tiga ulangan
ada isolat 1, ukuran 680 bp dan 690 bp pada
dari isolat yang sama.
isolat 3, dan menghasilkan satu fragmen
Pemotongan amplikon DNA
berukuran 700 bp pada isolat 2, 4, 5 dan ukuran
menggunakan enzim restriksi DraI (gambar 2C)
fragmen 800 bp pada isolat 7 dan 8. Adapun
pada semua ulangan dari isolat 1 menghasilkan
penggunaan enzim restriksi HpaI (gambar 2H)
tiga fragmen berukuran 610 bp, 700 bp dan 800
hanya menghasilkan satu fragmen saja, pada
bp. Tiga fragmen juga dihasilkan pada isolat 2,
semua isolat dan semua ulangan yang dipakai
4, 5 dari semua ulangan namun berbeda
dalam penelitian ini.
37
J urnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 13 No. 1, Juni 2019, p. 33 - 43
M 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 M 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 P N
1 kb
0.5 kb
Gambar 1. Fragmen rDNA ITS 8 isolat jamur dari 3 konsentrasi DNA yang berbeda. Keterangan: Nomor 1-
8 menunjukkan nomor isolat jamur yang berbeda, nomor dengan warna putih adalah DNA
dengan pengenceran 10×, warna kuning adalah DNA dengan pengenceran 20×, dan warna biru
adalah DNA dengan pengenceran 40×. M adalah marker (100 bp Ladder), P adalah kontrol positif
(DNA jamur) dan N adalah kontrol negatif (air).
Gambar 2. Profile fragmen DNA ITS-RFLP dari 8 isolat jamur tunggul kayu Acacia mangium menggunakan
8 enzim restriksi BamHI (A), BclI (B), DraI (C), EcoRI (D), HaeII (E), HindIII (F), HinFI (G) dan
HpaI (H). Keterangan : Nomor 1-8 isolat DNA sampel no 1-8, warna putih adalah sampel DNA
dengan pengenceran 1/10, warna kuning adalah sampel dengan pengenceran 1/20, dan warna biru
adalah sampel dengan pengenceran 40x. M adalah marker (100 bp Ladder).
3. Dendogram
tidak memiliki perbedaan pola PCR ITS RFLP,
Dendogram disusun berdasakan pola pita DNA
adapun klaster ketiga hanya ditempati oleh
ITS yang telah dipotong menggunakan 8 enzim
isolat 3, yang menunjukkan bahwa profil PCR
restriksi digunakan untuk melihat hubungan
ITS RFLP isolat ini berbeda dari 7 isolat yang
antara 8 isolat yang digunakan dalam penelitian
lain. Adapun klaster keempat ditempati oleh
ini (Gambar 3). Pada dendogram tersebut
isolat 7 dan 8, yang memiliki profil PCR ITS
terlihat bahwa 8 isolat terbagi dalam 4
RFLP yang sama.
kelompok (klaster) yang berbeda. Isolat 1 dan 6
berada dalam 1 klaster yang sama meskipun B. Pembahasan
terdapat memiliki variasi pola PCR ITS RFLP. Penelitian ini berhasil menunjukkan
Klaster kedua terdiri dari isolat 2, 4 dan 5 yang adanya variasi profil PCR ITS RFLP antar 8
38
Karakter Teknik PCR ITS-RFLP Untuk Seleksi Isolat jamur Pada Pengujian Agen Pengendali Hayati Pada Serangan Ganoderma
Tanaman Acacia Mangium
Istiana Prihatini, Farah Aulya Faradilla, dan Suranto
Gambar 3. Dendogram hubungan kekerabatan 8 isolat jamur tunggul kayu Acacia mangium yang disusun
berdasarkan profile fragmen DNA ITS-RFLP dengan 3 ulangan. Pemotongan amplikon DNA ITS
menggunakan 8 enzim restriksi BamHI, BclI, DraI, EcoRI, HaeII, HpaI, HindII dan HinFI. Tanda
baris (bar) menunjukkan besarnya perbedaan pola fragmen DNA an tar isolat.
isolat jamur yang memiliki kemiripan karakter pemotongan amplikon ITS pada satu isolat
morfologi. Hasil analisa menunjukkan 8 isolat jamur namun dua fragmen yang dihasilkan
tersebut dapat dipisahkan ke dalam lima berukuran hampir sama sehingga terlihat seperti
kelompok berdasarkan profil PCR ITS RFLP. hanya ada 1 fragmen. Sementara itu enzim
Penelitian serupa pada jamur endofit tebu, restriksi BamHI, BclI HaeII dan HindIII tidak
menemukan bahwa tiga jenis jamur yang memberikan variasi dalam profil PCR ITS
berbeda memiliki profil PCR ITS RFLP yang RFLP terhadap 8 isolat.
berbeda, sedangkan isolat yang berbeda dari Pemotongan amplikon ITS menggunakan
jenis jamur sama memiliki sedikit variasi profil enzim restriksi DraI pada penelitian ini
PCR ITS RFLP (Srivastava et al., 2017). memberikan variasi fragmen yang paling tinggi
Penelitian lain pada buah anggur mendapatkan yaitu dengan menghasilkan lima profil PCR ITS
42 profil PCR ITS RFLP dari 43 jenis jamur RFLP yang berbeda dari 8 isolat yang
yang diamati dan hanya 2 jenis jamur dari genus digunakan. Enzim restriksi ini juga berhasil
Penicillium yang memiliki profil sama (Diguta digunakan pada identifikasi jenis jamur
et al., 2011). Flammulina velutipes bersama beberapa enzim
Pemilihan jenis dan jumlah enzim lain yaitu FokI, HaeII, MboII, dan NlaIV
restriksi pada penggunaan metode PCR ITS (Palapala, Aimi, Inatomi, & Morinaga, 2002).
RFLP berpengaruh terhadap tingkat Penggunaan DraI bersama beberapa enzim yang
diskriminasi atau pembedaan jenis jamur. lain juga terbukti mampu memberikan variasi
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak profil pemotongan dalam identifikasi jenis
semua enzim restriksi dapat digunakan untuk jamur dengan beberapa metode yang berbeda,
membedakan 8 isolat jamur yang diamati. Hal misalnya PCR IGS RFLP pada Alternaria spp
ini dikarenakan enzim restriksi akan mengenali (Hong, Liu, & Pryor, 2005) dan tRFLP pada
sekuens nukleotida yang spesifik spesifik jamur Candida spp (Szemiako, Śledzińska, &
(restriction site) dan melakukan pemotongan Krawczyk, 2017). Penggunaan enzim ini secara
pada sekuens tersebut (Gherbawy and Voigt, tunggal dengan metode PCR ITS RLFP mampu
2010). Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat membedakan dua kelompok jamur
dikatakan bahwa hanya tiga dari 8 enzim Anaeromyces mucronatus yang memiliki
restriksi yang dipakai dalam penelitian ini yang aktifitas enzim hidrolitik berbeda (Fliegerová,
efektif atau memberikan variasi (polimorphism) Paîoutová, Mrázek, & Kopeân, 2002).
yang tinggi yaitu adalah DraI, EcoRI dan HinfI. Enzim restriksi EcoRI dan HinfI juga
Enzim restriksi HpaI menunjukkan adanya memberikan variasi pemotongan yang tinggi
39
J urnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 13 No. 1, Juni 2019, p. 33 - 43
misalnya pada identifikasi jenis Stachybotrys, adanya tiga fragmen yang berbeda yang
Penicillium, Aspergillus and Cladosporium dihasilkan oleh tiga enzim yaitu DraI, HaeII
(Dean, Kohan, Betancourt, & Menetrez, 2005; dan BclI. Kedua isolat tersebut diduga
Mohammed, 2013). Pada studi yang lain, enzim merupakan jenis jamur yang berbeda namun
restriksi HinfI juga terbukti mampu memberikan memiliki kedekatan hubungan dengan adanya
8 profil pemotongan yang berbeda terhadap 23 kemungkinan miripnya struktur sekuen ITS
jenis jamur dari genus Penicillium dan antara kedua isolat.
