Prinsip Amar Ma'Ruf Nahi Mungkar
Prinsip Amar Ma'Ruf Nahi Mungkar
Prinsip amar ma’ruf nahi munkar telah ada dan dipraktikkan sejak masa Nabi
Muhammad Saw dan para Nabi sebelumnya, sebab dengan tujuan itulah mereka
semua diutus oleh Allah swt kepada manusia. Amar ma’ruf nahi munkar yang
dijalankan pada masa Nabi Muhammad swt yaitu dengan merubah tatanan social dan
akhlak masyarakat Arab jahiliyah di Mekkah melalui jalan dakwah. Praktik amar
ma’ruf nahi munkar menurut Ibnu Taimiyyah dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu
dengan hati (al-qalb), lisan (al-lisan), maupun kekuasaan (al-yad). Hal ini sesuai
dengan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi Muhammad saw bersabda bahwa
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah
kemungkaran itu dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah mencegahnya
dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya.
Itulah selemah-lemah iman”. (Muhammad, 2015)
Dalam melaksanakan prinsip amar ma’ruf nahi munkar terdapat rukun-rukun
yang harus dipenuhi, di antara rukun tersebut:
1. Al-Muhtasib
2. Al-Muhtasab ‘alaih
3. Al-Muhtasab fihi
4. Al-Ihtisab
Dari keempat rukun tersebut terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, di
antaranya dijelaskan dalam Amar Ma’ruf Nahi Munkar karya al-Ghazali yang dikutip
dalam Jurnal Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Sebuah Kajian Ontologi (Badarussyamsi. M
Ridwan. Aiman, 2020) adalah:
1. Al-Muhtasib (Orang yang melaksanakan perintah amar ma’ruf nahi munkar atau
orang yang menegur), syaratnya adalah:
a. Mukallaf, yakni orang yang sudah dewasa yang sudah berlaku hukum-hukum
agama atas dirinya, artinya mereka yang belum mukallaf tidak diwajibkan
untuk menjalankan perintah amar ma’ruh nahi munkar, walaupun tidak ada
larangan bagi mereka yang belum baligh untuk menjalankan perintah tersebut,
selagi ia berakal sehat dan tidak gila. Oleh karena itu, anak yang sudah bisa
membedakan yang baik dan buruk serta mendekati baligh boleh untuk
menghalangi kemungkaran yang dilarang agama selagi tidak mendatangkan
kemudharatan.
b. Beriman
c. Berperilaku baik, yaitu seseorang yang memiliki akhlak yang baik, intregitas
pribadi, dan tidak fasik. Namun, dijelaskan pula bahwa seseorang yang fasik
boleh ber- amar ma’ruf nahi munkar karena sejatinya tidak ada satu orang pun
yang sepenuhnya terhindar dari kesalahan.
d. Adanya izin dari pemimpin negeri yang Muslim (waliy al-amr).
e. Hendaklah mempunyai kemampuan atau kuasa dalam diri seseorang yang
akan ber-amar ma’ruf nahi munkar.
Daftar pustaka:
Imam
Al-Ghazali . (2008). Ringkasan Ihya' Ulumuddin. (R. S. 'Abdul, Trans.) Jakarta: Akbar
Media.
Badarussyamsi. M Ridwan. Aiman, N. (2020). Amar Ma'ruf Nahi Munkar: Sebuah Kajian
Ontologis. 19(2).
Ibnu Mas'ud. (2018). The Miracle Of Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Yogyakarta: Laksana.
Ibnu Taimiyyah. (n.d.). Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (Perintah kepada kebaikan larangan
dari kemungkaran). (H. Akhmad, Trans.) Departemen Urusan Keislaman, Wakaf,
Da'kah, dan Pengarahan.
Muhammad Sadir. (2015). Suatu Pendekatan Hadis Dakwah dalam Perubahan Sosial. Potret
Pemikiran, 19(2).