Anda di halaman 1dari 6

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.

2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) D163

Analisis Regresi Logistik Ordinal untuk Mengetahui


Tingkat Gangguan Tunagrahita di Kabupaten Ponorogo
Berdasarkan Faktor-Faktor Internal Penyebab Tunagrahita
Eva Arum Setyarini dan Mutiah Salamah
Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: mutiah_s@statistika.its.ac.id

Abstrak—Tunagrahita adalah kondisi yang menggambarkan penderita tunagrahita di Ponorogo tahun 2010 menyumbang
kecerdasan mental di bawah normal dengan IQ (Intellectual 0,0005% terhadap kejadian Nasional dan menurun menjadi
Quetion) terukur kurang dari 70 dan berdampak pada kemam- 0,00015% pada tahun 2013 [5]. Namun, kejadian
puan pemenuhan kebutuhan dasar. Anak tunagrahita menun- tunagrahita di Ponorogo menunjukkan peningkatan yaitu
jukkan ketidakmampuan adaptasi perilaku yang muncul sebe-
dari 0,14% pada 2010 menjadi 0,21% pada tahun 2013 [6].
lum usia 18 tahun. Ponorogo adalah salah satu wilayah dengan
kejadian tunagrahita tinggi di Jawa Timur selain Surabaya,
Lima desa di Ponorogo merupakan wilayah lereng
Banyuwangi, dan Malang. Kejadian tunagrahita di Ponorogo pegunungan dengan mayoritas penduduk menderita
menunjukkan peningkatan dari 0,14% di tahun 2010 menjadi keterbelakangan mental, yaitu Desa Krebet dan Sidoharjo
0,21% pada tahun 2013. Lima desa di Kabupaten Ponorogo (Kecamatan Jambon), Desa Karangpatihan dan Pandak
ter-bentang di lereng pegunungan dengan mayoritas penduduk (Kecamatan Balong), dan Desa Dayakan (Kecamatan
menderita keterbelakangan mental. Tunagrahita dikategorikan Badegan) [7].
bertingkat yaitu, debil (ringan), imbisil (sedang), dan idiot Tunagrahita dikategorikan sebagai tingkatan yaitu, debil
(berat). Gangguan tunagrahita disebabkan oleh faktor internal
(ringan), imbisil (sedang), dan idiot (berat) [8]. Gangguan
pada kondisi pre-natal, natal, dan pos-natal. Aplikasi metode
tu-nagrahita ditinjau dari faktor-faktor internal pada kondisi
regresi logistik ordinal pada kasus tunagrahita di Ponorogo me-
nyimpulkan bahwa pertolongan kelahiran, berat bayi lahir, dan pre-natal, natal, dan pos-natal [9]. Regresi logistik ordinal
program pantau tumbuh kembang bayi/balita berperan dalam di-aplikasikan sebagai analisis tingkat gangguan tunagrahita
tingkat gangguan tunagrahita dari seorang penderita. Proses berdasarkan riwayat keturunan, usia ibu saat hamil,
kelahiran dibantu medis dan berat lahir normal pada seorang intensitas pemeriksaan kehamilan, status kesehatan ibu
penderita tunagrahita menurunkan resiko untuk mengalami (terpapar/tidak terhadap suatu penyakit sebelum dan selama
gangguan yang lebih berat. Sedangkan penderita gangguan tu- kehamilan), per-tolongan kelahiran, berat bayi lahir,
nagrahita berat akan berpeluang lebih tinggi untuk mendapat- program pemantauan tumbuh kembang bayi/balita, dan
kan program pantau tumbuh kembang bayi/balita dibanding-
status gizi balita. Jika faktor-faktor berpengaruh terhadap
kan penderita gangguan yang lebih rendah.
tingkat gangguan tuna-grahita dapat diidentifikasi maka
Kata Kunci—debil, idiot, imbisil, regresi logistik ordinal, dapat diambil tindakan pre-ventif guna mengendalikan
tunagrahita. kejadian tunagrahita di Ponorogo.

