Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS TINGKAT KETIMPANGAN PENDAPATAN WILAYAH

ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PULAU LOMBOK NUSA TENGGARA


BARAT TAHUN 2020

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah Ekonomi Regional

Dosen pengampu : Dra. Baiq Ismiwati, M.Si

Disusun oleh:

Sandi Pradana (A1A021144)

Kelas D / IV

Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penelitian yang berjudul “Analisis
Tingkat Ketimpangan Wilayah Antar Kabupaten/Kota Di Pulau Lombok Nusa
Tenggara Barat Tahun 2020” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan pada mata kuliah Ekonomi Regional. Selain itu, tulisan ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang informasi makro ekonomi kabupaten
Lombok Timur bagi para pembaca dan juga bagi penyusun.Kami mengucapkan
terima kasih kepada ibu Dra. Baiq Ismiwati, M.Si.selaku dosen mata kuliah
Ekonomi Regional yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
ini. Kami menyadari, tulisan yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan tulisan ini.

Mataram, April 2023

Sandi Pradana
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu............................................................................................

2.2 Kajian Pustaka.....................................................................................................

A. Pengertian Ketimpangan...........................................................................

B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Disparitas...........................................

C. Ukuran Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah....................................

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data.................................................................................

3.2 Metode Analisis...................................................................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis Indeks Williamson........................................................................

4.2 Interpretasi...........................................................................................................

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan..........................................................................................................

5.2 Saran....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Pembangunan merupakan berbagai upaya pemerintah dan pemerintah


daerah untuk meningkatkan kemajuan dalam berbagai bidang. Pembangunan
mencakup pembangunan ekonomi, social, politik, hukum, dan budaya. Menurut
Todara dan Smith (2006), pembangunan merupakan suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
serta pengentasan kemiskinan.

Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan


taraf hidup masyarakat, meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan
distribusi pendapatan yang lebih merata. Pertumbuhan tersebut merupakan laju
pertumbuhan yang terbentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang tidak
langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah,
indikator ini sebagai salah satu tolok ukur yang dapat dipakai untuk mengetahui
keberhasilan pembangunan yang telah dicapai dan berguna untuk menentukan
arah pembangunan dimasa yang akan datang.

Kebijakan otonomi daerah merupakan sarana untuk menciptakan


pembangunan yang lebih baik, karena kebijakan ini akan mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dimana pemerintah daerah
akan lebih efisien dalam pengelolaan sumber daya yang tersedia pada
masingmasing daerah dan penyediaan barang-barang publik untuk memperlancar
kegiatan perekonomian. Otonomi daerah juga di maksudkan sebagai upaya dalam
mengatasi ketimpangan yang terjadi antar daerah.
Pembangunan ekonomi daerah sebagai bagian integral dari pembangunan
ekonomi nasional memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan
tercapainya tujuan nasional. Menurut Lincolin Arsyad (2010), pembangunan
ekonomi daerah di artikan sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumberdayasumberdaya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi di daerah tersebut.

Kemajuan dari hasil pembangunan ekonomi daerah antara lain


ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi, besarnya pendapatan per kapita
dan tingkat pemerataan pendapatan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
pendapatan per kapita yang tinggi serta ketimpangan pendapatan yang rendah
maka daerah tersebut dapat dikatakan daerah yang maju dan masyarakatnya yang
sejahera. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang rendah dan pendapatan per
kapita yang rendah pula serta ketimpangan pendapatan yang tinggi, maka daerah
tersebut dapat dikatakan daerah yang kurang maju dan masyarakatnya kurang
sejahtera.

Kabupaten/kota di Propinsi Nusa Tenggara Barat tentunya mempunyai


tingkat kemajuan dan keberhasilan pembangunan yang berbeda. Oleh karena perlu
dikaji tingkat kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi NTB.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam


penelitian ini adalah : Bagaimana tingkat ketimpangan wilayah antar
kabupaten/kota di pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat ketimpangan wilayah


antar kabupaten/kota di pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penyusunan kajian ini mengambil beberapa referensi penelitian-penelitian


terdahulu.

