Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

PENYAKIT AKIBAT KERJA (PAK), PTM DITEMPAT KERJA,


PENYAKIT MENULAR DI TEMPAT KERJA

Dosen pengampu : Nurafni, S.K.M. , M.Kes

Disusun Oleh:

Rusdiana R.Yaduna (2311071081) Suhermanto (2311071024)


Syamsuddin (2311071039) Kresdi Ratimba (2311071085)

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PALU
2023

1
KATA PENGANTAR

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah salah satu aspek yang sangat penting
dalam dunia pekerjaan dan kesehatan masyarakat. Seiring dengan perkembangan
dunia industri dan pekerjaan yang semakin kompleks, risiko terjadinya PAK juga
semakin meningkat. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai PAK
serta upaya pencegahannya menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan.
Pemahaman mengenai PAK sangat relevan bagi berbagai pihak, termasuk
pekerja, pengusaha, praktisi kesehatan, dan masyarakat umum. Dengan pengetahuan
yang lebih baik mengenai PAK, diharapkan kita dapat mengurangi risiko terjadinya
PAK, meningkatkan kualitas hidup para pekerja, dan menciptakan lingkungan kerja
yang lebih aman dan sehat.
Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan wawasan yang mendalam
mengenai PAK, serta menjadi sumber informasi yang berguna bagi semua pihak yang
terlibat dalam dunia kerja. Kami berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi
positif dalam upaya menjaga kesehatan dan kesejahteraan pekerja, serta mengurangi
dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh PAK.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
makalah ini, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Hormat kami,
Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................... 2
1.3. Tujuan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
2.1. Penyakit Akibat Kerja................................................................. 3
2.2. Penyakit Tidak Menular Ditempat Kerja.................................... 11
2.3. Penyakit Menular Ditempat Kerja............................................. 14
2.4. Data Terbaru Perkembangan Penyakit Akibat Kerja.................. 17
BAB III PENUTUP....................................................................................... 27
3.1. Kesimpulan................................................................................. 27
3.2. Saran............................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 28

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam bekerja di dunia industri pasti selalu memiliki resiko terjadinya


kecelakaan kerja maupun penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan.
Semakin tinggi resiko suatu pekerjaan maka semakin tinggi pula
pendapatan yang didapat, berdasarkan hal tersebut banyak orang yang
ingin mendapatkan pendapatan yang tinggi sehingga melupakan unsur K3
dalam pekerjaan

Pekerjaan bagi manusia merupakan kebutuhan untuk mendapatkan


penghasilan demi memenuhi kebutuhan bagi kehidupan. Di tempat kerja, ada
bahaya potensial yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi
pekerjanya. Bahaya potensial atau pajanan pada pekerja dapat berasal dari
lingkungan kerja, cara kerja dan alat yang digunakan saat bekerja. Gangguan
kesehatan bagi pekerja juga berkaitan erat dengan jumlah waktu pajanan,
semakin lama pajanan akan semakin besar risiko gangguan kesehatan yang
akan didapat oleh pekerja.

Fenomena kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja seperti


fenomena gunung es. Hanya sedikit kasus kecelakaan atau penyakit akibat
kerja yang dilaporkan, sedangkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang
tidak dilaporkan mungkin dapat lebih besar dari yang dilaporkan. Kerugian
akibat kecelakaan kerja tidak hanya dirasakan oleh tenaga kerja itu sendiri,
namun juga kepada masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu adanya
penerapan sistem manajemen K3 di industri maupun tempat kerja

4
1.2 Rumusan Masalah

a. Apa itu penyakit akibat kerja


b. Jenis penyakit akibat kerja
c. Apa saja Penyakit tidak menular di tempat kerja
d. Apa saja penyakit menular di tempat kerja
e. Faktor resiko penyakit akibat kerja , penyakit tidak menular di tempat kerja dan
penyakit menular di tempak kerja

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui apa saja penyakit akibat kerja , penyakit tidak


menular dan menular di tempat kerja serta faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya Penyakit Akibat Kerja, penyakit tidak menular dan menular di
tempat kerja .

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Akibat Kerja


a. Definisi

Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan kesehatan baik jasmani


maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas kerja
atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan.

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan


dan/atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja didiagnosis dan ditetapkan
melalui tujuh langkah diagnosis yang mencakup penentuan diagnosis klinis,
mengidentifikasi pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja, penentuan
hubungan antara pajanan dengan diagnosis klinis, besarnya pajanan, adakah
faktor dari individu yang berperan, pastikan tidak ada faktor lain yang
berpengaruh diluar pekerjaan utama, dan terakhir adalah penentuan diagnosis
okupasi.

Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja


adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar
berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat
kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan
kekambuhan penyakit.

Ada beberapa jenis penyakit akibat kerja menurut Simposium


Internasional oleh ILO dalam Anizar (2009), yaitu :

1. Penyakit akibat kerja (occupational disease)

6
Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat
dengan pekerjan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang
sudah diakui.

2. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (work related disease)

Penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada


pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam
berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks.

3. Penyakit yang mengenai populasi kerja (disease affecting working


populations)

Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di
tempat pekerja. Namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk
untuk kesehatan.

b. Faktor penyebab terjadinya penyakit akibat kerja

Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada


bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara
kerja. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5
golongan:

1. Golongan fisik

a) Suara yang biasanya menyebabkan pekak atau tuli.


b) Radiasi sinar-sinar Ro atau sinar-sinar radioaktif yang menyebabkan
antara lain penyakit susunan darah dan kelainan- kelainan kulit. Radiasi
sinar inframerah bisa mengakibatkan kataract kepada lensa mata,
sedangkan sinar ultraviolet menjadi sebab conjungtivitas photo electrica.