Aspergillus (Diguta et al., 2018). Kelompok kedua terdiri dari isolat 2, 4,
Adapun jumlah enzim restriksi yang dan 5. Ketiga isolat tersebut tidak memiliki
dipakai pada identifikasi atau diferensiasi isolat variasi profil PCR ITS RFLP, sehingga dapat
jamur menggunakan metode PCR ITS RFLP diasumsikan bahwa ketiganya memiliki struktur
bervariasi mulai dari satu hingga lebih dari lima DNA ITS yang sama dan mungkin merupakan
enzim restriksi tergantung dari tujuan dan jenis jamur yang sama. Kelompok ketiga terdiri
kelompok jenis jamur yang dipelajari. dari isolat 7 dan 8 yang memiliki profil PCR
Penggunaan satu hingga tiga enzim restriksi ITS RFLP sama dan diasumsikan memiliki
biasanya digunakan untuk membedakan struktur DNA ITS yang sama. Hal ini juga
kelompok jamur yang sudah diketahui spesies menunjukkan bahwa kemungkinan besar kedua
atau genusnya. Penggunaan satu enzim pada isolat tersebut merupakan jenis jamur yang
jenis jamur Anaeromyces mucronatus dapat sama. Adapun isolat 3 tidak menempati klaster
membedakan dua kelompok jamur yang manapun dan terpisah dari isolat-isolat yang
memiliki aktifitas enzim hidrolitik berbeda lain. Hal ini disebabkan oleh profil PCR ITS
(Fliegerová et al., 2002). Profil PCR ITS RFLP RFLP yang berbeda dan juga menunjukkan
yang dihasilkan dari satu enzim juga terbukti adanya perbedaan struktur DNA ITS dengan
mampu membedakan beberapa genus jamur isolat lain.
yang menyebabkan penyakit pada apel Konsentrasi DNA yang berbeda yang
(Duttweiler et al., 2008). Pada penelitian digunakan sebagai ulangan pada penelitian ini,
terhadap genus Aspergillus dan Penicillium tidak menunjukkan hasil amplifikasi yang
penggunaan dua enzim mampu membedakan berbeda. Hasil ini berbeda dengan penelitian
tujuh jenis yang berbeda, sedangkan untuk sebelumnya yang menemukan bahwa
membedakan tiga jenis Ganoderma yang penggunaan DNA dengan pengenceran 20×
diisolasi dari tiga inang yang berbeda memberikan hasil amplifikasi daerah ITS yang
diperlukan tiga enzim restriksi (Nusaibah et al., lebih baik daripada DNA dengan pengenceran
2011). Penggunaan empat jenis enzim atau lebih 10× (Prihatini et al., 2018). Perbedaan hasil dari
biasanya digunakan dalam identifikasi jenis- kedua penelitian ini mungkin disebabkan karena
jenis jamur dalam studi komunitas jamur penggunaan DNA polymerase dan profil suhu
(Diguta et al., 2018, 2011). yang berbeda dalam proses amplifikasi DNA
Pada dendogram yang disusun ITS.
berdasarkan lima profil PCR ITS RFLP yang Identitas jenis jamur yang digunakan
berbeda, delapan isolat jamur yang diamati pada dalam penelitian ini tidak dapat diketahui
penelitian ini dibagi ke dalam 3 klaster atau dengan metode PCR ITS RLFP, sehingga perlu
kelompok dan diasumsikan setiap klaster pada dilakukan menggunakan metode sekuensing
dendogram tersebut memiliki susunan DNA ITS DNA untuk membandingkan urutan DNA dari
yang sama atau mirip. Kelompok pertama yaitu isolat-isolat yang diuji dengan database sekuen
isolat 1 dan 6 yang memiliki profil PCR ITS DNA jamur yang disimpan pada database
RFLP berbeda, namun memiliki banyak umum misalnya Genbank (Clark, Karsch-
kemiripan. Perbedaan hanya ditunjukkan oleh Mizrachi, Lipman, Ostell, & Sayers, 2016) atau
40
Karakter Teknik PCR ITS-RFLP Untuk Seleksi Isolat jamur Pada Pengujian Agen Pengendali Hayati Pada Serangan Ganoderma
Tanaman Acacia Mangium
Istiana Prihatini, Farah Aulya Faradilla, dan Suranto
Unite (Nilsson et al., 2018). Profil PCR ITS Acids Research, 44(D1), D67–D72.
https://doi.org/10.1093/nar/gkv1276
RFLP yang dihasilkan oleh tiga enzim restriksi
DraI, EcoRI dan HinfI diharapkan akan mampu Datta, S., Choudhary, R. G., Shamim, M., & Dhar,
V. (2011). Polymorphism in the internal
membedakan jenis jamur dari isolat yang
transcribed spacer (ITS) region of the
didapatkan dari hasil pengujian aktifitas ribosomal DNA among different Fusarium
pengendalian APH maupun pada penelitian species. Archives of Phytopathology and
Plant Protection, 44(6), 558–566.
keragaman jenis jamur yang menggunakan https://doi.org/10.1080/03235400903187402
metode culture dependent.
Dean, T. R., Kohan, M., Betancourt, D., & Menetrez,
M. Y. (2005). A simple polymerase chain
IV. KESIMPULAN reaction/restriction fragment length
polymorphism assay capable of identifying
Penelitian ini menunjukkan bahwa enzim
medically relevant filamentous fungi.
restriksi DraI, EcoRI dan HinfI mampu Molecular Biotechnology, 31(1), 21–27.
memberikan profil PCR ITS RLFP yang https://doi.org/10.1385/MB:31:1:021
berbeda pada terhadap isolat jamur yang belum Diguta, C. F., Proca, I. G., Jurcoane, S., & Matei, F.
diketahui jenisnya dan memiliki karakter (2018). Molecular characterization by PCR-
RFLP of indigenous fungal isolates from
morfologi isolat yang mirip. Identifikasi jenis hypersaline stream water in Romania. Folia
berdasarkan sekuen DNA masih diperlukan Microbiologica, in press, 1–13.
untuk menguji apakah profil PCR ITS RLFP Diguta, C. F., Vincent, B., Guilloux-Benatier, M.,
yang dihasilkan oleh ketiga enzim tersebut Alexandre, H., & Rousseaux, S. (2011). PCR
sesuai dengan kelompok taksonominya. ITS-RFLP: A useful method for identifying
filamentous fungi isolates on grapes. Food
Microbiology, 28, 1145e1154.
UCAPAN TERIMA KASIH https://doi.org/10.1016/j.fm.2011.03.006
Penelitian ini merupakan bagian dari Duttweiler, K. B., Sun, G. Y., Batzer, J. C.,
penelitian yang dibiayai oleh anggaran DIPA Harrington, T. C., & Gleason, M. L. (2008).
tahun 2018. Sampel dan gambar isolat yang An RFLP-Based Technique for Identifying
Fungi in the Sooty Blotch and Flyspeck
digunakan dalam tulisan ini disediakan oleh Complex on Apple. Plant Disease, 92(5),
Desy Puspitasari dan merupakan bagian dari 794–799. https://doi.org/10.1094/PDIS-92-5-
koleksi isolat dari penelitian ACIAR. 0794
Terimakasih kepada semua pihak yang telah Elad, Y., Baker, S. C., & Faull, J. L. (2004). Multi
trophic relationships – interaction of a
membantu secara langsung maupun tidak
biocontrol agent and a pathogen with the
langsung dalam kegiatan penelitian di indigenous micro-flora on bean leaves Multi
laboratorium. trophic relationships – interaction of a
biocontrol agent and a pathogen with the
DAFTAR PUSTAKA indigenous micro-flora on bean leaves.
Management of Plant Diseases and
Agustini, L., Wahyuno, D., Indrayadi, H., & Glen, Arthropod Pests by BCAs, 27(January), 151–
M. (2014). In vitro interaction between 154.
Phlebiopsis sp. and Ganoderma philippii
isolates. Forest Pathology, 44(6), 472–476. Endang, A., & Farikhah, H. N. (2010). Infestation of
https://doi.org/10.1111/efp.12143 Xystrocera festiva in Paraserianthes
falcataria plantation in East Java, Indonesia.
