Anda di halaman 1dari 6

NAMA : KOMANG NARAYANA

KELAS : XII MIPA

Terima kasih saya ucapkan kepada pembawa acara atas waktu yang telah diberikan
kepada saya.

Sebelumnya saya awali dengan panganjali

Om Swastyastu

Om avignamastu namosidham

Om sidhirastu tad astu ya namah svaha

Om anubadrah krtawo yantu wiswatah

Kepada Dewan guru dan teman teman saya yang saya hormati,

Pertama marilah kita menghaturkan puja astungkara ke hadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa karena atas asung kertawaranugrahaNya kita dapat menghadiri
persembahyangan bersama ini dengan keadaan sehat.

Pada kesempatan ini saya akan membawa pesan dharma yang berjudul “Etika dalam
Sembahyang”.

Teman teman yang saya hormati,

Kata etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pola atau tingkah laku yang
baik,

sementara itu sembahyang terdiri atas dua kata “sembah” yang berarti sujud atau
sungkem yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dengan tujuan untuk
menyampaikan penghormatan, perasaan hati atau pikiran, baik dengan ucapan kata-
kata maupun tanpa ucapan, misalnya hanya sikap pikiran.
dan “Hyang” berarti yang dihormati atau dimuliakan sebagai obyek dalam
pemujaan , yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Di dalam bahasa sehari-hari kata sembahyang atau ‘’mebhakti” atau


“maturan” disebut “muspa” karena dalam persembahyangan itu lazim juga
dilakukan dengan persembahan kembang (puspa). Disebut “mebhakti” karena inti
dari persembahan itu adalah penyerahan diri setulus hati

tanpa pamrih kepada Hyang Widhi.

Manfaat sembahyang adalah untuk memelihara kesehatan. Selain pikiran menjadi


jernih, sikap-sikap sembahyang seperti asana, Pranayama dan sikap duduk untuk
padmasana, siddhasana, sukhasana, dan bajrasana dapat membuat otot dan
pernafasan menjadi bagus. Selain untuk kesehatan, bersembahyang dan berdoa juga
mendidik kita untuk memiliki sifat ikhlas, karena apa

yang ada di dalam diri dan di luar diri kita tidak ada yang kekal, cepat atau lambat
akan kita tinggalkan atau berpisah dengan diri kita. Keikhlasan inilah yang dapat
meringankan rasa penderitaan yang kita alami, karena kita telah paham benar akan
kehendak Hyang Widhi.

Sembahyang dengan tekun akan dapat menghilangkan rasa benci, marah, dendam, iri
hati dan mementingkan diri sendiri, sehingga meningkatkan cinta kasih kepada
sesama. Membenci orang lain sama saja membenci diri sendiri karena Jiwatman yang
ada pada semua makhluk adalah satu,

bersumber dari Tuhan, seperti yang diajarkan dalam ajaran Tat Twam Asi yang artinya
kamu adalah aku,aku adalah kamu

Sebagaimana tercantum pada Bhagavadgita IX.26

yang berbunyi:

phalam toyam,

Yo me bhaktya prayacchati,

Tad aham bhakty-upahrtam,


Asnami prayatatmanah.

Artinya:

siapapun yang sujud bakti kepada-Ku mempersembakan sehelai daun, sekuntum


bunga, sebiji buah-buahan, seteguk air, Aku terima sebagai bakti persembahahan dari
orang yang berhati suci.

Dewan guru dan teman teman yang saya hormati,

Ada hal lain yang harus kita jaga ketika melaksanakan sembahyang terutama ketika
sembahyang dilaksanakan di Pura Kahyangan, yakni tingkah laku bagaimana
sembahyang yang baik dan benar di pura, bersembahyang perlu suasana yang hening,
damai, dan sakral.

