Anda di halaman 1dari 61

PENGGUNAAN RAGI TEMPE PADA FERMENTASI PADAT

TERHADAP KANDUNGAN ASAM FITAT DAN ASAM


AMINO ESENSIAL BAHAN PAKAN IKAN

ARINA MUNIROH

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023 M / 1444 H
PENGGUNAAN RAGI TEMPE PADA FERMENTASI PADAT
TERHADAP KANDUNGAN ASAM FITAT DAN ASAM
AMINO ESENSIAL BAHAN PAKAN IKAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program
Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ARINA MUNIROH
11160950000079

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023 M / 1144 H
At
6t00000s609 I I I
€z\zwuwc'eue>lBf
'NNdVNVI^I VCVSI/\IEf NVJV
IDCNII NVTI1{NSUAd YOYd I{WW]I YAUYX NVIY ISdNTXS TVDVAES
Nli-XIIfYI( HVN}iEd hlfiTgg ,ONYA IUICNAS YAX\.X TISYH UVNAS
HYTYOY INI ISdND{S Y/$.HYS NYXYIYANII^tr YAYS INI NYCNSC
NIYYIYANUUd
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillahirrohmanirrohiim, hamdan wa syukron lillah.


Alhamdulillahirrabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
Azza wa jalla, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Penggunaan ragi tempe pada fermentasi padat terhadap
kandungan asam fitat dan asam amino esensial bahan pakan ikan”. Penelitian
dan penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir sebagai syarat
memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penyelesaian tulisan ini tentu tidak luput dari arahan, masukan, bantuan,
dan, bimbingan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis berterima kasih kepada:
1. Ir. Nasrul Hakiem, S.Si, M.T., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Priyanti M. Si., selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta selaku dosen penguji pada
sidang skripsi.
3. Narti Fitriana, M. Si., selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan selaku dosen pembimbing
akademik.
4. Dr.rer.nat Catur Sriherwanto selaku dosen pembimbing I atas ketersediaan
membimbing, memberikan nasihat serta arahan secara teknis selama penelitian
dan penyusunan skripsi.
5. Etyn Yunita, M. Si selaku dosen pembimbing II atas ketersediaan membimbing,
memberikan nasihat serta arahan secara teknis selama penelitian dan
penyusunan Skripsi.
6. Fahma Wijayanti, M.Si., selaku dosen penguji pada sidang Skripsi.
7. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si. dan Reno Fitri, M.Si., selaku dosen penguji
pada seminar proposal dan seminar hasil yang telah memberikan saran dan
masukan yang membangun kepada Penulis.

iv
8. Balai Bioteknologi BRIN dan seluruh Staff Laboratorium yang telah
memberikan arahan secara teknis, dan membantu penulis selama pelaksanaan
penelitian.
9. Keluarga dan pihak lain yang turut membantu dan mendukung penulis selama
penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga penelitian dan skripsi ini dapat memberikan banyak
manfaat bagi pembacanya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Februari 2023

Penulis

v
ABSTRAK

Arina Muniroh. Penggunaan Ragi Tempe pada Fermentasi Padat Terhadap


Kandungan Asam Fitat dan Asam Amino Esensial Bahan Pakan Ikan. Skripsi.
Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2022. Dibimbing oleh Catur Sriherwanto
dan Etyn Yunita.

Bahan pakan menghabiskan 60-70% dari total biaya budi daya ikan. Adanya
pengganti bahan pakan alternatif yang berasal dari tumbuhan, tetapi
penggunaannya kurang optimal dikarenakan memiliki asam fitat yang tinggi dan
asam amino esensial yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
bahan pakan ikan dengan asam fitat yang rendah dan asam amino esensial yang
tinggi. Bahan pakan yang digunakan ampas kelapa, bungkil kedelai, bungkil sawit,
Corn Gluten Feed (CGF), dedak gandum, dedak padi, jagung, kopra, kulit kopi, dan
onggok. Metode penelitian bersifat eksperimental dengan 3 kali pengulangan.
Bahan tersebut difermentasi menggunakan ragi tempe selama 48 jam, 30ºC.
Pertumbuhan miselium padat merata di area atas, bawah, irisan melintang terdapat
pada bungkil sawit, dedak padi, jagung, dan kopra. Data dianalisis dengan sidik
ragam (ANOVA) taraf kepercayaan 95% dilanjut uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
untuk mengetahui pertumbuhan biomassa terhadap bahan pakan ikan. Bahan pakan
kopra memiliki pertumbuhan biomassa sebesar 4.44 × 10−2, akan tetapi data
menunjukkan bahwa tidak terdapat pertumbuhan biomassa yang signifikan akibat
perbedaan bahan pakan dan data tersebut adalah homogen. Hal ini menunjukkan
semua ragi tempe memberikan pengaruh yang sama terhadap bahan pakan. Analisa
asam fitat dan asam amino esensial dilakukan secara kualitatif dalam bentuk tabel
lalu dibahas secara deskriptif. Terjadi penurunan asam fitat terbesar pada jagung
75,77% dan peningkatkan asam amino esensial sebesar 39,16% pada bungkil sawit.
Kata kunci: Asam amino esensial; Asam fitat; Fermentasi padat; Ragi tempe

vi
ABSTRACT

Arina Muniroh. The use of Tempe Yeast in Solid Fermentation of Phytate Acid
and Essential Amino Acids in Fish Feed Ingredients. Undergraduate Thesis.
Program Study of Biology. Faculty of Science and Tecnology. State Islamic
University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2022. Advised by Catur Sriherwanto
and Etyn Yunita.
Feed ingredients spend 60-70% of the total cost of fish farming. There are
alternative feed substitutes derived from plants, but their use is not optimal because
they have high phytic acid and low essential amino acids. This aims of this study to
obtain fish feed ingredients with low phytic acid and high essential amino acids.
The feed ingredients used are coconut dregs, soybean meal, palm oil meal, Corn
Gluten Feed (CGF), wheat bran, rice bran, corn, copra, coffee husks, and cassava.
The research method is experimental with 3 repetitions. Furthermore, fermented
using tempeh yeast Rhizopus sp. for 48 hours, 30OC. The dense mycelium growth
is evenly distributed on the top, bottom, cross section in palm oil cake, rice bran,
corn, and copra. Data analyzed using variance (ANOVA) at 95% confidence level
followed by the Least Significant Difference (LSD) to determine the growth of
biomass in fish feed ingredients. Copra feed ingredients have biomass growth of
4.44 × 10−2, but the data shows that there is no significant biomass growth due to
differences in feed ingredients and the data is homogeneous. The showed all tempeh
yeast have the same effect on feed ingredients. Analysis of phytic acid and essential
amino acids was carried out qualitatively in tabular form and then discussed
descriptively. The highest decrease in phytic acid occurred in corn by 75.77% and
an increase in essential amino acids by 39.16% in palm oil cake.
Keywords: Essential amino acids; Phytic acid; Solid fermentation; Yeast tempeh

vii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3. Hipotesis Penelitian .................................................................................. 3
1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
1.6. Kerangka Berfikir ..................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Bahan Pakan Ikan ..................................................................................... 5
2.2. Ragi Tempe ............................................................................................. 10
2.3. Fermentasi Padat ..................................................................................... 11
2.4. Asam Fitat ............................................................................................... 12
2.5. Asam Amino Esensial ............................................................................. 13

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 16
3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................ 16
3.3. Cara Kerja ............................................................................................... 17
3.4. Analisis Data ........................................................................................... 21

BAB IV. HASIL PEMBAHASAN


4.1. Bahan Pakan Ikan Fermentasi Padat ....................................................... 21
4.2. Konsentrasi biomassa.............................................................................. 23
4.3. Asam Fitat ............................................................................................... 25
4.4. Asam Amino Esensial ............................................................................. 27

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 34


5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 34
5.2. Saran ....................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35

LAMPIRAN .......................................................................................................... 43

viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian penggunaan ragi tempe pada fermentasi


padat terhadap kandungan asam fitat dan asam amino esensial bahan
pakan ikan ............................................................................................ 4
Gambar 2. Bahan pakan ikan. ................................................................................. 5
Gambar 3. Ragi tempe........................................................................................... 10
Gambar 4. Struktur fitat ........................................................................................ 12
Gambar 5. Pertumbuhan miselium setelah 48 jam................................................ 21
Gambar 6. Hasil perhitungan SPSS konsentrasi biomassa ................................... 24
Gambar 7. Hasil asam amino esensial bahan pakan bungkil sawit ....................... 31
Gambar 8. Hasil asam amino esensial bahan pakan dedak padi ........................... 31
Gambar 9. Hasil asam amino esensial bahan pakan jagung.................................. 31
Gambar 10. Hasil asam amino esensial bahan pakan kopra ................................. 31

ix
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1. Asam amino esensial............................................................................... 13


Tabel 2. Perhitungan berat, ragi, dan volume per-cawan petri ............................. 17
Tabel 3. Perhitungan berat, ragi, dan volume persample tanpa fermentasi padat . 18
Tabel 4. Metode analisis asam amino esensial...................................................... 20
Tabel 5. Hasil pengamatan makroskopis pertumbuhan miselium kapang ............ 22
Tabel 6. Hasil perhitungan SPSS konsentrasi biomassa ....................................... 24
Tabel 7. Asam fitat sebelum dan sesudah fermentasi ........................................... 26
Tabel 8. Hasil analisis asam amino esensial ......................................................... 28

x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1. Tabel pengukuran kertas saring ........................................................ 43


Lampiran 2. Tabel pengukuran biomassa ............................................................. 44
Lampiran 3. Pengujian Analisa Fitat .................................................................... 45
Lampiran 4. Pengujian Asam Amino Esensial ..................................................... 46
Lampiran 5. Output homogenitas .......................................................................... 48
Lampiran 6. Output oneaway anova ..................................................................... 49

xi
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha budi daya ikan perlu memerhatikan beberapa aspek seperti pakan. Pakan
terdapat kandungan mineral, vitamin, dan nutrisi berguna untuk pertumbuhan dan
kesehatan (Kanti, 2017). Pakan berperan sebagai komponen dalam budi daya,
karena berfungsi sebagai penentu pertumbuhan ikan dan besarnya biaya produksi
pakan. Mahalnya harga pakan merupakan masalah utama yang dialami oleh
pembudi daya, biaya produksi yang cukup tinggi membuat harga pakan menjadi
semakin mahal (Dersjant-Li et al., 2015). Penggunaan biaya pakan bisa mencapai
60-70 % (Kristiawan et al., 2019).
Hasil budi daya yang terus meningkat, penggunaan pakan buatan akan
mengalami peningkatkan. Harga pakan yang terlalu tinggi sejalan dengan hukum
ekonomi, semakin meningkatnya permintaan sedangkan penawaran terbatas maka
adanya peningkatan harga barang yang ditawarkan. Kendala tersebut bisa teratasi
dengan beralih ke alternatif bahan pakan. Pemilihan bahan baku sebaiknya memilih
bahan baku yang berasal dari dalam negeri untuk mengurangi biaya impor dengan
mengembangkan produk dalam negeri sendiri sehingga penggunaan bahan baku
lokal saat ini dapat menjadi pilihan alternatif karena berkualitas, murah, melimpah
dan tersedia sepanjang waktu (Kanti, 2017; Suhenda et al., 2010).
Ada beberapa alternatif bahan pakan ikan yang bisa dimanfaatkan penyusun
bahan pakan diantara bahan pakan yang berasal tumbuhan seperti ampas kelapa,
bungkil kedelai, bungkil sawit, CGF (Corn Gluten Feed), dedak gandum, dedak
padi, jagung, kopra, kulit kopi, dan onggok. Permasalahannya adalah bahan pakan
yang bersumber dari tumbuhan tersebut mengandung antinutrisi dan kekurangan
nutrisi tertentu sehingga pertumbuhan ikan kurang optimal. Antinutrisi bisa
mengganggu produktivitas pertumbuhan ikan dan terdapat pada asam fitat
(Yanuartono et al., 2016). Antinutrisi asam fitat berupa senyawa fosfat yang
berikatan dengan protein maupun mineral. Tingginya asam fitat menyebabkan daya
penyerapan mineral dan protein didalam tubuh rendah. Asam fitat juga berdampak
mengurangi kecernaan nutrien dikarenakan asam fitat sulit diserap oleh usus
(Setiarto & Widhyastuti, 2016).

1
2

Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein yang memiliki


fungsi metabolisme dalam tubuh dan dibagi dua kelompok yaitu asam amino
esensial dan non-esensial. Asam amino esensial merupakan asam amino yang tidak
dapat dibuat oleh tubuh dan diperoleh dari makanan yang bersumber protein
sedangkan asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat dibuat oleh
tubuh (Quan et al., 2002; Winarno, 2008). Penelitian yang dilakukan Afify et al.
(2012) mengatakan bahwa proses perendaman, fermentasi, dan perkecambahan
adalah cara efektif dalam mereduksi senyawa fenol. Proses fermentasi merupakan
proses yang murah, dapat menyederhanakan karbohidrat kompleks, dan
membentuk protein sehingga nilai gizi bahan pakan yang difermentasi lebih tinggi
dari bahan asalnya.
Penggunaan ragi tempe sebagai inokulum dikarenakan harganya terjangkau,
mudah ditemui, tumbuhannya relatif mudah dan cepat sehingga bisa meningkatkan
efisiensi bahan pakan sebagai pertumbuhan ikan. Hal ini sesuai pernyaatan Kanti
(2017) menjelaskan bahwa penggunaan ragi tempe menghasilkan enzim fitase
dengan aktivitas tinggi sehingga bisa memecahkan senyawa organik kompleks
menjadi fosfat serta menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana. Setelah
mengalami proses pelepasan, terjadi penyerapan fosfat yang digunakan untuk
metabolisme dan pertumbuhan pada ragi tempe terhadap substrat (Liu et al., 2017).
Ragi tempe mengeluarkan enzim protease yang akan memecah protein
menjadi asam amino esensial. Selanjutnya, asam amino esensial tersebut diangkut
oleh transportasi aktif melalui membran sel ragi tempe kedalam sel. Setelah masuk
kedalam sel, asam amino esensial akan dipecah oleh enzim protease. Enzim
protease akan diproses lebih lanjut oleh enzim spesifik sehingga dapat digunakan
untuk sintesis protein dalam sel ragi tempe. Sehingga, Enzim protease dapat
membantu meningkatkan kandungan asam amino esensial dalam proses fermentasi
(Montalbán-López et al., 2018).

