Makalah Penyakit Akibat Kerja Kelompok 5
Makalah Penyakit Akibat Kerja Kelompok 5
Disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah salah satu aspek yang sangat penting
dalam dunia pekerjaan dan kesehatan masyarakat. Seiring dengan perkembangan
dunia industri dan pekerjaan yang semakin kompleks, risiko terjadinya PAK juga
semakin meningkat. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai PAK
serta upaya pencegahannya menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan.
Pemahaman mengenai PAK sangat relevan bagi berbagai pihak, termasuk
pekerja, pengusaha, praktisi kesehatan, dan masyarakat umum. Dengan pengetahuan
yang lebih baik mengenai PAK, diharapkan kita dapat mengurangi risiko terjadinya
PAK, meningkatkan kualitas hidup para pekerja, dan menciptakan lingkungan kerja
yang lebih aman dan sehat.
Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan wawasan yang mendalam
mengenai PAK, serta menjadi sumber informasi yang berguna bagi semua pihak yang
terlibat dalam dunia kerja. Kami berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi
positif dalam upaya menjaga kesehatan dan kesejahteraan pekerja, serta mengurangi
dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh PAK.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
makalah ini, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Hormat kami,
Kelompok 5
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................... 2
1.3. Tujuan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
2.1. Penyakit Akibat Kerja................................................................. 3
2.2. Penyakit Tidak Menular Ditempat Kerja.................................... 11
2.3. Penyakit Menular Ditempat Kerja............................................. 14
2.4. Data Terbaru Perkembangan Penyakit Akibat Kerja.................. 17
BAB III PENUTUP....................................................................................... 27
3.1. Kesimpulan................................................................................. 27
3.2. Saran............................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 28
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat
dengan pekerjan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang
sudah diakui.
Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di
tempat pekerja. Namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk
untuk kesehatan.
1. Golongan fisik
7
c) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps atau
hyperpyrexia sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain
menimbulkan frosbite.
d) Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease.
e) Penerapan lampu yang kurang baik misalnya menyebabkan kelainan
kepada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya
kecelakaan
f) Getaran, pengaruh dari suatu getaran terhadap tubuh akan
mempengaruhi system syaraf sentral. Gejala yang timbul, tangan dan
kaki kehilangan rasa dan juga gangguan terhadap pendengaran
karena kebisingan (>85dB).
g) Ventilasi
2. Golongan kimiawi
3. Golongan infeksi
8
penyamak kulit
4. Golongan fisiologis
a) Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja atau cara kerja desain
tempat kerja, beban kerja dan malposisi sewaktu bekerja (Myalgia,
backache atau cedera punggung)
5. Golongan psikososial
c. Klasifikasi
9
Dapat berupa; Rinitis, Rinosinusitis, Asma, Pneumonitis,
aspergilosis akut bronchopulmoner, Hipersensitivitas lateks, penyakit
jamur, dermatitis kontak, anafilaksis.
2. Dermatitis kontak
3. Penyakit paru
10
6. Penyakit hematologi
7. Penyakit kardiovaskuler
9. Penyakit muskuloskeletal
11
hewan, debu padi), iritasi non alergi (chlor, formaldehid). Disebabkan faktor
fisik, biologi.
13. Stress
14. Infeksi
15. Keracunan
12
1. Melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit
2. Melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan
3. Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial
tenaga kerja seperti yang di atur oleh UU RI No.3 Tahun 1992.
Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh
agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut
berdasarkan Buku Pengantar Penyakit Akibat Kerja, diantaranya:
13
3. Pencegahan Tersier
a. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
c. Surveilans
d. Pemeriksaan lingkungan secara berkala
e. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
14
b. Diabetes: Diabetes tipe 2 terkait dengan pola makan yang tidak sehat dan
kurangnya aktivitas fisik. Manajemen diabetes yang baik sangat penting
untuk mencegah komplikasi serius.
c. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi): Tekanan darah tinggi dapat
memengaruhi kinerja karyawan dan meningkatkan risiko penyakit jantung
dan stroke.
d. Obesitas: Obesitas dapat mengarah pada berbagai masalah kesehatan
lainnya, seperti diabetes, penyakit jantung, dan masalah sendi.
e. Kanker: Faktor risiko seperti paparan zat berbahaya di tempat kerja, pola
makan yang buruk, dan kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko
kanker.
f. Stres: Stres kronis dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik
karyawan, sehingga manajemen stres di tempat kerja penting.
g. Kesehatan Mental: Masalah kesehatan mental seperti depresi dan
kecemasan juga dapat memengaruhi karyawan dan produktivitas mereka.
h. Penyalahgunaan Alkohol dan Narkoba: Penyalahgunaan substansi dapat
mengganggu kesehatan dan kinerja karyawan.
Pengusaha dan manajer sering kali memiliki peran dalam mempromosikan
kesehatan karyawan dengan menyediakan program kesehatan, fasilitas olahraga,
mendukung gaya hidup sehat, dan memberikan sumber daya untuk manajemen
stres. Pencegahan dan pengelolaan NCDs di tempat kerja dapat membantu
meningkatkan kesejahteraan karyawan dan mengurangi biaya perawatan
kesehatan.
Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
penyakit tidak menular (NCDs) di tempat kerja. Beberapa faktor risiko utama
termasuk:
15
a. Polusi Lingkungan: Paparan terhadap polusi udara, kimia, dan bahan
berbahaya di tempat kerja dapat meningkatkan risiko NCDs, seperti penyakit
pernapasan dan kanker.
b. Pola Makan yang Tidak Sehat: Keberadaan makanan tinggi lemak jenuh,
gula tambahan, dan makanan olahan di tempat kerja dapat mendorong pola
makan yang tidak sehat dan obesitas.
c. Kurangnya Aktivitas Fisik: Lingkungan kerja yang kurang mendukung
aktivitas fisik, seperti duduk terlalu lama di meja kerja, dapat meningkatkan
risiko NCDs.
d. Kebiasaan Merokok: Jika merokok diizinkan di tempat kerja atau jika
karyawan merokok di luar kantor, ini dapat meningkatkan risiko penyakit
jantung, kanker, dan penyakit pernapasan.
e. Stres Kerja: Tekanan dan stres yang berlebihan di tempat kerja dapat
berkontribusi pada peningkatan risiko NCDs, termasuk penyakit jantung dan
gangguan mental.
f. Kurangnya Akses ke Pemeriksaan Kesehatan: Jika karyawan tidak
memiliki akses yang mudah ke pemeriksaan kesehatan berkala, masalah
kesehatan dapat terabaikan.
g. Kebiasaan Alkohol dan Narkoba: Konsumsi alkohol berlebihan atau
penyalahgunaan narkoba di tempat kerja dapat menyebabkan berbagai
masalah kesehatan dan produktivitas yang buruk.
h. Kurangnya Kesadaran Kesehatan: Kurangnya pendidikan dan kesadaran
tentang pentingnya gaya hidup sehat dan pencegahan penyakit di tempat
kerja juga dapat menjadi faktor risiko.
i. Ketidaksetaraan di Tempat Kerja: Ketidaksetaraan dan ketidakadilan di
tempat kerja, termasuk dalam hal gaji dan kesempatan, dapat menyebabkan
stres yang berdampak negatif pada kesehatan karyawan.
16
j. Kurangnya Dukungan Organisasi: Ketidakmampuan organisasi untuk
menyediakan program kesehatan, dukungan kesejahteraan, dan kebijakan
yang mendukung kesehatan karyawan juga dapat menjadi faktor risiko.
Mengidentifikasi faktor-faktor risiko ini dan mengambil langkah-langkah
untuk menguranginya adalah penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang
sehat dan mendukung kesejahteraan karyawan. Upaya untuk mempromosikan
gaya hidup sehat, memberikan akses ke perawatan kesehatan yang terjangkau,
dan menciptakan kebijakan yang mendukung kesejahteraan karyawan dapat
membantu mengurangi risiko penyakit tidak menular di tempat kerja.
