Anda di halaman 1dari 104

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GHEDUEN DALAM

KERJA SAMA PETERNAKAN SAPI

(STUDI KASUS DI DESA PUJER BARU KECAMATAN


MAESAN KABUPATEN BONDOWOSO)

SKRIPSI

Oleh:

Muhammad Bahrul Ghoviri

NIM. 2019195010030

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH SEKOLAH


TINGGI ILMU SYARIAH (STIS) NURUL QARNAIN

BALETBARU - SUKOWONO - JEMBER

2023
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GHEDUEN DALAM
KERJA SAMA PETERNAKAN SAPI

(STUDI KASUS DI DESA PUJER BARU KECAMATAN


MAESAN KABUPATEN BONDOWOSO)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Pada Fakultas Syariah STIS Nurul
Qarnain

Oleh:

Muhammad Bahrul Ghoviri

NIM. 2019195010030

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH SEKOLAH


TINGGI ILMU SYARIAH (STIS) NURUL QARNAIN

BALETBARU - SUKOWONO - JEMBER

2023

i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Muhammad Bahrul Ghoviri

Nim : 2019195010030

Prodi : Hukum Ekonomi syariah (HES)

Judul : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Gheduen Dalam Kerja


Sama Peternakan Sapi ( Studi Kasus di Desa Pujer Baru
Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso )

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya
tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambil alih penulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil
tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini hasil
jiplakan atau plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Jember 19 September 2023

Muhammad Bahrul Ghoviri

ii
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini bertindak selaku pembimbing skripsi dari :

Nama : Muhammad Bahrul Ghoviri

NIM : 2019195010030

Program Studi : Hukum Ekonomi Syariah (HES)

Judul Skripsi : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Gheduen Dalam Kerja

Sama Peternakan Sapi ( Studi Kasus di Desa Pujer Baru

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso )

Mahasiswa tersebut telah menyelesaikan semua tahapan dalam skripsi dan dapat

mengikuti sidang skripsi.

Jember, 19 September 2023

Dosen pembimbing 1 Dosen pembimbing 2

Halili, Sos.,M,E. Fawaid, S,E.,M,H.


NIDN: 2125049303 NIDN: 2117049301

iii
iv
PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur dan bahagia skripsi ini saya persembahkan

khusus untuk;

1. Ibu dan bapak tercinta yang tak pernah berhenti mendoakan,

mengorbankan segalanya, memotivasi supaya putranya mencapai sebuah

cita-cita yang dia inginkan, selalu memberikan yang terbaik untuk saya,

Ibunda Endang Wahyuni dan Ayahanda Moh Tori. Semoga Abi dan Umi

senantiasa dalam lindungan Allah SWT dimanapun berada.

2. Keluarga besar yang telah mendukung peneliti sampai pada titik ini.

3. Tunangan saya Lailatul Mufidah serta adik-adik saya yang selalu

memberikan doa, semangat dan materi selama ini. terimakasih untuk

segala bentuk motivasi dan kebaikan sehingga saya bisa menyelesaikan

skripsi ini dengan baik, dan untuk teman-teman yang lain yang saya tidak

bisa sebut satu persatu, semoga Allah membalasnnya.

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam dan shalawat

serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad, juga kepada

keluarga, sahabat, dan semua pengikutnya yang senantiasa memberikan jalan

kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan atau merampungkan skripsi yang

berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Gheduen Peternakan Sapi ( Studi

Kasus di Desa Pujer Baru Maesan Bondowoso). ini sebagai salah satu tugas akhir

sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Sekolah Tinggi Ilmu

Syariah (STIS) Nurul Qarnain. Seiring dengan itu penulis sangat berterima kasih

kepada kedua orang tua karena telah merawat serta membiayai peneliti.

Kesuksesan ini dapat penulis peroleh karena dukungan banyak pihak.oleh sebab

itu penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada ;

1. Bapak Dr Bachrul Ulum, S.Sy., M.H.I. selaku Ketua STIS Nurul Qarnain

dan Jajarannya. Para Bapak/Ibu dosen serta seluruh karyawan STIS Nurul

Qarnain yang telah memberikan pelayanan yang berguna dalam

penyelesaian studi pada STIS Nurul Qarnain Jember.

2. Bapak Zaenol Hasan, S,E.,M.H selaku ketua Progran Studi Hukum

Ekonomi Syariah( HES).

3. Bapak Halili, S.sos., M,E dan Bapak Fawaid,S.E.,M,H selaku pembimbing

pertama dan pembimbing kedua. yang telah memberikan bimbingan,

motivasi, nasehat dan arahannya selama proses perkuliahan dari pengajuan

judul skripsi ini hingga menjadikan skripsi ini lebih matang dan bisa

selesai.

vi
4. Masyarakat di Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan yang telah

memberikan arahannya serta bimbingannya dalam menyelesaikan tugas

akhir ini.

5. Kedua orang tua tercinta, ayahanda tercinta Moh Tori dan tercinta Ibunda

Endang Wahyuni serta keluarga yang telah mengasuh, mendidik dan

membesarkan peneliti dengan penuh kasih sayangnya tanpa adanya keluh

kesah sedikit pun.

6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2019 yang tidak sempat saya

sebutkan namanya satu persatu.

7. Dan kepada teman-teman, sahabat, adik-adik terutama orang yang telah

membantu yang tidak sempat disebutkan satu persatu dalam skripsi ini,

mohon dimaafkan dan kepada kalian diucapkan terima kasih.

Semoga semua amal baik yang telah Bapak/Ibuk berikan kepada penenulis

mendapat balasan yang sebaik mungkin dari Allah penguasa alam seisinya, Amin.

Jember, 19 September 2023


Penulis

Muhammad Bahrul Ghoviri


NIM;2019195010030

vii
MOTTO

‫َخ ْيُر الَّناِس َأْنَف ُعُه ْم ِللَّناس‬

“Sebaik-baiknya Manusia Adalah Manusia Yang

Bermanfaat Bagi Orang Lain”

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN KEASLIAN .....................................................................ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING..............................................................iii

PENGESAHAN...........................................................................................iv

PERSEMBAHAN.........................................................................................v

KATA PENGANTAR ................................................................................vi

MOTTO.......................................................................................................vii

DAFTAR ISI................................................................................................ix

PEDOMAN TRANSLITE ARAB - LATIN.............................................xii

ABSTRAK..................................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................1

B. Identifikasi Masalah............................................................................4

C. Pembatasan Masalah...........................................................................5

D. Rumusan Masalah...............................................................................5

E. Tujuan Penelitian................................................................................6

F. Manfaat Penelitian..............................................................................6

G. Kajian Penelitian Terdahulu...............................................................6

ix
H. Sistematika Pembahasan.....................................................................8

BAB II KAJIAN TEORI............................................................................10

A. Mudharabah .........................................................................................

1. Pengertian Mudharabah..............................................................10

2. Jenis-jenis Akad Mudharabah.....................................................13

3. Dasar Hukum Mudharabah.........................................................14

4. Syarat-syarat Mudharabah..........................................................16

5. Rukun-rukun Mudharabah..........................................................19

6. Hukum Mudharabah...................................................................21

7. Berakhirnya Mudharabah...........................................................23

8. Hikmah dalam Mudharabah.......................................................26

B. Ijarah................................................................................................29

1. Pengertian Ijarah.........................................................................29

2. Landasan Hukum Ijarah..............................................................31

3. Syarat-syarat Ijarah.....................................................................33

4. Rukun-rukun Ijarah.....................................................................35

5. Pembatalam dan Berakhirnya Ijarah...........................................37

BAB III METODE PENELITIAN............................................................38

A. Metode Penelitian ............................................................................39

B. Kehadiran Peneliti............................................................................39

C. Lokasi Penelitian..............................................................................39

D. Sumber Data Penelitian....................................................................40

x
E. Tahap-tahap Penelitian.....................................................................41

F. Tehnik Pengumpulan Data...............................................................42

G. Metode Pengolahan Data..................................................................45

H. Pengecekan Keabsahan Data............................................................46

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN.....................................................48

A. Paparan Data dan Temuan Penelitian...............................................48

1. Profil Desa..................................................................................48

2. Praktek Akad Gheduen Peternakan Sapi di Desa Pujer Baru....53

B. Pembahasan .....................................................................................59

1. Pelaksanaan kerja sama gheduen peternakan sapi pada

masyarakat di Desa Pujer Baru Kecamatan Meesan Kabupaten

Bondowoso.................................................................................59

2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Kerja sama

Gheduen peternakan sapi di Desa Pujer Baru Kecamatan

Maesan Kabupaten Bondowoso.................................................62

BAB V PENUTUP......................................................................................71

A. Kesimpulan.......................................................................................71

B. Saran ................................................................................................73

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan Skripsi ini sebagai

berikut:

No. Arab Indonesia Keterangan No. Arab Indonesia Keterangan


1. ‫ا‬ ‘ Koma di 16. ‫ط‬ t} te dengan
atas titik di
bawah
2. ‫ب‬ b Be 17. ‫ظ‬ z} zed dengan
titik di
bawah
3. ‫ت‬ t Te 18. ‫ع‬ ‘ Koma di
atas terbalik
4. ‫ث‬ th te ha 19. ‫غ‬ gh ge Ha
5. ‫ج‬ j Je 20. ‫ف‬ f ef
6. ‫ح‬ h} ha dengan 21. ‫ق‬ q qi
titik di
bawah
7. ‫خ‬ kh ka ha 22. ‫ك‬ k ka
8. ‫د‬ d De 23. ‫ل‬ el
9. ‫ذ‬ dh de ha 24. ‫م‬ m em
10. ‫ر‬ r Er 25. ‫ن‬ n en
11. ‫ز‬ z Zed 26. ‫و‬ w we
12. ‫س‬ s Es 27. ‫ه‬ h ha
13. ‫ش‬ sh es ha 28. ‫ء‬ ’ koma di atas
14. ‫ص‬ s} Es dengan 29. ‫ي‬ y ye
titik di
bawah
15. ‫ض‬ d} de dengan 30. - - de dengan
titik di titik di
bawah bawah

xii
ABSTRAK

Gheduen merupakan sistem kerja sama dimana pemodal memberikan


seekor sapi baik itu sapi jantan atau sapi betina yang di berikan kepada pengelola
untuk dirawat atau di kembangbiakkan dengan sistem pembagian hasil yang
dibagi rata. akan tetapi yang perlu dipertanyakan adalah apakah sistem dalam
menjalankan proses peternakan dan cara membagi hasil keuntungan tersebut
sudah memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Syari’ah Islam.
Penelitian ini menggunakan rumusan masalah 1.Bagaimana pelaksanaan
kerja sama geduen peternakan sapi pada masyarakat di Desa Pujer Baru
Kecamatan Maeasan Kabupaten Bondowoso? 2.Bagaimana Tinjuan Hukum Islam
tentang pelaksanaan kerja sama gheduen peternakan Sapi pada Masyarakat di
Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan Bondowoso?
penelitian bertujuan untuk mengamati segala bentuk sistem kerja sama
(gheduen) peternakan sapi di Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan Kabupaten
Bondowoso, Dengan menggunakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari
perspektif partisipan. Peneliti menggunakan metode kualitatif ini, karena metode
ini dapat dengan mudah membantu peneliti untuk menggali informasi yang lebih
dalam terkait suatu topik penelitian yang nantinya informasi yang didapatkan
dapat digunakan untuk menentukan tujuan penelitian.
Hasil penelitian tersebut menunjukan segala bentuk sistem kerja sama
(gheduen) yang terjadi di tempat penelitian sehingga dalam pandangan hukum
islam ulama’ berbeda pendapat di dalam menentukan hukumnya. dengan adanya
kerja sama dengan sistem bagi hasil ini diharapkan dapat membantu
perekonomian keluarga, untuk menambah pendapatan masyarakat, karena
kegiatan usaha dalam hal bagi hasil ini berprinsip saling tolong menolong dalam
berbuat kebaikan.

Kata Kunci ; Hukum Islam, Geduen, Mudharabah

xiii
ABSTRACT

Gheduen is a cooperative system in which the financier provides a cow, either a


bull or a female cow, which is given to the manager to be cared for or bred with a
profit-sharing system that is divided equally. However, what needs to be
questioned is whether the system in carrying out the livestock process and how to
share the profits fulfills the provisions stipulated in Islamic Shari'ah.
This study uses the formulation of the problem 1. How is the
implementation of cooperation on cattle ranching with the community in Pujer
Baru Village, Maeasan District, Bondowoso Regency? 2. What is the review of
Islamic law regarding the implementation of cooperation on cattle ranching with
the community in Pujer Baru Village, Maesan Bondowoso District?
The aim of this study was to observe all forms of cattle farming
cooperative systems in Pujer Baru Village, Maesan District, Bondowoso Regency.
Using qualitative research, the aim was to gain a general understanding of social
reality from the participant's perspective. Researchers use this qualitative method,
because this method can easily help researchers to dig deeper information related
to a research topic which later the information obtained can be used to determine
research objectives.
The results of this study show that all forms of cooperative systems (rowdy)
that occur at the research site so that in the view of Islamic law, the scholars have
different opinions in determining the law. With this cooperation with a profit-
sharing system, it is hoped that it can help the family economy, to increase
people's income, because business activities in terms of profit-sharing are based
on the principle of helping each other in doing good.

Keywords ; Islamic Law, Gheduen, Mudharabah

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Islam telah mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk hidup

saling tolong-menolong dengan berdasar pada rasa tanggung jawab

bersama, jamin-menjamin dan tanggung-menanggung dalam hidup

bermasyarakat. Islam juga mengajarkan agar dalam hidup bermasyarakat

dapat ditegakkan nilai-nilai keadilan dan dihindarkan praktik-praktik

penindasan dan pemerasan. Agama Islam mempunyai Dua sumber pokok

yang tetap yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Diantara salah satu segi hukum yang terdapat di dalamnya adalah

masalah-masalah Hukum Islam membenarkan seorang muslim berdagang

atau usaha perseorangan, membenarkan juga menggabungkan modal dan

tenaga dalam bentuk perkongsian (serikat dagang) kegotongroyongan

yang memungkinkan usaha dapat berjalan dengan lancar. Namun Islam

memberi ketentuan atau aturan usaha yang dilakukan baik secara

perorangan maupun kelompok, yaitu dikategorikan halal dan mengandung

kebaikan.

Sesungguhnya Agama Islam telah mengajarkan bagaimana

kerjasama (berserikat) secara benar tidak memberatkan salah satu pihak

serta saling menguntungkan serta terhindar dari riba berserikat dapat

dilakukan dengan mudharabah. Di dalam Fiqih muamalah ada beberapa

transaksi akad yang terjadi seperti akad mudharabah, shirkah, ijarah, dan

1
lain sebagainya sehingga di jaman sekarang perekonomian yang marak

sekarang terjadi adalah dengan menggunakan sistem bagi hasil, ini

merupakan bagian dari bentuk kerjasama antara pihak penyedia dana

menyertakan modal dan pihak lain sebagai pengelola yang memiliki

keahlian (Skill) dan manajemen sehingga tercapai tujuan perekonomian,

dan apabila terdapat keuntungan maka hal ini akan dibagi sesuai dengan

kesepakatan. 1

bagi hasil (Mudharabah) adalah akad kerjasama usaha antara dua

pihak di mana pihak pertama (shahibul Maal) menyediakan seluruh

(100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan

usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan

dalam kontrak sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal

selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola, namun jika hal

tersebut terjadi karena kelalaian maka si pengelola harus bertanggung

jawab atas kerugian tersebut.2

Seperti halnya di dalam peternakan, yang mana merupakan salah

satu profesi yang lazim dilakukan oleh masyarakat pedesaan bahkan

masyarakat kota sekalipun baik dikelola sendiri maupun dipercayakan

kepada orang lain dengan perjanjian membagi dari hasil keuntungan yang

diperoleh, akan tetapi yang perlu dipertanyakan adalah apakah sistem

dalam menjalankan proses peternakan dan cara membagi hasil keuntungan


1
Eny Iswanda, Studi Tentang Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian
(Sawah) Di Desa Ngabean Kecamatan Secang Kabupaten Magelang, (Tinjauan
Berdasarkan UU No.2 Tahum 1960)
2
Muhammad Syafi‟I, Bank Syariah dari Teori Kepraktik, ( Jakarta : Gema Insani Press,
2017) , h.41

2
tersebut sudah memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Syari’ah

Islam3.

Gheduen adalah suatu kerja sama yang dilakukan dengan cara

seorang memberikan modal baik itu uang atau seokor sapi kepada petani

atau pengelola dengan pembagian hasil yang merata. Salah satu contoh

dalam usaha perkongsian yang banyak terjadi dalam masyarakat di

Indonesia khususnya adalah kerja sama bagi hasil yang sifatnya saling

menguntungkan kedua belah pihak, yaitu pemilik modal dan penerima

modal. Pada masalah ini Islam memberi ketentuan secara garis besar saja,

yaitu apabila orang-orang melakukan apa-apa secara bersama-sama

mereka akan menghadapi perbedaan dan perselisihan tentang masalah

keuangan.