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

T UNAGRAHITA adalah istilah dunia pendidikan untuk


kondisi kecerdasan mental di bawah normal (retardasi
mental) [1]. Hal ini terjadi akibat disfungsi susunan syaraf
A. Uji Independensi dalam Tabel Kontingensi Dua
Dimensi
Tabel kontingensi adalah teknik penyusunan data untuk
pusat sehingga kecerdasan intelektual atau IQ (Intellectual
melihat hubungan antar beberapa variabel kategorikal
Quetion) terukur di bawah 70. IQ rendah berdampak pada
berska-la nominal atau ordinal. Tabel R×C terdiri dari
ke-mampuan memenuhi kebutuhan dasar [2]. Tunagrahita
variabel Y de-ngan kategori dinyatakan dalam R baris dan
me-nunjukkan ketidakmampuan adaptasi perilaku yang
variabel X de-ngan kategori dinyatakan dalam C kolom.
muncul sebelum usia 18 tahun [3]. Ciri umum anak
Tabel kontingensi dua dimensi berukuran RxC berisi
tunagrahita dari segi kecerdasan: kapasitas belajar terbatas
frekuensi pengamatan dari kombinasi kategori kedua
pada hal abstrak (lebih banyak belajar bukan dengan
variabel [10].
pengertian); segi sosial: tidak dapat bergaul/bermain dengan
Notasi yang digunakan dalam tabel kontingensi dua
teman sebaya, kesulitan merawat/menolong diri,
dimensi adalah sebagai berikut:
berkomunikasi, dan beradaptasi de-ngan lingkungan;
nrc : frekuensi pengamatan pada baris ke-r dan kolom ke-c
gangguan fungsi mental: sulit memusatkan perhatian, mudah
nr+ : total marjinal pada variabel baris
lupa, menghindari diri dari perbuatan ber-pikir; dorongan n+c : total marjinal pada variabel kolom
emosi: jarang memiliki rasa bangga, tang-gung jawab, n++ : total frekuensi pengamatan
penghayatan, pada golongan berat hampir tidak bisa Frekuensi pengamatan diasumsikan berdistribusi multi-
menghindari bahaya dan mempertahankan diri [4]. nomial dengan ukuran sampel n dan probabilitas 𝑝rc. Jika
Kejadian tunagrahita tinggi di Jawa Timur terdapat di kedua variabel independen, frekuensi harapan 𝑛rc adalah
Ponorogo, Surabaya, Banyuwangi, dan Malang. Persentase 𝑚rc.
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) D164

m rc  n   p rc  n   p r   p c (1)  p

exp  α 1   β k x ik  (8)
π 1 x i   PYi  1 x i  
Persamaan (1) digunakan jika probabilitas populasi tidak  k 1 
 p

diketahui. Probabilitas ditaksir dari frekuensi pengamatan. 1  exp  α 1   β k x ik 
n n (2)  k 1 
p̂  r  dan p̂   c
r
n 
c
n  π 2 x i   PYi  2 x i   PYi  1 x i 
 p
  p
 (9)
Frekuensi harapan sel ke-rc dari dua variabel independen: exp  α 2   β k x ik  exp  α 1   β k x ik 
m rc  n    p̂ r   p̂  c  k 1   k 1 
(3)  
n r  n  c   p
  p

1  exp  α 2   β k x ik  1  exp  α 1   β k x ik 
m rc 
n   k 1   k 1 

π 3 x i   PYi  3 x i   PYi  2 x i 
dimana, (10)
prc : probabilitas pengamatan pada baris ke-r dan kolom ke-c  p
  p

pr+ : probabilitas pengamatan kategori Yr exp  α 3   β k x ik  exp  α 2   β k x ik 
 k 1   k 1 
p+c : probabilitas pengamatan kategori Xc  
 p
  p

Uji independensi digunakan untuk mengetahui 1  exp  α 3   β k x ik  1  exp  α 2   β k x ik 
 k 1   k 1 
signifikansi hubungan dua variabel [11]. Hipotesis yang
 p

digunakan yaitu: exp  α 2   β k x ik 
 k 1  1
H0 : prc = pr+p+c (Tidak ada hubungan antara dua variabel  1 
 p
  p

yang diamati/saling independen) 1  exp  α 2   β k x ik  1  exp  α 2   β k x ik 
 k 1   k 1 
H1 : prc ≠ pr+p+c (Ada hubungan antara dua variabel yang
diamati/saling dependen) C. Penaksiran Parameter
Statistik uji Chi-Square adalah sebagai berikut: Penaksiran parameter regresi logistik ordinal dilakukan
R C
n rc  m rc 2 (4)
χ2 =  m rc
dengan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) dan
r 1 c 1 diselesaikan dengan metode iterasi numerik Newton-
Keterangan: Raphson. Langkah awal dalam metode MLE adalah
nrc : observasi pada variabel ke r dan c membuat fungsi likelihood dari regresi logistik ordinal untuk
mrc : frekuensi harapan jika H0 benar sampel dengan n independen observasi (yi,xi) sebagai
Kriteria keputusan H0 ditolak pada taraf signifikansi α jika berikut:
χ2hitung > χ2(α,db), dimana derajat bebas db=(R-1)(C-1). n J 1
π x y  π x y π x y  π x y (11)
n
l θ   j i
ij
 1 i
i1
2 i
i2
J i
iJ

i 1 j  0 i 1
B. Regresi Logistik Ordinal
Regresi logistik ordinal merupakan metode statistika yang  
θ  α1 α 2  α J β1 β 2  β p adalah parameter yang diestimasi
T

digunakan untuk menganalisis variabel respon berskala dengan cara memaksimumkan fungsi likelihood. Selanjutnya
ordinal dengan tiga kategori atau lebih dan variabel dilakukan transformasi ln pada fungsi likelihood berikut:
prediktor yang dapat bersifat kategori maupun kontinu [12]. Lθ   ln Lθ 
 n 
Model regresi logistik ordinal adalah model logit kumulatif.  ln  π 1 x i  i1 π 2 x i  i 2  π J 1 x i  iJ 1 π J x i 
y y y