1.2 Rumusan Masalah

1) Apakah fermentasi padat menggunakan ragi tempe dalam bahan pakan ikan
dapat menurunkan kandungan anti nutrisi asam fitat?
2) Apakah fermentasi padat menggunkan ragi tempe dalam bahan pakan ikan
dapat menaikkan kandungan asam amino esensial?
3

1.3 Hipotesis Penelitian

1) Fermentasi mengunakan ragi tempe dapat menurunkan kandungan


antinutrisi asam fitat dalam bahan pakan ikan.
2) Fermentasi menggunakan ragi tempe dapat menaikkan kandungan asam
amino esensial.

1.4 Tujuan Penelitian

1) Mendapatkan bahan pakan ikan dengan kandungan antinutrisi yang rendah


pada asam fitat.
2) Mendapatkan bahan pakan ikan dengan kandungan asam amino ensensial
yang tinggi.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi sebagai alternatif bahan


baku pakan ikan. Perubahan kandungan asam fitat dari tinggi ke rendah diharapkan
dapat meningkatkan kualitas bahan pakan. Selain itu, pada kandungan asam amino
esensial bisa meningkatkan kualitas bahan pakan ikan. Pemanfaat tumbuhan
sebagai bahan dasar bahan pakan ikan diharapkan sebagai alternatif bioteknologi.
4

1.6 Kerangka Berfikir

Bahan pakan ikan yang berasal dari tumbuhan memiliki kandungan


asam fitat yang tinggi dan asam amino esensial yang rendah.

Kandungan asam fitat yang tinggi dan asam amino esensial yang
rendah pada bahan pakan menyebabkan pertumbuhan ikan kurang
optimal.

Menurunkan kandungan fitat dan meningkatkan kandungan asam


amino esensial dari bahan pakan ikan melalui fermentasi padat
menggunakan ragi tempe.

Analisis kandungan fitat dan asam amino esensial pada bahan pakan
ikan sebelum dan sesudah fermentasi menggunakan ragi tempe.

Fermentasi menggunakan ragi tempe memiliki potensi untuk


menurunkan kandungan fitat dan menaikkan asam amino esensial
pada bahan pakan ikan

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian penggunaan ragi tempe pada fermentasi


padat terhadap kandungan asam fitat dan asam amino esensial bahan pakan ikan

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Pakan Ikan

Kompenen utama dalam budi daya ikan adalah pakan. Kualitas dan
kuantitas pakan harus baik dan sesuai dengan kebutuhan. Pakan berfungsi sebagai
sumber energi dan nutrisi bagi pertumbuhan ikan. Jenis pakan ikan terbagi menjadi
pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah makanan yang tumbuh alami.
sedangkan pakan buatan adalah pakan yang diproduksi oleh pabrik yang dikenal
dengan sebutan pelet dengan ukuran bervariasi, tidak mudah rusak dalam waktu
yang lama, tidak hancur serta larut dalam air (Halver & Hardy, 2002).

A B C D E

F G H I J

Gambar 2. Bahan pakan ikan. A. Ampas kelapa; B. Bungkil kedelai; C. Bungkil


sawit; D. CGF; E. Dedak gandum; F. Dedak padi; G. Jagung; H. Kopra; I. Kulit
kopi; J. Onggok (Garis skala kuning= 1 cm) (Dokumentasi Pribadi, 2020)
Ikan budi daya diberi pakan komersial buatan pabrik untuk menghasilkan
pertumbuhan dan perkembangan yang baik dan optimal dengan komposisi dan
jumlah nutrisi yang memadai sehingga bisa terpenuhi secara maksimal. Menurut
Dani Budiharjo, & Listyawati (2005) kebutuhan nutrisi yang berkualitas dalam
pakan ikan berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Kualitas
sumber bahan dalam pakan sangat memengaruhi keragaman pertumbuhan ikan, dan
pembentukkan jaringan tubuh yang rusak. Keberadaan pakan buatan
direkomendasikan untuk mengatasi ketergantungan dan permasalahan pakan alami
(Meilisza & Subamia, 2007).

5
6

2.1.1 Ampas Kelapa


Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman multifungsi, hampir semua
bagian dari tanaman ini dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk.
Pengolahan daging buah dimanfaatkan untuk santan maupun produk minyak kelapa
(Karouw et al., 2019). Air kelapa kaya akan elektrolit sehingga cocok sebagai
pengganti cairan tubuh maupun bahan baku pengolahan edible film (Barilina,
2014). Pemanfaatan limbah lainnya seperti serabut, tempurung, lidi, dan daun
kelapa sebagai bahan kerajinan tangan serta alat rumah tangga. Produksi santan
kelapa menghasilkan sisa-sisa ampas yang bisa diolah kembali. Potensi ampas
kelapa dari industro perumahan pengolahan minyak kelapa sekitar 30% dari bahan
baku (Silonde et al., 2016). Ampas kelapa memiliki kandungan protein sebesar
5,8% dan berpotensi untuk dimanfaatkan kembali karena mempunyai peluang yang
cukup besar (Winny et al., 2017).

2.1.2 Bungkil Kedelai


Bungkil kedelai merupakan produk sampingan yang dihasilkan dari
pembuatan tahu, susu kedelai, dan produk kedelai lainnya. Banyaknya sisa residu
kedelai yang telah dipakai setelah diproduksi membuat menumpuknya limbah
kedelai. Pemanfaatan limbah bungkil kedelai dengan menjadikannya produk
bernilai tambah seperti bahan untuk pakan hewan. Kandungan protein bungkil
kedelai sebesar 40,8 % sehingga mempunyai potensi suplementasi protein
(Nuraliah et al., 2016).

2.1.3 Bungkil Sawit


Bungkil sawit merupakan hasil samping dari industri pengolahan kelapa
sawit menjadi minyak sawit. Bungkil sawit memiliki kandungan protein kasar yang
cukup tinggi sebesar 14%. Pemanfaatan bungkil inti sawit sebagai bahan pakan
tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu dapat berpengaruh negatif terhadap
kecernaan nutrien (Alshelmani et al., 2016). Pengaruh negatif tersebut terutama
disebabkan karena adanya kandungan antinutrisi pada bungkil inti sawit yaitu
kandungan non-starch polysaccharide 47-78 %, serat kasar 13-20 %, selulosa 12
%, dan lignin 8-15 % (Rakhmani et al., 2015).
7

2.1.4 Corn Gluten Feed (CGF)

Limbah dari industri pembuatan sirup atau pati jagung disebut sebagai Corn
Gluten Feed (CGF), terdiri dari kulit biji jagung yang didapat setelah sebagian besar
pati, gluten, dan lembaga dipisahkan (Umiyasih & Wina, 2008). Kandungan gizi
yang dimiliki cukup tinggi, antara lain protein 66,2 %, lemak 2,1 %, metabolisme
energi 5.400 kkal/kg, dan serat kasar 1,8%. Selain itu, memiliki harga yang relatif
murah karena berasal dari sumber protein nabati (Yigit et al., 2011).
Ketersediaannya terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka.
CGF diharapkan dapat menggantikan tepung ikan karena memiliki nilai protein
tinggi dan serat kasar sesuai dengan kebutuhan ikan yang diperlukan (Umiyasih &
Wina, 2008).

2.1.5 Dedak Gandum

Dedak gandum merupakan hasil dari proses penggilingan gandum menjadi


tepung terigu. Proses produksi tepung terigu dihasilkan tepung terigu sebanyak 74
% dan limbahnya berupa bran 10%, dedak gandum 13 % dan bahan kayu lapis 3
%. Dedak gandum memiliki nilai energi metabolisme 1,140 kkal/kg, protein 11,8%,
lemak 3 %, dan serat 11,2 %. Dedak gandum yang dihasilkan dalam proses produksi
tepung terigu sangat berpotensi untuk bahan pakan ternak (Alifia et al., 2018).

2.1.6 Dedak Padi

Dedak padi merupakan limbah pengolahan padi menjadi beras dan


kualitasnya bermacam-macam tergantung dari varietas padi. Hasil produk
sampingan dalam penggilingan padi dalam memproduksi beras. Dedak padi
merupakan bagian kulit ari beras pada waktu dilakukan proses pemutihan beras.
Penggunaan dedak padi digunakan sebagai pakan ternak, karena mempunyai
kandungan gizi yang tinggi, harganya relatif murah, mudah diperoleh, dan
penggunaannya tidak bersaing dengan manusia. Produksi dedak padi di Indonesia
cukup tinggi per tahun dapat mencapai 4 juta ton. Limbah hasil gilingan padi
sebanyak 35 %, yang terdiri dari sekam 23 %, dedak dan bekatul sebanyak 10 %.
8

Protein dedak berkisar antara 12-14 %, lemak sekitar 7-9 %, serat kasar sekitar 8-
13 %, dan abu sekitar 9-12 % (Murni et al., 2008).

2.1.7 Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L.) adalah salah satu tanaman biji-bijian dari
yang sudah popular diseluruh dunia. Tanaman jagung menghasilkan limbah dengan
proporsi terbesar adalah batang jagung diikuti dengan daun, tongkol, dan kulit buah
jagung (Umiyasih & Wina, 2008). Kandungan protein jagung sebesar 11,38 %,
lemak 5,39 %, dan serat 21,09 %. Pemanfaatan limbah tanaman jagung belum
maksimal, dikarenakan limbah tersebut cepat rusak setelah dipanen. Limbah jagung
terkadang langsung diberikan kepada hewan ternak. Hal ini mengakibatkan
terlarutnya zat-zat gizi atau hilang karena menguap sehingga menurunkan
kandungan gizi dari limbah tanaman jagung tersebut (Yulfiperius et al., 2018).

Pengolahan terhadap limbah telah banyak dilakukan yaitu secara fisik,


kimia, biologis dan kombinasinya. Pengolahan secara kimia menghasilkan residu
yang menyebabkan pencemaran lingkungan, sehingga pengolahan secara kimia
kurang dianjurkan. Pengolahan secara biologis dengan memanfaatkan bantuan
mikroorganisme saat ini banyak dilakukan, karena lebih ramah terhadap
lingkungan. Kendala pemanfaatan limbah jagung pada umumnya memiliki kualitas
rendah dengan kandungan serat yang tinggi sehingga ketika ingin dimanfaatkan
kembali dibutuhkan penambahan bahan pakan yang memiliki kualitas yang baik
untuk memenuhi dan meningkatkan produktivitas pakan (Yuniarsih & Nappu,
2013).

2.1.8 Kopra

Kopra adalah daging buah kelapa yang dikeringkan. Kopra merupakan salah
satu produk turunan kelapa yang sangat penting karena sebagai bahan baku
pembuatan minyak kelapa (Wohon et al., 2007). Indonesia memproduksi kelapa 3,2
juta ton setara kopra. Menurut Direktorat Jenderal Industri Agro Kementrian
Perindustrian (2015) produktivitas lahan kelapa Indonesia masih rendah
dibandingkan dengan India dan Srilanka. Indonesia belum mampu membangun
9

kekuatan dalam sektor produksi turunan kelapa khususnya kopra, walaupun


mempunyai lahan kelapa terbesar didunia. Kopra mempunyai kandungan protein
sebesar 20-21 %, serat kasar 12-18 % sehingga baik untuk meningkatkan kualitas
pakan ternak (Wohon et al., 2007).

2.1.9 Kulit Kopi

Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi diantara tanaman perkebunan lainnya. Kulit kopi
merupakan produk samping dari pengolahan buah kopi yang jika tidak ditangani
lebih lanjut akan menimbulkan pencemaran. Dampak lingkungan berupa polusi
organik limbah kopi bersifat lamban terlarut dalam air sehingga menyebabkan
kondisi anaerobik (Juwita et al., 2017).
Dampak yang ditimbulkan bau busuk yang cepat timbul karena kulit kopi
masih memiliki kandungan air 75-80 % (Simanihuruk, 2010) dan mengandung
protein sebesar 11,18 % (K. Usman et al., 2014). Upaya memanfaatkan pengolahan
kopi menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi perlu dilakukan. Salah satu
solusinya berupa memproduksi produk alternatif kulit kopi sebagai bahan pakan
ikan (Suloi, 2019).

2.1.10 Onggok

Onggok merupakan salah satu limbah pertanian dan agroindustri dari


pengolahan tepung tapioka. Ketersediaannya terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya produksi tapioka. Pati yang terkandung dalam onggok cukup
potensial dikarenakan mengandung pati sebesar 41-46 %, karbohidrat 60-70 %, dan
mengandung energi 2,783 kkal/kg yang dimanfaatkan sebagai media tumbuh
mikroba. Pati merupakan sumber energi utama untuk ternak hewan (Musita, 2018).
Pemanfaatan onggok sebagai pakan ternak diharapkan dapat mengatasi penyedia
bahan pakan, menanggulangi dampak negative terhadap lingkungan sehingga hasil
pemanfaatan samping agroindustri ini dapat menciptakan sistem peternakan dan
pertanian terpadu dan ramah lingkungan (Edi, 2020).
10

2.2. Ragi Tempe

Gambar 3. Ragi tempe (Dokumentasi Pribadi, 2020)


Ragi yang digunakan dalam proses fermentasi padat yaitu ragi tempe. Ragi
tempe berasal dari spora tempe yang digunakan dalam bahan pembibitan
pembuatan tempe. Secara tradisional, masyarakat Indonesia membuat ragi tempe
menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe diiris-iris tipis, dikeringkan dengan
oven 40-45o C atau dijemur sampai kering, digiling atau ditumbuk halus dan
hasilnya digunakan sebagai inokulum bubuk. Beberapa daerah di Indonesia
mengunakan miselium yang tumbuh dipermukaan tempe. Caranya, miselium yang
tumbuh dipermukaan tempe diambil dengan mengiris permukaan tempe tersebut,
kemudian irisan permukaan yang diperoleh dijemur, digiling, lalu digunakan
sebagai inokulum bubuk (Widowati, 2007).
Mikroorganisme ditemukan pada ragi tempe yaitu Rhizopus sp., pada proses
fermentasi tempe berperan mendegradasi senyawa organik kompleks (lemak,
protein, dan karbohidrat) menjadi senyawa sederhana (asam lemak, asam amino,
peptida, dan monosakarida). Rhizopus sp. memiliki sifat heterolitik berupa sistem
reproduksi seksual yang dapat membentuk zigospora dengan membentuk
sporangiospor serta mampu menghasilkan enzim proteolitik, urease, dan lipase
(Handajani, 2006).
Firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 19 berbunyi:
ََ‫ض بَ ْع ََد َم ْوتِ َهاَۚ َو َك َٰذَ ِلكََ ت ُ ْخ َر ُجون‬
ََ ‫ى ْٱْل َ ْر‬ َِ ‫ج ْٱل َميِتََ ِمنََ ْٱل َح‬
َِ ْ‫ى َويُح‬ َِ ‫ج ْٱل َحىَ ِمنََ ْٱل َم ِي‬
َُ ‫ت َوي ُْخ ِر‬ َُ ‫ي ُْخ ِر‬
11

Artinya: “Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang
mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan
seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur)”.

