Anda di halaman 1dari 97

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Karya sastra berbagai macam yang kita ketahui mulai dari cerpen, puisi,

drama, roman, hikayat dan novel. Penulis pada penelitian kesempatan kali ini

membatasi pada karya sastra novel. Salah satu pendekatan analisis berupa novel

adalah feminisme. Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung

rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan

menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel juga dapat membawa pembaca

kedalam dunianya seolah-olah pembaca dapat tahu betul bagaimana keadaan yang

diceritakan disebuah novel yang dibacanya. Hal ini sejalan dengan Nurgiyantoro

(2013:288) bahwa novel keadaanya lebih panjang yang karenanya dapat bercerita

banyak. Novel dapat menghadirkan tokoh yang lebih banyak, walau tentu tetap

ada yang menjadi fokus, lengkap dengan karakternya baik yang bersifat statis

maupun berkembang. Hal ini sejalan dengan pendapat Sugihastuti (2016:44) yang

menyatakan bahwa novel sebagai salah satu bentuk cerita rekaan, merupakan

sebuah struktur yang kompleks.

Menurut Ardesya (2020:88) bahwa bentuk sastra ini paling banyak beredar

karena daya komunikasinya yang luas di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari

perkembangan novel di indonesia sekarang cukup pesat, terbukti dengan

banyaknya novel-novel baru yang diterbitkan. Pada masa sekarang ini telah

banyak lahir para pengarang, baik pengarang perempuan maupun laki-laki amat

1
kreatif dalam menulis novel yang selalu dapat mengekspresikan karya dalam

tema-tema yang dapat memperjuangkan kaum feminisme, baik melalui tokoh

utama perempuan, maupun laki-laki. Dimasa sekarang, semua orang dapat

menulis cerita karyanya melalui aplikasi yaitu Wattpad, semua orang dapat

berkarya melalui aplikasi tersebut. Jika telah banyak dibaca, besar kemungkinan

dapat diterbitkan dan dapat juga dijadikan film layar kaca.

Tokoh-tokoh yang digambarkan dalam novel dapat ditemukan berbagai

pandangan baru tentang peran campuran perempuan dan laki-laki yang

membicarakan feminisme. Emzir dan Rohman (2015:131) Feminisme berasal dari

kata Latin, yaitu femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Feminisme

diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-

laki di masyarakat. Secara lebih luas dapat digambarkan feminisme adalah sebuah

kesadaran tentang adanya ketidakadilan yang sistematis perempuan di seluruh

dunia.

Sosok wanita sangat menarik unutk dibicarakan. Deskriminasi seksual

dalam permasalahan perempuan lebih banyak berkaitan dengan kesetaraan gender,

khususnya masalah-masalah mengenai wanita pada umumnya dikaitkan dengan

emansipasi, gerakan kaum perempuan untuk menuntut persamaan hak dengan

kaum laki-laki, baik dalam bidang politik dan ekonimi, maupun gerakan sosial

budaya pada umumnya. Hal ini sejalan dengan pendapat sikana (2005:279),

“feminisme adalah perjuangan kaum perempuan untuk mendapatkan status yang

sama dengan lelaki dan meminta hak-hak yang telah lama dipinggirkan oleh

sejarah”.

2
Perempuan banyak mencurahkan isi hatinya melalui novel. Hal ini sejalan

dengan Endraswara (2013:167) bahwa Selain itu kita harus tahu di mana

perempuan, mengapa perempuan harus menulis novel, kisah rumah tangga

mereka sendiri, kisah pengasingan mereka sendiri di dalam rumah dan

kemungkinan dan kemustahilan yang disediakan oleh itu. Sastra Indonesia

kontemporer persoalan wanita merupakan lahan yang selalu menjadi inspirasi

pengarang dalam mengungkapkan karya sastra mereka. seperti dalam novel

Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia.

Novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia adalah

novel yang diterbitkan oleh Loveable yang terdiri dari 278 halaman. Novel ini

menceritakan tentang seorang wanita bernama Lengkara yang selalu dituntut

untuk sempurna oleh orang tuanya. Ia dituntut untuk selalu mendapat nilai yang

sempurna, jika tidak maka dia akan di siksa oleh orang tuanya. Lengkara juga

mempunyai saudara tiri perempuan dikarenakan Ayahnya menikah lagi pada

janda yang memiliki anak satu. Ternyata, saudara tirinya sekelas dengan Lengkara

disekolah. Lengkara selalu dibanding-bandingkan oleh Ayahnya dengan adik

tirinya tersebut. Lengkara merasa tidak adil diperlakukan oleh Ayahnya. Lengkara

merasa, tidak ada lagi yang berdiri di sampingnya. Ia sendirian menghadapi hidup.

Keluarga, sahabat, bahkan sampai Masnaka kekasihnya satu per satu pergi dan

meninggalkan Lengkara itu sendirian. Terlebih dengan kehadiran Nilam, adik tiri

yang selalu mengusik kehidupan damainya.

3
Kritik feminisme yang dilakukan penulis untuk menganalisis novel

Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia menggunakan teori

dari mana Sikana dalam Teori Sastera Kontemporari, teori ini menjelaskan aspek-

aspek analisis yaitu aspek biologi, aspek psikologi, dan aspek sosial. Munculnya

fenomena kritik feminisme ini dapat dilihatkan dari segi aspek psikologi dan

aspek sosial pada novel. Aspek psikologi sangat penting digunakan untuk

mengkaji watak-watak dalam karya sastra. Wilbur Scott (dalam, Sikana,

2005:294) Menjelaskan bahwa disiplin ilmu psikologi dapat diaplikasikan dalam

karya sastra bagai menerangkan aksi atau reaksi seseorang watak yang sukar

dirama atau dijangka kan tindak-tanduknya. Terdapat dua cabang psikologi dalam

bidang kesusastraan yaitu psikologi pengarangnya dan psikologi watak-watak

yang terdapat dalam sebuah karya sastra, Salah satunya yaitu drama, cerpen,

novel, dan puisi.

Novel ini juga menceritakan tokoh wanita yang berkaitan dengan

sosialnya. Secara garis besar novel ini juga mendapatkan berbagai peranan

dikehidupan sosialnya tugas kinan sebagai seorang anak, seorang kekasih dari

pacarnya dan seorang siswa didalam komunikasi. Novel Sepasang Luka yang

Berakhir Duka karya Ameylia Falensia ini banyak terdapat aspek feminisme

antara lain Aspek sosial (proses sosialisasi, tugas sosial dan kelas sosial). Jadi

itulah alasan mengapa penulis menganalisis novel ini tentunya terdapat banyak

pembahasan mengenai prinsip sosial didalamnya selain itu deskriminasi

feminisme dalam novel ini sesusai dengan metode yang digunakan penulis untuk

menganalisis novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia.

4
Salah satu aspek sosial yaitu proses sosialisasi, menurut Sikana (2005:295)

“proses sosialisasi adalah proses pembelajaran formal atau tidak formal yang

dialami oleh semua individu dari kecil sampai ke tua”. Proses sosialisasi ini

terdapat dalam Falensia (2021:

Lengkara menghela napas lelah. Ia tahu, sahabatnya ini akan merecokin


ketika gadis itu khawatir. Semenjak papanya menikah lagi dengan ibu
Nilam, satu per satu masalah terus berdatangan menghampiri dirinya,
mulai dari masalah keluarga, sekolah, bahkan hingga pacarnya. “Gue gak
kenapa-kenapa, Prim.” Lengkara mencoba tersenyum tipis, upaya agar
terhindar dari recokan Prima. “Gue paling Cuma butuh istirahat dikit gara-
gara sekarang kebanyakan begadang untuk belajar.”

Dari kutipan di atas dapat diketahui proses sosialisasi tokoh wanita dalam

novel. Lengara yang awalnya memiliki kehidupan yang damai, tetapi semenjak

ayahnya menikah dengan Sonya yaitu ibunya Nilam. Kehidupan Lengkara selalu

bermunculan masalah yang menghampirinya. Mulai dari masalah keluarga,

sekolah, bahkan hingga pacarnya. Semua disebabkan oleh Nilam dan Papanya

yang selalu membandingkan Lengkara denga Nilam.

Aspek sosial wanita kelas sosial, kelas sosial mereka yang dapat dikenal

berdasarkan kriteria tertentu. Membagikan kaum wanita kepada dua kelas sosial,

yaitu kelas pekerja dan kelas tidak bekerja. Masyarakat melayu juga tidak

terkecuali dalam kriteria ini karena memang ada wanita yang berada pada kategori

kelas bawahan, menengah dan atas. Kedudukan Lengkara sebagai kelas bawah

yaitu dibawah tekanan papanya yang dituntut selalu. Falensia (2021:13)

Prima terdiam sejenak. “Emangnya... mereka masih maksa lo untuk dapat


nilai sempurna terus, kar?” tanya Prima hati-hati. Lengkara kembali
menghela napas pelan. Pandangannya ia alihkan ke papan tulis berisikan
materi fisika. “Orang tua gue pasti mau selalu yang sempurna untuk
anaknya” ucap gadis itu dengan tatapan kosong.

5
”Tapi bokap lo berlebihan kalau harus menuntut lo seratus di tiap
pelajaran. Mulai dari tugas harian, tugas kelompok, ulangan harian,
semua-semuanya pokoknya.” Lengkara kembali menantap sahabat yang
duduk di sebelahnya itu.

Dari kutipan di atas dapat dilihat kelas sosial tokoh wanita pada novel

Sepasang Luka yang Berakhir Duka, kedudukan kelas sosial Lengkara berada di

kelas bawah. Lengkara seorang anak yang hidup dibawah tekanan orang tuanya

dan itu membuat ia merasa sulit untuk hidup. Ia selalu dituntut untuk

mendapatkan nilai semupurna di sekolah jika nilai rendah maka hal yang

ditakutinya akan menghampirinya yaitu disiksa oleh orang tuanya.

Selanjutnya, aspek sosial wanita tugas sosial. Seorang wanita yang sudah

menikah maka ia memiliki tugas sebagai seorang istri dan bertanggungjawab

untuk menjamin kebahagiaan dalam rumah tangga. Jika ia sudah memiliki anak

tugas wanita tidak hanya sebagai istri melainkan juga sebagai seorang ibu untuk

kebahagiaan dan tanggung jawabnya mendidik dengan sempurana anak-anaknya.

Tugas seorang ibu bertukra pula menjadi seorang nenek apa bila anaknya yang

berumah tangga mulai melahirkan anak. Kedudukan kinan sebagai tugas sosial

sebagai seorang ibu dapat diketahui dari kutipan berikut. Falensia (2021:21)

”Nilai kayak gini gimana mau dipamerin ke papa kamu!” Nina


menyodorkan kertas ulangan Fisika. Bertuliskan nilai 75 dengan
keterangan tuntas ke Lengkara, lalu menggosokkannya kasar ke wajah
gadis itu. “Kamu mau kita diinjak-injak sama keluarga baru papa kamu
itu!?” Nina merobek-robek kertas ulangan itu. “Mama udah susah-susah
nyariin guru les yang bagus buat kamu! Nilai kamu bukannya naik, yang
ada malah anjlok kayak gini!”

6
Dari kutipan di atas dapat dilihat tugas sosial tokoh wanita yakni Nina

sebagai tugas seorang ibu. Tugas sosial yang dimaksud adalah seseorang yang

dapat bertanggung jawab sebagimana perannya. Contoh dari kutipan diatas NiNA

Sebagai seorang ibu, Nina berusaha mencari guru les untuk anaknya agar

mendapatkan nilai bagus agar dapat diperlihatkan ke Papanya. Niat Nina ingin

memamerkan hasil nilai belajar Lengkara ke Papanya agar mereka tidak

diremehkan oleh keluarga baru Papanya.

Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Kajian Feminisme Aspek Sosial Novel Sepasang Luka yang

Berakhir Duka karya Ameylia Falensia”. Alasan penulis melakukan penelitian

judul ini yaitu, (1) karena sosok perempuan di novel ini menarik untuk diteliti dari

perspektif kritik sastra, yaitu kritik sastra yang menumpukkan perhatian pada

tokoh perempuan yang sangat sulit dimengerti oleh setiap akal manusia. (2) dalam

novel ini terdapat unsur feminisme yang menarik untuk dikaji karena

menceritakan tentang ketegaran dan kekuatan perempuan dalam menghadapi

masalah kehidupannya. (3) karena novel ini ditulis oleh perempuan.

7
1.2 Fokus Masalah

Menurut Sikana (2005) Feminisme terdiri dari aspek biologi, aspek

psikologi dan aspek sosial. Penelitian yang berjudul “Kajian Feminisme Aspek

Sosial Novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia”

memfokuskan masalah pada feminsime aspek sosial yang meliputi proses

sosialisasi, tugas sosial dan kelas sosial. Seperti halnya Sikana (2005:295) berikut

adalah di antara beberapa aspek sosial wanita yang dikenal pasti boleh digarap

dalam karya. Ia boleh dibahagikan kepada proses sosialisasinya, tugas sosial serta

kelas sosial wanita.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan fokus masalah di atas, beberapa permasalahan

yang akan dapat dirumuskan sebagai berikut, yaitu:

1.3.1 Bagaimanakah proses sosialisasi yang terdapat dalam Novel Sepasang

Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia??

1.3.2 Bagimanakah tugas sosial yang terdapat dalam Novel Sepasang Luka

yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia?

1.3.3 Bagaimanakah kelas sosial yang terdapat dalam Novel Sepasang Luka

yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia?

8
1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah penelitian, maka penelitian ini mendeskripsian,

menganalisis dan menginterpretasikan secara sistematis dan terperinci tentang:

1.4.1 Proses sosialisasi yang terdapat dalam novel Novel Sepasang Luka yang

Berakhir Duka karya Ameylia Falensia

1.4.2 Tugas sosial yang terdapat dalam Novel Sepasang Luka yang Berakhir

Duka karya Ameylia Falensia

1.4.3 Kelas sosial yang terdapat dalam Novel Sepasang Luka yang Berakhir

Duka karya Ameylia Falensia

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian dalam novel Novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya

Ameylia Falensia ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis

sebagai berikut.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Manfaat secara teoritis dari novel Novel Sepasang Luka yang Berakhir

Duka ini diharapkan mampu untuk memperluas wawasan, memberikan berbagai

wawasan baru, dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai sastra

Indonesia. Penelitian ini diharapkan juga mampu memberikan suatu manfaat

agar memperkaya teori sastra secara teknik analisis terhadap karya sastra

khususnya tentang nilai-nilai kemanusiaan terhadat perempuan.

9
1.5.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Dapat digunakan sebagai proses pembelajaran pada saat memecahkan

masalah dengan mengunakan metode ilmiah dan dapat menambah

wawasan dan pengetahuan tentang sastra terutama yang berkaita dengan

aspek feminisme.

2) Penelitian ini juga mermanfaat sebagai sumber pengetahuan bagi

mahasiswa dan siswa yang membutuhkan informasi berkaitan dengan

sastra khususnya novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka melalui

pendekatan feminisme sastra.

1.6 Definisi Istilah

Pada judul penelitian ini menggunakan istilah-istilah yang perlu diketahui

pembaca yaitu tentang “Kajian Feminisme Aspek Sosial Novel Sepasang Luka

yang Berakhir Duka Karya Ameylia Falensia”. Istilah-istilah sebagai berikut:

1.6.1 Novel bersifat naratif, artinya ia lebih bersifat “bercerita” dari pada

“memperagakan”. Tentu saja novel bisa membuat penggambaran-

penggambaran yang sangat dramatis, nyaris tampak seperti keadaan yang

sesungguhnya sehingga pembaca bisa lupa bahwa apa yang kita saksikan

tentang tokoh dan latar tidak disuguhkan secara langsung, tetapi melalui

bantuan teknik cerita atau narasi tertentu (Aziez dan Hasim, 2010:3)

10
1.6.2 Feminisme adalah perjuangan kaum perempuan untuk mendapatkan status

yang sama dengan lelaki dan meminta hak-hak yang telah lama

dipinggirkan oleh sejarah (Sikana, 2005:279)

1.6.3 Aspek Sosial yaitu aspek yang menitikberatkan khususnya oleh golongan

feminis untuk menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara sosial kaum

lelaki dengan sosial kaum wanita apabila dicerminkan kedalam sebuah

karya. Beberapa aspek sosial wanita dibagi menjadi proses sosialisasi,

tugas sosial dan kelas sosial wanita (Sikana, 2005:295)

1.6.4 Proses sosialisasi ialah proses pembelajaran formal atau tidak formal yang

dialami oleh semua individu dari kecil sampai tua. Melalui proses ini,

individu menyerapkan ke dalam otaknya semua nilai yang ada dalam

masyarakat dan dari sini terbitlah pendapat dan buah fikiran. Selain proses

sosialisasi, peranan wanita juga berbeda yang meliputi tugas sebagai anak

gadis, dara, seorang ibu, isteri, nenek dan seorang janda (Sikana,

2005:296)

1.6.5 Tugas sosial, sebagai isteri yang bertanggungjawab menjamin kebahagiaan

dalam rumah tangga walaupun suaminya juga tidak krkecuali dalam aspek

ini. Tugas sosial ibu bertukar pula menjadi seorang nenek apabila anaknya

yang telah berumah tangga telah melahirkan anak (Sikana, 2005:296)

1.6.6 Kelas sosial yang dapat dikenal berdasarkan kriteria tertentu. Di Barat,

kelas sosial kaum wanita dikategorikan berdasarkan kepada kelas bawah,

11
menengah dan atas. Mereka yang membahagiakan kaum wanita kepada

dua kelas sosial yaitu kelas pekerja dan tidak pekerja. (Sikana, 2005:296)

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori yang Relevan

Penelitian tentang kajian feminisme aspek sosial novel Sepasang Luka

yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia ini menggunakan teori yang

dikemukakan oleh para ahli yang terkait di bidang feminism yang dikemukakan

oleh Mana Sikana dan pendapat-pendapat para ahli yang relevan.

2.1.1 Feminisme

Teori feminisme termasuk salah satu teori yang amat penting dan

menunjukan pengaruh yang kuat. Perkembangan pendekatan kritik sastra sebagai

salah satu teori yang baru dan mengandung konsep feminis. Sikana (2005:297)

menyatakan bahwa feminisme adalah perjuangan kaum perempuan untuk

mendapat status yang sama dengan lelaki dan meminta hak-hak yang telah lama

dipinggirkan oleh sejarah. Teori ini memanfaatkan konsep-konsep utamanya dan

perbedaan konsep ini perlu dipahami. Konsep dasar pendekatan ini ialah feminis,

female, dan feminin. Feminis diartikan sebagai isu dan kedudukan politik,

femaleness (wanita) diartikan sebagai fisikal atau biologi, dan feminity

(kewanitaan) diartikan sebagai tingkah laku yang diinginkan oleh masyarakat.

Menurut Endaswara (2013:154) menyatakan bahwa feminisme mencoba

mengurai dan mensistensikan sebuah persamaan dan perbedaan gender. Manusia

diciptakan berbeda antara perempuan dan laki-laki, karenanya karya sastra yang

13
dihasilkanpun berbeda. Tujuan dari feminisme adalah meningkatkan kedudukan

dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan derajat laki-laki.

Menurut Ratna (2010:184) dalam pengertian luas feminisme adalah gerakan kaum

wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan disubordinasikan

dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan

ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya.

Menurut Djajanegara (2000:51) jika kedudukannya sebagai seorang istri

atau ibu, di dalam suatu masyarakat tradisional dia akan dipandang menepati

kedudukan yang inferior atau lebih rendah dari pada kedudukan laki-laki, karena

tradisi menghendaki dia berperan sebagai orang yang hanya mengurus rumah

tangga dan tidak layak mencari nafkah sendiri. Nilai-nilai inilah yang menjadi

penyebab utama kedudukan dan derajat kaum wanita menjadi rendah. Nilai-nilai

ini menghambat perkembangan wanita untuk menjadi wanita seutuhnya.