Misal Y adalah variabel respon berskala ordinal memiliki j  i 1  (12)


n
kategori dengan variabel prediktor sebanyak p, peluang   y i1 ln π 1 x i   y i 2 ln π 2 x i     y iJ 1 ln π J 1 x i 
kumulatif P(Y≤j|xi) didefinisikan sebagai berikut: i 1

 p
  y iJ ln π J x i 
exp  α j   β k x ik  (5) n
  y i1 ln π 1 x i   y i 2 ln π 2 x i     y iJ 1 ln π J 1 x i  
PYi  j x i  
 k 1 
 p
 i 1
1  exp  α j   β k x ik  1-y i1 -y i 2 -  -y iJ-1  ln 1 - π 1 x i   π 2 x i     π J 1 x i 
 k 1 
Hasil penurunan parsial (12) bersifat nonlinier sehingga
dimana xi=(xi1,xi2,...,xip) merupakan nilai pengamatan ke-i
digunakan metode Newton-Raphson dalam penyelesaian
(i=1,2,...,n) dari setiap p variabel prediktor [11]. Model
[11]. Persamaan untuk mendapatkan taksiran parameter
regresi logistik ordinal adalah sebagai berikut:
 PYi  j x i  
adalah:
(6)
Logit PYi  j x i   ln
p
   α j   β k x ik θ t 1  θ t   Hθ t   gθ t  
1
 1  PY  j x   (13)
 i i  k 1
H(θ) adalah matriks nonsingular dengan elemen-elemen
dimana αj adalah parameter intersep dan β=(β1,β2,...,βp)
matriks yang merupakan turunan parsial kedua dari fungsi
adalah koefisien regresi.
ln-likelihood terhadap parameter yang diestimasi, g(θ)
Fungsi klasifikasi dari j kategori respon terbentuk
adalah vektor dengan elemen turunan parsial pertama dari
sejumlah j-1. Jika πj(xi)=P(Y≤j|xi) menyatakan peluang
fungsi ln-likelihood terhadap parameter yang diestimasi, dan
kategori respon ke-j pada p variabel prediktor yang
t adalah banyaknya iterasi (t=0,1,2,...). Syarat perlu agar
dinyatakan dalam vektor xi maka nilai πj(xi) diperoleh
vektor θ me-maksimumkan (12) adalah H(θ) harus definit
dengan persamaan berikut:
negatif. Iterasi Newton Raphson akan berhenti jika ||θ(t+1)-
γ j  PYi  j x i   π1 x i   π 2 x i     π J x i  (7)
θ(t)||≤ε, dimana ε merupakan suatu bilangan yang sangat
Apabila terdapat tiga kategori respon (j=1,2,3) maka nilai kecil.
peluang masing-masing kategori respon adalah:
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) D165

  2 Lθ   2 Lθ   2 Lθ   2 Lθ   2 Lθ   G. Tunagrahita


   
  1
2
 1  2  1  J  1  1  1  p 
  2 Lθ   2 Lθ   2 Lθ   2 Lθ   2 Lθ  
Tunagrahita adalah konsisi keterbelakangan mental (retar-
      dasi mental) yang diklasifikasikan menjadi tiga golongan
 1 2  2
2
 2  J  2  1  2  p 
 2        [8]:
  Lθ   2 Lθ   2 Lθ   2 Lθ   2 Lθ  
H θ       a. Tunagrahita ringan(Debil). Usia mental dewasa setara usia
   2  J  J
2
 J  1  J  p
 21 J 
  Lθ   2 Lθ   2 Lθ   2 Lθ   2 Lθ   8-10 tahun 9 bulan. Rentang IQ antara 55-69. Pada usia 1-
     
 2  1  J  p  1
2
 1  p 5 tahun sulit dibedakan dengan anak normal. Kadang-
 1 1

 2        kadang mereka menunjukkan sedikit kesulitan sensorimo-
  Lθ   2 Lθ   2 Lθ   2 Lθ   2 Lθ  
      tor. Di akhir usia remaja, sulit mengikuti pendidikan lan-
 1 p  2  p  0  p  1  p  p
2

jutan (memerlukan pendidikan khusus).
dan gθ    Lθ  Lθ  Lθ  Lθ  Lθ  
T

   b. Tunagrahita moderate(Imbisil). Rentang IQ antara 40-51.
  1  2  J  1  p 
Usia mental dewasa setara usia 5 tahun 7 bulan-8 tahun 2
D. Uji Serentak bulan. Pada usia 1-5 tahun bisa belajar berkomunikasi, ke-
Pengujian serentak dilakukan guna mengetahui signifikansi sadaran sosial buruk, perkembangan motor tidak terlalu
parameter terhadap model secara bersama-sama, dilakukan baik, bisa diajari merawat diri sendiri, dan bisa mengelola
dengan likelihood ratio test [12]. Hipotesis pengujiannya: dirinya dengan pengawasan orang dewasa.
H0 : β1=β2=...=βp=0 c. Tunagrahita berat(Idiot). Usia mental saat dewasa setara
H1 : paling sedikit ada satu βk≠0, k=1,2,...,p anak usia 3 tahun 2 bulan-5 tahun 6 bulan. Rentang IQ
Statistik uji yang digunakan adalah G2 yaitu: antara 25-39. Perkembangan motorik buruk, bicara
minim, biasanya sulit dilatih agar bisa merawat diri
 nJ
 n J   n J -1 
n J -1 n2
 n 2   n1 
n1