Buana, R. F. N., Wahyudi, A. T., & Toruan-Mathius, Journal of Tropical Forest Science, 22(4),
N. (2014). Control Activity of Potential 397–402.
Antifungal-Producing Burkholderia sp. in https://doi.org/10.1007/BF01586686
Suppressing Ganoderma boninense Growth
in Oil Palm. Asian Journal of Agricultural Fliegerová, K., Paîoutová, S., Mrázek, J., & Kopeân,
Research, 8, 259–268. J. (2002). Special properties of polycentric
anaerobic fungus Anaeromyces mucronatus,
Clark, K., Karsch-Mizrachi, I., Lipman, D. J., Ostell, 441–444.
J., & Sayers, E. W. (2016). GenBank. Nucleic
41
J urnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 13 No. 1, Juni 2019, p. 33 - 43
Gardes, M., & Bruns, T. D. (1993). ITS primers with Nusaibah, S. A., Latiffah, Z., & Hassaan, A. R.
enhanced specificity for basidiomycetes, (2011). ITS-PCR-RFLP analysis of
application to the identification of Ganoderma sp. infecting industrial crops.
mycorrihiza and rusts. Molecular Ecology, Pertanika Journal of Tropical Agricultural
2(May 2016), 113–118. https://doi.org/Doi Science, 34(1), 83–91.
10.1111/J.1365-294x.1993.Tb00005.X
O’Donnell, K., Sutton, D. A., Rinaldi, M. G., Sarver,
Glen, M., Bougher, N. L., Francis, A. A., Nigg, S. B. A. J., Balajee, S. A., Schroers, H. J., …
Q., Lee, S. S., Irianto, R., … Mohammed, C. Geiser, D. M. (2010). Internet-accessible
L. (2009). Ganoderma and Amauroderma DNA sequence database for identifying
species associated with root-rot disease of fusaria from human and animal infections.
Acacia mangium plantation trees in Indonesia Journal of Clinical Microbiology, 48(10),
and Malaysia. Australasian Plant Pathology, 3708–3718.
38(4), 345–356.
https://doi.org/10.1071/AP09008 Old, K. M., Lee, S. S., Sharma, J. K., & Zi, Q. Y.
(2000). A Manual of Diseases of Tropical
Harsono, W. N., Rakhmawati, A., & Prihatini, I. Acacias in Australia, South-East Asia and
(2016). Isolasi dan identifikasi kapang India Design and production: Vlad
endofit dari pohon sengon provenan Mosmondor. Jakarta: Center for International
kepulauan Solomon berdasarkan morfologi Forestry Research.
dan molekuler (analisa rDNA ITS (Internal
Palapala, V. A., Aimi, T., Inatomi, S., & Morinaga,
Transcribed Spacer). Jurnal Biologi, 5(6),
15–27. T. (2002). ITS-PCR-RFLP Method for
Distinguishing Commercial Cultivars of
Hong, S. G., Liu, D., & Pryor, B. M. (2005). Edible Mushroom, Flammulina velutipes.
Restriction mapping of the IGS region in Journal of Food Science, 67(7), 2486–2490.
Alternaria spp. reveals variable and https://doi.org/10.1111/j.1365-
conserved domains. Mycological Research, 2621.2002.tb08763.x
109(1), 87–95.
https://doi.org/10.1017/S0953756204001388 Pei, N., Chen, B., & Kress, W. J. (2017). Advances
of Community-Level Plant DNA Barcoding
Kowalski, T., & Drozynska, K. (2011). Mycobiota in in China. Frontiers in Plant Science, 8, 225.
needles and shoots of Pinus nigra following https://doi.org/10.3389/fpls.2017.00225
Infection by Dothistroma septosporum.
Prihatini, I., Glen, M., Wardlaw, T. J., &
Phyton-Annales Rei Botanicae, 51(2), 277–
287. Mohammed, C. L. (2015). Lophodermium
pinastri and an unknown species of
Lawrence, D. P., Holland, L. A., Nouri, M. T., Teratosphaeriaceae are associated with
Travadon, R., Abramians, A., Michailides, T. needle cast in a Pinus radiata selection trial.
J., & Trouillas, F. P. (2018). Molecular Forest Pathology, 45(4), 281–289.
phylogeny of Cytospora species associated https://doi.org/10.1111/efp.12169
with canker diseases of fruit and nut crops in
Prihatini, I., Glen, M., Wardlaw, T. J., &
California, with the descriptions of ten new
Mohammed, C. L. (2016). Diversity and
species and one new combination. IMA
identification of fungi associated with needles
Fungus, 9(2), 333–370.
https://doi.org/10.5598/imafungus.2018.09.02 of Pinus radiata in Tasmania. Southern
Forests, 78(1), 19–34.
.07
Prihatini, I., Glen, M., Wardlaw, T., & Mohammed,
Mohammed, H. A. (2013). A PCR ITS-RFLP
C. (2014). Multigene phylogenetic study of
method for identifying fungal contamination
of date palm (Phoenix dactylifera L.) tissue Cyclaneusma species. Forest Pathology,
44(2).
cultures. African Journal of Biotechnology,
12(32), 5054–5059. Prihatini, I., Rimbawanto, A., Puspitasari, D., &
https://doi.org/10.5897/AJB2013.12407 Fauzi, D. (2018). Pengujian penanda jenis
Nilsson, R. H., Glöckner, F. O., Saar, I., Tedersoo, spesifik pada jamur yang berpotensi sebagai
agens pengendali hayati penyakit busuk akar
L., Kõljalg, U., Abarenkov, K., … Picard, K.
pada akasia. Jurnal Pemuliaan Tanaman
(2018). The UNITE database for molecular
Hutan, 12(1).
identification of fungi: handling dark taxa https://doi.org/10.20886/jpth.2018.12.1.1-12
and parallel taxonomic classifications.
Nucleic Acids Research, 47(D1), D259– Puspitasari, D., Wibowo, A., Rahayu, S., Prihatini, I.,
D264. https://doi.org/10.1093/nar/gky1022 Rimbawanto, A., & No, J. A. (2016).
Karakter morfologi isolat Phlebiopsis sp . 1
42
Karakter Teknik PCR ITS-RFLP Untuk Seleksi Isolat jamur Pada Pengujian Agen Pengendali Hayati Pada Serangan Ganoderma
Tanaman Acacia Mangium
Istiana Prihatini, Farah Aulya Faradilla, dan Suranto
43
J urnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 13 No. 1, Juni 2019, p. 33 - 43
44
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 14 No. 2, Desember 2020, p. 95 - 101
OPTIMASI DETEKSI GEN PADA Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook.f. & Th.
MENGGUNAKAN KIT DIRECT PCR
Gene detection optimization of Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook f. & Th.
using direct PCR kit
Tanggal diterima: 07 Desember 2020, Tanggal direvisi: 10 Desember 2020, Disetujui terbit: 21 Desember 2020
ABSTRACT
DNA isolation and purification in the conventional Polymerase Chain Reaction (PCR) process require reagents
that are toxic, more costly and time consuming, and poses a high contamination risk. Stelechocarpus burahol
leaves contain phenolics, flavonoids, and terpenoids which can interfere with DNA isolation. The use of direct
PCR kits was proposed to detect genes without DNA extraction. The objective of study was to determine the
method of gene detection of S. burahol using direct PCR kit. Leaves sample were collected from trees planted in
Garut, Purwodadi Botanical Garden, Kyai Langgeng Garden, Yogyakarta Palace, Turi Sleman, Wanagama,
Karanganyar, and South Kalimantan. One leaf sample was collected from each location, except two leaves sample
were collected from Bogor Botanical Garden. The primers used for the trials were ITS 1 and 4. The amplification
product of 50 μl PCR reaction showed positive bands that were detected by electrophoresis. The PCR product
was measured at ± 750 bp from ten samples. Direct PCR kits can be used for gene detection from S. burahol leaf
samples, although the further confirmation by DNA sequencing will be required. This methods only requires a
small amount of tissue, and reduces contamination during DNA extraction process. Direct PCR kits can be
proposed as an effective method that can be utilized to detect target genes for large populations.
