Anda di halaman 1dari 29

HAKEKAT MASYARAKAT, PESERTA DIDIK, GURU/PENDIDIK,

DAN PEMBELAJARAN DALAM KEHIDUPAN

Oleh:

1. PUTRI MELANI SIGALINGGING (1183171028)

2. EMIYA TIRANI MUNTHE (1183171020)

3. YUITA GLORYA TAMPUOLO (1141171024)

Dosen Pembimbing

Prof Dr. Yusnadi, MS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat kemurahanNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Filsafat
Pendidikan ini dengan lancar dan tepat waktu. Adapun tugas makalah ini berisikan tentang
hasil diskusi kami mengenai “Hakekat Masyarakat, Peserta Didik, Guru/Pendidik, Dan
Pembelajaran Dalam Kehidupan”.

Kami menyadari sepenuhnya akan kemampuan yang masih terbatas, sehingga masih
banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini dan hasilnya belum dapat dikatakan
sempurna. Oleh karena itu, masukan, kritik dan saran yang sifatnya membangun kami
nantikan dalam rangka kesempurnaan makalah ini. Dan dengan ini kami berharap makalah
ini dapat memberikan dampak baik bagi para pembaca semua.

Medan, November 2018

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR.................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang................................................................................................ 1
B. Tujuan............................................................................................................ 2
C. Manfaat.......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakekat Masyarakat.........................................................................................3
B. Hakekat Peserta Didik......................................................................................14
C. Hakekat Guru/Pendidik....................................................................................18
D. Hakekat Pembelajaran dalam Kehidupan........................................................22

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................... 24
B. Saran .............................................................................................................25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara tentang pendidikan maka membahas perkembangan peradaban manusia.


Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya
masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai
dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian
berdampak terhadap peradaban manusia. Tulisan ini akan mendeskripsikan pendapat tentang
arti pentingnya pendidikan bagi manusia, serta sasaran pendidikan secara umum di
Indonesia. Pendekatan sistemik terbadap pengembangan melalui pendidikan adalah
pendekatan di mana masyarakat tradisional sebagai input dan pendidikan sebagai suatu
lembaga pendidikan masyarakat sebagai pelaksana proses pengembangan dan masyarakat
yang dicita-citakan sebagai outputnya yang dicita-citakan.

Dalam proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan masyarakat yang telah
mapan dan melembaga, anak-anak belajar untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai tradisional
di mana institusi tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses di mana anak-anak belajar
mengikuti pola-pola dan nilai-nilai budaya yang berlaku tersebut dinamakan proses
sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut harus beijalan dengan wajar dan mulus oleh karena kita
semua mengetahui betapa pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi. Orang tua dan
keluarga berharap sekolah dapat melaksanakan proses sosialisasi tersebut dengan baik.

Dalam lembaga-lembaga ini guru-guru di sekolah dipandang sebagai model dan


dianggap dapat mengemban amanat orang tua (keluarga dan masyarakat) agar anak-anak-
memahami dan kemudian mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya. Willard Waller
dalam hubungan ini menganggap sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan sebagai
museum yang menyimpan tentang nilai-nilai kebajikan (mnuseum of virture) (Pardius and
Parelius, 1978; p. 24). Dengan anggapan tersebut, masyarakat menginginkan sekolah beserta
staf pengajarnya harus mampu mengajarkan nilai-nilai kebajikan dari masyarakatnya (the old
viture), atau keseluruhan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi anutan dan pandangan
masyarakatnya.
1

Untuk memberikan pendidikan mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan patuh kepada
pemimpin, kemauan kerja keras, kehidupan bernegara dan kehidupan demokrasi,
menghormati, nilai-nilai perjuangan bangsa, rasa keadilan dan persamaan, aturan-aturan
hukum dan perundang-undangan dan sebagainya, kiranya lembaga utama yang paling
berkompeten adalah lembaga pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hakekat masyarakat ?
2. Apa yang dimaksud dengan peserta didik ?
3. Apa yang dimaksud dengan guru/pendidik ?
4. Bagaimana pembelajaran dalam kehidupan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari hakekat masyarakat.
2. Untuk mengetahui maksud dari peserta didik.
3. Untuk mengetahui maksud dari guru/pendidik.
4. Untuk mengetahui pembelajaran dalam kehidupan.
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakekat Masyarakat

Masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam


masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan antar aksi.
Dengan demikian masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan tempat
berlangsungnya antar aksi warga masyarakat itu. Untuk mengerti bentuk dan sifat
masyarakat dalam mekanismenya ada ilmu masyarakat (sosiologi) agar lebih baik
apabila ia mengenal “masyarakat” dimana ia menjadi bagian daripadanya, karena tiap-
tiap pribadi tidak saja menjadi warga masyarakat secara pasif. Berbicara tentang
pendidikan, maka membahas perkembangan peradaban manusia. Perkembangan
pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya.
Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian
berdampak terhadap peradaban manusia. Tulisan ini akan mendeskripsikan pendapat
tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia, serta sasaran pendidikan secara umum
di Indonesia. Pendekatan sistemik terbadap pengembangan melalui pendidikan adalah
pendekatan di mana masyarakat tradisional sebagai input dan pendidikan seba gai suatu
lembaga pendidikan masyarakat sebagai pelaksana proses pengembangan dan masyarakat
yang dicita-citakan sebagai outputnya yang dicita-citakan.

Menurut Ki Hajar Dewantoro ada tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan


keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Dari ketetapan MPR No.
1!/MPR/1988 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara kita mengetahui bahwa
pendidikan itu merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, pemerintah dan
masyarakat. Dari dua penjelasan tersebut di atas maka bentuk pendidikan dibagi menjadi
tiga bentuk yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal
(Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Pelaksanaan ketiga bentuk pendidikan adalah lembaga pemerintah, lembaga keluarga,
lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan lain.
3

Lembaga keluarga menyelenggarakan pendidikan informal, lembaga pemerintah,


lembaga keagamaan, lembaga pendidikan yang lain menyelenggarakan pendidikan formal
maupun pendidikan nonformal.