Dasar hukum tentang kebolehan untuk kerja sama bagi hasil ini

adalah berdasarkan Al-Qur’an, Sebagaimana yang difirmankan Allah

SWT dalam Al-Qur’an Surat An-nisa ayat 29:

‫ـٰۤيَاُّيَه ا اَّلِذيَن ٰاَم ُنوا اَل َتاُك ُلوا َامَو اَلـُك م َبيَنُك م ِبالَباِط ِل ِاۤاَّل َان‬
‫َتُك وَن َجِتاَر ًة َعن َتَر اٍض ِّم نُك ۚم َو اَل َتقُتُلوا َانـُفَس ُك ‌م ِاَّن الّٰل َه َك اَن‬
‫ِبُك م َر ِح يًم ا‬
Artinya;
“ Wahai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang
kepadamu.4”

3
Siti Fatimah, Pelaksanaan Sistem Bagi Hasil Peternakan Sapi Di Desa Sejangat Ditinjau
Menurut Konsep Mudharabah (2020)
4
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Diponegoro, 2018), h.83

3
Ulama’ Ahli Fiqih sepakat terhadap legalitas akad Mudharabah

meninjau dari segi kebutuhan dan manfaat yang ada diantara masyarakat.

Penghitungan keuntungan dalam akad mudharabah yaitu dalam pembagian

keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk persentase antara kedua belah

pihak. ketika keuntungan besar maka kedua belah pihak sama-sama

mendapat keutungan begitu pula sebaliknya. Menentukan besarnya

keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak

yang berkontrak.5

Praktik pada Masyarakat Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan

Kabupaten Bondowoso, melakukan kerja sama dalam gheduen ternak

khususnya pada hewan sapi atau bagi hasil pemeliharaan sapi yang

dilakukan secara tradisional sebagai salah satu kebiasaan. Sistem dan cara

yang digunakan untuk membagi hasil ternak sapi sangatlah menarik untuk

dibahas, karena Kerjasama dilakukan dengan cara satu ekor sapi betina

dan sapi jantan yang dipercayakan pemiliknya kepada orang lain untuk

dirawat. Dengan perjanjian bila sapi tersebut beranak yang pertama, maka

anak sapi tersebut seluruhnya milik orang yang memeliharanya dengan

kata lain pemilik sapi tidak memperoleh apa-apa selama kurun waktu

tersebut. dan ketika sapi tersbut beranak lagi baru anak sapi tersebut

menjadi pemilik modal sepenuhnya Dan begitu seterusnya.6

5
Harun Nasrun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Medika Pratama, 2017), h. 231
6
Moh Tori, wawancara, pujer baru, 25 Februari 2023

4
B. Identifikasi Masalah

1. Pembagian hasil yang dilakukan dengan sistem bergantian mendapat

anak sapi

2. Pembagian hasil dilakukan dengan perjanjian awal dengan membagi

keuntungan sama rata

3. Perjanjian kerja sama bagi hasil peternakan sapi sudah menjadi tradisi

di masyarakat

4. Pendapat ulama’ tentang perjanjian bagi hasil peternakan sapi

C. Batasan Masalah

Agar penelitian tidak keluar dari pembahasan topik,maka penulis

membatasi permasalahan ini dengan topik “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Gheduen dalam kerja sama Peternakan Sapi (Studi kasus di Desa

Pujer Baru Kecamtan Maesan Kabupaten Bondowoso)”

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan maka

dapat diumuskan pokok permasalahannya yang akan menjadi kajian

selanjutnya yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan kerja sama gheduen peternakan sapi pada

masyarakat di Desa Pujer Baru Kecamatan Maeasan Kabupaten

Bondowoso?

2. Bagaimana Tinjuan Hukum Islam tentang pelaksanaan kerja sama

gheduen peternakan Sapi pada Masyarakat di Desa Pujer Baru

Kecamatan Maesan Bondowoso?

5
E. Tujuan

1. Untuk mengetahui pelaksanaan kerja sama gheduen peternakan sapi

pada masyarakat di Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan Kabupaten

Bondowoso.

2. Untuk mengetahui tinjuan hukum Islam mengenai pelaksanaan kerja

sama gheduen peternakan sapi pada masyarakat di Desa Pujer Baru

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso.

F. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, yaitu untuk memberikan sumbangsih bagi khazanah

pemikiran Islam pada umumnya Civitas Akademik Sekolah Tinggi

Ilmu Syariah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Khususnya. Selain itu

diharapkan menjadi stimulus bagi penelitian selanjutnya sehingga

proses pengkajian akan terus berlangsung.

2. Secara Praktis, yaitu dapat memberikan manfaat bagi masyarakat

umum sehingga mampu menumbuhkan rasa keimanan dan ketakwaan

kepada Allah swt, dan juga dapat dijadikan landasan bagi umat islam

dalam acuan pelaksanaan kerja sama bagi hasil peternakan sapi Sesuai

Syariat islam.

G. Kajian Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ratih Purwasih yang berjudul

“pelaksanaan pemeliharaan ternak menurut Fiqih Muamalah di Jorong

Talago Gunung”.7 Persamaan antara penelitian terdahulu dengan yang

7
Ratih Purwasari, “Pelaksanaan Pemeliharaan Ternak di Jorong Talago Gunung Menurut
Fiqih Muamalah, (Skripsi IAIN Batu Sangkar, 2020)

6
akan di teliti oleh peneliti adalah sama- sama menggunakan bagi hasil

dengan cara hasil penjualan hewan ternak dibagi dua atau anak

pertama dari induk diberikan kepada pemelihara dan anak kedua

diberikan kepada pemilik tersebut. Sedangkan perbedaanya adalah

sistem yang digunakan oleh penelitian terdahulu adalah ia

mengembalikkan hewan ternak sapi dengan utuh tanpa dijual dan

hanya memberikan uang seagai bentuk perserikatan atau perjanjian

awal dan yang peneliti lakukan ini adalah induk atau anak dari hewan

ternak ini dijual dan hasilnya dibagi dua atau dibagi tiga. 2persamaan

penelitian yang terdahulu dengan peneliti yaitu sama membahas

tentang akad Mudharabah. dan perbedaanya, peneliti terdahulu

membahas tentang kajian pustaka (kuantitatif) sedangkan peneli

menggunakan penelitian kajian lapangan (kualitatif)8

2. Penelitian yang dilakukan Ahmad Saiful Umam “ Implementasi Sistem

Bagi Hasil Ternak Sapi Ditinjau Dengan Akad Mudharabah. (studi

kasus di kelompok ternak di dsn. Pilanggot Ds. Wonokromo Kec.

Tikung Kab. Lamongan). Berdasarkan analisis diatas mengenai sistem

bagi hasil sapi kelompok ternak di Dusun Pilanggot menggunakan

akad mudharabah yakni dalam penyertaan akad masih berupa lisan,

modal yang disertakan berupa uang dan sapi, resiko kerugian belum

dijelaskan secaara detail, bagi hasil masing-masing dibagikan sesuai

kesepakatan diawal dan penjualan dilakukan jika kondisi sapi sudah

8
Siti Fatimah, “Pelaksanaan Sistem Bagi Hasil Peternakan Sapi Di Desa Sejangat
Ditinjau Menurut Konsep Mudharabah” (2019)

7
siap untuk dijual dan menjadi tanda berakhirnya kerjasama9.

Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti sekarang adalah keduanya membahas

mengenai sistem bagi hasil ternak sapi yang dilakukan dengan cara

sama- sama mendapatkan keuntungan dan kerugian ditanggung oleh

pemilik modal. Sedangkaan perbedaannya adalah, di Desa Pujer Baru

sudah melakukan perjanjian dengan akad ijab dan qabul dan sudah

melakukan kesepakatan yang atau perjanjian yang sah sedangkan

penelitian terdahulu masih belum detail, dalam arti masih ngambang.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Muhkamat Khairuddin “Praktik Bagi

Hasil Sapi potong Di Desa Grantung Kecamatan Bayan Kabupaten

Purworejo Menurut Hukum Islam” (2019). Penelitian ini menunjukkan

bahwa akad perjanjian bagi hasil di masyarakat meskipun dilakukan

dengan lisan, akan tetapi tidak terjadi pengingkaran perjanjian, dan hal

itu dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di Desa

Grantung, hal tersebut tidak bertentangan dengan maksud syariah atau

hukum Islam. Perjanjian tersebut termasuk dalam akad Mudharabah

karena syarat dan rukunnya masuk dalam kriteria akad mudharabah.

Persamaan anatara peneliti terdahulu dengan peneliti adalah

pembahasan yang sama membahas tetang bagi hasil dengan akad

mudharabah secara lisan tetapi tidak terjadi pengingkaran karena telah

menjadi tradisi yang melekat dan juga sesuai dengan Hukum Islam.
9
Ahmad Saiful Umam, “ Implementasi Sistem Bagi Hasil Ternak Sapi Ditinjau dengan
Akad Mudharabah di Dsn. Pilanggot Ds. Wonokromo Kec. Tikung Kab. Lamongan,
( Skripsi, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019)

8
perbedannya peneliti terdahulu membahasan tentang bagi hasil sapi

potong sedangkan peneliti membahas bagi hasil peternakan sapi.10

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pemahaman dan agar pembaca proposal

skripsi segera mengetahui pokok-pokok pembahasan proposal skripsi,

maka penulis akan mendeskripsikan ke dalam bentuk kerangka proposal

skripsi.

BAB I Merupakan yang terdiri dari pendahuluan, meliputi latar

belakang masalah, permasalahan, tujuan penulisan, telaah pustaka, metode

penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II Tentang pengetian bagihasil, Pengertian Mudharabah,

Dasar Hukum Mudharabah, Rukun dan Syarat Mudharabah Jenis-jenis

Mudharabah.

BAB III Berisi dari hasil penelitian terkait tinjauan hukum islam

terhadap Gheduen dalam kerja sama peternakan sapi di Desa Pujer Baru

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso

BAB IV Berisi tentang Metode penelitian yang digunakan untuk

mengumpulkan data tentang penelitian yang dilakukan di Desa Pujer Baru

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso

BAB V Berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan, saran dan kata

penutup.

10
Muhkamat Khairuddin, “Praktik Bagi Hasil Sapi potong Di Desa Grantung
Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo Menurut Hukum Islam” (2019)

9
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Mudharabah

1. Pengertian Mudaharabah

Dalam fiqih, mudaharabah merupakan salah satu bentuk

kerjasama antara shohibul mal dengan seorang pihak kedua

(mudharib) yang berfungsi sebagai pengelola dalam berdagang. Istilah

mudaharabah oleh Ulama fiqh Hijaz menyebutkan dengan Qiradh.

Mudaharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau

10
berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah

proses seseorang memukul kakinya dalam menjalankan usaha.11

Kasmir mengemukakan, bahwa mudaharabah merupakan akad

kerja sama antara dua pihak, yang mana pihak pertama menyediakan

seluruh modal dan pihak yaing lain menjadi pengelola. Keuntungan

dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila

rugi, maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian tidak

disebabkan kelalaian pengelola.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat dicermati bahwa

mudaharabah atau qiradh adalah menyerahkan sejumlah modal

kepada seseorang untuk diperdagangkan. Adapun keuntungannya

dibagi antara yang mempunyai modal dan yang memperdagangkan

menurut persentase yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Sebelum membicarakan mudaharabah secara luas, terlebih

dahulu akan diuraikan definisi mudaharabah baik secara etimologi

maupun secara terminology. Mudaharabah adalah bahasa penduduk

Irak, sedangkan qiradh atau muqaradah adalah bahasa penduduk

Hijaz. Mudaharabah berasal dari kata al-dharabh, yang secara harfiah

berarti berpergian atau sejalan. Selain al-dharab, disebut juga qiradh

yang berasal dari kata alqiradhu berarti al-qathu (potongan), karena

11
Sofhian Sofhian, “Pemahaman Fiqh Terhadap Mudharabah” , UIN malang, Vol. 9,
Nomor 2,( juli 2016), h.19

11
pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan

memperoleh sebagian keuntungannya.12

Adapula yang menyebut mudaharabah atau qiradh dengan

muamalah. Jadi menurut bahasa, mudaharabah atau qiradh berarti al-

qarh’u (potongan), berjalan dan atau berpergian. Menurut istilah,

mudaharabah atau qiradh dikemukakan oleh para ulama, sebagai

berikut:

a. Menurut para fukaha, mudaharabah adalah akad antara dua pihak

(orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan

hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian

yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau

sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

b. Menurut Hanafiyah, mudaharabah adalah memandang tujuan dua

pihak yang berakad yang berserikat dalam keuntungan (laba),

karena harta diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa

mengelola harta itu.

c. Malikiyah berpendapat, bahwa mudaharabah ialah: “Dalam akad

perwakilan, pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain

untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (emas

dan perak).” 13

12
Anjur Prakasa Alam, “ At – Tawassuth “Pelaksanaan Bagi Hasil Ternak Kambing
Dengan Badan Usaha Milik Desa di Desa Suka Ramai Penyabungan Utara Menurut
Hukum Islam”, Vol. VI, Nomor 1, Januari – Juni 2023, h, 72
13
Ali Fikri, Al-Mu’amalat Al- Maddiyyah wa Al-Adabiyyah, ( Mesir: Mushthafa Al-Babiy
AL-Halaby, 1358 H), cet. I, l. 90

12
d. Imam Hanabilah berpendapat, bahwa mudaharabah ialah: “Ibarat

pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu

kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang

diketahui.”14

e. Ulama Syafi’iyah berpendapat, bahwa mudaharabah ialah: “Akad

yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang

lain mudaharabah ditmudaharabahkan.”

f. Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Umairah berpendapat, bahwa

mudaharabah ialah: “Seorang menyerahkan harta kepada yang lain

untuk ditmudaharabahkan dan keuntungan bersama.”

g. Al-Bakri Ibn alArif Billah al-Sayyid Muhammad Syah

berpendapat, bahwa mudaharabah ialah seseorang memberikan

masalahnya kepada yang lain dan di dalamnya diterima pengertian.

h. Menurut Imam Taqiyuddin, mudaharabah ialah akad keuangan

dikelola dikerjakan dengan perdagangan.

Setelah diketahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh

para ulama di atas, kiranya dapat dipahami bahwa mudaharabah atau

qiradh ialah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola

modal, dengan syarat bahwa keuntungan yang diperoleh oleh dua

belah pihak sesuai jumlah kesepakatan.15

2. Jenis-jenis Akad Mudaharabah

14
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Teras, 2019), h. 87
15
Hj. Ru’fah Abdullah, Fiqih Muamalah (Banten; Media Madani,2019), h.185

13
Secara umum, mudaharabah terbagi menjadi dua jenis:

mudaharabah muthlaqah dan mudaharabah muqayyadah.

a. Mudaharabah Muthlaqah

Mudharabha muthlaqah adalah akad dalam bentuk kerja

sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat

luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan

daerah bisnis. Penerapan mudaharabah muthlaqah dapat berupa

tabungan. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank

dalam menggunakan dana yang dihimpun. Karakteristik:

1) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai

nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau

pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan

dari penyimpanan dana, yang dicantumkan dalam aqad.

2) Untuk tabungan mudaharabah, bank dapat memberikan buku

tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan

atau alat penarikan lainnya kepada penabung.

3) Tabungan mudaharabah dapat diambil setiap saat oleh

penabung dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak

diperkenakan mengalami saldo negatif.

b. Mudaharabah Muqayyadah

Mudaharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah

restricted mudaharabah adalah kebalikan dari mudaharabah

muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha,

14
waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali

mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam

memasuki jenis dunia usaha.

Jenis mudaharabah ini merupakan simpanan khusus

dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang

harus dipatuhi oleh bank. Karakteristik jenis simpanan ini:

1) Pemilik dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus

diikuti oleh bank.

2) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai

nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan

3) Sebagai bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan

khusus bank wajib memisahkan dana dari rekening lain.16

3. Dasar hukum Mudaharabah

A. Al - Qur’an

sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah

ayat 198

‫َنا َاْن ُغ ا َفْض اًل ِّم َّرِّبُك ۗ َفِاَذا َاَفْضُت ِّم َفاٍت‬
‫ْم ْن َعَر‬ ‫ْن ْم‬ ‫َعَلْيُك ْم َلْيَس ُج ٌح َتْبَت ْو‬
‫ِا‬ ‫ِم‬ ‫ّٰل ِع‬
‫َفاْذُك ُر وا ال َه ْنَد اْلَم ْش َعِر اَحْلَر ا ۖ َو اْذُك ُر ْو ُه َك َم ا َه ٰد ىُك ْم ۚ َو ْن ُك ْنُتْم ِّم ْن‬
َ ‫َقْبِله َلِم َن الَّض ۤاِّلنْي‬

16
H.Zaenal Arifin, .Akad Mudharabah Penyaluran Dana Dengan Prinsip Bagi Hasil
(Indramayu:CV. Adanu Abimata 2020), h.42

15
Artinya; “tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. Maka bilamana kamu sudah bertolak dari
‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. dan
berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-
Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar
Termasuk orang-orang yang sesat”. (QS. Al-Baqarah: 198)17

B. Hadist

1. Hadis Riwayat Tabrani

‫َك اَن َس ِّيُدَنا اْلَعَّب اُس ْبُن َعْب ِد اْلُم َطِّلِب ِإَذا َدَف َع اْلَم اَل ُمَض اَر َبًة ِاْش َتَر َط‬
‫ َال ْش ِرَت ِب ِه‬،‫ َال ْن ِز َل ِب ِه اِد ا‬،‫َلى اِح ِبِه َأْن َال ُلَك ِب ِه ا‬
‫َو ًي َو َي َي‬ ‫ْحَبًر َو َي‬ ‫َيْس‬ ‫َع َص‬
‫َل اِهلل‬ ‫ِم‬ ‫ِل‬ ‫ِب ٍد ٍة ِإ‬
‫ َفَبَل َغ َش ْر ُطُه َرُس ْو‬، ‫ َف ْن َفَع َل َذ َك َض َن‬، ‫َداَّب ًة َذاَت َك َر ْطَب‬
‫َص َّلى اُهلل َعَلْي ِه َو آِلِه َو َس َّلَم َفَأَج اَز ُه (رواه الطرباين ىف األوسط عن ابن‬
)‫عباس‬

“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai


mudaharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak
mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak
membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang
ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau
membenarkannya.” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).

2. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib

، ‫ َاْلَبْي ُع ِإىَل َأَج ٍل‬:‫ َثَالٌث ِفْيِه َّن اْلَبَر َك ُة‬: ‫َأَّن الَّنَّيِب َص َّلى اُهلل َعَلْي ِه َو آِلِه َو َس َّلَم َق اَل‬
)‫ َخ ْلُط اْلُبِّر ِبالَّش ِعِرْي ِلْلَبْيِت َال ِلْلَبْيِع (رواه ابن ماجه عن صهيب‬،‫اْل َق ا َض ُة‬
‫َو ُم َر َو‬

“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah:


jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudaharabah), dan

17
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Diponegoro, 2018)

16
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah
tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).18

C. Ijma’

Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah

berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara

mudaharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit

hadits yang dikutip Abu Ubaid.

“Rasulullah saw, telah berkhotbah di depan kaumnya seraya


berkata wahai para wali Yatim, bergegaslah untuk
menginvestasikan harta amanah yang ada di tanganmu janganlah
didiamkan sehingga termakan oleh zakat”.

Indikasi dari hadis ini adalah apabila menginvestasikan

harta anak yatim secara mudaharabah sudah dianjurkan, apalagi

mudaharabah dalam harta sendiri. Adapun pengertian zakat disini

adalah seandainya harta tersebut diinvestasikan, maka zakat akan

diambil dari return on investment (keuangan) bukan dari modal.

Dengan demikian harta amanat tersebut akan senantiasa

berkembang, bukan berkurang.19

3. Syarat –syarat Mudaharabah

Adapun Syarat-syarat Mudaharabah adalah sebagai berikut:

a. Syarat yang berhubungan ‘aqid

1) Bahwa ‘aqid baik yang mempunyai modal maupun pengelola

(mudharib) mestinya orang yang mempunyai kemampuan

18
Muhammad Haris, Ayat dan Hadist Mudharabah, Musyarakah, Muzaraah, Musaqah
(Telaah Filosofis, Sosiologis, Yuridis Perspektif Hukum di Indonesia, UIN Antasari
Banjarmasin, Volume 1, Nomor 2,(Desember 2022), 117
19
H.Zaenal Arifin, Akad Mudharabah Penyaluran Dana Dengan Prinsip Bagi
Hasil, h.45

17
untuk menyerahkan kuasa dan melaksankan wakalah. Urusan

ini diakibatkan mudharib mengerjakan tasarruf atas perintah

yang mempunyai modal, dan ini mengandung makna

pemberian kuasa.

2) ‘Aqidain tidak disyaratkan mestinya muslim. Dengan itu,

mudaharabah bisa dilaksanakan antara muslim dengan dzimmi

atau musta’man yang terdapat di negeri Islam.

3) ‘Aqidain disyaratkan mestinya cakap mengerjakan tasurruf.

Oleh sebab itu, mudaharabah tidak sah dilaksanakan oleh anak

yang masih dibawah umur, orang gila atau orang yang dipaksa.

b. Syarat yang berhubungan dengan modal

1) Modal mestinya berupa uang tunai. Bilamana modal berbentuk

barang, baik yang mobilitas maupun tidak, berdasarkan

pendapat jumhur ulama mudaharabah tidak sah. Alasan jumhur

ulama ialah bilamana modal mudaharabah berupa barang maka

bakal ada unsur penipuan, karena dengan demikian keuntungan

menjadi tidak jelas ketika bakal dibagi, dan ini bakal menjadi

perdebatan diantara kedua belah pihak. tetapi, bilamana barang

tersebut dijual dan uang hasil penjualannya digunakan untuk

modal mudaharabah, berdasarkan pendapat Imam Abu

Hanifah, Malik, dan Ahmad hukumnya dibolehkan. Sementara

berdasarkan pendapat madzahab Syafi’i urusan tersebut tetap

dibolehkan.

18
2) Modal mestinya jelas dan diketahui ukurannya. Bilamana

modal tidak jelas maka mudaharabah tidak sah.

3) Modal mestinya ada dan tidak boleh berupa utang, tetapi tidak

berarti mestinya ada di majelis akad.

4) Modal mestinya diserahkan kepada pengelola, agar dapat

dipakai untuk kegiatan usaha. Urusan ini dikarenbakal modal

tersebut ialah amanah yang berada ditangan pengelola20.

c. Syarat yang berhubungan dengan keuntungan

1) Keuntungan mestinya diketahui kadarnya: Destinasi

diadakannya akad mudaharabah ialah untuk memperoleh

keuntungan. Bilamana keuntungannya tidak jelas bakal

akibatnya akad mudaharabah menjadi fasid. Bilamana

seseorang menyerahkan modal kepada pengelola sebesar

50.000.000 dengan ketentuan mereka bersekutu dalam

keuntungan, maka akad semacam ini hukumnya sah, dan

keuntungan dibagi rata sesuai dengan kesepakatan.

2) Keuntungan mestinya dimiliki bersama dengan pembagian

secara persentase seperti: 30% : 70%, 50% : 60% dan

sebagainya. Bilamana keuntungan dibagi dengan ketentuan

yang pasti, seperti yang mempunyai medapat Rp.50.000.000

dan sisanya untuk pengelola, maka syarat tersebut tidak sah

dalam Mudaharabah.21
20
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, ( Kencana, 2018), h. 197
21
Ahmad Farroh Hasan, Fikih Muamalah dari Klasik hingga Komtemporer, (Malang;UIN-
Maliki Press,2018), h.109

19
4. Rukun-Rukun Mudaharabah

Para ulama bertolak belakang mengenai Rukun-Rukun

mudaharabah, diantaranya:

a. Ulama’ berasumsi bahwa rukun mudaharabah terdapat tiga yakni:

1) Aqidani, yakni yang mempunyai modal dan pengelola

(mudharib)

2) Ma’qud ‘alaih, yakni modal, tenaga (pekerjaan) dan

keuntungan

3) Shighat, yakni ijab dan qabul

b. Berdasarkan pendapat Ulama Syafi’iyah bahwa rukun

mudaharabah ada lima, yakni:

1) Modal

2) Shighat

3) Aqidain(kedua orang yang akad).

4) Tenaga(pekerjaan)

5) Keuntungan22

Dari beberapa rumusan rukun mudaharabah menurut para

ulama di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya faktor - faktor

yang harus ada (rukun) dalam akad mudaharabah adalah sebagai

berikut.

1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)

Pelaku akad mudaharabah sama dengan rukun dalam akad

jual beli ditambah satu faktor tambahan, yakni nisbah


22
Abdul Aziz dan Muhammad Amzah, Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Amzah, 2014 ), h.370

20
keuntungan. dalam akad mudaharabah harus ada minimal dua

pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal

(shohibul maal). Sedangkan pihak kedua bertindak sebagai

pelaksana usaha (mudharib atau amil).

2) Objek mudaharabah (modal dan kerja)

Objek dalam akad mudaharabah merupakan

konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para

pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek

mudaharabah. Sedangkan pelaksana usaha menyerahkan

kerjanya sebagai objek mudaharabah. Modal yang diserahkan

bias berupa uang atau barang yang di perinci sesuai nilai uang,

sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian,

keterampilan, selling skil,management skill dan lain lain.23

Para fukaha sebenarnya tidak memperbolehkan modal

mudaharabah berbentuk barang. Ia harus uang tunai karena

barang tidak dapat dipastikan taksiran harganya dan

mengakibatkan ketidakpastian (gharar) besarnya modal

mudaharabah. namun, para ulama mazhab Hanafi

memperbolehkannya dan nilai barang yang dijadikan setoran

modal harus di sepakati pada saat akad oleh kedua belah pihak

(mudharib dan shahibul maal). Dan para fukaha telah sepakat

tidak bolehnya mudaharabah dengan utang. Tanpa adanya

23
Abdul Aziz dan Muhammad Amzah, Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Amzah, 2014 ), h.160

21
setoran modal, berarti shahibul maal tidak memberikan

kontribusi apapun pada mudharib telah bekerja. Para fukaha

Safi’i dan Maliki melarang hal itu karena merusak sahnya akad

3) Persetujuan kedua belah pihak (ijab kabul)

Persutujuan kedua belah pihak merupakan kensekuensi

merupakan prinsip an-taraddin minkun (sama-sama rela).

Disini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk

mengikatkan diri dari akad mudaharabah. Si pemilik dana

setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerjanya.24

4) Nisbah keuntungan

Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad

mudaharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli, nisbah

untuk mencerminkan imbalan yang berhak di terima oleh kedua

belah pihak yang bermudaharabah. Mudharib mendapatkan

imbalan atas kerjanya, sedangkan shahibul maal mendapat

imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah inilah yang akan

mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak

mengenai cara pembagian keuntungan.25

5. Hukum Mudaharabah

Hukum Mudaharabah Hukum mudaharabah terbagi menjadi

dua yakni:
24
Shidiq Sapiudin, Fikih Kontemporer, ( Jakarta: Kencana, 2017), h. 255
25
Hariman Surya Siregar, Fikih muamalah teori dan implementasi ( Bandung; PT Remaja
Rosdakarya, 2019), h. 185

22
a. Hukum Mudaharabah Fasid

Beberapa urusan dalam mudaharabah fasid yang yang

mempunyai modal memberikan upah kepada pengusaha antara

lain:

1) Yang mempunyai modal menyerahkan syarat kepada

pengusaha dalam membeli, memasarkan atau mengambil

barang.

2) Yang mempunyai modal menghruskan pengusaha untuk

bermusyawarah sampai-sampai pengusaha tidak bekerja

kecuali atas izin darinya.

3) Yang mempunyai modal memberikan isyarat kepada

pengusaha agar mencampurkan harta modal tersebut dengan

harta orang lain atau barang lain miliknya.

b. Hukum Mudaharabah Sahih

Hukum mudaharabah yang tergolong sahih Tanggung

jawab pengusaha : Bilamana pengusaha berhutang ia mempunyai

hak atas laba secara bersama-sama dengan yang mempunyai

modal. Jika mudaharabah rusak karena beberapa sebab yang

menjadikannya rusak, pengusaha menjadi pedagang sehingga ia

pun mempunyai hak untuk mendapat ongkos, jika harta rusak tanpa

disengaja ia tidak bertanggung jawab atas rusaknya modal tersebut,

dan andai mengalami kerugian hanya ditanggung oleh pengusaha.26


26
Akhmad Farrod Hasan, Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer, h.111

23
6. Berakhirnya Mudaharabah

Menurut Zuhayli, pada prinsipnya kontrak kerja sama dalam

pemodalan (mudaharabah) akan berhenti jika salah satu pihak

menghentikan kontrak, atau meninggal atau modal yang ditanamkan

mengalami kerugian di tangan pengelola modal (mudharib). Akad

kerja sama dalam permodalan (mudaharabah) juga akan batal ketika

pemilik modal (shahibul maal) murtad, begitu juga dengan pengelola

modal (mudharib).

Selain itu, Zuhayli mengatakan, mudaharabah akan dikatakan

fasid jika terdapat salah satu syarat yang tidak terpenuhi, diantara

bentuk mudaharabah fasid, misalnya seseorang yang memiliki alat

perburuan sebagai pemilik modal (shahibul maal) menawarkan kepada

orang lain sebagai pengelola modal untuk berburu bersama-sama

kemudian keuntungan dibagi bersam-sama sesuai kesepakatan.

Akad mudaharabah ini fasid, mudharib tidak berhak mendapat

keuntunga dari perburuan, keuntungan ini semua milik shahibul maal,

mudharib hanya berhak mendapatkankan upah atas pekerjaan yang

dilakukan. Dengan alasan keuntungan yang didapatkan bersumber dari

aset yang dimiliki shahibul mal, ia harus menanggung beban kerugian

yang ada. Dalam akad ini mudharib diposisikan sebagai ajir (orang

yang disewa tenaganya) dan ia berhak mendapatkan upah, baik ketika

mendapatkan keuntungan maupun menderita kerugian. Hendi Suhendi

24
menjelaskan bahwa, perjanjian bagi hasil menjadi batal apabila ada

perkara-perkara sebagai berikut:

a. Syarat yang ditentukan sudah tidak terpenuhi. Jika salah satu syarat

mudaharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang

oleh pengelola dan sudah diperdagangkan maka pengelola

mendapatkan sebagian keuntungan sebagai upah, karena

tindakannya atas izin pemilik modal dan ia melakukan tugas

berhak menerima upah.27

b. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai

pengelola modal atau pengelola modal tersebut melakukan sesuatu

yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan ini

pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian.

c. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia, atau salah

satu pemilik modal meningal dunia, mudaharabah menjadi batal.

Selain itu dalam buku Rachmat Syafe’I, mudaharabah dianggap

berakhir pada hal berikut:

a. Pembatalan, larangan berusaha, dan pemecatan.

Mudaharabah menjadi batal dengan adanya pembatalan

mudaharabah, larangan mengusahakan, dan pemecatan. Semua ini

jika memenuhi syarat pembatalan dan larangan yakni orang yang

melakukan akad mengetahui pembatalan dan pemecatan tersebut,

serta odal telah diserahkan ketika pembatala dan pemecatan

tersebut. Akan tetap jika pengusaha tidak mengetahui bahwa


27
Syafe’i Rachmat, Fiqih Muamalah, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2017), h. 226.

25
mudaharabah telah dibatalkan, pengusaha (mudharib) diperolehkan

untuk tetap mengusahakannya.

b. Salah seorang akid meningal dunia

Jumhur ulama’ berpendapat bahwa mudaharabah batal,

jika salah seorang akid meninggal dunia, baik pemilik maupu

pengusaha. Hal ini karena mudaharabah berhubungan dengan

perwakilan yang akan batal dengan meningalnya wakil atau yang

mewakilkan.Pembatalan tersebut dipandang sempurna dan sah,

baik diketahui salah seorang yang melakukan akad atau tidak.

c. Salah seorang akid gila.

Jumur ulama berpendapat bahwa gila membatalkan

mudaharabah, Sebab gila atau sejenisnya membatalkan keahlian

dalam mudaharabah.28

d. Pemilik modal murtad

Apabila pemilik modal murtad (keluar dari Islam) atau

terbunuh dalam keadaan murtad, atau bergabung degan musuh

serta telah diputuskan oleh hakim atas pembelotannya, menurut

Imam Abu Hanifah, hal itu membatalkan mudaharabah sebab

bergabung dengan musuh sama saja dengan mati, hal itu

menghilankan keahlian dalam kepemilkan harta, dengan dalih

bahwa harta orang murtad dibagikan di antara para ahli warisnya.

e. Modal rusak di tangan pengusaha

28
Shidiq Sapiudin, Fikih Kontemporer, ( Jakarta: Kencana, 2017), h. 255

26
Jika harta itu rusak sebelum dibelanjakan, mudaharabah

menjadi batal, hal ini karena modal harus dipegan oleh pengusaha.