Keywords: detect target genes, DNA amplification, PCR product, without DNA extraction
ABSTRAK
Tahap isolasi dan pemurnian DNA pada proses Polymerase Chain Reaction (PCR) konvensional memerlukan
reagen yang mahal, toksik, proses lama, dan memiliki resiko kontaminasi tinggi. Daun Stelechocarpus burahol
mengandung senyawa fenolik, flavonoid, dan terpenoid yang dapat mengganggu saat isolasi DNA. Penggunaan
kit direct PCR diharapkan dapat mendeteksi gen pada tanaman tanpa ekstraksi DNA. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji metode deteksi gen pada S. burahol menggunakan kit direct PCR. Setiap lokasi diambil satu pohon
sebagai sumber sampel daun S. burahol. Lokasi tersebut antara lain Garut, Kebun Raya Purwodadi, Taman Kyai
Langgeng, Kraton Yogyakarta, Turi Sleman, Wanagama, Karanganyar, dan Kalimantan Selatan, kecuali Kebun
Raya Bogor diambil dua pohon sebagai sampel. Primer yang digunakan untuk uji coba adalah primer ITS 1 dan
primer ITS 4. Pada tahap amplifikasi DNA, sampel dari PCR dengan volume 50 μl menunjukan adanya pita
amplifikasi DNA dideteksi dengan elektroforesis. Produk DNA S. burahol berukuran ± 750 bp dari sepuluh
sampel S. burahol. Kit direct PCR dapat digunakan untuk deteksi gen S. burahol, dengan efisiensi waktu dan
tenaga, hanya memerlukan sedikit jaringan, dan mengurangi resiko kontaminasi selama proses ekstraksi DNA,
meskipun pengujian lebih lanjut melalui sekuensing DNA tetap diperlukan. Direct PCR diharapkan dapat menjadi
metode yang efektif yang dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi gen target untuk populasi besar.
Kata kunci: deteksi gen target, amplifikasi DNA, produk PCR, tanpa ekstraksi DNA
I. PENDAHULUAN
pengembangan marker (Hwang et al., 2013).
Polymerase chain reaction (PCR) PCR konvensional memerlukan isolasi dan
digunakan pada penelitian biologi molekuler pemurnian DNA. Isolasi DNA dilakukan dengan
tumbuhan, thremmatology, dan ekologi untuk penggerusan untuk mempermudah ekstraksi
analisis tipe gen, peta gen, isolasi gen, sehingga diperoleh DNA tanpa debris sel.
penyisipan gen ke transforman dan Menurut Surzycki dan Surzycki (2000),
95
J urnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 14 No. 2, Desember 2020, p. 95 - 101
keberadaan DNAse, senyawa metabolit sekunder Pohon Kepel atau Stelechocarpus burahol
dan kontaminan polisakarida menjadi (Bl.) Hook.F & Th. mempunyai sinonim Uvaria
permasalahan pada saat isolasi DNA tumbuhan, burahol Bl. termasuk famili Annonaceae (Arora,
sehingga diperlukan kit ekstraksi. Ekstraksi 2014). Penyebaran pohon tersebut di Asia
DNA bertujuan untuk memisahkan DNA di Tenggara, Malaysia, dan Indonesia terutama di
dalam inti sel dari komponen seluler lain, dengan Pulau Jawa (Heyne, 1987). Buah kepel
cara lisis sel, pemisahan DNA dari komponen sel berkhasiat sebagai obat radang ginjal,
lain, dan presipitasi DNA menggunakan etanol meringankan penyakit asam urat, menyehatkan
absolut (isopropanol). Selama proses ekstraksi saluran kemih, mencegah peradangan, pencegah
DNA memungkinkan terjadinya DNA yang dehidrasi, antioksidan, meningkatkan daya tahan
patah, DNA terdegradasi oleh enzim nuklease, tubuh, sumber energi dan bermanfaat untuk diet
kontaminasi oleh polisakarida, dan metabolit (Amin et al., 2018). Pohon S. burahol termasuk
sekunder. Langkah selanjutnya, menghilangkan daftar 40 jenis tanaman langka pada kategori LR
zat kimia dan enzim sehingga menurunkan atau Low Risk (Dodo, 2015). Daun S. burahol
molekul DNA serta mengganggu PCR dalam mengandung flavonoid. Identifikasi B4b
pemurnian DNA (Young et al., 2007). Proses menunjukkan 3,7,3',4'- tetrahidroksi-5-metil
pemisahan dan pemurnian DNA memerlukan flavon (Sunarni et al., 2007). Kandungan fenolik
banyak tenaga, waktu, biaya dan proses yang tinggi dalam sampel tumbuhan dapat
rumit. mengganggu proses PCR. DNA daun sulit
Teknologi direct PCR menggunakan diperoleh bila sampel daun sudah tua,
jaringan hewan, mikroba atau tumbuhan secara mengandung senyawa pengganggu, dan hasil
langsung untuk PCR tanpa proses isolasi dan amplikasi panjang. Pada saat memulai
pemurnian DNA (Bellstedt et al., 2010; penggunaan kit direct PCR perlu optimasi. Tahap
Berthomieu & Meyer, 1991; Klimyuk et al., optimasi berfungsi untuk mengatasi kesulitan
1993). Direct PCR merupakan metode yang bila hasil produk DNA rendah akibat perbedaan
efisien, cepat, mudah, hemat biaya dan waktu penggunaan bahan jaringan dan primer. Sebelum
dibanding PCR konvensional. Beberapa produk dilakukan PCR, sampel perlu dioptimasi supaya
komersial (HelixAmp direct PCR (3G), diperoleh komposisi dan kondisi PCR yang
Nanohelix Co. Korea dan Phire Direct PCR kit, sesuai sehingga mendapatkan hasil PCR optimal.
Thermo Fisher Scientific Co., USA) digunakan Optimasi PCR tersebut bermanfaat untuk
untuk direct PCR pada hewan dan mikroba. mengetahui kondisi PCR yang tepat dalam
Direct PCR juga dapat digunakan untuk mendeteksi gen pada S. burahol. Produk PCR
pengembangan tanaman transgenik. Pada direct yang dihasilkan kemudian dielektroforesis.
PCR, lisis sel tumbuhan menggunakan buffer Tujuan penelitian ini untuk menguji metode
lisis PEG Alkali untuk deteksi genotipe berbagai deteksi gen pada Stelechocarpus burahol
tanaman. Teknik direct PCR digunakan untuk menggunakan kit direct PCR.
seleksi penanda filogenetik dan pengembangan
modifikasi genetik tanaman padi (TPI 360bp), II. BAHAN DAN METODE
Arabidopsis (Actin 491bp), Tobacco (Actin Penelitian dilaksanakan bulan April 2020
524bp), Potato (Actin 320bp), Tomato (Actin sampai Agustus 2020. Penelitian dilakukan di
247bp), Chrysanthemum (Actin 243bp), Rape Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan,
(Actin 512bp) (Hwang et al., 2013). Direct PCR Fakultas Pertanian Universitas Tidar. Sepuluh
- jaringan merupakan metode yang cepat untuk pohon S. burahol yang digunakan berasal dari
mengidentifikasi gen target, eksplorasi sembilan lokasi. Setiap lokasi diambil satu
komposisi dan keanekaragaman genetik (Li et pohon sebagai sumber sampel daun, kecuali
al., 2010).
96
Optimasi Deteksi Gen Pada Stelechocarpus burahol (BI.) Hook.f. & Th. Menggunakan Direct Kit PCR
Tri Suwarni Wahyudiningsih dan Dian Sartika
Kebun Raya Bogor diambil dua pohon karena power supply, sisir pembentuk sumuran gel,
ada pohon S. burahol varietas longiflora yang geldoc, dan komputer.
perlu diteliti. Pada lokasi Garut, Kebun Raya Prosedur PCR: optimasi produk DNA dari
Purwodadi, Taman Kyai Langgeng Magelang, daun 0,1 mg diiris tipis kemudian dihancurkan
Kraton Yogyakarta, Turi Sleman, Hutan dan dilarutkan dengan 1,25% larutan SDS
Wanagama, Karanganyar, dan Kalimantan sebanyak 50 ul yang disebut template DNA.