Sikana (2005:290-297) menyatakan bahwa kritik sastra feminisme

memiliki beberapa aspek, diantaranya:

a) Aspek biologi, yaitu kaum lelaki selalu memandang biologi wanita hanya

dengan bahan tontonan, alat penglahiran anak dan alat pemuas nafsu. Di

dalam aspek biologi ini, ciri-ciri penting wanita jarang disentuh oleh

penulis lelaki. Penulis lelaki biasanya melihat biologi wanita dari

kecantikan wajah, bentuk badannya, rambutnya, fisiknya, pergaulan

seorang wanita yang dapat memikat hati seorang lelaki. Sedangkan penulis

wanita lebih mementingkan hal-hal sepertipenyakit berbahaya yang

14
menyerang kaum wanita seperti buah dada, kelamin, dan hal-hal yang

mengenai tanggung jawab seorang wanita dalam berumah tangga,

masyarakat, dan negara.

b) Aspek psikologi, yaitu aspek yang mementingkan psikologi atau kejiwaan

dalam karya sastra yang digambarkan oleh pengarangmemaluli psikologi

perwatakan dalam suatu karya, ini termasuk pemikiran watak (tokoh),

tekanan, perasaan, citra rasa, imigasi, dan keinginan watak (tokoh).

c) Aspek sosial yaitu aspek yang menitikberatkan khususnya oleh golongan

feminis untuk menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara sosial kaum

lelaki dan sosial kaum wanita apabila dicerminkan ke dalam sebuah karya.

2.1.2 Aspek Sosial

Menurut Sikana (2005:295) Aspek sosial yaitu aspek yang

menitikberatkan khususnya pada perbedaan antara sosial kaum laki-laki dan sosial

kaum wanita. Beberapa aspek sosial terbagi menjadi tiga bagian yaitu, proses

sosialisasi, tugas sosial dan kelas sosial.

2.1.2.1 Proses Sosialisasi

Proses Sosialisasi memiliki perbedaan berdasarkan kaum lelaki dan

wanita. Berdasarkan proses sosialisasi wanita sangat berhak mendapatkan

didikan, pendidikan, pekerjaan dan pergaulan. Menurut Sikana (2005:295)

proses sosialisasi ialah proses pembelajaran formal atau tidak formal yang

dialami oleh semua individu dari kecil sampai tua. Maka dari itu

pendidikan seorang wanita formal maupun tidak formal dapat

15
membedakan citra seorang wanita. Didikan juga dapat membedakan

tingkah laku dan kesopanan seorang wanita.

Contoh kutipan relevan aspek sosial khususnya proses sosialisasi

pada skripsi wirandina (2020:126)

Dewi Ayu, yang telah membungkuk memandangi jalanan, berbalik


dan menyandarkan punggungnya ke dinding truk, dan seketika ia
menyadari beberapa perempuan di atas truk itu ia kenal dengan
baik. Bebrapa tetanggannya, dan beberapa yang lain bahkan teman-
teman sekolahnya. Mereka memiliki kehidupan sosial yang cukup
akrab. Jika kau anak-anak, kau akan terus nyaris setiap sore di
teluk untuk berenang. Jika kau telah remaja, kau akan bertemu di
kamar dansa atau bioskop dan komidi. Jika kau sudag dewasa,
kalian akan bertemu di rumah bola. (Kurniawan, 2016:265)

Dari kutipan relevan novel dalam skripsi diatas dapat diketahui

proses sosialisasi tokoh wanita dalam novel. Dewi Ayu yang memiliki

sifat keras kepala dan kasar, menunjukkan bahwa ia mampu memiliki

kehidupan sosial yang cukup akrab dengan teman-temannya dari ia kecil

sampai ia dewasa. Dari kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Dewi Ayu

menjadi sosok yang menyenangkan bagi temannya Jenny. Cara bicara

Dewi Ayu yang ceplas ceplos mampu mencairkan suasana walau dalam

keadaan menyedihkan.

2.1.2.2 Tugas Sosial

Aspek Sosial wanita selanjutnya yaitu tugas sosial. Sikana

(2005:296) menyatakan bahwa, apabila seorang gadis telah menikah maka

ia memiliki tugas sebagai seorang istri. Bertanggungjawab untuk

16
menjamin kebahagiaan dalam rumah tangga walaupun suaminya juga

tidak terkecuali dalam aspek ini. Tidak hanya dalam berumah tangga tugas

sosial juga menggambarkan sosial dalam bermasyarakat. Koentjaraningrat

dalam (Kurniawan, 2012: 4-5) menyatakan bahwa sosiologi merupakan

disiplin ilmu tentang kehidupan masyarakat yang objek kajiannya

mencakup fakta sosial, defenisi sosial, dan prilaku sosial yang

menunjukkan hubungan interaksi sosial dalam suatu masyarakat.

sedangkan masyarakat sendiri adalah sekumpulan manusia yang saling

berinteraksi, memiliki adat istiadat, norma-norma, hukum, serta antara

yang mengatur semua pola tingkah laku, terjadi kontinuitas dalam waktu.

Contoh kutipan relevan aspek sosial khususnya tugas sosial pada

skipsi wirandina (2020:64)

Di siang hari ia mengurus anak-anak itu sebagimana seorang ibu


umumnya. Ia mengirimkan anak-anak itu kesekolah terbaik,
bahkan mengirimkannya ke surau untuk belajar mengaji pada Kyai
Jahro. “mengapa mereka tak boleh jadi pelacur,” katanya pada
Mirah, “kecuali atas keinginan mereka.” (Kurniawan, 2016:104)

Berdasarkan kutipan relevan pada novel di atas menunjukkan tugas

sosial tokoh wanita Dewi Ayu tugasnya sebagai seorang ibu. Ia

memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anaknya mulai dari

memili sekolah terbaik dan ia juga mengirim anak-anaknya ke surau

untuk mengaji. Sebagai seorang ibu kita tidak hanya ingin memiliki anak

yang cuman pintar saja tetapi kita juga ingin memiliki anak yang soleh

dan solehah tau akan ajaran agama dan pintar mengaji.

17
2.1.2.3 Kelas Sosial

Aspek sosial wanita yang terakhir ialah kelas sosial yang memiliki

kriteria tertentu, seperti kelas bawahan, menengah dan atas. Sama halnya

dengan pendapat Sikana (2005:296-297) bahwa kelas sosial kaum wanita

terbagi menjadi dua kelas sosial yaitu kelas sosial berkerja dan tidak

berkerja. Kriteria-kriteria tersebut sangat berkaitan dengan pemikiran dan

tindakan para wanita untuk memancarkan citra dan menentukan taraf

seorang wanita dalam kelas sosial. Penetapan kelas sosial biasanya dibagi

atas dasar jenis kelamin, ras, jenis pekerjaan, dan sebagainya. Sependapat

dengan Soekanto dan Budi (2015:105) kelompok sosial adalah atas dasar

kekerabatan, usia, seks, dan kadang-kadang atas dasar perbedaan

pekerjaan atau kedudukan. Dengan itu dapat diartikan bahwa penentuan

derajat seseorang bergantung pada hubungan dengan keanggotaan

kelompok sosial tertentu sehingga terdapat kemauan-kemauan tertentu

pula sebagai anggota suatu kelompok sosial.

Contoh kutipan relevan aspek sosial khususnya kelas sosial pada

skipsi wirandina (2020:67)

Ia segera menemui Mama Kalong, tahu dengan pasti perempuan itu


akan selalu menjadi penolong bagi siapapun, dan berkata
sejujurnya. “Mama, pinjami aku uang. Aku mau membeli rumahku
kembali,” katanya.
Bagaimana, Mama Kalong selalu memperhitungkan uang dari segi
bisnisnya yang paling baik. “dari mana kau bisa membayar?”
tanyanya. “Aku punya harta karun,” jawab Dewi Ayu. “Sebelum
perang aku menimbun seluruh perhiasan nenekku di tempat yang
tak seorang pun akan mengetahuinya kecuali aku dan Tuhan.”

18
“Jika Tuhan mencurinya?”
“Aku akan kembali padamu jadi pelacur, untuk bayar hutangku.”
(Kurniawan: 2016:101)

Dari kutipan relevan dalam novel Cinta Itu Luka, kedudukan kelas

sosial Dewi Ayu berada di kelas terendah. Sebagai kelas yang tidak

disukai wanita manapun. Dewi Ayu dengan sifat egonya demi

mendapatkan rumahnya kembali, menjadikan dirinya sendiri sebagai

jaminan untuk meminjam uang dari Mama Kalong. Sehingga dengan

keegoan dari sifatnay ia akhirnya terjerat dalam dunia gelap dan harus rela

jika dia harus kembali berkerja sebagai pelacur seumur hidupnya.

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan. Sebagai pedoman penelitian,

penulis menggunakan beberapak penelitian relevan. Nuraini Astria Yasmin tahun

2016 berjudul “Analisis Feminisme dalam Novel Ibuk karya Setyawan”, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau. Permasalahannya: 1)

bagaimana aspek feminisme yang terdapat dalam novel Ibuk karya Setyawan?

Teori yang ia gunakan adalah teori Gazali (1980), Ahmadi (2003), Sikana (2005),

Lubis (2009), Shaleh (2009), Sujanto (2012). Metode yang digunakan dalam

penelitian adalah metode deskriptif kualitatf. Hasil penelitiannya penulis

menyimpulkan bahwa pemikiran Tinah (Ibuk) yang berusaha menjadi lebih baik,

mandiri, mengedepankan pendidikan, menggangap kesulitan sebagai perjuangan.

Persamaan penelitian ini dengan penulis lakukan yaitu sama-sama mengkaji

19
feminisme pada tokoh perempuan dalam novel. Sedangkan perbedaannya antara

penulis dan penelitian terdahulu terlihat pada novel dan masalah penelitiannya.

Penelitian relevan selanjutnya oleh Musrifah pada tahun 2018. Karya ini

dipublikasi pada jurnal Ilmiah Lingua Franca, Vol VI, No 1, Februari 2018.

Permasalahan dalam penelitian ini: 1) bagaimanakah perjuangan tokoh perempuan

dalam novel Sepenggal Bulan Untukmu karya Zhaenal Fanani? 2) bagaimana

ketidakadilan tokoh perempuan dalan novel Sepenggal Bulan Untukmu karya

Zhaenal Fanani? Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan

sosiologi, mimetik, dan feminis. Tujuan penelitian ini 1) mendeskripsikan

Perjuanganperempuan dalam persamaan hak pendidikan 2) mendeskripsikan

perjuangan perempuan dalam persamaan hak sipil 3) mendeskripsikan perjuangan

perempuan dalam persamaan hak ekonomi pada novel sepenggal Bulan Untukmu

karya Zhaenan Fanani.

Hasil penelitian ini adalah bentuk perjuangan tokoh perempuan pada novel

Sepenggal Bulan Untukmu karya Zhaenal Fanani dalam memperjuangkan haknya,

meliputi (1) hak dalam bidang pendidikan berupa perjuangan utuk memperoleh

pendidikan yang tinggi, perjuangan memajukan dunia pendidikan (2) perjuangan

dalam hal sipil meliputi perjuangan memperoleh hak memilih keputusan,

berpendapat, hak milik, dan hak berorganisasi (3) hak dalam memperoleh

kesejahteraan dengan cara ikut adil dalam berekonomian. Penelitian ini sama-

sama meneliti mengenai feminisme. Perbedaanya ialah objek yang diteliti dan

masalahnya.

20
Penelitian relevan selanjutnya oleh Alfian Rokhmansyah, dkk dengan

judul “Ketidakadilan Gender terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Genduk

karya Sundari Mardjuki” dalam jurnal Ilmu Budaya, Vol 2, No 2, April 2018.

Masalah yang ditelitinya adalah mengenai (1) Analisis Ketidakadilan Gender pada

Tokoh Perempuan (2) Analisis Penyebab Ketidakadilan Gender pada Tokoh

Perempuan. Teori yang digunakan Sugihastuti dan Suharto (2002), Nurgiantoro

(2013), Djajanegara (2000), Fakih (2013), Mardjuki (2016). Hasil dari jurnal yang

ditulis Alfian Rokhmansya yaitu (1) Bentuk ketidakadilan Gender dalam Tokoh

Perempuan dalam novel Genduk karya Sundari Mardjuki adalah: ketidak adilan

yang dialami tokoh perempuan berupa marginalisasi perempuan, yaitu Genduk

terlahir sebagai keluarga kurang mampu karena kelaurga yang tidak mempunyai

ayah membuat Genduk termaginalkan dari kalangan masyarakat. sedangkan tokoh

perempuan selanjutnya yaitu Yung ketidakadilan yang dialaminya saat ayahnya

mengusing Yung dari rumah dan menghapus dari kartu keluarga Dulmukti dan ia

sedikitpun tidak mendapatkan hak harta warisan dari kelaarga ayahnya, sehingga

Yung semakin tersingkirkan dari ekonomi yang layak.

Masalah penelitian selanjutnya (2) Penyebab ketidakadilan Gender yang

dialami oleh Genduk yaitu disaat Kaduk melecehkan atau merendahkan Genduk

dengan memegang tanganya, mencium, bahkan memegang dadanya. Sedangkan

penyebab ketidakadilan Gender pada Yung adalah disaat Yung tidak bisa

mendapatkan restu dari orang tuanya untuk menikah dengan lelaki pilihanya,

sehingga Yung memilih untuk meninggalkaan rumah karena ayahnya mengusir

Yung sehingga ia tidak mendapatkan warisan ladang tembakau ataupun emas

21
permata. Penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian yang dilakukan Alfian

Rokhmansyah tentunya memiliki persamaan dan perbedaan. Persamannya adalah

sama-sama meneliti tentang feminisme yaitu tokoh perempuan dalam novel

perbedannya adalah aspek yang diteliti dan novel yang berbeda.

Penelitian selanjutnya, oleh Dewi Ratna Sari dengan judul “Feminisme

dalam Novel Jeda dalam Koma karya Padma Alina” Skripsi FKIP Universitas

Islam Riau tahun 2020. Masalah yang ditelitinya adalah (1) Bagaimana analisis

feminisme aspek biologi dalam novel Jeda dalam Koma karya Padma Alina?

(2) Bagaimana analisis feminisme aspek pisikologi dalam novel Jeda dalam

Koma karya Padma Alina? (3) Bagaimana analisis feminisme aspek sosial dalam

novel Jeda dalam Koma karya Padma Alina? Dewi Ratna sari menggunakan teori

Sikana (2005). Hasil skripsi yang diteliti oleh Dewi Ratna Sari adalah (1)

menganalisis dan mendeskripsikan aspek biologi dalam novel Jeda dalam Koma

karya Padma Alina. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif tanpa

menggunakan hitungan dan dengan cara menganalisis. Berdasarkan penelitian

yang dilaakukan Dewi Ratna Sari aspek biologi yang terdapat peda penelitiannya

salah satunya yaitu perempuan cantik digambarkan dengan berdandan berlebihan

dan suka mengumbar kulit putihnya dengan memakai baju terbuka. Sedangkan

dalam aspek psikologi terlihat dari pemikiran watak (tokoh) wanita dari emosi

Rifka yang kesal terhadap Vino karena dia merasa tidak dihargai sebagai kekasih.

Rifka berfikir bahwa Vino tidak memikirkan perasaannya karena sudah empat

hari Vino tidak memberi kabar dan menemuinya. Aspek yang terakhir yaitu aspek

22
sosial salah satunya yaitu dari tokoh Rifka terlihat sedang megerjakan kewajiban

sebagai perempuan untuk membantu emaknya menyiapkan makan malam.

Penelitian yang penulis lakukan ternyata mempunyai persamaan dan

perbedaan dalam penelitian yang dilakukan oleh Dewi Ratna Sari, persamaannya

terdapat pada penelitian sama-sama mengkaji mengenai Feminisme perbedaannya

adalah pada objek penelitian.

Penelitian relevan selanjutnya Puspita Yenny, dengan judul “Kajian

Feminisme dalam Novel Cinta 2 kodi karya Asma Nadia” dalam jurnal Kredo:

Ilmiah Bahasa dan Sastra tahun 2021 No. 2 Vol.3, PBSI FKIP Universitas PGRI

Palembang. Permasalahan mengkaji mengenai: 1) aspek ekonomi yang terdapat

dalam novel Cnta 2 Kodi karya Asma Nadia menunjukkan bahwa perempuan

mampu memiliki pekerjaan layaknya seperti laki-laki. Hal ini disebabkan karena

anggapan masyarakat bahwa kaum laki-laki adalah pencari nafkah untuk istri dan

anaknya. Laki-laki pun beranggapan memang sudah menjadi kewajiban

perempuan untuk berkerja mengatur urusan rumah tangga, seperti membersihkan

rumah, mencuci baju, masak, merawat anak dan kewajiban melayani suami

(Arivia dalam Wiyatmi, 2021). Selanjutnya aspek pendidikan penelitian ini

menunjukan bahwa perempuan tidak memiliki kesempatan yang sama dengan

laki-laki dalam arti perempuan tidak diberi kebebasan untuk melanjutkan

pendidikan yag layak seperti laki-laki.

23
2.3 Kerangka Konseptual

Menurut (Noor, 2011) menyatakan bahwasanya kerangka berfikir

merupakan model konseptual mengenai bagaimana satu teori berhubungan di

antara berbagai faktor yang telah didefinisikan penting terhadap masalah

penelitian. Dalam penelitian, penulis harus menguraikan konsep atau variabel

dalam kerangka berpikir secara terperinci. Dalam menguraikan kerangka berfikir,

peneliti bukan hanya sekedar memfokuskan pada variabel penelitian saja tetapi

harus menghubungkan juga dengan konsep penelitian dalam kerangka yang lebih

luas lagi. Oleh karena itu, pada setiap penyusunan paradigma penelitian

didasarkan pada kerangka berpikir.

Novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya


Ameylia Falensia

Feminisme

1. Proses Sosial
2. Tugas Sosial
3. Kelas sosial

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan kerangka konseptual di atas diambil dari teori Feminisme

yang dikemukakan oleh Sikana (2005:295). Penelitian ini mengkaji feminisme

aspek sosial dalam novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia

24
Falensia. Penulis meneliti tiga aspek yang meliputi (1) proses sosialisasi, (2) tugas

sosial, dan (3) kelas sosial dalam novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya

Ameylia Falensia.

25
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan, Jenis, dan Metode Penelitian

3.1.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian tentang “Kajian Feminisme Aspek Sosial novel Sepasang Luka

yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia” menggunakan pendekatan

kualitatif. Dalam hal ini Mulyadi (2011:133) penelitian kualitatif menekankan

pada makna dan pemahaman dari dalam, penalaran, definisi suatu situasi tertentu,

lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Pendekatan kulitatif ini lebih baik jika dilakukan dengan objek yang kecil atau

relatif terbatas, sebab pendekatan ini digambarkan dengan jelas segala sesuatu

yang berhubungan dengan kualitas sampai pada pembagian terkecil.

3.1.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian kepustakaan

(library research), maksudnya penulis mencari data kepustakaan baik itu dari

buku teori kesusatraan, buku sastra (novel) maupun buku non sastra yang

dijadikan rujuan atau teori yang relevan berhubungan dengan watak tokoh.

Sejalan dengan Sumarta (2013:12) bahwa penelitian perpustakaan adalah

penelitian yang dilakukan di kamar kerja penelitian atau ruangan perpustakaan,

sehingga peneliti memperoleh data dan informasi tentang objek telitian lewat

buku-buku atau berbagai alat audiovisual. Arifin (dalam Dalman, 2013:47)

26
menyatakan bahwa jenis penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara

mengumpulkan data keterangan mengenai permasalahan yang akan dibahas.

3.1.3 Metode Penelitian

Penelitian Kajian Feminisme dalam novel Sepasang Luka yang Berakhir

Duka karya Ameylia Falensia menggunakan metode deskriptif. Menurut Soejono

(2015:23) metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecah masalah

yang diselidiki dengan menggambarkan/melukis keadaan objek/subjek penelitian

(seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saaat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Sejalan dengan Semi

(2012:30) penelitian deskriptif artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau

gambar-gambar, bukan bentuk angka-angka.