Demikian juga mudaharabah diangap rusak jika modal diberikan

kepada orang lain atau dihabiskan sehingga tidak tesisa untuk

diusahakan29

7. Hikmah dalam Mudaharabah

Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berinteraksi

sosial dan sering membutuhkan satu sama lainnya. Menurut Sayid

Sabiq, islam mensyari’atkan akad kerjasama mudaharabah untuk

memudahkan orang karena sebagian mereka memiliki harta namun

tidak mampu untuk mengelolanya dan disana juga ada orang yang

tidak memiliki harta namun memiliki kemampuan untuk mengelola

dan mengembangkannya. Adapun hikmah dari mudaharabah yang

dikehendaki adalah mengangkat kehinaan, kefakiran dan kemiskinan

masyarakat seta mewujudkan rsa cinta kasih dan saling menyayangi

antar sesame manusia.

Allah memberikan rezeki lebih kepada manusia agar dapat

saling tolong menolong sesama makhluk sosial. Karena sebaik – baik

manusia adalah yang bermanfaat kepada manusia lain. Dengan adanya

kerjasama ini sangat dapat membantu manusia lain yang mengalami

kesusahan dalam mencari rezeki, misalnya dengan cara memberikan


29
Rahman Abdur, “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Bagi Hasil
Pemeliharaan Hewan Ternak di Desa Sukadana Jaya Kecamatan Sukadana
Kabupaten Lampung Timur, ( Skripsi, Iain Metro, 2020), h. 24.

27
modal kepada pengelola untuk melakukan kerjasama, nanti hasil dapat

dibagi dua.

Dengan cara inilah dapat mengurangi beban terhadap orang

lain. Mudaharabah mengandung hikmah yang besar dalam

masyarakat, karena memupuk terhadap individu agar selalu memiliki

sifat saling tolong – menolong dan jiwa gotong royong sesame anggota

masyarakat. selain itu, himah disyari’atkannya mudaharabah yang

dikehendaki oleh syar’I yang maha bijaksana adalah untuk

menghilangkan kefakiran dan untuk menjalin kasih sayang antar

sesama manusia.30

B. Ijarah

1. Pengertian Ijarah

Salah satu kegiatan muamalat yang dapat kita lihat dan bahkan

ada di sekitar yakni adalah sewa-menyewa, sewa menyewa

mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari sejak zaman

dahulu hingga sekarang, tidak dapat dibayangkan apabila kegiatan

sewa menyewa ini

tidak dibenarkan dan diatur dalam hukum Islam. Maka akan

menimbulkan berbagai kesulitan-kesulitan.31

Sewa menyewa dalam bahasa arab diistilahkan dengan al

ijarah. Kata ijarah diderivikasi dari bentuk fi’il “ajara-ya’ruju-ajran”.

Ajran semakna dengan kata al-‘iwadh yang mempunyai arti ganti dan
30
Nur Iflaha “ konsep Akad Mudarabah Musyarakah dalam Ekonomi Islam”, STIS
Miftahul Ulum Lumajang, vol. 1 No 1 (September 2019), h.7
31
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: Kalimedia, 2017), h. 213

28
upah. Adapun pengertian ijarah yang dikemukakan oleh para ulama

mazhab sebagai berikut:

a. Menurut Mazhab Hanafiyah

Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui

dan dilakukan dengan sengaja dari suatu zat yang disewa dengan

disertai imbalan.

b. Menurut Mazhab Syafi’i

Transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu bersifat

bisa dimanfaatkan, dengan suatu imbalan tertentu.32

c. Menurut Mazhab Hambaliyah

Ijarah adalah perjanjian atas manfaat yang mubah, yang

diketahui, yang diambil secara berangsur-angsur dalam masa yang

diketahui dengan upah yang diketahui.33

d. Menurut Mazhab Maliki

Ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas

manfaat suatu barang yang mubah untuk masa tertentu dengan

imbalan yang bukan berasal dari manfaat.34

Dari beberapa pendapat di atas tidak ditemukan perbedaan dan

terlihat bahwa yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah pengambilan

manfaat suatu benda dengan jalan penggantian pembayaran. Dengan kata

32
Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh Sunnah Terjemah Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung : PT.
al. Ma’arif, Cet. II, 2017), hal. 7
33
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Teras, 2019), h. 77
34
Ali Fikri, Al-Mu’amalat Al- Maddiyyah wa Al-Adabiyyah, ( Mesir: Mushthafa Al-Babiy
AL-Halaby, 1358 H), cet. I, hal. 85

29
lain dapat diambil inti sari bahwa ijarah atau sewa menyewa adalah akad

atas manfaat dengan imbalan.

Dengan demikian objek sewa menyewa adalah manfaat atas suatu

barang. Dari segi imbalanya ijarah mirip dengan jual-beli, tetapi keduanya

berbeda karena dalam jual beli objeknya benda, sedangkan dalam ijarah

objeknya adalah manfaat dari benda. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan

menyewa tanaman untuk diambil buahnya, karena buah itu benda bukan

manfaat. Demikian pula tidak dibolehkan menyewa sapi untuk diperah

susunya karena susu bukan manfaat melainkan benda.

Di dalam istilah Hukum Islam, orang yang menyewakan disebut

mu’ajir, sedangkan orang yang menyewa disebut musta’jir, benda yang

disewakan disebut ma’jur dan uang atau sewa atau imbalan atau

pemakaian manfaat barang tersebut disebut ajran atau ujrah. Sewa

menyewa sebagaimana perjanjian lainya, merupakan perjanjian yang

bersifat konsensual (kesepakatan). Perjanjian itu mempunyai kekuatan

hukum, yaitu pada saat sewa menyewa berlangsung. Apabila akad sudah

berlangsung, pihak yang menyewa (mu’ajir) wajib menyerahkan barang

(ma’jur) kepada penyewa.Dengan diserahkanya manfaat barang/benda

maka penyewa wajib pula menyerahkan uang sewanya (ujrah).35

2. Landasan Hukum Ijarah

Pada hakikatnya, Islam tidak melarang segala bentuk sewa menyewa

apapun selama tidak merugikan salah satu pihak dan selama tidak melanggar

aturan-aturan yang telah ditetapkan.Sewa menyewa menjadi sarana tolong-


35
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjajian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), h. 52

30
menolong antara sesama umat manusia juga mempunyai landasan hukum.

Adapun dasar hukum atau landasan yang diperbolehkanya sewa menyewa/

ijarah ini secara terperinci sebagai berikut :

a. Al-Qur’an

‫َو ٱْلَٰو ِل َٰد ُت ُيْر ِض ْع َن َأْو َلٰـ َد ُه َّن َح ْو َلِنْي َك اِم َلِنْي ۖ ِلَمْن َأَر اَد َأن ُيِتَّم ٱلَّر َض اَعَةۚ َو َعَلى‬
‫ٱْلَمْو ُل وِد َل ۥُه ِر ْز ُقُه َّن َو ِكْس َو ُتُه َّن ِب ٱْلَم ْع ُر وِف ۚ اَل ُتَك َّل ُف َنْف ٌس ِإاَّل ُو ْس َعَه اۚ اَل‬
‫ُتَض ٓاَّر َٰو ِل َد ٌۢة ِبَو َل ِدَه ا َو اَل َمْو ُل وٌۭد َّل ۥُه ِبَو َل ِدِهۦۚ َو َعَلى ٱْل َو اِر ِث ِم ْث ُل َٰذ ِل َك ۗ َف ِإْن َأَر اَدا‬
‫ِف ااًل ن اٍۢض ِّم ا ا ٍۢر َفاَل ا َل ِه اۗ ِإْن َأ د َأن ِض ٓو ۟ا‬
‫ُج َن َح َع ْي َم َو َر ْمُّت َتْس َتْر ُع‬ ‫ْنُه َم َو َتَش ُو‬ ‫َص َع َتَر‬
‫۟ا‬ ‫ِف‬
‫َأْو َلٰـ َد ُك ْم َفاَل ُج َن اَح َعَلْيُك ْم ِإَذا َس َّلْم ُتم َّم ٓا َءاَتْيُتم ِب ٱْلَم ْع ُر و ۗ َو ٱَّتُق و ٱلَّل َه‬
‫ِص‬ ‫۟ا‬
‫َو ٱْع َلُم ٓو َأَّن ٱلَّلَه َمِبا َتْع َم ُلوَن َب ٌري‬
Artinya;
Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun
penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah
menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut
seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupanya. Janganlah seorang ibu
menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita)
karena anaknya. Ahli warispun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila
keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara
keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin
menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu lakukan
(QS. Al- Baqarah: 233)”.36
b. Hadist

36
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Diponegoro, 2018)

31
‫ سألت رافع بن خديج عن كراء األرض بالذهب‬:‫عن حنظلة بن قيس قال‬
‫ إمنا كان الناس ي ــؤاجرون على عهد رسول اهلل‬،‫ ال بأس به‬:‫وال ــورق؟ فق ــال‬
‫ وأشياء من الــزرع؛‬، ‫ وَأْقَب اِل اَجلَد اِو ِل‬، ‫صلى اهلل عليــه وسلم مبا على ا اَذَيانــاِت‬
‫َمل‬
،‫ ومل يكن للناس كراء إال هذا؛ ولــذلك زجر عنه‬،‫ ويسلم هذا‬،‫فيهلك هذا‬
‫فأما شيء معلوم مضمون؛ فال بأس‬
Artinya :
Dari Rafi’ bin Khudaij, dia berkata ‘Tadinya kami adalah orang-
orang Anshar yang paling luas ladangnya dan kami menyewakan tanah,
dengan ketentuan, kami mendapatkan hasil dari lahan ini dan mereka (para
penggarap) mendapatkan hasil dari lahan yang lain, padahal boleh jadi
lahan ini mengeluarkan hasil dan lahan yang lain tidak mengeluarkan
hasil. Lalu beliau melarang kami melakukan hal itu. Adapun untuk uang,
beliau tidak melarang kami.37

c. Ijma’

Pada zaman sahabat ulama’ telah sepakat akan kebolehan (jawaz)

akad ijarah, hal ini disadari pada kebutuhan masyarakat akan jasa-jasa

tertentu seperti halnya kebutuhan akan barang-barang. Ketika akan jual

beli diperbolehkan, maka terdapat suatu kewajiban untuk membolehkan

akad ijarah atas manfaat/jasa. Karena pada hakekatnya, akad ijarah juga

merupakan akad jual beli namun pada objeknya manfaat/jasa. Dengan

adanya ijma’, akan memperkuat keabsahan akad ijarah.38

Ijarah disyaratkan karena manusia menghajatkanya. Sebagian mereka

membutuhkan rumah untuk tempat tinggal, sebagian lagi membutuhkan yang

lainya, mereka butuh binatang untuk kendaraan dan angkutan, membutuhkan

37
Al Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah, Shahih Bukhari, Juz II, (Beirut: Dar
Ibn Kasir, 1987), h.232.
38
Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018), h. 97

32
berbagai peralatan untuk digunakan dalam kebutuhan hidup mereka,

membutuhkan tanah untuk bercocok tanam.39

3. Syarat-Syarat Ijarah

Terkait dengan syarat-syarat ijarah M. Ali Hasan menjelaskan, sangat

gamblang, diantaranya ialah:

a. Syarat bagi kedua orang yang berakad ialah: telah baligh dan berakal

(Mazhab Syafi’i Dan Hambali). Dengan demikian bilamana orang itu

belum atau tidak berakal seperti anak kecil atau orang gila menyewa

hartanya, atau diri mereka sebagai buruh (tenaga dan ilmu boleh disewa),

maka Ijarah nya tidak sah. Berbeda dengan Mazhab Hanafi dan maliki

bahwa orang yang melakukan akad, tidak harus mencapai usia baligh ,

tetapi anak yang telah mumayiz pun boleh melakukan akad Ijarah dengan

ketentuan disetujui oleh walinya.

b. Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan kerelaannya untuk

melakukan akad Ijarah itu, bilamana salah seorang keduanya terpaksa

melakukan akad maka akadnya tidak sah.

c. Manfaat yang menjadi objek Ijarah harus diketahui secara jelas, sehingga

tidak terjadi perselisihan dibelakang hari jika manfaatnya tidak jelas.

Maka, akad itu tidak sah.

d. Objek Ijarah itu dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan

tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, ulama fiqih sepakat mengatakan bahwa

tidak boleh menyewa sesuatu yang tidak dapat diserahkan, dimanfaatkan

39
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Moh. Nabhan Husein Jilid 13 (Bandung: Al-ma’arif,
2015), h.10

33
langsung oleh penyewa. Umpamanya rumah harus siap pakai atau tentu

saja sangat bergantung kepada penyewa apakah dia mau melanjutkan akad

itu atau tidak, sekiranya rumah itu atau toko itu disewa oleh orang lain

maka setelah itu habis sewanya baru dapat disewakan oleh orang lain.

e. Objek Ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara. Oleh sebab itu ulama

fikih sependapat bahwa tidak boleh menggaji tukang sihir, tidak boleh

menyewa orang untuk membunuh (pembunuh bayaran), tidak boleh

menyewakan rumah untuk tempat berjudi atau tempat prostitusi

(pelacuran). Demikian juga tidak boleh menyewakan rumah kepada non-

muslim untuk tempat mereka beribadat.40

4. Rukun- Rukun Ijarah

Berdasarkan pendapat Jumhur ulama, Rukun ijarah ada empat (4)

diantaranya ialah:

a. Orang yang berakad (Aqid)

Orang yang melakukan akad ijarah ada dua orang yaitu Mu’jir

ialah: orang yang memberikan upah atau yang menyewakan. Dan

Musta’jir ialah: orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan

yang menyewa sesuatu. Bagi Mu’jir dan Musta’jir, pertama: harus

mengetahui manfaat barang yang di jadikan akad sehingga dapat

mencegah terjadinya perselisihan, kedua: berakal maksudnya ialah: orang

yang dapat membedakan baik dan buruk.41

b. Sighat Akad
40
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada:
2018), h, 227
41
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah ( Jakarta, Pena Ilmu dan Amal, 2016), jilid 4, h. 205

34
Mu’jir dan Musta’jir, Yaitu melakukan ijab dan qabul ialah:

Ungkapan, pernyataan dan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang

berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad ijarah.

c. upah (Ujroh)

Ujroh yaitu diberikan kepada musta’jir atas jasa yang telah

diberikan atau diambil manfaatnya oleh mu’jir.42

d. Manfaat

Salah satu cara untuk mengetahui ma’qud alaih (barang) ialah:

“dengan menjelaskan manfaatnya, batasan waktu, dan jenis pekerjaan”.43

5. Pembatalan dan Berakhirnya akad Ijarah

Pada dasarnya perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang

lazim, masing-masing pihak yang terkait dalam perjanjian tidak berhak

membatalkan perjanjian (tidak mempunyai hak pasakh) karena termasuk

perjanjian timbal balik. Menurut Imam Syafi’i tidak batal transaksi jual beli

walaupun salah satu pihak meninggal dunia. Walaupun harta yang

ditinggalkan hanya uang yang sudah dijadikan sebagai pembayar barang

jualanya dan sangat dibutuhkan ahli warisnya. Maka dalam hal ini tampak

bahwa Imam Syafi’i juga mengqiyaskan masalah ijarah sebab meninggal

dunia salah satu pihak, maka dari itu transaksi ijarah tidak batal walaupun

42
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, ( Jakarta, Prenada Media, 2015), h. 63
43
Hariman Surya Siregar, Fikih muamalah teori dan implementasi ( Bandung; PT Remaja
Rosdakarya, 2019), h.52

35
salah satu pihak meninggal dunia.44 Adapun hal-hal yang menyebabkan

batalnya sewa menyewa yaitu:

a. Terjadinya aib pada barang sewaan

Pada barang yang menjadi objek perjanjian sewa menyewa ada

kerusakan ketika sedang berada ditangan penyewa. Kerusakan itu akibat

kelalaian penyewa sendiri. Misalnya, penggunaan barang tidak sesuai

dengan peruntukan. Dalam hal seperti itu, penyewa dapat meminta

pembatalan.45

b. Rusaknya barang yang disewakan

Barang yang menjadi objek perjanjian sewa menyewa mengalami

kerusakan atau musnah sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan

yang diperjanjikan. Misalnya, yang menjadi objek sewa menyewa adalah rumah,

kemudian rumah yang diperjanjikan terbakar.

c. Rusaknya barang yang diupahkan (Mahjur’alaih)

Barang yang menjadi sebab terjadinya hubungan sewa menyewa

mengalami kerusakan. Dengan rusak atau musnahnya barang yang menyebabkan

terjadinya perjanjian maka akad tidak mungkin akan terpenuhi lagi.

d. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan

Dalam hal ini yang dimaksud ialah tujuan perjanjian sewa menyewa telah

tercapai, atau masa perjanjian sewa menyewa telah berakhir sesuai dengan

ketentuan yang disepakati.

e. Adanya uzur
44
Abiy Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi’I, Al-Umm, Juz IV, (Rmadhan: Kitab al-
Sya’bi. 1968), h. 31
45
Ahmad Farroh Hasan, Fikih Muamalah dari Klasik hingga Komtemporer, (Malang;UIN-
Maliki Press,2018), h.130

36
Penganut Mahdzab Hanafi menambahkan bahwa uzur juga

merupakan salah satu penyebab putus atau berakhirnya perjanjian sewa

menyewa, sekalipun uzur tersebut datangnya dari salah satu pihak.46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Jenis penelitialn ini aldallalh penelitialn lalpalngaln (field resealrch),

yalitu sualtu penelitialn yalng dilalkukaln di lalpalngaln altalu di lokalsi

penelitialn, altalu sualtu tempalt yalng dipilih sebalgali lokalsi untuk

menyelidiki gejallal objektif.47 Penelitialn ini dilalkukaln secalral intensif,

terperinci daln mendallalm terhaldalp sualtu objek tertentu dengaln

mempelaljalrinyal sebalgali sualtu kalsus. Berdalsalrkaln hall tersebut, malksud

dalri penelitialn ini yalitu mempelaljalri secalral mendallalm tentalng praktek

pelaksanaan kerja sama gheduen peternakan sapi pada masyarakat di

Desa Pujer Baru Kecamatan Maeasan Kabupaten Bondowoso..