2.3 Penyakit Menular Di Tempat Kerja
Penyakit menular dapat menyebar di tempat kerja, terutama jika tidak diambil
tindakan pencegahan yang memadai. Beberapa jenis penyakit menular yang
dapat ditemukan di lingkungan kerja meliputi:
a. Flu (Influenza): Flu adalah penyakit menular yang umum di tempat kerja.
Orang yang terinfeksi virus influenza dapat menularkannya kepada rekan
kerja melalui batuk, bersin, atau kontak dekat.
b. Infeksi Saluran Pernapasan: Penyakit seperti pilek biasa dan bronkitis dapat
menyebar melalui partikel udara yang terinfeksi, yang dapat terjadi di
lingkungan kerja yang padat.
c. Penyakit Menular Usus (Gastroenteritis): Penyakit seperti gastroenteritis
viral atau bakterial (seperti gastroenteritis norovirus atau Salmonellosis) dapat
menular di tempat kerja melalui makanan yang terkontaminasi atau kontak
langsung dengan individu yang terinfeksi.
d. Tuberkulosis (TB): Tuberkulosis adalah penyakit menular yang bisa
menyebar melalui percikan air liur saat seseorang yang terinfeksi batuk atau
bersin. Tempat kerja dengan tingkat kontak manusia yang tinggi dapat
meningkatkan risiko penularan TB.
e. Hepatitis: Hepatitis A, B, dan C dapat menyebar melalui kontak dengan darah
17
atau cairan tubuh yang terinfeksi. Di tempat kerja, risiko ini mungkin lebih
tinggi di sektor perawatan kesehatan atau industri yang melibatkan
penggunaan bahan-bahan berbahaya.
f. HIV/AIDS: Meskipun risiko penularan HIV di tempat kerja biasanya rendah,
pekerja kesehatan atau pekerja yang terlibat dalam praktik-praktik yang
berisiko tinggi (seperti penggunaan narkoba intravena) dapat terpapar.
g. Infeksi Kulit: Infeksi kulit seperti impetigo atau infeksi jamur dapat
menyebar melalui kontak langsung dengan permukaan yang terinfeksi atau
melalui berbagi barang pribadi.
h. Infeksi Seksual: Penyakit menular seksual (PMS) seperti klamidia, gonore,
atau sifilis dapat menular melalui hubungan seksual, dan dalam beberapa
kasus, pekerjaan yang melibatkan aktivitas seksual (seperti industri seks)
dapat meningkatkan risiko penularan.
Untuk mencegah penyebaran penyakit menular di tempat kerja, penting untuk
menerapkan praktik-praktik kebersihan yang baik, seperti mencuci tangan secara
teratur, menjaga kebersihan lingkungan kerja, menghindari berbagi barang
pribadi, dan mendorong vaksinasi jika tersedia. Perusahaan dan organisasi juga
harus memiliki kebijakan dan protokol kesehatan yang sesuai untuk mengatasi
situasi penyakit menular di tempat kerja dan melindungi kesehatan karyawan.
Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
penyakit menular di tempat kerja. Faktor-faktor ini termasuk:
a. Kontak Manusia yang Dekat: Pekerjaan yang melibatkan kontak manusia
yang dekat, seperti dalam sektor perawatan kesehatan, pendidikan, atau
pelayanan pelanggan, dapat meningkatkan risiko penularan penyakit melalui
kontak langsung dengan individu yang terinfeksi.
b. Kepadatan Populasi: Tempat kerja dengan kepadatan populasi yang tinggi,
seperti kantor yang padat atau ruang produksi yang ramai, dapat
meningkatkan risiko penularan penyakit melalui percikan udara dan kontak
18
dekat.
c. Kegiatan Bersama: Aktivitas bersama seperti pertemuan, seminar, atau
acara sosial di tempat kerja dapat menjadi titik penyebaran penyakit jika ada
individu yang terinfeksi dalam acara tersebut.
