Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Kebajikan

Jurnal Pengabdian Masyarakat


Vol: 01, No: 02, Januari 2023

BERSAHABAT DENGAN STRES PASCA BENCANA GEMPA BUMI

Muhammad Nur Hidayat Nurdin1)* | Muhrajan Piara2) | Hilwa Anwar3) | Perdana Kusuma4)
| Irdianti 5) | Fadhli Ajra6)
123456)
Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Makassar
mnur.hidayat@unm.ac.id

Abstract : The earthquake disaster that occurred in the West Sulawesi region caused quite a large
impact both materially, physically and psychologically. The target audience for this Community
Partnership Program are earthquake survivors. Based on the literature study and the results of initial
interviews, it was shown that survivors experienced various problems after the disaster, namely the
emergence of feelings of fear, stress and even trauma from aftershocks to tsunamis. This Community
Partnership Program (PKM) activity aims to transfer knowledge to partners, in this case the
survivors of the earthquake disaster in West Sulawesi Province, about post-traumatic stress. This
activity was carried out in one of the mosques in Majene Regency with a total of approximately 30
worshipers, consisting of men and women. The method used is brainstorming, delivery of material by
means of lectures, discussions and sharing of experiences. The result of this activity is the absorption
of material about post-traumatic stress by the participants (partners), which is expected to be a
provision for survivors to start reorganizing their lives after the earthquake, and to be able to deal
with the stress that arises as a result of the disaster.

Keywords: Post Traumatic Stress, Earthquake Disaster Survivors

Abstrak: Bencana gempa bumi yang terjadi di wilayah Sulawesi Barat menimbulkan dampak yang
cukup besar baik secara materil, fisik, maupun psikologis. Target sasaran dalam Program Kemitraan
Masyarakat ini ialah para penyintas bencana gempa bumi. Berdasarkan studi literatur dan hasil
wawancara awal menunjukkan berbagai masalah yang dialami oleh penyintas pasca terjadinya
bencana, yaitu munculnya perasaan takut, stres bahkan trauma akan terjadinya gempa susulan hingga
tsunami. Kegiatan Program Kemitraan Masyarakat (PKM) ini bertujuan untuk melakukan transfer of
knowledge kepada mitra dalam hal ini para penyintas bencana gempa bumi Provinsi Sulawesi Barat
tentang stres pasca trauma. Kegiatan ini dilaksanakan di salah satu masjid yang ada di Kabupaten
Majene sejumlah lebih kurang 30 orang jamaah masjid, yang terdiri atas laki-laki dan perempuan.
Metode yang digunakan adalah brain storming, penyampaian materi dengan merode ceramah, diskusi
dan sharing pengalaman. Hasil dari kegiatan ini adalah terserapnya materi tentang stres pasca trauma
oleh peserta (mitra), yang diharapkan dapat menjadi bekal bagi para penyintas untuk mulai menata
kembali kehidupan mereka pasca bencana gempa bumi, dan dapat mengatasi stres yang muncul akibat
bencana.

