Anda di halaman 1dari 44

Anis Matta

LIMA VISI PERJUANGAN KEUMATAN


DI TENGAH KRISIS

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 3 21/06/22 16.46


Penyunting: Dadi Krismatono
Foto sampul: Woko Muchidin - Gelora Media Center
Foto profil: Tubagus Banirizqi - Gelora Media Center
Dokumentasi: Ahmad Sahal - Gelora Media Center
Desain cover: Ariyadi Arnas
Tata letak: Andung Bayumurti

C 2022 - Anis Matta

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 4 21/06/22 16.46


Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Buku kecil ini merupakan rangkuman dari gagasan yang


pernah saya sampaikan pada berbagai kesempatan.
Catatan ini juga merupakan undangan terbuka kepada
sahabat semua untuk mendiskusikan arah perjuangan
umat di tengah situasi krisis nasional dan global yang
makin kompleks dan sangat dinamis.

Semoga buku sederhana ini bermanfaat memperkaya


khazanah perbincangan kita.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciganjur, Juni 2022

Anis Matta

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 5 21/06/22 16.46


FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 6 21/06/22 16.46
Dunia yang Bergejolak

I ndonesia kini berada di persimpangan sejarah. Bukan


hanya sejarah nasional, tapi juga sejarah dunia.
Mengikuti teori siklus perubahan, kita kini berada dalam
proses perubahan yang terjadi setiap satu abad dan itu
berarti perubahan sistem global. Semua kontradiksi internal
yang ada dalam sistem global kini menemukan titik
ledaknya yang mengakibatkan kontraksi yang meluas,
sistemik, dan berlarut.

Ledakan itu dimulai dengan pandemi COVID-19


yang menghentikan perputaran roda perekonomian dunia
dan memicu proses deglobalisasi, karena masing-masing
negara mempertahankan kepentingan domestiknya. Dari
situ krisis global ini menyusuri jalan panjang yang tak jelas
ujungnya. Pandemi ini segera disusul oleh krisis ekonomi,
yang gejalanya sudah terasa mencekik leher kita dalam
beberapa bulan ini. Jika tak tertangani dengan baik, krisis
ekonomi ini dapat berkembang menjadi krisis sosial, lalu
berkembang lagi menjadi krisis politik.

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 1 21/06/22 16.46


Anis Matta

Kita menyaksikan sejumlah negara mengalami krisis


politik hingga berujung jatuhnya pemerintahan. Dalam
berbagai tingkatan, krisis sosial dan politik telah terjadi di
Pakistan, Sri Lanka, dan Kepulauan Solomon. Sebelumnya
telah terjadi kerusuhan yang meluas di Kazakhstan pada
awal tahun ini akibat kenaikan drastis harga bahan bakar
gas cair (LPG) dan kerusuhan di Afrika Selatan pada
pertengahan 2021 yang dipicu pemenjaraan mantan
presiden Jacob Zuma.

Walau diwarnai konteks lokal yang berbeda-beda,


peristiwa di atas tidaklah unik dan berdiri sendiri. Sudah
lama lebih dari setengah penduduk Afrika Selatan yang
berjumlah sekitar 60 juta hidup di bawah garis kemiskinan.
Salah satu sumber menyebutkan tingkat pengangguran di
negara itu mencapai 32%. Pandemi yang menyebabkan
penutupan perusahaan dan pemutusan hubungan kerja
semakin memperparah situasi. Di Pakistan, angka inflasi
yang menyentuh dua digit dalam waktu yang lama menjadi
backdrop dari krisis politik hingga membuat Imran Khan
terdepak dari kursi perdana menteri. Sri Lanka mengalami
krisis ekonomi setelah mengalami default atau gagal bayar
utang luar negeri setara Rp 732 triliun pada April tahun
ini. Devisa negara itu habis dan harga-harga melambung
akibat ketergantungan terhadap impor. Utang luar negeri
dan impor yang sebelumnya menjadi simbol globalisasi
ekonomi kini menjadi pemicu krisis di banyak negara.