Berdasarkan surat Ar-Rum ayat 19 yaitu semua makhluk hidup tumbuh dan
berkembang berasal dari yang mati. Ketika ragi yang digunakan dalam proses
fermentasi maka mikroba yang terdapat pada ragi akan tumbuh dan berkembang
menghasilkan sel dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini dikarenakan selama
proses fermentasi, mikroba pada ragi akan mengonsumsi substrat dan nutrisi
sebagai sumber energi. Pertumbuhan ragi dipengaruhi oleh ketersediaan air yang
digunakan mikroorganisme untuk membentuk sel dan memperoleh energi.
Sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Anbiya’ ayat 30 berbunyi:

ِ‫ض َكانَت َا َرتْقًا فَفَت َ ْقنَا ُه َما َو َج َع ْلنَا منَِ ْال َماء‬
َِ ‫األر‬
ْ ‫ات َو‬
ِ ‫ِاو‬
َ ‫س َم‬
َّ ‫ن ال‬َِّ َ ‫أ َ َولَ ِْم يَ َِر الَّذينَِ َكفَ ُروا أ‬
َِ‫َيءِ َحيِ أَفَال يُؤْ منُون‬ ْ ‫لش‬ َِّ ‫ُك‬

Artinya: “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi,
keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya, dan
Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air, maka mengapa
mereka tidak beriman?”
Berdasarkan surat Al-Anbiya’a ayat 30 menjelaskan bahwa air memiliki
peran yang sangat penting dalam kehidupan. Semua mahkluk hidup ciptaan Allah
baik manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan bahkan mikroba sangat bergantung pada
air, karena dengan adanya air mampu menjalankan roda kehidupan.

2.3 Fermentasi Padat

Fermentasi merupakan proses metabolisme dengan bantuan enzim dari


mikroorganisme untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi lainnya
sehingga terjadi proses konversi molekul yang lebih besar menjadi molekul yang
lebih kecil (Wang et al., 2007). Menurut jenis medianya, proses fermentasi terbagi
menjadi dua, yaitu fermentasi media cair dan media padat. Fermentasi media cair
merupakan metode fermentasi dengan menggunakan substrat cair. Penambahan
maupun penggantian nutrisi dalam media cair berjalan secara kontinu. Metode
12

fermentasi cair cocok untuk mikroorganisme seperti bakteri yang membutuhkan


kandungan air yang tinggi. Fermentasi padat merupakan metode mikroorganisme
yang tumbuh pada substrat padat dengan kandungan air yang rendah. Metode ini
cocok untuk golongan kapang berfilamen (Alegre et al., 2009).
Keuntungan fementasi padat yaitu lebih hemat biaya, konsumsi air yang
rendah, tingkat produktivitasnya tinggi, tekniknya sederhana (Aranda et al., 2006).
Sistem aerasi lebih mudah dan optimum dikarenakan adanya ruang diantara partikel
substrat. Kandungan air pada fermentasi media padat sekitar 60-80 % (Wang et al.,
2007). Bahan pakan yang digunakan seperti ampas kelapa, bungkil kedelai, bungkil
sawit, CGF, dedak gandum, dedak padi, jagung, kopra, kulit kopi, dan onggok
merupakan substrat dari produk sampingan nabati atau limbah pertanian dan
memiliki sumber yang kaya akan energi sehinga dapat digunakan sebagai substrat
dalam fermentasi padat (Aranda et al., 2006).

2.4 Asam Fitat

Struktur molekul fitat myoinositol-1,2,3,4,5,6-hexakis phosphate (Diouf et


al., 2019). Fitat adalah zat alami yang terdapat pada tumbuhan biasanya ditemukan
pada tanaman seperti biji-bijian, kacang-kacangan, polong-polongan (Abdulwaliyu
et al., 2019). Jumlahnya sangat bervariasi tergantung pada jenis tumbuhan dan
spesies tanaman (Sparvoli & Cominelli, 2015). Variabilitas fitat bergantung pada
faktor-faktor tertentu seperti kondisi pertumbuhan, teknik pemanenan dan
pengolahan serta umur biji-bijian pangan yang dipanen (Coulibaly et al., 2010).

(Diouf et al., 2019)


Gambar 4. Struktur fitat
13

Fitat digunakan sebagai bahan baku dalam pakan ternak (Abdulwaliyu et


al., 2019), salah satunya adalah pakan ikan. Kandungan fitat yang terkandung pada
bahan baku nabati seperti fosfor tidak mampu dimanfaatkan oleh ikan dikarenakan
keterbatasan enzim pemecah asam fitat yaitu fitase (Cheng & Hardy, 2004). Enzim
fitase dalam bahan pakan dapat mengatur penyerapan nutrisi dan mengatur ekskresi
nutrisi seperti fosfor, nitrogen, dan mineral serta dapat menghidrolis asam fitat
dalam bahan pakan ikan menjadi inositol dan asam fosfat (Cheng & Hardy, 2004).

2.5 Asam Amino Esensial

Protein adalah bahan organik yang terdapat pada jaringan ikan sekitar 65 –
75 % dari total beratnya. Protein tersebut dihidrolisis lalu diserap saluran usus dan
didistribusikan oleh darah ke organ dan jaringan tubuh. Asam amino adalah
senyawa organik yang mengandung gugus amino (NH2) dan gugus asam
karboksilat (COOH), memiliki rumus dasar NH2CHRCOOH (Suprayitno &
Sulistiyati, 2017).

Tabel 1. Asam amino esensial

Asam Amino Esensial Group-R


Fenilalanin C6H5-CH2
Isoleusin CH3-CH2-CH(CH3)
Valin (CH3)2-CH
Lisin H2N-(CH2)4
Leusin (CH3)2-CH-CH2
Treonin CH3-CH(OH)
Histidin NH-CH=N-CH=C-CH2
Metionin CH3-S-(CH2)2
Triptofan C6H4-NH-CH=C=CH2

Asam amino diklasifikasikan sebagai asam amino esensial dan non-


esensial. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh
tubuh tetapi sangat penting untuk metabolisme protein. Asam amino non-esensial
adalah asam yang dapat disintesis oleh tubuh dalam jumlah yang cukup sehingga
pertumbuhannya maksimal (Watson et al., 2007). Kandungan asam amino yang
dibutuhkan ikan berbeda-beda tergantung jenis ikannya (Luo et al., 2005). Protein
yang berada dalam tubuh ikan akan terus menerus disintesis dan didegradasi, suplai
14

makanan dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan dalam bentuk


asam amino (Watson et al., 2007).
Asam amino esensial yang terdapat pada Tabel 1. merupakan senyawa yang
membangun protein. Beberapa kandungan memiliki fungsinya masing-masing.
Fenilalanin dan tirosin mempunyai struktur kimia yang mirip sehingga keduanya
bisa saling menggantikan kandungan protein. Fenilalanin dan tirosin termasuk
kedalam kategori asam amnino aromatik, karena diperlukan dalam jumlah yang
cukup untuk mendorong sintesis protein dan fungsi - fungsi fisiologis lain pada
ikan. Ikan mampu dengan segera mengubah fenilalanin menjadi tirosin atau
menggunakan tirosin untuk melakukan metabolisme yang diperlukan bagi asam
amino fenilalanin tersebut. Oleh karena itu, untuk menentukan kebutuhan asam
amino aromatik dalam pengujian harus menggunakan bahan pangan tanpa tirosin
atau kandungan tirosin yang rendah (Kemendikbud, 2013). Isoleusin diperlukan
untuk membentuk pertumbuhan yang optimal sehingga memperbaiki jaringan yang
rusak, mempertahankan keseimbangan nitrogen tubuh, dan membentuk asam
amino non esensial lainnya (Rosa & Nunes, 2004).
Valin merupakan asam yang berperan dalam mengatur penyerapan,
meningkatkan pertumbuhan sebagai pembentukan jaringan tulang, sistem saraf, dan
sistem kekebalan tubuh (Rahimnejad & Lee, 2013). Selain itu, valin memiliki
fungsi lainnya yaitu menghilangkan kelebihan nitrogen yang dapat berpotensi
menjadi racun serta mampu mengangkut nitrogen ke jaringan lain dalam tubuh yang
diperlukan. Kandungan lisin dalam pakan dapat meningkatkan sintesis protein
berupa kandungan protein, lemak dan energi dalam tubuh ikan. Kandungan energi
dalam pakan dapat menetukan efisiensi pakan tersebut tinggi atau rendah, jika
nutrisi dapat diserap dengan baik oleh ileum maka daya cerna ikan tersebut akan
membentuk laju pertumbuhan tinggi dan efisien pakan meningkat. Sehingga,
protein dalam daging ikan akan meningkat dan memengaruhi proses pertumbuhan
ikan serta kelangsungan hidup.
Asam amino esensial lisin memiliki peran dalam pembentukan karnitin
yang berperan sebagai oksidasi asam lemak. Efek asam lemak jenuh menyebabkan
peningkatan LDL (Low-Density Lipoprotein) dan menurunkan HDL (High-Density
15

Lipoprotein). Kekurangan asam lemak tak jenuh akan menyebabkan gangguan pada
kesehatan ikan termasuk berkurangnya fekunditas, yaitu berkurangnya kemampuan
untuk membentuk embrio sehingga pertumbuhannya menjadi abnorman. Lisin
tidak hanya diperlukan dalam pembuatan sel, akan tetapi untuk menjaga kesehatan
jaringan otot yang berpengaruh terhadap kekuatan otot untuk menjalankan
fungsinya (Aristasari et al., 2018; Kemendikbud, 2013).
Leusin merupakan asam amino yang bekerja untuk memacu fungsi otak,
berfungsi menjaga sistem kekebalan tubuh dan menambah tingkat energi pada otot
(Edison, 2009). Treonin mempunyai rantai cabang gugus alifatik hidroksil yang
merupakan bagian dari asam amino, bekerja untuk mempertahankan keseimbangan
protein dan mampu meningkatkan kemampuan usus dalam proses pencernaan
(Winarno, 2008). Kadungan asam amino esensial histidin diperlukan untuk
menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh berfungsi bagi pertumbuhan larva
serta juvenil ikan (Kemendikbud, 2013) dan berfungsi untuk mendorong
pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak (Rosa & Nunes, 2004).
Metionin merupakan asam amino esensial yang mengandung sulfur.
Kandungan metionin terdapat protein sistein. Sistein mampu mereduksi sejumlah
metionin yang diperlukan bagi pertumbuhan optimal. Kebutuhan metionin pada
ikan berkaitan dengan kandungan metionin dalam serum dan kandungan makanan
yang dicerna. Metionin dan triptofan merupakan asam amino pembatas dalam
beberapa bahan makanan sumber protein nabati. Defisiensi metionin dan triptofan
dapat mengakibatkan penyakit katarak pada mata, terjadinya nekrosis pada sirip
ekor, kerusakan pada operculum insang. Selain itu, defisiensi triptofan juga akan
meningkatkan kalsium, magnesium, sodium dan potasium dalam ginjal serta hati
ikan (Gusrina, 2008; Kemendikbud, 2013).
Triptofan merupakan asam amino heterosiklik yang diperoleh dari hasil
pencernaan kasein yang dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan tubuh.
Triptofan memproduksi vitamin niasin, yaitu vitamin B yang penting untuk
pencernaan, kulit, dan saraf (Almatsier, 2006). Berperan sebagai bahan pembentuk
serotonin serta berfungsi sebagai proses pembekuan darah dan pembentukan cairan
(Winarno, 2008).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung pada bulan Juni 2020 – Januari 2021 di laboratorium


Agromikrobiologi Balai Bioteknologi Gedung 630, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan Pusat Penelitian dan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (PUSPITEK) Serpong, Tangerang Selatan, Banten.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri [Anumbra,


Iwaki], gelas ukur [Iwaki Pyrex 250ml dan Fortuna 25ml], sentrifuse [Tomy MX-
301 Highspeed Refrigerated Micro Centrifuge Japan], timbangan digital [Mettler
Toledo], timbangan analitik [Ohaus PA214], inkubator [Yamato Incubator IS600
Japan], Oven [Memmert 100-800 Germany], blender [Philips Cucina HR 1741
China], tabung falcon 15ml [Iwaki], kertas saring [GE Healthcare Life Science
Whatman No.42 Ashless Diameter 125mm], vorteks [Heidolph Reax 2000
Germany], pipet tip [Labtips], pipetmikro [Trefflab-Tranferpette 1000µl],
erlenmeyer 250 ml [Iwaki], botol [Schott GL 45], gelas piala 250ml dan 500ml
[Iwaki TE-32 Japan], sendok, spatula, corong, mortar dan alu, cutter, neraca dua
lengan [TOMY Seiko L-050 Japan], kulkas [LG expresscool], baskom, magnetic
stirrer [Heidolph MR 3000], freeze drying [Heto PowerDry LL1500 Denmark],
mikroskop stereo [Nikon SMZ800 Japan].
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari ragi tempe (industri
lokal, CV. Nuansa Baru., Jln. Raya Parung-Bogor, Kp. Pondok Jati, Serpong,
Tangerang Selatan), bahan pakan ikan seperti ampas kelapa, bungkil kedelai,
bungkil sawit, CGF, dedak padi, dedak gandum, jagung, kopra, kulit kopi, onggok
(Gambar 2), air mineral, akuades, Na2SO4 15 %. Bahan yang digunakan untuk
proses analisa asam fitat adalah asam nitrat (HNO3) 0,5 M, feri klorida (FeCl3), amil
alkohol (C₅H₁₂O), ammonium tiosianat (NH₄SCN).