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang

sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan.

Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat

setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi


46
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari Teori dan Praktik, (Jakarta: Gema
Inzani, 2016), h. 117
47
Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skrpsi, (Jakarta;
PT. Rineka Cipta, 2020), hlm. 96.

37
fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik

kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang

kenyataan-kenyataan.48

B. Kehadiran Peneliti

Untuk memperoleh informasi mengenai data yang valid,

peneliti harus datang langsung di lokasi tempat penelitian, dengan

demikian bisa mengetahui lebih dekat dengan subyek. Demikian

peneliti dengan subyek akan lebih terbuka dalam menyampaikkan

beberapa persoalan yang berkaitan langsung dengan yang diteliti.

Sebelum peneliti berada di lokasi penelitian, peneliti harus

mendapatkan rekomendasi dan izin langsung dari kepala desa yang

bersangkutan.

Kehadiran peneliti di lokasi penelitian secara langsung sebagai

penanya atau bisa disebut dengan pewawancara. Dalam penelitian

kualitatif, teknik pengumpulan data yang utama adalah observasi,

wawancara, dan dokumentasi yang dilakukan secara bersama – sama,

artinya sambil melakukan observasi atau pengamatan. Peneliti bisa

berhubungan langsung dengan pihak yang bersangkutan.49

C. Lokasi Penelitian

48
Emzir, Metode Penelitian kualitatif analisis data ( Jakarta; Rajawali,2016), h.37
49
Sugiono, Metode penelitian,( Bandung; Alfabeta, 2017), h.332

38
Lokasi penelitian yang dituju bertempat di Desa Pujer Baru

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso guna memperoleh data

primer. Lokasi penelitian ini sangat penting bagi peneliti untuk

mendapatkan data-data secara praktek yang kemudian nanti akan

dibandingkan dengan teori penelitian yang digunakan.

D. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data

diperoleh. Sumber data didalam melakukan penelitian kualitatif adalah

kata-kata tindakan, dan selebihnya data tambahan seperti dokumentasi

dan lain-lain. Sumber data primer dan sumber data sekunder. Untuk

lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung

diperoleh dari orang atau lembaga yang mempunyai wewenang dan

tanggung jawab terhadap pengumpulan ataupun penyimpanan

dokumen atau sumber data pokok yang langsung dikumpulkan peneliti

dari objek penelitian, Yang mana peneliti mendapatkan sumber data

melalui wawancara. Adapun yang menjadi sumber data atau informasi

dalam penelitian ini adalah pihak yang berkaitan tentang pengelola dan

pemelihara sapi yaitu, Moh tori, Ismail, Ibu Hatimah, Mohammad

Wakil, Sutrisno, Maimunah. Mereka suama adalah masyarakat yang

39
bertempat tinggal di lokasi penelitian yaitu di Desa Pujer Baru

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari hasil

dokumentasi tertulis atau berupa foto, jurnal, kitab-kitab, buku yang

terkait dengan keja sama Gheduen peternakan sapi pada masyarakat di

Desa Pujer Baru Kecamatan Maeasan Kabupaten Bondowoso sebagai

sumber data yang sifatnya teoritis.

E. Talhalp tahap penelitialn

Talhalpaln kegialtaln penelitialn merupalkaln kegialtaln yalng

berkenalaln dengaln pelalksalnalaln penelitialn secalral menyeluruh dalri alwall

salmpali alkhir penelitialn. Aldalpun talhalp-talhalp yalng dilalkukaln dallalm

penelitialn ini aldallalh sebalgali berikut:

1. Tahap pra penelitian


l l l l

yaitu orientasi yang meliputi kegiatan penentuan fokus,


l l l l l l

penyesuaian paradigma dengan teori dan disiplin ilmu, penjajakan


l l l l l l l l l l

dengan konteks penelitan mencakup observasi awal penelitian


l l l l l l l

dalam hal ini adalah Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan


l l l l l l

Kabupaten Bondowoso. penyusunan usulan penelitian dan seminar l l l l l

proposal penelitian, kemudian dilanjutkan dengan mengurus


l l l l l l

perizinan penelitian kepada subyek penelitian.


l l l l l

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian


l l l l l l l

40
tahap ini meliputi pengumpulan data-data yang terkait
l l l l l l l l l

dengan fokus penelitian yang dilakukan di Desa Pujer Baru


l l l l l

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso tentang tahap analisis l l l l

data, tahap ini meliputi kegiatan mengolah dan mengorgansir data


l l l l l l l l l l l

yang diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam dan


l l l l l l l l l l

dokumentasi, setelah itu dilakukan penafsiran data sesuai dengan


l l l l l l l l l l

konteks permasalahan yang diteliti. l l l l l

3. Tahap pasca penelitian


l l l l l

tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian


l l l l l l l

dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai


l l l l l l l l l l l l

pemberian makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil


l l l l l l l l l l

penelitian dengan dosen pembimbing. Langkah terakhir adalah


l l l l l l l l

melakukan pengurusan kelengkapan persyaratan untuk melakukan


l l l l l l l l l l

ujian skripsi.50
l

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan penulis,

penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi merupakan suatu proses yang komplek,suatu

proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.

dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan

ingatan. tehnik pengumpulan data dengan observasi digunakan

50
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R & D (Bandung Alfabeta,
2014), h. 339

41
bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja,

gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu

besar.51

Penulis menggunakan observasi langsung ke lokasi, di sana

penulis mengamati fakta-fakta yang ada di lapanan khususnya yang

berhubungan dengan praktik kerjasama Gheduen dalam kerjasama

peternakan sapi di Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan Kabupaten

Bondowoso. Dalam observasi ini penulis menggunakan observasi

non partisipan di mana penulis tidak berpartisipasi langsung dalam

melakukan kegiatan yang diteliti.

2. Wawancara

Tekhnik wawancara adalah sebuah bentuk percakapan yang

bertujuan untuk memperoleh informasi atas data yang valid. Dalam

tekhnik wawancara, terdapat pertanyaan dan jawaban yang

diberikan secara verbal. Tekhnik wawancara dibedakan menjadi

wawancara struktur dan tidak terstruktur. Untuk lebih jelasnya

akan dijelaskan sebagai berikut: 52

a. Wawancara terstruktur Peneliti menggunakan wawancara

terstruktur, karena pada wawancara tahap ini pertanyaan yang

diajukan adalah pertanyaan structural, yaitu pertanyaan yang

dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran secara lebih rinci,

51
Ahmad fauzi, Metodologi penelitian ( Jawa tengah;Pena persada,2018), h.80
52
Nasution, Metode Research, ( Jakarta; Bumi Aksara, 2016), h.113

42
sehingga akan tampak kaitan hal yang satu dengaan yang lain

dan merupakan struktur tertentu.

b. Wawancara tidak berstruktur Wawancara tidak berencana yang

berfokus adalah pertanyaan yang diajukan secara tidak

bersruktur, akan tetapi selalu terpusat pada satu pokok yang

tertentu. Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan

kepada yang memiliki hewan ternak atau pemodal dan yang

akan mengelola untuk mengetahui lebih implementasi kegiatan

bagi hasil atau disebut dengan mudharabah.53

3. Dokumentasi

Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang

menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap,

sah dan bukan berdasarkan perkiraan. Metode ini digunakan untuk

mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen.

Dalam penelitian sosial, fungsi data yang berasal dari dokumentasi

lebih banyak digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap

bagi data primer yang diperoleh melalui observasi dan wawancara

mendalam.

Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data

yang tidak langsung ditunjukkan kepada subjek penelitian.

Dokumen dapat dibedakan menjadi dokumen primer, jika dokumen

ini ditulis oleh orang yang langsung mengalami suatu peristiwa;


53
Syafrida Hafni Sahir, Metodologi Penelitian ( Jogjakarta; KBM Indonesia 2021), h.73

43
dan dokumen skunder, jika peristiwa dilaporkan orang lain yang

selanjutnya ditulis oleh orang lain. Otobiografi adalah contoh

dokumen primer dan biografi seseorang adalah contoh dokumen

skunder. Data-data tersebut dapat berupa letak geografis, kondisi

masyarakat maupun kondisi adat kebudayaan serta hal-hal lain

yang berhubungan dengan objek penelitian.54

G. Metode pengolahan data

Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan

pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi -

materi lain yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman

mengenai materi-materi tersebut dan untuk memungkinkan

menyajikan apa yang sudah ditemukan kepada orang lain.

Analisis melibatkan pekerjaan dengan data, penyususnan, dan

pemecahannya ke dalam unit-unit yang dapat ditangani,

perangkumannya, pencarian pola-pola, dan penemuan apa yang

penting dan apa yang perlu dipelajari, dan pembuatan keputusan apa

yang akan dikatakan kepada orang lain. Tekhnik analisis data pada

penelitian ini menggunakan beberapa model dan tekhnik analisis data

yakni sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan,

penyederhanaan, abstarksi, dan pentransformasian “data mentah”

yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Demikian data


54
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h.85

44
yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebihjelas,

dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya.

2. Penyajian data

yaitu peneliti memperoleh data dan keterangan dari objek

yang bersangkutan, kemudian disajikan untuk dibahas guna

menemukan kebenaran-kebenaran yang hakiki. Dalam penelitian

kualitatif penyajian data bisa dalam bentuk uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori dan yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks

yang bersifat negative.

3. Verfikasi Data

yaitu langkah ketiga ini menurut Miles And Huberman

adalah penarikan kesimpulan atau peneliti membuktikan kebenaran

data, tujuan dari verifikasi data ini adalah untuk menghindari

adanya unsure subjektifitas yang dapat mengurangi bobot kualitas

skripsi ini. Artinya, data dan keterangan yang diperoleh dapat di

ukur melalui responden yang benar-benar sebagai pelaku atau

sekurang-kurangnya memahami terhadap yang benar-benar sebagai

pelaku atau sekurang-kurangnya memahami terhadap masalah

yang diajukan.55

H. Pengecekan Keabsahan Data

55
Dr. Umar Sidiq, M.Ag, Metode Penelitian kualitatif di Bidang Pendidikan (ponorogo;
CV.Nata Karya 2019), h.102

45
Validasi Data Setelah data dianalisis kemudian penngecekan

keabshaan data atau validitas data. Validitas merupakan derajat

ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya

yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid

adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh

peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian.

Keabsahan data disini bertujuan untuk membuktikan bahwa yang

diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang diberikan tentang

kenyataan dan sesuai dengan yang terjadi.56

56
Sugiono, Metode penelitian,( Bandung; Alfabeta, 2017), h. 170

46
BAB IV

PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Paparan Data dan Temuan Penelitian

1. Profil Desa

Desa Pujer baru pada awalnya merupakan komunitas

pemukiman penduduk dengan jumlah jiwa yang masih sedikit,

perkiraan terbentuknya Desa Pujer baru dimulai sejak sekitar

tahun1925. Mata pencaharian utama penduduk disamping bercocok

tanam, petani, (Petani/Buruh Tani).

Desa Pujer Baru merupakan salah satu Desa dari 12 Desa

yang ada di Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso dengan

nomor urut Desa 2 dengan luas wilayah : 371,85 ha, Batas Utara

yaitu Desa Tanah Wulan, Batas Timur Yaitu Desa Sucolor, Batas

Selatan Yaitu Desa Gambangan, dan Batas barat Kawasan Hutan.

Berdasarkan Data Administrasi Pemerintah Desa Pujer Baru jumlah

penduduk yang tercatat secara administrasi, jumlah total 5343 jiwa.

Dengan rincian penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 2702

jiwa, sedangkan berjenis kelamin perempuan berjumlah 2641 jiwa.

Dari total jumlah penduduk Desa 5343, yang dapat

dikategorikan kelompok rentan dari sisi kesehatan mengingat usia,

yaitu penduduk yang berusia 60 tahun keatas sebanyak 883 Jiwa.

47
Keadaan kependudukan di Desa Pujer Baru dilakukan identifikasi

jumlah penduduk dengan menitik beratkan pada klasifikasi usia dan

jenis kelamin. Jumlah Angkatan Kerja sebanyak 1121 adalah antara

usia 25-39. Sementara jumlah penduduk usia produktif yaitu dari

usia 19-49 tahun sejumlah 2383 Jiwa. Dari usia 60 tahun keatas

tersebut jumlah penduduk Berjenis kelamin laki-laki sebanyak 519

dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 364.

Sedangkan pada usia 0-6 tahun, yang berjenis kelamin laki-

laki 114 dan perempuan 127. Penduduk usia produktif pada usia

antara 19-49 tahun di Desa Pujer Baru jumlahnya cukup signifikan,

yaitu 2.387 jiwa atau 44,68 dari total jumlah penduduk. Terdiri dari

jenis kelamin laki-laki 1.255, sedangkan perempuan 1.132.

Dari data tersebut diketahui bahwa jumlah Laki-laki usia

produktif lebih banyak. Dengan demikian sebenarnya Laki-kaki usia

produktif di Desa Pujer Baru dapat menjadi tenaga produktif yang

cukup signifikan untuk mengembangkan usaha-usaha produktif

diharapkan semakin memperkuat ekonomi masyarakat.

Secara umum mata pencaharian warga masyarakat Desa

Pujer Baru dapat teridentifikasi ke dalam beberapa bidang mata

pencaharian, seperti : petani, buruh tani, PNS/TNI/POLRI, karyawan

swasta, pedagang, wiraswasta, pensiunan, buruh bangunan, tukang

batu dan peternak.

TABEL 4.1

48
No Jenis Pekerjaan Jumlah Prosentase
1 Petani 856 16.02 %
2 Buruh Tani 951 17.80 %

3 Buruh harian Lepas 245 4.59%

Buruh bangunan 43 0.80%

3 PNS/TNI/POLRI 38 0.71%

4 Karyawan swasta 176 3.29%

5 Pedagang 248 4.64%


6 Wirausaha 170 3.18 %
7 Pensiunan 3 0.06%

8 Tukang bangunan 109 2.04%

9 Peternak 943 17.65%

Mengurus rumah tangga 1464 27.40%

10 Lain-lain dan tidak tetap 97 1.82%

Jumlah 5343 100%

Berdasarkan tabulasi data tersebut teridentifikasi, di Desa

Pujer Baru jumlah penduduk yang mempunyai mata pencaharian

adalah 69.2% Dari jumlah tersebut, kehidupannya bergantung di

sektor pertanian, ada 28.7%. Jumlah ini terdiri dari Petani

terbanyak 28.7% dari jumlah penduduk yang mempunyai

pekerjaan. Terbanyak kedua adalah buruh tani sebanyak 19.3%

dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau dari total

jumlah penduduk.

49
Terbanyak ketiga adalah peternak dengan 16,65% dari

jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau, dari total

jumlah penduduk. Sementara penduduk yang lain mempunyai

mata pencaharian yang berbeda-beda, ada yang berprofesi

sebagai PNS, TNI, POLRI, pedagang, karyawan swasta, sopir,

wiraswasta, tukang bangunan dan lain-lain.