          sendiri (harus dibantu), seringkali tidak punya ketrampilan
  n  n   n n  (14)
G  2ln  n
2

komunikasi.
  π̂1i y1i π̂ 2i y 2i π̂ J 1i y J -1i 1  π̂1i  π̂ 2i    π̂ J 1i 1 y1i  y 2i  y J -1i  
 i 1  H. Penyebab Tunagrahita
 
n n n Tunagrahita disebabkan oleh faktor-faktor internal yaitu
dimana , n 1   y 1i ; n 2   y 2i ; n j   y ji ; n  n 1  n 2    n J -1  n J genetik, permasalahan pre-natal, natal, pos-natal [9]. Perma-
i 1 i 1 i 1

Statistik uji G2 mengikuti distribusi Chi-square dengan salahan kondisi pre-natal meliputi perkembangan janin dan
derajat bebas banyaknya parameter dalam model. Kriteria tubuh ibu, yaitu keturunan, usia ibu saat hamil, intensitas
keputusan tolak H0 pada taraf signifikansi α jika G2>χ2(α,p), pemeriksaan kehamilan, dan status terpapar penyakit/tidak
dengan p adalah jumlah variabel prediktor dalam model. pada ibu hamil [9]. Kondisi natal meliputi akhir kehamilan
(setelah minggu ke-28) hingga neonatal (4 minggu kehidup-
E. Uji Parsial an), yaitu perto-longan kelahiran, berat badan bayi lahir, dan
Pengujian parsial dilakukan guna mengetahui signifikansi bayi terpapar penyakit/tidak hingga 4 minggu setelah
variabel prediktor terhadap model dengan Wald test [12]. kelahir-an [9]. Permasalahan kondisi pos-natal meliputi
Hipotesis yang digunakan adalah: masa bayi hingga anak-anak (usia lebih dari 4 minggu
H0 : βk=0 sampai usia sebe-lum mengalami pubertas atau ±10 tahun)
H1 : βk≠0, k=1,2,...,p seperti program pantau tumbuh kembang bayi/balita, dan
Statistik uji yang digunakan adalah: status gizi yang ditinjau dari jenis makanan yang dikonsumsi
β̂ k (15) keluarga [9].
W
 
SE β̂ k
dimana β̂ k merupakan penaksir parameter dari βk, III. METODOLOGI PENELITIAN
 
SE β̂ k  Var β̂ k   (16)
A. Sumber Data
Var ( β̂ k ) adalah elemen diagonal ke-(p+j-1) matriks Var ( θ̂ )
Data bersumber dari Dinas Kesehatan Kabupaten
yang berukuran (p+j-1)×(p+j-1) dan p adalah jumlah Ponorogo dan pemerintah Desa Dayakan, Krebet, Sidoharjo,
kategori variabel respon. Kriteria keputusan tolak H0 pada Pandak, dan Karangpatihan, dan hasil survey pada penderita
taraf signifikansi α jika |W|>Zα/2. tunagra-hita terpilih sebagai unit penelitian, yaitu mereka
F. Odds Ratio yang belum berusia 18 tahun dan sampai tahun 2013 tercatat
sebagai war-ga di desa tersebut. Informasi diperoleh melalui
Odds ratio (ψ) menjelaskan berapa kali lipat kenaikan/pe-
wawancara kepada keluarga/tokoh masyarakat yang
nurunan peluang Y=j terhadap Y=0 sebagai referensi, jika
mengetahui riwayat penderita dengan membagikan
nilai variabel bebas (x) berubah sebesar nilai tertentu yaitu
kuesioner. Penentuan jumlah anggota sampel total unit
x=a terhadap x=b [12] sebagaimana persamaan berikut:
PY  j x  a  PY  0 x  a 
penelitian dilakukan dengan rumus Taro Yamane dan Slovin
(17)
OR j a,b   ψab 
PY  j x  b  PY  0 x  b 
seperti persamaan berikut [13]:
n
N (19)
Nilai odds ratio selalu positif. Hubungan antara odds Nd 2  1
ratio (ψ) dan parameter model (β) adalah: Keterangan:
ψ ab  exp a  bβ (18) n = jumlah anggota sampel
Jika ψ<1 maka kedua variabel terdapat hubungan negatif. N = jumlah populasi
Jika ψ>1 maka kedua variabel terdapat hubungan positif. d2 = presisi (misal 10%, 5%, dst)
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) D166

Populasi unit penelitian ada 138 penderita dan nilai presisi adalah imbisil dan debil. Penderita idiot sebanyak 62%
yang digunakan adalah 10%. Jumlah sampel terpilih adalah: terda-pat di Desa Sidoharjo yang merupakan wilayah dengan
138 138 per-sentase tertinggi dibanding desa lainnya. Penderita
n   57,9832  58
 