Bentuk-bentuk pendidikan nonformal cukup banyak jenisnya, seperti berbagai macam


kursus kcterampilan yang mempersiapkan tenaga terampil. Seperti kursus menjahit,
kursus komputer, kursus montir, kursus bahasa-bahasa asing dan sebagainya. Bentuk
pendidikan formal yang beçjalan ini terdiri dari empat jenjang yaitu SD, SLTP, SLTA
dan Perguruan Tinggi. Menurut Undang Undang Nomor : 2/1989, tentang jenjang
pendidikan dibagi menjadi tiga jenjang yaitu Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah
dan Pendidikan Tinggi. Pendidikan Dasar terdiri dari Sekolah Dasar dan Sekolab
Menengah Tingkat Pertama. Proses pendidikan dari tiga bentuk pendidikan itu
dipengaruhi oleh sistem politik dan ekonomi. (Muhammad Dimyati, 1988 p, 163).
Dengan adanya bermacam-macam jenis politik dan bermacam-macam kondisi ekonomi
maka arah proses pendidikan akan bermacam-macam untuk masing-masing bentuk
pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga, pemerintah, lembaga keagamaan dan
lembaga-lembaga non-agama.

1. PERANAN PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT

Sebagian besar masyarakat modern memandang lembaga-lembaga pendidikan sebagai


peranan kunci dalam mencapai tujuan sosial Pemerintah bersama orang tua telah
menyediakan anggaran pendidikan yang diperlukan sceara besar-besaran untuk kemajuan
sosial dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional yang
berupa nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti rasa hormat kepada orang tua,
kepada pemimpin kewajiban untuk mematuhi hukum-hukum dan norma-norma yang
berlaku, jiwa patriotisme dan sebagainya. Pendidikan juga diharapkan untuk memupuk
rasa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kemajuan-kemajuan dan
pembangunan politik, ekonomi, sosial dan pertahanan keamanan. Pendek kata pendidikan
dapat diharapkan untuk mengembangkan wawasan anak terhadap ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga
membawa kemajuan pada individu masyarakat dan negara untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional. Berbicara tentang fungsi dan peranan pendidikan dalam
masyarakat ada bermacam-macam pendapat, di bawah ini disajikan tiga pendapat tentang
fungsi pendidikan dalam masyarakat.

Wuradji (1988) menyatakan bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif


mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut: (1) Fungsi sosialisasi, (2) Fungsi kontrol
sosial, (3) Fungsi pelestarian budaya Masyarakat, (4) Fungsi latihan dan pengembangan
tenaga kerja, (5) Fungsi seleksi dan alokasi, (6) Fungsi pendidikan dan perubahan sosial,
(7) Fungsi reproduksi budaya, (8) Fungsi difusi kultural, (9) Fungsi peningkatan sosial,
dan (10) Fungsi modifikasi sosial. ( Wuradji, 1988, p. 31-42).

Jeane H. Ballantine (1983) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam masyarakat


itu sebagai berikut: (1) fungsi sosialisasi, (2) fungsi seleksi, latihan dan alokasi, (3) fungsi
inovasi dan perubahan sosial, (4) fungsi pengembangan pribadi dan sosial (Jeanne H.
Ballantine, 1983, p. 5-7).

Meta Spencer dan Alec Inkeles (1982) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam
masyarakat itu sebagai berikut: (1) memindahkan nilai-nilai budaya, (2) nilai-nilai
pengajaran, (3) peningkatan mobilitas sosial, (4) fungsi stratifikasi, (5) latihan jabatan, (6)
mengembangkan dan memantapkan hubungan hubungan sosial (7) membentuk semangat
kebangsaan, (8) pengasuh bayi.

Dari tiga pendapat tersebut di atas, tidak ada perbedaan tetapi saling melengkapi
antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lain.

1) Fungsi Sosialisasi.

Di dalam masyarakat pra industri, generasi baru belajar mengikuti pola perilaku
generasi sebelumnya tidak melalui lembaga-lembaga sekolah seperti sekarang ini. Pada
masyarakat pra industri tersebut anak belajar dengan jalan mengikuti atau melibatkan diri
dalam aktivitas orang-orang yang telah lebih dewasa. Anak-anak mengamati apa yang
mereka lakukan, kemudian menirunya dan anak-anak belajar dengan berbuat atau
melakukan sesuatu sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang telah dewasa. Untuk
keperluan tersebut anak-anak belajar bahasa atau simbol-simbol yang berlaku pada
generasi tua, menyesuai kan diri dengan nilai-nilai yang berlaku, mengikuti
pandangannya dan memperoleh keterampilan-keterampilan tertentu yang semuanya
diperoleh lewat budaya masyarakatnya. Di dalam situasi seperti itu semua orang dewasa
adalah guru, tempat di mana anak-anak meniru, mengikuti dan berbuat seperti apa yang
dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa.

Mulai dari permulaan, anak-anak telah dibiasakan berbuat sebagaimana dilakukan


oleh generasi yang lebih tua. Hal itu merupakan bagian dari perjuangan hidupnya. Segala
sesuatu yang dipelajari adalah berguna dan berefek langsung bagi kehidupannya sehari-
hari. Hal ini semua bisa terjadi oleh karena budaya yang berlaku di dalam masyarakat, di
mana anak menjadi anggotanya, adalah bersifat stabil, tidak berubah dan waktu ke waktu,
dan statis.

Dengan semakin majunya masyarakat, pola budaya menjadi lebih kompleks dan
memiliki diferensiasi antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain, antara
yang dianut oleh individu yang satu dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain
masyarakat tersebut telah mengalami perubahan-perubahan sosial. Ketentuan-ketentuan
untuk berubah ini sebagaimana telah disinggung di halaman-halaman situs web ini
sebelumnya, mengakibatkan terjadinya setiap transmisi budaya dan satu generasi ke
generasi berikutnya selalu menjumpai permasalahan-permasalahan. Di dalam suatu
masyarakat sekolah telah melembaga demikian kuat, maka sekolah menjadi sangat
diperlukan bagi upaya menciptakan/melahirkan nilai-nilai budaya baru (cultural
reproduction).