Susunan Organisasi Pemerintah Desa terdiri dari Kepala

Desa dan Perangkat Desa yaitu Sekretaris Desa, Kepala Urusan,

Pelaksana Teknis (Kepala Seksi) dan Unsur Kewilayahan

(Kepala Dusun), antara lain sebagai berikut :

a. Kepala Desa

b. Sekretaris Desa

c. Bidang Urusan:

1) Kepala Urusan Perencanaan, Evaluasi dan pelaporan

2) Kepala urusan Umum

3) Kepala Urusan Keuangan

d. Pelaksana Teknis:

1) Kepala Seksi Pemerintahan

2) Kepala Seksi Pemberdayaan

3) Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial

e. Pelaksana Kewilayahan:

1) Kepala Dusun Krajan Utara

2) Kepala Dusun Krajan Selatan

50
3) Kepala Dusun Gundang

4) Kepala Dusun Duko

5) Kepala Dusun Rabe

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH

DESA

KEPALA DESA BPD


ISHAK, S.s

SEKRETARIS DESA
HARVIN RIZAL

KASI PEMERINTAHAN KAUR PERENCANAAN


RUDI HARTONO AHMAD FAOZAN

KASI KESEJAHTERAAN KAUR UMUM


MUHAMMAD LUTFI MOHAMMAD IQBAL

KASI PELAYANAN KAUR KEUANGAN


LUTFIADI SUYITNO

KASUN KASUN KASUN KASUN KASUN


KRAJAN UTARA KRAJAN SELATAN GUNDANG DUKO RABE
RAHBINI TOHA ASMARIADI MOH HALIL M.
FEMBRIYANTO

Sumber Data : Data dinding Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan, Tahun 2022

2. Praktek Akad Gheduen Peternakan Sapi di Desa Pujer Baru

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso

a. Perjanjian akad Gheduen di desa pujer baru kecamatan maesan

kapubaten bondowoso

Masyarakat di Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan

Kabupaten Bondowoso hanya menggunakan akad ijab dan qabul

51
saja atau lisan, tanpa menggunakan akad tertulis. Hanya diutarakan

dengan lisan antara satu dengan yang lain yang melakukan kerja

sama. Karena di Desa Pujer Baru Kecmatan Maesan Kabupaten

Bondowoso sudah menjadi kebiasaan masyarakat disana dengan

menggunakan lisan.

Paparan penjelasan diatas peneliti dapatkan dari hasil

wawancara langsung dengan narasumber di tempat penelitian.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Moh Tori selaku

Pemilik hewan ternak, beliau mengatakan bahwa:

“Rata-rata orang disini bahkan semuanya tidak


menggunakan akad tertulis atau semacamnya, hanya
menggunakan ijab dan qabul saja, tidak perlu menggunakan
perantara lain, kalo sudah merasa cocok tinggal dilanjutkan”57
Selain penjelasan di atas ada juga Narasumber yang

bernama Ibu Hatimah, jugak pemilik modal ia mengatakan bahwa:

“Hanya menggunakan ijab dan qabul saja, kita disini kerja


sama antar perorangan, jadi tidak perlu adanya persyaratan
selain ijab dan qabul saja”58

Narasumber yang bernama Muhammad Wakil sealaku

pengelola atau pemelihara sapi juga mengatakan bahwa

“ Masyarakat di Desa Pujer Baru hanya menggunakan


akad ijab dan qabul saja, tanpa adanya akad tertulis dari kedua
belah pihak”59

Narasumber selanjutnya adalah Sutrisno, selaku pengelola

atau pemelihara sapi ia mengatakan bahwa

57
Moh tori, wawancara, Pujer Baru, 04 Agustus 2023
58
Hatimah, wawancara, Pujer Baru 04 Agustus 2023
59
Muhammad Wakil, Wawancara, Pujer Baru, 05 Agustus 2023

52
“masyarakat disini setau saya tidak ada yang
menggunakan akad secara terulis, ia hanya menggunakan ijab dan
qabul saja untuk melakukan kerjasama”60

Jawaban selanjutnya juga peneliti dapatkan dari

narasumber yang lain narasumber tersebut memberikan penjelasan

yang lebih panjang dari pada sebelumnya. walaupun banyak

penjelasan panjang tapi apa yang disampaikan oleh narasumber

sebelumnya tidak jauh berbeda mengenai akad kerja sama

(Gheduen) yang digunakan Sebagaimana yang dikatakan oleh

bapak kepala Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan Kabupaten

Bondowoso yaitu Bapak Ishaq, ia mengatakan bahwa:

“disini mayoritas masyarakat saya yang bertempat tinggal


di Desa Pujer Baru menggunakan akad lisan, semua orang disini
menggunakan akad lisan saja. Karena masyarakat disini sudah
sama-sama saling percaya dengan akad perjanjian ini dan jarang
ada yang melakukan percekcokan dalam akad ini”61
Berikut juga hasil wawancara yang di sampaikan oleh

bapak Salim beliau selalu pengelola atau pemelihhara sapai

mengatakan;

“Masyarakat disini sudah dari dulu sampai sekarang


cukup menggunakan akad lisan saja karena keyakinan yang sudah
mendarah daging, serta saling percayanya kedua belah pihak.”62

Dalam hasil temuan di lapangan akad kerja sama dilakukan

secara lisan antara pemodal dan pengelola, dimana dalam

prosesnya melakukan musyawarah antara pemodal dan pengelola

mengenai pengelolaan dan sistem bagi hasil. Proses akad ini

60
Sutisno, Wawancara, Pujer Baru, 05 Agustus 2023
61
Ishaq, Wawancara, Pujer Baru, 05 Agustus 2023
62
Salim, Wawancara, Pujer Baru, 05 Agustus 2023

53
dilandasi atas kepercayaan satu sama lain. Selanjutnya, dalam

kegiatan kerja sama ini diharapkan supaya modal tersebut full

milik sendiri bukan orang lain. Dan dalam kerja sama ini

diharapkan orang-orang yang jujur dan amanah dalam menjaga

harta atau hak orang lain. Yang menjalankaan usaha ini harus

orang-orang yang sudah mempunyai pengalaman dalam kegiatan

usaha, agar kedepannya tidak ada kesalah pahaman antara shohibul

mal dengan mudharib dan kerjasama ini menjadi kerjasama yang

dibenarkan dan sesuai dengan syariat Islam.

b. Bentuk Penerapan modal Dan Sistem Bagi Hasil Gheduen

Pernakan Sapi di Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan Kabupaten

Bondowoso

1) Penerapan modal dan bagi hasil

Modal tersebut berasal dari Pemodal yang mana

pemodal dan pengelola langsung pergi membeli sapi secara

bersamaan di tempat penjualan sapi. Setelah itu pengelola

memilih sendiri sapi yang akan dipelihara, kemudian sapi

tersebut dibeli seharga 10.000.000 dan akan dipelihara selama

kurang lebih 2 tahun. Atau pemodal membeli sendiri ke tempat

penjualan sapi untuk di serahkan kepada pengelola dengan

menetapkan modal awal, Yang mana pengertian di atas di

kuatkan dengan hasil wawancara yang dilakukan di tempat

54
penelitian. Seperti yang disampaikan oleh narasumber pertama

yaitu Bapak Moh tori selaku pemilik sapi mengatakan:

“Yang sering digunakan di Desa ini biasanya misalnya


sekarang saya dan yang mau memelihara sapi pergi ke pasar
sapi untuk membeli sapi. Kemudian sapi yang di beli seharga
10 jt jadi modal awal saya adalah sepuluh juta kemudian
setelah 2 thn di pelihara sapi tersebut laku 16 juta maka hasil
di potonng modal awal di bagi dua yaitu 6 juta dibagi 2”63

Selain penjelasan dari bapak Moh tori ada juga

penjelasan dari bapak sutrisno sebagai pengelola atau

pemelihara sapi, tentang modal sapi betina ia mengatakan

bahwa ;

“yang paling sering saya gunakan adalah dibelikan


indukan, dan menetapkan harga modal, setelah dibelikan
indukan lalu saya pelihara sampai menghasilkan anak, nah,
anak yang pertama menjadi pemilik si pengelola sapi dan
pemodal mendapatkan bagian anak sapi selanjtutnya.”64

Senada dengan penjelasan dari Bapak Salim, jugak

sebagai pengelola atau pemelihara sapi beliau mengatakan

bahwa:

“kami disini dibelikan sapi oleh pemodal atau si


pomodal langsung memberikan sapi kepada saya dengan
menentukan harga awal, lalu saya memlihara kurang lebih
selama 1-2 tahun, kemudian jika sudah sampai waktu yang
telah di sepakati maka sapi dijual dan hasilnya dibagi rata
sesuai kesepakatan.dan masyarakat di sini lebih suka
modalnya berupa sapi jantan dari pada sapi betina karena
jangka merawatnya lebih pendek dari pada sapi betina.”65

63
Moh Tori, Wawancara, Pujer Baru, 06 agustus 2023
64
Sutrisno, Wawancara, pujer Baru,06 Agustus 2023
65
Salim , Wawancara, Pujer Baru, 06 Agustus, 2023

55
Kemudian ada juga penjelasan dari saudara Muhammad

wakil anak dari Maemunah selaku pengelola atau pemelihara

sapi dia menyatakan;

“Saya dan sebagian orang lebih suka


menggaduh(merawat) sapi jantan dibanding sapi betina
karena sapi jantan dari perawatan dan jangkanya lebih
pendek di bandingkan dengan sapi betina yang jangkanya lebih
lama.”66

Jadi, sistem permodalan bagi hasil yang digunakan di

Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso

ini semuanya hampir mirip. dari segi pemberian modalannya,

pembagiannya dan pengelolaanya. Dan kebanyakan para

pengelola lebih suka mengelola sapi jantan di bandingkan

dengan sapi betina. Menurut penjelasan dari responden diatas

dapat dipahami, bahwa sistem bagi hasil hewan ternak sapi di

Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso di

dasarkan pada bagi hasil menggunakan adat kebiasaan yang

telah dipenuhi oleh para pihak, yang segimana dipaparkan

diatas yaitu bagi rata.

2) Resiko Bagi Hasil Hewan Ternak

Di dalam suatu usaha pasti ada yang namanya

percekcokan antara pemodal dan pengelola dalam melakukan

kerjasama baik dari hasil, pelaksanaan, dsb. Karena terkadang

66
Muhammad Wakil, Wawancara, Pujer Baru, 07 Agustus 2023

56
apa yang di rencanakan tidak sesuai dengan apa yang

diharapkan.

Semisal sapi yang dikelola hilang dicuri ataupun mati

karena penyakit, dsb. Sesuai apa yang disampaikan oleh bapak

Moh tori selaku pemilik sapi meyatakan;

“Bila sapi yang di kelola mengalami musibah baik itu


hilang di curi ataupun mati karena sakit maka pihak pengelola
tidak harus bertanggung jawab( mengganti) selama hal itu
bukan karena di sengaja”67

Senada dengan penjelasan dari bapak kepala desa yaitu

bapak Ishaq menyatakan;

“kalo itu perjanjian menggunakan akad lisan sudah


cukup bukti bahwa telah terjadi kerja sama dan bila terjadi
musibah di kemudian hari selama itu bukan kelalaian se
perawat itu tidak harus ganti rugi.”68

Begitu pula penjelasan dari ibu maimunah selaku

pengelola atau pemelihara sapi yang menyatakan;

”Kita dan para pengelola sapi tidak ingin sapi yang di


rawat mengalami musibah baik itu yang di curi ataupun yang
mati saking dari menjaganya sapi yang kami rawat di beri
kalung yang berbunyi( klonnung) untuk menjadi pertanda dari
pencuri tapi kadang musibah tidak bisa di tebak, tetapi selama
tidak ada unsur kelalaian maka kami pengelola tidak harus
mengganti( mengembalikan) sapi tersebut.”69
Dan juga penjelasan dari salah satu pemilik modal yaitu

ibuk Hatimah yang mengatakan ;

“kami di sini selaku pemilik modal dan pengelola


modal tidak bisa menuntut ataupun meminta ganti rugi bila
sapi yang di kelola mengalami musibah selama tidak ada unsur
kesengajaan atau kelalaian maka dari itu sebelum memberikan
67
Moh tori, Wawancara, Pujer Baru, 07 Agustus 2023
68
Ishaq, Wawancara, Pujer Baru, 07 Agustus 2023
69
Maemunah, Wawancara, Pujer Baru, 07 Agustus 2023

57
sapi kepada pengelola saya harus memilih orang yang amanah
supaya resikonya lebih kecil,”70

Demikian hasil dari wawancara mengenai resiko yang

akan terjadi dalam akad Gheduen, untuk meminimalisir resiko

bisanya pemodal memberikan modal kepada pengelola yang

benar- benar amanah dalam mengelola.

B. Pembahasan

1. pelaksanaan kerja sama Gheduen peternakan sapi pada

masyarakat di Desa Pujer Baru Kecamatan Maeasan Kabupaten

Bondowoso

Gheduen adalah sebuah kerja sama yang sudah menjadi

tradisi di desa pujer baru kecamatan maesan kabupaten bondowoso

dimana isi akad Gheduen adalah sebagian bentuk dari akad

mudharabah. Masyarakat di Desa Pujer Baru bertujuan untuk

melakukan bagi hasil (Gheduen) hewan ternak adalah untuk

membantu masyarakat sekitar dalam melakukan kerja sama bagi

hasil tersebut. Dengan melakukan kerja sama ini akan lebih mudah

untuk mendapatkan keuntungan antara kedua belah pihak atau lebih.

Selanjutnya dengan adanya kegiatan bagi hasil ini dapat memberi

pekerjaan untuk orang-orang yang sedang tidak mempunyai

pekerjaan/ pengangguran. Dengan melakukan kerja sama ini sedikit

dapat meringankan beban mereka dengan cara saling tolong

menolong.berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan pembahasan

70
Hatimah, Wawancara, Pujer Baru, 07 Agustus 2023

58
mengenai pelaksanaan kerja sama (Gheduen) peternakan sapi di

Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso

meliputi;

a. Perjanjian

Bentuk perjanjian bagi hasil (Gheduen) yang digunakan

adalah berbentuk perjanjian lisan berdasarkan kesepakatan

bersama dan saling percaya di antara kedua belah pihak.

Perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis

dan tidak tertulis (lisan). Perjanjian tertulis adalah suatu

perjanjian yang dibuat oleh para pihak dengan tulisan,

sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian oleh para

pihak dalam wujud lisan/tidak tertulis (cukup kesepakatan

bersama oleh para pihak).

Berdasarkan hasil dari penelitian, maka kerja sama bagi

hasil antara pemilik dan pemelihara ternak akan terjadi apabila

ada kesepakatan antara kedua belah pihak atas suatu yang

diperjanjikan sebelumnya. Adapun isi perjanjian lisan yang

dapat dikutip oleh peneliti dari hasil wawancara dari berbagai

sumber dalam hal akad Gheduen hewan ternak di Desa Pujer

Baru Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso sebagai

berikut;

1) Modal ditanggung oleh pemilik modal sesuai dengan

harga sapi yang diinginkan oleh pemelihara.

59
2) Tempat peternakan berada dirumah pengelola sendiri.

3) Pemeliharaan makan, minum dan pembersihan kotoran

ternak ditanggung oleh pemelihara.

4) Perawatan berupa pengobatan ditanggung oleh pemilik.

5) Keuntungan hasil penjualan dibagi 2 tanpa dikurangi oleh

biaya perawatan kesehatan yang dikeluarkan oleh

pemilik. dan jika sapi yang dirawat betina maka

pembagian hasilnya dengan cara bergiliran medapatkan

anak sapi.

6) Apabila batas perjanjian berakhir, maka ternak dijual

sesuai harga pasaran saat itu dan hasilnya dibagi dua

b. Penerapan modal dan bagi hasil

Penerapan modal yang di terapkan di Desa Pujer Baru

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso yaitu berupa

memberikan uang untuk membeli sapi atau seekor sapi baik itu

sapi jantan ataupun sapi betina yang di berikan kepada

pengelola dengan menetapkan harga modal awal.

Dalam sistem bagi hasil yang digunakan yaitu sama-

sama bagi rata, dalam proses bagi hasil, hasil dari penjualan

dikurangi modal, dan jika modal sudah dikurangi dibagi

50% :50%. Misalnya pemilik sapi jantan seharga 6.000.000

(merupakan modal awal). Kemudian setelah dirawat oleh

pengelola kurang lebih 2 tahun dan dijual dengan harga Rp. 10.

60
000.000-modal awal 6.000.000 = margin Rp. 4. 000.000.

kemudian margin dibagi 50% untuk pengelola, berarti Rp.

4.000.000/ 2 =2. 000.000.

kemudian bilamana modal awal adalah berupa sapi

betina maka sistem bagi hasilnya menggunakan sistem bagi

hasil anakan sapi secara bergilir misalnya modal awal sapi

yang dipelihara adalah sapi betina kemudian beranak pertama

maka anak pertama langsung di ambil (dimiliki) oleh si

pengelola sapi, ketika ketika beranak lagi baru anak sapi

tersebut menjadi milik se pemodal begitupun seterusnya.

2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Kerja sama

Gheduen peternakan sapi di Desa Pujer Baru Kecamatan

Maesan Kabupaten Bondowoso

Gheduen adalah sebuah kerja sama dimana seorang

memberikan modal berupa seekor sapi kepada seorang pengelola

untuk di kelola yang jugak bisa di sebut dengan akad mudharabah.