Selatan hanya diambil satu pohon setiap lokasi. Kemudian diinkubasi pada suhu 95oC selama 5
Bahan penelitian terdiri atas sepuluh menit dan divortex 2 detik. Komponen PCR: Kit
sampel daun kepel dengan label sesuai kode PCR : 25 μl, Primer Forward 1 μl, Primer
lokasi, Bioline MyTaqTM Plant-PCR Kit, DNA Reverse 1 μl, Plant Extraction 1 μl, dan ddH2O
ladder 100 bp merk Vivantis, pewarna DNA 22 μl. Pelaksanaan PCR sebagai berikut. Pre-
(florosafe DNA stain dari 1st BASE), aquades denaturasi 95oC selama 7 menit, denaturasi 95oC
steril, aluminium foil, TBE 1X, akuabides selama 1 menit, penempelan 55oC selama 1
(ddH2O) steril, alkohol 70%, ice gel, SDS menit, ekstensi 72oC selama 1 menit, tahap akhir
Solution, tisu, kertas label, primer ITS 1 forward, ekstensi 72oC selama 1 menit dan 40 siklus
dan primer ITS 4 reverse. Alat yang digunakan (Bioscience, n.d.) yang dimodifikasi.
terdiri atas cutter, gunting, inkubator, kotak es, Hasil elektroforesis dianalisis dengan
autoklaf, freezer, timbangan analitik (Shimadzu membandingkan ketebalan band /pita
corporation), tube 1,5 ml, tube 0,2 ml, tabung amplifikasi secara visual. Pita yang optimal
sentrifuge 15 ml, mikropipet (ukuran 10, 100, adalah pita yang sesuai target. Gen target ITS
200 μl), yellow tip, white tip, rak tip, spidol tersebut tunggal dan mempunyai ukuran 400-
marker, tisu, vortex, mesin PCR, microwave, UV 1000 bp (Ali et al., 2015). Konsentrasi dan suhu
transilluminator, horizontal agarose gel penempelan primer yang menghasilkan pita
electrophoresis apparatus (MUPID 2-Plus), optimal digunakan untuk PCR pada sepuluh
sampel penelitian dicatat.
Tabel 1. Gen target, primer, urutan nukleotida, suhu annealing pada sepuluh sampel daun S.burahol
Gen Suhu
Primer Urutan nukleotida Referensi
target penempelan
ITS 1 55oC
ITS -TCC GTA GGT GAA CCT GCG G- (White et al., 1990)
(forward)
ITS 4
-TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC-
(reverse)
97
J urnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 14 No. 2, Desember 2020, p. 95 - 101
98
Optimasi Deteksi Gen Pada Stelechocarpus burahol (BI.) Hook.f. & Th. Menggunakan Direct Kit PCR
Tri Suwarni Wahyudiningsih dan Dian Sartika
al., 2010). Beberapa diantaranya adalah tanaman dapat menyebabkan pita yang tebal tetapi kadang
dari suku Potamogetonaceae (Yang et al., 2017), diikuti pita yang tidak spesifik (unspecific band).
Araliaceae (X. Chen et al., 2013), Hypericacea Pada semua sampel suhu penempelan 55oC
(Costa et al., 2016), Malvaceae (Santhosh Kumar menghasilkan gambar pita yang jelas sehingga
et al., 2015), Rosaceae (Chin et al., 2014), dan hasil implifikasi kurang jelas (Rychlik et al.,
Lauraceae (Doh et al., 2017). Pada penelitian ini 1990). Sedangkan pada suhu penempelan yang
gen target, primer, urutan nukleotida serta suhu terlalu rendah, pita tidak spesifik akan
penempelan yang diperlukan 55oC (Tabel 1) teramplifikasi yang menyebabkan pita multipel
dapat menghasilkan pola pita yang optimal pada hasil elektroforesis. Hasil optimasi
berukuran ± 750 bp (Gambar 1). Keuntungan sebaiknya dicoba untuk beberapa sampel
direct PCR diantaranya adanya indikasi gen penelitian dahulu, tidak langsung pada seluruh
target pada S. burahol tanpa ekstraksi DNA, sampel penelitian, karena konsentrasi DNA yang
meskipun amplikon DNA ITS tersebut masih dioptimasi dapat berbeda dengan konsentrasi
memerlukan pengujian lebih lanjut apakah produk DNA pada seluruh sampel penelitian.
merupakan amplifikasi dari DNA tanaman atau
DNA dari mikroorganisme endofit yang hidup
pada daun S. burahol. Pengujian melalui tahapan
sekuensing DNA terhadap amplikon tersebut
akan dapat memberikan kepastian bahwa DNA
ITS yang teramplifikasi menggunakan metode
direct PCR merupakan DNA dari S. burahol.
Teknologi direct PCR diharapkan dapat Gambar 1. Hasil amplifikasi DNA barcodes
diterapkan untuk deteksi genotipe berbagai region ITS berukuran ± 750 bp pada
tanaman sehingga menghemat waktu, tenaga dan sepuluh sampel S. burahol.
biaya. Prosedur tersebut dapat disederhanakan
Keterangan: 1). Sampel dari Kebun Raya Bogor, 2)
lebih efisien dan berhasil memperkuat fragmen Garut, 3) var. longiforus, 4) Kebun
DNA dari template secara langsung sehingga Raya Purwodadi, 5) Taman Kyai
Langgeng Magelang, 6) Karanganyar,
mengurangi biaya tambahan kit dan reagen
7) Turi Sleman, 8) Kraton Yogyakarta,
pemurnian DNA. Metode direct PCR dapat 9) Wanagama, dan 10) Kalimantan
diterapkan untuk mendeteksi tanaman buah dan Selatan
biji transgenik sebagai alat untuk aplikasi
IV. KESIMPULAN
keamanan hayati serta seleksi secara cepat pada
skala besar. Metode ini menjadi efektif, cukup Metode direct PCR yang digunakan dalam
mudah dan relatif cepat terutama untuk sampel penelitian ini berhasil mendapatkan amplifikasi
skala besar. DNA ITS dengan ukuran ± 750 bp sebagai target
Pada elektroforesis hasil PCR, pita yang deteksi yang diujikan pada S. burahol. Namun
optimal adalah pita yang tebal, bersih dan sesuai demikian, pengujian lebih lanjut melalui
ukuran (target) yang ditunjuk oleh primr ITS sekuensing DNA masih diperlukan untuk
yang digunakan. Gambar 1 menunjukkan memastikan bahwa DNA ITS yang telah
konsentrasi primer yaitu 20 μMol didapatkan terdeteksi tersebut adalah DNA S. burahol.
gambar pita yang jelas dan sesuai target, pada
ladder dengan ukuran 750 bp. Menurut UCAPAN TERIMA KASIH
Padmalatha dan Prasad, (2006), konsentrasi Tim Peneliti menyampaikan terima kasih
primer yang terlalu rendah atau terlalu tinggi kepada Prof. Ir. Erry Purnomo, Ph.D. selaku
dapat menyebabkan tidak terjadi amplifikasi. Ketua LPPM-PMP yang telah memberikan dana
Selain itu, semakin tinggi konsentrasi primer skema Penelitian Unggulan Universitas melalui
99
J urnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 14 No. 2, Desember 2020, p. 95 - 101
DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Bioscience, M. (n.d.). MyTagTM Plant-PCR Kit.
Universitas Tidar tahun 2020. Cao, M., Fu, Y., Guo, Y., & Pan, J. (2009).