Dengan berdasarkan pada proses reproduksi budaya tersebut, upaya mendidik anak-
anak untuk mencintai dan menghormati tatanan lembaga sosial dan tradisi yang sudah
mapan adalah menjadi tugas dari sekolah. Termasuk di dalam lembaga-lembaga sosial
tersebut diantaranya adalah keluarga, lembaga keagamaan, lembaga pemerintahan dan
lembaga-lembaga ekonomi. Di dalam permulaan masa-masa pendidikannya, merupakan
masa yang sangat penting bagi pembentukan dan pengembangan pengadopsian nilai-nilai
ini. Masa-rnasa pembentukan dan pembangunan upaya pengadopsian ini dilakukan
sebelum anak-anak mampu memiliki kemampuan kritik dan evaluasi secara rasional.
Sekolah-sekolah menjanjikan kepada anak-anak gambaran tentang apa yang dicita-
citakan oleh lembaga-lembaga sosialnya. Anak-anak didorong, dibimbing dan diarahkan
untuk mengikuti pola-pola prilaku orang-orang dewasa melalui cara-cara ritual tertentu,
melalui drama, tarian, nyanyian dan sebagainya, yang semuanya itu merupakan ujud
nyata dari budaya masyarakat yang berlaku. Melalui cara-cara seperti itu anak. anak
dibiasakan untuk berlaku sopan terhadap orang tua, hormat dan patuh terhadap norma-
norma yang berlaku.

Lembaga-lembaga agama mengajarkan bagaimana penganutnya berbakti kepada


Tuhannya berdasarkan tata cara tertentu. Lembaga-lembaga pemerintahan mengajarkan
bagaimana anak kelak apabila telah menjadi warga negara penuh, memenuhi kewajiban-
kewajiban negara, memiliki jiwa patriotik dan memiliki kesadaran berwarga negara.
Semua ajaran dan pembiasaan tersebut pada permulaannya berlangsung melalui proses
emosional, bukan proses kognitif. Dalam proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi
tatanan masyarakat yang telah mapan dan melembaga, anak-anak belajar untuk
menyesuaikan dengan nilai-nilai tradisional di mana institusi tradisional tersebut
dibangun. Keseluruhan proses di mana anak-anak belajar mengikuti pola-pola dan nilai-
nilai budaya yang berlaku tersebut dinamakan proses sosialisasi. Proses sosialisasi
tersebut harus beijalan dengan wajar dan mulus oleh karena kita semua mengetahui
betapa pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi. Orang tua dan keluarga
berharap sekolah dapat melaksanakan proses sosialisasi tersebut dengan baik. Dalam
lembaga-lembaga ini guru-guru di sekolah dipandang sebagai model dan dianggap dapat
mengemban amanat orang tua (keluarga dan masyarakat) agar anak-anak- memahami dan
kemudian mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya. Willard Waller dalam hubungan
ini menganggap sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan sebagai museum yang
menyimpan tentang nilai-nilai kebajikan (mnuseum of virture) (Pardius and Parelius,
1978; p. 24). Dengan anggapan tersebut, masyarakat menginginkan sekolah beserta staf
pengajarnya harus mampu mengajarkan nilai-nilai kebajikan dari masyarakatnya (the old
viture), atau keseluruhan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi anutan dan pandangan
masyarakatnya. Untuk memberikan pendidikan mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan
patuh kepada pemimpin, kemauan kerja keras, kehidupan bernegara dan kehidupan
demokrasi, menghormati, nilai-nilai perjuangan bangsa, rasa keadilan dan persamaan,
aturan-aturan hukum dan perundang-undangan dan sebagainya, kiranya lembaga utama
yang paling berkompeten adalah lembaga pendidikan.
Sekolah mengemban tugas untuk melaksanakan upaya-upaya mengalihkan nilai-nilai
budaya masyarakat dengan mengajarkan nilai-nilai yang menjadi way of life masyarakat
dan bangsanya. Untuk memenuhi fungsi dan tugasnya tersebut sekolah menetapkan
program dan kurikulum pendidikan, beserta metode dan tekniknya secara paedagogis,
agar proses transmisi nilai-nilai tersebut berjalan lancar dan mulus.

Dalam hubungannya dengan transmisi nilai-nilai, terdapat beragam budaya antara


masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, dan antara negara yang satu dengan
negara yang lain. Sebagai contoh sekolah-sekolah keguruan di Uni Soviet dan Amerika.
Di Uni Soviet guru-guru harus mengajarkan rasa solidaritas dan rasa tanggung jawab
untuk menyatu dengan kelompoknya dengan mengembangkan sistem kompetisi di antara
mereka. Sementara di Amerika Serikat guru harus mengembangkan kemampuan untuk
hidup mandiri dan kemampuan bersaing dengan melakukan upaya-upaya kompetisi
penuh di antara siswa-siswa.

2) Fungsi kontrol sosial

Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional


masyarakat harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan
mekanisme kontrol sosial. Durheim menjelaskan bahwa petididikan moral dapat
dipergunakan untuk menahan atau mengurangi sifat-sifat egoisme pada anak-anak
menjadi pribadi yang merupakan bagian masyarakat yang integral di mana anak harus
memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial. (Jeane H. Bellatine, 1983, p.8). Melalui
pendidikan semacam ini individu mengadopsi nilai-nilai sosial dan melakukan interaksi
nilai-niiai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari Selanjutnya sebagai individu sebagai
anggota masyarakat ia juga dituntut untuk memberi dukungan dan berusaha untuk
mempertahankan tatanan sosial yang berlaku. Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi
untuk mempertahankan dan mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta kontrol sosial
mempergunakan program-program asimilasi dan nilai-nilai subgrup beraneka ragam, ke
dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi pola anutan bagi sebagiai
masyarakat. Sekolah berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai dan pandangan hidup
etnik yang beraneka ragam menjadi satu pandangan yang dapat diterima seluruh etnik.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sekolah berfungsi sebagai alat pemersatu dan
segala aliran dan pandangan hidup yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah
di Indonesia, sekolah harus menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa
dan negara Indonesia kepada anak-anak di sekolah.

3). Fungsi pelestarian budaya masyarakat.

Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang


beraneka ragam juga harus melestanikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak
dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya yang
digunakan sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya. Fungsi sekolah
berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu
pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk
mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu
daerah tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai
budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya
Minangkabau dan sebagainya dan kedua sekolah mempunyai tugas untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan mempersatukan nilai-nilai yang ada
yang beragam demi kepentingan nasional.

Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang
berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan nilai-
nilai daerah tertentu.Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat
menjadikan anak itu menjadi yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah
airnya.

4). Fungsi seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja.