3.2 Data dan Sumber Data

3.2.1 Data

Data pada penelitian ini adalah frasa, klausa, kata dan paragraf yang

mengandung feminisme dalam aspek sosial (proses sosialisasi, kelas sosial dan

tugas sosial) dalam novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia

Falensia.

3.2.2 Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Novel

Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia. Novel ini

diterbitkan pada bulan Agustus 2021 (cetakan kedua) oleh Loveable. Novel

27
dengan tebal 278 halaman ini merupakan sastra fiksi. Data penelitian ini berupa

kutipan-kutipan novel yang berkaitan dengan kritik feminisme khususnya aspek

sosial.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam pengumpulan data

untuk penelitian ini adalah teknik hermeneutik. Hamidy (2003:24) menyatakan

“Teknik hermeneutik adalah teknik membaca, catat dan simpulkan”. Teknik

hermeneutik dalam penelitian ini adalah untuk mempelajari naskah maupun kajian

sastra yang menelaah novel. Teknik ini diterapkan dengan cara (1) membaca

novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia berulang kali,

(2) mencatat hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti setiap kali membaca novel Sepasang Luka yang

Berakhir Duka karya Ameylia Falensia, (3) catatan-catatan yang telah diperoleh

dibaca ulang dan disimpulkan sebagai data yang berkaitan dengan masalah

penelitian.

3.4 Teknik Analisis Data

Setelah seluru data terkumpul, penelitian ini menggunakan teknik analisi

isi. Krippendorff (1993:15) menyatakan “Analisis isi adalah suatu teknik

penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data

dengan memperhatikan konteksnya”. Maka teknik yang peneliti gunakan untuk

menganalisis data dalam penelitian ini dengan melaksanakan langkah-langkah

sebagai berikut:

28
3.4.1 Mengelompokkan data secara keseluruahan pada novel Sepasang Luka

yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia sesuai dengan masalah

penelitian, untuk menentukan prinsip sosiologi dalam novel.

3.4.2 Menganalisi novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia

Falensia sesuai dengan permasalahan penelitian dan teori-teori yang

relevan

3.4.3 Menginterprestasikan data yang telah dianalisis dalam novel novel

Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia

3.4.4 Menarik kesimpulan sesuai dengan penelitian yaitu prinsip sosiologi.

3.5 Teknik Keabsahan Data

Uji keabsahan data perlu sekali dilakukan agar data dalam penelitian dapat

dipertanggungjawabkan sebagai penelitian yang ilmiah. Dalam penelitian ini

keabsahan data yang yang digunakan adalah teknik trianggulasi. Menurut

Moleong (2007:330) triangulasi ialah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai perbandingan terhadap data itu. Penelitian ini akan dilakukan triangulasi

dengan teori, sejalan dengan yang dikemukakan oleh lincoin dan Guba (dalam

Moleong, 2007:331) berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa

derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Agar terjaga keobjektivitasan

penelitian dilakukan pula triangulasi kepada pembaca khusus, terutama pembaca

korektor yaitu pembimbing penelitian. Maka penelitian ini dapat dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

29
1. Memerlukan teori (penjelasan) perbandingan sebagai upaya pengecekan aspek

sosial yang meliputi proses sosialisasi, tugas sosial, dan kelas sosial tokoh

perempuan dalam novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka.

2. Memeriksa dengan berbagai sumber

3. Memanfaatkan berbagai metode agar pemeriksaan kepercayaan data dapat

dilakukan.

30
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Untuk mengetahui feminisme aspek sosial dalam Novel Sepasang Luka

yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia, peneliti terlebih dahulu

mendeskripsikan data dan cara pengarang mengungkapkan feminisme aspek

sosial dalam novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia

yang meliputi proses sosialisasi, tugas sosial dan kelas sosial. Berikut penelitian

memaparkan deskripsi dari novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya

Ameylia Falensia.

Tabel 1 Deskripsi Data Aspek Sosial dalam Novel Sepasang Luka yang

Berakhir Duka karya Ameylia Falensia

Aspek Sosial
Data
No
Proses Tugas Kelas
Sosialisasi Sosial Sosial
1. Semenjak papanya menikah lagi dengan ibu ✓
Nilam, satu per satu masalah terus
berdatangan menghampiri dirinya, mulai
dari masalah keluarga, sekolah, bahkan
hingga pacarnya. “Gue gak kenapa-kenapa,
Prima.” Lengkara mencoba tersenyum tipis,
upaya agar terhindar dari recokan Prima.
“Gue paling Cuma butuh istirahat dikit gara-
gara sekarang kebanyakan begadang untuk
belajar.”. (Falensia, 2021:13)
2. ”Tapi bokap lo berlebihan kalau harus ✓
menuntut lo seratus di tiap pelajaran. Mulai
dari tugas harian, tugas kelompok, ulangan
harian, semua-semuanya pokoknya.”

31
Lengkara kembali menantap sahabat yang
duduk di sebelahnya itu. “Gue yakin, gue
bisa dapetin nilai sempurna kalau berusaha
lebih keras lagi,” ucapannya mencoba
meyakinkan dirinya sendiri.. (Falensia,
2021:13)
3. ”Nilai kayak gini gimana mau dipamerin ke ✓
papa kamu!” Nina menyodorkan kertas
ulangan Fisika. Bertuliskan nilai 75 dengan
keterangan tuntas ke Lengkara, lalu
menggosokkannya kasar ke wajah gadis itu.
“Kamu mau kita diinjak-injak sama keluarga
baru papa kamu itu!?” (Falensia, 2021:21)

4. Nina merobek-robek kertas ulangan itu. ✓


“Mama udah susah-susah nyariin guru les
yang bagus buat kamu! Nilai kamu
bukannya naik, yang ada malah anjlok
kayak gini!” (Falensia, 2021:21)
5. “NILAM! NILAM! NILAM!” teriak Kara ✓
muak. “KENAPA HARUS NILAM?!”
Gadis itu tak terima. Ia merasa tidak adil
diperlakukan seperti ini. Kenapa dirinya
seperti seonggok daging yang tidak
memiliki harga dihadapan siapapun. “Gak
di sekolah, gak di rumah, semua bahas
Nilam! Semua pilih Nilam!” ucapan
Lengkara membuat Nina terdiam seribu
bahasa. Gads itu kembali mengingatkan
bagaimana Masnaka memperlakukan Nilam
layaknya seorang ratu. Bagaimana papanya
sangat menajaga seorang Nilam, dan
bagaimana mamanya sangat mendambakan
seorang Nilam. (Falensia, 2021:22)
6. “Kara kapan, ma? Kara kapan dapetin ✓
semua perhatian dan kasih sayang kalian?
Apa yang selama ini kara lakukan belum
bisa muasin seluruh ekspektasi mama dan
papa?”. Ucap gadis itu frustasi. “Kalau
emang gini, kenapa harus sejahat ini sama
Kara. Kalau emang nilai kara turun...” Gadis
itu menjeda kalimatnya untuk mengatur
napas yang memburu. Ia menutup mata,
membuat semua air mata yang tertampung
di sana berjatuh. “semangatin Kara, ma”
(Falensia, 2021:23)

32
7. Nina terdiam dengan air mata yang ✓
mengucur dari kedua matanya. “Bahkan
setelah ini, kara masih harus berhadapan
sama papa buat ngebahas nilai Kara yang
turun. Kara takut Ma... Kara takut besok
pagi badan Kara sakit karena kena pukul
papa.” Air mata gadis itu menunjukkan
seberapa tersiksanya ia selama ini. (Falensia,
2021:23)
8. ”Mama seharusnya ngedukung Kara!” ✓
Lengkara melempar tas yang sedari tadi ia
peluk erat di depan tubuhnya ke lantai.
“Bukan malah ikutan nyiksa Kara kayak
gini!”.
“DIAM KAMU!”
Nina kembali melempar piring ke arah Kara,
dan lemparan kali ini tepat sasaran. Piring
itu mengenai wajah Kara, sebelum akhirnya
jatuh ke lantai dan pecah. Rasa sakit
menjalar di wajah gaids itu, terutama di
bagain tulang pipi kirinya. (Falensia,
2021:23)
9. “Gue buat salah dikit, udah dimaki-maki, ✓
dipukul, dilempari barang.” Lengkara
tersenyum pahit. “Gak kayak lo, mau buat
kesalahan sebesar apa pun pasti bakal
dimaklumin.” Aslan menatap ragu
Lengkara. “Perasaan lo doang, kar.”
”Lo tau Mama dan Papa keras sama gue,
kak.” Lengkara menggeleng. “Gue salah
dikit, gue bakal habis. Gak sama kayak lo.
Gue ada Nilam sebagai pembanding. Kalah
dikit dari dia, kelar hidup gue.” Aslan
terdiam sejenak melihat ucapan adiknya itu.
(Falensia, 2021:24)
10. Gadis itu menepuk kedua pundak Aslan ✓
pelan. “Lo gak usah takut, gue bakal minta
maaf kok, sama mama.” Mengakhiri
ucapannya, gadis itu berjalan keluar dapur.
Namun langkahnya tiba-tiba terhenti. Ia
kembali menghadap ke Aslan dan menunjuk
pecahan beling yang tersebar di lantai. “Lo
gak usah bersihin lantainya, nanti gue yang
bersihin. Sekarang gue mau bersihin badan
gue dulu.” (Falensia, 2021:25)

33
11. Langkah laki-laki itu terhenti saat sampai di ✓
depan kamar. Ia melirik ke beberapa pekerja
dirumahnya yang ada di sana dan
menguping pertengkaran tadi. “bawa
barang-barang kara ke kamar saya”
(Falensia, 2021:29)
12. Lengkara memiliki ketakutan saat tidur ✓
sendiri. Dulu, ketika ia mencoba tidur di
kamar tanpa Aslan, Erik dan Nina tidak
pernah absen datang ke kamar hanya untuk
sekedar membangunkannya untuk belajar.
Mulai dari menarik tangannya paksa, sampai
mengguyur air ke wajahnya langsung ketika
gadis itu baru saja beristirahat. Maka dari itu
ketika tidur dalam pelukan Aslan, gadis itu
akan merasa nyaman dan sangat aman.
(Falensia, 2021:31)
13. Lengkara menatap Nilam yang sedari tadi ✓
memberikan tatapan remeh kearahnya.
“Ternyata selain nyokap lo, lo juga tukang
rebut milik orang lain ya nil?” Tatapan
meremehkan milik Nilam seketika berubah
menjadi pelototan tajam. Tangan gadis itu
terkepal kuat di sisi tubuhnya. (Falensia,
2021:33)
14. Gadis itu mengambil piring dan gelas ✓
sendiri, lalu menatanya di atas meja makan.
Karena sering datang ke sini, sepertinya
sudah menjadi kebiasaannya bertindak
seperti itu. (Falensia, 2021:39)
15 Lengkara tanpa sadar menghela napas ✓
panjang setelah kepergian guru pembimbing
itu. Seleksi kali ini akan jadi pembuktian
terhadap kedua orang tuanya. Ia tidak boleh
menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Ia
harus menang dari Nilam. Kalu ia berhasil
menghalahkan Nilam kali ini, maka Erik dan
Nina tidak akan menyiksanya lagi. Jadi, ia
harus lolos dengan cara apa pun. (Falensia,
2021:47)
16. “heh! Cabe-cabean ngapain lo?!” serang ✓
Nilam. Prima menatap Nilam tak percaya,
lalu kemudian tertawa keras. “Kalau gue
cabe-cabean lo apa sinting? Tante girang?”
(Falensia, 2021:48)

34
17. Mata Lengkara beralih menatap Nilam yang ✓
kini balas menatapnya datar. “kita lihat aja
nanti, apa sifat perebut milik nyokapnya itu
bakal turun ke dia juga.” Lengkara
tersenyum miring ketika melihat perubahan
raut wajah milik Nilam. (Falensia, 2021:48)
18. “Berita tentang kamu yang curang dengan ✓
membakar esai Nilam sudah tersebar.” Bu
Dinda berujar pelan. Api dilawan api tidak
akan pernah selesai. “Ibu menyayangkan
tindakan kamu, kara. Padahal tanpa curang,
ibu yakin kamu bisa lolos.” (Falensia,
2021:58)
19. “Abis gue!” Gadis itu berjalan cepat. Ia pun ✓
meremas rambutnya. “gue harus ngomong
apa sama papa?!” kali ini, Erik pasti tak
akan mempercayainya lagi, ia pasti akan
dipukul lagi, ia pasti akan dibiarkan dalam
kamar mandi lagi. (Falensia, 2021:59)
20. Tangan Sekala naik memperbaiki rambut ✓
Lengkara yang berantakan. “Gue gak tau
masalah lo apa, kar. Dan gue juga gak bakal
maksa lo cerita kalau hal ini emang berat
buat lo.”
“kalau lo butuh sesuatu, lo bisa ngandelin
gue,” lanut Skala, yang kini mengusap
lambut kepala gadis itu. “Gue cuman mau
bilang, selain Naka, lo juga punya gue.
(Falensia, 2021:59)
21. Tubuh Lengkara terhempas kuat ke lantai. ✓
Ketika Lengkara memasuki rumah sepulang
sekolah tadi, ia langsung saja diseret ke
ruang kerja Erik. Dapat dilihat kilatan
amarah dari mata pria paruh baya itu.
Lengkara hanya bisa meringis kesakitan
sambil memanggil pelan nama Aslan.
"Kak Aslan ...," panggil gadis itu lemah.
"KENAPA?!" Erik menggebrak meja
kerjanya, membuat buku yang berada di
sudut meja tersenggol dan jatuh ke lantai.
"Dari adik kamu saja,kamu kalah!" Pria
paruh baya itu berjalan mendekat ke arah
Lengkara setelah Setelah melempar tubuh
gadis itu ke lantai. “Apa yang bisa saya
banggakan dari kamu!? Tidak ada yang bisa
saya banggakan!” Erik menoyor kepala anak

35
perempuan itu. “TIDAK ADA
LENGKARA!” Tangannya begitu ringan
melayangkan pukulan kembali ke kepala
Lengkara. (Falensia, 2021:60)
22. Namun kali ini, gadis itu menepisnya kuat. ✓
“iya pa! Gak ada!” dengan wajah merah
padam. “gak ada yang bisa papa banggain
dari Kara, karena sampai kapan pun Kara
berusaha, sampai mana pun Kara berjuang,
itu semua gak akan pernah berharga di mata
papa! Semua medali dan penghargaan yang
Kara dapat gak pernah bisa bikin papa
puas!” (Falensia, 2021:60)
23. Bisa dirasakan air yang menggenang di ✓
pelupuk matanya setetes air mata kemudian
jatuh tanpa permisi. Namun, langsung ia
usap dengan kasar menggunakan punggung
tangannya. “Gak Kar, lo gak boleh nangis,”
ucap menguatkan diri. “lo gak boleh lemah.”
(Falanesia, 2021:61-62)
24. Tangan-tangan kecilnya gemetaran ✓
mencengkeram kuat sisi wastafel. “kalau lo
lemah, para bajingan itu bakal nginjak-
nginjak lo lebih dari ini. Angkat kepala lo
dan buat para bajingan itu tunduk sama lo.”
Gadis itu menggeram marah. (Falensia,
2021:61)
25. Dinda kembali menghela napas pelan. ✓
“Kakak kamu sudah menjelaskan semuanya.
Kemarin, dia menyelidiki kasus ini”
Lengkara melirik ke arah kakaknya itu.
“yang membakar esai Nilam itu ternyata
bukan kamu”
“emang.” Lengkara memotong ucapannya.
“Kara,” tegus Aslan. Guru itu kembali
berbicara, “Asisten rumah tangga di rumah
kalian yang sudah dengan tidak sengaja
membakar esai Nilam yang tercecer di
depan teras rumah kalian” (Falensia,
2021:65)
26. Mata Lengkara mulai berkaca-kaca. “Emang ✓
lo gak nyadar apa yang lo buat itu bikin gue
sakit, ka? Lo yang ngebela dia lo yang selalu
percaya sama dia, lo yang selalu nomor
satuin dia. Itu membuat gue sakit, Ka. Gak
di rumah, gak di sekolah semua sama saja,

36
selalu Nilam.” (Falensia, 2021:70)

27. “Berani kamu sama saya?!” sonya ✓


memegang pipinya yang kebas karena
tamparan Lengkara. Gadis itu terkekeh geli.
“Lo pikir, gue takut sama lo?!” tanya gadis
itu, kepalanya menggeleng kecil. “Gue gak
pernah takut sama jalang kayak lo!”
(Falensia, 2022:88)
28. “Papa terlalu sibuk dengan keluarga baru ✓
papa! Papa sibuk mengurus dua parasit ini!”
Gadis itu menenkan kata “parasit” di
hadapan dua perempuan itu. Erik pun
berdecaj marah. Wajahnya semakin merah
padam. “saya tidak pernah megajarkan kamu
berbicara kasar seperti itu, Kara!” bentak
Erik. Lengkara menatap papanya itu dengan
tatapan tidak percaya. “semua yang Kara
katakan itu belajarnya dari papa!” (Falensia,
2021:92)
29. “Egoisan mana sama papa? Sejak papa ✓
menikah lagi, papa gak pernah
memperhatiin kara!” Ia berlahan berdiri,
walau dengan nyeri di punggungnya. “Apa
pernah papa nanya keadaan Kara gimana?
Gak pernah kan pa? (Falensia, 2021:92)
30. Erik terdiam melihat air maya yang mengalir ✓
di pipi Lengkara. Untuk pertama kalinya, ia
melihat gadis itu menangis. “Gue pengen
jadi Nilam, yang makan doang udah
dibilang rajin!” lanjut Lengkara di tengah air
matanya. “Gue gak bisa tidur nyenyak
karena tekanan yang lo dan mama kasih!” Ia
menarik napas panjang. “Gue selalu
kepikiran luka apa yang bakal gue dapat
kalau nilai gue turun? Sakit apa yang bakal
gue dapat kalau gue gak lebih dari Nilam?!”
lanjut Lengkara dengan suara yang
terdengar semakin pilu (Falensia, 2021:94)
31. “Gue berusaha, ka! Gue berusaha untuk ✓
pertahanin apa yang gue punya, tapi gue
selalu gagal. Nilam selalu berhasil
ngedapatin apa yang jadi milik gue! Bokap
gue, rumah gue, kehangatan keluarga gue,
baju gue, kamar gue bahkan lo bisa direbut
dengan begitu mudahnya dari gue!”