Akad mudharabah akad sah dilaksanakan bila mana rukun dan

syaratnya terpenuhi. Berikut rukun - rukun dalam akad mudharabah:

a. Modal

Adalah dana awal yang harus di siapkan oleh si pemilik

modal kepeda pengelola modal untuk di kelola. Sama halnya

penerapan modal yang terjadi di tempat penelitian yaitu di Desa

61
Pujer Baru Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso yaitu.

Modal tersebut berasal dari Pemodal yang mana pemodal dan

pengelola langsung pergi membeli sapi dengan bersamaan

ditempat penjualan sapi tersebut. Dan pengelola memilih sendiri

sapi yang akan dipelihara, kemudian sapi tersebut dibeli seharga

10.000.000. atau pun si pemodal memberikan sapi kepada

pengelola dengan menyebutkan harga awal sebagai modal. 71

Mengenai pandangan hukum islam tentang permodalan yang

menggunakan barang, para ulama’ berbeda pendapat di dalam

menentukan hukumnya. Ada ulama’ yang tidak memperbolehkan

modal yang menggunakan cara tersebut Sebagaimana ini diulas

oleh Ibnu Rusyd dalam kitabnya, yaitu Bidayatul al Mujtahid

berupa

‫َلى ا ِبي ِب ِه الِّس ْل ُة َلى ِع الِّس ْل ِة‬ ‫ِل‬


‫َع‬ ‫َع َو َع َبْي‬ ‫ َأَّن ُه َقاَر َض ُه َع َم َعْت‬: ‫َو ُعْم َد ُة َم ا ٍك‬
‫ِه‬ ‫ِق‬ ‫ِس‬
‫ َفَك َأَّنُه‬، ‫ َمَع َأَّن َم ا َيِبيُع ِب الِّس ْلَعَة ْجَمُه وٌل‬،‫ َو َم ْنَف َعٌة‬، ‫ َفَك َأَّنُه َر اٌض‬،‫َنْف َه ا‬
‫ِإَمَّنا َقا َض َعَلى ْأِس اٍل ْجَم وٍل‬
‫َر َم ُه‬ ‫َر ُه‬
“Dasar pedoman Imam Malik (atas penolakan ini) adalah

dengan modal berupa urudl, maka pemodal mengeluarkan modal

berupa barang yang potensi dijual saja (belum berupa nilai pasti).

Berdasar sifat barang yang hanya potensi bisa dijual unsigh,

maka seolah pemodal memodali pelaksana dengan barang plus

mengambil manfaat dari modal tersebut (barang yang

71
Sutrisno, wawancara, Pujer Baru, 08 Agustus 2023

62
diutangkan). Dengan demikian, karena harga pasti barang

bersifat tidak diketahui, maka seolah pula pemodal telah

mengeluarkan modal berupa barang majhul (tidak diketahui72

Mengingat kebiasaan tersebut sudah mendarah daging

dikehidupan masyarakat desa pujer baru kecamatan maesan

kabupaten bondowoso ada juga ulama’ yang meperbolehkan

modal dengan barang. Ibnu Rusyd dalam kitabnya, yaitu

Bidayatul al Mujtahid menjelaskan ;

‫ َو اْخ َتَلُف وا‬، ‫ َفِإَّنُه ْم َأَمْجُع وا َعَلى َأَّنُه َج اِئٌز ِبالــَّد َناِنِري َو الــَّد َر اِه ِم‬:‫َو َأَّم ا ِحَم ُّل ُه‬
‫ِق‬ ‫ِء‬
‫يِف اْلُع ُر وِض َفُجْمُه وُر ُفَق َه ا اَأْلْمَص اِر َعَلى َأَّن ُه اَل ُجَيوُز اْل َر اُض‬
‫ َو َج َّو َز ُه اْبُن َأيِب َلْيَلى‬، ‫ِباْلُعُر وِض‬
Hal yang disepakati oleh para fuqaha’ dalam soal modal

adalah boleh bila disampaikan dalam bentuk dinar atau dirham.

Adapun bila disampaikan dalam bentuk ‘urudl, maka para ulama

berselisih pendapat. Jumhur ulama Amshar menyatakan tidak

boleh suatu modal disampaikan dalam bentuk ‘urudl (modal

barang), namun tidak dengan Abu Laila, beliau membolehkan”73

Jadi sistem permodalan yang di lakukan di desa Pujer

Baru Kecamatan Maesan Kabupaten bondowoso tidak

72
Ibnu Rusyd, al - Muqtashid, Bidayatu Al - Mujtahid wa Nihayatu Al - Muqtasid,( Beirut;
Dar al - Ilmiyah,tt; 631)
73
Ibnu Rusyd al - Muqtashid, Bidayatu al - Mujtahid wa Nihayatu al - Muqtasid,( Beirut;
Dar al - Ilmiyah,tt; 631)

63
menyimpang dengan permodalan menurut syariah, sebagaimana

yang telah di jelaskan berdasarkan beberapa referensi di atas.

b. Ijab dan qobul

Adalah Persutujuan kedua belah yang mana merupakan

prinsip an-taraddin minkun (sama-sama rela). Disini kedua belah

pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dari

akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk

mengkontribusikan dananya. akad yang di gunakan Masyarakat

di Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso

hanya menggunakan akad ijab dan qabul saja atau lisan, tanpa

menggunakan akad tertulis. Hanya diutarakan dengan lisan

antara satu dengan yang lain yang melakukan kerja sama. Karena

di Desa Pujer Baru Kecmatan Maesan Kabupaten Bondowoso

sudah menjadi kebiasaan masyarakat disana dengan

menggunakan lisan.74

Dan dalam kerja sama ini diharapkan orang-orang yang

jujur dan amanah dalam menjaga harta atau hak orang lain. Yang

menjalankaan usaha ini harus orang-orang yang sudah

mempunyai pengalaman dalam kegiatan usaha, agar kedepannya

tidak ada kesalah pahaman antara shohibul mal dengan mudharib

dan kerjasama ini menjadi kerjasama yang dibenarkan dan

sesuai dengan syariat Islam.

c. Nisbah keuntungan
74
Moh Tori, Wawancara, Pujer Baru 07 Agustus 2023

64
Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah,

yang tidak ada dalam akad jual beli, nisbah untuk mencerminkan

imbalan yang berhak di terima oleh kedua belah pihak yang

bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya,

sedangkan shahibul maal mendapat imbalan atas penyertaan

modalnya. Nisbah inilah yang akan mencegah terjadinya

perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian

keuntungan.75

Pembagian keuntungan atau nisbah keuntungan yang

terjadi di Desa Pujer Baru Mencakup Sebagai barikut;

1) Sapi jantan

Pembagian hasil sapi jantan yaitu menggunakan sistem

bagi hasil sama-sama bagi rata, dalam proses bagi hasil, hasil

dari penjualan dikurangi modal, dan jika modal sudah

dikurangi dibagi 50% :50%. Misalnya pemilik sapi jantan

seharga 6.000.000 (merupakan modal awal). Kemudian

setelah dirawat oleh pengelola kurang lebih 2 tahun dan

dijual dengan harga Rp. 10. 000.000-modal awal 6.000.000 =

margin Rp. 4. 000.000. kemudian margin dibagi 50% untuk

pengelola, berarti Rp. 4.000.000/ 2 =2. 000.000. Pembagian

hasil tersebut tidak berlawanan dengan kontek hukum islam

75
Hariman Surya Siregar, Fikih muamalah teori dan implementasi ( Bandung; PT Remaja
Rosdakarya, 2019), h. 185

65
sebagaimana yang telah di ejelaskan di dalam sebuah hadis

yang artinya

“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta


sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya
agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah,
serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu
dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya.
Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dari
Ibnu Abbas).76

2) Sapi betina

Pembagian hasil sapi betina menggunakan sistem bagi

hasilnya menggunakan sistem bagi hasil anakan sapi secara

bergilir misalnya modal awal sapi yang dipelihara adalah sapi

betina kemudian beranak pertama maka anak pertama

langsung di ambil (dimiliki) oleh si pengelola sapi, ketika

ketika beranak lagi baru anak sapi tersebut menjadi milik se

pemodal begitupun seterusnya.

Ulama’ berbeda pendapat dalam menentukan hukum

bagi hasil tersebut apalagi mayoritas madzhab safi’I tidak

memperbolehkan pembagian hasil menggunakan sistem

tersebut. Sebagai mana di dalam sebuah kitab yang

menjelaskan bahwa

‫اإلجارة حكم اإلجارة إذا كانت جمهول األجرة‬

76
H.Zaenal Arifin, .Akad Mudharabah Penyaluran Dana Dengan Prinsip Bagi
Hasil (Indramayu:CV. Adanu Abimata 2020), h.42

66
‫سؤال مـ ــا قولكم فيمن دفع آلخر حنو بقـ ــرة ليتعهدها على أن‬
‫فما‬.‫يكون املال ــك والعام ــل مشرتكني يف نتاجها نصفا بنصف‬
‫ حكمه غري جائز ألنـه نـوع من اإلجارة ولكنه‬:‫حكمه ؟ اجلواب‬
‫جمهول األجرة فال جيوز وللعامــل أجرة مثله إذا عمل طامعا مــع‬
‫العلم بأن تعاطى هذا العق ــد حرام ألن تعاطي العق ــود الفاسدة‬
‫حرام وهذا منها واهلل أعلم‬ .

ijarah adalah hukum menyewa jika ongkosnya tidak

diketahui Pertanyaan: Bagaimana pendapat Anda tentang

orang yang membayar seekor sapi untuk merawatnya kepada

orang lain, dengan syarat pemilik dan pekerja membagikan

setengah hasil panennya, bagaimana hukumnya? Jawaban:

Hukumnya tidak boleh karena itu adalah jenis sewa, tetapi

upahnya tidak diketahui, jadi tidak boleh bagi pekerja untuk

membayar biaya yang sama jika dia bekerja dengan

keserakahan, mengetahui bahwa menggunakan kontrak ini

dilarang karena penggunaan kontrak korup dilarang, dan ini

adalah salah satunya.77

solusinya mengingat akad semacam ini sering terjadi

di masyarakat yaitu mengikuti pendapat ulama’ yang

memperbolehkan akad tersebut, yakni pendapat dalam

Madzhab Hanabilah. Menjelaskan bahwa

77
Abdullah Abdi al-Busnawi, Qurrratul Ain, ( Bairut; Dar al Kutub, 2010),h, 150

67
‫ َل ْو َدَف َع َعْب َد ُه َأْو َد اَّبَت ُه إىَل َمْن َيْع َم ُل ِهِبَم ا ُجِبْز ٍء ِم ْن ْاُألْج َر ِة َأْو َثْو ًبا‬:‫لَّثاِنَي ُة‬
‫ِه‬ ‫ٍء ِم‬ ‫ٍء ِم ِر ِحْبِه‬ ‫ِس‬ ‫ِخَي‬
‫ َج اَز َنَّص َعَلْي َو ُه َو‬:‫َأْو ُجِبْز ْن ُه‬ ‫يُط ُه َأْو َغ ْز ال َيْن ُجُه ُجِبْز ْن‬
‫اْلَم ْذ َه ُب َجَزَم ِبِه َناِظ ُم اْلُم ْف َر َد اِت َو ُه َو ِم ْنَه ا‬

Jika dia memberikan budak atau hewannya kepada

seseorang yang bekerja dengan mereka untuk sebagian dari

upahnya, atau pakaian yang dia jahit, atau benang yang dia

tenun, sebagian dari keuntungannya atau sebagian darinya:

Diperbolehkan menetapkan itu, dan itu adalah madzhab yang

ditegaskan oleh kosa kata nazim, dan itu darinya.78

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di

lapangan, peneliti mendapatkan data bahwa dalam

pelaksanan kerjasama Gheduen sapi pada prinsipnya semata-

mata hanya sekedar tolong menolong sesama manusia dalam

bidang ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-

hari. Dalam isi perjanjian lisan, yang dilakukan oleh para

pihak yang melakukan kegiatan Gheduen sapi tersebut

mengandung prinsip yang mempunyai nilai-nilai ialah

sebagai berikut:

a) Asas kejujuran.

dalam menjalankan kegiatan kerjasama ternak

sapi tersebut dimana kedua belah pihak harus jujur dan

78
Muhammad ali baidhawi, al-Ansho, (Bairut;Darul Ihya),h, 453

68
bertanggung jawab antar kedua belah pihak kepada Allah

SWT dan kepada masyarakat.

b) Asas kebebasan.

Membebaskan kedua belah pihak dalam

menjalankan kegiatannya sesuai degan hak dan kewajiban

yang telah ditentukan dan disepakati oleh kedua belah

pihak.

c) Asas keadilan.

Keseimbangan antar individu dari kedua belah

pihak baik moral atau materiil. Dituntut untuk melakukan

hal yang benar dalam pengungkapan kehendak dan

keadaan.

d) Asas kerelaan.

Kegiatan usaha ini dilakukan oleh para pihak atas

dasar rela tidak ada paksaan oleh pihak lain, dikarenakan

untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada umumnya, sistem bagi hasil( Gheduen) di Desa Pujer

Baru Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso dilakukan dengan

betujuan untuk saling tolong menolong dalam hal bekerja sama

yang dimana pihak pertama kelebihan dana dan pihak kedua

kekurangan dana namun memiliki skill sehingga kedua belah pihak

dapat bekerja sama untuk menjalankan usaha tersebut, dengan

69
adanya kerja sama dengan sistem bagi hasil ini diharapkan dapat

membantu perekonomian keluarga,

setidaknya menambah pendapatan masyarakat, karena

kegiatan usaha dalam hal bagi hasil ini berprinsip saling tolong

menolong dalam berbuat kebaikan.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

70
Berdasarkan hasil penelitian pada tinjauan hukum Islam tentang

kerja sama Gheduen peternakan sapi di Desa Pujer Baru Kecamatan

Maesan Kabupaten Bondowoso dapat di ambil kesimpulan :

1. Pelaksanaan kerjasama bagi hasil ternak sapi di Desa Pujer Baru

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso adalah aplikasi dari

kerjasama dalam akad Gheduen antara pemilik sapi dan pemelihara

sapi. Modal berupa sapi serta berasal dari pemilik modal, sedangkan

dalam pemeliharaan perawatan, dan pemberian pakan ternak adalah

sepenuhnya tanggung jawab dari pemelihara sapi. Perjanjian akad

kerja samanya adalah menggunakan akad lisan saja karena akad

tersebut sudah menjadi tradisi di masyarakat di Desa Pujer Baru

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso. Sedang untuk pembagian

hasil dengan ketentuan bila sapi yang di kelola adalah sapi jantan maka

pembagian hasilnya adalah hasil dari di potong modal awal di bagi

dua. namun jika sapi yang di kelola adalah sapi betina maka bagi

hasilnya yaitu membagi rata anak sapi tersebut dengan sistem bergilir.

2. Tinjauan hukum Islam tentang pelaksanaan kerja sama Gheduen ternak

sapi studi kasus di Desa Pujer Baru Kecamatan Maesan Kabupaten

Bondowoso. Dalam pelaksanaannya sepenuhnya dikatakan sudah

sesuai dengan syariat Islam. Meskipun ada beberapa perbedaan

pendapat di dalam menentukan hukumnya.yaitu madzhab Syafi,I

menyatakan tidak boleh namun solusi mengingat gheduen sudah

menjadi tradisi yaitu mengikuti madzhab hanafi Hal ini dilihat dari

71
Pelaksanaannya yaitu terdapat pemilik modal (Shahibul mal) yang

menyerahkan modal berupa sapi ke pihak pengelola (mudharib),

sedangkan pihak pengelola mengeluarkan modal berupa tenaga untuk

perawatan sapi. Ketika tiba batas perjanjiannya, mereka melakukan

bagi hasil secara adil.

B. Saran

Berdasarkan beberapa uraian di samping, maka penulis

memberikan saran sebagai berikut:

1. Untuk peneliti

Dapat dijadikan sebagai rencana tindak lanjut untuk

mengembangkan sitem bagi hasil dengan teori mudharabah sehingga

peneliti dapat lebih akrab dengan masyarakat setempat, sehingga

peneliti bisa mengetahui lebih dalam tentang kerja sama bagi hasil

yang sesuai dengan Syariat Islam.

2. Untuk Pemilik Modal

Memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada pengelola

dengan menambahkan jumlah hewan ternak agar pendapatan

masyarakat menjadi lebih sejahtera sehingga pendapatan mereka tidak

berada dibawah pendapatan regional dan dibawah garis kemiskinan.

Akad lisan yang di gunakan sebaiknya menggunakan akad tertulis

supaya resiko yang akan di tanggung lebih kecil dan menguatkan rasa

tanggung jawab kepada si pengelola.

3. Untuk Pemeliharan

72
Memberikan perawatan yang optimal agar mendapatkan hasil

yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz dan Muhammad Amzah, Fiqh Muamalah, ( Jakarta:

Amzah, 2014 )

73
Abdullah Abdi al-Busnawi, Qurrratul Ain, ( Bairut; Dar al Kutub,

2010)

Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh Sunnah Terjemah Kamaluddin A.