7
c) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps atau
hyperpyrexia sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain
menimbulkan frosbite.
d) Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease.
e) Penerapan lampu yang kurang baik misalnya menyebabkan kelainan
kepada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya
kecelakaan
f) Getaran, pengaruh dari suatu getaran terhadap tubuh akan
mempengaruhi system syaraf sentral. Gejala yang timbul, tangan dan
kaki kehilangan rasa dan juga gangguan terhadap pendengaran
karena kebisingan (>85dB).
g) Ventilasi

2. Golongan kimiawi

a) Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, di antaranya : silikosis,


asbestosis.
b) Uap yang di antaranya menyebabkan mental fume fever dermatitis, atau
keracunan.
c) Gas misalnya keracunan oleh CO, dan H2S.
d) Larutan yang menyebabkan dermatitis.
e) Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur
dan yang menimbulkan keracunan.

3. Golongan infeksi

a) Penyebabnya virus, bakteri, jamur, serangga, parasit, cacing dan


binatang. Lingkungan kerja yang tidak bersih dan makanan yang
dikonsumsi tidak sehat akan menyebabkan penyakit. Golongan Infeksi,
misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau brucella pada pekerja-pekerja

8
penyamak kulit

4. Golongan fisiologis

a) Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja atau cara kerja desain
tempat kerja, beban kerja dan malposisi sewaktu bekerja (Myalgia,
backache atau cedera punggung)

5. Golongan psikososial

a) Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress, monotoni kerja, tuntutan


pekerjaan, hubungan kerja yang kurang baik, upah tidak sesuai, tempat
kerja yang terpencil dan jaminan masa depan yang meragukan.

c. Klasifikasi

Dalam bekerja di perusahaan seorang pekerja beresiko mendapatkan


kecelakaan atau penyakit akibat kerja. WHO membedakan empat kategori
Penyakit Akibat Kerja, yaitu:

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan


2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab diantara
faktor-faktor penyebab lainnya
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah
ada sebelumnya.

d. Jenis dan Ragam Penyakit Akibat Kerja


1. Penyakit Alergi

9
Dapat berupa; Rinitis, Rinosinusitis, Asma, Pneumonitis,
aspergilosis akut bronchopulmoner, Hipersensitivitas lateks, penyakit
jamur, dermatitis kontak, anafilaksis.

 Lokasi biasanya di saluran pernafsan dan kulit.


 Penyebab; bahan kimia, microbiologi, fisis dapat merangsang
interaksi non spesifik atau spesifik.

2. Dermatitis kontak

Ada 2 jenis yaitu iritan dan allergi Lokasi di kulit

3. Penyakit paru

Dapat berupa : Bronchitis kronis, emfisema, karsinoma bronkus,


fibrosis, TBC, mesetelioma, pneumonia, Sarkoidosis.

 Disebabkan oleh bahan kimia, fisis, microbiologi.

4. Penyakit hati dan gastro-intestinal

Dapat berupa : kanker lambung dan kanker oesofagus (tambang


batubara dan vulkanisir karet), Cirhosis hati(alkohol, karbon tetraklorida,
trichloroethylene, kloroform). Disebabkan oleh bahan kimia

5. Penyakit saluran urogenital

Dapat berupa : gagal ginjal(upa logam cadmium & merkuri,


pelarut organik, pestisida, carbon tetrachlorid), kanker vesica urinaria
(karet, manufaktur/bahan pewarna organik, benzidin, 2-naphthylamin).

10
6. Penyakit hematologi

Dapat berupa : anemia (Pb), lekemia (benzena). disebabkan bahan kimia

7. Penyakit kardiovaskuler

Dapat berupa : jantung coroner (karbon disulfida, viscon rayon,


gliceril trinitrat, ethylene glicol dinitrat), febrilasi ventricel (trichlorethylene).

8. Gangguan alat reproduksi

Dapat berupa : infertilitas (ethylene bromida, benzena, anasthetic gas,


timbal, pelarut organic, karbon disulfida, vinyl klorida, chlorophene),
kerusakan janin (aneteses gas, mercuri, pelarut organik) keguguran (kerja
fisik) Disebabkan bahan kimia dan kerja fisik

9. Penyakit muskuloskeletal

Dapat berupa : sindroma Raynaud (getaran 20 – 400 Hz), Carpal


turnel syndroma (tekanan yang berulang pada lengan), HNP/sakit
punggung (pekerjaan fisik berat, tidak ergonomis). Disebabkan : kerja fisik
dan tidak ergonomis.

10. Gangguan telinga

Dapat berupa : Penurunan pendengaran (bising diatas NAB).


Disebabkan faktor fisik

11. Gangguan mata

Dapat berupa : rasa sakit (penataan pencahayaan),


conjungtivitis (sinar UV), katarak (infra merah), gatal (bahan organik

11
hewan, debu padi), iritasi non alergi (chlor, formaldehid). Disebabkan faktor
fisik, biologi.

12. Gangguan susunan syaraf

Dapat berupa : pusing, tidak konsentrasi, sering lupa, depresi,


neuropati perifer, ataksia serebeler dan penyakit motor neuron (cat,
carpet-tile lining, lab. Kimia, petrolium, oli). Disebabkan bahan kimia.

13. Stress

Dapat berupa : neuropsikiatrik; ansietas, depresi (hubungan kerja


kurang baik, monoton, upah kurang, suasana kerja tidak nyaman)
Disebabkan faktor mental psikologi

14. Infeksi

Dapat berupa : pneumonia (legionella pada AC), leptospirosis


(leptospira pada petani), brucellosis, antrakosis (brucella, antrak pada
peternak hewan). Disebabkan oleh faktor biologi.