1. Baiq Hipziwaty at al (2019) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis


pertumbuhan ekonomi, disparitas pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2010-2016 rata-rata
pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu sebesar 6,0%.
Disparitas pendapatan yang terlihat dari indeks Williamson dalam periode
2010-2016 tergolong dalam kriteria ketimpangan sedang. Hasil estimasi
hubungan variabel pertumbuhan ekonomi, disparitas pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Barat yang diukur
menggunakan IPM tahun 2010-2016 menggunakan analisis regresi data
panel dengan model Fixed Effect (FEM), ditemukan bahwa variabel
pertumbuhan ekonomi berhubungan positif, namun tidak signifikan
terhadap kesejahteraan masyarakat. Variabel disparitas pendapatan
berhubungan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat Provinsi NTB.
2. Ketut Wahyu Dhyatmika at al. (2013 ), tujuan penelitian untuk untuk
memperoleh suatu gambaran tentang ketimpangan pembangunan di
Provinsi Banten serta mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhinya
melalui pengujian secara empiris berdasarkan data lapangan dengan
menggunakan analisis data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat ketimpangan pembangunan Provinsi Banten cenderung meningkat.
Berdasarkan Tipologi Klassen, kotamadya tangerang dan cilegon berada
pada kelompok daerah maju dan berkembang pesat, tangerang menjadi
kelompok daerah berkembang dengan cepat dan daerah lain yang terletak
di prolog dan kiri.
3. Gracetyani Ovicha at al. (2020 ), tujuan penelitian untuk menganalisis
berapa besar tingkat ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi antar wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan antar daerah
akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan yang
terjadi di Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan hasil analisis ketimpangan
pembangunannya menunjukkan ketidakmerataan rendah dengan rata-rata
angka Indeks Williamson 0,49 (< 0,5). Pengklasifikasian kabupaten/kota
di Provinsi Sulawesi Utara dengan pendekatan daerah Tipologi Klassen
terbagi menjadi empat klasifikasi. Daerah maju dan tumbuh cepat, daerah
maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat tapi tidak maju, dan daerah
relatif tertinggal.
4. Maretha Berlianantiya, ( 2017), Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan dan pola keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan
ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi Jawa Timur.
Hasil penelitian tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi Antar Wilayah Kebijakan Pembangunan di
Provinsi Jawa Timur adalah (1) Pola hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dan ketimpangan pembangunan cenderung berbentuk U,
sehingga hipotesis Kuznets tidak berlaku di Provinsi Jawa Timur, dan nilai
korelasi product moment negatif dan tidak signifikan, sehingga tidak dapat
menjelaskan hubungan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan
pembangunan (2) Pada masing-masing Bakorwil, pola hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan ekonomi terbukti
dipengaruhi oleh karakteristik wilayah kebijakan pembangunan di Provinsi
Jawa Timur, demikian juga dengan nilai korelasinya
2.2 Kajian Pustaka

A. Pengertian Ketimpangan

Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah


satu dengan daerah lain merupakan suatu hal yang wajar, karena adanya
perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah.
(Williamson, 1965, dalam Hartono, 2008). Ketimpangan yang paling lazim
dibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Dalamketimpangan ,ada Ketimpangan
pembangunan ekonomi antar daerah secara absolut maupun ketimpangan relatif
antara potensi dan tingkat kesejahteraan tersebut dapat menimbulkan masalah
dalam hubungan antar daerah. Falsafah pembangunan ekonomi yang dianut
pemerintah jelas tidak bermaksud membatasi arus modal (bahkan yang terbang ke
luar negeri saja hampir tidak dibatasi). Arus modal mempunyai logika sendiri
untuk berakumulasi di lokasi-lokasi yang mempunyai prospek return atau tingkat
pertumbuhan yang lebih tinggi, dan tingkat risiko yang lebih rendah. Sehingga
tidak dapat dihindari jika arus modal lebih terkonsentrasi di daerah-daerah kaya
sumber daya alam dan kota-kota besar yang prasarana dan sarananya lebih
lengkap yang mengakibatkan jumlah penduduk yang menganggur di Provinsi
yang berkembang akan meningkat (Hartono, 2008).