37
“dan itu ngebuat gue gila, Masnaka!”
Lengkara menarik kerah baju laki-laki itu.
(Falensia, 2021:114)
32. Afni menarik Masnaka masuk ke dalam ✓
pelukannya. Bisa ia rasakan betapa sedih
putranya saat ini. Pelukan itu membuat
pertahanan Masnaka runtuh. Air mata dan
rasa sesak yang sedari tadi ia tahan, kini
diluapkan begitu saja di bahu bundanya.
(Falensia, 2021:116)
33. “Bunda.... bantu kakak. Kakak sayang sama ✓
Kara.” Laki-laki itu merasa gila karena
ketidakberdayaannya. “Kamu sudah
berjuang, kak.” Afni menghapus air
matanya. “Bunda gak mau badan kamu
penuh luka untuk yang kesekian
kalinyagara-gara bodybuard papa Kara.”
(Falensia, 2021:117)
34. “Lo semua harus tau!” teriak gadis itu. Ia ✓
mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
“seberapa busuknya saudari tiri gue ini!”
Lengkara kembali menatap tajam Nilam.
“Dia tinggal ngomong yang gak-gak ke
bokap gue, dan setelah itu gue bakal disiksa
habis-habisan sama bokap gue!” (Falensia,
2021:126)
35. “jelaskan semuanya kar. Ibu harap kamu ✓
jujur.” Lenkgara menaikan pandangannya
menatap mata bu Rani. “Bukan aku yang
ngedorong Nilam, dia loncat sendiri, Bu”
“Bohong!” seorang siswi datang menerobos
ke dalam ruang guru. Semua mata tertuju ke
arahnya. “saya ngelihat dengan mata kepala
saya sendiri kalau Kara yang ngedorong
Nilam dari lantai dua.” Ia adalah Triska,
teman kelas Lengkara. Anaknya teladan,
pendiam dan tidak memiliki banyak teman.
Lengkara menatap tak percaya ke gadis itu.
(Falensia, 2021:144)
36. Triska terdiam sejenak mendengar ancaman ✓
Lengkara. Gadis itu mengertakkan
gerahamnya, lalu mendengus geli. “cari
sampai lo dapat, kar. Gak ada yang bisa lo
buktiin karena emang lo pelakunnya.”
“Bukan gue bajingan!” sebuah tawa geli
terdengar di telinga Lengkara. Gadis itu

38
langsung terdiam. Dengan segera ia menoleh
ke sumber suara ke arah prima yang duduk
di antara Geo dan Deo. “maling mana mau
ngaku!” (Falensia, 2021:150)

37. Semua meja dan kursi terguling. Tapak meja ✓


guru pun sudah tak lagi berada di atas meja,
kain itu sudah menjadi lap di lantai. Sampah
bertebaran di mana-mana. Papan tulis juga
penuh dengan kalimat tuduhan dan juga
hinaan.
PSIKOPAT!
MONSTER!
MANUSIA RENDAHAN!
MATI LO!
PARASIT!
SAMPAH!
Dan berbagai kata kotor lainnya yang lebih
parah. Lengkara dengan cepat mengambil
penghapus papan tulis, lalu menghapus
semua tulisan tidak menyenangkan itu.
Gadis itu mencoba mengatur napasnya.
Suara tepukan dari arah pnitu kelas
membuat gadis itu menoleh. (Falensia,
2021:154)
38. Brak! ✓
Tubuh Lengkara didorong hingga terperosok
jatuh ke lantai.
“Akh!”
Gadis itu memekik. Kepalanya sakit
mengenai sudut lancip meja. Gadis itu bisa
merasakan kulit bagian pelipisnya robek
saar menyentuh sudut meja. “keluar dari
sekolah ini, tolol!”
“Lo benar-benar gak punya malu, ya?”
(Falensia, 2021:158)
39. “Kenapa nangis sayang?” suara serak Nina ✓
yang baru saja bangun membuat Lengkara
mengangkat kepalanya. Nina menaikkan
sebelah alis ketika mendapati putrinya
berderai air mata. “Jangan nangis, Mama di
sini.” Wanita itu mengulurkan tangan, lalu
menarik Lengkara agar lebih dekat ke
dirinya. (Falensia, 2021:163)

39
40. “kamu dan Aslan baik-baik, ya, di rumah,” ✓
ucap Nina. Lengkara mengganguk-anggukan
kepalanya sebagai balasan. “Iya.” “Jangan
berantem, kalian, kan, saudara, saling jaga,
ya.” Lengkara kembali mengangguk
membuat air mata yang menggenag di
matanya kembali terjatuh. Nina pun
tersenyum. Ia menarik-menarik Lengkara
masuk dalam pelukannya. (Falensia,
2021:163)
41. Nina tersenyum senang mendengar jawaban ✓
Lengkara. “Wah, pintar anak Mama!” Ia
langsung menarik Lengkara masuk kembali
kedalam pelukkannya. “Pertahanin, ya,
Kara,” pinta wanita itu. “Iya, Kara akan
mempertahanin.” “Iya, harus wajib! Biar
papa kamu tahu kalau kamu lebih pantas
dibanding anak baru papa kamu itu.”
(Falensia, 2021:164)
42. “Kamu bakalan masuk di universitas usulan ✓
papa kamu, kan?” Aslan mengganguk pelan.
“Iya.” “Bagus.” Nina memeluk tubuh tegap
anaknya itu. “Kamu gak usah bantah
perkataan papa kamu, ya? Sekarang dia
satu-satunya yang bisa kita andalkan.” Nina
mengusap pelan punggung Aslan. “Kalau
kamu udah sukses, kamu bebas ngelakuin
apa yang kamu mau, sayang. Sekarang,
cukup ikutin semua apa yang papa kamu
mau.” (Falensia, 2021:201)
43. Ketika salah seorang polisi mengeluarkan ✓
borgol, Erik pun langsung berdiri dari kursi
kerjanya. “Apa-apaan kalian?!” pria itu
menghindari polisi yang ingin
memborgolnya. “Dia itu gila!” bentak Erik
sambil menunjuk-nunjuk Nina. “Iya aku
memang gila!” teriak Nina membuat
ruangan kembali hening. “Dan kamu
penyebabnya!” (Falensia, 2021:218)

44. Nina mengenggam kuat jari-jemari Aslan. ✓


“setelah membuatku gila, kamu juga ingin
membuat kara gila?! Kamu kamu bahkan
tidak pantas disebut binatang karena kamu
lebih rendah dari itu!” (Falensia, 2021:218)

40
45. “Kakak seharusnya sayang dong dengan diri ✓
kakak, dengan tubuh kakak.” Afni tak kuasa
lagi menahan air matanya. Perlahan, ia ikut
tenggelam dalam perasaan sesak yang sama
dengan yang Masnaka rasakan. “Jangan
diiris-iris kayak dulu lagi, kak…” sejenak
keheningan menyelimuti runag kamar itu,
hanya suara detik jam yang dapat terdengar.
(Falensia, 2021:224)
46. Afni ikut terisak dan memeluk tubuh ✓
anaknya itu. “kalau kamu ngerasa Tuhan
gak sayang sama kamu, gak papa. Di sini
ada Bunda yang sayang sama kamu.”
Wanita itu menjauhkan tubuhnya dari
Masnaka, dan meraih lengan kiri anaknya
itu. “Bunda percaya kamu kuat, kak. Bunda
yakin, semua masalah yang Tuhan kasih ke
kamu, bisa kamu lewati. Jangan pernah lupa
ada Bunda di samping kamu. Bunda akan
selalu ngebantu kamu.” Afni menarik napas.
“Kamu harus ingat, ada Bunda yang rela
mati buat kamu. Percaya sama Bunda, kak.”
(Falensia, 2021:225)

4.1.2 Analisis Data

Di bawah ini peneliti menganalisi data feminism dalam novel Sepasang

Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia yang berkaitan dengan aspek

sosial berdasarkan proses sosialisasi, tugas sosial, dan kelas sosial. Menurut

Sikana (2005:279) feminism ialah perjuangan kaum perempuan untuk

mendapatkan status yang sama dengan lelaki dam meminta hak-hak yang telah

lama dipinggirkan oleh sejarah.

Sesuai dengan deskripsi data, data feminism aspek sosial ditemukan

sebanyak 46 data. Aspek sosial berdasarkan proses sosialisasi sebanyak 14 data

yakni 1, 7, 9, 12, 19, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, dan 43. Aspek sosial

41
berdasarkan tugas sosial sebanyak 20 data yakni 2, 4, 6, 8, 10, 11, 14, 15, 18, 20,

25, 32, 33, 39, 40, 41, 42, 44, 45, dan 46. Aspek sosial berdasarkan kelas sosial

sebanyak 12 data yakni 3, 5, 13, 16, 17, 21, 31, 34, 35, 36, 37, dan 36. Berikut

penjelasan aspek sosial berdasarkan proses sosialisasi, tugas sosial, dan kelas

sosial dalam novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia.

4.1.2.1. Aspek Sosial Berdasarkan Proses Sosialisasi

Berdasarkan proses sosialisasi seorang wanita berhak mendapatkan

didikan, pendidikan, pekerjaan dan pergaulan. Menurut Sikana (2005:295)

“porses sosialisasi ialah proses pembelajaran formal atau tidak formal yang

dialami oleh semua individu dari kecil sampai tua”. Proses sosialisasi merupakan

proses rangkaian kegiatan ataupun cara yang didapatkan seseorang dengan

masyarakat tempat ia berinteraksi secara formal (resmi) ataupun tidak formal yang

merubah perilaku dan kecakapan yang ia dapat setelah melalui proses sosialisasi

tersebut.

Dari keseluruhan data yang di dapat, data proses sosialisasi tokoh wanita

dalam novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia terdapat

14 data, berikut analisisnya:

Data (1)
Semenjak papanya menikah lagi dengan ibu Nilam, satu per satu masalah
terus berdatangan menghampiri dirinya, mulai dari masalah keluarga,
sekolah, bahkan hingga pacarnya. “Gue gak kenapa-kenapa, Prima.”
Lengkara mencoba tersenyum tipis, upaya agar terhindar dari recokan
Prima. “Gue paling Cuma butuh istirahat dikit gara-gara sekarang Falensia
kebanyakan begadang untuk belajar.”. (Falensia, 2021:13)

42
Berdasarkan kutipan data (1), menunjukan adanya aspek proses sosialisasi

yang dialami oleh Lengkara. Lengkara adalah seorang wanita yang selalu

mendapatkan masalah mulai dari keluarga hingga di sekolah. Sikana (2005:295)

menyatakan proses sosialisasi ialah proses pembelajaran individu dari kecil

hingga tua. Hal ini dialaminya semenjak papanya menikah lagi dengan ibunya

Nilam. Apa hubungan masalah yang dialami Lengkara dengan pernikahan

papanya dengan ibu Nilam?. Hubungannya adalah dikarenakan papanya tidak lagi

berpihak kepada Lengkara dan semenjak kedatangan Nilam dikeluarganya ia

merasa dibeda-bedakan. Semenjak papanya menikah dengan ibu Nilam ia selalu

bermasalah dan masalah itu dibuat oleh Nilam saudara tirinya Lengkara. Proses

sosialisasi yang dialami oleh Lengkara membuat tingkah laku Lengkara menjadi

tidak sopan kepada papanya. Ia selalu ingin membela dirinya yang tidak bersalah

dan yang selalu ditindas oleh papanya.

Data (7)
Nina terdiam dengan air mata yang mengucur dari kedua matanya.
“Bahkan setelah ini, kara masih harus berhadapan sama papa buat
ngebahas nilai Kara yang turun. Kara takut Ma... Kara takut besok pagi
badan Kara sakit karena kena pukul papa.” Air mata gadis itu
menunjukkan seberapa tersiksanya ia selama ini. (Falensia, 2021:23)

Berdasarkan kutipan data (7), menunjukan adanya aspek proses sosialisasi

seorang Lengkara. Sikana (2005:295) menyatakan bahwa, berdasarkan proses

sosialisasi seorang wanita boleh meliputi soal didikan, pendidikan, pekerjaan dan

pergaulan. Oleh itu, pendidikan formal dan tidak formal dapat membezakan citra

seorang wanita. Lengkara mendapatkan didikan dari papanya, seperti ia membuat

43
suatu kesalahan atau mendapatkan nilai rendah ia pasti akan selalu di pukuli oleh

papanya. Setiap hal ini terjadi pasti Lengkara selalu merasakan ketakutan karena

iya pasti bakalan selalu dipukuli oleh papanya dan ia merasakan betapa

tersiksanya ia selama ini. Jika orang tua memberikan didikan seperti ini kepada

anak maka suatu saat tingkah laku dan kesopanan anak akan berubah menjadi

anak yang pendendam atau bisa saja suatu saat ia melawan karena tidak tahannya

dipelakukan seperti itu terus.

Data (9)
“Gue buat salah dikit, udah dimaki-maki, dipukul, dilempari barang.”
Lengkara tersenyum pahit. “Gak kayak lo, mau buat kesalahan sebesar apa
pun pasti bakal dimaklumin.” Aslan menatap ragu Lengkara. “Perasaan lo
doang, kar.”
”Lo tau Mama dan Papa keras sama gue, kak.” Lengkara menggeleng.
“Gue salah dikit, gue bakal habis. Gak sama kayak lo. Gue ada Nilam
sebagai pembanding. Kalah dikit dari dia, kelar hidup gue.” Aslan terdiam
sejenak melihat ucapan adiknya itu. (Falensia, 2021:24)

Berdasarkan kutipan data (9), menunjukan adanya aspek proses sosialisasi

tokoh wanita dalam novel. Sikana (2005:295) menyatakan bahwa, berdasarkan

proses sosialisasi seorang wanita boleh meliputi soal didikan, pendidikan,

pekerjaan dan pergaulan. Oleh itu, pendidikan formal dan tidak formal dapat

membezakan citra seorang wanita.Kutipan ini menjelaskan bahwa Lengkara

memiliki sifat yang keras kepala dan sangat kuat. Dikarenakan ia dididik keras

oleh orang tuanya. Ia selalu dimaki-maki, dipukul, dilempari barang jika membuat

kesalahan dan ia selalu dibandingi oleh Nilam yang merupakan saudara tirinya.

Lengkara memiliki kehidupan sosial dalam keluarga yang amat keras. Dari

kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Lengkara menajdi sosok wanita yang

44
sangat kuat dan pendendam dikarenkan selalu dibedakan kepada Nilam dan

kakaknya.

Data (12)
Lengkara memiliki ketakutan saat tidur sendiri. Dulu, ketika ia mencoba
tidur di kamar tanpa Aslan, Erik dan Nina tidak pernah absen datang ke
kamar hanya untuk sekedar membangunkannya untuk belajar. Mulai dari
menarik tangannya paksa, sampai mengguyur air ke wajahnya langsung
ketika gadis itu baru saja beristirahat. Maka dari itu ketika tidur dalam
pelukan Aslan, gadis itu akan merasa nyaman dan sangat aman. (Falensia,
2021:31)

Berdasarkan kutipan data (12), menujukan adanya aspek proses sosialisasi

tokoh wanita seorang Lengkara. Sikana (2005:295) menyatakan bahwa,

berdasarkan proses sosialisasi seorang wanita boleh meliputi soal didikan,

pendidikan, pekerjaan dan pergaulan. Oleh itu, pendidikan formal dan tidak

formal dapat membezakan citra seorang wanita. Kutipan di atas Lengkara selalu

diperlakukan oleh papa dan ibu tirinya untuk belajar dan saat Lengkara mencoba

untuk tidur, papa dan ibu tirinya tidak pernah absen untuk datang membangunkan

Lengkara agar belajar. Lengkara dibangunkan secara paksa mulai ditarik

tangannya hingga menguyurkan air ke wajah Lengkara padahal Lengkara baru

saja beristirahat. Proses sosialiasi seperti ini membuat Lengkara menjadi takut

untuk tidur sendiri sehingga ia sangat membutuhkan kakaknya buat bisa tidur

nyenyak karena kakaknya tidak pernah di didik oleh papa dan ibu tirinya seperti

itu dan papanya tidak pernah kasar sama sekali padanya ketika aslan berada

didekatnya. Saat bersama kakaknya, papa dan ibu tirinya tidak akan

membangunkan Lenkgara secara paksa lagi untuk belajar.

45
Data (19)

“Abis gue!” Gadis itu berjalan cepat. Ia pun meremas rambutnya. “gue
harus ngomong apa sama papa?!” kali ini, Erik pasti tak akan
mempercayainya lagi, ia pasti akan dipukul lagi, ia pasti akan dibiarkan
dalam kamar mandi lagi. (Falensia, 2021:59)

Berdasarkan kutipan data (19), menunjukan adanya aspek proses

sosialisasi yang di alami oleh Lengkara. Sikana (2005:295) menyatakan bahwa,

berdasarkan proses sosialisasi seorang wanita boleh meliputi soal didikan,

pendidikan, pekerjaan dan pergaulan. Oleh itu, pendidikan formal dan tidak

formal dapat membezakan citra seorang wanita. Karena didikan Erik, Lengkara

sering dipukuli jika membuat suatu kesalahan. Sehingga, disaat Lengkara terkena

masalah ia merasa ketakutan akan di pukuli dan ketakutan tidak dipercaya oleh

Papanya karena sebuah kesalahan yang telah dilakukan oleh Lengkara.

Data (22)
Namun kali ini, gadis itu menepisnya kuat. “iya pa! Gak ada!” dengan
wajah merah padam. “gak ada yang bisa papa banggain dari Kara, karena
sampai kapan pun Kara berusaha, sampai mana pun Kara berjuang, itu
semua gak akan pernah berharga di mata papa! Semua medali dan
penghargaan yang Kara dapat gak pernah bisa bikin papa puas!”
(Falensia, 2021:60)

Berdasarkan kutipan data (22), menunjukan adanya aspek proses

sosialisasi yang di alami oleh Lengkara. Sikana (2005:295) menyatakan bahwa,

berdasarkan proses sosialisasi seorang wanita boleh meliputi soal didikan,

pendidikan, pekerjaan dan pergaulan. Oleh itu, pendidikan formal dan tidak

formal dapat membezakan citra seorang wanita. Erik mendidik Lengkara untuk

46
menjadi seorang anak yang sempurna, harus mendapatkan nilai sempurna dan

mendapatkan prestasi lainnya. Tetapi karena proses sosialisasi ini Lengkara

menjadi anak yang pendendam dan melawan kepada orang tuanya. Lengkara

menjadi seperti itu karena papanya yang selalu tidak puas atas pencapaian

Lengkara. Walaupun Lengkara memiliki medali, penghargaan tetap tidak

membuat papanya puas. Hal ini yang membuat Lengkara sangat marah kepada

papanya.

Data (23)
Bisa dirasakan air yang menggenang di pelupuk matanya setetes air mata
kemudian jatuh tanpa permisi. Namun, langsung ia usap dengan kasar
menggunakan punggung tangannya. “Gak Kar, lo gak boleh nangis,” ucap
menguatkan diri. “lo gak boleh lemah.” (Falanesia, 2021:61-62)

Berdasarkan kutipan data (23), menunjukan adanya aspek proses

sosialisasi yang dialami oleh Lengkara. Sikana (2005:295) menyatakan bahwa,

berdasarkan proses sosialisasi seorang wanita boleh meliputi soal didikan,

pendidikan, pekerjaan dan pergaulan. Oleh itu, pendidikan formal dan tidak

formal dapat membezakan citra seorang wanita. Erik selalu memperlakukan

Lengkara dan Nilam secara tidak adil. Lengkara selalui di banding-bandingkan

dengan Nilam. Lengkara selalu di pandang buruk dan jahat oleh papanya sendiri.

Sehingga ia selalu mendapatkan perlakuan kekerasan. Hal ini membuat Lengkara

selalu menangis dan menguatkan diri sendiri. Ia harus kuat dan tidak boleh lemah.

47
Data (24)

Tangan-tangan kecilnya gemetaran mencengkeram kuat sisi wastafel.


“kalau lo lemah, para bajingan itu bakal nginjak-nginjak lo lebih dari ini.
Angkat kepala lo dan buat para bajingan itu tunduk sama lo.” Gadis itu
menggeram marah. (Falensia, 2021:62)

Berdasarkan kutipan data (24), menunjukan adanya aspek proses

sosialisasi yang dialami oleh Lengkara. Sikana (2005:295) menyatakan bahwa,

berdasarkan proses sosialisasi seorang wanita boleh meliputi soal didikan,

pendidikan, pekerjaan dan pergaulan. Oleh itu, pendidikan formal dan tidak

formal dapat membezakan citra seorang wanita. Erik selalu memperlakukan

Lengkara dan Nilam secara tidak adil. Lengkara selalui di banding-bandingkan

dengan Nilam. Lengkara selalu di pandang buruk dan jahat oleh papanya sendiri.

Sehingga ia selalu mendapatkan perlakuan kekerasan. Hal ini membuat Lengkara

menjadi seorang yang memiliki sifat pendendam terhadap orang-orang yang telah

menyakitinya, termasuk papanya sendiri. Ia tidak memperdulikan siapa orangnya

sekalipun orang tuanya ia sudah tidak tahan diperlakukan atau dididik seperti itu.