138 0,12  1 2,38 imbisil se-banyak 47% terdapat di Desa Sidoharjo yang
Jumlah anggota sampel berstrata ditentukan dengan pro- merupakan per-sentase tertinggi dibandingkan pada kategori
portional random sampling dan anggotanya dipilih secara yang sama di wilayah desa lain. Penderita debil dengan
acak. Rumus alokasi proporsional adalah: persentase tertinggi yaitu 42% terdapat di Desa Krebet.
Ns Observasi penderita debil, imbisil, dan idiot secara lengkap
ns  n
N hanya teramati di Desa Sidoharjo dan Desa Krebet.
(20) Sedangkan penderita tunagrahita di Desa Pandak hanya
Keterangan: teramati pada satu kategori yaitu debil.
ns = jumlah anggota sampel menurut stratum Tabel 2.
Ns = jumlah anggota popolasi menurut stratum Karakteristik Penderita Tunagrahita dengan Faktor-Faktor Penyebab
Jumlah unit sampel di masing-masing desa diperoleh dari Tingkat Gangguan Tunagrahita (%) Total
Variabel X
Debil Imbisil Idiot (%)
rumus alokasi proporsional dengan rincian yaitu, Desa X1 Tidak (0) 10,34 12,07 20,69 43,10
Krebet dari 34 penderita terpilih 15, Desa Sidoharjo dari 64 Ada (1) 10,34 17,24 29,31 56,89
X4 Sehat (0) 12,07 12,07 32,76 56,89
penderi-ta terpilih 27, Desa Pandak dari 5 penderita terpilih Terpapar (1) 8,62 17,24 17,24 43,10
2, Desa Karangpatihan dari 14 penderita terpilih 6, dan Desa X5 Medis (0) 15,52 17,24 17,24 50,00
Dayakan dari 19 penderita terpilih 8. Selainnya (1) 5,17 12,07 32,76 50,00
X6 Normal (0) 13,79 15,52 20,69 50,00
B. Variabel Penelitian Rendah (1) 6,90 13,79 29,31 50,00
X7 Mengikuti (0) 3,45 10,34 31,03 44,82
Penelitian ini menggunakan tingkat gangguan tunagrahita Tidak (1) 17,24 18,97 18,97 55,18
sebagai variabel respon (Y) dengan tiga kategori tingkatan, Mayoritas penderita memiliki riwayat keluarga tunagrahi-
Y0=Ringan (Debil), Y1=Sedang (Imbisil), Y2=Berat (Idiot). ta, kondisi ibu sehat, dan tidak mengikuti program pantau
Variabel prediktor (X) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. tumbuh kembang bayi/balita seperti pada Tabel 2. Kelahiran
Tabel 1. penderita ditolong medis dengan yang selainnya memiliki
Variabel Prediktor Penelitian
persentase sama, kondisi berat bayi lahir normal dan rendah
Variabel Skala/Kategori
Riwayat Keturunan (X1) Nominal juga memiliki persentase yang sama.
0 = tidak Usia ibu saat mengandung penderita paling banyak adalah
1 = ada
Faktor-faktor Usia Ibu Saat Hamil (X2) Rasio 26 tahun yaitu 13,79%. Usia 19 tahun dan 20 tahun menjadi
pada kondisi Intensitas Pemeriksaan Kehamilan Rasio persentase terbanyak kedua dan ketiga yaitu 12,07%. Ibu
pre-natal (X3)
Status kesehatan Ibu (X4) Nominal dari penderita tunagrahita mendapatkan fasilitas pelayanan
0 = sehat kese-hatan selama periode kehamilan meskipun cukup
1 = sakit
Pertolongan Kelahiran (X5) Nominal sederhana. Ibu yang mampu menjalani pemeriksaan dengan
0 = tenaga medis baik yaitu 4 kali pemeriksaan hanya 34,48%. Mayoritas ibu
Faktor-faktor 1 = selain tenaga
pada kondisi medis melakukan 3 kali pemeriksaan dengan persentase sebesar
natal Berat Bayi Lahir (X6) Nominal 36,21%.
0 = normal
Tabel 3.
1 = rendah
Faktor-faktor Program Pantau Tumbuh Kembang Nominal
Uji Independensi Variabel Respon dengan Variabel Prediktor
pada kondisi Bayi/Balita (X7) 0 = mengikuti Variabel Chi-Square p-value Keterangan
pos-natal 1 = tidak mengikuti X1 0,2936 0,8635 Tidak Ada Hubungan
X4 2,6019 0,2723 Tidak Ada Hubungan
C. Metode Analisis X5 6,3225 0,0424 Ada Hubungan
X6 2,2542 0,3240 Tidak Ada Hubungan
Langkah-langkah dalam analisis data penelitian adalah: X7 7,9581 0,0187 Ada Hubungan
1. Mentransformasi informasi kualitatif menjadi kuantitatif. Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat gangguan tunagrahita
2. Melakukan interpretasi karakteristik penderita berhubungan dengan peran penolong saat proses kelahiran
tunagrahita. dan program pantau tumbuh kembang bayi/balita. Tenaga
3. Melakukan analisis regresi logistik ordinal, medis yang menolong proses kelahiran akan mengupayakan
a. Melakukan estimasi parameter. penanganan cepat dan aman apabila kelahiran tidak dalam
b. Menguji parameter secara serentak dan parsial. kondisi normal. Penyelenggaraan program pantau tumbuh
c. Membangun model logit. kembang bayi/balita di lima desa tersebut masih difokuskan
d. Melakukan intrepretasi faktor-faktor yang mempenga- pada warga yang normal (tidak cacat) dan cacat berat. Se-
ruhi tingkat gangguan tunagrahita. hingga bagi warga dengan kategori cacat ringan atau sedang
4. Menarik kesimpulan faktor-faktor dominan yang berpe- luput dari pemantauan dan kurang mendapat perhatian.
ngaruh terhadap kasus tunagrahita di Ponorogo.
B. Uji Serentak
Uji serentak dilakukan dengan memasukkan semua
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN variabel prediktor dalam pengujian Likelihood Ratio Test
pada α=0,1.
A. Analisis Karakteristik
H0 : β1=β2=...=β7=0
Analisis karakteristik menggambarkan kondisi penderita H1 : paling sedikit ada satu βk=0, k=1,2,...,7
tunagrahita secara umum. Penderita tunagrahita di Ponorogo
sebanyak 50% adalah idiot. Sedangkan 29,31% dan 20,69%
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) D167