Pendapatan per kapita rata-rata suatu daerah dapat disederhanakan menjadi


Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk. Cara lain yang
bisa digunakan adalah dengan mendasarkan kepada pendapatan personal yang
didekati dengan pendekatan konsumsi (Widiarto, 2001). Dalam pengukuran
ketimpangan pembangunan ekonomi regional digunakan Indeks Williamson.
Berikut beberapa definisi ketimpangan menurut teori para ahli:

a. Andrinof A. Chaniago Ketimpangan adalah buah dari pembangunan yang


hanya berfokus pada aspek ekonomi dan melupakan aspek sosial.

b. Budi Winarno Ketimpangan merupakan akibat dari kegagalan pembangunan di


era globalisasi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis warga masyarakat
B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Disparitas

1) Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan


salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar
daerah. Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi tinggi cenderung tumbuh pesat
dibandingkan dengan daerah yang tingkat konsentrasi ekonomi rendah cenderung
mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup tinggi pada wilayah tertentu
jelas akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah/disparitas.
Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana
terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi tersebut
selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan
penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat. Demikian pula
sebaliknya bilamana, konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif
rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadi pengangguran dan rendahnya
tingkat pendapatan masyarakat setempat. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa hal,yaitu :

 Pertama karena terdapat sumberdaya alam yang lebih banyak pada daerah
tertentu, misalnya minyak bumi, gas, batubara, dan bahan mineral lainnya.
Disamping itu terdapatnya lahan yang subur juga turut mempengaruhi,
khususnya menyangkut dengan pertumbuhan kegiatan pertanian.
 Kedua, meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut dan udara, juga
ikut mempengaruhi konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah.
 Ketiga, kondisi demografis ( kependudukan ) juga ikut mempengaruhi
karena kegiatan ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana
sumberdaya manusia tersedia dengan kualitas yang lebih baik. Seperti
ketimpangan pembangunan sektor industri manufaktur atau tingkat
industrialisasi antar propinsi (wilayah) sebagai salah satu faktor penyebab
terjadinya ketimpangan ekonomi antar wilayah. Industri manufaktur
merupakan sektor ekonomi yang secara potensial sangat produktif dilihat
dari sumbangan terhadap pembentukan PDB atau PDRB. Contohnya
industri manufaktur Jawa dan luar Jawa. Karena di luar Jawa terdapat
keterbatasan :
1. Pasar lokal kecil
2. Infrastruktur terbatas
3. Kurang Sumber Daya Manusia

2) Alokasi Investasi

Berdasarkan teori Pertumbuhan Ekonomi dari Harrod Domar


menerangkan bahwa adanya korelasi positip antara tingkat investasi dan laju
pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya investasi disuatu wilayah membuat
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah
tersebut rendah karena tidak ada kegiatan - kegiatan ekonomi yang produktif.
Tidak dapat disangkal bahwa investasi merupakan salah satu yang sangat
menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena itu daerah yang dapat
alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah, atau dapat menarik lebih
banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan
ekonomi derah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat pula mendorong
proses 7 pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang lebih
banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Demikian pula
sebaliknya terjadi bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk ke suatu
daerah ternyat lebih rendah. Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak
ditentukan oleh sistem pemerintahan daerah yang dianut. Bila sistem
pemerintahan daerah yang dianut bersifat sentralistik , maka alokasi dana
pemerintah akan cenderung lebih banyak dialokasikan pada pemerintah pusat,
sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah/disparitas akan cenderung
tinggi. Akan tetapi sebaliknya bilamana sistem pemerintahan yang dianut adalah
hotonomi atau federal , maka pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke
daerah,sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah/disparitas akan
cenderung lebih rendah.

Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak


ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini kekuatan yang berperan banyak
dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah adalah keuntungan lokasi yang
dimiliki oleh suatu daerah. Sedangkan keuntungan lokasi tersebut ditentukan oleh
ongkos transport baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang arus dikeluarkan
pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha
dan sewa tanah. Termasuk kedalam keuntungan lokasi ini adalah keuntungan
aglomerasi yang timbul karena terjadi konsentrasi beberapa kegiatan ekonomi
terkait pada suatu daerah tertentu. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana
investasi cenderung lebih banyak terkonsentrasi di daerah perkotaan dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan cenderung
tumbuh lebih cepat dibandingkan dari daerah pedesaan.

3) Tingkat Mobilitas Faktor Produksi Yang Rendah Antar Wilayah

Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan


kapital antar provinsi merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi
regional. Hubungan antara faktor produksi dan kesenjangan pembangunan atau
pertumbuhan antar propinsi dapat delaskan dengan pendekatan mekanisme
pasar.Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan perbedaan
pendapatan perkapita antar wilayah dengan asumsi bahwa mekanisme pasar
output atau input bebas. (tanpa distorsi atau rekayasa).

Menurut teori Arthur Lewis “ Unlimited Supply OF Labour “Jika


perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya
pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan semua daerah
akan lebih baik (Pareto Optimum atau better off ) Mobilitas tenaga kerja
cenderung bergerak dari daerah yang tingkat upahnya rendah ke daerah yang
tingkat upahnya lebih tinggi. Dengan asumsi ada lowongan kerja. Begitu juga
dengan kapital yang cenderung berpindah dari daerah yang tingkat kapital rendah
ke daerah yang kapitalnya tinggi.

4) Perbedaan Sumber Daya Alam ( SDA ) Antar Wilayah

Menurut Kaum Klassik Pembangunan ekonomi di daerah yang kaya SDA


akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang
miskin SDA. Dalam arti SDA dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan
yang selanjutnya harus dikembangkan selain itu diperlukan fakor-faktor lain yang
sangat penting yaitu tehnologi 8 dan SDM. Semakin pentingnya penguasaan
tehnologi dan peningkatan SDM, faktor endowment lambat laun akan tidak
relevan.

Penyebab utama yang mendorong timbulnya ketimpangan pembangunan


antar wilayah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan
sumberdaya alam pada masing-masing daerah. Sebagaimana diketahui bahwa
perbedaan kandungan sumberdaya alam ini di Indonesia ternyata cukup besar.
Ada daerah yang mempunyai minyak dan gas alam, tetapi daerah lain tidak
mempunyai. Ada daerah mempunyai deposit batubara yang cukup besar, tapi
daerah lain tidak ada. Demikian pula halnya dengan tingkat kesuburan lahan yang
juga sangat bervariasi sehingga sangat mempengaruhi upaya untuk mendorong
pembangunan pertanian pada masing-massing daerah .

Perbedaan kandungan sumberdaya alam ini jelas akan mempengaruhi


kegiatan produksi pada daerah bersangkutan, daerah dengan kandungan
sumberdaya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu
dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai
kandungan sumberdaya alam yang lebih rendah. Kondisi ini mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan
daerah lain yang mempunyai kandungan sumberdaya alam yang lebih kecil hanya
akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi
sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah
bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.
Dengan demikian terlihat bahwa perbedaan kandungan sumberdaya alam ini dapat
mendorong terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah/disparitas yang
lebih tinggi pada suatu negara.