15. Keracunan

Dapat berupa keracunan akut (CO, Hidrogen sulfida, hidrogen


sianida), kronis (timah hitam, merkuri, pestisida). Disebabkan oleh bahan
kimia.

e. Pencegahan PAK (penyakit akibat kerja )

Pengurus perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman


akibat kerja terhadap pekerjaannya. Kewaspadaan tersebut bisa berupa :

12
1. Melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit
2. Melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan
3. Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial
tenaga kerja seperti yang di atur oleh UU RI No.3 Tahun 1992.

Mengetahui keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah satu


pencegahan terhadap PAK. Beberapa cara untuk mencegah PAK,
diantaranya:

1. Pakailah APD secara benar dan teratur


2. Kenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut
3. Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang
berkelanjutan.

Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh
agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut
berdasarkan Buku Pengantar Penyakit Akibat Kerja, diantaranya:

1. Pencegahan Primer (Health Promotion)


a. Perilaku Kesehatan
b. Faktor bahaya di tempat kerja
c. Perilaku kerja yang baik
d. Olahraga
e. Gizi seimbang
2. Pencegahan Sekunder (Specifict Protection)
a. Pengendalian melalui prundang undangan
b. Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja
Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri
(APD)
c. Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi

13
3. Pencegahan Tersier
a. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
c. Surveilans
d. Pemeriksaan lingkungan secara berkala
e. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja

f. Perawatan dan Pengobatan

Dalam melakukan penanganan terhadap penyakit akibat kerja, dapat


dilakukan dua macam terapi, yaitu:

1. Terapi medikamentosa Yaitu terapi dengan obat obatan


2. Terhadap kausal (bila mungkin)

Pada umumnya penyakit kerja ini bersifat irreversibel, sehingga terapi


sering kali hanya secara simptomatis saja. Misalnya pada penyakit silikosis
(irreversibel), terapi hanya mengatasi sesak nafas, nyeri dada.

2.2 Penyakit Tidak Menular Di Tempat Kerja


Penyakit tidak menular (non-communicable diseases, NCDs) adalah penyakit
yang tidak dapat menular dari satu individu ke individu lainnya, dan mereka
sering kali terkait dengan gaya hidup dan faktor-faktor lingkungan. Di tempat
kerja, ada beberapa jenis NCDs yang sering kali menjadi perhatian utama karena
dapat memengaruhi kesehatan karyawan dan produktivitas. Berikut beberapa
jenis NCDs yang umumnya ditemui di tempat kerja:
a. Penyakit Jantung: Ini mencakup penyakit jantung koroner, gagal jantung,
dan penyakit jantung lainnya. Faktor risiko termasuk merokok, diet yang
tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan stres

14
b. Diabetes: Diabetes tipe 2 terkait dengan pola makan yang tidak sehat dan
kurangnya aktivitas fisik. Manajemen diabetes yang baik sangat penting
untuk mencegah komplikasi serius.
c. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi): Tekanan darah tinggi dapat
memengaruhi kinerja karyawan dan meningkatkan risiko penyakit jantung
dan stroke.
d. Obesitas: Obesitas dapat mengarah pada berbagai masalah kesehatan
lainnya, seperti diabetes, penyakit jantung, dan masalah sendi.
e. Kanker: Faktor risiko seperti paparan zat berbahaya di tempat kerja, pola
makan yang buruk, dan kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko
kanker.
f. Stres: Stres kronis dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik
karyawan, sehingga manajemen stres di tempat kerja penting.
g. Kesehatan Mental: Masalah kesehatan mental seperti depresi dan
kecemasan juga dapat memengaruhi karyawan dan produktivitas mereka.
h. Penyalahgunaan Alkohol dan Narkoba: Penyalahgunaan substansi dapat
mengganggu kesehatan dan kinerja karyawan.
Pengusaha dan manajer sering kali memiliki peran dalam mempromosikan
kesehatan karyawan dengan menyediakan program kesehatan, fasilitas olahraga,
mendukung gaya hidup sehat, dan memberikan sumber daya untuk manajemen
stres. Pencegahan dan pengelolaan NCDs di tempat kerja dapat membantu
meningkatkan kesejahteraan karyawan dan mengurangi biaya perawatan
kesehatan.
Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
penyakit tidak menular (NCDs) di tempat kerja. Beberapa faktor risiko utama
termasuk:

15
a. Polusi Lingkungan: Paparan terhadap polusi udara, kimia, dan bahan
berbahaya di tempat kerja dapat meningkatkan risiko NCDs, seperti penyakit
pernapasan dan kanker.
b. Pola Makan yang Tidak Sehat: Keberadaan makanan tinggi lemak jenuh,
gula tambahan, dan makanan olahan di tempat kerja dapat mendorong pola
makan yang tidak sehat dan obesitas.
c. Kurangnya Aktivitas Fisik: Lingkungan kerja yang kurang mendukung
aktivitas fisik, seperti duduk terlalu lama di meja kerja, dapat meningkatkan
risiko NCDs.
d. Kebiasaan Merokok: Jika merokok diizinkan di tempat kerja atau jika
karyawan merokok di luar kantor, ini dapat meningkatkan risiko penyakit
jantung, kanker, dan penyakit pernapasan.
e. Stres Kerja: Tekanan dan stres yang berlebihan di tempat kerja dapat
berkontribusi pada peningkatan risiko NCDs, termasuk penyakit jantung dan
gangguan mental.
f. Kurangnya Akses ke Pemeriksaan Kesehatan: Jika karyawan tidak
memiliki akses yang mudah ke pemeriksaan kesehatan berkala, masalah
kesehatan dapat terabaikan.
g. Kebiasaan Alkohol dan Narkoba: Konsumsi alkohol berlebihan atau
penyalahgunaan narkoba di tempat kerja dapat menyebabkan berbagai
masalah kesehatan dan produktivitas yang buruk.
h. Kurangnya Kesadaran Kesehatan: Kurangnya pendidikan dan kesadaran
tentang pentingnya gaya hidup sehat dan pencegahan penyakit di tempat
kerja juga dapat menjadi faktor risiko.
i. Ketidaksetaraan di Tempat Kerja: Ketidaksetaraan dan ketidakadilan di
tempat kerja, termasuk dalam hal gaji dan kesempatan, dapat menyebabkan
stres yang berdampak negatif pada kesehatan karyawan.