Chlamydomonas (Chlorophyceae) colony
DAFTAR PUSTAKA PCR. Protoplasma.
https://doi.org/10.1007/s00709-009-0036-9
Ali, M. A., Gyulai, G., & Al-Hemaid, F. (2015). Plant
DNA Barcoding and Phylogenetics. Cascella, R., Strafella, C., Ragazzo, M., Zampatti, S.,
LAMBERT Academic Publishing. Borgiani, P., Gambardella, S., Pirazzoli, A.,
http://marefateadyan.nashriyat.ir/node/150 Novelli, G., & Giardina, E. (2015). Direct
PCR: A new pharmacogenetic approach for
AlShahni, M. M., Makimura, K., Yamada, T., Satoh,
the inexpensive testing of HLA-B∗57:01.
K., Ishihara, Y., Takatori, K., & Sawada, T.
Pharmacogenomics Journal.
(2009). Direct Colony PCR of Several
https://doi.org/10.1038/tpj.2014.48
Medically Important Fungi Using
Ampdirect® Plus. Japanese Journal of Chen, S., Yao, H., Han, J., Liu, C., Song, J., Shi, L.,
Infectious Diseases, 62(2), 164–167. Zhu, Y., Ma, X., Gao, T., Pang, X., Luo, K.,
https://www.researchgate.net/publication/242 Li, Y., Li, X., Jia, X., Lin, Y., & Leon, C.
18484_Direct_colony_PCR_of_several_medi (2010). Validation of the ITS2 region as a
cally_important_fungi_using_Ampdirect_Plu novel DNA barcode for identifying medicinal
s/link/0912f5087383e2f3ee000000/download plant species. PLoS ONE.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0008613
Amin, A., Radji, M., Mun’im, A., Rahardjo, A., &
Suryadi, H. (2018). Antimicrobial activity of Chen, X., Liao, B., Song, J., Pang, X., Han, J., &
ethyl acetate fraction from stelechocarpus Chen, S. (2013). A fast SNP identification and
burahol fruit against oral bacteria and total analysis of intraspecific variation in the
flavonoids content. Journal of Young medicinal Panax species based on DNA
Pharmacists. barcoding. Gene.
https://doi.org/10.5530/jyp.2018.2s.19 https://doi.org/10.1016/j.gene.2013.07.097
Arora, R. K. (2014). Diversity in Underutilized Plant Chin, S. W., Shaw, J., Haberle, R., Wen, J., & Potter,
Species. In Bioversity International Sub- D. (2014). Diversification of almonds,
Regional Office for South Asia, New Delhi. peaches, plums and cherries - Molecular
Bioversity International National Agriculture systematics and biogeographic history of
Science Centre (NASC), Dev Prakash Shastri Prunus (Rosaceae). Molecular Phylogenetics
Marg, Pusa Campus, New Delhi 110012, and Evolution.
India Bioversity-india@cgiar.org. https://doi.org/10.1016/j.ympev.2014.02.024
Bellstedt, D. U., Pirie, M. D., Visser, J. C., de Villiers, Chum, P. Y., Haimes, J. D., André, C. P., Kuusisto, P.
M. J., & Gehrke, B. (2010). A rapid and K., & Kelley, M. L. (2012). Genotyping of
inexpensive method for the direct PCR plant and animal samples without prior DNA
amplification of DNA from plants. American purification. Journal of Visualized
Journal of Botany. Experiments. https://doi.org/10.3791/3844
https://doi.org/10.3732/ajb.1000181
Costa, J., Campos, B., Amaral, J. S., Nunes, M. E.,
Ben-Amar, A., Oueslati, S., & Mliki, A. (2017). Oliveira, M. B. P. P., & Mafra, I. (2016). HRM
Universal direct PCR amplification system: a analysis targeting ITS1 and matK loci as
time- and cost-effective tool for high- potential DNA mini-barcodes for the
throughput applications. 3 Biotech. authentication of Hypericum perforatum and
https://doi.org/10.1007/s13205-017-0890-7 Hypericum androsaemum in herbal infusions.
Food Control.
Ben Amar, A., Oueslati, S., Ghorbel, A., & Mliki, A.
https://doi.org/10.1016/j.foodcont.2015.09.03
(2012). Prediction and early detection of
5
mycotoxigenic Fusarium culmorum in wheat
by direct PCR-based procedure. Food Dodo. (2015). Keanekaragaman dan Konservasi
Control. Tumbuhan Buah Langka Indonesia. Warta
https://doi.org/10.1016/j.foodcont.2011.08.02 Kebun Raya 13(2).
1
Doh, E. J., Kim, J. H., Oh, S. eun, & Lee, G. (2017).
Berthomieu, P., & Meyer, C. (1991). Direct Identification and monitoring of Korean
amplification of plant genomic DNA from leaf medicines derived from Cinnamomum spp. by
and root pieces using PCR. Plant Molecular using ITS and DNA marker. Genes and
Biology. https://doi.org/10.1007/BF00040656 Genomics. https://doi.org/10.1007/s13258-
016-0476-5
100
Optimasi Deteksi Gen Pada Stelechocarpus burahol (BI.) Hook.f. & Th. Menggunakan Direct Kit PCR
Tri Suwarni Wahyudiningsih dan Dian Sartika
Eszik, I., Lantos, I., Önder, K., Somogyvári, F., S. G., Ravikanth, G., & Uma Shaanker, R.
Burián, K., Endrész, V., & Virok, D. P. (2015). DNA barcoding to assess species
(2016). High dynamic range detection of adulteration in raw drug trade of “Bala”
Chlamydia trachomatis growth by direct (genus: Sida L.) herbal products in South
quantitative PCR of the infected cells. Journal India. Biochemical Systematics and Ecology,
of Microbiological Methods. 61(August), 501–509.
https://doi.org/10.1016/j.mimet.2015.11.010 https://doi.org/10.1016/j.bse.2015.07.024
Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna Indonesia. Sharma, R., Kumar, V., Mohapatra, T., Khandelwal,
Jilid II.Jakarta: Badan LitbangKehutanan. V., & Vyas, G. K. (2012). A Simple and Non-
destructive Method of Direct-PCR for Plant
Hwang, H., Bae, S.-C., Lee, S., Lee, Y.-H., & Chang,
Systems. Journal of Plant Biology.
A. (2013). A Rapid and Simple Genotyping
https://doi.org/10.1007/s12374-011-9191-6
Method for Various Plants by Direct-PCR.
Plant Breeding and Biotechnology, 1(3), 290– Shokralla, S., Singer, G. A. C., & Hajibabaei, M.
297. https://doi.org/10.9787/pbb.2013.1.3.290 (2010). Direct PCR amplification and
sequencing of specimens’ DNA from
John, M. E. (1992). An efficient method for isolation
preservative ethanol. BioTechniques.
of RNA and DNA from plants containing
https://doi.org/10.2144/000113362
polyphenolics. Nucleic Acids Research.
https://doi.org/10.1093/nar/20.9.2381 Sunarni, T., Pramono, S., & Asmah, R. (2007).
Antioxidant–free radical scavenging of
Kim, C. S., Lee, C. H., Shin, J. S., Chung, Y. S., &
flavonoid from The Leaves of Stelechocarpus
Hyung, N. I. (1996). A simple and rapid
burahol (Bl.) Hook f. & Th. Indonesian
method for isolation of high quality genomic
Journal of Pharmacy.
DNA from fruit trees and conifers using PVP.
Nucleic Acids Research. Surzycki, S., & Surzycki, S. (2000). Preparation of
https://doi.org/10.1093/nar/25.5.1085 Genomic DNA from Plant Cells. In Basic
Techniques in Molecular Biology.
Klimyuk, V. I., Carroll, B. J., Thomas, C. M., & Jones,
https://doi.org/10.1007/978-3-642-56968-5_3
J. D. G. (1993). Alkali treatment for rapid
preparation of plant material for reliable PCR Werblow, A., Flechl, E., Klimpel, S., Zittra, C., Lebl,
analysis. The Plant Journal. K., Kieser, K., Laciny, A., Silbermayr, K.,
https://doi.org/10.1111/j.1365- Melaun, C., & Fuehrer, H. P. (2016). Direct
313X.1993.tb00169.x PCR of indigenous and invasive mosquito
species: A time- and cost-effective technique
Li, F. W., Kuo, L. Y., Huang, Y. M., Chiou, W. L., &
of mosquito barcoding. Medical and
Wang, C. N. (2010). Tissue-direct PCR, a
Veterinary Entomology.
rapid and extraction-free method for
https://doi.org/10.1111/mve.12154
barcoding of ferns. Molecular Ecology
Resources. https://doi.org/10.1111/j.1755- White, T. J., Bruns, T., Lee, S., & Taylor, J. (1990).