Tabel 4. dan program pantau tumbuh kembang bayi/balita.


Uji Serentak Tahap Awal
Test Chi-Square df p-value D. Model Regresi Logistik Ordinal
Likelihood Ratio 20,8932 8 0,0074
Model logit disusun berdasarkan parameter signifikan
Hasil Likelihood Ratio adalah 20,8932 dan p-value
yang dihasilkan dengan hasil sebagai berikut:
0,0074, nilai peluang ini lebih kecil dari α seperti pada Tabel
4. Ke-simpulannya, secara serentak ada variabel prediktor
 
Logit Pˆ Yi  1 xi   1,2886  1,2048 x51  1,4052 x61  1,5646 x7 1

yang sig-nifikan berpengaruh. Selanjutnya dilakukan uji Logit PY  2 x   0,4407  1,2048 x    1,4052 x    1,5646 x  
ˆ
i i 51 61 71

parsial untuk mendeteksi variabel berpengaruh dalam model. Fungsi peluang untuk setiap kategori respon adalah:
 Peluang respon debil:
C. Uji Parsial
ˆ1 xi   Pˆ Yi  1xi 
Pengujian parsial dilakukan untuk mengetahui variabel exp  1,2886  1,2048 x51  1,4052 x61  1,5646 x7 1 

prediktor berpengaruh dalam model pada taraf signifikansi 1  exp  1,2886  1,2048 x51  1,4052 x61  1,5646 x7 1 
0,1 dengan Wald test. Hipotesis pengujiannya adalah:  Peluang respon imbisil:
H0 : βk=0 ˆ 2 xi   Pˆ Yi  2 xi   Pˆ Yi  1 xi 
H1 : βk≠0, k=1,2,...,7 exp 0,4407  1,2048 x51  1,4052 x61  1,5646 x7 1 
 
1  exp 0,4407  1,2048 x51  1,4052 x61  1,5646 x7 1 
Tabel 5.
Uji Parsial Regresi Logistik Ordinal
Variabel df Wald p-value Keputusan exp  1,2886  1,2048 x51  1,4052 x61  1,5646 x7 1 
Intersep (0) 1 0,6384 0,4243 Gagal Tolak H0 1  exp  1,2886  1,2048 x51  1,4052 x61  1,5646 x7 1 
Intersep (1) 1 2,4656 0,1164 Gagal Tolak H0
X1 1 0,0680 0,7942 Gagal Tolak H0  Peluang respon idiot:
X2 1 2,3477 0,1255 Gagal Tolak H0 ˆ3 xi   Pˆ Yi  3 xi   Pˆ Yi  2 xi 
exp 0,4407  1,2048 x51  1,4052 x61  1,5646 x7 1 
X3 1 0,0294 0,8638 Gagal Tolak H0
X4 1 0,1346 0,7137 Gagal Tolak H0
 1
X5 1 5,7438 0,0165 Tolak H0 1  exp 0,4407  1,2048 x51  1,4052 x61  1,5646 x7 1 
X6 1 7,0517 0,0079 Tolak H0
X7 1 6,0960 0,0135 Tolak H0 1