Jika kita amati apa yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka menyiapkan tenaga
kerja untuk suatu jabatan tertentu, maka di sana akan terjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan,
latihan untuk suatu jabatan dan pengembangan tenaga kerja tertentu. Proses seleksi ini
terjadi di segala bidang baik mau masuk sekolah maupun mau masuk pada jabatan
tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu harus mengikuti ujian tertentu, untuk masuk suatu
jabatan tertentu harus mengikuti testing kecakapan tertentu. Sebagai contoh untuk dapat
masuk pada suatu sekolah menengah tertentu harus menyerahkan nllai EBTA Murni
(NEM). Dan nilai NEM yang masuk dipilih nilai NEM yang tinggi dari nilai tertentu
sampai nilai yang terendah. Jika bukan nilai yang menjadi persyaratan yang ketat tetapi
biaya sekolah yang tak terjangkau untuk masuk sekolah tertentu.

Oleh karena itu anak yang nilainya rendah dan ekonominya lemah tidak kebagian
sekolah yang mutunya tinggi. Demikian pula untuk memangku jabatan pada pekerjaan
tertentu, mereka yang diharuskan mengikuti seleksi dengan berbagai cara yang tujuannya
untuk memperoleh tenaga kerja yang cakap dan terampil sesuai dengan jabatan yang akan
dipangkunya.

Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk latihan dan pengembangan tenaga
kerja mempunyai dua hal. Pertama sekolah digunakan untuk menyiapkan tenaga kera
profesional dalam bidang spesialisasi tertentu. Untuk memenuhi ini berbagai bidang studi
dibuka untuk menyiapkan tenaga ahli dan terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam
bidangnya. Kedua dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja agar memiliki
tanggung jawab terhadap kanier dan pekerjaan yang dipangkunya.

Sekolah mengajarkan bagaimanan menjadi seorang yang akan memangku jabatan


tertentu, patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung jawab akan tugas, disiplin mengerjakan
tugas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar seseorang
dapat menghargai harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia sebagai
manusia, dengan memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam
tugasnya.Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan pendidikan. Fungsi
pengajaran untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang keahlian yang
ditekuninya. Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga yang terampil sesuai dengan
bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan seorang pribadi yang baik untuk
menjadi seorang pekerja sesuai dengan bidangnya. Jadi fungsi pendidikan ini merupakan
pengembangan pribadi sosial.

5) Fungsi pendidikan dan perubahan sosial.

Pendidikan mempunyai fungsi untuk mengadakan perubahan sosial mempunyai


fungsi (1) melakukan reproduksi budaya, (2) difusi budaya, (3) mengembangkan analisis
kultural terhadap kelembagaan-kelembagaan tradisional, (4) melakukan perubahan-
perubahan atau modifikasi tingkat ekonomi sosial tradisional, dan (5) melakukan
perubahan-perubahan yang lebih mendasar terhadap institusi-institusi tradisional yang
telah ketinggalan. Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah
sebagai pusat penelitian dan pengembangan.

10

Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang
lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.

Pada masa-masa proses industrialisasi dan modernisasi pendidikan telah mengajarkan


nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan baru, seperti orientasi ekonomi, orientasi
kemandirian, mekanisme kompetisi sehat, sikap kerja keras, kesadaran akan kehidupan
keluarga kecil, di mana nilai-nilai tersebut semuanya sangat diperlukan bagi
pembangunan ekonomi sosial suatu bangsa. Usaha-usaha sekolah untuk mengajarkan
sistem nilai dan perspektif ilmiah dan rasional sebagai lawan dan nilai-nilai dan
pandangan hidup lama, pasrah dan menyerah pada nasib, ketiadaan keberanian
menanggung resiko, semua itu telah diajarkan oleh sekolah sekolah sejak proses
modernisasi dari perubahan sosial Dengan menggunakan cara-cara berpikir ilmiah, cara-
cara analisis dan pertimbangan-pertimbangan rasional serta kemampuan evaluasi yang
kritis orang akan cenderung berpikir objektif dan lebih berhasil dalam menguasai alam
sekitarnya. Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil nilai-
nilai budaya baru juga berfungsi penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi sebagai
difusi budaya (cultural diffission). Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial yang kemudian
diambil tentu berdasarkan pada hasil budaya dan difusi budaya. Sekolah-sekolah tersebut
bukan hanya menyebarkan penemuan-penemuan dan informasi-informasi baru tetapi juga
menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan pandangan hidup baru yang semuanya itu dapat
memberikan kemudahan-kemudahan serta memberikan dorongan bagi terjadinya
perubahan sosial yang berkelanjutan.

Fungsi pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan


analisis kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru
tentang cara berpikir manusia. Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil
menciptakan generasi baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak
mudah menyerah pada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap
perubahan. Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri dari
ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain, terutama pada mereka yang
berkuasa. Pendidikan ini terutama diarahkan untuk mempenoleh kemerdekaan politik,
sosial dan ekonomi, seperti yang diajukan oleh Paulo Friere.

11

Dalam banyak negara terutama negara-negara yang sudah maju, pendidikan orang
dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga masalah kemampuan kritis ini
telah berlangsung dengan sangat intensif. Pendidikan semacam itu telah berhasil
membuka mata masyarakat terutama didaerah pedesaan dalam penerapan teknologi maju
dan penyebaran penemuan baru lainnya.

Pengaruh dan upaya pengembangan berpikir kritis dapat memberikan modifikasi


(perubahan) hierarki sosial ekonomi. Oleh karena itu pengembangan berpikir knitis bukan
saja efektif dalam pengembangan pnibadi seperti sikap berpikir kritis, juga berpengaruh
terhadap penghargaan masyarakat akan nilai-nilai manusiawi, perjuangan ke arah
persamaan hak-hak baik politik, sosial maupun ekonomi. Bila dalam masyarakat
tradisional lembaga-lembaga ekonomi dan sosial didominasi oleh kaum bangsawan dan
golongan elite yang berkuasa, maka dengan semakin pesatnya proses modernisasi
tatanan-tatanan sosial ekonomi dan politik tersebut diatur dengan pertimbangan dan
penalaran-penalaran yang rasional. Oleh karena itu timbullah lembaga-lembaga ekonomi,
sosial dan politik yang berasaskan keadilan, pemerataan dan persamaan. Adanya strata
sosial dapat terjadi sepanjang diperoleh melalui cara-cara objektif dan keterbukaan,
misalnya dalam bentuk mobilitas vertikal yang kompetitif.