Data (27)
“Berani kamu sama saya?!” sonya memegang pipinya yang kebas karena
tamparan Lengkara. Gadis itu terkekeh geli. “Lo pikir, gue takut sama
lo?!” tanya gadis itu, kepalanya menggeleng kecil. “Gue gak pernah takut
sama jalang kayak lo!” (Falensia, 2022:88)

Berdasarkan kutipan data (27), menunjukan adanya aspek proses

sosialisasi yang dialami seorang Lengkara. Sikana (2005:295) menyatakan bahwa,

berdasarkan proses sosialisasi seorang wanita boleh meliputi soal didikan,

48
pendidikan, pekerjaan dan pergaulan. Oleh itu, pendidikan formal dan tidak

formal dapat membezakan citra seorang wanita. Erik selalu memperlakukan

Lengkara dan Nilam secara tidak adil. Lengkara selalui di banding-bandingkan

dengan Nilam. Lengkara selalu di pandang buruk dan jahat oleh papanya sendiri.

Sehingga ia selalu mendapatkan perlakuan kekerasan. Karena hal ini, membuat

Lengkara menjadi muak kepada ibu tirinya juga. Ia menjadi seorang anak yang

pemarah dan pendendam. Lengara tidak takut untuk menampar ibu tirinya di

khalayak orang ramai. Karena Lengkara telah di tuduh oleh ibu tirinya mendorong

Nilam ke kolam berenang. Hal ini membuat Lengkara tidak terima dan menampar

ibu tirinya tersebut. Lengkara juga telah berani menyebut ibu tirinya dengan

sebutan Jalang.

Data (28)
“Papa terlalu sibuk dengan keluarga baru papa! Papa sibuk mengurus dua
parasit ini!”
Gadis itu menenkan kata “parasit” di hadapan dua perempuan itu. Erik pun
berdecak marah. Wajahnya semakin merah padam. “saya tidak pernah
megajarkan kamu berbicara kasar seperti itu, Kara!” bentak Erik. Lengkara
menatap papanya itu dengan tatapan tidak percaya. “semua yang Kara
katakan itu belajarnya dari papa!” (Falensia, 2021:92)

Berdasarkan kutipan data (28), menunjukan adanya aspek proses

sosialisasi yang di alami seorang Lengkara. Sikana (2005:295) menyatakan

bahwa, berdasarkan proses sosialisasi seorang wanita boleh meliputi soal didikan,

pendidikan, pekerjaan dan pergaulan. Oleh itu, pendidikan formal dan tidak

formal dapat membezakan citra seorang wanita. Erik selalu memperlakukan

Lengkara dengan kasar, mulai dari kasar terhadap fisik maupun kasar terhadap

49
kata-kata. Hal ini membuat Lengkara menjadi seorang yang berani berkata kasar

juga terhadap siapapun. Tanpa terkecuali kepada keluarganya sendiri

Data (29)
“Egoisan mana sama papa? Sejak papa menikah lagi, papa gak pernah
memperhatiin kara!” Ia berlahan berdiri, walau dengan nyeri di
punggungnya. “Apa pernah papa nanya keadaan Kara gimana? Gak pernah
kan pa? (Falensia, 2021:92)

Berdasarkan kutipan data (29), menunjukan adanya aspek proses

sosialisasi Lengkara. diketahui porses sosialisasi tokoh wanita adalah Lengkara

yang memiliki sifat mandiri menunjukkan bahwa ia mampu memiliki kehidupan

sosial yang cukup tidak adil baginya. Semenjak papanya menikah lagi, ia tidak

pernah diperhatikan lagi oleh papanya dan tidak diperdulikan lagi walaupun nyeri

dipunggungnya tetap saya papanya tidak peduli. Ia merasa cukup mandiri selama

papanya menikah lagi, karena yang selalu di perhatikan selalu ditanyakan adalah

Nilam yang merupakan saudara tirinya padahal Nilam bukannya anak kandung

papanya. Sikana (2005:295) menyatakan bahwa, berdasarkan proses sosialisasi

seorang wanita boleh meliputi soal didikan, pendidikan, pekerjaan dan pergaulan.

Oleh itu, pendidikan formal dan tidak formal dapat membezakan citra seorang

wanita.

Data (30)
Erik terdiam melihat air mata yang mengalir di pipi Lengkara. Untuk
pertama kalinya, ia melihat gadis itu menangis. “Gue pengen jadi Nilam,
yang makan doang udah dibilang rajin!” lanjut Lengkara di tengah air
matanya. “Gue gak bisa tidur nyenyak karena tekanan yang lo dan mama
kasih!” Ia menarik napas panjang. “Gue selalu kepikiran luka apa yang
bakal gue dapat kalau nilai gue turun? Sakit apa yang bakal gue dapat

50
kalau gue gak lebih dari Nilam?!” lanjut Lengkara dengan suara yang
terdengar semakin pilu (Falensia, 2021:94)

Berdasarkan kutipan data (30), menunjukan adanya aspek proses

sosialisasi wanita yaitu tokoh Lengkara, ia menjadi seorang yang menyedihkan

dan berani membela diri karena didikan yang diberikan oleh orang tuanya selama

ini. Sikana (2005:295) menyatakan bahwa, berdasarkan proses sosialisasi seorang

wanita boleh meliputi soal didikan, pendidikan, pekerjaan dan pergaulan. Oleh itu,

pendidikan formal dan tidak formal dapat membezakan citra seorang wanita.Ia

selalu ditekankan dan di asingkan. Ia harus selalu mendapatkan luka setiap ia

mendapatkan nilai turun atau jelek. Ia selalu mendapatkan luka juga jika ia tak

lebih dari Nilam. Sedangkan Nilam makan saja sudah di sebut rajin. Proses

sosialisasi seperti ini membuat Lengkara merasa muak jika berada salam rumah.

Ia merasa dunia tidak berpihak padanya.

Data (43)

Ketika salah seorang polisi mengeluarkan borgol, Erik pun langsung


berdiri dari kursi kerjanya. “Apa-apaan kalian?!” pria itu menghindari
polisi yang ingin memborgolnya. “Dia itu gila!” bentak Erik sambil
menunjuk-nunjuk Nina. “Iya aku memang gila!” teriak Nina membuat
ruangan kembali hening. “Dan kamu penyebabnya!” (Falensia, 2021:218)

Berdasarkan kutipan data (43), menunjukan adanya aspek proses

sosialisasi wanita yaitu tokoh Nina, ia menjadi seorang yang menyedihkan dan

terkenanya gangguan mental karena perlakuan yang diberikan oleh suaminya.

Sikana (2005:295) menyatakan bahwa, berdasarkan proses sosialisasi seorang

wanita boleh meliputi soal didikan, pendidikan, pekerjaan dan pergaulan. Oleh itu,

51
pendidikan formal dan tidak formal dapat membezakan citra seorang wanita.

Selama berumah tangga Nina selalu ditekankan dan mendapatkan perlakuan

kekerasan oleh suaminya. Ia harus selalu mendapatkan luka jika melakukan

kesalahan. Karena hal tersebut membuat Nina terkena gangguan mental sehingga

mengakibatkan Nina harus dikirim ke Rumah Sakit Jiwa.

4.1.2.2. Aspek Sosial Berdasarkan Tugas Sosial

Tugas sosial merupakan suatu peran wanita di dalam kehidupannya.

Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apabila seseorang gadis telah menikah

maka ia memiliki tugas sebagai seorang istri. Bertanggungjawab untuk

menjaminn kebahagiaan dalam rumah tangga walaupun suaminya tidak terkecuali

dalam aspek ini. Tugas sosial istri senantiasa menjaga kepentingan suaminya dan

dirinya sendiri. Selain tugas sosial, dia tugas bertanggungjawab untuk menjaga

anak-anak dan mendidiknya dengan sempurna. Tugas sosial ibu bertukar pula

menjadi seorang nenek apabila anaknya yang berumah tangga mulai melahirkan

anak. Tidak hanya dalam rumah tangga, tugas sosial juga menggambarkan sosial

dalam bermasyarakat.

Tugas sosial wanita pada novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya

Ameylia Falensia terdapat 20 data, berikut analisisnya:

Data (2)
”Tapi bokap lo berlebihan kalau harus menuntut lo seratus di tiap
pelajaran. Mulai dari tugas harian, tugas kelompok, ulangan harian,
semua-semuanya pokoknya.” Lengkara kembali menantap sahabat yang
duduk di sebelahnya itu. “Gue yakin, gue bisa dapetin nilai sempurna
kalau berusaha lebih keras lagi,” ucapannya mencoba meyakinkan dirinya
sendiri. (Falensia, 2021:13)

52
Berdasarkan kutipan data (2), menunjukan adanya aspek tugas sosial

sebegai seorang anak yaitu Lengkara. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa,

tugas sosial sebagai istri bertanggung jawab menjamin kebahagiaan dalam rumah

tanggawalaupun suaminya juga tidak terkecuali dalam aspek ini. Aspek sosial ini

bukan hanya istri, ibu dan nenek saja yang memilikinya, tetapi seorang anak

perempuan juga memiliki tugas untuk menjamin kebahagian dan tidak membuat

kecewa orang tuanya. Hal ini ditunjukkan dari sikap Lengkara yang berusaha

selalu mendapatkan nilai seratus agar papanya tidak memarahinya. Lengkara

dituntut oleh papanya agar selalu mendapatkan nilai terbaik di sekolah. Sebagai

seorang anak tugas Lengkara harus mengikuti kemauan papanya dan memberikan

kebahagiaan kepada papanya dengan mendapatkan nilai terbaik di sekolah, ia

berfikir bahwa orang tua pasti ingin selalu yang sempurna untuk anaknya.

Lengkara selalu berusaga lebih keras agar selalu mendapatkan nilai sempurna ia

mencoba untuk menyakinkan dirinya sendiri.

Data (4)
Nina merobek-robek kertas ulangan itu. “Mama udah susah-susah nyariin
guru les yang bagus buat kamu! Nilai kamu bukannya naik, yang ada
malah anjlok kayak gini!” (Falensia, 2021:21)

Berdasarkan kutipan data (4), menunjukan adanya aspek tugas sosial yaitu

Nina merupakan tugas sosial sebagai ibu bagi Lengkara. Sikana (2005:296)

menyatakan, apabila seorang gadis telah menikah maka ia memiliki tugas sebagai

seorang istri. Bertanggung jawab menjamin kebahagiaan dalam rumah tangga

walaupun suami juga tidak tekecuali dalam aspek ini. Begitu juga jika seorang

53
istri telah melahirkan mempunyai anak, maka ia memiliki tugas sebagai seorang

ibu untuk anaknya. Dikutipan ini Nina sebegai orang tua ia berusaha mencarikan

guru les untuk Lengkara agar Lengkara mendapatkan Nilai yang sempuran agar ia

tidak dimarahi dan dipukul oleh papanya. Nina tidak tega melihat anak gadisnya

selalu di pukui oleh papanya sehingga ia mencari guru les untuk Lengkara. Tetapi

Nina sangat kecewa ia merasa sia-sia telah mencari guru les untuk Lengkara

dikarenkaan lengkara masih mendapatkan Nilai yang tidak memuaskan dan Nina

khawatir ia diremehkan oleh keluarga baru papanya.

Data (6)
“Kara kapan, ma? Kara kapan dapetin semua perhatian dan kasih sayang
kalian? Apa yang selama ini kara lakukan belum bisa muasin seluruh
ekspektasi mama dan papa?”. Ucap gadis itu frustasi. “Kalau emang gini,
kenapa harus sejahat ini sama Kara. Kalau emang nilai kara turun...” Gadis
itu menjeda kalimatnya untuk mengatur napas yang memburu. Ia menutup
mata, membuat semua air mata yang tertampung di sana berjatuh.
“semangatin Kara, ma” (Falensia, 2021:23)

Berdasarkan kutipan data (6), menunjukan adanya aspek tugas sosial

seorang Lengkara sangat membutuhkan tugas sosial dari mamanya. Sikana

(2005:296) menyatakan bahwa, apa bila sudah melahirkan anak, tugas istri akan

lebih mencabar sebagai seorang ibu pula. Lengkara ingin mamanya memberikan

semangat dan didikan yang baik kepada dia yang merupakan anaknya. Disaat

anaknya merasakan frustasi terhadap kehidupan yang ia jalani ia membutuhkan

semangat dari seorang mama. Lengkara mendapatkan nilai turun dan ia hanya

membutuhkan semangat dari mamanya hanya itu yang ia inginkan dari tugas

sosial sebagai orang tua.

54
Data (8)
”Mama seharusnya ngedukung Kara!” Lengkara melempar tas yang sedari
tadi ia peluk erat di depan tubuhnya ke lantai. “Bukan malah ikutan nyiksa
Kara kayak gini!”.
“DIAM KAMU!”
Nina kembali melempar piring ke arah Kara, dan lemparan kali ini tepat
sasaran. Piring itu mengenai wajah Kara, sebelum akhirnya jatuh ke lantai
dan pecah. Rasa sakit menjalar di wajah gaids itu, terutama di bagain
tulang pipi kirinya. (Falensia, 2021:23)

Berdasarkan kutipan data (8), menunjukan adanya aspek tugas sosial

seorang ibu, Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apa bila sudah melahirkan

anak, tugas istri akan lebih mencabar sebagai seorang ibu pula.Lengkara

membutuhkan dukungan dari seorang Ibu yang merupakan tugas kelas seorang

ibu. Disaat papanya yang suka menyiksa Lengkara dan Lengkara ingin seorang

ibu yang menyemangati, menjamin kebahagiaan dan mendukung bukan malah

menyiksa Lengkara juga. Dengan yakin Nina melempari piring ke arah Kara dan

lemparannya tepat di sasaran yaitu pipinya Lengkara.

Data (10)
Gadis itu menepuk kedua pundak Aslan pelan. “Lo gak usah takut, gue
bakal minta maaf kok, sama mama.” Mengakhiri ucapannya, gadis itu
berjalan keluar dapur. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti. Ia kembali
menghadap ke Aslan dan menunjuk pecahan beling yang tersebar di lantai.
“Lo gak usah bersihin lantainya, nanti gue yang bersihin. Sekarang gue
mau bersihin badan gue dulu.” (Falensia, 2021:25)

Berdasarkan kutipan data (10), menunjukan adanya aspek tugas sosial

sebagai seorang anak. Dikutipan ini Lengkara akan meminta maaf karena telah

mengecewakan mamanya dan membuat mamanya menangis karena sifat

55
Lengkara yang tiba-tiba melawan perkataan mamanya. Lengkara juga akan

membersihkan lantai yang berlumur dengan kaca-kaca pecah yang telah dilempari

oleh mamanya. Walaupun Lengkara merasa sakit ia tetap akan melakukan tugas ia

sebagai seorang anak terhadap mamanya.

Data (11)
Langkah laki-laki itu terhenti saat sampai di depan kamar. Ia melirik ke
beberapa pekerja dirumahnya yang ada di sana dan menguping
pertengkaran tadi. “bawa barang-barang kara ke kamar saya” (Falensia,
2021:29)

Berdasarkan kutipan data (11), menunjukan adanya aspek tugas sosial

wanita sebagai bibi atau pembantu rumah tangga. Bibi tersebut di tugaskan untuk

membereskan rumah majikan dan mengikuti perintah para majikan dirumah

tersebut. Aslan memerintahkan pekerja rumahnya untuk membawa barang-barang

milik Lengkara ke kamarnya Aslan. Diarenakan kamar Lengkara telah direbut

oleh Nilam sehingga Lengkara harus mengalah karena papanya memaksa

Lengkara untuk memberi kamar tersebut.

Data (14)
Gadis itu mengambil piring dan gelas sendiri, lalu menatanya di atas meja
makan. Karena sering datang ke sini, sepertinya sudah menjadi
kebiasaannya bertindak seperti itu. (Falensia, 2021:39)

Berdasarkan kutipan data (14), menunjukan adanya aspek tugas sosial

Lengkara sebagai seorang kekasih Masnaka. Saat dirumah Masnaka ia membantu

Afni yang merupakan ibu dari Masnaka untuk mengambil piring dan gelas dan

56
menatanya di atas meja makan sebelum mereka makan bersama. Ini sudah

menjadi kebiasaan Lengkara jika main kerumah Masnaka. Ia juga mengambilkan

nasi ke piring masnaka. Jadi, tugas sosial wanita seorang Lengkara adalah

membantu ibu Masnaka di saat ia berada di rumah Masnaka. Hal ini membuat

Afni menyukai Lengkara sebagai seorang kekasih anaknya.

Data (15)
Lengkara tanpa sadar menghela napas panjang setelah kepergian guru
pembimbing itu. Seleksi kali ini akan jadi pembuktian terhadap kedua
orang tuanya. Ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Ia harus
menang dari Nilam. Kalu ia berhasil menghalahkan Nilam kali ini, maka
Erik dan Nina tidak akan menyiksanya lagi. Jadi, ia harus lolos dengan
cara apa pun. (Falensia, 2021:47)

Berdasarkan kutipan data (15), menunjukan adanya aspek tugas sosial

wanita yaitu Lengkara sebagai seorang anak. Sikana (2005:296) menyatakan

bahwa, apabila seorang gadis telah menikah maka ia memiliki tugas sebagai

seorang istri. Bertanggungjawab menjamin kebahagiaan dalam rumah tangga

walaupun suaminya juga tidak terkecuali dalam aspek ini. Bukan hanya itu

seorang anak perempuan juga memiliki tugas sosial untuk orang tuanya. Lengkara

mengikuti seleksi olimpiade di sekolahnya. Kesempatan ini tidak mau di sia-

siakan Lengkara untuk lolos. Ia ingin membuktikan kepada papanya bahwa ia bisa

lolos dan mengalahkan Nilam agar ia tidak lagi di siksa oleh papanya. Ia memiliki

tugas untuk mendapatkan nilai terbaik dan lolos mengikuti olimpiade agar orang

tuanya senang. Ia ingin memberikan kesenangan kepada orang tua dan

membuktikan bahwa ia tidak bodoh seperti yang dipikirkan oleh orang tuanya.

57
Data 18

“Berita tentang kamu yang curang dengan membakar esai Nilam sudah
tersebar.” Bu Dinda berujar pelan. Api dilawan api tidak akan pernah
selesai. “Ibu menyayangkan tindakan kamu, kara. Padahal tanpa curang,
ibu yakin kamu bisa lolos.” (Falensia, 2021:58)

Berdasarkan kutipan data (18), menunjukan adanya aspek kelas sosial.

Kelas sosial Lengkara di Lingkungan Sekolah merupakan kelas sedang, karena

Lengkara di anggap curang oleh guru dan teman-temannya. Sikana (2005:296)

menyatakan bahwa, kelas sosial kaum wanita dikategorikan berdasarkan kepada

kelas bawahan, menengah dan atasan. Lengkara di tuduh telah membakar esai

milik saudara tirinya sendiri. Sehingga guru dan teman-temannya kecewa dengan

Lengkara ia menyayangkan perbuatan Lengkara tersebut. Padahal Lengkara sama

sekali tidak ada membakar esai milik Nilam. Karena tuduhan ini membuat

Lengkara terjerat atau di cap seorang yang curang dalam olimpiade tersebut.

Sehingga ia harus menanggung malu berhadapan dengan teman-temannya dan

gurunya.

Data (20)
Tangan Sekala naik memperbaiki rambut Lengkara yang berantakan. “Gue
gak tau masalah lo apa, kar. Dan gue juga gak bakal maksa lo cerita kalau
hal ini emang berat buat lo.”
“kalau lo butuh sesuatu, lo bisa ngandelin gue,” lanut Skala, yang kini
mengusap lambut kepala gadis itu. “Gue cuman mau bilang, selain Naka,
lo juga punya gue. (Falensia, 2021:59)

Berdasarkan kutipan data (20). menunjukan adanya aspek tugas sosial

Skala sebagai seorang sahabat. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apabila

seoang gadis telah menikah maka ia memiliki tugas sebagai seorang istri.