16
17

3.3 Cara Kerja

Tahapan kerja dalam penelitian ini meliputi pembuatan bahan pakan ikan
dengan penambahan ragi tempe, kemudian dilakukan proses fermentasi padat.
Setelah itu, dilakukan pemilihan bahan pakan ikan dengan melihat pertumbuhan
miselium pada area permukaan dan melintang secara makrokopis. Bahan pakan
ikan yang terpilih kemudian dianalisis untuk menghitung konsentrasi biomassa dan
mengukur kandungan asam fitat serta asam amino esensial. Analisis kualitatif
kandungan asam fitat dan asam amino esensial dengan membuat tabel
perbandingan antara hasil fermentasi dan tanpa fermentasi secara deskriptif.

3.3.1 Pembuatan Bahan Pakan Ikan


3.3.1.1 Bahan Pakan Fermentasi Padat
Masing-masing bahan pakan ikan dihaluskan menggunakan blender lalu
diayak dengan diameter ayakan 200 mesh (0,4 cm). Bahan tersebut kemudian
ditimbang, setiap bahan memiliki berat yang berbeda – beda untuk setiap cawan
petri (Tabel 2). Perbedaan ini dikarenakan pada bahan pakan ikan yang digunakan
memiliki tekstur dan struktur bahan yang berbeda. Penambahan air mineral sesuai
dengan daya serap bahan pakan, sedangkan inokulum berupa ragi tempe
ditambahkan sebanyak 2 % dari berat pakan dan diaduk rata. Inkubasi dilakukan
selama 48 jam pada suhu 30o C. Setiap sampel dilakukan 3 kali pengulangan, dan
diamati pertumbuhan miseliumnya untuk mengetahui berat konsentrasi biomassa.

Tabel 2. Perhitungan berat, ragi, dan volume per-cawan petri

Bahan Pakan Berat (g) Ragi (g) Volume (ml)


Ampas kelapa 12 0,24 20
Bungkil kedelai 22 0,44 13,5
Bungkil sawit 23 0,46 15
CGF 28 0, 56 26,5
Dedak gandum 10 0,2 10
Dedak padi 25 0, 05 27,5
Jagung 32 0,64 16,5
Kopra 13 0.26 15
Kulit kopi 15 0,3 10,5
Onggok 10 0,2 25
18

Selanjutnya bahan pakan yang sudah difermentasi dilakukan penyeleksian


yang sesuai kriteria. Kriteria seleksi bahan pakan tersebut dipilih berdasarkan hasil
pengamatan makrokopis yang terbaik. Pengamatan makrokopis dilakukan dengan
mengamati pertumbuhan miselium pada bagian atas dan bawah sampel serta
memotong bagian tengahnya dengan cutter lalu diamati menggunakan mikroskop
stereo untuk melihat pertumbuhan miselium pada irisan melintang sampel.

Bahan pakan ikan yang terpilih dalam fermentasi padat, seperti bungkil
sawit, dedak padi, jagung, dan kopra dilakukan pengujian tanpa fermentasi yang
berfungsi sebagai pembanding antara pengujian bahan pakan ikan fermentasi dan
tanpa fermentasi. Hasil pengukuran ini akan dilanjutkan analisis asam fitat dan
asam amino esensial.

3.3.1.2 Bahan Pakan Tanpa Fermentasi Padat


Masing-masing bahan pakan ikan ditimbang 200 g, ditambahkan air mineral
sesuai dengan daya serap bahan pakan. Inokulum berupa ragi tempe digunakan
sebanyak 2 % dari berat pakan yaitu sebesar 4 g dan diaduk rata (Tabel 3).
Penggunaan bahan pakan ikan tanpa fermentasi padat digunakan sebagai
pembanding antara penggunaan fermentasi padat, selanjutnya sampel bahan
tersebut dianalisis kandungan asam fitat dan asam amino esensial.

Tabel 3. Perhitungan berat, ragi, dan volume persample tanpa fermentasi padat

No Bahan Pakan Berat (g) Ragi (g) Volume (ml)


1 Bungkil sawit 120
2 Dedak padi 104
200 4
3 Jagung 250
4 Kopra 230

3.3.2 Penentuan Biomassa


Penentuan biomassa ini dilakukan dengan menggunakan metode Sukma et
al., (2018) yang telah dimodifikasi. Sampel terfermentasi ditumbuk dengan mortar
hingga halus, kemudian ditimbang sebanyak 1 gr dimasukkan ke dalam tabung
falcon ukuran 15 ml dan tambahkan 7 ml larutan Na2SO4 15 %. Setelah itu,
disiapkan penyeimbang berupa air pada setiap sampel. Memastikan keseimbangan
antara tabung falcon berisi sampel dan air penyeimbang dengan ditimbang
19

menggunakan neraca 2 pinggan. Jika belum seimbang, perlu dilakukan


penambahan atau pengurangan jumlah air penyeimbang dalam tabung falcon.
Sampel yang telah seimbang di vorteks selama 30 detik hingga homegen
lalu dimasukkan ke dalam wadah sentrifugasi dengan peletakan berhadapan antara
sampel dengan penyeimbang. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 12.000 rpm
selama 15 menit. Setelah disentrifugasi akan menghasilkan tiga lapisan, lapisan atas
berupa miselium ragi tempe, lapisan tengah adalah larutan Na2SO4 15 %, dan
lapisan bawah adalah substrat.
Lapisan yang ditimbang untuk pengukuran biomassa adalah lapisan atas dan
lapisan bawah. Pengambilan lapisan atas berupa miselium dengan disedot
menggunakan mikropipet yang ujung pipet tip telah dipotong agar miselium dapat
tersedot atau dapat dibantu dengan sudip kecil, setelah itu dikeluarkan dan ditaruh
pada kertas saring Whatman No.42, dilakukan pembilasan untuk membersihkan
miselium yang masih tersangkut pada tip pipet. Pengambilan substrat dibagian
bawah dengan menuang substrat beserta sisa larutan yang telah dihomogenkan
terlebih dahulu dengan vorteks ke kertas saring. Pembersihan substrat yang masih
tertinggal di tabung falcon dilakukan pembilasan dengan larutan Na2SO4 15 %
sampai tidak ada lagi substrat yang tersisa.
Kertas saring yang mengandung biomassa dan substrat dikeringkan dalam
oven bersuhu 40o C sampai diperoleh berat konstan dengan tiga kali pengulangan
penimbangan (Lampiran 2). Berat konstan dicapai saat sampel dikeringkan selama
24 jam (Lampiran 3). Hasil pengukuran berat kering biomassa menggunakan rumus
berikut (Mitchell, David., Krieger, Nadia., Berovic, Marin., 2006):
𝑥
𝑋 =
𝑥+S+W
X = konsentrasi biomassa
x = berat kering miselium
S = berat kering substrat
W = air dalam sampel

3.3.3 Analisa Asam Fitat


Pengujian asam fitat dilakukan di laboratorium Departemen Teknologi
Pangan dan Hasil Pertanian (TPHP) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
(Lampiran 4). Sampel ditimbang sebanyak 10 g ditambahkan 50 ml larutan HNO3
20

0,5 M. Larutan ini diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 2 jam pada suhu
ruang kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk menetapkan
kandungan asam fitat. Penentuan asam fitat dilakukan dengan cara tabung reaksi
yang berisi 0,5 ml filtrat, ditambahkan 0,9 ml HNO3 0,9 M dam 1 mL FeCI3 0,3
mM kemudian tabung reaksi ditutup, direndam dalam air mendidih selama 20
menit. Setelah didinginkan, ditambahkan 5mL C₅H₁₂O dan 1 mL larutan NH₄SCN
0,1mM. Larutan selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 10
menit. Setelah terbentuk dua lapisan, lapisan C₅H₁₂O diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 465 nm dengan blanko
C₅H₁₂O, 15 menit setelah itu penambahan NH₄SCN.
Selanjutnya, hasil yang didapatkan dari pengujian asam fitat baik berupa
bahan pakan yang telah dilakukan fermentasi padat maupun tanpa fermentasi
dibandingkan dan dihitung persentase penurunannya. Hasil persentase penurunan
menggunakan rumus berikut;
tanpa fermentasi − fermentasi
% Penurunan =
tanpa fermentasi X 100 %

3.3.4 Analisa Asam Amino Esensial


Analisis pengujian asam amino esensial dilakukan di laboratorium
Saraswanti Indo Genetech Bogor, Jawa Barat (Lampiran 5). Adapun metode
analisis yang digunakan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Metode Analisis Asam Amino Esensial

Asam Amino Esensial Metode


Fenilalanin 18-5-17/MU/SMM-SIG (UPLC)
Isoleusin 18-5-17/MU/SMM-SIG (UPLC)
Valin 18-5-17/MU/SMM-SIG (UPLC)
Lisin 18-5-17/MU/SMM-SIG (UPLC)
Leusin 18-5-17/MU/SMM-SIG (UPLC)
Threonin 18-5-17/MU/SMM-SIG (UPLC)
Histidin 18-5-17/MU/SMM-SIG (UPLC)
Metionin 18-12-38/MU/SMM-SIG (LCMS/MS)
Triptofan 18-5-63/MU/SMM-SIG (HPCL)
Keterangan;
UPCL : Ultra Performance Liquid Chromatography
LCMS/MS : Liquid Chromatography Tandem Mass Spectrometry
HPCL : High Performance Liquid Chromatography
21

Selanjutnya, hasil yang didapatkan dari pengujian asam amino esensial


berupa bahan pakan yang telah dilakukan fermentasi padat maupun tanpa
fermentasi dibandingkan dan dihitung persentase kenaikannya. Hasil persentase
kenaikan menggunakan rumus berikut;

tanpa fermentasi − fermentasi


% Kenaikan =
tanpa fermentasi X 100 %

3.4 Analisis Data


Data pengamatan pada konsentrasi biomassa diolah menggunakan program
aplikasi IBM SPSS versi 26 dan dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA)
pada taraf kepercayaan 95 %. Hasil ANOVA yang berpengaruh nyata, dilanjut
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
BAB IV

HASIL PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Bahan Pakan Ikan

Fermentasi padat menggunakan 10 bahan organik dengan penambahan ragi


tempe yang telah difermentasi selama 48 jam memperlihatkan adanya tingkat
kepadatan pertumbuhan miselium yang berbeda-beda. Berdasarkan pengamatan
fisik, pertumbuhan kepadatan miselium ragi tempe pada daerah permukaan atas dan
area melintang berbeda-beda antara ampas kelapa, bungkil kedelai, bungkil sawit,
dedak gandum, dedak padi, jagung, kopra, kulit kopi dan onggok (Gambar 5).
Berdasarkan pengamatan fisik bagian permukaan atas dan irisan melintang, terpilih
empat bahan pakan seperti bungkil sawit, dedak padi, jagung, dan kopra sebagai
bahan organik yang terbaik untuk dijadikan substrat ragi tempe (Tabel 5).

A B C

D F E

G H I

Gambar 5. Pertumbuhan miselium setelah 48 jam pada permukaan atas dan irisan
melintang. A. Ampas kelapa; B. Bungkil kedelai; C. Bungkil sawit; D. CGF; E.
Dedak gandum; F. Dedak padi; G. Jagung; H. Kopra; I. Kulit kopi; J. Onggok (Garis
skala kuning= 1 cm)

21
22

Tabel 5. Hasil pengamatan makroskopis pertumbuhan miselium ragi tempe

Pertumbuhan miselium ragi tempe


No Bahan Pakan
Permukaan atas Irisan melintang
1 Ampas kelapa + +
2 Bungkil kedelai + +
3 Bungkil sawit ++ +++
4 Corn Gluten Feed (CGF) - +
5 Dedak gandum + +
6 Dedak padi ++ +++
7 Jagung ++ +++
8 Kopra +++ +++
9 Kulit kopi + +
10 Onggok + +
Keterangan:
- : tidak terdapat pertumbuhan miselium
+ : pertumbuhan miselium kurang bagus dan tidak merata
++ : pertumbuhan miselium bagus dan merata
+++ : pertumbuhan miselium sangat bagus dan merata

Pengkategorian pertumbuhan miselium ini didasari oleh penelitian Putra


Surbakti et al., (2022), pada hasil penelitian pada Gambar 5 dan Tabel 5 bahan
pakan kopra memiliki pertumbuhan miselium sangat bagus pada area permukaan
atas ditandai dengan pertumbuhan miselium cepat, selain itu memiliki miselium
sangat padat dan rapat. Bungkil sawit, dedak padi, dan jagung pada area permukaan
atas termasuk kedalam kategori pertumbuhan miselium bagus ditandai ketebalan
tumbuhnya miselium yang padat dan belum tumbuh rapat. Pertumbuhan miselium
kurang bagus yang ditandai dengan pertumbuhan miselium yang tipis, tidak padat
dan tidak rapat. Adanya bahan pakan yang tidak ditumbuhi miselium pada
permukaan atas dikarenakan tidak terdapat pertumbuhan miselium.
Pertumbuhan padat memiliki bentuk dan volume yang tetap, partikel saling
berdekatan dan berinteraksi kuat satu sama lain, sehingga tidak dapat ditembus dan
tidak dapat bergerak bebas. Pertumbuhan miselium padat adalah kondisi miselium
membentuk struktur yang kompak dan padat dengan sel-sel yang saling berdekatan
sehingga membentuk jaringan yang padat. Kondisi miselium yang padat bisa
memengaruhi pertumbuhan ragi dengan cepat dan efisien, dan membantu dalam
penyebaran spora dan koloni tersebut. Berbeda dengan miselium yang tidak padat,
sel-sel tersebut tersebar akan tetapi tidak berdekatan (Suparti et al., 2018).
23

Pertumbuhan irisan melintang yang merata ditandai dengan tumbuhnya


miselium pada celah-celah substratnya dan memiliki miselium yang padat seperti
bungkil sawit, dedak padi, jagung, dan kopra. Pertumbuhan irisan melintang yang
tidak merata ditandai dengan tumbuhnya miselium pada celah substrat, akan tetapi
miselium tersebut yang sangat tipis. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
ragi tempe mampu tumbuh dengan baik pada bahan bungkil sawit (Abdeltawab &
Khattab, 2018; Aurelia et al., 2020), dedak padi (Sofyan et al., 2007; Tamsil et al.,
2019), jagung (Edi, 2021), dan kopra (K. Usman et al., 2014). Adanya
pertumbuhnya miselium pada bahan organik diduga bahwa ragi tempe dapat
merombak bahan organik (Nur Edi & Sjofjan, 2021).
Menurut Suningsih et al., (2019) bahwa bahan organik terdiri dari lemak,
protein, dan karbohidrat. Proses perombakan ditandai dengan perkecambahan
spora, pertumbuhan, dan pembentukan spora yang cepat. Pertumbuhan spora akan
membentuk struktur hifa menyerupai seuntai benang panjang. Kumpulan hifa yang
bercabang-cabang tersebut disebut miselium yang pada umumnya bewarna putih.
Hifa-hifa yang sudah membentuk jaringan miselium semakin lama akan menjadi
tebal sehingga membentuk suatu koloni yang dapat dilihat dengan kasat mata.
Miselium yang telah mengalami pemanjangan dan percabangan mengindikasikan
bahwa ragi tempe memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumber karbohidrat
yang ada pada substrat untuk pertumbuhannya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa Putra Surbakti et al., (2022) hifa
yang dihasilkan bergantung pada ketersediaan glukosa yang berasal dari
karbohidrat, protein terlarut, aktivitas enzim dan strain dari mikroorganisme. Bahan
organik dari keempat bahan tersebut dianalisa lebih lanjut dengan mengukur
konsentrasi biomassa, kandungan asam fitat, dan asam amino esensial.