6) Fungsi Sekolah dalam Masyarakat

DI muka telah dibicarakan tentang adanya tiga bentuk pendidikan yaitu pendidikan
formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal disebut juga
sekolah. Oleh karena itu sekolah bukan satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan tetapi masih ada lembaga-lembaga lain yang juga menyelenggarakan
pendidikan. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu (1)
sebagai partner masyarakat dan (2) sebagai penghasil tenaga kerja. Sekolah sebagai
partner masyarakat akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang di dalam
lingkungan masyarakat. Pengalarnan pada berbagai kelompok masyarakat, jenis bacaan,
tontonan serta aktivitas-aktivitas lainnya dalam masyarakat dapat mempengaruhi fungsi
pendidikan yang dimainkan oleh sekolah. Sekolah juga berkepentingan terhadap
perubahan lingkungan seseorang di dalam masyarakat.

12

Perubahan lingkungan itu antara lain dapat dilakukan melalui fungsi layanan
bimbingan, penyediaan forum komunikasi antara sekolah dengan lembaga sosial lain
dalam masyarakat. Sebaliknya partisipasi sadar seseorang untuk selalu belajar dari
lingkungan masyarakat, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh tugas-tugas belajar serta
pengarahan belajar yang dilaksanakan di sekolah. Fungsi sekolah sebagai partner
masyarakat akan dipengaruhi pula oleh sedikit banyaknya serta fungsional tidaknya
pendayagunaan sumber-sumber belajar di masyarakat. Kekayaan sumber belajar dalam
masyarakat seperti adanya orang-orang sumber, perpustakaan, museum, surat kabar,
majalah dan sebagainya dapat digunakan oleh sekolah dalam menunaikan fungsi
pendidikan. Sebagai produser kebutuhan pendidikan masyarakat sekolah dan masyarakat
memiliki ikatan hubungan rasional di antara keduanya. Pertama, adanya kesesuaian antara
fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan apa yang dibutuhkan masyarakat.
Kedua, ketepatan sasaran atau target pendidikan yang ditangani oleh lembaga
persekolahan akan ditentukan pula o!eh kejelasan perumusan kontrak antara sekolah
selaku pelayan dengan masyarakat selaku pemesan. Ketiga, keberhasilan penunaian
fungsi sekolah sebagai layanan pesanan masyarakat sebagian akan dipengaruhi oleh
ikatan objektif di antara keduanya.

Visi dan Misi pendidikan Nasional dalam Masyarakat yaitu :

 Memperkuat jati diri dan kepribadian manusia, masyarakat, dan bangsa


Indonesia dalam suasana yang demokratis, tentram, aman dan damai (Tilaar
2000:16).
 Memperdayakan lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan nilai. Di
dalam usaha tersebut perlu melibatkan dan meningkatkan partisipasi keluarga
dan masyarakat.
 Pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan yang berdasarkan kepada
prinsip desentrasi, otonomi, keilmuan dan menajemen (Tilaar 2000:167).

13
B. HAKIKAT PESERTA DIDIK

Menurut kamus Echols & Shadaly, individu adalah kata benda dari individual yang
berarti orang, perseorangan, oknum (Siti Hartinah : 2008). Manusia diciptakan sebagai
makhluk yang unik. Masing-masing diberi kelebihan dan kekurangan. Tidak ada satu pun
manusia yang hanya memiliki sisi positif. Sebaliknya, tidak ada manusia yang hanya
memiliki sisi negatif. Keinginan untuk menjadi diri sendiri itu ada pada setiap manusia. Maka
setiap peserta didik yang berada dalam ikatan pendidikan dengan pendidiknya, adalah mereka
yang kebebasannya ingin menjadi ”diri sendiri”.

Uraian tentang manusia dengan kedudukannya sebagai peserta didik haruslah


menempatkan manusia sebagai pribadi yang utuh. Dalam kaitannya dengan kepentingan
pendidikan, akan lebih ditekankan hakikat manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu
dan makhluk sosial, sebagai kesatuan jasmani dan rohani, dan sebagai makhluk Tuhan
dengan menempatkan hidupnya didunia sebagai persiapan kehidupannya diakhirat. Dalam
kegiatan kependidikan, sasaran yang kita harapkan akan menjadi orang dewasa adalah peserta
didik, mereka menjadi tumpuan harapan agar menjadi manusi yang utuh, manusia bersusila
dan bermoral, bertanggung jawab bagi kehidupan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat

Dalam bahasa Indonesia, makna siswa, murid, pelajar dan peserta didik merupakan
sinonim (persamaan), semuanya bermakna anak yang sedang berguru (belajar dan
bersekolah), anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari sutu lembaga pendidikan.
Peserta didik adalah subjek utama dalam pendidikan. Dialah yang belajar setiap saat. Peserta
didik merupakan seseorang yang sedang berkembang memiliki potensi tertentu dengan
bantuan pendidik (guru), ia mengembangkan potensinya tersebut secara optimal . Istilah
peserta didik merupakan sebutan bagi semua orang yang mengikuti pendidikan dilihat dari
tatanan makro. Menurut UU no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari
seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.sedangkan dalam
arti sempit anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada
tanggung jawab pendidik (Yusrina, 2006).

14

Peserta didik menunjukkan seseorang manusia yang belum dewasa yang akan dibimbing
oleh pendidiknya untuk menuju kedewasaan. Peserta didik adalah komponen masukan dalam
sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi
manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dari uraian tersebut di
atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud peserta didik adalah individu manusia yang
secara sadar berkeinginan untuk mengembangkan potensi dirinya (jasmani dan ruhani)
melalui proses kegiatan belajar mengajar yang tersedia pada jenjang atau tingkat dan jenis
pendidikan tertentu. Peserta didik dalam kegiatan pendidikan merupakan obyek
utama (central object), yang kepadanya lah segala yang berhubungan dengan aktivitas
pendidikan dirujukkan.