0998.2009.02745.x Amplification and direct sequencing of fungal
ribosomal RNA genes for phylogenetics. In
Padmalatha, K., & Prasad, M. N. V. (2006).
PCR protocols: A guide to methods and
Optimization of DNA isolation and PCR
applications. Academic Press, Inc.
protocol for RAPD analysis of selected
medicinal and aromatic plants of conservation Yang, T., Zhang, T., Guo, Y. hao, & Liu, X. (2017).
concern from Peninsular India. African Testing eight barcoding markers for
Journal of Biotechnology. Potamogeton species at intraspecific levels.
https://doi.org/10.5897/AJB05.188 Aquatic Botany.
https://doi.org/10.1016/j.aquabot.2016.11.009
Rychlik, W., Spencer, W. J., & Rhoads, R. E. (1990).
Optimization of the annealing temperature for Young, G. Y., Jong, Y. K., Soh, M. S., & Kim, D. S.
DNA amplification in vitro; Nucleic Acids (2007). A simple and rapid gene amplification
Research. from Arabidopsis leaves using AnyDirect
https://doi.org/10.1093/nar/18.21.6409 system. Journal of Biochemistry and
Molecular Biology.
Santhosh Kumar, J. U., Krishna, V., Seethapathy, G.
https://doi.org/10.5483/bmbrep.2007.40.3.44
S., Senthilkumar, U., Ragupathy, S.,
Ganeshaiah, K. N., Ganesan, R., Newmaster,
101
J urnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 14 No. 2, Desember 2020, p. 95 - 101
102
pISSN 2302-1616, eISSN 2580-2909
Vol 6, No. 2, Desember 2018, hal 124-130
Available online http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/biogenesis
DOI https://doi.org/10.24252/bio.v6i2.5068
ABSTRACT
Melon (Cucumis melo L.) usually used as a fresh fruit, which contained high vitamin C and in Indonesia melon is
one of the favorite fruit. Indonesia is a country that has a high biodiversity. One of the potential strategies in order to
improve productivity and quality of crops competitiveness is through plant breeding. This study used melon Aramis from
PT East West Seed Indonesia hybrid melon from crosses between 7319 (F) with 7347 (M). The research aims to determine
the phenotype character of melon cultivar Aramis and to detect powdery mildew resistance gene. The research is
conducted in Pusat Inovasi Agro Teknologi (PIAT UGM) Yogyakarta and at the Laboratory of Genetics and Breeding
Faculty of Biology, Universitas Gadjah Mada. Resistance genes detection is conducted by Sequence Characterized
Amplified Regions method (SCARs) using PCR and showed negative result of Aramis cultivar on detection of gene
resistance to powdery mildew.
INTISARI
Melon (Cucumis melo L.) dimanfaatkan sebagai makanan buah segar yang mengandung vitamin C tinggi dan di
Indonesia buah melon digemari oleh masyarakat. Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang
tinggi, salah satu strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan produktivitas, kualitas serta daya saing
komoditas tanaman adalah melalui pemuliaan tanaman. Pada penelitian ini digunakan melon hibrida Aramis produksi PT.
East West Seed Indonesia hasil persilangan antara tetua betina 7319 (F) dan tetua jantan 7347 (M). Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui karakter fenotip melon kultivar Aramis serta mendeteksi gen ketahanan terhadap powdery
mildew. Penelitian dilaksanakan di Pusat Inovasi Agro Teknologi (PIAT UGM) Yogyakarta serta di Laboratorium
Genetika dan Pemuliaan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Hasil daun kemudian dipindahkan ke Laboratorium
Genetika dan Pemuliaan Fakultas Biologi UGM untuk dilakukan pengambilan data deteksi gen ketahanan yang dilakukan
dengan menggunakan Sequence Characterized Amplified Regions (SCARs). Hasil PCR untuk deteksi gen ketahanan
terhadap powdery mildew menunjukan hasil negatif pada melon Aramis sehingga melon Aramis tidak tahan terhadap
powdery mildew.
yang berpengaruh pada penurunan mutu hasil keberadaan gen ketahanan penyakit powdery
karena menurunkan kandungan gula pada mildew.
buah, mengurangi aroma hingga bentuk buah Ketahanan terhadap hama dan penyakit
yang berubah karena kurangnya daun yang termasuk faktor utama dalam menghasilkan
melindungi (Daryono dan Qurrohman, 2009). produk maksimum. Melon hibrida kultivar
Tacapa GB dan Tacapa Silver merupakan Aramis hasil produksi PT East West Seed
melon hasil pengembangan dari Laboratorium Indonesia merupakan hasil persilangan antara
Genetika dan Pemuliaan Fakultas Biologi tetua betina 7319 dengan tetua jantan 7347.
Universitas Gadjah Mada dan merupakan hasil Keunggulan melon varietas ini memiliki kulit
persilangan antara PI 371795 dengan Act3 434 buah yang keras, daya simpan yang lama serta
dengan testcross Act3 434 untuk Tacapa GB jaring buah yang tebal dan rapat. Melon
dan hasil persilangan antara PI 371795 dengan Aramis mampu beradaptasi dengan baik di
Act4 434 dengan testcross Act4 434 untuk dataran rendah dengan ketinggian 50-200
Tacapa Silver. Penelitian sebelumnya mdpl. Sehingga diperlukan uji deteksi gen
menunjukkan PI 371795 memiliki gen pada melon Aramis untuk memberikan
ketahanan terhadap powdery mildew informasi keberadaan gen ketahanan terhadap
(Fatmawati and Daryono, 2016; Listiawan, powdery mildew.
2009) yang dapat diturunkan pada melon
Tacapa sebagai control positif. METODE
Powdery mildew merupakan penyakit Penelitian ini dilakukan di greenhouse dan
dengan penyebaran paling luas yang Blok 1 PIAT (Pusat Inovasi Agro Teknologi)
menginfeksi tanaman Cucurbitaceae termasuk Yogyakarta dan Laboratorium Genetika dan
melon. Penyakit ini dapat disebabkan oleh dua Pemuliaan Fakultas Biologi UGM. Penanaman
patogen Podosphaera xanthii (Castagne) U. melon dilakukan di greenhouse dan Blok 1,
Braun & N. Shishkoff dan Golovinomyces sedangkan dan deteksi gen ketahanan terhadap
cichoracearum V. P Heluta. P. xanthii powdery mildew dilakukan di Laboratorium
merupakan spesies yang paling umum Genetika dan Pemuliaan.
menyebabkan penyakit ini (Lebeda and Persiapan dan Penanaman. Benih
Mieslerová, 2011; Pérez-García et al., 2009). melon Aramis, Action 434, Tacapa GB dan
Daun muda pada Cucurbitaceae lebih tahan Tacapa Silver pertama direndam dengan air
terhadap infeksi powdery mildew dibanding hangat yang telah dilarutkan fungisida
daun yang berumur lebih tua sehingga gejala klorotalonil 2g/l selama 2-4 jam dan kemudian
ini biasanya pertama kali muncul pada daun diinkubasi pada ruangan tanpa cahaya selama
dewasa yang berada dekat pangkal batang dan semalam untuk disemai setelahnya. Benih
ternaungi daun lain (Abood and Lösel, 2003; kemudian disemai di polybag 7 x 5 cm berisi
Atak, 2017). Penyakit powdery mildew yang tanah dan pupuk kandang dengan
ringan dapat berdampak dalam penurunan perbandingan 1:1, NPK 50 g dan sedikit
mutu hasil, karena mengurangi kandungan insektisida. Untuk pertumbuhan vegetatif
gula buah, mengurangi aroma dan merusak dipicu dengan diberikan pupuk daun 2 g/l
tampilan buah (Gadoury et al., 2001; Stummer dengan kandungan unsur nitrogen yang tinggi.
