Anda di halaman 1dari 5

5 Contoh Keteladanan Akhlak Rasulullah SAW Terhadap Sesama

Rasulullah Muhammad SAW adalah sosok teladan sepanjang masa. Keteladanan Nabi Muhammad SAW
tercermin dalam setiap lini kehidupan sehari-hari.
Teladan agung Nabi Muhammad SAW telah dijelaskan dalam firman Allah SWT pada surat Al-Ahzab ayat
21 berikut ini:

‫ة ِّلَم ن َك اَن َيۡر ُج وْا‬ٞ‫َّلَقۡد َك اَن َلُك ۡم ِفي َر ُسوِل ٱِهَّلل ُأۡس َو ٌة َحَس َن‬
٢١ ‫ٱَهَّلل َو ٱۡل َيۡو َم ٱٓأۡلِخ َر َو َذ َك َر ٱَهَّلل َك ِثيٗر ا‬
21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah
Melalui kitab Shafat ash-Shafwah, Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Al Jauzi, menjelaskan
contoh keteladanan Rasulullah Muhammad SAW dalam lima aspek kehidupan. Penjabarannya
sebagai berikut:

Tidak pernah sombong


Kerendahan hati merupakan sifat karakter yang sangat penting dimiliki setiap orang, karena
sifat ini melahirkan berbagai sikap luhur dan menenangkan kehidupan masyarakat. Seperti
yang disampaikan Nabi Muhammad SAW, beliau selalu rendah hati kepada siapapun dan tidak
pernah menyombongkan diri bahkan atas kehormatan dan keistimewaannya.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatka
Bukhari.

‫َع ْن ُع َمَر بن الخطاب – َر ِض َي ُهَّللا َع ْن ُه – َأَّن َر ُسوَل‬


‫ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َقاَل اَل ُتْط ُروِني َك َم ا َأْط َر ْت‬
،‫الَّن َص اَر ى ِع يَس ى اْب َن َم ْر َي َم َع َلْي ِه الَّس اَل م َفِإَّن َم ا َأَن ا َع ْبد‬
‫ َع ْب ُد ِهَّللا َو َر ُسوُلُه‬:‫َف ُقولوا‬
Dari Umar bin Khattab RA, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda, “Jangan goda aku (juga)
karena orang-orang Nasrani menyanjung Isa bin Maryam, karena sesungguhnya aku hanyalah
seorang hamba. Maka sebutlah (kamu) hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR Bukhari)

Kedua, lemah lembut


Akhlak mulia Rasulullah SAW dikenal memiliki akhlak yang paling mulia untuk dijadikan teladan
bagi umatnya. Akhlaknya yang paling mulia selalu menyertakan pendapat yang baik, dia tidak
pernah melakukan hal-hal buruk, berperilaku kasar, dan tidak pernah berteriak.
Apalagi Rasulullah SAW tidak pernah membalas perbuatan buruk yang menimpanya kepada
siapapun. Bahkan, dia mendoakan orang yang menyakitinya dengan hal-hal yang baik.
Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat berikut:

‫رضي هللا‬- ‫ سألُت عائشة‬:‫عن أبي عبد هللا الَج َد ِلي قال‬
-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ عن ُخ ُلق رسول هللا‬،-‫عنها‬
‫ «لم يكن فاِح ًش ا وال ُم َتَفِّح ًش ا وال َص َّخ اًبا في‬:‫فقالت‬
‫ ولكن َي ْع فو‬، ‫ وال َي ْج زي بالسيئِة السيئَة‬،‫األسواق‬
‫»وَي ْص َفح‬.
Dari Abu Abdilah al-Jadali RA dia berkata, “Saya berkata kepada Aisyah, ‘Bagaimana sikap
Nabi terhadap keluarganya?’ Aisyah menjawab, “Dia adalah orang yang paling terpuji.
Rasulullah tidak pernah bersikap dengan buruk, kasar atau berteriak di tengah pasar. Dia tidak
akan membalas kejahatan dengan kejahatan. Tapi dia memaafkan dan memaafkan hal-hal
buruk yang ditujukan kepadanya secara pribadi.” (HR Imam Ahmad)

Ketiga, tipe pecinta semua


Kecintaan Nabi Muhammad SAW terlihat dari sifat-sifatnya yang sangat mulia. Beliau dikenal
lemah lembut terhadap para sahabatnya. memaafkan mereka dan meminta kepada Allah SWT
untuk mengampuni dosa dan kesalahan mereka, Nabi juga sangat mengenal anak-anak.
Dikatakan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW sedang berdoa, dia mendengar seorang anak
kecil menangis dan menjadi khawatir tentang anak itu. Nabi kemudian mempercepat shalatnya
karena mengetahui bahwa ibunya pasti sangat khawatir dengan tangisan putranya.