5) Perbedaan Kondisi Domografi antar wilayah

Ketimpangan Ekonomi Regional di Indonesia juga disebabkan oleh


perbedaan kondisi geografis antar wilayah. Terutama dalam hal jumlah dan
pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan,
kesehatan,disiplin masyarakat dan etos kerja. Dilihat dari sisi permintaan, jumlah
penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang
berarti faktor pendorong bagi pertuimbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi
penawaran jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang
baik, disiplin yang tinggi, etos kerja tinggi merupakan aset penting bagi produksi.
Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong terjadinya ketimpangan
pembangunan antar wilayah adalah bilamana terdapat perbedaan kondisi
demografis yang cukup besar antar daerah.

Kondisi demografis yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat


pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan
kesehatan, perbedaan kodisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkat laku
ddan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan.
Kondisi demografis ini akan dapat mempengaruhi ketimpangan pembangunan
antar wilayah karena hal ini akan berpengauh terhadap produktivitas kerja
masyarakat pada daerah yang bersangkutan.

Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai


produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong
peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan
kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan. Sebaliknya, bila pada 9
suatu daerah tertentu kondisi demografisnya kurang baik maka hal ini akan
menyebabkan relatif rendahnya produktivitas kerja masyarakat setempat yang
menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi penanaman modal sehingga
pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi rendah.

6) Kurang Lancarnya Perdagangan antar Wilayah Kurang lancarnya perdagangan


antar daerah(intra-trade) merupakan unsur menciptakan ketimpangan ekonomi
regional. Tidak lancarnya Intra-trade disebabkan karena adanya keterbatasan
transportasi dan komunikasi. Tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah
mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah melalui
sisi permintaan dan sisi penawaran.

 Sisi permintaan : kelangkaan akan barang dan jasa untuk konsumen


mempengaruhi permintaan pasar terhadap kegiatan ekonomi lokal yang
sifatnya komplementer dengan barang jasa tersebut.
 Sisi penawaran, sulitnya mendapat barang modal, input antara, bahan baku
atau material lain yang dapat menyebabkan kegiatan ekonomi suatu
wilayah akan lumpuh dan tidak beroperasi optimal

Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa dapat pula mendorong


terjadinya peningkatan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Mobilitas
barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik
yang disponsori pemerintah antara transmigrasi atau migrasi spontan. Alasannya
adalah karena bila mobilitas tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi suatu
daerah tidak dapat dijuaal ke daerah lain yang membutuhkan. Demikian pula
halnya dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga keja
suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat
membutuhkannya. Akibatnya, ketimpangan pembangunan antar wilayah akan
cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh
daerah lain yang membutuhkan., sehingga daerah terbelakang sulit mendorong
proses pembangunannya.Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana ,
ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi pda negara
sedang berkembang dimana mobilitas baransg dan jasa kurang lancar dan masih
terdapat beberapa daerah yang terisolir.
C. Ukuran Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah

Ukuran ketimpangan pendapatan antar wilayah adalah Indeks


ketimpangan daerah yang dikemukakan Jefrey G Williamson pada tahun
1965. Williamson mengemukakan model Vw (indeks tertimbang atau
weighted index terhadap jumlah penduduk) dan Vuw (tidak tertimbang atau
un-weigted index) untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan per
kapita suatu negara pada waktu tertentu. Karena jumlah penduduk masing-
masing daerah biasanya variatif , maka model ketimpangan tertimbang
menjadi lebih relevan. Dengan demikian, penjelasan tentang kecenderungan
meningkat atau menurunnya ketimpangan tersebut dapat dijelaskan dengan
memperhatikan pada besarnya penyebut atau pembagi dari penduduk daerah
tersebut. Berikut ini adalah formulasi dari indk ketimpangan daerah yang
dikemukakan oleh Jeffrey G. Williamson:

√∑(Yi − Y)2 fi⁄n


𝐼𝑊 =
Y
IW : Indeks Williamson

Yi : PDRB per kapita di kabupaten/kota i.