et al., 2005), tetapi belum terdapat pengalaman Bibit melon kemudian dapat dipindahkan ke
dalam pengendalian jamur tepung di lapangan setelah berumur 10-12 hari atau
Indonesia. Petani umumnya mengendalikan setelah mempunyai 2-3 helai daun sejati.
jamur tepung dengan mencabut dan Ekstraksi DNA. Ekstraksi dilakukan
memendam tanaman yang sakit keras atau dengan menggunakan sampel yang berasal
menggunakan fungisida. Penggunaan dari daun ketiga, keempat dan kelima kultivar
fungisida sukar dilakukan karena dapat dihitung dari pucuk tanaman melon. Daun
menyebabkan naiknya biaya produksi, yang digunakan sebagai sampel diambil dari
sehingga dibutuhkan informasi mengenai lahan kemudian disimpan di dalam ice box
berisi es untuk dipindahkan dari lahan ke
BUDI SETIADI DARYONO, HANI CHRISTIN YEMBISE Biogenesis 126
laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas dilakukan dengan tombol auto zero pada alat
Biologi UGM, sampel yang telah sampai di sampai angka dimonitor menunjukkan angka
laboratorium kemudian dimasukkan ke dalam 0. Ketika muncul angka 0 akuabides lalu
freezer dengan suhu -20°C. Proses ekstraksi diganti dengan ekstrak DNA yang telah
dilakukan dengan mengambil sampel daun diencerkan dan diukur absorbansinya dengan
sebanyak 0,4 gram dari freezer, digerus dengan panjang gelombang 260nm. Angka hasil
mortar yang sebelumnya didinginkan dalam absorbansi dicatat dan pengukuran diulangi
lemari pendingin. Reagen Phytopure I lagi dengan panjang gelombang 280 nm.
ditambahkan ke dalam mortar secara perlahan Amplifikasi DNA. Amplifikasi DNA
dan terus digerus sampai daun hancur dan dilakukan dengan metode PCR menggunakan
menjadi lembut. primer SCARs. Komponen reaksi yang
Campuran sampel daun dan reagen tadi digunakan dikondisikan dingin pada tempat
dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml dan berisi es. Pertama, dibuat campuran larutan
ditambahkan reagen Phytopure II 100 µl, PCR dengan total 25 µl berisi faststart 12,5 µl,
dikocok perlahan dan diinkubasi pada suhu forward primer 2,5 µl, reverse primer 2,5 µl,
65°C 15 menit kemudian disimpan ke dalam sampel DNA 1 µl, dan akuabides 6,5 µl
lemari pendingin 20 menit. Setelah 20 menit, kemudian dicampur secara hati-hati hingga
sampel ditambahkan 400 µl kloroform dingin merata. Mesin PCR diatur dengan formula
lalu dikocok perlahan dan ditambahkan 30 µl sebagai berikut: predenaturasi 95oC selama 5
resin Phytopure yang diteteskan secara tegak menit, denaturasi 95oC selama 1 menit,
lurus terhadap tube. Campuran sampel annealing 56oC selama 1 menit, extension
kemudian disentrifugasi 5 menit kecepatan 72oC selama 2 menit dan post extension 72oC
3000 rpm, supernatan yang terbentuk selama 10 menit. Proses ini dilakukan dengan
dipindahkan ke tube 1,5 ml dan ditambahkan pengulangan sebanyak 29 kali. Setelah proses
isopropanol dingin lewat dinding tube dengan selesai, produk PCR disimpan pada suhu -20oC
jumlah volume yang sama sesuai volume dan siap untuk proses elektroforesis.
supernatant lalu dikocok, didiamkan selama 5 Elektroforesis. Elektroforator diisi
menit kemudian disentrifugasi dengan IXTBE hingga gel agarose terendam. 5 µl
kecepatan 10000 rpm 10 menit. Supernatan produk dimasukkan pada sumuran berisi
akan membentuk pellet DNA berwarna putih marker pada sumuran pertama dan sumuran
di dasar tube. Supernatan dibuang, pelet di berikutnya diisi dengan sampel. Alat
dasar tube kemudian dicuci dengan etanol 70% elektroforesis kemudian ditutup dan
100 µl kemudian disentrifugasi dengan dihubungkan ke sumber listrik. Power supply
kecepatan 10000 rpm selama 5 menit. Tahap diatur pada 50 V selama 60 menit lalu ditekan
pencucian pelet ini diulang sebanyak 3 kali. tombol ON. Setelah 60 menit alat lalu
Pada pengulangan terakhir etanol dibuang, dimatikan dan gel dikeluarkan secara hati-hati
pelet dikeringanginkan dan ditambahkan 50 µl untuk kemudian diamati dibawah UV trans-
IXTE buffer untuk memperoleh ekstrak DNA. illuminator. Pita DNA yang nampak berpendar
Hasil ekstraksi kemudian disimpan pada suhu didokumentasikan dengan kamera untuk
-20°C untuk kemudian dianalisis secara dianalisis lebih lanjut.
kuantitatif dan kualitatif. Analisis Data. Data kuantitatif dianalisis
Pengukuran konsentrasi DNA. Ekstrak menggunakan analisa sidik ragam uji F.
DNA yang telah dihasilkan kemudian diukur Apabila pada taraf 5% diperoleh nilai F hitung
konsentrasinya untuk mengetahui estimasi lebih besar dari F tabel maka karakter
jumlah DNA total. Pengukuran konsentrasi ini kuantitatif tersebut akan diuji lanjut dengan
menggunakan spektrofotometer UV-VIS. menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
Pertama, disiapkan spektrofotometer dengan Penghitungan dilakukan dengan menggunakan
diatur untuk pengukuran absorbansi 260 nm. software PKBT STAT dan data kualitatif
Spektrofotometer kemudian dikalibrasi disajikan dalam bentuk tabel. Untuk deteksi
dengan menggunakan akuabides, kalibrasi gen ketahanan terhadap powdery mildew
Vol 6, Desember 2018 Biogenesis 127
dilakukan menggunakan penanda SCAR keberadaan DNA sampel hasil ekstraksi. Uji
dengan metode PCR. Keberadaan gen kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
ketahanan terhadap powdery mildew ditandai metode spektrofotometri, konsentrasi
dengan munculnya band 1058 bp pada gel diketahui berdasarkan kemampuan absorbansi
elektroforesis saat diamati di bawah UV trans- sampel dan kemurnian sampel diketahui
illuminator. berdasarkan rasio absorbansi sampel pada
panjang gelombang 260 nm terhadap nilai
HASIL absorbansi panjang gelombang 280 nm. Uji
Uji kuantitatif dan kualitatif dilakukan kualitatif dilakukan dengan metode
untuk mengetahui konsentrasi, kemurnian dan elektroforesis.
Tabel 1. Rasio kemurnian DNA dari sampel daun pada beberapa kultivar
Kultivar Rasio Kemurnian DNA
Tacapa GB 1,803
Tacapa Silver 1,941
Action 1,832
Aramis 1,648
Hasil Rasio DNA sampel tertinggi sampel Aramis yaitu 1,648, sampel Tacapa GB
dimiliki oleh sampel Tacapa Silver sebesar memiliki rasio 1,803 dan Action 434 dengan
1,941 sedangkan rasio terendah dimiliki rasio 1,832.
Hasil konsentrasi DNA sampel tertinggi sampel Tacapa GB memiliki konsentrasi 1623
dimiliki oleh sampel Tacapa Silver sebesar µg/ml dan Aramis dengan konsentrasi 738
1898 µg/ml, sedangkan konsentrasi terendah µg/ml.
dimiliki sampel Action 434 sebesar 655 µg/ml,
A B C D E
1058 bp
Gambar 1. Hasil elektroforesis dengan primer SCARs: A. Marker 100 bp; B. Tacapa GB; C. Tacapa Silver; D. Action
434; E. Aramis.
BUDI SETIADI DARYONO, HANI CHRISTIN YEMBISE Biogenesis 128