4.2 Konsentrasi biomassa

Pengukuran biomassa miselium ragi tempe dihitung untuk menentukan


konsentrasi biomassa. Konsenstrasi biomassa ini berguna untuk menentukan
tingkat kualitas dan kelayakan bahan pakan ikan untuk diberikan kepada ikan.
Konsentrasi biomassa yang tinggi dapat menunjukkan bahwa bahan pakan ikan
memiliki nutrisi yang cukup dan memenuhi kebutuhan ikan. Oleh karena itu,
perhitungan konsentrasi biomassa merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi
24

kualitas bahan pakan ikan. Perhitungan konsentrasi biomassa yang diperoleh pada
bahan pakan menghasilkan konsentrasi yang bervariasi (Lampiran 2).
Terjadinya peningkatan jumlah massa sel mikroba selama fermentasi
berlangsung disebabkan adanya protein yang terdapat pada substrat tersebut.
Menurut Prasetya et al. (2019) kandungan protein setelah dilakukan fermentasi
mengalami peningkatan dikarenakan mikroba mempunyai pertumbuhan dan
perkembangbiakan yang baik, sehingga dapat mengubah komponen penyusunnya
dan akan meningkatkan kandungan protein dari substrat.

0,05 0,0444a±0,0340
0,0432a±0,0083
Konsentrasi Biomassa (mg/g)

0,04
0,0281a±0,0038
0,03 0,0249a±0,0853

0,02

0,01

0
Bungkil sawit Dedak Padi Jagung Kopra
Bahan Pakan

Gambar 6. Hasil perhitungan SPSS konsentrasi biomassa

Nilai persentase rata-rata biomassa diuji terlebih dahulu menggunakan


oneway anova dan menghasilkan nilai signifikasi P<0,05 (Lampiran 7).
Berdasarkan hasil uji normalitas yaitu maka data berdistribusi normal sehinga nilai
H0 diterima. Data berdistribusi normal dilanjutkan uji homogenitas yaitu 0,053 >
0,05 maka varian sama (Lampiran 6). Pengujian hipotesis menggunakan One Way
Anova BNT menghasilkan 0,472 > 0,05 H0 diterima, maka tidak terdapat
pertumbuhan biomassa yang signifikan akibat perbedaan bahan pakan dan data
tersebut adalah homogen. Hal ini menunjukkan bahwa semua ragi tempe
memberikan pengaruh yang sama terhadap bahan pakan.
Berdasarkan Gambar 6. dapat dilihat miselium pada ragi tempe dengan jenis
substrat yang berbeda berkisar 0,0281 – 0,0444 mg, konsentrasi biomassa tertinggi
dihasilkan dengan bahan pakan kopra. Hasil ini sesuai dengan pertumbuhan
miselium pada substrat bahan pakan dengan kandungan karbohidrat tersebut.
Kandungan yang memiliki karbohidrat yang sesuai dengan kebutuhan akan
25

menghasilkan pertumbuhan miselium yang padat dan lebat (Suningsih et al., 2019).
Bungkil sawit memiliki kandungan karbohidrat sebesar 45% - 50 %, dedak padi 70-
80%, jagung 70-80 %, dan kopra 40-50 % (Suharti, 2015). Kandungan karbohidrat
dedak padi dan jagung diatas 70 % ini membuat karbohidrat melebihi kebutuhan
pertumbuhan miselium. Kandungan karbohidrat yang bagus untuk pertumbuhan
miselium adalah karbohidrat bahan pakan yang sesuai dengan kebutuhan
pertumbuhannya. Pertumbuhan tersebut akan memanfatkan energi dengan cara
mengubah karbohidrat menjadi glukosa. Glukosa akan masuk ke dalam sel dan
digunakan sebagai media pertumbuhan. Miselium akan terus tumbuh selama
sumber karbohidrat masih tersedia. Kandungan karbohidrat yang terlalu tinggi atau
berlebih dalam substrat akan mengambat pertumbuhan Selain itu, terlalu banyak
karbohidrat juga memengaruhi kemampuan ragi tempe untuk menyerap nutrisi dan
oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhan sehingga menyebabkan penurunan
kualitas dan nutrisi yang dihasilkan untuk pertumbuhan miselium (Suharti, 2015).
Oleh karena itu, penting memperhatikan kandungan yang tepat dalam proses
pertumbuhan miselium agar menghasilkan produk akhir yang berkualitas.
4.3 Asam Fitat

Asam fitat mengandung senyawa antinutrisi yang membuat pemanfaatan


bahan pakan tidak terpenuhi sehingga terjadinya penurunan asupan nutrisi. Proses
menurunkan kandungan asam fitat dapat dilakukan dengan melakukan fermentasi.
Hasil pengukuran asam fitat dalam penelitiaan ini, menunjukkan bahwa keempat
bahan organik seperti bungkil sawit, dedak padi, jagung, dan kopra mengalami
penurunan diatas 40 % dari perhitungan sebelum dan sesudah dilakukannya
fermentasi (Tabel 7). Proses penurunan fitat dikarenakan proses fermentasi dapat
mereduksi senyawa antinutrisi seperti asam fitat.
Hal ini didukung oleh Kumar et al., (2017) penggunaan bahan pakan yang
digunakan dalam keadaan halus, sehingga memudahkan miselium masuk kedalam
seluruh bagian substrat untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh.
Proses penambahan ragi tempe yang dicampurkan dengan merata lalu di inkubasi
membuat miselium yang terdapat pada ragi tempe menghasilkan enzim-emzin yang
diperlukan untuk hidrolisis. Proses hidrolisis ini dilakukan dengan penambahan air
kedalam bahan pakan. Air akan membantu memecah ikatan antara asam fitat dan
26

senyawa lainnya dalam bahan pakan ikan. Enzim yang berasal dari ragi tempe
kemudian mengkatalis reaksi hidrolisis dan menghasilkan senyawa yang lebih
mudah diserap. Huang et al., (2019) menyatakan bahwa ragi tempe terdapat
mikroorganisme Rhizopus sp. dapat mendegradasi asam fitat dari enzim fitase yang
dihasilkan oleh mikroorganisme.
Pertumbuhan miselium ragi tempe pada bahan pakan diawali dengan
memperpanjang hifanya, semakin kecil ukuran substrat maka akan semakin mudah
hifa menembus substrat dan asam fitat yang dihasilkan akan semakin banyak.
Pengaruh waktu dan ketebalan pertumbuhan miselium ragi tempe dalam proses
fermentasi memengaruhi penurunan fitat, karena semakin tebal miselium
menjadikan produksi enzim fitase semakin meningkat sehingga membuat
kandungan asam fitat menurun.

Tabel 6. Kandungan Asam fitat

tanpa fermentasi penurunan


Bahan pakan fermentasi (mg/g)
(mg/g) (%)
Bungkil sawit 6,77 ± 0,32 4,21 ± 0,11 37,81
Dedak padi 10,44 ± 0,18 4,39 ± 0,18 57,25
Jagung 18,49 ± 0,41 4,47 ± 0,19 75,77
Kopra 12,27 ± 0,35 7,23 ± 0,24 40,99

Bahan metode pada tahap pengukuran asam fitat mempunyai fungsi masing
– masing. Bahan HNO3 pada penentuan asam fitat berfungsi untuk mengekstrasi
asam fitat pada sampel, lalu filtrat yang diperoleh setelah diekstraksi kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan direaksikan dengan FeCl3 yang berfungsi
untuk mengendapkan senyawa fitat yang telah diekstraksi dari sampel.
Asam fitat tersebut akan berikatan dengan Fe dan membentuk Fe-fitat,
semakin tinggi asam fitat maka semakin banyak reaksi FeCl membentuk Fe-fitat.
Senyawa C₅H₁₂O berfungsi untuk memberikan intensitas warna merah yang akan
diuji dengan spektrofotometer sedangkan ammonium thiosianat sebagai penentu
kandungan fitat yang akan membentuk warna merah pada larutan sampel.
Perubahan warna ini menunjukkan adanya ion feri fitat yang tidak terikat dengan
asam fitat sehingga akan bereaksi dengan ammonium sulfat sehingga membentuk
warna merah muda.
27

Berdasarkan Tabel. 7 masing – masing bahan pakan memiliki nilai asam


fitat yang berbeda-beda. Penelitian ini menghasilkan penurunan asam fitat yang
paling tinggi setelah dilakukannya fermentasi, yaitu bahan pakan jagung sebesar
75,77 %. Penurunan bahan pakan jagung bisa mencapai 75,77 % dikarenakan ketika
proses fermentasi bahan pakan ditambahkan air akan menghasilkan kalsium
hidroksida yang membantu menguraikan asam fitat menjadi garam-fitat.
Selanjutnya proses inkubasi membuat asam fitat dapat diuraikan dengan
pemanasan, dengan proses ini dapat meningkatkan ketersediaan kalsium dan
protein sehingga menurunkan kandungan asam fitat pada bahan pakan jagung
(Budiarti et al., 2018).
Penelitian Ingelmann et al., (2019) dan Schramm et al., (2017) melaporkan
bahwa penambahan mikroorganisme dan jagung sangat efektif untuk penurunan
asam fitat. Bahan pakan penelitian lainnya seperti dedak mengalami penurunan
57,25 %. Penelitian Starzyńska-Janiszewska et al., (2015) melaporkan bahwa
penggunaan fermentasi dengan ragi tempe terhadap dedak padi mampu
menurunkan asam fitat sebesar 22 % sedangkan penelitian Fitriyani et al., (2019)
mampu mengalami penurunan sebesar 35,3 %. Penurunan asam fitat juga
dilaporkan oleh Hilakore et al., (2021) menggunakan bahan pakan dedak padi yang
difermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae dapat menurunkan 54 %. Hasil
penelitian pada bahan bungkil sawit mendapatkan bahwa asam fitat mengalami
penurunan sebesar 37,81 %, penelitian (Wibowo, 2016) mengalami penurunan
sebesar 50 %. Bahan kopra mengalami penurunan 40,99 %, penelitian sebelumnya
(K. Usman et al., 2014) bahan pakan kopra mengalami penurunan sebasar 27 %.
Pemanfaatan mikroorganisme lainnya dalam asam fitat, dapat mengalami
penurunan fitat seperti pada biji bunga matahari sebesar 25 %, wijen sebesar 60 %,
kacang kedelai sebesar 37 %, rapeseeds sebesar 21 %, linseeds sebesar 30 %
(Handa et al., 2021).