Y : rata-rata PDRB perkapita di Provinsi

fi : Jumlah penduduk di kabupaten/kota i.

n : Jumlah penduduk di Provinsi

Nilai angka indeks (IW) yang semakin kecil atau mendekati nol,
menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil atau makin merata dan
sebaliknya bila semakin besar atau jauh dari nol, menunjukan ketimpangan
yang semakin melebar.
BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pengumpulan Data

Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini


adalah metode dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengali data
dari laporan, buku-buku dan catatancatatan yang terkait dengan masalah
penelitian yang ada di Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat (BPS
NTB), di BPS Kabupaten Kota Mataram, BPS Lombok Barat, BPS Lombok
Tengah, BPS Lombok Timur dan BPS Lombok Timur.

B. Metode Analisis

Untuk mengkaji tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah kabupaten


dan kota, digunakan alat analisis Indeks Williamson. Formulasi indeks
Williamson (Lincolin Arsyad, hal. 294):

√∑(Yi − Y)2 fi⁄n


𝐼𝑊 =
Y

IW : Indeks Williamson

Yi : PDRB per kapita di kabupaten/kota i.

Y : rata-rata PDRB perkapita di Provinsi

fi : Jumlah penduduk di kabupaten/kota i.

n : Jumlah penduduk di Provinsi

Ada tiga kriteria dalam perhitungan Indeks Williamson ini, yaitu jika
Indeks Williamson menunjukkan:

 Angka 0,0 sampai 0,2, maka ketidakmerataannya rendah


 Angka 0,21 sampai 0,35, maka ketidakmerataannya sedang
 Angka > 0,35, maka ketidakmerataannya tinggi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis Indeks Williamson

Hasil analisis Indeks Williamson tingkat ketimpangan wilayah kabupaten


dan kota di pulau Lombok dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Data Perhitungsn Indeks Williamson Kabupaten dan Kota Di Pulau


Lombok

Wilayah Kabkota Yi Y (Yi-Y)2 (Yi – Y)2.f/n


(Ribu) (Ribu)
Kabupaten Lombok Barat 14082 25183 123232201 16712059
Kabupaten Lombok Tengah 11216 25183 195077089 37946201.2
Kabupaten Lombok Timur 10577 25183 213335236 53142011.1
Kabupaten Lombok Utara 13056 25183 147064129 84681905.8
Kota Mataram 30377 25183 26977636 2178715.76
jumlah 25183 194660893
Sumber: BPS Provinsi NTB (Data diolah)

Formulasi Indeks Williamson: yaitu 0 < IW < 1

√∑(Yi − Y)2 fi⁄n


𝐼𝑊 =
Y

IW = (√194660893 )/ 25183 = 13.952,092/25183

IW= O,55

Hasil perhitungan dengan menggunakan indeks Williamson menunjukkan


terjadinya disparitas atau kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kotadi Provinsi
Nusa Tenggara Barat pada tahun 2020 yang ditunjukkan oleh nilai indeks
Williamson yang lebih besar dari 0. Masih terjadi kesenjangan pendapatan antar
Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Berdasarkan Tabel 1. besarnya indeks
Williamson menunjukkan angka sebesar 0,55. Angka indeks ini berada pada range
0,55 > 0,35 yaitu kategori ketimpangan tinggi. Karena angka Indeks Williamson
sebesar 0,55 maka dapat dikatakan bahwa tingkat ketimpangan wilayah antar
kabupaten dan kota di pulau Lombok pada tahun 2020 berada pada ketimpangan
tinggi.