Kata Kunci: Stres Pasca Trauma, Penyintas Bencana Gempa Bumi


A. PENDAHULUAN
Stres dalam skala tertentu dapat menjadi alarm reaction (Selye; dalam Davison, Kring
& Neale, 2006) yang dengannya manusia mengembangkan cara-cara tertentu untuk keluar
dari masalahnya, hingga akhirnya dapat memfasilitasi manusia untuk dapat hidup lebih sehat.
Sebaliknya, stres yang tidak mendapatkan penanganan yang serius dapat mengarahkan
manusia atau individu ke dalam kondisi yang lebih memprihatinkan, bahkan sampai bunuh
diri sebagai manivestasi ketidakberdayaan manusia yang paling rendah. Pertanyaan yang
mendasar sesungguhnya adalah apa sesungguhnya stres itu? Mengapa stres seringkali bagi
sementara individu dianggap sebagai kondisi yang sangat menakutkan? Looker dan Gregson
(2005) menjelaskan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang dialami oleh individu yang
ditandai dengan adanya ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dari
lingkungan dibandingkan dengan kemampuan yang dimiliki untuk mengantisipasi tuntutan-
tuntutan tersebut.
Sapuri (2009) menyimpulkan secara umum bahwa stres keadaan yang terkait erat
dengan kendala dan tuntutan dari lingkungan. Kendall dan Hammen (Safaria & Saputra,
2009) mendefinisikan stres yang secara redaksional maupun makna yang relatif sama dengan
pengertian sebelumnya, yakni bahwa stres dapat dialami individu ketika terdapat
ketidakseimbangan antara kondisi yang menuntut dan perhitungan individu terhadap
kemampuannya dalam mengatasi tuntutan tersebut. Stres tidak jarang menjadi kondisi yang
menakutkan bagi indvidu, karena ternyata tidak semua dari individu yang memiliki kapasitas
yang cukup untuk menjawab tuntutan lingkungan yang datang kepadanya. Selye (Davison,
Neale & Kring, 2006) yang juga diikuti oleh beberapa peneliti menegaskan bahwa stres
merupakan respons terhadap berbagai tuntutan lingkungan.
Hasil-hasil riset menjelaskan tentang sumber-sumber utama sehingga individu dapat
mengalami stres. Beberapa diantaranya adalah stres yang bersumber dari sekolah, pekerjaan,
keluarga, masalah hukum, finansial, bencana alam, dan sebagainya. Stres yang bersumber
dari masalah sekolah misalnya dapat disebabkan oleh materi pelajaran yang mungkin
dianggap terlalu berat, tugas-tugas yang tidak ringan baik dari segi banyaknya maupun
bobotnya, hubungan dengan seluruh komponen yang ada di sekolah, atau bahkan tuntutan
dari orangtua tentang bagaimana prestasi sekolah yang harus diraih oleh setiap siswa. Stres
yang bersumber dari pekerjaan dapat dijumpai misalnya pada tidak berimbangnya antara
beban kerja dan upah yang diterima, jenis pekerjaan yang ternyata tidak sesuai dengan bakat
dan keahlian, lingkungan kerja yang memang sarat stresor kerja (seperti akibat suara mesin,
kesesakan, atau hubungan dengan rekan kerja yang sulit), aturan cuti untuk kepentingan
tertentu, hubungan dengan atasan yang tidak harmonis, dan sebagainya.
Stres yang berasal atau akibat dari bencana alam adalah kondisi psikologis yang
dirasakan oleh individu yang menjadi korban (penyintas bencana alam) dari suatu bencana
yang dapat berupa gempa bumi, tanah longsor, banjir bandang, dan sebagainya. Terkait
dengan faktor pemicu terjadinya stres sebagaimana yang disebutkan pada bagian akhir
paragraf di atas, yakni bencana alam khususnya gempa bumi menjadi salah satu jenis bencana
alam yang cukup sering terjadi di wilayah kesatuan Republik Indonesia. Hal ini disebabkan
karena Indonesia terletak di atas tiga lempeng, yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan
Lempeng Indo-Australia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melansir bahwa
ancaman gempa bumi terdapat di hampir seluruh wilayah kepulauan Indonesia, dalam skala
kecil maupun besar (Kompas.com, 20 April 2020). Selain itu, di antara sekian banyak
wilayah yang dinilai memiliki tingkat kerawanan yang tinggi akan terjadinya gempa bumi,
wilayah Sulawesi termasuk ke dalam salah satu wilayah yang juga dinilai paling rawan akan