Marzuki, (Bandung : PT. al. Ma’arif, Cet. II,

2017),Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan

Teknik Penyusunan Skrpsi, (Jakarta; PT. Rineka Cipta,

2020)

Abiy Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi’I, Al-Umm, Juz IV,

(Rmadhan: Kitab al-Sya’bi. 1968),Ahmad Farroh Hasan,

Fikih Muamalah dari Klasik hingga Komtemporer,

(Malang;UIN-Maliki Press,2018)

Ahmad fauzi, Metodologi penelitian ( Jawa tengah;Pena

persada,2018),

Ahmad Saiful Umam, “ Implementasi Sistem Bagi Hasil Ternak

Sapi Ditinjau dengan Akad Mudharabah di Dsn. Pilanggot

Ds. Wonokromo Kec. Tikung Kab. Lamongan, ( Skripsi,

UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019)

Al Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah, Shahih Bukhari,

Juz II, (Beirut: Dar Ibn Kasir, 1987)

Ali Fikri, Al-Mu’amalat Al- Maddiyyah wa Al-Adabiyyah,

( Mesir: Mushthafa Al-Babiy AL-Halaby, 1358 H)

Anjur Prakasa Alam, “ At – Tawassuth “Pelaksanaan Bagi Hasil

Ternak Kambing Dengan Badan Usaha Milik Desa di Desa

74
Suka Ramai Penyabungan Utara Menurut Hukum Islam”,

Vol. VI, Nomor 1, Januari – Juni 2023, h, 72

Chairuman Pasaribu, Hukum Perjajian dalam Islam, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2018),

Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung:

CV Diponegoro, 2018)

Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2018)

Dr. Umar Sidiq, M.Ag, Metode Penelitian kualitatif di Bidang

Pendidikan (ponorogo; CV.Nata Karya 2019)

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Pers,

2016)

Eny Iswanda, Studi Tentang Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil

Tanah Pertanian (Sawah) Di Desa Ngabean Kecamatan

Secang Kabupaten Magelang, (Tinjauan Berdasarkan UU

No.2 Tahum 1960)

Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, ( Jakarta,

Prenada Media, 2015)

H.Zaenal Arifin, .Akad Mudharabah Penyaluran Dana Dengan

Prinsip Bagi Hasil (Indramayu:CV. Adanu Abimata 2020),

Hariman Surya Siregar, Fikih muamalah teori dan implementasi

( Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2019),

75
Harun Nasrun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Medika Pratama,

2017)

Hj. Ru’fah Abdullah, Fiqih Muamalah (Banten; Media

Madani,2019)

Ibnu Rusyd, al - Muqtashid, Bidayatu Al - Mujtahid wa Nihayatu

Al - Muqtasid,( Beirut; Dar al - Ilmiyah,tt; 631)

Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta:

Kalimedia, 2017)

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta,

Raja Grafindo Persada: 2018)

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, ( Kencana, 2018),

Muhammad ali baidhawi, al-Ansho, (Bairut;Darul Ihya),

Muhammad Haris, Ayat dan Hadist Mudharabah, Musyarakah,

Muzaraah, Musaqah (Telaah Filosofis, Sosiologis, Yuridis

Perspektif Hukum di Indonesia, UIN Antasari Banjarmasin,

Volume 1, Nomor 2,(Desember 2022)

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari Teori dan

Praktik, (Jakarta: Gema Inzani, 2016)

Muhammad Syafi‟I, Bank Syariah dari Teori Kepraktik,

( Jakarta : Gema Insani Press, 2017)

Muhkamat Khairuddin, “Praktik Bagi Hasil Sapi potong Di Desa

Grantung Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo

Menurut Hukum Islam” (2019)

76
Nasution, Metode Research, ( Jakarta; Bumi Aksara, 2016)

Nur Iflaha “ konsep Akad Mudarabah Musyarakah dalam Ekonomi

Islam”, STIS Miftahul Ulum Lumajang, vol. 1 No 1

(September 2019)

Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Teras, 2019)

Rahman Abdur, “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Bagi

Hasil Pemeliharaan Hewan Ternak di Desa Sukadana Jaya

Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur,

( Skripsi, Iain Metro, 2020)

Ratih Purwasari, “Pelaksanaan Pemeliharaan Ternak di Jorong

Talago Gunung Menurut Fiqih Muamalah, (Skripsi IAIN

Batu Sangkar, 2020)

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah ( Jakarta, Pena Ilmu dan Amal, 2016)

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Moh. Nabhan Husein Jilid 13

(Bandung: Al-ma’arif, 2015)

Shidiq Sapiudin, Fikih Kontemporer, ( Jakarta: Kencana, 2017)

Siti Fatimah, “Pelaksanaan Sistem Bagi Hasil Peternakan Sapi Di

Desa Sejangat Ditinjau Menurut Konsep Mudharabah”

(2019)

Sofhian Sofhian, “Pemahaman Fiqh Terhadap Mudharabah” ,

UIN malang, Vol. 9, Nomor 2,( juli 2016)

Sugiono, Metode penelitian,( Bandung; Alfabeta, 2017)

77
Syafe’i Rachmat, Fiqih Muamalah, ( Bandung: CV Pustaka Setia,

2017)

Syafrida Hafni Sahir, Metodologi Penelitian ( Jogjakarta; KBM

Indonesia 2021)

LAMPIRAN

A. DRAF WAWANCARA
KEPALA DESA

1. Menurut pemahaman anda terkait dengan Gheduen apa?

2. Faktor pendukung apa saja yang menyebabkan Gheduen terjadi ?

3. Menurut anda bagaimana sistem yang di terapkan Masyarakat Tentang

78
Gheduen?

4. Bagaimana perlindungan hukum bila mana terjadi resiko dalam Gheduen ?

5. Bagaimana penyelesaian masalah yang anda lakukan bila mana terjadi

sengketa?

Pemilik Modal

1. Bagaimana penerapan modal yang anda terapkan dalam Gheduen ?

2. Perjajian apa yang anda terapkan dalam Gheduen ?

3. Sistem bagi hasil yang bagaimana yang di terapkan dalam Gheduen ?

4. Bagaimana bisa terjadi resiko dalam Gheduen ?

Pengelola

1. Bagaimana penerimaan modal yang anda terima dalam Gheduen ?

2. Bagaimana cara perawatan yang anda terapkan ?

3. Bila terjadi resiko apakah anda harus mengganti ?

4. Kapan Gheduen itu bisa berakhir ?

5. Sistem bagi hasil yang bagaimana yang di terapkan dalam Gheduen ?

B. Transkip Hasil Wawancara


Informan ; bapak Ishaq Kepala Desa Pujer Baru

Peneliti ; Asalamualaikum pak

Informan ; Waalaikum salam, ada perlu apa

Peneliti ; Pak, mohon maaf mengganggu aktivitas dan waktunya. Saya


mahasiswa STIS program Studi Hukum Ekonomi Syariah, ingin
mewawancarai bapak tentang gheduen yang terjadi di desa pujer
baru

79
Informan ; oh iya boleh kok deg

Peneliti ; di desa sini pak bagaimana cara kerja samanya apa


menggunakan tulisan apa gmn pak

Informan ; disini mayoritas masyarakat saya yang bertempat tinggal di


Desa Pujer Baru menggunakan akad lisan, semua orang disini
menggunakan akad lisan saja. Karena masyarakat disini sudah
sama-sama saling percaya dengan akad perjanjian ini dan jarang
ada yang melakukan percekcokan dalam akad ini.

Peneleiti ; oh iya pak kalok sistem penerapan modal dan bagi hasilnya itu
gmn pak

Informan ; di sini masyakat biasanya memberikan saekor sapi dengan baik


itu sapi jantan atau betina kemudian hasilnya di bagi 2

Peneliti ; kalok seperti di suatu saat ada musibah sapi mati itu pak ato
hilang bagaimanana sedangkan tidak ada bukti tertulis apa se
pengelola wajib mengganti

Informan ; kalo itu perjanjian menggunakan akad lisan sudah cukup bukti
bahwa telah terjadi kerja sama dan bila terjadi musibah di
kemudian hari selama itu bukan kelalaian se perawat itu tidak
harus ganti rugi

Peneliti ; Terima kasih bapak atas bantuannya yang telah memberikan


informasi yang sangat berharga, yang mungkin taidak dapat saya
peroleh dari sumber lainnya.

Informan ; iya sama-sama

Informan Moh Tori , Pemilik Modal

Peneliti ; Asalamualaikum pak

Informan ; Waalaikum salam, ada perlu apa

Peneliti ; Pak, mohon maaf mengganggu aktivitas dan waktunya. Saya


mahasiswa STIS program Studi Hukum Ekonomi Syariah ,
ingin mewawancarai bapak tentang gheduen yang terjadi di desa
pujer baru ini

Informan ; oh iya boleh

80
Peneliti ; apa bapak pernah melakukan kerja sama gheduen

Informan ; iya kebetulan saya kemeren melakukan kerja sama gheduen


bersama dengan pak salim

Peneliti ; bagaimana akad kerja sama yang digunakan pak apa


menggunakan tulisan apa cukup dengan lisan

Informan ; Rata-rata orang disini bahkan semuanya tidak menggunakan


akad tertulis atau semacamnya, hanya menggunakan ijab dan
qabul saja, tidak perlu menggunakan perantara lain, kalo sudah
merasa cocok tinggal dilanjutkan

Peneliti ; sistem bagi hasil yang di gunakan bagaimana

Informan ; Yang sering digunakan di Desa ini biasanya misalnya sekarang


saya dan yang mau memelihara sapi pergi ke pasar sapi untuk
membeli sapi. Kemudian sapi yang di beli seharga 10 jt jadi
modal awal saya adalah sepuluh juta kemudian setelah 2 thn di
pelihara sapi tersebut laku 16 juta maka hasil di potonng modal
awal di bagi dua yaitu 6 juta dibagi 2

Peneliti ; kalok semisal di suatu saat ada musibah sapi itu mati ato hilang
bagaimanana

Informan ; Bila sapi yang di kelola mengalami musibah baik itu hilang di
curi ataupun mati karena sakit maka pihak pengelola tidak harus
bertanggung jawab( mengganti) selama hal itu bukan karena di
sengaja

Peneliti ; Terima kasih bapak atas bantuannya yang telah memberikan


informasi yang sangat berharga, yang mungkin taidak dapat saya
peroleh dari sumber lainnya

Informan ; iya sama-sama

Informan bapak salim,ibu maimuna dan muhammad wakil, pemelihara sapi

Peneliti ; Asalamualaikum

Informan ; Waalaikum salam, ada perlu apa

Peneliti ;,mohon maaf mengganggu aktivitas dan waktunya. Saya


mahasiswa STIS program Studi Hukum Ekonomi Syariah ,

81
ingin mewawancarai bapak dan ibuk tentang gheduen yang
terjadi di desa pujer baru ini

Peneliti ; apa bapak dan ibuk pernah melakukan kerja sama gheduen

informan pak salim ; iya kebetulan saya kemeren melakukan


kerja sama gheduen bersama dengan pak Tori

Peneliti ; bagaimana akad kerja sama yang digunakan pak apa


menggunakan tulisan apa cukup dengan lisan

pak salim ; Masyarakat disini sudah dari dulu sampai sekarang cukup
menggunakan akad lisan saja karena keyakinan yang sudah
mendarah daging, serta saling percayanya kedua belah pihak

muhammad wakil ; Masyarakat di Desa Pujer Baru hanya menggunakan akad ijab
dan qabul saja, tanpa adanya akad tertulis dari kedua belah pihak

Peneliti ; sistem bagi hasil yang di gunakan bagaimana

pak salim ; kami disini dibelikan sapi oleh pemodal atau si pomodal
langsung memberikan sapi kepada saya dengan menentukan
harga awal, lalu saya memlihara kurang lebih selama 1-2 tahun,
kemudian jika sudah sampai waktu yang telah di sepakati maka
sapi dijual dan hasilnya dibagi rata sesuai kesepakatan.dan
masyarakat di sini lebih suka modalnya berupa sapi jantan dari
pada sapi betina karena jangka merawatnya lebih pendek dari
pada sapi betina.

muhammad wakil ; Saya dan sebagian orang lebih suka menggaduh(merawat)


sapi jantan dibanding sapi betina karena sapi jantan dari perawatan dan jangkanya
lebih pendek di bandingkan dengan sapi betina yang jangkanya lebih lama.

Peneliti ; kalok semisal di suatu saat ada musibah sapi itu mati ato hilang
bagaimanana

ibu maemunah ; Kita dan para pengelola sapi tidak ingin sapi yang di rawat
mengalami musibah baik itu yang di curi ataupun yang mati
saking dari menjaganya sapi yang kami rawat di beri kalung yang
berbunyi( klonnung) untuk menjadi pertanda dari pencuri tapi
kadang musibah tidak bisa di tebak, tetapi selama tidak ada unsur
kelalaian maka kami pengelola tidak harus
mengganti( mengembalikan) sapi tersebut.

82
Peneliti ; Terima kasih bapak dan ibuk atas bantuannya yang telah
memberikan informasi yang sangat berharga, yang mungkin
taidak dapat saya peroleh dari sumber lainnya

Informan ; iya sama- sama

Informan ibu hatima, pemilik modal

Peneliti ; Asalamualaikum

Informan ; Waalaikum salam, ada perlu apa

Peneliti ;mohon maaf mengganggu aktivitas dan waktunya. Saya


mahasiswa STIS program Studi Hukum Ekonomi Syariah ,
ingin mewawancarai bapak dan ibuk tentang gheduen yang
terjadi di desa pujer baru ini

Informan ; oh iya boleh

Peneliti ; Apakah ibuk pernah melakukan kerja sama gheduen

Informan ; iya kebetulan saya saat ini melakukan kerja sama gheduen
bersama cong sutrisno

Peneliti ; bagaimana akad kerja sama yang digunakan oleh ibuk apa
menggunakan tulisan apa cukup dengan lisan

Informan ; Hanya menggunakan ijab dan qabul saja, kita disini kerja sama
antar perorangan, jadi tidak perlu adanya persyaratan selain ijab
dan qabul saja

Peneliti ; kalok semisal di suatu saat ada musibah sapi itu mati ato hilang
bagaimanana

Informan ; kami di sini selaku pemilik modal dan pengelola modal tidak
bisa menuntut ataupun meminta ganti rugi bila sapi yang di
kelola mengalami musibah selama tidak ada unsur kesengajaan
atau kelalaian maka dari itu sebelum memberikan sapi kepada
pengelola saya harus memilih orang yang amanah supaya
resikonya lebih kecil

Peneliti ; Terima kasih ibuk atas bantuannya yang telah memberikan


informasi yang sangat berharga, yang mungkin tidak dapat saya
peroleh dari sumber lainnya.

83
Informan ; iya sama- sama

Informan sutrisno , pemelihara sapi

Peneliti ; Asalamualaikum

Informan ; Waalaikum salam, ada perlu apa

Peneliti ;,mohon maaf mengganggu aktivitas dan waktunya. Saya


mahasiswa STIS program Studi Hukum Ekonomi Syariah ,
ingin mewawancarai bapak dan ibuk tentang gheduen yang
terjadi di desa pujer baru ini

Informan ; oh iya boleh

Peneliti ; Apakah bapak pernah melakukan kerja sama gheduen

Informan ; iya kebetulan saya saat ini melakukan kerja sama gheduen
bersama buk hatimah

Peneliti ; bagaimana akad kerja sama yang digunakan oleh ibuk apa
menggunakan tulisan apa cukup dengan lisan

Informan ; masyarakat disini setau saya tidak ada yang menggunakan akad
secara terulis, ia hanya menggunakan ijab dan qabul saja untuk
melakukan kerjasama.

Peneliti ; kalok semisal di suatu saat ada musibah sapi itu mati ato
hilang bagaimanana

Informan ; selama bukan kelalaian dari se pengelola maka se pengelola


tidak harus mengganti sapi tersebut

Peneliti ; Terima kasih bapak atas bantuannya yang telah memberikan


informasi yang sangat berharga, yang mungkin tidak dapat saya
peroleh dari sumber lainnya.

Informan ; iya sama- sama

84
C. DOKUMENTASI

85
Wawancara dengan pemilik Wawancara dengan pengelola
modal

Wawancara dengan pemilik Wawancara dengan pengelola


modal

86
87
88
DATA RIWAYAT HIDUP

Nama : Muhammad Bahrul Ghoviri

Tempat, Tanggal Lahir : Bondowoso, 03 Januari 2001

Alamat : Dusun Krajan Pujer Baru 01 Kecamatan Maesan,

Bondowoso

No HP : 082146349578

Email : vpratama764@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1. Taman Kanak-Kanak (TK) : PAUD Kartini 01 (2005-2007)

2. Sekolah Dasar (SD) : SDN Pujer Baru 01 (2007-2013)

3. Madrasah Tsanawiyah (MTS) : MTs NU 01 (2013-2016)

4. Madrasah Aliyah (MA) : MA Raudlatus Syabab (2016-2019)

5. Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Nurul Qarnain: 2019-sekarang

Riwayat Organisasi

1. Anggota DEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa)

2. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)

89

Anda mungkin juga menyukai