4.2 Interpretasi

Berdasarkan hasil perhitungan angka ketimpangan pendapatan di Pulau


Lombok pada tahun 2020 menggunakan alat analisis indeks wiliamson maka
diperoleh angka sebesar 0,55 Tingkat ketimpangan antara daerah yang diukur
menggunakan Indeks Wiliamson dimana semakin besar angka indeks tersebut
berarti ketimpangan antar daerah semakin tinggi. Ketimpangan regional di
Pulau Lombok diukur menggunakan perhitungan Indeks Williamson
menunjukkan angka yang yang relatif besar pada tahun 2020 yakni berada pada
ketimpangan tingkat tinggi karena nilai atau angka indeks wiliamson sebesar
0,55. Artinya dalam tahun 2020 angka ketimpangan yang terjadi di Pulau
Lombok memang mengalami kenaikan, untuk itu masing-masing pemerintah
daerah yang ada di Pulau Lombok harus terus meningkatkan eksistensi sektor
ekonominya masing-masing dalam upaya meminimalisir tingkat ketimpangan
pendapatan antar daerah di Pulau Lombok
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan :Bahwa setelah


dilakukan analisis ketimpangan antar daerah di Pulau Lombok pada tahun 2020
dengan menggunakan perhitungan indeks wiliamson maka pada tahun 2020
didapatkan nilai index sebesar 0,55. Sesuai dengan katagori ketimpangan
berdasarkan indeks wiliamson bahwa jika nilainya antara 0,01 -0,20 adalah
katagori ketimpangan rendah, nilai 0,21 -0,35 adalah katagori ketimpangan
sedang dan jika nilainya 0,35-1 adalah katagori ketimpangan tinggi. Dengan
hasil perhitungan di atas maka katagori ketimpangan di Pulau Lombok
berada pada posisi ketimpangan tinggi, oleh karena itu pemerintah harus
melakukan penanganan untuk meminimalisir dampak ketimpangan yang
terjadi sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial antar daerah yang ada
di Pulau Lombok.

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diajukan saran sebagai berikut:


1. Pemerintah daerah khususnya masing -masing Kabupaten/ Kota yang ada
di Pulau Lombok harus meminimalisir ketimpangan pendapatan tersebut
dengan cara, peningkatan kualitas sumber daya manusia, perbaikan
infrastruktur serta membuka peluang investasi yang sebesar-besarnya bagi
pihak swasta
2. Pemerintah daerah harus meningkatkan taraf kesehatan masyarakat
dengan cara menambah jumlah fasilitas kesehatan seperti ketersedian
rumah sakit
DAFTAR PUSTAKA

AZIZ, Abdul. Disparitas pertumbuhan ekonomi antarkabupaten/Kota di provinsi


Nusa Tenggara Barat. Diss. Universitas Gadjah Mada, 2006.

Hipziwaty, Baiq, PUTU KARISMAWAN, and BAIQ ISMIWATY.


"Pertumbuhan Ekonomi, Disparitas Pendapatan Dan Kesejahteraan
Kabupaten/Kota Di Provinsi Nusa Tenggara Barat." Ganec Swara 13.1
(2019): 59-70.

Maliki, Muhammad, and Laili Hurriati. "ANALISIS TINGKAT


KETIMPANGAN PENDAPATAN REGIONAL DI PULAU LOMBOK
TAHUN 2019-2020." Jurnal Kompetitif: Media Informasi Ekonomi
Pembangunan, Manajemen dan Akuntansi 8.2 (2022): 47-59.

Sirtama, Baiq Wihan. "Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan


Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pembuktian
Hipotesis Kuznets)." Jurnal Ilmu Ekonomi 5.4 (2021): 654-664.

Wahyunadi, Wahyunadi, and Adha Rishan. "B7-DISPARITAS DAN


KONVERGENSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN
DAN KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT." Jurnal Sosial
Ekonomi dan Humaniora.

Yuniarti, Titi, and Endang Astuti. "Kajian Tingkat Kemajuan Daerah


Kabupaten/Kota Dan Ketimpangan Wilayah Antar Kabupaten/Kota Di
Pulau Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat." Elastisitas-Jurnal Ekonomi
Pembangunan 4.1 (2022): 14-24.

Anda mungkin juga menyukai