56
terjadinya gempa bumi (Kompas.com, 20 April 2020). Pada tanggal 15 Januari 2021 sekitar
pukul 02.28 WITA, sebuah gempa darat berkekuatan 6,2 Mw mengguncang pesisir barat
Pulau Sulawesi Indonesia. Pusat gempa berada di 7 km timur laut Kabupaten Majene,
Provinsi Sulawesi Barat, pada kedalaman 10 km, yang guncangannya terasa sampai pada
sebagian besar bagian barat Pulau Sulawesi hingga pantai timur Kalimantan (Wikipedia,
2021). Data BNPB mencatat sebanyak 91 korban jiwa, luka berat 253 orang, luka ringan 679
orang, luka sedang 240 orang, dan terdapat tiga orang yang dinyatakan hilang (Kompas.com,
21 Januari 2021).
Deretan angka jumlah korban sebagaimana diungkapkan pada paragraf sebelumnya,
menjadi cerita paling memilukan yang menyertai setiap peristiwa bencana alam seperti
gempa bumi. Kondisi ini jelas akan membawa pengaruh yang tidak ringan bagi para
penyintas. Banyak kisah yang diceritakan oleh para penyintas tentang bagaimana mereka
harus menyaksikan saudara-saudara atau sanak famili mereka yang harus meregang nyawa
akibat menjadi korban gempa bumi tersebut. Kisah-kisah tragis tersebut pada akhirnya
menyebabkan tidak sedikit di antara penyitas yang mengalami stres bahkan trauma. Berbagai
permasalahan akhirnya satu persatu akan bermunculan pasca terjadinya suatu bencana seperti
gempa bumi, mulai dari masalah kesehatan, ketidaktersediaan logistik yang memadai,
infrastruktur yang lumpuh, masalah-masalah sosial seperti penjarahan, sampai kepada
masalah psikologis.
Para penyintas bencana gempa bumi sangat rentan untuk mengalami gangguan-
gangguan psikologis seperti merasa cemas, trauma, bahkan pada level yang paling parah
seperti gangguan stres pasca trauma (post traumatic stress disorder (PTSD)) (Tentama,
2014). Parkinson (dalam Tentama, 2014) menyebutkan bahwa peristiwa traumatis dapat
terjadi pada saat dan setelah bencana terjadi. Pada kondisi yang terakhir inilah PTSD
mengemuka, dimana peristiwa traumatis yang dialami oleh penyintas benar-benar membawa
kesan yang sangat mendalam bagi para penyintas, hingga seringkali berdampak pada
munculnya permasalahan baru pada diri penyintas. Beberapa keterangan diperoleh dari
penyintas bencana gempa bumi di Sulawesi Barat, misalnya ada seoang penyintas yang
mengaku masih terus merasa bahwa tanah yang dipijaknya terus bergerak, padahal peristiwa
gempanya sendiri telah berlalu beberapa hari yang lalu. Beberapa yang lain ada yang
mengaku ketakutan untuk kembali ke tempat-tempat tinggalnya masing-masing, dan lebih
memilih untuk tetap bertahan di bawah tenda-tenda darurat yang disiapkan oleh relawan
maupun swadaya dari mereka sendiri.
Dampak trauma dari sebuah peristiwa yang traumatis akan memicu terjadinya stres,
sebab dalam sebuah peristiwa traumatis akan memicu munculnya stresor-stresor yang lain,
yang jika dialami oleh penyintas dalam jangka waktu yang panjang akan menstimulasi
terjadinya stress pasca trauma. Stres pasca trauma adalah reaksi berkepanjangan dari trauma
yang dirasakan oleh individu (Smet dalam Tentama, 2014). Gangguan stres pasca trauma
dapat berlangsung selama berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan dekade, dan
kemungkinan baru muncul setelah beberapa hari, bulan, atau bahkan setahun setelah
persitiwa bencananya terjadi (Durand & Barlow dalam Tentama, 2014). Oleh karena itu,
kegiatan PKM ini diharapkan dapat membantu para penyintas untuk lebih dapat mengatasi
stres yang dirasakannya pasca pengalaman bencana gempa bumi yang mereka rasakan, agar
tidak menjadi stres berkepanjangan yang akhirnya justru akan memicu terjadinya gangguan
stres pasca trauma (PTSD). Karena jika PTSD ini terjadi pada penyintas, maka dapat sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari penyintas, bahkan hingga bertahun-tahun setelah peristiwa
bencana yang pernah dialaminya.

57
B. METODE YANG DIGUNAKAN
Kegiatan kemitraan ini dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu brain
storming, ceramah interaktif, diskusi, dan tanya jawab. Adapun langkah-langkah kegiatannya
adalah peserta secara klasikal dikumpulkan pada sebuah titik yang telah disepakati (dalam hal
ini lokasi pelaksanaan adalah pada sebuah masjid) lalu diberikan materi dengan metode
ceramah, terkait tema yang diusung dalam kegiatan ini. Setelah seluruh materi usai diberikan,
kegiatan dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab seputar materi kemitraan.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Bencana gempa bumi yang terjadi beberapa waktu yang lalu menyisakan banyak
sekali permasalahan, terutama di masa-masa awal pasca bencana. Selain kebutuhan pada hal-
hal yang bersifat logistik, seperti makanan, obat-obatan, pakaian laik pakai, kebutuhan akan
sanitasi yang layak, juga kebutuhan pada hal-hal yang bersifat dukungan sosial berupa
pengetahuan (pengetahuan tentang stres pasca trauma) yang dapat membantu mempercepat
proses recovery, juga dalam bentuk dukungan moral yang dapat memantik semangat para
penyintas untuk bangkit dan menata kembali kehidupan mereka bersama keluarga. Ilmu
psikologi yang merupakan latar belakang disiplin kelimuan yang dimiliki oleh tim pelaksana
PKM kali ini dianggap dapat diaplikasikan dalam upaya membantu para penyintas untuk
segera memulihkan kondisi psikologis mereka, setelah mengalami guncangan hebat akibat
bencana alam yang baru saja mereka alami. Setidaknya secara kognitif para penyintas
memiliki pengetahuan tentang apa yang seharusnya mereka lakukan untuk dapat segera pulih
secara psikologis, agar dapat berfungsi kembali baik secara individual maupun secara sosial.