16
j. Kurangnya Dukungan Organisasi: Ketidakmampuan organisasi untuk
menyediakan program kesehatan, dukungan kesejahteraan, dan kebijakan
yang mendukung kesehatan karyawan juga dapat menjadi faktor risiko.
Mengidentifikasi faktor-faktor risiko ini dan mengambil langkah-langkah
untuk menguranginya adalah penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang
sehat dan mendukung kesejahteraan karyawan. Upaya untuk mempromosikan
gaya hidup sehat, memberikan akses ke perawatan kesehatan yang terjangkau,
dan menciptakan kebijakan yang mendukung kesejahteraan karyawan dapat
membantu mengurangi risiko penyakit tidak menular di tempat kerja.
2.3 Penyakit Menular Di Tempat Kerja
Penyakit menular dapat menyebar di tempat kerja, terutama jika tidak diambil
tindakan pencegahan yang memadai. Beberapa jenis penyakit menular yang
dapat ditemukan di lingkungan kerja meliputi:
a. Flu (Influenza): Flu adalah penyakit menular yang umum di tempat kerja.
Orang yang terinfeksi virus influenza dapat menularkannya kepada rekan
kerja melalui batuk, bersin, atau kontak dekat.
b. Infeksi Saluran Pernapasan: Penyakit seperti pilek biasa dan bronkitis dapat
menyebar melalui partikel udara yang terinfeksi, yang dapat terjadi di
lingkungan kerja yang padat.
c. Penyakit Menular Usus (Gastroenteritis): Penyakit seperti gastroenteritis
viral atau bakterial (seperti gastroenteritis norovirus atau Salmonellosis) dapat
menular di tempat kerja melalui makanan yang terkontaminasi atau kontak
langsung dengan individu yang terinfeksi.
d. Tuberkulosis (TB): Tuberkulosis adalah penyakit menular yang bisa
menyebar melalui percikan air liur saat seseorang yang terinfeksi batuk atau
bersin. Tempat kerja dengan tingkat kontak manusia yang tinggi dapat
meningkatkan risiko penularan TB.
e. Hepatitis: Hepatitis A, B, dan C dapat menyebar melalui kontak dengan darah

17
atau cairan tubuh yang terinfeksi. Di tempat kerja, risiko ini mungkin lebih
tinggi di sektor perawatan kesehatan atau industri yang melibatkan
penggunaan bahan-bahan berbahaya.
f. HIV/AIDS: Meskipun risiko penularan HIV di tempat kerja biasanya rendah,
pekerja kesehatan atau pekerja yang terlibat dalam praktik-praktik yang
berisiko tinggi (seperti penggunaan narkoba intravena) dapat terpapar.
g. Infeksi Kulit: Infeksi kulit seperti impetigo atau infeksi jamur dapat
menyebar melalui kontak langsung dengan permukaan yang terinfeksi atau
melalui berbagi barang pribadi.
h. Infeksi Seksual: Penyakit menular seksual (PMS) seperti klamidia, gonore,
atau sifilis dapat menular melalui hubungan seksual, dan dalam beberapa
kasus, pekerjaan yang melibatkan aktivitas seksual (seperti industri seks)
dapat meningkatkan risiko penularan.
Untuk mencegah penyebaran penyakit menular di tempat kerja, penting untuk
menerapkan praktik-praktik kebersihan yang baik, seperti mencuci tangan secara
teratur, menjaga kebersihan lingkungan kerja, menghindari berbagi barang
pribadi, dan mendorong vaksinasi jika tersedia. Perusahaan dan organisasi juga
harus memiliki kebijakan dan protokol kesehatan yang sesuai untuk mengatasi
situasi penyakit menular di tempat kerja dan melindungi kesehatan karyawan.
Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
penyakit menular di tempat kerja. Faktor-faktor ini termasuk:
a. Kontak Manusia yang Dekat: Pekerjaan yang melibatkan kontak manusia
yang dekat, seperti dalam sektor perawatan kesehatan, pendidikan, atau
pelayanan pelanggan, dapat meningkatkan risiko penularan penyakit melalui
kontak langsung dengan individu yang terinfeksi.
b. Kepadatan Populasi: Tempat kerja dengan kepadatan populasi yang tinggi,
seperti kantor yang padat atau ruang produksi yang ramai, dapat
meningkatkan risiko penularan penyakit melalui percikan udara dan kontak

18
dekat.
c. Kegiatan Bersama: Aktivitas bersama seperti pertemuan, seminar, atau
acara sosial di tempat kerja dapat menjadi titik penyebaran penyakit jika ada
individu yang terinfeksi dalam acara tersebut.
d. Kurangnya Kebijakan dan Prosedur Kesehatan: Kurangnya kebijakan
dan prosedur yang jelas untuk mencegah dan mengatasi penyebaran penyakit
di tempat kerja dapat meningkatkan risiko penularan.
e. Kurangnya Kesadaran Kesehatan: Kurangnya kesadaran kesehatan dan
kepatuhan terhadap praktik kebersihan di tempat kerja dapat meningkatkan
risiko penularan penyakit.
f. Perjalanan Dinas: Pekerja yang sering melakukan perjalanan dinas ke
daerah dengan risiko penyakit menular tertentu dapat membawa kembali
infeksi ke tempat kerja.
g. Kurangnya Vaksinasi: Jika pekerja tidak divaksinasi dengan tepat terhadap
penyakit menular tertentu (seperti influenza), ini dapat meningkatkan risiko
penularan di tempat kerja.
h. Kurangnya Isolasi dan Karantina: Kurangnya fasilitas isolasi atau
kebijakan yang memungkinkan pekerja yang sakit untuk tetap di rumah
dapat menyebabkan penyebaran penyakit di tempat kerja.
i. Kondisi Kesehatan Umum: Karyawan yang memiliki kondisi kesehatan
yang melemahkan sistem kekebalan tubuh mereka (seperti diabetes atau
penyakit autoimun) mungkin lebih rentan terhadap infeksi.
j. Peralatan Kerja Bersama: Berbagi peralatan kerja, seperti komputer atau
perangkat telepon, tanpa membersihkannya dengan benar dapat
menyebabkan penularan penyakit.
Untuk mengurangi risiko penularan penyakit di tempat kerja, organisasi dan
perusahaan dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang sesuai, seperti
menyediakan fasilitas cuci tangan, memberikan edukasi tentang praktik