1) Karakteristik Peserta Didik

Setiap peserta didik memiliki ciri dan sifat atau karakteristik yang diperoleh lingkungan.
Agar pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal guru perlu memahami karakteristik
peserta didik. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik yang dimiliki sejak lahir baik
menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis Untuk mengetahui siapa peserta
didik perlu dipahami bahwa sebagai manusia yang sedang berkembnag menuju kearah ke
dewasaan memiliki beberapa karakteristik. Dalam mengungkapkan ciri-ciri anak didik Edi
Suardi (1984) mengemukakan 3 ciri anak didik:

a) Kelemahan dan ketidakberdayaan.

Anak ketika dilahirkan dalam keadaan lemah yang tidak berdaya untuk dapat bergerak
harus melalui berbagai tahapan. Kelemahan yang dimiliki anak adalah kelemahan rohaniah
dan jasmaniah misalnya tidak kuat gangguan cuaca juga rohaniahnya tidak mampu
membedakan keadaan yang berbahaya ataupun menyenangkan. Kelemahan dan
ketidakberdayaan anak makin lama makin hilang karena berkat bantuan dan bimbingan
pendidik atau yang disebut dengan pendidikan. Pendidikan akan berhenti manakala
kelemahan dan ketidakberdayaan sudah berubah menjadi kekuatan dan keberdayaan, yaitu
suatu keadaan yang dimiliki oleh orang dewasa. Pendidikan justru ada karena adanya ciri
kelemahan dan ketidakberdayaan tersebut.

15

b) Anak didik adalah makhluk yang ingin berkembang

Keinginan berkembang yang menggantikan ketidakmampuan pada saat anak lahir


merupakan karunia yang besar untuk membawa mereka ketingkat kehidupan jasmaniah dan
rohaniah yang tinggi lebih tinggi lebih tinggi dari makhluk lainnya.

Keinginan berkembang mendorong anak untuk giat, itulah yang menyebabkan adanya
kemungkinan atau pergaln yang disebut pendidikan. Tanpa keinginan berkembang pada anak,
akan menjadikan tidak ada kemauan tidak mempunyai vitalitas, tidak giat bahkan barang kali
menjadi malas dam acuh tak acuh.

c) Anak didik yang ingin menjadi diri sendiri.

Sepeti pernah dikemukakan bahwa anak didik itu ingin menjadi diri sendiri. Hal tersebut
penting baginya karena untuk dapat bergaul dalam masyarakat. Seseorang harus merupakan
diri sendiri, orang seorang atau pribadi. Tanpa itu manusia akan menjadi manusia penurut,
dan manusia yang tidak punya pribadi. Pendidikan yang bersifatotoriter bahkan mematikan
pribadi anak yang sedang tumbuh. Secara garis besar karakteristik peserta didik dibentuk oleh
dua faktor yaitu.

a. Faktor bawaan merupakan faktor yang diwariskan dari kedua orang tua individu yang
menentukan karakteristik fisik dan terkadang intelejensi,
b. Faktor lingkungan merupakan faktor yang menentukan karakteristik spiritual, mental,
psikis, dan juga terkadang fisik dan intelejensi. Faktor lingkungan dibagi menjadi tiga
yaitu
1. Lingkungan Keluarga
Pada lingkungan keluarga seperti motivasi dari kedua orang tua agar menjadi orang yang
sukses kedepannya dan tidak boleh kalah dengan kesuksesan orang tuanya, kesuksesan teman
orang tuanya, kesuksesan anak teman orang tuanya, ingin merubah nasib keluarga yang
melarat, motivasi sebagai kakak yang merupakan contoh bagi adik-adiknya, motivasi sebagai
adik yang tidak boleh kalah dengan kesuksesan kakaknya.
2. Lingkungan Sekolah
Dari lingkungan sekolah seperti motivasi ingin menjadi juara kelas, motivasi ingin kaya
karena melihat orang tua temannya yang kaya, ataupun motivasi dari gurunya.
16
3. Lingkungan Masyarakat.
Lingkungan masyarakat misalnya motivasi dari tetangganya yang sukses, motivasi
karena keluarganya selalu diremehkan masyarakat, ataupun motivasi karena masyarakatnya
diremehkan masyarakat lain. Setelah mengetahui faktor-faktor tersebut guru dapat memahami
bahwa peserta didiknya digolongkan sebagai individu yang unik dan pilah karena peserta
didik pada hakikatnya terdiri dari individu-individu yang memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Terdapatnya perbedaan individual dalam diri masing-masing peserta didik
membuat guru harus pandai-pandai menempatkan porsi keadilan dengan tepat pada setiap
peserta didiknya. Misalnya saja dalam pelajaran fisika, tentunya tidak semua siswa berminat
dalam pelajaran fisika, mungkin ada siswa berminat pada musik, lantas guru tidak harus
memaksanya untuk dapat menyukai fisika apalagi memaksakan agar paham fisika lebih
mendalam dengan memberikan soal dan tugas yang banyak dan sulit ditambah lagi sanksinya
yang berat bila tidak dapat mengerjakan soal/tugas tersebut. Hal inilah yang nantinya
menciptakan potensi buruk pada diri peserta didik sebagai hasil ketidakpuasanya terhadap
lingkungan yang diterimanya.
Pada prinsipnya perkembangan psikis peserta didik selalu ke arah yang lebih baik
seiring dengan tingkat materi pelajaran yang diberikan juga semakin tinggi sehingga
membuat peserta didik terbiasa berpikir secara realistis dan sistematis. Tapi guru hendaknya
mendukung dan membantunya mengembangkan potensi tersebut agar lebih optimal. Peserta
didik yang demikian tidak perlu diajarkan fisika sampai mendalam karena itu hanya akan
membuatnya menjadi jenuh pada setiap pertemuan dan sudah menjadi kompetensi guru untuk
dapat menyadari hal ini, tapi bisa juga divariasikan konsep-konsep fisika yang berhubungan
dengan bidang yang diminatinya, seandainya peserta didik tersebut tidak mengerti paling
tidak pasti ia akan menikmati proses pembelajaran di kelasnya. Selain dengan cara itu guru
juga bisa melakukan pendekatan-pendekatan dalam proses pembelajaran terhadap peserta
didiknya dengan terlebih dahulu membaca situasi. Misalnya saja dengan memberikan
kesempatan kepada siswa yang pintar untuk mengajarkan kepada temannya yang kurang
mengerti. Seperti itulah guru yang profesional.
Oleh karena itu, dalam praktek pelaksanaan pendidikan sebaiknya disadari setiap
pelaksana pendidikan hal-hal sebagai berikut :

 Subjek didik atau peserta didik memiliki potensi dan kebutuhan baik fisik maupun
psikologis, yang berbeda-beda sehingga masing-masing subjek didik merupakan insan
yang unik
17
 Subjek didik memerlukan pembinaan individual serta perlakuan yang manusiawi
 Subjek didik pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungan
hidupnya
 Subjek didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan
belajar sepanjang hayat.