Gambar 1. Seremoni pembukaan kegiatan PKM Terpadu Fakultas Psikologi UNM di


Ruang Pola LPMP Kabupaten Majene
Hal ini dianggap penting mengingat trauma yang dirasakan dalam jangka waktu yang
panjang tanpa penanganan yang baik, dapat menjadi hambatan dalam proses adaptasi kembali
bagi para penyintas setelah mereka mengalami bencana tersebut. Proses transfer pengetahuan
dalam kegiatan PKM ini dilakukan secara manual mengingat keterbatasan kondisi saat
pelaksanaaan. Ceramah untuk menyampaikan materi dilakukan secara dialogis, dengan
melibatkan para penyintas untuk turut berinteraksi dalam pelaksanaan kegiatan ini. Kegiatan
pengabdian (PKM) ini telah terselenggara dengan lancar, meski mengalami penundaan
beberapa kali akibat kondisi internal maupun eksternal tim pelaksana. Sesuai dengan tema
PKM yang diajukan oleh tim dalam proposal kegiatan, pelaksanaan kegiatan ini benar-benar
diarahkan untuk membantu proses pemulihan secara psikologis para penyintas bencana
gempa bumi Provinsi Sulawesi Barat. Dalam pelaksanaan kegiatan PKM ini, tim mencoba

58
berkolaborasi dengan tim PKM yang lain yang mengetengahkan tema tentang penanganan
kondisi psikologis pasca bencana dengan pendekatan dzikir. Kolaborasi ini dilakukan dengan
pertimbangan bahwa kedua tema ini bisa saling menopang, secara psikologis maupun
spiritual.

Gambar 2. Tampak peserta kegiatan PKM Fakultas Psikologi UNM


Kegiatan PKM dilakukan setelah selesai melaksanakan shalat dzuhur secara
berjamaah di sebuah masjid, tempat dimana kegiatan PKM ini dilaksanakan. Secara umum
para peserta (mitra) sangat antusias mengikuti kegiatan PKM. Bahkan ada di antara peserta
yang sempat menangis karena mengingat dosa-dosa maupun kesalahan di masa lalu, yang
dihubungkan dengan peristiwa bencana alam yang baru saja mereka alami. Secara umum,
hasil yang diperoleh dari kegiatan ini adalah bertambahnya pemahaman dan pengetahuan
peserta (mitra) tentang stres pasca trauma sekaligus beberapa jenis dzikir yang dapat
membantu menetralisir emosi-emosi negatif yang masih dirasakan oleh peserta, sebagai
imbas dari peristiwa bencana alam yang baru saja mereka alami bersama. Pengetahuan yang
tidak hanya menyentuh aspek kognitif peserta, tapi juga sisi spiritualnya diharapkan benar-
benar dapat membekali para penyintas agar dapat lebih siap, jika sewaktu-waktu mereka
harus menghadapi kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, seperti bencana alam.

Gambar 3. Proses tanya jawab setelah penyampaian materi


Berbagai hal yang menjadi indikator pendukung kegiatan ini antara lain adalah
kesesuaian disiplin ilmu yang dimiliki oleh tim pelaksana dengan jenis permasalahan yang
akan ditangani. Selain itu kegiatan ini juga dapat terselenggara dengan optimal karena adanya
dukungan dan partisipasi aktif dari berbagai pihak, baik dari tim pelaksana sendiri (dosen
pelaksana PKM bersama mahasiswa yang membantu proses ini). Selain itu secara
kelembagaan, kegiatan ini juga dapat terselenggara dengan baik karena dukungan dari pihak

59
UNM dalam hal ini Rektor selaku pelindung kegiatan, maupun pihak LP2M UNM selaku
penanggung jawab pelaksanaan kegiatan PKM, maupun pihak kantor Lembaga Penjaminan
Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Sulawesi Barat, yang telah memfasilitasi dan berkenan
menjadi tuan rumah sekaligus menghadirkan peserta yang menjadi mitra dalam kegiatan
PKM Terpadu ini.