58
Bertanggungjawab menjamin kebahagiaan dalam rumah tangga walaupun

suaminya juga tidak terkecuali dalam aspek ini. Bukan hanya itu seorang teman

juga memiliki tugas sosial bagi teman perempuannya. Di kutipan tersebut

memperlihatkan tugas Skala sebagai teman yang senantiasa selalu siap untuk

menjadi teman cerita Lengkara. Skala juga siap jika Lengkara membutuhkan

sesuatu ia siap membantu Lengkara. Sebagai seorang teman Skala tidak ingin

Lengkara menanggung kesedihan atau beban sendiri ia ingin meringankan beban

Lengkara dengan berbagai masalah yang telah Lengkara lewati. Tugas kelas sosial

sebagai seorang teman adalah berada disampingnya di saat senang maupun duka.

Data (25)
Dinda kembali menghela napas pelan. “Kakak kamu sudah menjelaskan
semuanya. Kemarin, dia menyelidiki kasus ini” Lengkara melirik ke arah
kakaknya itu. “yang membakar esai Nilam itu ternyata bukan kamu”
“emang.” Lengkara memotong ucapannya. “Kara,” tegus Aslan. Guru itu
kembali berbicara, “Asisten rumah tangga di rumah kalian yang sudah
dengan tidak sengaja membakar esai Nilam yang tercecer di depan teras
rumah kalian” (Falensia, 2021:65)

Berdasarkan kutipan data (25), menunjukan adanya aspek tugas sosial

Dinda sebagai seorang guru. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apabila

seoang gadis telah menikah maka ia memiliki tugas sebagai seorang istri.

Bertanggungjawab menjamin kebahagiaan dalam rumah tangga walaupun

suaminya juga tidak terkecuali dalam aspek ini. Bukan hanya itu, seorang guru

juga memiliki tugas sosial untuk siswanya. Tugas Dinda sebagai seorang guru, ia

ingin meluruskan atau membersihkan nama baik seorang siswanya yang telah

dituduh curang sebelumnya. Ia menjelaskan kepada Lengkara bahwa bukan

Lengkara yang membakar esai Nilam tetapi bibi dirumah mereka. Ternyata Aslan

59
menyelidiki kasus tersebut. Tetapi Lengkara sudah kecewa ia tidak mau lagi ikut

olimpiade tersebut. Sebagai seorang guru, Dinda berusaha memujuk siswanya

untuk menigkuti olimpiade tersebut karena menyayangkan kualitas Lengkara ia

seorang anak yang pintar dalam mata pelajar fisika. Ia ingin Lengkara mengikuti

olimpiade itu karena ia yakin siswanya itu pasti bisa memenangkan olimipiade.

Data (32)
Afni menarik Masnaka masuk ke dalam pelukannya. Bisa ia rasakan
betapa sedih putranya saat ini. Pelukan itu membuat pertahanan Masnaka
runtuh. Air mata dan rasa sesak yang sedari tadi ia tahan, kini diluapkan
begitu saja di bahu bundanya. (Falensia, 2021:116)

Berdasarkan kutipan data (32), menunjukan adanya aspek tugas sosial

seorang ibu. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apabila sudah melahirkan

anak, tugas isteri menjadi lebih mencabar sebagai seorang ibu pula. Selain tugas

isteri, dia juga bertanggungjawab untuk menjaga anak dan mendidiknya dengan

sempurna. Berdasarkan dari pernyataan diatas, Afni memiliki tugas sosial seorang

ibu bagi Masnaka. Afni memberikan pelukan hangat pada anaknya disaat anaknya

sedang sedih ia memberi pundak untuk anaknnya agar dapat meluapkan masalah

di bahunya.

Data (33)

“Bunda.... bantu kakak. Kakak sayang sama Kara.” Laki-laki itu merasa
gila karena ketidakberdayaannya. “Kamu sudah berjuang, kak.” Afni
menghapus air matanya. “Bunda gak mau badan kamu penuh luka untuk
yang kesekian kalinyagara-gara bodybuard papa Kara.” (Falensia,
2021:117)

60
Berdasarkan kutipan data (33), menunjukan adanya aspek tugas sosial

seorang ibu. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apabila sudah melahirkan

anak, tugas isteri menjadi lebih mencabar sebagai seorang ibu pula. Selain tugas

isteri, dia juga bertanggungjawab untuk menjaga anak dan mendidiknya dengan

sempurna. Berdasarkan dari pernyataan diatas, Afni memiliki tugas sosial seorang

ibu bagi Masnaka. Ia bertanggungjawab untuk menjaga anaknya dari serangan

bodyguard papa Lengkara. Ia juga menguatkan anaknya dan menghapus air mata

anaknya.

Data (39)

“Kenapa nangis sayang?” suara serak Nina yang baru saja bangun
membuat Lengkara mengangkat kepalanya. Nina menaikkan sebelah alis
ketika mendapati putrinya berderai air mata. “Jangan nangis, Mama di
sini.” Wanita itu mengulurkan tangan, lalu menarik Lengkara agar lebih
dekat ke dirinya. (Falensia, 2021:163)

Berdasarkan kutipan data (39), menunjukan adanya aspek tugas sosial

seorang ibu. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apabila sudah melahirkan

anak, tugas isteri menjadi lebih mencabar sebagai seorang ibu pula. Selain tugas

isteri, dia juga bertanggungjawab untuk menjaga anak dan mendidiknya dengan

sempurna. Berdasarkan dari pernyataan diatas, Nina memiliki tugas sosial seorang

ibu bagi Lengkara. Ia menguatkan anaknya dan tidak ingin anaknya merasa sedih

karena ada ia di samping Lengkara. Ia mencoba mengambil tangan Lengkara dan

mengulurkannya agar lebih dengat dengan dirinya dan berusaha untuk

menguatkan anaknya dari segala masalah yang tidak diketahui oleh Nina.

61
Data (40)

“kamu dan Aslan baik-baik, ya, di rumah,” ucap Nina. Lengkara


mengganguk-anggukan kepalanya sebagai balasan. “Iya.” “Jangan
berantem, kalian, kan, saudara, saling jaga, ya.” Lengkara kembali
mengangguk membuat air mata yang mengenang di matanya kembali
terjatuh. Nina pun tersenyum. Ia menarik-menarik Lengkara masuk dalam
pelukannya. (Falensia, 2021:163)

Berdasarkan kutipan data (40), menunjukan adanya aspek tugas sosial

seorang ibu. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apabila sudah melahirkan

anak, tugas isteri menjadi lebih mencabar sebagai seorang ibu pula. Selain tugas

isteri, dia juga bertanggungjawab untuk menjaga anak dan mendidiknya dengan

sempurna. Berdasarkan dari pernyataan diatas, Nina memiliki tugas sosial seorang

ibu bagi Lengkara dan Aslan. Nina memberikan didikan pada anaknya melalui

nasehat untuk saling menyayangi sesama saudara. Karena Nina dirawat jadi ia

tidak bisa menjaga anaknya sepenuhnya. Nina sangat bertanggung jawab pada

kedua anaknya dan ia tidak pernah membeda-bedakan antara Lengkara dan Aslan,

walaupun Lengkara hanyalah anak Angkat Nina.

Data (41)

Nina tersenyum senang mendengar jawaban Lengkara. “Wah, pintar anak


Mama!” Ia langsung menarik Lengkara masuk kembali kedalam
pelukkannya. “Pertahanin, ya, Kara,” pinta wanita itu. “Iya, Kara akan
mempertahanin.” “Iya, harus wajib! Biar papa kamu tahu kalau kamu lebih
pantas dibanding anak baru papa kamu itu.” (Falensia, 2021:164)

Berdasarkan kutipan data (41), menunjukan adanya aspek tugas sosial

seorang ibu. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apabila sudah melahirkan

62
anak, tugas isteri menjadi lebih mencabar sebagai seorang ibu pula. Selain tugas

isteri, dia juga bertanggungjawab untuk menjaga anak dan mendidiknya dengan

sempurna. Berdasarkan dari pernyataan diatas, Nina memiliki tugas sosial seorang

ibu bagi Lengkara dan Aslan. Nina selalu memberikan support untuk Lengkara

agar dapat mempertahankan nilai bagusnya agar papanya tidak membandingkan

Lengkara dengan Nilam. Ia juga memberikan pujian pada Lengkara saat

mendapatkan nilai bagus dan itu membuat Lengkara menjadi lebih semangat

dalam belajar.

Data (42)

“Kamu bakalan masuk di universitas usulan papa kamu, kan?” Aslan


mengganguk pelan. “Iya.” “Bagus.” Nina memeluk tubuh tegap anaknya
itu. “Kamu gak usah bantah perkataan papa kamu, ya? Sekarang dia satu-
satunya yang bisa kita andalkan.” Nina mengusap pelan punggung Aslan.
“Kalau kamu udah sukses, kamu bebas ngelakuin apa yang kamu mau,
sayang. Sekarang, cukup ikutin semua apa yang papa kamu mau.”
(Falensia, 2021:201)

Berdasarkan kutipan data (42), menunjukan adanya aspek tugas sosial

seorang ibu. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apabila sudah melahirkan

anak, tugas isteri menjadi lebih mencabar sebagai seorang ibu pula. Selain tugas

isteri, dia juga bertanggungjawab untuk menjaga anak dan mendidiknya dengan

sempurna. Berdasarkan dari data 42, Nina bertugas untuk menentukan jalan

anaknya dimasa yang akan data ng. Nina sebagai orang tua, ia ingin Aslan

mengikuti perintah Papanya agar setelah tamat kuliah Aslan bisa bebas ngelakuin

apa saja selagi ia ikuti perintah Papanya untuk saat ini. Nina tidak mau Anak-

63
anaknya di campakkan oleh Papanya setelah ia yang telah di campakkan karena

Nilam dan Ibunya.

Data (44)
Nina mengenggam kuat jari-jemari Aslan. “setelah membuatku gila, kamu
juga ingin membuat kara gila?! kamu bahkan tidak pantas disebut binatang
karena kamu lebih rendah dari itu!” (Falensia, 2021:218)

Berdasarkan kutipan data (44), menunjukan adanya aspek tugas sosial

seorang ibu. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apabila sudah melahirkan

anak, tugas isteri menjadi lebih mencabar sebagai seorang ibu pula. Selain tugas

isteri, dia juga bertanggungjawab untuk menjaga anak dan mendidiknya dengan

sempurna. Nina bertugas untuk menjaga anak-anaknya dari kejahatan yang telah

dilakukan oleh Erik selama ini. Ia tidak mau Kara gila karena perbuatan Erik,

cukup ia saja yang berasakan gila oleh perlakuan yang salam ini Erik perbuat.

Nina sangat marah karena Erik memperlakukan hal yang tak pantas kepada

putrinya. Bahkan Nina menyebut Erik tidak pantas disebut binatang karena Erik

lebih rendah dari itu.

Data (45)
“Kakak seharusnya sayang dong dengan diri kakak, dengan tubuh kakak.”
Afni tak kuasa lagi menahan air matanya. Perlahan, ia ikut tenggelam
dalam perasaan sesak yang sama dengan yang Masnaka rasakan. “Jangan
diiris-iris kayak dulu lagi, kak…” sejenak keheningan menyelimuti ruang
kamar itu, hanya suara detik jam yang dapat terdengar. (Falensia,
2021:224)

64
Berdasarkan kutipan data (45), menunjukan adanya aspek tugas sosial

seorang ibu. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apabila sudah melahirkan

anak, tugas isteri menjadi lebih mencabar sebagai seorang ibu pula. Selain tugas

isteri, dia juga bertanggungjawab untuk menjaga anak dan mendidiknya dengan

sempurna. Afni memiliki tugas seorang ibu untuk menjaga Masnaka dan

mengawasi setiap hal yang dilakukan oleh Masnaka. Afni tak kuasa menahan

tangis melihat anaknya mengiris pergelangan tangannya. Afni berusaha unutk

menasehati dan memberikan dukungan kepada Masnaka bahwa ia tidak sendirian.

Ia berusaha untuk menasehati Masnakan agar tidak mengiris pergelangan

tangannya lagi.

Data (46)
Afni ikut terisak dan memeluk tubuh anaknya itu. “kalau kamu ngerasa
Tuhan gak sayang sama kamu, gak papa. Di sini ada Bunda yang sayang
sama kamu.” Wanita itu menjauhkan tubuhnya dari Masnaka, dan meraih
lengan kiri anaknya itu. “Bunda percaya kamu kuat, kak. Bunda yakin,
semua masalah yang Tuhan kasih ke kamu, bisa kamu lewati. Jangan
pernah lupa ada Bunda di samping kamu. Bunda akan selalu ngebantu
kamu.” Afni menarik napas. “Kamu harus ingat, ada Bunda yang rela mati
buat kamu. Percaya sama Bunda, kak.” (Falensia, 2021:225)

Berdasarkan kutipan data (46), menunjukan adanya aspek tugas sosial

seorang ibu. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, apabila sudah melahirkan

anak, tugas isteri menjadi lebih mencabar sebagai seorang ibu pula. Selain tugas

isteri, dia juga bertanggungjawab untuk menjaga anak dan mendidiknya dengan

sempurna. Afni bertugas untuk memberikan kekuatan dan support kepada

Masnaka anaknya. Melihat anaknya memiliki masalah ia berusaha untuk

65
menguatkan anaknya. Ia juga menyakinkan anaknya bahwa Afni akan selalu bantu

Masnaka dalam setiap masalah yang Masnaka alami. Afni sangat berusaha untuk

menyakinkan anaknya dan menjaga sebisa ia sebagai orang tua.

4.1.2.3. Aspek Sosial Berdasarkan Kelas Sosial

Kelas sosial pada kajian feminism memiliki kriteria yaitu kelas bawahan,

menengah dan atas. Dari setiap kelompok sosial tersbut diberikan kedudukan

tertentu sesuai dengan adat istiadat dan lembaga kemasyaratakan di dalam

masyarakat. Menurut Sikana (2005:297) menyatakan bahwa kelas sosial kaum

wanita terbagi atas kelas sosial bekerja dan tidak bekerja. Sehubungan dengan itu

juga kelas sosial yang dapat dikenal berdasarkan kriteria tertentu. Di Barat, kelas

sosial kaum wanita dikategorikan berdasarkan kepada kelas bawah, menengah dan

atas. Penetapan kelas sosial biasanya dibagi atas dasar jenis kelamin, ras jenis

pekerjaan dan sebagiannya.

Kelas sosial wanita dalam novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka

Karya Ameylia Falensia terdapat 12 data, berikut analisisnya:

Data (3)
”Nilai kayak gini gimana mau dipamerin ke papa kamu!” Nina
menyodorkan kertas ulangan Fisika. Bertuliskan nilai 75 dengan
keterangan tuntas ke Lengkara, lalu menggosokkannya kasar ke wajah
gadis itu. “Kamu mau kita diinjak-injak sama keluarga baru papa kamu
itu!?”
Nina merobek-robek kertas ulangan itu. “Mama udah susah-susah nyariin
guru les yang bagus buat kamu! Nilai kamu bukannya naik, yang ada
malah anjlok kayak gini!” (Falensia, 2021:21)

66
Berdasarkan kutipan data (3), menunjukan adanya aspek kelas sosial,

kedudukan kelas sosial Lengkara di mata orang tuanya berada di kelas rendah

berdasarkan kedudukan sebagai siswa. Soekanto dan Budi (2015:105)

menyatakan bahwa, kelompok sosial adalah atas dasar kekerabatan, usia, seks

dan kadang-kadang atas daras perbedaan pekerjaan atau kedudukan. Berdasarkan

kemauan-kemauan kelompok sosial keluarga, Lengkara dituntut untuk

mendapatkan nilai sempurna. Sebagai kelas yang tidak disukai oleh orang tua

Lengkara, saat ujian Lengkara mendapatkan nilai 75 walaupun dengan keterangan

tuntas tapi bagi mamanya itu adalah nilai yang sangat buruk. Ia menganggap

Lengkara semakin bodoh padahal mamanya telah mencarikan Lengkara guru les

buat dia. Nina juga khawatir jika berhadapan dengan papanya Lengkara jika dapat

nilai seburuk itu yang didapatkan Lengkara. Mamanya tidak mau di injak-injak

oleh keluarga baru papanya itu karena pencapaian lengkara semakin buruk.

Sehingga Lengkara dianggap rendah atau bodoh oleh papanya.

Data (5)
“NILAM! NILAM! NILAM!” teriak Kara muak. “KENAPA HARUS
NILAM?!” Gadis itu tak terima. Ia merasa tidak adil diperlakukan seperti
ini. Kenapa dirinya seperti seonggok daging yang tidak memiliki harga
diri dihadapan siapapun. “Gak di sekolah, gak di rumah, semua bahas
Nilam! Semua pilih Nilam!” ucapan Lengkara membuat Nina terdiam
seribu bahasa. Gads itu kembali mengingatkan bagaimana Masnaka
memperlakukan Nilam layaknya seorang ratu. Bagaimana papanya sangat
menajaga seorang Nilam, dan bagaimana mamanya sangat mendambakan
seorang Nilam. (Falensia, 2021:22)

Berdasarkan kutipan data (5), menunjukan adanya aspek kelas sosial

seorang Lengkara di mata semua orang adalah kelas sosial bawah. Soekanto dan

67
Budi (2015:105) menyatakan kelompok sosial adalah atas dasar kekerabatan, usia,

seks dan kadang-kadang atas dasar perbedaan pekerjaan dan kedudukan. Karena

ia merasa seperti seonggok daging yang artinya sangat lah kecil atau seperti tidak

nampak. Mereka nampak hanya lah seorang Nilam. Ia merasa sedih karena semua

orang selalu mendambakan Nilam. Mulai dari Masnaka yang merupakan

kekasihnya Lengkara malah Nilam yang dibuat selayaknya Ratu, papanya yang

sering memajakan Nilam padahal Nilam adalah anak tirinya dan Lenkgara adalah

anak kandungnya, dan mamanya selalu mendambakan Nilam. Ia merasa

kedudukan ia rendah dibanding Nilam yang dulu bukanlah siapa-siapa

keluarganya.

Data (13)

Lengkara menatap Nilam yang sedari tadi memberikan tatapan remeh


kearahnya. “Ternyata selain nyokap lo, lo juga tukang rebut milik orang
lain ya nil?” Tatapan meremehkan milik Nilam seketika berubah menjadi
pelototan tajam. Tangan gadis itu terkepal kuat di sisi tubuhnya. (Falensia,
2021:33)

Berdasarkan kutipan data (13), menunjukan adanya aspek kelas sosial

yaitu Nilam berada dikelas terendah, sebagai kelas yang tidak disukai wanita

manapun. Sikana (2005:297) menyatakan ada wanita yang berada dalam kateogri

kelas bawahan, menengah dan atasan. Kesemua kriteria ini mempunyai kaitan

dengan mobiliti mereka termasuk pemikiran dan tindak-tanduk mereka yang akan

memancarkan citra dan menentukan taraf seorang wanita itu. Nilam dengan sifat

ego ingin memiliki Masnaka yang merupakan kekasih dari saudara tirinya,

sehingga menjadikan dirinya sendiri dengan sebutan tukang rebut sama seperti

68
ibunya hal ini dikatakan oleh Lengkara yang merupakan saudara tirinya yang

Nilam rebut kekasihnya. Nilam yang merupakan mantan kekasih Masnaka kini ia

berusaha merebut Masnaka dari saudara tirinya tersebut.

Data (16)
“heh! Cabe-cabean ngapain lo?!” serang Nilam. Prima menatap Nilam tak
percaya, lalu kemudian tertawa keras. “Kalau gue cabe-cabean lo apa
sinting? Tante girang?” (Falensia, 2021”48)

Berdasarkan kutipan data (16), menunjukan adanya aspek kelas sosial

Nilam. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, kelas sosial kaum wanita

dikategorikan berdasarkan kepada kelas bawahan, menengah dan atasan. Seorang

Nilam berada di kelas terendah, karena ia di anggap oleh sahabat-sahabat

Lengkara seorang cabe-cabean yang artinya wanita yang merebut cowok

temannya. Hal ini membuat Nilam marah karena telah di julukin cabe-caben.