‫ عن أبيه قال قال‬،‫عن عبدهللا ابن أبي قتادة األنصاري‬


‫رسوُل هللا ﷺ‬
‫ فأْس َم ُع‬،‫إِّن ي َأَلُقوُم إلى الَّص اَل ِة وَأَن ا ُأِر يُد أْن ُأَط ِّو َل ِفيَه ا‬
‫ فأَت َج َّو ُز في َص اَل تي َك َر اهيَة أْن أُشَّق‬، ‫ُبَك اَء الَّص ِبِّي‬
‫عَلى ُأِّم ِه‬
Dari Abu Qatadah Al-Anshari dari ayahnya RA, Rasulullah SAW bersabda, “ “Sesungguhnya
aku mengerjakan sholat dan berniat melakukannya dalam waktu yang lama. Tetapi aku
mendengar seorang anak kecil menangis maka aku mempercepat shalat. Karena aku tahu
bahwa ibunya pasti sangat sangat khawatir tentang tangisan putranya.” (HR Bukhari dan
Muslim)

Keeempat, toleran
Sifat pemurah Rasulullah selanjutnya yang harus dimiliki setiap Muslim adalah selalu bersikap
toleran. Kualitas ini membuat seseorang taat kepada Allah SWT semaksimal mungkin.
Misalnya, kesabaran dalam menghadapi cobaan atau kejadian yang tidak menyenangkan dan
kemampuan untuk menerimanya dengan sepenuh hati.

‫ “ُكْن ُت َأْم ِش ي َمَع‬: ‫َع ْن َأَن ِس ْب ِن َم اِلٍك رضي هللا عنه َقاَل‬
‫ َو َع َلْي ِه ُبْر ٌد‬، ‫َر ُسوِل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آله وَس َّلَم‬
‫ َفَأْد َر َك ُه َأْع َر اِبٌّي َفَج َب َذ ُه ِبِر َد اِئِه‬، ‫َن ْج َر اِنٌّي َغ ِليُظ الَح اِش َي ِة‬
‫ َح َّت ى َن َظ ْر ُت ِإَلى َص ْف َح ِة َع اِتِق َر ُسوِل ِهللا‬،‫َج ْب َذ ًة َش ِد يَد ًة‬
‫َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه وَس َّلَم َقْد َأَّث َر ْت ِبَه ا َح اِش َي ُة الُبْر ِد ِم ْن ِش َّد ِة‬
‫ ُمْر ِلي ِم ْن َم اِل ِهللا اَّلِذ ي‬، ‫ َي ا ُم َح َّم ُد‬: ‫ ُثَّم َقاَل‬، ‫َج ْب َذ ِتِه‬
‫ ُثَّم‬، ‫ َفاْلَتَفَت ِإَلْي ِه َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم‬. ‫ِع ْن َد َك‬
‫ ُثَّم َأَمَر َلُه ِبَع َط اٍء‬، ‫”َض ِح َك‬.
Dari Anas bin Malik RA, dia berkata, “Saya pernah berjalan dengan Rasulullah, yang pada
waktu itu mengenakan sorban dari daerah Najran, yang tebal bahannya. Kemudian seseorang
dari desa mengikutinya, penduduk badui itu menarik sorbannya begitu keras hingga aku melihat
bekas luka di sisi leher Nabi karena gaya tarik-menarik. Kemudian badui itu berkata, “Wahai
Muhammad, berilah aku kekayaan Allah yang kamu miliki!” Rasulullah SAW menoleh dan
tertawa. Dia memerintahkan untuk memberikan kepada badui hadiah.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Kelima, dermawan
Kedermawanan Rasulullah SAW dikenal dengan kebesaran dan kedermawanan jiwanya.
Memberikan sesuatu dari Allah SWT tanpa keegoisan dan kemunafikan. Kisah
kedermawanannya diceritakan dalam banyak hadits, salah satunya adalah hadits berikut ini:

‫ أن رجاًل سأل النبي‬:‫عن أنس بن مالك رضي هللا عنه‬


،‫ فأعطاه إياه‬،‫صلى هللا عليه وسلم غنًما بين جبلين‬
‫ فوهللا إن محمًد ا‬،‫ أسلموا‬، ‫ أْي قوِم‬:‫فأتى قومه فقال‬
‫ليعطي عطاًء ما يخاُف الفقر‬،
Dari Anas bin Malik RA dia berkata, “Seorang pria mendatangi Nabi SAW dan meminta
kambing yang jumlahnya sama dengan jarak antara dua gunung, maka beliau memberikan apa
yang dia minta. Si pria lantas pulang ke kaumnya dan berkata, “Wahai umatku, masuklah ke
agama Islam, karena Muhammad akan memberimu hadiah yang tidak akan kamu inginkan lagi
khawatir jatuh miskin.” (HR Muslim).
(Siti Nurmah Putriani, ed: Nashih)

Meneladani Sifat dan Akhlak Rasulullah SAW


Siddiq (Jujur)
Amanah (Dapat Dipercaya)
Tabligh (Menyampaikan)
Fathonah (Cerdas)
Rasulullah SAW adalah suri tauladan yang sempurna bagi umat Islam. Beliau memiliki sifat dan akhlak
yang mulia, yang patut kita contoh dan tiru dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Al-Quran, Allah SWT
berfirman:

‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ِفْي َر ُسْو ِل ِهّٰللا ُاْس َو ٌة َح َس َن ٌة ِّلَم ْن َك اَن َي ْر ُجوا‬
٢١ – ‫َهّٰللا َو اْلَي ْو َم اٰاْل ِخ َر َو َذ َك َر َهّٰللا َك ِثْيًر ۗا‬
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat
Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)
Dari ayat ini, kita dapat mengetahui bahwa meneladani sifat dan akhlak Rasulullah SAW adalah
salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengharapkan kebahagiaan di
akhirat. Lalu, apa saja sifat dan akhlak Rasulullah SAW yang bisa kita teladani? Berikut adalah
beberapa di antaranya:

Siddiq (Jujur)
Siddiq artinya jujur dalam perkataan dan perbuatan. Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat
jujur, bahkan sebelum beliau diangkat menjadi rasul. Beliau dikenal dengan julukan Al-Amin
(yang dapat dipercaya) oleh masyarakat Arab saat itu. Beliau tidak pernah berdusta, berkhianat,
atau menipu siapa pun. Beliau selalu berkata benar dan bertindak sesuai dengan apa yang
beliau katakan.
Jujur adalah sifat yang sangat penting dalam Islam, karena ia merupakan dasar dari keimanan
dan keshalihan. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah SAW bersabda:

‫ِإَّن الِّص ْد َق َي ْه ِد ي ِإَلى اْلِبِّر َو ِإَّن اْلِبَّر َي ْه ِد ي ِإَلى اْلَج َّن ِة‬

‫َو ِإَّن الَّر ُج َل َلَي ْص ُد ُق َح َّت ى ُيْك َت َب ِع ْن َد ِهّللا ِص ِّد يًقا وإّن‬
‫الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى النار‬
‫”وإن الرجل ليكذب حتى يكتب عند هللا كذابا‬
“Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu
membawa kepada surga. Dan sesungguhnya seorang laki-laki terus menerus berbicara benar
hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai orang yang benar. Dan sesungguhnya kebohongan itu
membawa kepada kefasikan, dan sesungguhnya kefasikan itu membawa kepada neraka. Dan
sesungguhnya seorang laki-laki terus menerus berbohong hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai
orang yang dusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk selalu jujur dalam segala hal, baik dalam ucapan
maupun perbuatan. Kita harus menjauhi kebohongan, tipu daya, dan ghibah (menggunjing
orang lain). Kita harus berlaku jujur kepada Allah SWT, kepada diri sendiri, dan kepada sesama
manusia.

Amanah (Dapat Dipercaya)


Amanah artinya dapat dipercaya dalam menjaga amanat, tanggung jawab, dan kewajiban.
Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat amanah, baik sebelum maupun sesudah menjadi
rasul. Beliau selalu menunaikan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab beliau dengan
sebaik-baiknya. Beliau juga selalu menjaga amanat yang diberikan kepadanya, baik berupa
barang, rahasia, atau janji. Beliau tidak pernah mengkhianati atau melalaikan amanat yang
dipercayakan kepadanya.
Amanah adalah sifat yang sangat mulia dalam Islam, karena ia merupakan salah satu syarat
dari iman dan keshalihan. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah SAW bersabda:

“‫”اَل ِإيَم اَن ِلَم ْن اَل َأَم اَن َة َلُه َو اَل ِد يَن ِلَم ْن اَل َع ْهَد َلُه‬
“Tidak sempurna iman orang yang tidak amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak
menepati janji.” (HR. Ahmad dan Baihaqi)
Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk selalu amanah dalam segala hal, baik dalam urusan
agama maupun urusan dunia. Kita harus menunaikan kewajiban kita sebagai hamba Allah
SWT, sebagai anggota masyarakat, sebagai keluarga, sebagai teman, dan sebagai individu.
Kita harus menjaga amanat yang diberikan kepada kita, baik berupa harta, ilmu, jabatan, atau
lainnya. Kita harus menepati janji dan komitmen kita kepada Allah SWT dan kepada sesama
manusia.