Variabel berpengaruh terhadap tingkat gangguan tunagra- 1  exp 0,4407  1,2048 x51  1,4052 x61  1,5646 x7 1 
hita adalah pertolongan kelahiran, berat bayi lahir, dan pro- Contoh aplikasi model regresi logistik ordinal jika diketa-
gram pantau tumbuh kembang bayi/balita. Ketiganya memi- hui penderita dengan kondisi kelahiran tidak ditolong tenaga
liki p-value lebih kecil dari 0,1 seperti pada Tabel 5. medis, berat lahir rendah, dan tidak mengikuti program pan-
Variabel pertolongan kelahiran dan berat bayi lahir tau tumbuh kembang bayi/balita maka peluang pada setiap
merupakan faktor yang ditinjau pada kondisi natal, kategori respon adalah:
sedangkan variabel program pantau tumbuh kembang  Peluang mengalami debil adalah:
exp  1,2886  1,20481  1,40521  1,56461
bayi/balita adalah faktor yang ditin-jau pada kondisi pos- ˆ1 xi    0,0883
natal. 1  exp  1,2886  1,20481  1,40521  1,56461
Tabel 6.  Peluang mengalami imbisil:
Uji Serentak Setelah Dilakukan Metode Backward Elimination exp 0,4407  1,20481  1,40521  1,56461
ˆ 2 xi   
Test Chi-Square df p-value 1  exp 0,4407  1,20481  1,40521  1,56461
exp  1,2886  1,20481  1,40521  1,56461
Likelihood Ratio 17,8287 3 0,0005
Model regresi logistik ordinal dibangun dari variabel yang 1  exp  1,2886  1,20481  1,40521  1,56461
signifikan berpengaruh. Seleksi variabel dilakukan dengan  0,2649  0,0883  0,1766
backward eliminations. Hasil uji serentaknya pada Tabel 6  Peluang mengalami idiot adalah:
menunjukkan bahwa nilai Likelihood Ratio sebesar 17,8287 ˆ3 xi  
1
 0,6467
dengan p-value lebih kecil dari 0,1 dan disimpulkan bahwa 1  exp 0,4407  1,20481  1,40521  1,56461
secara serentak ada variabel prediktor yang signifikan berpe- Penderita yang kelahirannya ditolong selain tenaga medis,
ngaruh. Selanjutnya dilakukan uji parsial. berat bayi lahir rendah, dan tidak mengikuti program pantau
Tabel 7 menunjukkan bahwa pertolongan kelahiran, berat tumbuh kembang bayi/balita mempunyai peluang tertinggi
bayi lahir, dan program pantau tumbuh kembang bayi/balita menderita idiot yaitu 0,6467. Nilai peluang untuk setiap
berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 0,1 sehingga kom-binasi kategori variabel prediktor terhadap tingkat
ketiga variabel menentukan tingkat gangguan tunagrahita. gangguan tunagrahita disajikan dalam Tabel 8 berikut.
Selanjut-nya melakukan estimasi parameter dengan metode Tabel 8.
Kombinasi Kategori Variabel Prediktor dan Nilai Peluang Respon Tingkat
MLE. Gangguan Tunagrahita
Tabel 7. Dugaan
Analisis Maximum Likelihood Estimates dan Uji Parsial Setelah Dilakukan Prob. Prob. Prob.
No. x5 x6 x7 Kategori
Metode Backward Elimination Debil Imbisil Idiot
Respon
Estimasi Wald 1 0 0 0 0,2161 0,3923 0,3916 Imbisil
Variabel df p-value
Parameter Chi-Square 2 0 0 1 0,5686 0,3128 0,1186 Debil
Intersep (0) -1,2886 1 4,4106 0,0357 3 0 1 1 0,2443 0,4014 0,3543 Imbisil
Intersep (1) 0,4407 1 0,5576 0,4552 4 0 1 0 0,0633 0,2126 0,7240 Idiot
X5 -1,2048 1 4,5371 0,0332 5 1 1 1 0,0883 0,2649 0,6467 Idiot
X6 -1,4052 1 5,7711 0,0163 6 1 1 0 0,0199 0,0827 0,8975 Idiot
X7 1,5646 1 6,6652 0,0098 7 1 0 0 0,0763 0,2414 0,6822 Idiot
8 1 0 1 0,2832 0,4069 0,3099 Imbisil
Estimasi parameter pada Tabel 7 menunjukkan bahwa
seluruh variabel prediktor signifikan berdasarkan nilai Wald Kondisi penderita dengan pertolongan kelahiran dibantu
chi-square dan p-value pada taraf signifikansi 0,1. Dengan medis, berat lahir normal, dan tidak mengikuti program pan-
demikian dapat dibangun model regresi logistik ordinal tau tumbuh kembang bayi/balita dianggap sebagai kondisi
berdasarkan variabel pertolongan kelahiran, berat lahir bayi, terbaik bagi penderita tunagrahita. Sedangkan kondisi kela-
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) D168