Gambar 4. Tim pelaksana PKM bersama mitra setelah kegiatan


Beberapa hal yang dapat disebut sebagai hambatan dalam kegiatan PKM ini, dimulai
dari tahap perencanaan sampai pada pelaksanaan antara lain; faktor kesibukan tim pelaksana
yang karena pada saat bersamaan juga masih harus melaksanakan tugas sebagai abdi negara
di kampus. Selain itu, karena kendala jarak yang cukup jauh ke lokasi pelaksanaan kegiatan
PKM ini juga menyebabkan pelaksanaan kegiatan ini harus mengalami beberapa kali
penundaan.

D. KESIMPULAN
Pelaksanaan Program Kemitraan Masyarakat (PKM) pada penyintas bencana gempa
bumi Provinsi Sulawesi Bartat telah usai diselenggarakan, meski harus mengalami beberapa
kali penundaan. Pelaksanaan kegiatan PKLM tahun ini diselenggarakan secara terpadu oleh
Fakultas Psikologi UNM sebagai wujud kepedulian sivitas akademika Fakultas Psikologi
UNM secara khusus dan UNM secara umum, atas musibah bencana gempa bumi yang terjadi
beberapa waktu lalu.
Mitra dalam pelaksanaan kegiatan PKM ini yang merupakan penyintas bencana
gempa bumi Provinsi Sulbar menunjukkan antusiasme yang sangat baik, yang ditunjukkan
dengan atensi dan penghayatan yang sungguh-sungguh terhadap materi yang diberikan.
Terbukti beberapa peserta bahkan ada yang menangis saat materi tengah berlangsung.Hasil
evaluasi kegiatan menunjukkan bahwa peserta merasa sangat senang dengan pelaksanaan
kegiatan PKM ini, dan bahkan berharap bahwa kegiatan serupa dapat dilaksanakan pada
kesempatan-kesempatan berikutnya.
Disarankan agar para penyintas dapat melakukan adaptasi kembali dengan
lingkungannya pasca bencana gempa bumi, dengan memanfaatkan pengetahuan tentang stres
maupun terapi dzikir yang diberikan, sehingga dapat mempercepat proses adaptasi tersebut.
Selain itu, secara spiritual disarankan agar pada diri masing-masing penyintas terbangung
kesadaran bahwa setiap bencana yang terjadi pada diri dan masyarakat mereka adalah bagian
yang memang harus mereka lewati, sehingga perlu untuk selalu mempersiapkan diri dengan
mendekatkan diri kepada Tuhan YMK, agar senantiasa mendapatkan perlindungan dari-Nya.

60
DAFTAR PUSTAKA

Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2006). Psikologi Abnormal (Edisi ke-9).
Jakarta. PT RajaGrafindo Persada
Kompas.com. (2020). Mengapa di Indonesia Sering Terjadi Gempa?
Kompas.com. (2021). Update Korban Gempa Sulbar: 91 Meninggal, 3 Hilang, 253 Luka
Berat.
Looker, T., & Gregson, O. (2004). Managing Stres: Mengatasi Stres Secara Mandiri. (Alih
bahasa: Haris Setiawan). Yogyakarta. Penerbit BACA!
Safaria, T., & Saputra, N. E. (2009). Manajemen Emosi: sebuah Panduan Cerdas Bagaimana
Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda. Jakarta. PT Bumi Aksara
Sapuri, R. (2009). Psikologi Islam: Tuntutan Jiwa Manusia Modern. Jakarta. PT
RajaGrafindo Perkasa
Tentama, F. (2014). Dukungan Sosial dan Post-Traumatic Stress Disorder Pada Remaja
Penyintas Gunung Merapi. Jurnal Psikologi Undip. Vol. 13 No. 2. Hal. 133-138.
Wikipedia. (2021). Gempa Bumi Sulawesi Barat 2021.

61

Anda mungkin juga menyukai