Tabligh (Menyampaikan)
Tabligh artinya menyampaikan risalah Allah SWT kepada umat manusia. Rasulullah SAW
adalah sosok yang sangat tabligh, karena beliau adalah utusan Allah SWT yang membawa
wahyu-Nya kepada seluruh makhluk. Beliau tidak pernah menyembunyikan atau merubah apa
yang diturunkan kepadanya oleh Allah SWT. Beliau menyampaikan ajaran Islam dengan
hikmah, maw’izhah hasanah (nasihat yang baik), dan mujadalah bi al-lati hiya ahsan (berdebat
dengan cara yang lebih baik). Beliau juga memberi contoh nyata dari ajaran Islam melalui
perilaku dan akhlaknya.
Tabligh adalah sifat yang sangat penting dalam Islam, karena ia merupakan salah satu
kewajiban dari umat Islam. Allah SWT berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 104:

‫َو ْلَت ُك ْن ِّم ْنُك ْم ُاَّم ٌة َّي ْد ُعْو َن ِاَلى اْلَخ ْي ِر َو َي ْأُمُرْو َن‬
‫ُحْو‬ ‫ْف‬ ‫ْل‬ ‫ٰٓل‬
– ‫ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو َي ْن َه ْو َن َع ِن اْلُم ْن َكِۗر َو ُاو ِئَك ُه ُم ا ُم ِل َن‬
١٠٤
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Dari ayat ini, kita dapat mengetahui bahwa menyampaikan kebenaran adalah salah satu cara
untuk mencapai keberuntungan di dunia dan akhirat. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah
SAW bersabda:

“‫”بلغوا عني ولو آية‬


“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR. Bukhari)

Fathonah (Cerdas)
Fathonah artinya cerdas dalam berpikir, berpendapat, dan bertindak. Rasulullah SAW adalah
sosok yang sangat fathonah, karena beliau adalah orang yang diberi hikmah oleh Allah SWT.
Beliau memiliki kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual yang tinggi. Beliau mampu
menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh dirinya sendiri maupun oleh umatnya
dengan cara yang bijaksana, adil, dan efektif. Beliau juga mampu mengambil hikmah dari setiap
kejadian yang terjadi dalam hidupnya.
Fathonah adalah sifat yang sangat bermanfaat dalam Islam, karena ia merupakan salah satu
sarana untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al
Baqarah ayat 269:

‫ُيْؤ ِتي اْلِح ْك َم َة َم ْن َّي َش ٓاُۗء َو َم ْن ُيْؤ َت اْلِح ْك َم َة َفَقْد ُاْو ِتَي‬
٢٦٩ – ‫َخ ْيًر ا َك ِثْيًر ۗا َو َم ا َي َّذ َّك ُر ِآاَّل ُاوُلوا اَاْلْلَب اِب‬
“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang diberi
hikmah, maka sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat
mengambil pelajaran (dari ayat-ayat Allah) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. Al
Baqarah: 269)
Dari ayat ini, kita dapat mengetahui bahwa hikmah adalah salah satu nikmat Allah SWT yang
sangat besar bagi manusia. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah SAW bersabda:

“‫”من يرد هللا به خيرا يفقهه في الدين‬


“Barangsiapa yang dikehendaki Allah kebaikan baginya, maka Dia akan memberinya
pemahaman dalam agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk selalu fathonah dalam segala hal, baik dalam urusan
agama maupun urusan dunia. Kita harus meningkatkan kecerdasan kita dengan belajar ilmu-
ilmu yang bermanfaat, baik ilmu syar’i maupun ilmu dunyawi. Kita harus menggunakan akal kita
untuk memahami ayat-ayat Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW. Kita harus berpikir kritis,
kreatif, dan inovatif dalam menyelesaikan masalah-masalah yang kita hadapi.

Anda mungkin juga menyukai