Tetapi memang faktanya Nilam adalah seorang yang ingin merebut kekasih orang

yang merupakan saudara tirinya sendiri.

Data (17)
Mata Lengkara beralih menatap Nilam yang kini balas menatapnya datar.
“kita lihat aja nanti, apa sifat perebut milik nyokapnya itu bakal turun ke
dia juga.” Lengkara tersenyum miring ketika melihat perubahan raut wajah
milik Nilam. (Falensia, 2021:48)

Berdasarkan kutipan data (17), menunjukan adanya aspek kelas sosial

seorang Nilam. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, kelas sosial kaum wanita

dikategorikan berdasarkan kepada kelas bawahan, menengah dan atasan. Seorang

Nilam berada di kelas terendah, dari kutipan tersebut Nilam berada pada kelas

69
sosial terendah. Karena, Nilam dianggap oleh Lengkara seorang yang memiliki

sifat perebut yang sama dengan nyokapnya. Lengkara menyebut Nilam perebut

karena Nilam telah berusaha untuk mengambil semua yang dimiliki oleh Sikana

mulai dari Barang, kebahagiaan, hingga kekasih Lengkara yaitu Masnaka.

Data (21)
Tubuh Lengkara terhempas kuat ke lantai. Ketika Lengkara memasuki
rumah sepulang sekolah tadi, ia langsung saja diseret ke ruang kerja Erik.
Dapat dilihat kilatan amarah dari mata pria paruh baya itu. Lengkara hanya
bisa meringis kesakitan sambil memanggil pelan nama Aslan.
"Kak Aslan ...," panggil gadis itu lemah.
"KENAPA?!" Erik menggebrak meja kerjanya, membuat buku yang
berada di sudut meja tersenggol dan jatuh ke lantai. "Dari adik kamu
saja,kamu kalah!" Pria paruh baya itu berjalan mendekat ke arah Lengkara
setelah Setelah melempar tubuh gadis itu ke lantai. “Apa yang bisa saya
banggakan dari kamu!? Tidak ada yang bisa saya banggakan!” Erik
menoyor kepala anak perempuan itu. “TIDAK ADA LENGKARA!”
Tangannya begitu ringan melayangkan pukulan kembali ke kepala
Lengkara. (Falensia, 2021:60)

Berdasarkan kutipan data (21), menunjukan adanya aspek kelas sosial

Lengkara berada di kelas bawah. Sikana (2005:296) menyatakan bahwa, kelas

sosial kaum wanita dikategorikan berdasarkan kepada kelas bawahan, menengah

dan atasan. karena masalah Lengkara yang disebut telah membakar kertas esai

Nilam hal itu membuat Erik marah besar kepada Lengkara. Ia menganggap tidak

ada yang bisa dibanggakan dari diri Lengkara. Papanya juga memukul kepala

Lengkara. Papanya menganggap bahwa Nilam lebih hebat dari Lengkara yang

merupakan anak kandung ia.

70
Data (31)
“Gue berusaha, ka! Gue berusaha untuk pertahanin apa yang gue punya,
tapi gue selalu gagal. Nilam selalu berhasil ngedapatin apa yang jadi milik
gue! Bokap gue, rumah gue, kehangatan keluarga gue, baju gue, kamar
gue bahkan lo bisa direbut dengan begitu mudahnya dari gue!”
“dan itu ngebuat gue gila, Masnaka!” Lengkara menarik kerah baju laki-
laki itu. (Falensia, 2021:114)

Berdasarkan kutipan data (31), menunjukan adanya aspek kelas sosial.

Nilam merupakan tokoh wanita kelas sosial menengah. Sikana (2005:296)

menyatakan bahwa, kelas sosial kaum wanita dikategorikan berdasarkan kepada

kelas bawahan, menengah dan atasan. Nilam yang merupakan wanita yang suka

merebut semua milik Lengkara. Mulai dari baju, Kehangatan Keluarga, Kamar

hingga kekasih Lengkara direbut oleh Nilam. hal ini membuat Lengkara merasa

Frustasi karena sifat Nilam yang semudahnya mengambil atau merebut semua

miliknya. Ia selalu berusaha untuk mempertahankan tetapi semuanya gagal. Sifat

egonya Nilam demi merebut semua kebahagiaan Lengkara membuat dirinya

sendiri dijauhkan atau dibenci oleh teman sekolahnya.

Data (34)
“Lo semua harus tau!” teriak gadis itu. Ia mengedarkan pandangannya ke
sekeliling. “seberapa busuknya saudari tiri gue ini!” Lengkara kembali
menatap tajam Nilam. “Dia tinggal ngomong yang gak-gak ke bokap gue,
dan setelah itu gue bakal disiksa habis-habisan sama bokap gue!”
(Falensia, 2021:126)

Berdasarkan kutipan data (34), menunjukan adanya aspek kelas sosial.

Kedudukan Nilam di sekolah berada di kelas rendah. Sikana (2005:296)

menyatakan bahwa, kelas sosial kaum wanita dikategorikan berdasarkan kepada

71
kelas bawahan, menengah dan atasan. Nilam merupakan wanita yang suka

mengadu hal yang tidak-tidak kepada papanya tentang Lengkara, tujuannya agar

Lengkara makin dibenci oleh papanya. Hal ini dijelaskan oleh Lengkara kepada

teman-temannya yang berada dikantin. dikarenakan sifat busuk Nilam ini

sehingga membuat teman-temannya membanci Nilam yang merupakan saudara

yang bersifat busuk terhadap saudara tirinya.

Data (35)
“jelaskan semuanya kar. Ibu harap kamu jujur.” Lenkgara menaikan
pandangannya menatap mata bu Rani. “Bukan aku yang ngedorong Nilam,
dia loncat sendiri, Bu”
“Bohong!” seorang siswi datang menerobos ke dalam ruang guru. Semua
mata tertuju ke arahnya. “saya ngelihat dengan mata kepala saya sendiri
kalau Kara yang ngedorong Nilam dari lantai dua.” Ia adalah Triska,
teman kelas Lengkara. Anaknya teladan, pendiam dan tidak memiliki
banyak teman. Lengkara menatap tak percaya ke gadis itu. (Falensia,
2021:144)

Berdasarkan kutipan data (35), menunjukan adanya aspek kelas sosial.

kedudukan kelas sosial Lengkara merupakan kelas rendah. Sikana (2005:296)

menyatakan bahwa, kelas sosial kaum wanita dikategorikan berdasarkan kepada

kelas bawahan, menengah dan atasan. Lengkara dituduh bahwa telah membunuh

saudara tirinya dengan mendorong Nilam dari lantai atas. Guru ingin

mendengarkan kejujuran dari Lengkara dan ia mengatakan bahwa bukan ia yang

mendorong Nilam tetapi Nilam loncat sendiri. Tiba-tiba datang Triska yang

mengaku telah melihat Lengkara mendorong Nilam hal ini membuat Lengkara

sangat marah dan guru-guru tidal percaya dengan perkataan Lengkara

sebelumnya. Sejak kejadian itu, Lengkara yang dianggap bintang sekolah yang

selalu berprestasi menjadi sasaran bullyan paling utama dilingkungan sekolahnya.

72
Hal ini membuat Lengkara di benci oleh guru dan sahabat-sahabat ia disekolah

karena mereka kecewa pada Lengkara yang telah tega mendorong adik tirinya

tersebut. Masalah ini membuat Lengkara menjadi takut untuk bertemu papanya ia

yakin papanya pasti tidak akan percaya pada Lengkara bahwa bukan Lengkara

yang mendorong Nilam dan ia yakin bahwa ia akan di pukul habis-habisa oleh

papanya karena kejadian ini.

Data (36)
Triska terdiam sejenak mendengar ancaman Lengkara. Gadis itu
mengertakkan gerahamnya, lalu mendengus geli. “cari sampai lo dapat,
kar. Gak ada yang bisa lo buktiin karena emang lo pelakunnya.”
“Bukan gue bajingan!” sebuah tawa geli terdengar di telinga Lengkara.
Gadis itu langsung terdiam. Dengan segera ia menoleh ke sumber suara ke
arah prima yang dudul di antara Geo dan Deo. “maling mana mau ngaku!”
(Falensia, 2021:150)

Berdasarkan kutipan data (36), menunjukan adanya aspek kelas sosial.

Kedudukan kelas sosial Lengkara berada di kelas bawah. Sikana (2005:296)

menyatakan bahwa, kelas sosial kaum wanita dikategorikan berdasarkan kepada

kelas bawahan, menengah dan atasan. Lengara berada di kelas rendah, karena ia

telah di cap sebagai seorang pembunuh oleh sahabatnya sendiri. Tidak ada

satupun yang percaya dengan Lengkara semua menganggap Lengkara sebagai

seorang pembunuh. Perkataan Triska yang membuat teman-temannya percaya

bahwa Lengkaralah yang mendorong Nilam. Lengkara sangat sedih mendengar

perkataan Prima “maling mana mau ngaku!” ia sudah kehilangan sahabatnya ia

tidak tau mau mengeluh kesiapa semua orang tidak ada yang percaya pada

Lengkara.

73
Data (37)
Semua meja dan kursi terguling. Tapak meja guru pun sudah tak lagi
berada di atas meja, kain itu sudah menjadi lap di lantai. Sampah
bertebaran di mana-mana. Papan tulis juga penuh dengan kalimat tuduhan
dan juga hinaan.
PSIKOPAT!
MONSTER!
MANUSIA RENDAHAN!
MATI LO!
PARASIT!
SAMPAH!
Dan berbagai kata kotor lainnya yang lebih parah. Lengkara dengan cepat
mengambil penghapus papan tulis, lalu menghapus semua tulisan tidak
menyenangkan itu. Gadis itu mencoba mengatur napasnya. Suara tepukan
dari arah pnitu kelas membuat gadis itu menoleh. (Falensia, 2021:154)

Berdasarkan kutipan data (37), menunjukan adanya aspek kelas sosial.

Kedudukan kelas sosial Lengkara yaitu berada di kelas bawah. Sikana (2005:296)

menyatakan bahwa, kelas sosial kaum wanita dikategorikan berdasarkan kepada

kelas bawahan, menengah dan atasan. Karena tuduhan yang menimpa Lengkara,

ia dibenci oleh teman-teman sekolahnya sehingga ia dihina dengan sebutan

Psikopat, monster, manusia rendahan, parasit dan sampah. Dirinnya merasa

bahwa sudah begitu banyak luka fisik maupun batin sehingga menyerang

mentalnya. Hal ini membuat Lengkara pasrah dan harus menerima semua

perlakukan teman-temannya ke dia. Lengkara sudah tidak sanggup lagi untuk

membela diri karena Lengkara sudah menduga tidak akan ada yang percaya

dengan dia.

Data (38)
Brak!
Tubuh Lengkara didorong hingga terperosok jatuh ke lantai.
“Akh!”

74
Gadis itu memekik. Kepalanya sakit mengenai sudut lancip meja. Gadis
itu bisa merasakan kulit bagian pelipisnya robek saar menyentuh sudut
meja. “keluar dari sekolah ini, tolol!”
“Lo benar-benar gak punya malu, ya?” (Falensia, 2021:158)

Berdasarkan kutipan data (38), menunjukan adanya aspek kelas sosial.

Kedudukan kelas sosial Lengkara berada di bawah. Sikana (2005:296)

menyatakan bahwa, kelas sosial kaum wanita dikategorikan berdasarkan kepada

kelas bawahan, menengah dan atasan. Lengkara berada di kelas bawah karena,

Lengkara dianggap telah mendorong adik tirinya dari lantai atas. Semenjak

kejadian itu Lengkara selalu mendapat cacian dan hinaan. Lengkara juga di bully

oleh teman sekelasnya. Setiap jam pulang sekolah Lengkara selalu di ikat

tangannya di kayu meja oleh teman-teman sekelasnya. Ia juga di dorogn ke lantai

sehingga kepalanya sakit mengenai sudut lancip meja. Bukan hanya itu Lenkgara

juga di sirami air kotor ke tubuhnya. Sehingga ia pulang dengan keadaan kotor

dan berantakan. Lengkara sudah tidak sanggup lagi untuk membela dirinya

sehingga ia harus mengikuti alur kehidupannyan yang selalu di usik oleh teman-

temannya. Karena permasalahany ini juga Lengkara memiliki kesehatan mental

self ham dimana seseorang berusaha ingin menyakiti dirinya secara sengaja.

75
4.2 Pembahasan

Tabel 2 Analisis Feminisme Aspek Sosial dalam Novel Sepasang Luka yang

Berakhir Duka Karya Ameylia Falensia

No Unsur Aspek Sosial Rincian Aspek Sosial

1. Proses Sosialisasi 1. Lengkara mendapatkan perlakuan

tidak adil oleh papanya. Lengkara

sering mendapatkan masalah

semenjak papanya menikah lagi

dengan ibu Nilam. (1)

2. Lengkara menjadi takut akan siksaan

yang akan diberikan oleh papanya

karena nilai yang didapatkan kara

tidak sesuai dengan keinginan

papanya. (7)

3. Lengkara selalu merasakan

ketidakadilan papanya terhadapat

Aslan dan Nilam. Ia selalu dimaki,

dipukuli dan dilempari barang oleh

papanya. (9)

4. Lengkara merasa takut dan trauma

saat ia tidur sendiri. Karena Erik dan

76
Nina tidak pernah absen dating

kekamarnya untuk

membangunkannya dengan menarik

tangannya secara paksa sampai

mengguyur air ke wajahnya. (12)

5. Lengkara merasa takut akan dibiarkan

di kamar mandi dan dipukul lagi

karena telah membuat masalah

disekolah. (19)

6. Lengkara menjadi kasar dan pelawan

kepada papanya, Padahal Lengkara

sudah banyak mendapatkan

penghargaan dan medali tetapi tetap

saja tak pernah berharga di mata

papanya. (22)

7. Lengkara selalu menguatkan dirinya

sendiri dan ia merasa tidak boleh

lemah karena tidak ada satupun yang

mengerti akan keadaan dan ia selalu

mendapatkan kekerasan oleh

papanya. (23)

8. Lengkara menjadi perempuan

pendendam, karena prilaku kekerasan

77
dan kedidakadilan yang telah

diberikan oleh papanya. (24)

9. Lengkara merasa sakit hati karena

pacarnya selalu ngebelain Nilam,

selalu nomor satuin Nilam. (26)

10. Lengkara menjadi seorang yang tidak

takut terhadapat Ibu tirinya karena ia

benci terhadap ibu tirinya. Semenjak

kehadiran Ibu tirinya itu Lengkara

selalu mendapat masalah. (27)

11. Karena papa Lengkara sering

berbicara kasar kepada Lengkara.

Maka Lengkara menjadi berani

berkata kasar kepada Papanya

dihadapan khalayak ramai dan itu

terjadi karena ajaran Papanya. (28)

12. Karena ke egoisan papanya yang

selalu menyalahkan Lengkara dan

tidak pernah menanyakan keadaan

Lengkara. Sehingga membuat

Lengkara menjadi wanita yang kasar

dan melawan perkataan papanya. (29)

13. Lengkara merasa trauma dan tidak

78
pernah tidur nyenyak karena

perlakuan papanya terhadap dia.

Perlakuan yang selalu dipukuli, dan

ditekan oleh papa dan mamanya. (30)

2. Tugas Sosial 1. Prima mengkhawatirkan Lengkara

karena prilaku papanya. (2)

2. Nina ingin anaknya mendapatkan

nilai yang bagus sehingga ia

mencarikan guru les untuk Lengkara.

(4)

3. Lengkara ingin mendapatkan

semangat dan kasih sayang dari Nina

disaat ia merasakan frustasi. (6)

4. Disaat papanya sering menyiksa

Lengkara ia sangat menginginkan ibu

yang menyemangati, dan mendukung

Lengkara. (8)

5. Lengkara mmembersihkan lantai

yang bertaburan pecahan beling yang

dilempar oleh mamanya. (10)

6. Bibi membawa barang-barang

Lengkara karena perintah Aslan. (11)

7. Lengkara mengambil piring dan gelas

79
lalu menatanya dimeja untuk

Masnaka. (14)

8. Lengkara akan berusaha untuk

memenangkan Olimpiade agar

Papanya bangga. (15)

9. Dinda menasehati Lengkara karena

telah berbuat curang. (18)

10. Skala memberikan punggung dan

siap untuk mendengarkan kesedihan

dan membantu Lengkara. (20)

11. Ibu Dinda meredam dan

menenangkan amarah Lengkara.

(25)

12. Afni menenangkan dan memberikan

pelukan Kepada Masnaka. (32)

13. Afni menghapus air mata dan

memberikan semangat pada

Masnaka. (33)

14. Nina menguatkan dan tidak ingin

melihat Lengkara sedih selalu. (39)

15. Nina memberikan nasehat dan

memeluk Lengkara. (40)

16. Nina memberikan semangat dan

80
mendukung Lengkara agar selalu

membertahankan nilainya. (41)

17. Nina memberikan semangat dan

mendukung Aslan agar sukses dan

dapat melakukan apa saja saat ia

sudah sukses. (42)

18. Bibi membukakan pintu karena

perintah Erik. (43)

19. Nina tidak ingin Lengkara gila

karena perlakuan papanya

kepadanya cukup ia yang merasakan

gila karena perlakuan suaminya.

(44)

20. Afni memberikan nasihat kepada

Masnaka agar tidak mengiris-iris

tangannya lagi. (45)

21. Afni memberikan pelukan dan

meberikan semangat pada Masnaka.

(46).

3. Kelas Sosial 1. Lengkara berada dikelas bawah

karena dianggap bodoh oleh Nina

(3)

2. Lengkara merasa dirinya seperti

81
seonggok daging yang tak berharga

Lengkara dipandang rendah bagi

keluarga, dan teman-teman

sekolahnya. (5)

3. Nilam dianggap rendah oleh

Lengkara karena selain ibunya

Nilam ternyata Nilam juga tukang

rebut milik orang lain. (13)

4. Nilam dianggap seorang cabe-

cabean oleh Prima karena suka

menganggu dan merebut milik

orang lain. (16)

5. Lengkara menganggap Nilam

rendah karena memiliki ibu yang

bersifat perebut milik orang lain.

(17)

6. Lengkara dianggap lemah atau kalah

oleh Erik karena dianggap tidak bisa

lebih dari Nilam. (21)

7. Lengkara menganggap dirinya gagal

mempertahanin apa yang menjadi

milik dia. Karena semua telah

direbut oleh Nilam. (31)

82
8. Nilam dianggap rendah karena sifat

Nilam yang suka mengadu Lengkara

yang tidak-tidak kepada Erik. (34)

9. Tidak ada yang mempercayai

Lengkara di sekolah, karena ia

dianggap curang telah membakar

kertas esai Nilam. (35)

10. Lengkara dituduh teman sekolahnya

karena telah membunuh Nilam

sehingga tidak ada satupun yang

mempercayainya. (36)

11. Lengkara dianggap rendah dan di

bully teman sekolahnya karena telah

dianggap membunuh Nilam. (37)

12. Lengkara diperlakukan kasar oleh

teman sekolahnya. (38)

Berdasarkan deskripsi data dan analisis data pada penelitian ini, maka

peneliti memberikan interpretasi data mengenai Feminisme Aspek Sosial dalam

novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia. Peneliti

membahas feminisme aspek sosial yang terdapat dalam novel Sepasang Luka

yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia. Aspek yang tercantum dalam aspek

sosial ialah proses sosialisasi wanita, tugas sosial wanita dan kelas sosial wanita.

83
Dari ketiganya, yang lebih dominan dalam novel Sepasang Luka yang Berakhir

Duka karya Ameylia Falensia yaitu pada pembahasan aspek sosial berdasarkan

tugas sosial yaitu memiliki 21 data. Berdasarkan analisis data yang peneliti

temukan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengarang lebih banyak

mengungkapkan tugas sosial dan kelas sosial pada wanita dan memberikan

gambaran berbagai permasalahan dalam cerita tersebut.