d. Kurangnya Kebijakan dan Prosedur Kesehatan: Kurangnya kebijakan
dan prosedur yang jelas untuk mencegah dan mengatasi penyebaran penyakit
di tempat kerja dapat meningkatkan risiko penularan.
e. Kurangnya Kesadaran Kesehatan: Kurangnya kesadaran kesehatan dan
kepatuhan terhadap praktik kebersihan di tempat kerja dapat meningkatkan
risiko penularan penyakit.
f. Perjalanan Dinas: Pekerja yang sering melakukan perjalanan dinas ke
daerah dengan risiko penyakit menular tertentu dapat membawa kembali
infeksi ke tempat kerja.
g. Kurangnya Vaksinasi: Jika pekerja tidak divaksinasi dengan tepat terhadap
penyakit menular tertentu (seperti influenza), ini dapat meningkatkan risiko
penularan di tempat kerja.
h. Kurangnya Isolasi dan Karantina: Kurangnya fasilitas isolasi atau
kebijakan yang memungkinkan pekerja yang sakit untuk tetap di rumah
dapat menyebabkan penyebaran penyakit di tempat kerja.
i. Kondisi Kesehatan Umum: Karyawan yang memiliki kondisi kesehatan
yang melemahkan sistem kekebalan tubuh mereka (seperti diabetes atau
penyakit autoimun) mungkin lebih rentan terhadap infeksi.
j. Peralatan Kerja Bersama: Berbagi peralatan kerja, seperti komputer atau
perangkat telepon, tanpa membersihkannya dengan benar dapat
menyebabkan penularan penyakit.
Untuk mengurangi risiko penularan penyakit di tempat kerja, organisasi dan
perusahaan dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang sesuai, seperti
menyediakan fasilitas cuci tangan, memberikan edukasi tentang praktik
19
kebersihan, mengenalkan kebijakan kerja dari rumah untuk karyawan yang sakit,
dan mendorong vaksinasi jika diperlukan. Selain itu, penting untuk selalu
memantau panduan dan rekomendasi kesehatan terbaru dari otoritas kesehatan
setempat dan nasional untuk menjaga keamanan karyawan di lingkungan kerja.
20
juga proporsi aktivitas fisik kurang juga naik dari 26,1% menjadi 33,5% dan
0,8% mengonsumsi minuman beralkohol berlebihan. Tren ini juga diikuti
dengan peningkatan penduduk di Indonesia yang cenderung memiliki berat
badan lebih (overweight) atau bahkan obesitas dari tahun ke tahun (Overweight:
8,6% di tahun 2007 menjadi 13,6% di tahun 2018; obese: 10,5% di tahun 2007,
menjadi 21,8% di tahun 2018). Sementara itu, juga tercatat lebih dari 95,5%
masyarakat Indonesia yang berusia lebih dari 5 tahun mengkonsumi kurang dari
5 porsi buah dan sayur dalam sehari. Data death rate PTM dari IHME 2019,
akibat Penyakit kardiovaskular 251.09 per 100.000 penduduk, Kanker 88.46 per
100.000 penduduk, DM dan PGK 57.42 per 100.000 penduduk dan Penyakit
Paru Kronis 38.9 per 100.000 penduduk.
21
besar, hepatoma, dan nasofaring, dan jumlah kasus baru serta jumlah kematian
akibat kanker tersebut terus meningkat. Berdasarkan riset kesehatan dasar yang
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2018 menyebutkan angka
prevalensi penyakit kanker di Indonesia sebesar 1,79 per 1000 penduduk.
Prevalensi tertinggi untuk penyakit kanker yang tertinggi di Provinsi D.I.
Yogyakarta, yaitu sebesar 4,86‰.
Berdasarkan data dari World Report of vision tahun 2019, saat ini di
seluruh dunia terdapat sektara 2,2 miliar orang yang mengalami gangguan
penglihatan. Dari seluruh orang dengan gangguan penglihatan, hampir
setengahnya, atau sekitar 1 miliar orang, merupakan gangguan penglihatan yang
dapat dihindari, baik dicegah maupun diobati. Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi kebutaan pada
penduduk dengan usia ≥6 tahun di Indonesia mencapai 0,4%. Sekitar 80% dari
para penyandang gangguan penglihatan dan kebutaan dapat dicegah atau diobati.