C. HAKIKAT GURU/PENDIDIK

Guru merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam balajar,
maka salah satu upaya yang efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan di indonesia, maka
guru perlu ditingkatkan mutunya. Bagaimanapun baiknya kurikulum, manajemen, dan sarana
prasarana, jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualits guru maka pendidikan tersebut
tidak akan mendapatkan hasil yang diharapkan. Peningkatan mutu guru adalah unsur yang
sangat penting bagi pembaruan dunia pendidikan. Peningkatan mutu guru harus terfokus pada
dua hal yaitu:

a. Peningkatan martabat guru, secara sosial budaya dan ekonomi

Ada banyak cara untuk memberdayakan guru pada zaman modern seperti sekarang ini.
Misalnya, gaji ditingkatkan dan kesejahteraan diberikan berlipat-lipat ketimbang sebelumnya.
Dengan adanya peningkatan gaji dan kesejahteraan akan menolong para guru. Memang,
meningkatkan martabat guru bukanlah pekerjaan yang sederhana, tetapi dengan usaha yang
serius harapan tersebut akan tercapai. Tidak mungkin pendidikan di suatu negara menjadi
baik tanpa guru-guru yang berkualitas dan tidak mungkin suatu negara menjadi maju tanpa
pendidikan yang berkualitas.

b. Peningkatan profesionalisme guru

Peningkatan profesionalisme guru, melalui program yang terintegrasi, holistik, sesuai


dengan pemetaan mutu guru yang jelas, dan penguasaan guru terhadap tekhnologi informasi
dan metode mutakhir. Dengan menempatkan guru sebagai tenaga profesi iharapkan akan
terjadi peningkatan kualitas guru yang berimpikasi secara langsung kepada perbaikan kualitas
pembelajaran.

18

1. Fungsi Dan Peranan Guru


a. Fungsi guru

Menurut Ki Hajar Dewantara pentingnya guru dalam proses pembalajaran dengan


ungkapan sebagai berikut:

a) Ing ngarsa sung tulada yaitu didepan memberi teladan, menekankan pentingnya
teladan yang merupakan cara yang paling ampuh dalm mengubah perilaku inovasi
siswa.
b) Ing madya mangun karsa yaitu di tengah menciptakan peluang untuk berkarya. Asas
ini memperkuat penanan dan fungsi guru sebagai mitra setara (di tengah), serta
sebagai fasilitator (menciptakan peluang).
c) Tut wurihandayani yaitu dari belakang memberikan dorongan dan arahan. Hal ini
mempunyai makna yang kuat tentang peran dan fungsi guru.

b. Peranan guru
1. Guru sebagai Pendidik dan Pengajar

Guru akan mampu mendidik dan mengajar apabila mempunyai kestabilan emosi,
memiliki rasa tanggung jawabyang besar untuk memajukan anak didik, bersikap realistis,
bersikap jujur, serta bersikap terbuka dan peka terhadap perkembangan, terutama terhadap
inovasi pendidikan. Sehubungan dengan perannya sebagai pendidik dan pengajar, guru harus
menguasai ilmu, antara lain mempunyai pengetahuan luas, menguasai bahan pelajaran serta
ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan mata pelajaran atau bidang studi yang diajarkannya,
menguasai teori dan praktik mendidik, metode pembelajaran dan sebagainya. Pelaksanaan
peran ini menuntut keterampilan terentu, yakni;

a. Terampil dalam menyiapkan bahan pelajaran


b. Terampil menyusun suatu pelajaran
c. Terampil menyampaikan ilmu kepada murid
d. Terampil menggairahkan semangat belajar murid
e. Terampil memilih dan menggunakan alat peraga pendidikan
f. Terampil melakukan penilaian hasil belajar murid
g. Terampil menggunakan bahasa yang baik dan benar
h. Terampil mengatur disiplin kelas, dan berbagai keterampilan lainnya.
19
2. Guru Sebagai Anggota Masyarakat

Guru harus bersikap terbuka, tidak otoriter, tidak bersikap angkuh, bersikap ramah tamah
terhadap siapa pun, suka menolong, serta simpati dan empati terhadap pimpinan dan
sebagainya.

3. Guru sebagai pemimpin

Peranan kepemimpinan akan berhasil apabila guru memiliki kepribadian seperti kondisi
fisik yang sehat, percaya pada diri sendiri, memiliki daya kerja yang besar dan antusiasme,
gemar dan dapat cepat mengambil keputusan, bersikap obyektif dan mampu menguasai
emosi, serta bertindak adil.

4. Guru sebagai pelaksana administrasi ringan

Peranan ini memerlukan syarat-syarat kepribadian seperti jujur, teliti dalam bekerja,
rajin, harus menguasai ilmu mengenai tata buku ringan, penyimpanan arsip dan ekspedisi dan
administrasi pendidikan.. Untuk mewujudkan pembelajaran yang berhasil (efektif), seorang
guru harus melaksanakan beberapa peran yaitu;

a). Guru sebagai model : peserta didik membutuhkan guru sebagai model yang dapat di
contoh dan dijadikan teladan. Karena itu guru, guru harus memiliki kelebihan, baik
pengetahuan, keterampilan, maupun kepribadian. Dalam menjalankan peranan ini, guru harus
senantiasa berusaha memberikan bimbingan, menciptakan iklim kelas yang menyenangkan
dan menggairahkan anak untuk belajar, menyediakan kesempatan dimana anak terlibat dalam
perencanaan bersama dengan guru, dan memungkinkan secara kreatif.

b). Guru sebagai perencana : guru berkewajiban mengembangkan tujuan-tujuan pendidikan


menjadi rencana yang operasional. Dalam perencanaan ini siswa perlu dilibatkan, sehingga
menjamin relevansinya dengan perkembangan, kebutuhan dan tingkat pengalaman mereka.

c). Guru sebagai pendiagnosa kemajuan belajar siswa : peranan ini erat kaitannya dengan
tugas mengevaluasi kemajuan belajar siswa. Penilaian memiliki arti yang penting bagi siswa,
orang tua, dan bagi guru sendiri. Bagi siswa agar siswa mengetahui seberapa jauh merela
telah berhasil dalam studi.