19
kebersihan, mengenalkan kebijakan kerja dari rumah untuk karyawan yang sakit,
dan mendorong vaksinasi jika diperlukan. Selain itu, penting untuk selalu
memantau panduan dan rekomendasi kesehatan terbaru dari otoritas kesehatan
setempat dan nasional untuk menjaga keamanan karyawan di lingkungan kerja.

2.4 Data Terbaru Perkembangan Penyakit Akibat Kerja

70 persen penyebab kematian di dunia adalah akibat PTM.Kematian akibat


PTM seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes,diperkirakan akan
terus meningkat di seluruh dunia, dimana peningkatan terbesar(80%) akan
terjadi di negara-negara berpenghasilan menengah dan miskin. Dalam jumlah
total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahunkarena
PTM, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Pada negara- negara
berpenghasilan menengah dan miskin PTM akan bertanggung jawab terhadap
tiga kali dari tahun hidup yang hilang akibat disabilitas (Disability adjusted
lifeyears=DALYs) dan hampir lima kali dari kematian penyakit menular,
maternal, perinatal dan masalah nutrisi. (WHO, 2018).Indonesia mengalami
peningkatan beban akibat PTM. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2018 menunjukkan menunjukkan prevalensi PTM mengalami kenaikan jika
dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal
kronis, diabetes melitus, dan hipertensi. Prevalensi kanker naik dari 1,4%
(Riskesdas 2013) menjadi 1,8%; prevalensi stroke naik dari 7% menjadi 10,9%;
dan penyakit ginjal kronik naik dari 2% menjadi 3,8%. Berdasarkan
pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%; dan
hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%.
Kenaikan prevalensi PTM ini berhubungan dengan pola hidup, antara lain
merokok, aktivitas fisik, serta konsumsi buah dan sayur. Sejak tahun 2013
prevalensi merokok pada remaja (10-18 tahun) terus meningkat, yaitu 7,2%
(Riskesdas 2013), 8,8% (Sirkesnas 2016) dan 9,1% (Riskesdas 2018). Demikian

20
juga proporsi aktivitas fisik kurang juga naik dari 26,1% menjadi 33,5% dan
0,8% mengonsumsi minuman beralkohol berlebihan. Tren ini juga diikuti
dengan peningkatan penduduk di Indonesia yang cenderung memiliki berat
badan lebih (overweight) atau bahkan obesitas dari tahun ke tahun (Overweight:
8,6% di tahun 2007 menjadi 13,6% di tahun 2018; obese: 10,5% di tahun 2007,
menjadi 21,8% di tahun 2018). Sementara itu, juga tercatat lebih dari 95,5%
masyarakat Indonesia yang berusia lebih dari 5 tahun mengkonsumi kurang dari
5 porsi buah dan sayur dalam sehari. Data death rate PTM dari IHME 2019,
akibat Penyakit kardiovaskular 251.09 per 100.000 penduduk, Kanker 88.46 per
100.000 penduduk, DM dan PGK 57.42 per 100.000 penduduk dan Penyakit
Paru Kronis 38.9 per 100.000 penduduk.

Litbangkes Kemenkes merilis data terbaru dari Global Youth Tobacco


Survey (GYTS) tahun 2019 menunjukkan bahwa 40,6% pelajar di Indonesia
(usia 13-15 tahun), 2 dari 3 anak laki-laki, dan hampir 1 dari 5 anak perempuan
sudah pernah menggunakan produk tembakau: 19,2% pelajar saat ini merokok
dan di antara jumlah tersebut, 60,6% bahkan tidak dicegah ketika membeli rokok
karena usia mereka, dan dua pertiga dari mereka dapat membeli rokok secara
eceran. Data GYTS juga menunjukkan hampir 7 dari 10 pelajar melihat iklan
atau promosi rokok di televisi atau tempat penjualan dalam 30 hari terakhir, dan
sepertiga pelajar merasa pernah melihat iklan di internet atau media sosial.

Berdasarkan Globocan 2018 yang bersumber dari Registrasi Kanker


Nasional, Kanker payudara merupakan kanker terbanyak di Indonesia saat ini
dengan insidens rate sebesar 42.1 per 100.000 penduduk dengan angka kematian
sebesar 17 per 100.000 penduduk dan diikuti oleh kanker leher rahim dengan
insidence rate sebesar 23.4 per 100.000. Data RS Kanker Dharmais dari tahun
2010-2013 menunjukan bahwa penyakit kanker terbanyak di RS Kanker
Dharmais adalah kanker payudara, serviks, paru, 4 ovarium, rektum, tiroid, usus

21
besar, hepatoma, dan nasofaring, dan jumlah kasus baru serta jumlah kematian
akibat kanker tersebut terus meningkat. Berdasarkan riset kesehatan dasar yang
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2018 menyebutkan angka
prevalensi penyakit kanker di Indonesia sebesar 1,79 per 1000 penduduk.
Prevalensi tertinggi untuk penyakit kanker yang tertinggi di Provinsi D.I.
Yogyakarta, yaitu sebesar 4,86‰.

