Anda di halaman 1dari 3

2.

Prinsip amar ma’ruf nahi munkar


Amar ma’ruf nahi munkar sebenarnya merupakan istilah bahasa Arab yang
sangat populer bahkan di Indonesia. Istilah ini dapat diartikan sebagai perilaku
seseorang untuk menyuruh kepada perilaku kebaikan dan mencegah kemungkaran
atau kejahatan (Ibnu, 2018).
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan prinsip yang harus dimiliki umat Islam
dan merupakan kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepada umat Islam sesuai
dengan kemampuannya sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Q.S Ali-Imran ayat
104. Prinsip amar ma’ruf nahi munkar oleh sebagian jumhur ulama berdasarkan ijma’
bersepakat dihukumi fardhu kifayah sebagaimana menurut Imam al-Nawawi
(Badarussyamsi. M Ridwan. Aiman, 2020). Begitu pula menurut Syaikhul Islam Ibnu
Tamiyyah yang menyebutkan bahwa mengajak kepada al-ma’ruf dan melarang dari
al-munkar (amar ma’ruf nahi munkar), termasuk di antara fardhu kifayah (Ibnu T. ).
Menurut Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin (Al-Ghazali, 2008) amar ma’ruf
nahi munkar termasuk pokok-pokok ajaran Islam yang menjadi salah satu ciri orang
yang beriman. Selain itu, dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar menjadikan
Muslim sebagai umat terbaik (khaira ummah) tentunya setelah iman kepada Allah swt
seperti yang difirmankan Allah swt dalam Q.S Ali-Imran ayat 110 yang artinya
”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang
makaruf, dan mencegah yang mungkar, namun kebanyakan mereka adalah orang-
orang fasik”.

Prinsip amar ma’ruf nahi munkar telah ada dan dipraktikkan sejak masa Nabi
Muhammad Saw dan para Nabi sebelumnya, sebab dengan tujuan itulah mereka
semua diutus oleh Allah swt kepada manusia. Amar ma’ruf nahi munkar yang
dijalankan pada masa Nabi Muhammad swt yaitu dengan merubah tatanan social dan
akhlak masyarakat Arab jahiliyah di Mekkah melalui jalan dakwah. Praktik amar
ma’ruf nahi munkar menurut Ibnu Taimiyyah dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu
dengan hati (al-qalb), lisan (al-lisan), maupun kekuasaan (al-yad). Hal ini sesuai
dengan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi Muhammad saw bersabda bahwa
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah
kemungkaran itu dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah mencegahnya
dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya.
Itulah selemah-lemah iman”. (Muhammad, 2015)
Dalam melaksanakan prinsip amar ma’ruf nahi munkar terdapat rukun-rukun
yang harus dipenuhi, di antara rukun tersebut:
1. Al-Muhtasib
2. Al-Muhtasab ‘alaih
3. Al-Muhtasab fihi
4. Al-Ihtisab
Dari keempat rukun tersebut terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, di
antaranya dijelaskan dalam Amar Ma’ruf Nahi Munkar karya al-Ghazali yang dikutip
dalam Jurnal Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Sebuah Kajian Ontologi (Badarussyamsi. M
Ridwan. Aiman, 2020) adalah:
1. Al-Muhtasib (Orang yang melaksanakan perintah amar ma’ruf nahi munkar atau
orang yang menegur), syaratnya adalah:
a. Mukallaf, yakni orang yang sudah dewasa yang sudah berlaku hukum-hukum
agama atas dirinya, artinya mereka yang belum mukallaf tidak diwajibkan
untuk menjalankan perintah amar ma’ruh nahi munkar, walaupun tidak ada
larangan bagi mereka yang belum baligh untuk menjalankan perintah tersebut,
selagi ia berakal sehat dan tidak gila. Oleh karena itu, anak yang sudah bisa
membedakan yang baik dan buruk serta mendekati baligh boleh untuk
menghalangi kemungkaran yang dilarang agama selagi tidak mendatangkan
kemudharatan.
b. Beriman
c. Berperilaku baik, yaitu seseorang yang memiliki akhlak yang baik, intregitas
pribadi, dan tidak fasik. Namun, dijelaskan pula bahwa seseorang yang fasik
boleh ber- amar ma’ruf nahi munkar karena sejatinya tidak ada satu orang pun
yang sepenuhnya terhindar dari kesalahan.
d. Adanya izin dari pemimpin negeri yang Muslim (waliy al-amr).
e. Hendaklah mempunyai kemampuan atau kuasa dalam diri seseorang yang
akan ber-amar ma’ruf nahi munkar.

2. al-Muhtasab ‘alaih (Pelaku yang melakukan kemungkaran)


Seseorang yang melakukan perbuatan mungkar baik laki-laki atau perempuan, tua
ataupun muda, selagi ia manusia dan memenuhi sifat tertentu yaitu sifat manusia.

3. Al-Muhtasab fihi (Pelaku yang melakukan kemungkaran)


Indikator kemungkaran disini adalah kemungkaran yang sangat jelas terlihat.
Maksudnya, jika hendak ber- amar ma’ruf nahi munkar tidak perlu berijtihad atau
memata-matai karena kemungkaran tersebut sudah tampak jelas. Secara terperinci
syarat-syarat tersbut adalah:
a. Perbuatan mungkar itu terlihat jelas merupakan kemungkaran yang sangat
dilarang oleh agama Islam
b. Perbuatan mungkar tersebut sedang terjadi
c. Kemungkaran sudah terjadi secara terang-terangan dan tidak tersembunyi

4. Al-Ihtisab (Proses amar ma’ruf nahi munkar)


Dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar harus melalui beberapa proses:
a. Mencari tahu bentuk kemungkaran
b. Memberitahu tentang bentuk-bentuk perbuatan mungkar
c. Melarang dengan cara memberi nasehat
d. Memarahi dengan kata-kata kasar
e. Menegur serta mengancam dengan menghancurkan yang menjadi alat
kemungkaran
f. Mengancam dengan cara menakut-nakuti
g. Memukul secara langsung
h. Mencegah kemungkaran dengan mengumpulkan dan mengajak masa

Daftar pustaka:

Imam
Al-Ghazali . (2008). Ringkasan Ihya' Ulumuddin. (R. S. 'Abdul, Trans.) Jakarta: Akbar
Media.
Badarussyamsi. M Ridwan. Aiman, N. (2020). Amar Ma'ruf Nahi Munkar: Sebuah Kajian
Ontologis. 19(2).
Ibnu Mas'ud. (2018). The Miracle Of Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Yogyakarta: Laksana.
Ibnu Taimiyyah. (n.d.). Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (Perintah kepada kebaikan larangan
dari kemungkaran). (H. Akhmad, Trans.) Departemen Urusan Keislaman, Wakaf,
Da'kah, dan Pengarahan.
Muhammad Sadir. (2015). Suatu Pendekatan Hadis Dakwah dalam Perubahan Sosial. Potret
Pemikiran, 19(2).

Anda mungkin juga menyukai