Oleh karena itu, upaya promotif-preventif sangat penting untuk dilakukan.
Berdasarkan data WHO tahun 2018, 466 juta penduduk dunia mengalami
gangguan pendengaran dan 34 juta diantaranya adalah anak-anak. Di sisi lain
diperkirakan 1,1 miliar anak muda (berusia 12-35 tahun) berisiko mengalami
gangguan pendengaran akibat paparan kebisingan. Hasil Riskesdas tahun 2013
menunjukan bahwa penduduk Indonesia usia 5 tahun keatas mengalami
gangguan pendengaran 2,6%, ketulian 0,09%, sumbatan serumen 18,8%, dan
sekret di liang telinga 2,4%. Saat ini baik dunia maupun Indonesia sedang
mengalami pandemi Covid 19. Berdasarkan data yang diperoleh sampai dengan
tanggal per 31 Agustus 2020 diketahui bahwa jumlah penderita COVID-19 di
dunia sebanyak 25,3 juta jiwa dengan jumlah kematian mecapai 850.064 jiwa,
sedangkan di Indonesia jumlah kasus COVID-19 sebanyak 174.796 dengan
jumlah kematian sebanyak 7.417 jiwa. Berdasarkan data dari beberapa negara
yang merawat pasien Covid 19, disebutkan bahwa PTM merupakan komorbid
22
yang banyak diderita dan memperburuk dampak dari covid 19. Hal ini
disebabkan antara lain adalah karena kerusakan organ tubuh pada penyandang
PTM sehingga rawan terinfeksi meningkatkan komplikasi berat pada
penyandang penyakit jantung, kemoterapi dan radioterapi yang berdampak pada
menurunnya sistem imunitas tubuh penyandang kanker dan peningkatan reseptor
ACE 2 pada penyandang hipertensi dan diabetes.
Gambar 1. Ilustrasi berbagai potensi dan risiko serta beban ganda penyakit yang dihadapi pekerja
apabila kurang mendapatkan perlindungan K3.
23
yang menyebabkan kematian pekerja/buruh sebanyak 6.552 orang, meningkat sebesar
5,7 % dibandingkan dengan tahun 2020. Angka tersebut menjadi indikasi bahwa
penerapan K3 harus semakin menjadi prioritas bagi dunia kerja di Indonesia.
i. Data 2019
Nasional 15.486 13.519 3 48 3.670 1.362 1.648 350 393 2.507 1.059 145 72 2.866
1 Aceh - - - - - - - - - - - - - -
2 Sumatera Utara 11 8 - - 3 2 2 - - 1 2 - - 2
3 Sumatera Barat - - - - - - - - - - - - - -
4 Riau 8 8 - - - - - - - - - - - 2
5 Jambi 20 12 - - 10 1 2 - 1 1 1 - - 4
6 Sumatera Selatan 206 197 - 1 88 27 27 4 1 3 27 - 3 20
7 Bengkulu 12 12 - - 8 1 1 1 - - - - 1 -
8 Lampung - - - - - - - - - - - - - -
9 Kep. Bangka Belitung 7 8 - - 2 1 1 - - 1 2 - - 1
10 Kep. Riau 3.739 3.725 - 1 558 208 445 32 65 1.696 649 33 10 19
11 DKI Jakarta 3.741 3.423 - 1 905 485 466 172 209 401 138 17 20 1329
12 Jawa Barat 4.678 3.441 - - 846 133 502 65 88 323 184 35 11 669
13 Jawa Tengah 2.205 2.204 3 - 1.063 371 96 42 6 28 3 14 5 560
14 DI Yogyakarta 131 134 - - 42 16 9 3 - 8 - - 4 49
15 Jawa Timur 209 210 - - 52 12 15 4 3 5 - 3 1 115
16 Banten 380 2 - 4 34 65 62 22 15 34 35 18 10 85
17 Bali - - - - - - - - - - - - - 1