Berdasarkan data dari World Report of vision tahun 2019, saat ini di
seluruh dunia terdapat sektara 2,2 miliar orang yang mengalami gangguan
penglihatan. Dari seluruh orang dengan gangguan penglihatan, hampir
setengahnya, atau sekitar 1 miliar orang, merupakan gangguan penglihatan yang
dapat dihindari, baik dicegah maupun diobati. Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi kebutaan pada
penduduk dengan usia ≥6 tahun di Indonesia mencapai 0,4%. Sekitar 80% dari
para penyandang gangguan penglihatan dan kebutaan dapat dicegah atau diobati.
Oleh karena itu, upaya promotif-preventif sangat penting untuk dilakukan.
Berdasarkan data WHO tahun 2018, 466 juta penduduk dunia mengalami
gangguan pendengaran dan 34 juta diantaranya adalah anak-anak. Di sisi lain
diperkirakan 1,1 miliar anak muda (berusia 12-35 tahun) berisiko mengalami
gangguan pendengaran akibat paparan kebisingan. Hasil Riskesdas tahun 2013
menunjukan bahwa penduduk Indonesia usia 5 tahun keatas mengalami
gangguan pendengaran 2,6%, ketulian 0,09%, sumbatan serumen 18,8%, dan
sekret di liang telinga 2,4%. Saat ini baik dunia maupun Indonesia sedang
mengalami pandemi Covid 19. Berdasarkan data yang diperoleh sampai dengan
tanggal per 31 Agustus 2020 diketahui bahwa jumlah penderita COVID-19 di
dunia sebanyak 25,3 juta jiwa dengan jumlah kematian mecapai 850.064 jiwa,
sedangkan di Indonesia jumlah kasus COVID-19 sebanyak 174.796 dengan
jumlah kematian sebanyak 7.417 jiwa. Berdasarkan data dari beberapa negara
yang merawat pasien Covid 19, disebutkan bahwa PTM merupakan komorbid

22
yang banyak diderita dan memperburuk dampak dari covid 19. Hal ini
disebabkan antara lain adalah karena kerusakan organ tubuh pada penyandang
PTM sehingga rawan terinfeksi meningkatkan komplikasi berat pada
penyandang penyakit jantung, kemoterapi dan radioterapi yang berdampak pada
menurunnya sistem imunitas tubuh penyandang kanker dan peningkatan reseptor
ACE 2 pada penyandang hipertensi dan diabetes.

Gambar 1. Ilustrasi berbagai potensi dan risiko serta beban ganda penyakit yang dihadapi pekerja
apabila kurang mendapatkan perlindungan K3.

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bertujuan untuk


memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja,
melindungi aset perusahaan, melindungi masyarakat dan lingkungan sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970. Beberapa prestasi tentunya
sudah kita peroleh dalam penerapan program K3 di Indonesia, namun sampai saat ini
tujuan yang kita inginkan belum sepenuhnya tercapai. Berdasarkan hasil olah data
kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dari program Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK) BPJS Ketenagakerjaan tahun 2022, masih menunjukkan kecenderungan
peningkatan kasus setiap tahunnya. Pada tahun 2021 tercatat sebanyak 234.370 kasus

23
yang menyebabkan kematian pekerja/buruh sebanyak 6.552 orang, meningkat sebesar
5,7 % dibandingkan dengan tahun 2020. Angka tersebut menjadi indikasi bahwa
penerapan K3 harus semakin menjadi prioritas bagi dunia kerja di Indonesia.

Data KK dan PAK berdasarkan pelaporan dar Dinas Ketanagkerjaan Provinsi


ke Kemnaker.

i. Data 2019

TIPE KECELAKAAN KERJA


NO PROVINSI/KOTA
KABUPATEN/ Jml KK Jumlah
Korban Keracunan PAK
A B C D E F G H I J

Nasional 15.486 13.519 3 48 3.670 1.362 1.648 350 393 2.507 1.059 145 72 2.866
1 Aceh - - - - - - - - - - - - - -
2 Sumatera Utara 11 8 - - 3 2 2 - - 1 2 - - 2
3 Sumatera Barat - - - - - - - - - - - - - -
4 Riau 8 8 - - - - - - - - - - - 2
5 Jambi 20 12 - - 10 1 2 - 1 1 1 - - 4
6 Sumatera Selatan 206 197 - 1 88 27 27 4 1 3 27 - 3 20
7 Bengkulu 12 12 - - 8 1 1 1 - - - - 1 -
8 Lampung - - - - - - - - - - - - - -
9 Kep. Bangka Belitung 7 8 - - 2 1 1 - - 1 2 - - 1
10 Kep. Riau 3.739 3.725 - 1 558 208 445 32 65 1.696 649 33 10 19
11 DKI Jakarta 3.741 3.423 - 1 905 485 466 172 209 401 138 17 20 1329
12 Jawa Barat 4.678 3.441 - - 846 133 502 65 88 323 184 35 11 669
13 Jawa Tengah 2.205 2.204 3 - 1.063 371 96 42 6 28 3 14 5 560
14 DI Yogyakarta 131 134 - - 42 16 9 3 - 8 - - 4 49
15 Jawa Timur 209 210 - - 52 12 15 4 3 5 - 3 1 115
16 Banten 380 2 - 4 34 65 62 22 15 34 35 18 10 85
17 Bali - - - - - - - - - - - - - 1
18 Nusa Tenggara Barat 14 13 - 40 12 9 - 1 - - - 20 - 1
19 Nusa Tenggara Timur - - - - - - - - - - - - - -
20 Kalimantan Barat - - - - - - - - - - - - - -
21 Kalimantan Tengah 2 2 - - - - - - - - - - - 2
22 Kalimantan Selatan 74 74 - - 32 24 5 2 - 5 - - - 6
23 Kalimantan Timur 18 18 - - 3 2 7 1 1 - 1 2 - -