Sedapat mungkin usahakan agar anak-anak tidak ribut, berkelahi, menangis atau
tertawa terbahak-bahak di pura. Selagi bersembahyang ibu-ibu yang memomong anak
dapat menitipkan anaknya di jaba Pura kepada anggota keluarga yang lainnya,
seterusnya diatur untuk bersembahyang bergiliran. Dapat juga anak - anak dibawa
bersembahyang asal diyakini tidak akan ribut di Pura. Wanita dilarang masuk ke Pura
dengan rambut terurai atau yang sering kita sebut megambahan karena rambut
wanita yang terurai simbol; marah,atau “nesti”. Semuanya bertentangan dengan
hakekat tujuan ke Pura. Keadaan sedang berkeringat banyak, berpakaian tidak layak,
dalam keadaan marah, sedih, atau terlalu gembira juga dilarang masuk ke Pura.

Berbicara mengenai bagaimana tata cara masuk ke Pura, dewasa ini lagi ngetren
gadis-gadis bahkan juga ibu-ibu pergi ke Pura memakai kebaya yang terbuat dari
bahan tipis seperti kaca sehingga dengan jelas terlihat busana dalamnya, dan bentuk
tubuh yang menonjol juga terlihat. Hal ini sangat bertentangan dengan norma Agama
karena akan mengganggu konsentrasi orang lain

yang sedang bersembahyang.


Jika umat Islam bersembahyang dengan berusaha menutup auratnya sebanyak
mungkin, kenapa kita kok bersembahyang dengan menonjolkan aurat, malukan? Nah
para remaja putri, sadarlah, bersembahyang dengan pakaian yang baik dan sopan.
Nanti ada tempat dan waktunya di mana remaja putri dapat memamerkan
kemolekannya. Tetapi jangan di Pura.

Kemudian hal yang paling sering terjadi yang dapat membuat suasana di dalam Pura
tidak tenang adalah ngobrol bahkan sambil ngegosip, padahal seharusya di dalam
melaksanakan sembahayang di Pura yang boleh berkumandang adalah suara genta
atau bajra, suara sulinggih yang melafalkan doa dan juga suara kidung. Namun
kenyataannya hal ini jauh kalah dengan suara obrolan

umat terutama ketika pembagian tirta. Maka dalam kesempatan ini saya berpesan
janganlah kita melakukan hal itu, sebaiknya kita saling menjaga diri masing-masing
sebab obrolan-obrolan tanpa kita sadari dapat menyinggung perasaan orang lain.

Dalam Nitisastra sargah V. Bait 3 yang

menyatakan bahwa:

Wasita nimitanta manemu laksmi,

wasita nimitanta pati kapangguh,

wasita nimitanta manemu duhka,

wasita nimitanta manemu mitra,

Artinya :

Karena berbicara engkau menemukan kebahagiaan,


Karena berbiacara engkau mendapat kematian,

Karena berbicara engkau menemukan kesusahan, dan

Karena berbicara pula engkau mendapat sahabat.

Maka dari itu umat sedharma berhati-hatilah dalam berbicara sebab kata-kata yang
kita ucapkan bisa saja menyakiti orang lain, apabila ini terjadi di Pura tentu saja akan
mengganggu jalannya persembahyangan. Ada sebuah kutipan lagu yang dapat kita
jadikan referensi untuk meningkatkan sraddha dan bakti kita:

Yaitu lagu dari Ebiet G ade yang berjudul harus kita renungkan

Tengoklah ke dalam sebelum bicara

Singkirkan debu yang masih melekat oooh Singkirkan debu yang masih melekat

Anugerah dan bencana adalah kehendakNya

Kita mesti tabah menjalani

Hanya cambuk kecil agar kita sadar

Adalah Dia di atas segalanya

Adalah Dia di atas segalanya....

Dewan guru dan teman teman yang saya hormati, Marilah kita sama-sama menjaga
kesucian tempat ibadah kita, selain dengan cara membersihkan lingkungannya, juga
penting untuk menjaga diri dari keinginan yang berlebihan, pikiran yang tidak baik,
ucapan serta etika dalam melaksanakan sembahyang di Pura, sebagai upaya
meningkatkan keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama
juga manusia dengan lingkungan sehingga Moksartham jagadhita ya ca iti dharma
dapat kita raih. Demikian dharma wacana yang dapat saya sampaikan. Semoga uraian
Etika Dalam Sembahyang dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata saya tutup
dengan paramasantih.
Om Santih, Santih, Santih, Om.

Anda mungkin juga menyukai