18 Nusa Tenggara Barat 14 13 - 40 12 9 - 1 - - - 20 - 1
19 Nusa Tenggara Timur - - - - - - - - - - - - - -
20 Kalimantan Barat - - - - - - - - - - - - - -
21 Kalimantan Tengah 2 2 - - - - - - - - - - - 2
22 Kalimantan Selatan 74 74 - - 32 24 5 2 - 5 - - - 6
23 Kalimantan Timur 18 18 - - 3 2 7 1 1 - 1 2 - -
24
24 Kalimantan Utara 8 8 - - 2 2 - 1 2 - - - - 1
25 Sulawesi Utara - - - - - - - - - - - - - -
26 Sulawesi Tengah 6 6 - - 1 - 2 - - - - 1 - -
27 Sulawesi Selatan 4 3 - - 3 - - - 1 - - - - -
28 Sulawesi Tenggara 5 4 - - - - 2 - - - 17 - 3 -
29 Gorontalo - - - - - - - - - - - - - -
30 Sulawesi Barat 3 2 - - 1 - - - - - - - 2 -
31 Maluku - - - - - - - - - - - - - -
32 Maluku Utara 1 1 - - - 1 - - - 1 - - 1 -
33 Papua Barat 4 4 - 1 5 2 4 - 1 - - 2 1 -
34 Papua - - - - - - - - - - - - - -
(Sumber: Laporan Tahunan Ditjen Binwasnaker dan K3-Kemnaker, 2022)
Keterangan:
A Terbentur pada umumnya menunjukan kontak
atau persinggungan dengan benda tajam atau
benda keras yang menyebabkan tergores,
terpotong, tertusuk dll,
B Terpukul (pada umumnya karena terjatuh, meluncur, melayang dll),
C Tertangkap pada dalam dan diantara benda (terjepit, tergigit, tertimbun, tenggelam dll),
D Jatuh karena ketinggian yang sama,
E Jatuh karena ketinggian yang berbeda,
F Tergelincir,
G Terpapar (pada umumnya tergantung pada temperatur, tekanan udara, getaran, radiasi, suara,
cahaya dll),
H Penghisapan, penyerapan (menunjukan proses
masuknya bahan atau zat berbahaya kedalam tubuh
baik melalui pernafasan ataupun kulit dan yang
pada umumnya berakibat sesak nafas keracunan
mati lemas dll),
I Tersentuh aliran listrik,
J Dan lain-lain
j. Data 2020
25
NASIONAL 4 9
1 Aceh - - - - - - - - - - - - - -
2 Sumatera 16 6 - - 17 1 2 3 - - 1 - - 9
Utara
3 Sumater 5 5 - - 1 1 1 - - 2 - - - -
a Barat
4 Riau 8 8 - - - - - - - - - - - 2
5 Jambi - - - - - - - - - - - - - -
6 Sumatera 192 192 - - 125 - 24 - 2 - - - - 47
Selatan
7 Bengkulu 3 3 - - - 1 1 - - - - - 1 -
8 Lampung - - - - - - - - - - - - - -
9 Kep. Bangka 17 56 - - 16 10 1 3 - 1 20 - - 5
Belitung
10 Kep. Riau 990 946 - 1 118 49 89 15 13 496 17 31 3 5
0
11 DKI Jakarta 207 226 - - 37 5 14 9 14 8 6 2 - 88
12 Jawa Barat 1.378 952 - - 297 50 165 14 16 114 43 10 4 197
26
29 Gorontalo - - - - - - - - - - - - - -
30 Sulawesi 3 2 - - 1 - - - - - - - 2 -
Barat
31 Maluku 3 3 - - - - - - - 1 - - 1 -
32 Maluku 2 2 - - 1 - - - - - - 1 1 -
Utara
33 Papua Barat 4 4 - 1 4 - - - 1 - - 2 1 -
34 Papua - - - - - - - - - - - - - -
(Sumber: Laporan Tahunan Ditjen Binwasnaker
dan K3-Kemnaker, 2022)
k. Data 2021
JUMLAH
NASIONAL 7.298 9.224 33 6 2.097 485 1.116 184 162 1.387 455 101 24 1.757
1 Aceh - - - - - - - - - - - - - -
2 Sumatera Utara 9 12 - - 5 - - - - - 1 - - 37