84
BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan setelah diadakannya analisis data yang

diuraikan pada Bab 4, serta menganalisis mengenai feminisme yang terdapat

dalam novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut.

5.1.1 Hasil penelitian pada masalah pertama yaitu feminisme pada aspek sosial

berdasarkan proses sosialisasi yang terdapat dalan novel Sepasang Luka

yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia. Proses sosialisasi terdapat 13

data. Di dalam novel Sepasang Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia

Falensia terdapat proses sosialisasi yang terjadi pada tokoh perempuan

saat berinteraksi kepada tokoh lain dalam novel tersebut. Pengarang

memberikan gambaran proses sosialisasi saat tokoh wanita menjalin

hubungan sosial dengan tokoh lain dan dampak dari proses sosialisasi

yang dilalui terhadap dirinya. Proses sosialisasi terdapat pada tokoh

Lengkara. Contohnya pada tokoh Lengkara proses sosialisasi yang terjadi

adalah Lengkara mendapatkan didikan dari papanya, seperti ia membuat

suatu kesalahan atau mendapatkan nilai rendah ia pasti akan selalu di

pukuli oleh papanya. Setiap hal ini terjadi pasti Lengkara selalu merasakan

ketakutan karena iya pasti bakalan selalu dipukuli oleh papanya dan ia

merasakan betapa tersiksanya ia selama ini. Jika orang tua memberikan

85
didikan seperti ini kepada anak maka suatu saat tingkah laku dan

kesopanan anak akan berubah menjadi anak yang pendendam atau bisa

saja suatu saat ia melawan karena tidak tahannya dipelakukan seperti itu

terus.

5.1.2 Hasil penelitian pada masalah kedua yaitu feminisme pada aspek sosial

berdasarkan tugas sosial yang terdapat dalam novel Sepasang Luka yang

Berakhir Duka karya Ameylia Falensia. Tugas sosial terdapat 21 data.

Pengarang menggambarkan tugas sosial tokoh wanita pada novel ini

berdasarkan tugas-tugas seorang wanita sebagai anak, istri, ibu, pembantu

rumah tangga dan nenek. Tugas sosial wanita dilihat dari peranan wanita

dalam kehidupannya. Tugas sosial terdapat pada tokoh Nina, Afni,

Lengkara dan Prima. Contohnya pada tugas sosial Lengkara sebagai

seorang anak. Hal ini ditunjukkan dari sikap Lengkara yang berusaha

selalu mendapatkan nilai seratus agar papanya tidak memarahinya.

Lengkara dituntut oleh papanya agar selalu mendapatkan nilai terbaik di

sekolah. Sebagai seorang anak tugas Lengkara harus mengikuti kemauan

papanya dan memberikan kebahagiaan kepada papanya dengan

mendapatkan nilai terbaik di sekolah, ia berfikir bahwa orang tua pasti

ingin selalu yang sempurna untuk anaknya. Lengkara selalu berusaga lebih

keras agar selalu mendapatkan nilai sempurna ia mencoba untuk

menyakinkan dirinya sendiri.

86
5.1.3 Hasil penelitian pada masalah ketiga yaitu feminisme aspek sosial

berdasarkan kelas sosial yang terdapat dalam novel Sepasang Luka yang

Berakhir Duka karya Ameylia Falensia. Kelas sosial terdapat 12 data.

Kelas sosial digambarkan sebagai kedudukan tertentu yang memiliki tokoh

wanita dalam masyarakat. kelas sosial dibagi atas kelas bawahan,

menengah dan atas. Penetapan kelas sosial pada novel ini dibagi atas dasar

jenis kelamin, jenis pekerjaan, kekayaan, tinggi rendahnya pendidikan dan

sastra sosial dalam masyarakat. kelas sosial wanita dalam novel ini

terdapat pada tokoh Nilam, Lengkara dan Bibi. Contohnya pada kelas

sosial Lengkara kedudukan kelas sosial Lengkara di mata orang tuanya

berada di kelas rendah. Sebagai kelas yang tidak disukai oleh orang tua

manapun. Saat ujian Lengkara mendapatkan nilai 75 walaupun dengan

keterangan tuntas tapi bagi mamanya itu adalah nilai yang sangat buruk.

5.2 Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ini berimplikasi pada bidang

studi Bahasa dan Sastra sebagai langkah awal untuk meneliti lebih lanjut tentang

feminisme aspek sosial. Peneliti mengkaji novel Sepasang Luka yang Berakhir

Duka karya Ameylia Falensia. Turut membantu menginformasikan aspek sosial

(proses sosialisasi, tugas sosial, dan kelas sosial) dalam karya sastra bagi

pendidik. Dengan demikian, Bahasa dan Sastra berguna bagi jenjang SMP dan

SMA pada mata pelajaran Bahasa Indonesia guru dapat memberikan materi

pelajaran sastra yaitu memahami dan menulis novel. Salah satu materi yang dapat

dikembangkan pada kompetensi dasar adalah materi mengenai buku fiksi dan

87
non-fiksi pada jenjang SMP, juga materi mengenai buku fiksi seperti novel dan

cerpen pada jenjang SMA. Begitu juga dengan prodi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, Bahasa dan Sastra sangat berguna pada mata kuliah Apresiasi

prosa fiksi. Novel dijadikan bahan analisis terkait kajian feminisme aspek sosial.

Begitu juga pada mata kuliah kritik sastra dan teori sastra.

5.3 Rekomendasi

Berdasarkan penelitian kajian feminisme aspek sosial novel Sepasang

Luka yang Berakhir Duka karya Ameylia Falensia yang telah diselesaikan. Ada

hal yang perlu peneliti sampaikan berupa saran yang berkaitan dengan masalah

penelitian.

1. Agar peneliti selanjutnya dapat menemukan dan meneliti masalah yang

belum diteliti dalam penelitian yang berkaitan dengan kajian Feminsime

aspek sosial.

2. Agar peneliti selanjutnya dapat mencari referensi baik dari buku maupun

jurnal yang lebih lengkap dan terperinci mengenai kajian feminsime aspek

sosial.

3. Sehubung dengan penelitian ini mengambil subjek yang sangat terbatas,

materi yang spesifik, maka peneliti memberikan saran pada pihak lain

untuk melakukan penelitian lanjutan berkaitan feminsime ini dikarenkan

pada subjek yang luas, materi yang lebih umum sehingga dapat ditarik

generalisasinya.

88
89
LAMPIRAN

SINOPSIS

Novel ini menceritakan seorang wanita yang bernama Lengkara yang

selalu mendapatkan masalah dalam hidupnya. Sebelum papanya menikah dengan

mamanya Nilam hidup lengkara sangat bahagia dan tidak ada masalah yang

menghampirinya kehidupan yang harmonis yang dirasakan Lengkara. Tetapi

setelah papanya menikah dengan mamanya Nilam, Lengkara selalu mendapatkan

masalah dan masalah itu disebabkan oleh saudara tirinya tersebut yang bernama

Nilam. Nilam selalu mencoba ingin ingin merusak kehiudpan Lengkara dan

merebut semua hak yang didapatkan oleh Lengkara. Nilam selalu mengadu hal

yang buruk kepada papanya mengenai Lengkara agar papanya membenci

Lengkara.

Saat di sekolah Nilam berusaha mendekati Masnaka yang mana Masnaka

itu adalah pacarnya Lengkara dan merupakan mantannya Nilam. Saat ada masalah

yang menghampiri Lengkara yang berhubungan dengan Nilam, Masnaka lebih

memilih untuk menolong Nilam dibandingkan Lengkara yang merupakan

pacarnya. Hal ini membuat Lengkara heran dan merasa aneh dengan sifat

Masnaka tiba-tiba berubah semenjak kehadiran Nilam. Sahabat Lengkara juga

merasa muak dengan sifat Masnaka yang lebih memperdulikan Nilam dibanding

pacarnya. Begitu juga dengan papanya yang selalu menuntut Lengkara dengan

nilai yang sempurna, jika tidak maka lengkara selalu dipukuli oleh papanya dan

itu sudah sering terjadi di kehidupan Lengkara. Tidak heran jika saat pergi

90
kesekolah selalu ada lebam di badan Lengkara. Hal ini membuat Masnaka

menghela napas dan mencari Nilam. Ternyata selama ini Masnaka mendekati

Nilam agar karena dasar perjanjian. Yaitu, jika Masnaka menjauh dari Lengkara

maka Nilam akan menjamin bahwa Lengkara tidak akan dipukuli oleh papanya

lagi. Dan ternyata Lengkara masih dipukuli okeh papanya dan hal ini membuat

Masnaka marah kepada Nilam karna tidak bisa menepati janjinya.

Prima, Geo, Dio, Lengkara, Masnaka dan Nilam mengikuti seleksi

olimiade yang dilaksanakan di sekolah. Syarat agar terpilih mewakili opimiade

para siswa diperintahkan untuk membuat sebuah catatan atau karya ilmiah di

sebuah kertas. Keesokan harinya Nilam kehilangan kertas tersebut dan menuduh

Lengkara yang telah membakar kertas Nilam dan hal ini membuat Lengkara

dipanggil oleh guru olimpiade dan mintak kejujuran Lengkara mengenai kertas

Nilam yang ia bakar. Tetapi Lengkara bersih keras tidak membakar kertas tersebut

tetapi guru itu tidak mempercayai Lengkara dan menganggap Lengkara bohong.

Akhirnya hal ini membuat Lengkara di keluarkan atau di anggap gagal tidak bisa

mengikuti olimpiade tersebut. Bukan hanya bermasalah di sekolah saja ternyata

Lengkara juga mendapatkan masalah di rumah karena Nilam mengadu kepada

papanya bahwa kertas tersebut dibakar oleh Lengkara dan akhirnya ia

mendapatkan lebam-lebam biru lagi dibadannya yang sudah sering trjadi kepada

Lengkara. Hal ini membuat Lengkara semakin muak kepada Nilam. Semenjak

kejadian itu Lengkara di sudutkan oleh teman-temannya satu sekolah, semuanya

memandang Lengkara orang yang jahat dan licik karena membakar kertas adik

tirinya sendiri. Dan akhirnya Lengkara tidak tahan karena dituduh seperti ini dan

91
dan ia berusaha untuk menjelaskan tetapi semuanya tidak ada yang percaya pada

Lengkara.

Guru olimpiade tersebut tiba-tiba memanggil Lengkara dan itu membuat

Lnegkara heran kenapa ia dipanggil keruangan guru. Ternyata diruangan tersebut

ada kakaknya yaitu Aslan. Selama ini Aslan mencari tahu siapa yang membakar

kertas Nilam, ternyata yang membakarnya bukan Lengkara tetapi bibi yang ada

dirumah mereka tersebut. Guru tersebut memujuk Lengkara untuk mengikuti

olimpiade lagi tetapi lengkara sudah terlanjur sakit hati karena dituduh akhirnya ia

memutuskan untuk tidak mengikuti olimpiade itu lagi. Tidak lama kemudia siswa

semua tau bahwa tidak Lengkara yang membakar kertas tersebut dan akhirnya

Lengkara mendatangkan Nilam karena ia sakit hati sudah dituduh oleh Nilam.

Mereka cekcok mulut di Kantin sekolah dan banyak ditonton oleh para siswa dan

mereka berkelahi hingga baju Nilam dipenuhi kecap dan berantakan. Setelah

kejadian ini Lengkara languung pergi ke atas gedung sekolah melihat langit-langit

dan ia sangat menyukai pemandangan tersebut tidak lama kemudian munculah

Nilam dan ia tidak terima di bully para siswa dan ingin membuat Lengkara di

benci para siswa dengan cara Nilam lompat dari gedung tersebut seolah-olah

Lengkara lah yang menolaknya. Nilam pun terjun dari lantai atas dan di atas

hanya ada Nilam dan Lengkara. Semua para siswa dan guru syok melihat Nilam

sudah terbaring di teras sekolah dengan cucuran darah. Lengkara sangat kaget

dengan apa yang telah dilakukan oleh Nilam. Para siswa sangat muak dengan

Lengkara seketika setelah kejadian ini. Lengkara dituduh telah mendorong adik

tirinya dari atas gedung dikarenakan muak dengan Nilam. Para guru memanggil

92
Lengkara untuk datang ke ruangan guru. Sebagaian guru mencaci Lenkgara dan

syok karena Lengkara mendorong Nilam. Lengkara sudah menjelaskan

bahwasanay ia tidak mendorong Nilam tetapi Nilam yang terjun sendiri, tetapi

para guru tidak percaya dengan penjelasan Lengkara. Tiba-tiba muncul satu siswa

yang bernama Triska ia mengaku bahwa telah melihat Lengkara mendorong

Nilam sehingga Nilam terjatuh dari gedung. hal ini membuat Lengkara sulit untuk

dipercaya oleh para guru.

Lengkara sangat takut jika masalah ini diketahui oleh papanya yaitu Erik,

jika Erik tau pasti Lengkara bakalan dipukul diinjak habis-habisan. Saat kejadian

ini tidak ada satupun orang yang percaya pada Lengkara termasuk sahabatnya

sendiri ia sangat kecewa dengan Lenkgara karena telah melakukan hal yang tidak

sepatutnya kepada Nilam. Lengkara merasa. Tidak ada lagi yang berdiri di

sampingnya. Ia sendirian menghadapi kejamnya hidup. Keluarga, sahabat, bahkan

sampai masnaka kekasihnya satu persatu pergi dan meninggalkan Lengkara

sendirian. Lengkara di tarik oleh kakaknya Aslan untuk menjumpai papanya dan

Lengkara sangat takut pasti papanya akan memukuli ia karena telah di tuduh

mendorong Nilam. Ternyata memang benar lengkara mendapatkan kekerasan

oleh papanya untuk yang kesekian kalinya, lengkara berusaha untuk menjelaskan

bahwa ia tidak melakukannya tetapi papa, kakaknya dan ibu tirinya tidak percaya

apa yang telah dikatakan oleh Lengkara. Setelah keesokan harinya Lengkara pergi

kesekolah dengan keadaan badan membiru mulai dari mata, pipi dan lainnya.

Disekolah Lengkara di bully habis-habisan oleh teman sekelasnya. Bukan hanya

dari perkataan tetapi para siswa juga melakukan kekerasa pada Lengkara dan tidak

93
ada satupun yang inign menolong Lengkara. Setiap hari ini di pukuli dijambak

dan diikat tangannya dikursi dan Lengkara hanya bisa diam dan ia sudah merasa

biasa di lakukan seperti itu. Seketika itu Triska dan Lengkara menasehati Triska

bahwa hal yang ia lakukan tidak lah ada untungnya unutk Triska. Dan akhirnya

Triska mengaku bahwa ia telah di sogok oleh Nilam untuk menjadi saksi bahwa

Lengkara yang melakukan ini. Ternyata Triska juga mendapatkan masalah

sehingga ia rela melakukan kebohongan ini.

Di perjalanan pulang sekolah tepatnya di jembatan dekat cafe Lengkara

merasa lelah dan mengirim pesan ke Masnaka, Aslan dan Prima untuk

menjemputnay disana, tetapi tidak ada yang mau menjemput Lenkgara dan ia

merasa ingin mengakhiri hidupnya. Seketika ia melihat ada sebuah mobil besar

melaju dan Lengkara mencoba ingin bunuh diri dan akhirnya ia mendekati mobil

itu dan tertabrak. Jam 00.00 Di grup whatsapp dihebokan dengan kejadian ini

seketika Masnaka langsung terkejut ia mengkhawatirkan Lengkara dan akhirnya

ia menuju kesana ia sangat takut kalau yang mati ditempat ini adalah Lengkara.

Setelah sampai disana ternyata ada dua siswa yang kecelakaan satunya mati

ditempat satu lagi dilarikan dirumah sakit. Ternyata yang mati ditempat adalah

Triska dan Triska ternyata mencoba ingin bunuh diri juga. Sedangkan Lengkara di

larikan kerumah sakit terdekat. Hal ini membuat Masnaka, Prima dan Aslan

Khawatir dengan keselamatan Lengkara. Setelah diketahui ternyata Lengkara

kehilangan kedua matanya dan menyebabkan ia buta. Saat Lengkara bangun ia

tidak bisa melihat apa-apa dan ia merasa furstasi merasa tidak ingin hidup karena

keadaan dirinya. ia berharap ia seharusnya mati malam kecelakaan itu.

94
Mendengar Lengkara buta, Masnaka sangat hancur dan menyesal kenapa

malam itu ia tidak membalas chat Lengkara dan menjemput Lengkara. Sampai

saat ini Lengkara tidak ingin berjumpa dengan Masnaka. Tidak lama kemudian

Lnegkara dapat berita dari Sekela bahwa Masnaka sedang tidak baik, Masnaka

ternyata terkena penyakit Serangan jantung stadium tiga. Mendengar berita ini

hati Lengkara sangkat hancur ia tidak tahu ternyata selama ini Masnaka

menyembunyikan Penyakit yang ia deritakan. ternyata Masnaka menyumbangkan

sepasang matanya untuk Lengkara agar Lengkara bisa hidup normal lagi. Karena

Masnaka merasa hidup ia tidak akan lama lagi. Dan akhirmya Masnaka tidak

mampu bertahan lama dan kemudian meninggal dunia. Hati Lengkara sangat

hancur seketika ia merasa tidak bisa bahagia tanpa Masnaka disampingnya.

95
DAFTAR PUSTAKA

Ardsya, Frenky Daromes.2020.Parataksis:Jurnal Bahasa, Sastra, dan


Pembelajaran.Citra Wanita dalam Novel Madame Kalinyamat karya
Zhaenal Fanani. Vol.3.No.2.Hal 88

ASF, Mommy.2021.Layangan Putus.Malang:RDM Publisher

Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim.2010.Menganalisis Fiksi Sebuah


Pengantar.Bogor: Ghalia Indonesia

Dalman. 2013. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Depdiknas. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia (IV). Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama

Emzir dan Saifur Rohman.2016.Teori dan Pengajaran Sastra.Jakarta:Rajawali


Press

Endraswara, Suwardi.2013.Teori Kritik Sastra:Prinsip, Falsafah, dan


Penerapan.Yogyakarta: CAPS

Hamidy, UU dan Edi Yustanto.2003.Metodologi Penelitian Prinsip Ilmu-Ilmu


Sosial dan Budaya.Pekanbaru: Bilik Kreatif Press

KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kamus versi online/daring (Dalam


Jaringan. Di akses pada 10 Desember. 2020. https://kbbi.web.id/didik

Krippendorff, Klaus.1993. Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta :


Raja Grafindo Persada.

Komala Dewi, Rani. 2021. “Sosiologi Sastra Dalam Novel Kembara Rindu Karya
Habiburrahman EL Shirazy”. Skripsi. Pekanbaru: Universitas Islam Riau

Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra.


Yogyakarta: Graha Ilmu

Mulyadi, Mohammad. 2011. Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Serta Pemikiran


Dasar Menggabungkanny. Jurnal Studi Komunikasi dan Media, 15(1),
127-138

Moleong, L.J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif.. PT. Remaja Rosdakarya

Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana

96
Nurgiyantoro, B. 2005. Sastra Anak (Pengantar Pemahaman Dunia Anak).
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semi, M. Atar. 2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Sumarta, Karsinem. 2013. Cara Mudah Menulis Skripsi. Pekanbaru: Kerakyatan

Sikana, M. 2005. Teori Sastera Kontemporari. Selangor: Pustaka Karya

Soerjono, Soekanto. 2015. Sosiologi Suatu Pengantar. Depok: PT Rajagrafindo


Persada
Sugihastuti dan Suharto. 2016. Kritik Sastra Feminisme. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Sutopo, H.B. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta: Univesitas Sebelas


Maret Press

Wiyatmi. 2021. Kritik Sastra Feminis:Teori dan Aplikasinya dakam Sastra


Indonesia. Yogyakarta: Ombak

Wirandina, Nadia Citra. 2020. “Kajian Feminisme Novel Cinta itu Luka karya
Eka Kurniawan”. Skripsi. Pekanbaru: Universitas Islam Riau

97

Anda mungkin juga menyukai