20

Bagi orang tua, agar mengetahui kemajuan belajar anaknya. Bagi guru, pentingnya untuk
menilai dirinya sendiri dan keefektifan pembelajaran yang telah diberikannya.

d). Guru sebagai pemimpin : guru adalah pemimpin dalam kelas, sekaligus sebagai anggota
kelompok dari siswa. Banyak tugas yang sifatnya managerial yang harus dilakukan oleh guru
seperti memelihara ketertiban kelas, mengatur ruangan, bertindak sebagai pengurus rumah
tangga kelas serta menyusun laporan bagi pihak yan memerlukannya.

e). Guru sebagai petunjuk jalan sebagai sumber-sumber: guru berkewajiban menyediakan
berbagai sumber yang memungkinkan akan memperoleh pengalaman yang luas. Lingkungan
sumber itu perlu ditunjukkan, kendatipun pada hakikatnya anak sendiri yang berusaha
menemukannya. Tentu saja sumber-sumber yang ditunjkkan itu adalah sumber-sumber yang
cocok untuk membantu proses belajar mereka.

Dalam BAB III Pasal 7 UU RI No.14 Tahun 2005, dijelaskan bahwa profesi guru dan
profesi dasen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip
sebagai berikut :

 Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme


 Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan
akhlak mulia
 Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas
 Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
 Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
 Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
 Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat
 Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
dan
 Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

21

D. HAKEKAT PEMBELAJARAN
Secara psikologis belajar dapat didefenisikan sebagai suatu usaha yang
dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara
sadar dari hasil interaksinya dengan lingkunagan. Menurut (Sanjana 2006:112),
belajar dianggap sebagai proses perubahan sebagai akibat dari pengalaman dan
latihan. Menurut Munir 2008: 146), belajar merupakan suatu kekuatan atau sumber
daya yang tumbuh dari dalam individu. Menurut (Syah 2004 : 66), belajar merupakan
suatu kemampuan bereaksi yang relatif menetap/permanen sebagai hasil latihan yang
diperkuat. Perubahan perilaku meliputi aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif),
dan keterampilan (psikomotor).
Berbagai defenisi belajar yang telah dikemukakan ada empat rujukan yang
terkandung didalamnya ialah :
 Adanya perubahan atau kemampuan baru
 Berlangsung menetap dan dapat disimpan
 Terjadi karena adanya usaha
 Dan tidak hanya timbul karena adanya pertumbuhan
Pembelajaran adalah suatu aktivitas yang melibatkan berbagai komponen untuk
mencapai suatu tujuan. Pembelajaran merupakan sesuatu yang kompleks artinya segala
sesuatu yang terjadi dalam proses pembelajaran harus merupakan sesuatu yang sangat berarti
baik ucapan, pikiran maupun tindakan (Miarso, 2009 : 550-551).

Proses pembelajaran dirancang oleh guru untuk mengembangkan kreativitas, guna


dapat meningkatkan kemampuan berpikir, bersikap, bersosial dan emosional peserta didik
serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Pembelajaran mengandung dua komponen utama yakni : (1) kegiatan yang dilakukan
guru mengelola segala komponen yang digunakan dalam pembelajaran, dimaksudkan agar
peserta didik belajar optimal,

22

(2) Pelaksanaan kegiatan pembelajaran sebagai inti dari pembelajaran, guru sebagai pendidik
melakukan siasay atau cara penggunaan seluruh komponen pembelajaran untuk
memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar secara optimal.

Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu : sikap, pengetahuan dan


keterampilan. Pengertahuan berkaitan dengan tahun apa, sikap dengan tahu mengapa,
sedangkan keterampilan adalah tahu bagaimana. Perpaduan hasil belajar ketiga ranah tersebut
memebentuk kemampuan yang diwujudkan prosuktif, inovatif, kreatif, dan afektif.
Pembelajaran dilaksanakan dengan pendekatan scientific yakni : mengamati, menanya,
menalar, mencoba, dan membentuk jejaring.

Dalam proses pendidikan aktivitas pembelajaran berperan penting, terutama pada


pendidikan formal atau sekolah. Aktivitad yang dilakukan atas tanggung jawab sekolah untuk
membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dirancang
sedemikian rupa dan dilaksanakan dengan menggunakan berbagai sarana dan prasarana serta
teknologi guna dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Peran aktif pelaku pendidikan
terutama peserta didik akan memberikan kadar intensitas penguasaan kemampuan dan
keterampilan sebagai hasil pembelajaran. Pembelajaran harus dilandasi rasa kasih sayang,
dedikasi, tanggung jawab, wibawa, komitmen, kejujuran dan ketulusan dari pendidik.
23

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam


masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan antar aksi.
Dengan demikian masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan tempat
berlangsungnya antar aksi warga masyarakat itu. Untuk mengerti bentuk dan sifat
masyarakat dalam mekanismenya ada ilmu masyarakat (sosiologi) agar lebih baik
apabila ia mengenal “masyarakat” dimana ia menjadi bagian daripadanya, karena tiap-
tiap pribadi tidak saja menjadi warga masyarakat secara pasif.

Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh
dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.sedangkan
dalam arti sempit anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan
kepada tanggung jawab pendidik (Yusrina, 2006). Peserta didik menunjukkan seseorang
manusia yang belum dewasa yang akan dibimbing oleh pendidiknya untuk menuju
kedewasaan. Peserta didik adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang
selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang
berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Guru merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam balajar,
maka salah satu upaya yang efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan di indonesia,
maka guru perlu ditingkatkan mutunya. Bagaimanapun baiknya kurikulum, manajemen,
dan sarana prasarana, jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualits guru maka
pendidikan tersebut tidak akan mendapatkan hasil yang diharapkan.

24

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pengajar. Filsafat Pendidikan. 2012. Medan: UNIMED.

http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/read.php?
id=24&dir=1&idStatus=4&PHPSESSID=22ce22fbe2249033e5fd39da990f4493

http://oktaseiji.wordpress.com/2011/04/24/hakikat-peserta-didik/
25

Anda mungkin juga menyukai