4.4 Asam Amino Esensial

Salah satu variabel penting dalam menilai kualitas bahan baku pakan
khususnya jika berperan sebagai sumber protein adalah kandungan asam amino.
Asam amino merupakan komponen protein, sehingga untuk menentukan kualitas
protein bahan pakan perlu diperhatikan komposisi asam amino, bahan pakan, dan
28

ketersediaanya biologisnya (Palinggi et al., 2014). Hasil pengujian keempat bahan


pakan organik yang telah diuji asam amino esensial mengalami peningkatan sebesar
setelah dilakukannya fermentasi padat dengan ragi tempe (Tabel 7) dan hasil
tertinggi diperoleh bungkil sawit yang difermentasi dengan ragi tempe sebesar
39,16 % diikuti dengan bahan pakan lainnya jagung 36,98 %, kopra 29,90 %, dedak
padi 4,53 %.
Tabel 7. Hasil analisis asam amino esensial

Kandungan Asam Amino Esensial

tanpa fermentasi kenaikan


Bahan pakan fermentasi (mg/kg)
(mg/kg) (%)

Bungkil sawit 3696,18 ± 1968,68 6075,44 ± 3879,81 39,16


Dedak padi 1437,52 ± 901,57 1502,60 ± 847,51 4,53
Jagung 3622,72 ± 3206,73 4962,26 ± 2866,08 36,98
Kopra 4332,43 ± 2671,97 5627,98 ± 3678,54 29,90

Hasil menunjukkan bahan pakan memiliki nilai asam amino esensial yang
bervariasi (Tabel 7). Nilai yang bervariasi tersebut terjadi karena bahan pakan yang
digunakan memiliki kandung yang berbeda–beda pada setiap jenisnya. Hal ini
sesuai penelitian Arief (2007) bahwa penyerapan protein pada bahan pakan
ditentukan oleh komposisi dan keseimbangan jenis asam amino. Menurut Hsiao et
al., (2014) mengatakan bahwa ragi tempe terdapat kapang Rhizopus sp. yang
menghasilkan enzim protease. Enzim protease disebut juga sebagai peptidase atau
proteinase yaitu enzim yang mengkatalis hidrolisis ikatan peptida menjadi
oligopeptida pendek dan asam amino bebas (López-Otín & Bond, 2008).
Peptida dan asam amino bebas tersebut lebih mudah diserap tubuh, semakin
besar produksi enzim maka semakin tinggi proses pemecahan protein menjadi
komponen yang sederhana. Proses pemecahan protein ini dibantu oleh enzim
protease yang mampu menghidrolisis peptida protein sehingga rantai molekul
tersebut mampu meningkatkan kelarutan dalam air. Enzim protease pada ragi tempe
memiliki aktivitas preteolitik yang tinggi. Faktor peningkatan aktifitas preteolitik
yang tinggi terjadi pada saat menghidrolisis protein substrat yang dipengaruhi oleh
faktor eksterinsik (kelembapan, aerasi, pemerataan pengadukan, distribusi oksigen
dan suhu terfermentasi), dan faktor interistik berupa kemampuan memproduksi
enzim protease kondisi pertumbuhan. Aspartat protease adalah enzim protease yang
29

dihasilkan oleh ragi tempe dan banyak digunakan untuk meningkatkan kandungan
nutrisi serta meningkatkan rasa (Hsiao et al., 2014).
Kandungan asam amino esensial bahan pakan memiliki nutrisi berkaitan
dengan sintesis protein untuk pertumbuhan ikan. Tingkat asam amino esensial yang
tinggi memiliki peluang pemanfaatan untuk pertumbuhan ikan yang lebih tinggi,
terutama ketika terjadi ketidakkecukupan energi dari sumber non protein, seperti
lemak dan karbohidrat (Arief, 2007; U. Usman, Harris, et al., 2014). Hal ini
menunjukkan bahwa bahan pakan tersebut ketika diuji dengan asam amino esensial
mampu menghasilkan kualitas yang lebih tinggi sehingga dapat memperbaiki
kualitas bahan pakan bagi pertumbuhan ikan.
Kandungan asam amino esensial Tabel 7 terlihat bahwa perlakuan
fermentasi terhadap kandungan asam amino esensial mengalami kenaikan, sesuai
dengan pernyataan Lee et al (2014) peningkatan kandungan asam amino esensial
tersebut terjadi selama proses fermentasi dapat mengeluarkan enzim ekstraseluler
proteolitik memecah protein menjadi asam amino. Beberapa asam amino esensial
mengalami penurunan akibat perlakuan fermentasi yaitu fenilalanin, valin, dan
leusin pada dedak padi (Gambar 8) serta leusin dan metionin pada jagung (Gambar
9). Penurunan kandungan asam amino esensial dimungkinkan terjadi karena sudah
digunakan untuk pertumbuhan miselium selama proses fermentasi (Lee et al.,
2014).
Gambar 7-10 memiliki kandungan kualitas protein yang berbeda tergantung
pada jenis dan jumlah asam amino penyusunannya. Penentuan kualitas protein bisa
dilakukan dengan membandingkan komposisi asam amino esensial yang dikandung
terhadap bahan pakan tersebut. Tidak semua bahan pakan mengalami defisiensi
asam amino yang sama, oleh karena itu defisiensi pada salah satu asam amino pada
suatu bahan dapat disubstitusi dengan asam amino yang sama dari bahan yang
berbeda. Hasil penggunaan bahan pakan dedak dengan perlakuan fermentasi pada
pengujian asam amino esensial mengalami penurunan seperti kandungan
fenilalaninin, valin, leusin. Penurunan fenilalanin mencapai 96,435 mg/kg, valin
27,835 mg/kg dan leusin 193,015 mg/kg. Bahan pakan seperti jagung mengalami
penurunan ketika dilakukan perlakuan fermentasi, yaitu leusin dan metionin.
30

Gambar 9. terlihat bahwa kandungan leusin menurun sebesar 9.388,03 mg/g,


sedangkan metionin mengalami penurunan sebesar 4,575 mg/g.
Penurunan kandungan asam amino esensial ini bisa terjadi karena
penggunaan mikroorganisme pada saat perlakuan fermentasi yang memberikan
reaksi berbeda pada setiap jenis substratnya dan mikroorganisme yang digunakan.
Selain itu, kandungan protein bahan pakan dipengaruhi dari metode pengolahannya.
Pengaplikasian pengolahan fermentasi dengan cara yang tepat dapat memenuhi
kebutuhan gizi dengan baik, mempertahankan kandungan pakan, meningkatkan
bobot dengan cepat secara alami, menekan biaya pemeliharaan sebab bahan pakan
dapat berasal dari bahan alternatif (Mahardika et al., 2018; Pamungkas, 2011).
Faktor penurunan bisa terjadi karena ragi tempe menggunakan asam amino
sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhannya, akan tetapi tidak dapat
memfiksasi atau mengubah nitrogen menjadi ammonia (NH3). Sumber nitrogen
sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan karena digunakan sebagai sumber karbon
berupa glukosa, fruktosa, galaktosa, silosa dan manitol. Kapang menggunakan
jagung sebagai substrat yakni sebagai sumber karbon dan sumber nitrogen, akan
tetapi substrat jagung tersebut tidak bisa mengubah kandungan nitrogen menjadi
ammonia (Garnida & Taufik, 2014). Penurunan metionin disebabkan oleh
kerusakan asam amino metionin dengan sistein terhadap substrat yang digunakan.
Umumnya sistein membentuk ikatan silang melalui disulfida, ikatan silang
disulfida ini bersifat relatif stabil tetapi dapat diputuskan oleh proses oksidasi.
Sistein akan berubah menjadi asam siteat, yaitu R – S – S – S → RSO3- + RSO3-.
Mekanisme reaksi tersebut akan terjadi kerusakan asam amino sehingga
menyebabkan berkurangannya ketersediaan kandungan asam amino lainnya.
Penelitian lain mengatakan penambahan asam amino dalam dosis rendah maupun
dosis tinggi kedalam bahan ternyata tidak dapat meningkatkan kandungan
metionin, meskipun asam amino metionin sintesis ditambahkan didalamnya
(Sinurat, AP., Purwadaria, T., Purba M., Susana, IWR., 2015).
31

Bungkil Sawit
14000

Konsentrasi mg/kg
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Fenilalanin Isoleusin Valin Lisin Leusin Threonin Histidin Metionin Triptofan
Tanpa fermentasi 4265,845 4085,825 5205,37 3920,32 6511,135 2538,805 2687,89 410,84 562,895
Fermentasi 9977,96 6205,93 9380,57 3505,39 11874,715 7319,04 4091,8 810,52 1513,035

Gambar 7. Hasil asam amino esensial bahan pakan bungkil sawit

Dedak Padi
3000
Konsentrasi mg/kg

2500
2000
1500
1000
500
0
Fenilalanin Isoleusin Valin Lisin Leusin Threonin Histidin Metionin Triptofan
Tanpa fermentasi 2309,92 1335,96 1911,855 1141,265 2760,28 1999,32 1159,57 81,65 237,935
Fermentasi 2213,485 1399,16 1884,02 1591,525 2567,265 2148,815 1357,205 105,835 256,14

Gambar 8. Hasil asam amino esensial bahan pakan dedak padi

Jagung
12000
10000
Konsentrasi mg/kg

8000
6000
4000
2000
0
Fenilalanin Isoleusin Valin Lisin Leusin Threonin Histidin Metionin Triptofan
Tanpa fermentasi 4524,545 3100,96 4042,125 2161,725 11238,055 3734,175 2945,68 410,595 446,65
Fermentasi 6686,385 4768,34 5680,31 5475,37 9388,03 7096,38 4263,94 406,02 895,63

Gambar 9. Hasil asam amino esensial bahan pakan jagung

Kopra
14000
12000
Konsentrasi mg/kg

10000
8000
6000
4000
2000
0
Fenilalanin Isoleusin Valin Lisin Leusin Threonin Histidin Metionin Triptofan
Tanpa fermentasi 6965,255 4471,735 6603,87 3354,945 8372,995 4845,07 2799,785 815,015 763,22
Fermentasi 10434,5 6992,355 9570,83 6262,43 12405,165 8726,08 4813,465 822,095 1789,635

Gambar 10. Hasil asam amino esensial bahan pakan kopra


32

Penelitian Almasyhuri et al. (1999) mendapatkan penggunaan bahan pakan


organik dengan penambahan Rhizopus oligosphorus yang difermentasi lalu diuji
asam amino esensial memberikan data bahwa metionin dan leusin tidak terdeteksi.
Penelitian Ginting et al. (2017) melaporkan penentuan kandungan asam amino
esensial metionin tidak terdeteksi adanya asam amino esensial metionin
dikarenakan mengandung gugus sulfur yang teroksidasi oleh udara maupun oksidan
lainnya sehingga dapat terurai pada saat proses hidrolisis asam. Kandungan leusin
pada penelitian (Aini & Wirawani, 2013) mendapatkan hasil bahwa kandungan
leusin mengalami penurunan sebesar 4,88 %. Terjadinya penurunan asam amino
esensial leusin terhadap jagung dikarenakan adanya defisiensi, untuk meningkatkan
dengan cara suplementasi dan menstimulasi pertumbuhan aktivitas mikroba melalui
proses bioproses guna meningkatkan nilai asam amino esensial leusin (Puastuti,
2009).
Asam amino esensial yang didapatkan pada bahan pakan bungkil sawit
(Gambar 7) dan kopra (Gambar 10), bisa dikatakan bahwa penggunaan fermentasi
dapat meningkatkan nilai kandungan asam amino esensial sehingga dapat
memenuhi kebutuhan protein dan nutrisi yang dibutuhkan. Fermentasi bahan pakan
bungkil sawit dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan 6,5 % (Marzuki et
al., 2008). Penelitian U. Usman, Laining, et al., (2014) menghasilkan bahwa
penggunaan bahan pakan kopra hasil fermentasi terhadap Rhizopus sp. mengalami
peningkatan kandungan protein asam amino esensial sebesar 6,9 %.
Penggunaan jenis mikroorganisme lainnya, seperti Aspergillus niger,
Saccharomyces cereviceae, dan Bacillus subtilis dapat meningkatkan kandungan
protein asam amino esensial hal ini terbukti pada penelitian Palinggi et al., (2014),
selain itu penggunaan kapang Saccharomyches cereviceae dengan penambahan
enzim manase mengalami peningkatan sebesar 64 % (Kraikaew et al., 2020).
Menurut Nahrowi et al. (2019) fermentasi menggunakan mikroorganisme
sebagai salah satu metode untuk detoksifikasi glukosinolat sehingga dapat
menginaktivasi enzim mirosinase dan menurunkan kandungan glukosinolat.
Menurunkan dekomposisi glukosinolat lebih tinggi dengan semakin lamanya waktu
fermentasi, diduga bahwa komponen glukosa dan sulfur yang ada pada molekul
glukosinolat dimanfaatkan oleh mikroba untuk hidupnya, sehingga dapat bermanfat
33

untuk meningkatkan suplai metabolizable protein yaitu protein yang dapat dicerna
(K. Usman et al., 2014) dan diserap di usus halus (Nahrowi et al., 2019).
Penentuan kebutuhan nutrisi diimbangi dengan kebutuhan energi dan
variasi kebutuhan protein, energi yang ditentukan berupa kandungan, ketersediaan,
dan kecernaan asam amino esensial. Keseimbangan antara bahan pakan dengan
asam amino esensial akan dapat memberikan pertumbuhan atau kenaikan berat
badan yang lebih tinggi. Semakin baik mutu bahan baku, maka akan membuat
pertumbuhan hewan semakin baik sehingga dengan demikian hewan tersebut akan
mengonsumsi pakan lebih sedikit dibandingkan dengan bahan pakan yang bermutu
tidak bagus (A. A. P. & Sumadi, 2019). Ditinjau dari hasil kandungan protein,
potensi pengembangan bahan pakan, dan pemanfaatannya mempunyai harapan baik
untuk metode fermentasi yang akan berdampak pada keseimbangan asam amino
esensial dengan bahan pakan sebagai alternatif sumber energi protein (Rofiq &
Subagio, 2009).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan

1) Ragi tempe mampu digunakan dalam proses fermentasi padat sehingga bisa
menurunkan kandungan asam fitat sebesar 75,77 % pada bahan pakan ikan
jagung, disusul bahan pakan lainnya seperti dedak padi (57,25 %), kopra
(40,99 %), dan bungkil sawit (37,81 %).
2) Ragi tempe mampu digunakan dalam proses fermentasi padat sehingga bisa
meningkatkan kandungan asam amino esensial sebesar 39,16 % pada bahan
pakan ikan bungkil sawit, disusul bahan pakan lainnya seperti jagung (36,98
%), kopra (29,90 %), dan dedak padi (4,53 %).

5.2 Saran

Perlu dilakukan lebih lanjut terkait pengujian bahan pakan yang telah dianalisis
asam fitat dan asam amino esensial dengan melakukan aktivitas bahan pakan
terhadap perkembangan ikan.