24
24 Kalimantan Utara 8 8 - - 2 2 - 1 2 - - - - 1
25 Sulawesi Utara - - - - - - - - - - - - - -
26 Sulawesi Tengah 6 6 - - 1 - 2 - - - - 1 - -
27 Sulawesi Selatan 4 3 - - 3 - - - 1 - - - - -
28 Sulawesi Tenggara 5 4 - - - - 2 - - - 17 - 3 -
29 Gorontalo - - - - - - - - - - - - - -
30 Sulawesi Barat 3 2 - - 1 - - - - - - - 2 -
31 Maluku - - - - - - - - - - - - - -
32 Maluku Utara 1 1 - - - 1 - - - 1 - - 1 -

33 Papua Barat 4 4 - 1 5 2 4 - 1 - - 2 1 -
34 Papua - - - - - - - - - - - - - -
(Sumber: Laporan Tahunan Ditjen Binwasnaker dan K3-Kemnaker, 2022)

Keterangan:
A Terbentur pada umumnya menunjukan kontak
atau persinggungan dengan benda tajam atau
benda keras yang menyebabkan tergores,
terpotong, tertusuk dll,
B Terpukul (pada umumnya karena terjatuh, meluncur, melayang dll),
C Tertangkap pada dalam dan diantara benda (terjepit, tergigit, tertimbun, tenggelam dll),
D Jatuh karena ketinggian yang sama,
E Jatuh karena ketinggian yang berbeda,
F Tergelincir,
G Terpapar (pada umumnya tergantung pada temperatur, tekanan udara, getaran, radiasi, suara,
cahaya dll),
H Penghisapan, penyerapan (menunjukan proses
masuknya bahan atau zat berbahaya kedalam tubuh
baik melalui pernafasan ataupun kulit dan yang
pada umumnya berakibat sesak nafas keracunan
mati lemas dll),
I Tersentuh aliran listrik,
J Dan lain-lain

j. Data 2020

NO PROVINSI Jm Jum Kera P TIPE KECELAKAAN KERJA


l l ah c A A B C D E F G H I J
K Kor unan K
K b
an
JUMLAH 6.037 4.287 1 81 1.486 399 581 103 89 781 41 10 28 1.606

25
NASIONAL 4 9
1 Aceh - - - - - - - - - - - - - -
2 Sumatera 16 6 - - 17 1 2 3 - - 1 - - 9
Utara
3 Sumater 5 5 - - 1 1 1 - - 2 - - - -
a Barat
4 Riau 8 8 - - - - - - - - - - - 2
5 Jambi - - - - - - - - - - - - - -
6 Sumatera 192 192 - - 125 - 24 - 2 - - - - 47
Selatan
7 Bengkulu 3 3 - - - 1 1 - - - - - 1 -
8 Lampung - - - - - - - - - - - - - -
9 Kep. Bangka 17 56 - - 16 10 1 3 - 1 20 - - 5
Belitung
10 Kep. Riau 990 946 - 1 118 49 89 15 13 496 17 31 3 5
0
11 DKI Jakarta 207 226 - - 37 5 14 9 14 8 6 2 - 88
12 Jawa Barat 1.378 952 - - 297 50 165 14 16 114 43 10 4 197

13 Jawa 211 210 1 - 64 34 20 4 4 3 4 1 1 72


Tengah
14 DI 131 134 - - 42 16 9 3 - 8 - - 4 49
Yogyakarta
15 Jawa Timur 345 345 - - 43 19 39 12 6 9 4 8 - 224

16 Banten 2.161 839 - 16 547 183 183 20 30 121 15 30 10 875


9
17 Bali 11 - - - 9 - - - 1 - - - - 1
18 Nusa 11 17 - 60 9 - - - - - - 20 - 1
Tenggara
Barat
19 Nusa - - - - - - - - - - - - - -
Tenggara
Timur
20 Kalimantan - - - - - - - - - - - - - -
Barat
21 Kalimantan 6 7 - - - - - - - - - - - -
Tengah
22 Kalimantan 69 69 - - 47 3 9 1 1 4 1 - - 3
Selatan
23 Kalimantan 257 259 - 3 105 24 22 19 1 14 6 4 - 28
Timur
24 Kalimantan 5 1 - - 3 2 - - - - - - - -
Utara
25 Sulawesi - - - - - - - - - - - - - -
Utara
26 Sulawesi - - - - - - - - - - - - - -
Tengah
27 Sulawesi 1 1 - - - 1 - - - - - - - -
Selatan
28 Sulawesi 1 - - - - - 2 - - - - - - -
Tenggara

26
29 Gorontalo - - - - - - - - - - - - - -
30 Sulawesi 3 2 - - 1 - - - - - - - 2 -
Barat
31 Maluku 3 3 - - - - - - - 1 - - 1 -
32 Maluku 2 2 - - 1 - - - - - - 1 1 -
Utara
33 Papua Barat 4 4 - 1 4 - - - 1 - - 2 1 -
34 Papua - - - - - - - - - - - - - -
(Sumber: Laporan Tahunan Ditjen Binwasnaker
dan K3-Kemnaker, 2022)

k. Data 2021

TIPE KECELAKAAN KERJA


PROVINSI/
Jml Jumlah
NO KABUPATEN/ Keracunan PAK
Kecelakaan Korban A B C D E F G H I J
KOTA