hiran tidak dibantu medis, berat lahir rendah, dan mengikuti wilayah desa dengan mengoptimalkan pemanfaatan poli
program pantau tumbuh kembang dianggap sebagai kondisi kesehatan untuk memfasi-litasi dan membina program
paling parah bagi penderita tunagrahita. layanan kesehatan bagi ibu dan balita sehingga deteksi
kecacatan khususnya untuk penderita tunagrahita dapat
E. Faktor-Faktor yang Meningkatkan Resiko
ditangani sejak dini.
Nilai odds ratio untuk masing-masing variabel dihitung
agar dapat diketahui resiko pada setiap kategori tingkat
gang-guan tunagrahita. DAFTAR PUSTAKA
Tabel 9.
Estimasi Odds Ratio [1] Effendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagodik Anak Berkelainan.
Estimasi Batas Konfidensi Wald (95%) Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kategori Variabel [2] Greydanus, D. E., & Pratt, H. D. (2005). Syndromes and Disorders
Titik Batas Bawah Batas Atas
X5(1) terhadap X5(0) 0,300 0,099 0,908 Associated with Mental Retardation. Indian Journal of Pediatrics,
X6(1) terhadap X6(0) 0,245 0,078 0,772 72, 859-864.
X7(1) terhadap X7(0) 4,781 1,458 15,680 [3] Ciptono, & Supriyanto, S. (2010). Bina Diri Anak Tunagrahita.
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa kecenderungan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa tengah: Karya Ilmiah disampaikan
penderita dengan proses kelahiran dibantu tenaga medis un- pada Pelatihan Guru Pembimbing Khusus BP Diksus Provinsi Jawa
Tengah.
tuk mengalami tingkat gangguan lebih rendah adalah 3,333
[4] Astati. (2010, Januari). Menuju Kemandirian Anak Tuna Grahita.
(1/0,3) kali dibandingkan proses kelahiran tidak dibantu Diambil kembali dari http://bintangbangsaku.com Senin, 23 Februari
tena-ga medis. Kecenderungan penderita yang mengalami 2015.
berat la-hir normal untuk mengalami tingkat gangguan yang [5] BPS. (2010). Sensus Penduduk 2010 Indonesia. Diambil kembali
dari Badan Pusat Statistika Indonesia: www.sp2010.bps.go.id Senin,
lebih rendah adalah 4,082 (1/0,245) kali dibanding yang
23 Februari 2015.
menga-lami berat lahir rendah. Sedangkan penderita [6] PDA. (2013). Ponorogo Dalam Angka 2013. Ponorogo: Badan
gangguan tuna-grahita berat berpeluang 4,781 kali lebih Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Ponorogo.
besar untuk menda-pat program pemantauan tumbuh [7] Jenar. (Rabu, 22 Februari 2012). Kampong Idiot di Jawa Timur
kembang bayi/balita diban-dingkan penderita dengan dalam Radar Ponorogo. Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia.
[8] Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Penerbit
gangguan yang lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena Kanisius.
penanganan penderita idiot dilaku-kan lebih intensif [9] Armatas, V. (2009). Mental Retardation: Definition, Etiology,
dibandingkan penderita debil atau imbisil. Epidemiology and Diagnosis. Journal of Sport and Health Research,
1(2): 112-122.
[10] Agresti, A. (1996). Categorical Data Analysis. New York: John
V. KESIMPULAN DAN SARAN Wiley & Sons, Inc.
[11] Agresti, A. (2002). Categorical Data Analysis. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data dan
[12] Hosmer, D. W., Lemeshow, S., & Sturdivant, R. X. (2013). Applied
pembahasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Logistic Regression. New York: John Wiley & Son, Inc.
Penderita tunagrahita di Ponorogo terbanyak pada [13] Riduwan, & Engkos, A. K. (2011). Cara Menggunakan dan memakai
kategori idiot (50%) dengan sebaran terbanyak di Desa Path Analysis (Analisis Jalur). Bandung: Alfabeta.
Sidoharjo. Mayoritas penderita memiliki riwayat keluarga
tunagrahita, dila-hirkan dari ibu yang mengandung pada usia
26 tahun, dengan pemeriksaan kehamilan 3 kali, kondisi ibu
sebelum/ selama kehamilan adalah sehat, dan tidak
mengikuti program pantau tumbuh kembang bayi/balita.
Kelahiran penderita di-tolong medis dengan yang tidak
memiliki persentase ber-imbang, seperti pada berat lahir
rendah dengan normal.
Variabel berpengaruh signifikan terhadap tingkat
gangguan penderita tunagrahita (α=0,1) pada kondisi natal
adalah pertolongan kelahiran dan berat bayi lahir, sedangkan
pada kondisi pos-natal adalah program pantau tumbuh
kembang bayi/balita. Model logit yang terbentuk adalah:
 
Logit Pˆ Yi  1 xi   1,2886  1,2048 x51  1,4052 x61  1,5646 x7 1
Logit Pˆ Y  2 x   0,4407  1,2048 x    1,4052 x    1,5646 x  
i i 51 61 71

Peran medis dan kelahiran normal menurunkan resiko un-


tuk mengalami gangguan tunagrahita berat, sedangkan pen-
derita gangguan tunagrahita berat berkesempatan lebih besar
untuk mendapatkan program pantau tumbuh kembang bayi/
balita dibandingkan penderita gangguan yang lebih rendah.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah
mengidentifikasi faktor-faktor penyebab tingkat gangguan
tunagrahita dengan tinjauan kondisi yang lebih luas selain
faktor internal pada kondisi pre-natal, natal, dan pos-natal.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Ponorogo dapat meninjau
kembali program pem-berdayaan penyandang cacat di lima

Anda mungkin juga menyukai