34
DAFTAR PUSTAKA

A. A. P., W., & Sumadi, I. K. (2019). Pengaruh penggunaan campuran asam amino
esensial pada ransum dasar jagung-pollard terhadap performa babi Bali.
Majalah Ilmiah Peternakan, 22(3), 104.
https://doi.org/10.24843/mip.2019.v22.i03.p02
Abdeltawab, A. M., & Khattab, M. S. A. (2018). Utilization of palm kernel cake as
a ruminant feed for animal. Asian Journal of Biological Sciences, 11(4), 157–
164. https://doi.org/10.3923/ajbs.2018.157.164
Abdulwaliyu, I., Arekemase, S. O., Adudu, J. A., Batari, M. L., Egbule, M. N., &
Okoduwa, S. I. R. (2019). Investigation of the medicinal significance of phytic
acid as an indispensable anti-nutrient in diseases. Clinical Nutrition
Experimental, 28, 42–61. https://doi.org/10.1016/j.yclnex.2019.10.002
Afify, A. E. M. M. R., El-Beltagi, H. S., Abd El-Salam, S. M., & Omran, A. A.
(2012). Biochemical changes in phenols, flavonoids, tannins, vitamin E, β -
carotene and antioxidant activity during soaking of three white sorghum
varieties. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 2(3), 203–209.
https://doi.org/10.1016/S2221-1691(12)60042-2
Aini, N. Q., & Wirawani, Y. (2013). Kontribusi mp-asi biskuit substitusi tepung
garut, kedelai, dan ubi Jalar Kuning terhadap kecukupan protein, vitamin a,
kalsium, dan zink pada bayi. Journal of Nutrition College, 2(4), 458–466.
https://doi.org/10.14710/jnc.v2i4.3727
Alegre, A. C. P., Polizeli, M. de L. T. de M., Terenzi, H. F., Jorge, J. A., &
Guimarães, L. H. S. (2009). Production of thermostable invertases by
Aspergillus caespitosus under submerged or solid state fermentation using
agroindustrial residues as carbon source. Brazilian Journal of Microbiology,
40(3), 612–622. https://doi.org/10.1590/s1517-83822009000300025
Alifia, I. ., Hartutik, & A., I. (2018). Pengaruh penambahan pollard dan bekatul
dalam pembuatan silase rumput odot (Pennisetum purpureum, Cv.Mott)
terhadap kecernaan dan produksi gas secara in vitro. Nutrisi Ternak Tropis,
1(1), 9–17.
Almasyhuri, Ridwan, E., Yuniati, H., & Hermana. (1999). Pengaruh fermentasi
terhadap kandungan protein dan komposisi asam amino dalam singkong.
PGM, 22, 55–61.
Almatsier, S. (2006). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Alshelmani, M. I., Loh, T. C., Foo, H. L., Sazili, A. Q., & Lau, W. H. (2016). Effect
of feeding different levels of palm kernel cake fermented by Paenibacillus
polymyxa ATCC 842 on nutrient digestibility, intestinal morphology, and gut
microflora in broiler chickens. Animal Feed Science and Technology, 216,
216–224. https://doi.org/10.1016/j.anifeedsci.2016.03.019
Aranda, C., Robledo, A., Loera, O., Contreras-Esquivel, J. C., Rodríguez, R., &
Aguilar, C. N. (2006). Fungal invertase expression in solid-state fermentation.

35
36

Food Technology and Biotechnology, 44(2), 229–233.


Arief, R. W. (2007). Analisis kualitas relatif protein jagung secara in vitro dengan
metode PDCAAS. Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, 10(2), 96–105.
Aristasari, E., Nur’aini, R. A., Nopita, W., Agustono, Lamid, M., & Al-Arif, M. A.
(2018). The growth, protein content, and fatty acid of catfish meat (pangasius
sp.) with the addition of different lysine doses in commercial feed. IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science, 441(1), 1–7.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/441/1/012018
Aurelia, L., Oetari, A., & Sjamsuridzal, W. (2020). Effect of Rhizopus azygosporus
UICC 539 growth on the nutrient content of sterile slurry and palm kernel cake
mixtures at different temperature. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 483(1). https://doi.org/10.1088/1755-
1315/483/1/012022
Barilina, R. (2014). Pengaruh penambahan Virgin Coconut Oil (VCO) dan minyak
kedelai terhadap mutu dan nilai gizi biskuit bayi. In Jurnal Littri (Vol. 20,
Issue 1, pp. 35–44). https://doi.org/10.21082/jlittri.v20n1.2014.35-44
Budiarti, S., Purba, A., & Manalu, W. (2018). Peningkatan kualitas nutrisi jagung
melalui fermentasi Rhizopus stolonifer. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia,
23(3), 178–182.
Cheng, Z. J., & Hardy, R. W. (2004). Effects of microbial phytase supplementation
in corn distiller’s dried grain with solubles on nutrient digestibility and growth
performance of rainbow trout, Oncorhynchus mykiss. Journal of Applied
Aquaculture, 15(3–4), 83–100. https://doi.org/10.1300/J028v15n03_07
Coulibaly, A., Kouakou, B., & Chen, J. (2010). Phytic Acid in Cereal Grains:
Structure, Healthy or Harmful Ways to Reduce Phytic Acid in Cereal Grains
and Their Effects on Nutritional Quality. American Journal of Plant Nutrition
and Fertilization Technology, 1(1), 1–22.
https://doi.org/10.3923/ajpnft.2011.1.22
Dani, N. P., Budiharjo, A., & Listyawati, S. (2005). Komposisi pakan buatan untuk
meningkatkan pertumbuhan dan kandungan protein Ikan Tawes (Puntius
javanicus Blkr.). BioSMART, 7(2), 83–90.
https://doi.org/10.1016/j.msea.2006.01.108
Dersjant-Li, Y., Awati, A., Schulze, H., & Partridge, G. (2015). Phytase in non-
ruminant animal nutrition: A critical review on phytase activities in the
gastrointestinal tract and influencing factors. Journal of the Science of Food
and Agriculture, 95(5), 878–896. https://doi.org/10.1002/jsfa.6998
Diouf, A., Sarr, F., Sene, B., Ndiaye, C., Momar Fall, S., & Cyrille Ayesso, N.
(2019). Pathways for reducing anti-nutritional factors: prospects for Vigna
unguiculate. Journal of Nutritional Health & Food Science, 7(2), 1–10.
https://doi.org/10.15226/jnhfs.2019.001157
Edi, D. N. (2020). Analysis of regional potency and local feed resources to develop
37

native chicken in East Java Province. Jurnal Ternak, 11(2), 50–65.


https://doi.org/10.30736/jy.v11i2.74
Edi, D. N. (2021). Bahan pakan alternatif sumber energi untuk subtitusi jagung pada
unggas. Jurnal Peternakan Indonesia, 23(1), 43.
https://doi.org/10.25077/jpi.23.1.43-61.2021
Edison, T. (2009). Amino acid; Essential for our bodies. Livenaturally.
Fitriyani, I. N., Santoso, U., & Akbarillah, T. (2019). Pengaruh pemberian tempe
dedak terhadap performa ayam broiler. Jurnal Sain Peternakan Indonesia,
14(3), 246–251. https://doi.org/10.31186/jspi.id.14.3.246-251
Garnida, Y., & Taufik, Y. (2014). Fermentasi dalam larutan garam pembuatan
kecap kacang koro pedang (Canavalia ensiformis). (Skripsi) Universitas
Pasundan Bandung.
Ginting, A. R., Sitorus, S., & Astuti, W. (2017). Penentuan kadar asam amino
esensial (metionin, leusin, isoleusin dan lisin) pada telur penyu dan telur
bebek. Jurnal Kimia Mulawarman, 14(2), 91–99.
Gusrina. (2008). Budidaya Ikan (Jilid 2). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Halver, J. E., & Hardy, R. W. (2002). Fish Nutrition (Third edit). Inggris: Elsevier
Science.
Handa, V., Thakur, K., & Arya, S. K. (2021). Exploit of oxalate and phytate from
the oilseeds with phytase treated seeds for dietary improvement, biocatalysis
and agricultural biotechnology. Biocatalysis and Agricultural Biotechnology,
37. https://doi.org/doi.org/10.1016/j.bcab.2021.102168.
Handajani, H. (2006). Pemanfaatan tepung azolla sebagai penyusun pakan ikan
terhadap pertumbuhan dan daya cerna ikan nila gift (Oreochromis sp.).
Research Report, 1(0), 162–170.
Hilakore, M. A., Nenobais, M., & Dato, T. O. D. (2021). Penggunaan khamir
Saccharomyces cereviseae untuk memerbaiki kualitas nutrien dedak padi.
Jurnal Nukleus Peternakan, 8(1), 40–45.
Hsiao, N. W., Chen, Y., Kuan, Y. C., Lee, Y. C., Lee, S. K., Chan, H. H., & Kao,
C. H. (2014). Purification and characterization of an aspartic protease from the
Rhizopus Oryzae protease extract, peptidase R. Electronic Journal of
Biotechnology, 17(2), 89–94. https://doi.org/10.1016/j.ejbt.2014.02.002
Huang, L., Wang, C., Zhang, Y., Chen, X., Huang, Z., Xing, G., & Dong, M. (2019).
Degradation of anti-nutritional factors and reduction of immunoreactivity of
tempeh by co-fermentation with Rhizopus oligosporus RT-3 and Actinomucor
elegans DCY-1. International Journal of Food Science and Technology, 54(5),
1836–1848. https://doi.org/10.1111/ijfs.14085
Ingelmann, C. J., Witzig, M., Möhring, J., Schollenberger, M., Kühn, I., &
Rodehutscord, M. (2019). Phytate degradation and phosphorus digestibility in
broilers and Turkeys fed different corn sources with or without added phytase.
Poultry Science, 98(2), 912–922. https://doi.org/10.3382/ps/pey438
38

Juwita, A. I., Mustafa, A., & Tamrin, R. (2017). Studi pemanfaatan kulit kopi
arabika (Coffee arabica L.) sebagai mikro organisme lokal. Agrointek, 11(1),
1. https://doi.org/10.21107/agrointek.v11i1.2937
Kanti, A. (2017). Potensi dari kapang Aspergilus niger, Rhizophus oryzae dan
Neurospora sitophila sebagai penghasil enzim fitase dan amilase pada substrat
ampas tahu. Buletin Peternakan, 41(1), 26.
https://doi.org/10.21059/buletinpeternak.v41i1.13337
Karouw, S., Santosa, B., & Maskromo, I. (2019). Teknologi pengolahan minyak
kelapa dan hasil ikutannya. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian,
38(2), 86. https://doi.org/10.21082/jp3.v38n2.2019.p86-95
Kemendikbud. (2013). Produksi Pakan Buatan. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Kraikaew, J., Morakul, S., & Keawsompong, S. (2020). Nutritional improvement
of copra meal using mannanase and <i>Saccharomyces cerevisiae<i/>. 3
Biotech, 10(6), 1–10. https://doi.org/10.1007/s13205-020-02271-9
Kristiawan, R. A., Budiharjo, A., & Pangastuti, A. (2019). Pemanfaatan potensi
Azolla microphylla sebagai pakan untuk ikan sidat Anguilla bicolor bicolor.
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir Dan Perikanan, 8(1), 43–51.
https://doi.org/10.13170/depik.
Kumar, A., Kuma, D., Rizvi, S. K. Z., Tiwari, A., & Singh, A. (2017). Effect of
processing on phytic acid content and iron availability in selected rice variety.
Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 335–339.
Lee, K., Kim, H., & Park, S. (2014). Amino acids analysis during lactic acid
fermentation by single strain cultures of lactobacilli and mixed culture starter
made from them. African Journal of Biotecnology, 13(28), 2867–2873.
https://doi.org/10.5897/AJB2013.13422
Liu, W., He, Z., Gao, F., Yan, J., & Huang, X. (2017). Sensor kinase KinB and its
pathway- - associated key factors sense the signal of nutrition starvation in
sporulation of Bacillus subtilis. Wiley Microbiology, 1–12.
https://doi.org/10.1002/mbo3.566
López-Otín, C., & Bond, J. S. (2008). Proteases: Multifunctional enzymes in life
and disease. Journal of Biological Chemistry, 283(45), 30433–30437.
https://doi.org/10.1074/jbc.R800035200
Luo, Z., Liu, Y. J., Mai, K. Sen, Tian, L. X., Yang, H. J., Tan, X. Y., & Liu, D. H.
(2005). Dietary L-methionine requirement of juvenile grouper Epinephelus
coioides at a constant dietary cystine level. Aquaculture, 249(1–4), 409–418.
https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2005.04.030
Mahardika, N. S., Savitri, D. A., & Rusdianto, A. S. (2018). Pembuatan pakan
ternak fermentasi dan penerapan zero waste sebagai upaya pemberdayaan
peternak ayam broiler di Kabupaten Bondowoso. Seminar Nasional Program
Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember, 1(1), 702–706.
39

Marzuki, M. A., Babji, A. S., & Hassan, H. (2008). Protein quality of Aspergillus
niger fermented palm kernel cake. Journal Trop. Agric and Fd. Sc., 36(2), 1–
11.
Meilisza, N., & Subamia, I. W. (2007). Gambaran profil asam amino dalam
formulasi pakan ikan pada berbagai rasio tepung maggot dan tepung cacing
tanah. Balai Penelitian Dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Nrc 1993,
147–154.
Mitchell, D. A., Berovič, M., & Krieger, N. (2006). Introduction to solid-state
fermentation bioreactors. Springer Berlin Heidelberg.
https://doi.org/10.1007/3-540-31286-2_3
Montalbán-López, M., Scott, T., & Ramesh, S. (2018). Uncovering the Heme
Biosynthesis Metabolic Pathway in Lactococcus lactis. Scientific Reports, 8.
https://doi.org/10.1038/s41598-018-24744-2
Murni, R., Suparjo., A., & Ginting, B. L. (2008). Buku ajar teknologi pemanfaatan
limbah untuk pakan. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan.
Universitas Jambi.
Musita, N. (2018). Kajian sifat fisikokimia tepung onggok industri besar dan
industri kecil. Majalah TEGI, 10(1), 19–24.
https://doi.org/10.46559/tegi.v10i1.3990
Nahrowi, Anuraga, J., Muhammad, R., & Erika, B., L. (2019). Komponen
antinutrisi pada pakan. IPB Press.
Nur Edi, D., & Sjofjan, O. (2021). Analisis nutrien campuran bungkil inti sawit dan
onggok yang difermentasi dengan mikroba multikultur (Bacillus sp.,
<i>Trichoderma<i/> sp., dan <i>Cellulomonas<i/> sp.). Jurnal Ilmu
Peternakan Terapan, 4(2), 98–103. https://doi.org/10.25047/jipt.v4i2.2442
Nuraliah., S., A., P., & K., Nuswantara, L. (2016). Pengaruh pakan bungkil kedelai
terproteksi tanin terhadap produksi gas metan dan glukosa darah pada domba
ekor tipis. Jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 11(21), 15.
https://doi.org/10.36626/jppp.v11i21.126
Palinggi, N. N., Usman, U., Kamaruddin, K., & Laining, A. (2014). Perbaikan mutu
bungkil kopra melalui bioprocessing untuk bahan pakan ikan bandeng. Jurnal
Riset Akuakultur, 9(3), 417. https://doi.org/10.15578/jra.9.3.2014.417-426
Pamungkas, W. (2011). Teknologi fermentasi, alternatif solusi dalam upaya
pemanfaatan bahan pakan lokal. Media Akuakultur, 6(1), 43.
https://doi.org/10.15578/ma.6.1.2011.43-48
Perindustrian, D. I. A. K. (2015). Pengembangan industri prioritas agro.
Prasetya Kusuma, A., Chuzaemi, S., & Mashudi, D. (2019). Pengaruh lama waktu
fermentasi limbah buah nanas (Ananas comosus L. Merr) terhadap kualitas
fisik dan kandungan nutrien menggunakan Aspergillus niger. Jurnal Nutrisi
Ternak Tropis Maret, 2(1), 1–9.
Puastuti, W. (2009). Manipulasi bioproses dalam rumen untuk meningkatkan
40

penggunaan pakan berserat. Wartazoa, 19(4), 180–190.