JUMLAH
NASIONAL 7.298 9.224 33 6 2.097 485 1.116 184 162 1.387 455 101 24 1.757

1 Aceh - - - - - - - - - - - - - -
2 Sumatera Utara 9 12 - - 5 - - - - - 1 - - 37
3 Sumatera Barat 16 16 - - 1 8 - - - 1 - 4 - -
4 Riau 159 162 - - 100 35 7 9 8 9 - - - 18
5 Jambi 5 5 0 0 2 - 2 0 2 - 1 0 0 0
6 Sumatera Selatan 91 87 - - 22 6 9 - - 5 - 1 - 36
7 Bengkulu 5 5 - - - 1 1 1 - 1 - - 1 -
8 Lampung - - - - - - - - - - - - - -
Kep. Bangka
9 Belitung 36 36 - - 4 2 - 10 - - - - - 20

10 Kep. Riau 1.237 1.225 - 1 126 49 105 7 23 734 231 18 - 4


11 DKI Jakarta 417 452 32 3 44 27 58 12 28 49 13 1 5 211
12 Jawa Barat 3.858 3.215 - - 1.139 209 667 115 79 481 122 61 11 948
13 Jawa Tengah 262 200 1 - 78 38 27 6 5 5 5 4 1 68
14 DI Yogyakarta 124 533 - - 348 - 62 - - 12 - - - 111
15 Jawa Timur 345 345 - - 43 19 39 12 6 9 4 8 - 224
16 Banten 600 360 - 1 149 81 121 10 8 78 78 1 4 68
17 Bali 23 23 - - - - - - - - - - - -
Nusa Tenggara
18 Barat 13 13 - - 8 6 - - - - - - - -
Nusa Tenggara
19 Timur - - - - - - - - - - - - - -

20 Kalimantan Barat - - - - - - - - - - - - - -
21 Kalimantan Tengah 8 8 - - - - 1 - - - - - - 7
22 Kalimantan Selatan 29 29 - - 11 3 11 - - 1 - - - 3

27
23 Kalimantan Timur 13 13 - - 4 - 3 2 1 1 - 1 - 1
24 Kalimantan Utara - - - - - - - - - - - - - -
25 Sulawesi Utara - - - - - - - - - - - - - -
26 Sulawesi Tengah 2 2 - - - - 1 - 1 - - - - -
27 Sulawesi Selatan 8 8 - - - - - - - - - - - -
28 Sulawesi Tenggara - - - - - - - - - - - - - -
29 Gorontalo - - - - - - - - - - - - - -
30 Sulawesi Barat 6 - - - 6 - - - - - - - - -
31 Maluku 3 3 - - - - - - - 1 - - 1 -
32 Maluku Utara 4 4 - - 2 - 2 - - - - - - -
33 Papua Barat 4 4 - 1 4 - - - 1 - - 2 1 -
34 Papua 21 2.464 - - 1 1 - - - - - - - 1
Sumber: Laporan Tahunan Ditjen Binwasnaker dan
K3-Kemnaker, 2022)

l. Data KK dan PAK berdasarkan data kalim BPJS ketenagakerjaan

Tahun Jumlah KK & PAK Jumlah kasus Fatal

2005 99.023 2.045


2006 95.624 1.784
2007 83.714 1.883
2008 93.823 2.124
2009 96.134 2.114
2010 98.712 2.191
2011 99.491 2.218
2012 103.074 2.419
2013 103.285 2.438

28
2014 105.383 2.375
2015 89.322 530
2016 102.929 2.382
2017 128.491 3.173
173.415
2018 ……
2019 210.789 4.007
2020 221.740 3.410
2021 234.370 6.552
(Sumber: BPJS Ketenagakerjaan 2022)

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setiap pekerjaan di dunia ini pasti tak ada yang tak berisiko. Kecelakaan dan
sakit akibat kerja sudah menjadi risiko setiap orang yang melakukan pekerjaan,
baik itu petani, nelayan, buruh pabrik, pekerja tambang, bahkan pegawai kantor
sekalipun. Fenomena kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja seperti
fenomena gunung es. Hanya sedikit kasus kecelakaan atau penyakit akibat kerja
yang dilaporkan, sedangkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang tidak
dilaporkan mungkin dapat lebih besar dari yang dilaporkan. Kerugian akibat
kecelakaan kerja tidak hanya dirasakan oleh tenaga kerja itu sendiri, namun juga
kepada masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu adanya penerapan sistem
manajemen K3 di industri maupun tempat kerja untuk mengurangi resiko
kecelakaan akibat kerja.

3.2 Saran
Untuk mengurangi resiko kecelakaan akibat kerja sebaiknya tenaga kerja
harus memahami dan menerapkan K3 selama bekerja, dan didukung oleh
perusahaan dengan mengadakan pelatihan K3 maupun pemeriksaan tempak
kerja untuk mengurangi resiko dan kerugian akibat kecelakaan akibat kerja.

30
DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, R. Darmanto.1999. Kesehatan Kerja Di Perusahaan. Jakarta:Gramedia


Pustaka Utama

Suyono, Joko.1993. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC

Nahrowy. 2013. Penyakit Akibat Kerja.http://nahrowy.wordpress.com. Diakses pada


anggal 25 September

Zainuddin,Dina.2013. Penyakit Akibat Kerja http://dinazainuddin.blogspot.com.


Diakses pada tanggal 25 September

MSM. Simanihuruk, SH, MM, S. 2005. “Pedoman Praktis: Keselamatan dan

Kesehatan Kerja di Bidang Konstruksi”. Jakarta.

Hesperian Foundation 1919 Addison St., Suite 304 Berkeley, California 94704 USA

Tim. 2008. “Pedoman pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja untuk

praktek”. Universitas erlangga

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/787/penyakit-akibat-kerja-pak

https://satudata.kemnaker.go.id/satudata-public/2022/10/files/publikasi/
1675652225177_Profil%2520K3%2520Nasional%25202022.pdfs

31
32

Anda mungkin juga menyukai