3 Sumatera Barat 16 16 - - 1 8 - - - 1 - 4 - -
4 Riau 159 162 - - 100 35 7 9 8 9 - - - 18
5 Jambi 5 5 0 0 2 - 2 0 2 - 1 0 0 0
6 Sumatera Selatan 91 87 - - 22 6 9 - - 5 - 1 - 36
7 Bengkulu 5 5 - - - 1 1 1 - 1 - - 1 -
8 Lampung - - - - - - - - - - - - - -
Kep. Bangka
9 Belitung 36 36 - - 4 2 - 10 - - - - - 20
20 Kalimantan Barat - - - - - - - - - - - - - -
21 Kalimantan Tengah 8 8 - - - - 1 - - - - - - 7
22 Kalimantan Selatan 29 29 - - 11 3 11 - - 1 - - - 3
27
23 Kalimantan Timur 13 13 - - 4 - 3 2 1 1 - 1 - 1
24 Kalimantan Utara - - - - - - - - - - - - - -
25 Sulawesi Utara - - - - - - - - - - - - - -
26 Sulawesi Tengah 2 2 - - - - 1 - 1 - - - - -
27 Sulawesi Selatan 8 8 - - - - - - - - - - - -
28 Sulawesi Tenggara - - - - - - - - - - - - - -
29 Gorontalo - - - - - - - - - - - - - -
30 Sulawesi Barat 6 - - - 6 - - - - - - - - -
31 Maluku 3 3 - - - - - - - 1 - - 1 -
32 Maluku Utara 4 4 - - 2 - 2 - - - - - - -
33 Papua Barat 4 4 - 1 4 - - - 1 - - 2 1 -
34 Papua 21 2.464 - - 1 1 - - - - - - - 1
Sumber: Laporan Tahunan Ditjen Binwasnaker dan
K3-Kemnaker, 2022)
28
2014 105.383 2.375
2015 89.322 530
2016 102.929 2.382
2017 128.491 3.173
173.415
2018 ……
2019 210.789 4.007
2020 221.740 3.410
2021 234.370 6.552
(Sumber: BPJS Ketenagakerjaan 2022)
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap pekerjaan di dunia ini pasti tak ada yang tak berisiko. Kecelakaan dan
sakit akibat kerja sudah menjadi risiko setiap orang yang melakukan pekerjaan,
baik itu petani, nelayan, buruh pabrik, pekerja tambang, bahkan pegawai kantor
sekalipun. Fenomena kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja seperti
fenomena gunung es. Hanya sedikit kasus kecelakaan atau penyakit akibat kerja
yang dilaporkan, sedangkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang tidak
dilaporkan mungkin dapat lebih besar dari yang dilaporkan. Kerugian akibat
kecelakaan kerja tidak hanya dirasakan oleh tenaga kerja itu sendiri, namun juga
kepada masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu adanya penerapan sistem
manajemen K3 di industri maupun tempat kerja untuk mengurangi resiko
kecelakaan akibat kerja.
3.2 Saran
Untuk mengurangi resiko kecelakaan akibat kerja sebaiknya tenaga kerja
harus memahami dan menerapkan K3 selama bekerja, dan didukung oleh
perusahaan dengan mengadakan pelatihan K3 maupun pemeriksaan tempak
kerja untuk mengurangi resiko dan kerugian akibat kecelakaan akibat kerja.
30
DAFTAR PUSTAKA
Hesperian Foundation 1919 Addison St., Suite 304 Berkeley, California 94704 USA
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/787/penyakit-akibat-kerja-pak
https://satudata.kemnaker.go.id/satudata-public/2022/10/files/publikasi/
1675652225177_Profil%2520K3%2520Nasional%25202022.pdfs
31
32