Putra Surbakti, E. S., Duniaji, A. S., & Nocianitri, K. A. (2022). Pengaruh jenis
substrat terhadap pertumbuhan Rhizopus oligosporus DP02 Bali dalam
pembuatan ragi tempe. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA), 11(1),
92. https://doi.org/10.24843/itepa.2022.v11.i01.p10
Quan, C. S., Fan, S. Di, Zhang, L. H., Wang, Y. J., & Ohta, Y. (2002). Purification
and properties of a phytase from Candida krusei WZ-001. Journal of
Bioscience and Bioengineering, 94(5), 419–425.
https://doi.org/10.1016/S1389-1723(02)80219-5
Rahimnejad, S., & Lee, K. J. (2013). Dietary valine requirement of juvenile red sea
bream Pagrus major. Aquaculture, 416–417, 212–218.
https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2013.09.026
Rakhmani, S., Pangestu, Y., Sinurat, A. P., & Purwadaria, T. (2015). Carbohydrate
and protein digestion of palm kernal cake using Mannanase BS4 and papain
cocktail enzymes. Jurnal Ilmu Ternak Dan Veteriner, 20(4), 268–274.
https://doi.org/10.14334/jitv.v20i4.1245
Rofiq, A., & Subagio, A. (2009). Pengembangan potensi lokal untuk bahan baku
pangan dan industri sebagai usaha meningkatkan ketahanan pangan nasional.
In Pangan 54 (XVHL).
Rosa, R., & Nunes, M. L. (2004). Nutritional quality of red shrimp, Aristeus
antennatus (Risso), pink shrimp, Parapenaeus longirostris (Lucas), and
Norway lobster, Nephrops norvegicus (Linnaeus). Journal of the Science of
Food and Agriculture, 84(1), 89–94. https://doi.org/10.1002/jsfa.1619
Schramm, V. G., Durau, J. F., Barrilli, L. N. E., Sorbara, J. O. B., Cowieson, A. J.,
Félix, A. P., & Maiorka, A. (2017). Interaction between xylanase and phytase
on the digestibility of corn and a corn/soy diet for broiler chickens. Poultry
Science, 96(5), 1204–1211. https://doi.org/10.3382/ps/pew356
Setiarto, R. H. B., & Widhyastuti, N. (2016). Reduction of tannin and phytic acid
on sorghum flour by using fermentation of Rhizopus oligosporus,
Lactobacillus plantarum and Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Ilmu-Ilmu
Hayati, 15(2), 107–206. https://doi.org/10.1016/j.amjcard.2005.03.104
Silonde, H., Ifada, R. R., & Fira, R. (2016). Potensi ampas kelapa sebagai pakan
nutrisi tinggi. Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, 596–600.
Simanihuruk, K. dan J. S. (2010). Silase kulit buah kopi sebagai pakan dasar pada
kambing boerka sedang tumbuh. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
Dan Veteriner, 557–566.
Sinurat, A. P., Purwadaria, T., Purba, M., & Susana, I. (2015). Peningkatan
kandungan protein dan asam amino produk fermentasi bungkil inti sawit
dengan perbaikan metode fermentasi dan penambahan sumber protein.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Dan Veteriner, 659–668.
http://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/semnas-
41

tpv/article/view/2446
Sofyan, A., Julendra, H., Damayanti, E., & Febrisiantosa, A. (2007). Pemanfaatan
limbah kitin-kitosan untuk meningkatkan kualitas dedak padi dengan
fermentasi Rhizopus sp. Seminar Nasional Fundamental Dan Aplikasi Teknik
Kimia.
Sparvoli, F., & Cominelli, E. (2015). Seed biofortification and phytic acid
reduction: A conflict of interest for the plant? Plants, 4(4), 728–755.
https://doi.org/10.3390/plants4040728
Starzyńska-Janiszewska, A., Stodolak, B., & Wikiera, A. (2015). Proteolysis in
tempeh-type products obtained with Rhizopus and Aspergillus strains from
grass pea (Lathyrus Sativus) seeds. Acta Scientiarum Polonorum, Technologia
Alimentaria, 14(2), 125–132. https://doi.org/10.17306/J.AFS.2015.2.14
Suharti, S. (2015). Pemanfaatan sumber pakan lokal sebagai bahan pakan ternak.
Jurnal Ilmu Dan Teknologi Peternakan Indonesia, 1(1), 1–14.
Suhenda, N., Melati, I., & Nugraha, A. (2010). Proses fermentasi tepung jagung
dan penggunaannya dalam pakan ikan mas (Cyprinus carpio). Prosiding
Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur III.
Suloi, A. N. F. (2019). Pemanfaatan limbah kulit kopi sebagai upaya pemberdayaan
ibu-ibu rumah tangga di Desa Latimojong, Kabupaten Enrekang. Agrokreatif:
Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(3), 246–250.
https://doi.org/10.29244/agrokreatif.5.3.246-250
Suningsih, N., Ibrahim, W., Liandris, O., & Yulianti, R. (2019). Kualitas fisik dan
nutrisi jerami padi fermentasi pada berbagai penambahan starter. Jurnal Sain
Peternakan Indonesia, 14(2), 191–200.
https://doi.org/10.31186/jspi.id.14.2.191-200
Suparti, Prabawati, A., & Sidiq, Y. (2018). Pertumbuhan bibit jamur tiram F0 pada
berbagai media ubi. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi, 840–
844.
Suprayitno, E., & Sulistiyati, T. D. (2017). Metabolisme Protein (Edisi Pert). UB
Press.
Tamsil, Rosni, & Rudi, A. (2019). Perbaikan kualitias dedak halus melalui proses
fermentasi sebagai bahan baku pakan ikan. Litkayasa Akuakultur, 17(2), 127–
129.
Umiyasih, U., & Wina, E. (2008). Pengolahan dan nilai nutrisi limbah tanaman
jagung sebagai pakan ternak ruminansia. Wartazoa, 18(3), 127–136.
Usman, K., Palinggi, N. N., & Laining, A. (2014). Aplikasi pakan berbasis bahan
baku lokal dan hasil samping dalam pakan pembesaran ikan bandeng di lahan
pembudidaya. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur, 607–615.
Usman, U., Harris, E., Jusadi, D., Supriyono, E., & Yuhana, M. (2014). Performansi
pertumbuhan ikan bandeng dengan pemberian pakan tepung bioflok yang
disuplementasi asam amino esensial. Jurnal Riset Akuakultur, 9(2), 271.
42

https://doi.org/10.15578/jra.9.2.2014.271-282
Usman, U., Laining, A., & Kamaruddin, K. (2014). Fermentasi bungkil kopra
dengan Rhizopus sp. dan pemanfaatannya dalam pakan pembesaran ikan
bandeng di tambak. Jurnal Riset Akuakultur, 9(3), 427.
https://doi.org/10.15578/jra.9.3.2014.427-437
Wang, Q., Ke, L., Yang, D., Bao, B., Jiang, J., & Ying, T. (2007). Change in
oligosaccharides during processing of soybean sheet. Asia Pacific Journal of
Clinical Nutrition, 16(SUPPL.1), 89–94.
https://doi.org/10.6133/apjcn.2007.16.s1.17
Watson, V. H., Foglesong, R. H., & Robinson, E. H. (2007). Catfish Protein
Nutrition. Mississippi Agricultural & Forestry Experiment Station, April, 1–
18.
Wibowo, B. O. Y. (2016). Aktivitas enzim fitase dari <i/>Rhizopus oryzae</i> dan
Neurospora crassa pada PKC (Palm Kernel Cake) dan ampas tahu dengan
metode SSF (Solid State Fermentation). Universitas Brawijaya.
Widowati, S. (2007). Teknologi Pengolahan Kedelai. Monograf. Buku Kedelai:
Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian Badan Litbang
Pertanian.
Winarno, F. . (2008). Kimia pangan dan gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Winny, M., Limin, S., & Deny, S. (2017). Kajian penambahan tepung ampas kelapa
pada pakan ikan bandeng (Chanos chanos). Rekayasa Dan Teknologi
Budidaya Perairan, VI(1), 683–690.
Wohon, G., Tooy, D., & Molenaar, R. (2007). Analisis energi dalam proses
pengolahan kopra rakyat. Cocos, 1(2004), 2234–2239.
https://doi.org/10.16285/j.rsm.2007.10.006
Yanuartono, Y., Nururrozi, A., & Indarjulianto, S. (2016). Fitat dan fitase : dampak
pada hewan ternak. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 26(3), 59–78.
https://doi.org/10.21776/ub.jiip.2016.026.03.09
Yigit, M., Bulut, M., Ergun, S., Guroy, D., Karga, M., Kesbic, O., Yilmaz, S., Acar,
U., & Guroy, B. (2011). Utilization of corn gluten meal as a protein source in
diets for gilthead sea bream (Sparus aurata L.) juvenils. Journal of
FisheriesSciences.Com, 6(1), 63–73. https://doi.org/10.3153/jfscom.2012008
Yulfiperius, Y., Firman, F., & Darwisito, S. (2018). Pemanfaatan tongkol jagung
sebagai pengganti dedak dalam formulasi pakan ikan ramah lingkungan.
Prosiding Seminar Nasional Perikanan Dan Kelautan, 140–148.
Yuniarsih, E. T., & Nappu, M. B. (2013). Pemanfaatan Limbah Jagung Sebagai
Pakan Ternak di Sulawesi Selatan. Seminar Nasional Serealia, c, 329–338.
http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-
content/uploads/2016/12/17bd13.pdf
43

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel pengukuran kertas saring

Berat kertas saring


Kode
Whatman no. 42 Miselium/substrat
H 1,1544 1,4064
I 1,1482 1,3539
J 1,1779 1,4549
K 1,1770 1,4919
L 1,1985 1,5493
A1 1,1918 1,5088
B1 1,1924 1,6505
C1 1,1731 1,3969
D1 1,1896 1,3216
E1 1,1967 1,4727
F1 1,2164 1,3352
G1 1,2114 1,9352
H1 1,2188 2,7054
I1 1,2021 2,5702
J1 1,1707 2,6652
K1 1,1666 2,1669
L1 1,1654 2,3469
M1 1,1686 2,3469
N1 1,1857 2,5713
O1 1,1947 2,4583
P1 1,1826 2,4249
Q1 1,1691 2,4065
R1 1,1626 2,3794
S1 1,1698 2,3337

Keterangan:
H – G1 : Berat kertas saring miselium
H1 – S1: Berat kertas saring substrat
44

Lampiran 2. Tabel pengukuran biomassa

x (g) S (g) W (ml) X (g/g)


x+S+W
No Sampel (berat kering biomassa) (berat kering substrat) (air (konsentrasi biomassa)
dalam
1 2 3 1 2 3 sampel) 1 2 3 1 2 3
1 Bungkil Sawit 0,3508 0,3170 0,4582 1,3856 1,2636 1,2423 7 8,7364 8,5806 8,7005 0,0402 0,0369 0,0527
2 Dedak 0,2520 0,2057 0,2770 1,4866 1,3681 1,4945 7 8,7386 8,5738 8,7715 0,0288 0,0240 0,0316
3 Jagung 0,2238 0,1320 0,2760 1,2374 1,2168 1,1639 7 8,4612 8,3488 8,4399 0,0265 0,0158 0,0327
4 Kopra 0,3149 0,1188 0,7238 1,0003 1,1815 1,1783 7 8,3152 8,3003 8,9021 0,0379 0,0143 0,0813
45

Lampiran 3. Pengujian Analisa Fitat


46

Lampiran 4. Pengujian Asam Amino Esensial


Bungkil Sawit

Dedak
47

Jagung

Kopra
48

Lampiran 5. Output homogenitas


Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Biomassa Based on Mean 4.136 3 8 .048
Based on Median 1.795 3 8 .226
Based on Median and 1.795 3 2.670 .337
with adjusted df
Based on trimmed 3.947 3 8 .053
mean
49

Lampiran 6. Output oneaway anova

ANOVA Biomassa dan bahan pakan

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


Between Groups .001 3 .000 .924 .472
Within Groups .003 8 .000
Total .004 11

Multiple Comparisons
LDS Biomassa dan bahan pakan
Dependent Variable: Biomassa
95% Confidence
Interval
(I) (J) Mean Difference Lower Upper
Bahan_pakan Bahan_pakan (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound

Bungkilsawit Dedak .01511333 .01481712 .338 -.0190550 .0492817

Jagung .01826333 .01481712 .253 -.0159050 .0524317

Kopra -.00118700 .01481712 .938 -.0353553 .0329813

Dedak Bungkilsawit -.01511333 .01481712 .338 -.0492817 .0190550

Jagung .00315000 .01481712 .837 -.0310183 .0373183

Kopra -.01630033 .01481712 .303 -.0504687 .0178680

Jagung Bungkilsawit -.01826333 .01481712 .253 -.0524317 .0159050

Dedak -.00315000 .01481712 .837 -.0373183 .0310183

Kopra -.01945033 .01481712 .226 -.0536187 .0147180

Kopra Bungkilsawit .00118700 .01481712 .938 -.0329813 .0353553

Dedak .01630033 .01481712 .303 -.0178680 .0504687

Jagung .01945033 .01481712 .226 -.0147180 .0536187

Anda mungkin juga menyukai