Proteksionisme ekonomi, krisis politik yang terjadi


bersamaan di berbagai tempat, dan perebutan sumber

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 2 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

daya yang makin langka merupakan prakondisi bagi


krisis yang lebih berat lagi, yakni perang militer. Dalam
sejarah, perang selalu menjadi mekanisme dekonstruksi
menyeluruh terhadap krisis sistemik yang berlarut. Perang
Rusia-Ukraina adalah ledakan awal yang akan menandai
perang global itu.

Jika kita buka lagi catatan sejarah, kita akan


menemukan bagaimana pada awal abad ke-20, menguatnya
nasionalisme sebagai antitesis dari kolonialisme yang telah
berlangsung lama menjadi pemicu proses perubahan
global.

Kita lihat di Indonesia. Belanda menerapkan Politik


Etis pada 1901 sebenarnya untuk menyediakan tenaga
kerja administrasi pemerintahan kolonial. Namun,
terbukanya akses pendidikan membuat kaum pribumi
juga mengakses khazanah filsafat, ilmu politik, ilmu
sosial, dan sastra. Pengiriman pelajar pribumi ke Belanda
juga membawa konsekuensi lain. Hanya butuh waktu
tujuh tahun, kaum pribumi mulai memiliki kesadaran
kebangsaan yang disuarakan lewat Boedi Oetomo yang
berdiri pada 1908. Proses ini berlanjut hingga Indonesia
merdeka pada 17 Agustus 1945.

Kita bisa melihat dari catatan sejarah ada banyak


negara yang merdeka pada tahun 1945 (yakni tahun
berakhirnya Perang Dunia II) dan sesudahnya sebagai
buah dari gelombang perubahan besar di dunia saat itu.
Suasana ini juga dapat kita tangkap pada Pembukaan

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 3 21/06/22 16.46


Anis Matta

UUD 1945 yang sangat menekankan kemerdekaan dan


sarat dengan spirit anti-penjajahan.

Sebagai gambaran, negara-negara yang merdeka


pada 1945 adalah Indonesia yang merdeka dari Belanda,
Korea—yang belum terpecah—merdeka dari Jepang,
dan Vietnam merdeka dari Prancis. Pada 1946, Filipina,
Yordania, dan Suriah merdeka, disusul India dan Pakistan
pada 1947. Pada 1950-an banyak negara di Afrika merdeka
dari Perancis. Dekolonisasi di Asia dan Afrika akan
menemukan puncak semangat zamannya pada Konferensi
Asia Afrika pada 1955 di Bandung.

Perubahan besar pada paruh pertama abad ke-20 telah


mengubah wajah dunia. Sejumlah negara lenyap dari peta
bumi akibat Perang Dunia I. Perang Dunia II mengakhiri
agresi fasisme sekaligus mengakhiri kolonialisme di
banyak tempat. Jepang dan Jerman menjadi pecundang
perang sementara tatanan dunia yang dikuasai Amerika
Serikat dan sekutunya terbentuk dengan konfigurasi
Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations), Bank
Dunia (World Bank), dan Dana Moneter Internasional
(International Monetary Fund/IMF).

Tatanan ini dibayang-bayangi Perang Dingin, sebagai


manifestasi perang supremasi antara kapitalisme dan
komunisme yang nantinya akan berakhir pada runtuhnya
Tembok Berlin pada 1989 dan bubarnya Uni Soviet pada 1991.

Jika kita perhatikan, siklus dari meluasnya paham


nasionalisme dan sikap anti-penjajahan sebagai bagian

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 4 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

dari humanisme hingga runtuhnya komunisme memakan


waktu kurang lebih satu abad. Periode 30-40 tahun pertama
adalah transisi dari sistem lama, sekitar 50 tahun sistem
terbentuk dan berjalan hingga mencapai puncaknya, dan
sepuluh tahun terakhir hingga masuk ke abad baru adalah
masa kontraksi untuk mencari keseimbangan baru.

Siklus tersebut juga terjadi di Indonesia. Awal


semangat kebangsaan tumbuh pada awal abad ke-20,
merdeka sebagai negara pada 1945, oleh Orde Baru dibawa
bergabung dengan sistem kapitalisme global setelah
mengalahkan komunisme pada akhir 1960-an, menikmati
puncak pertumbuhan ekonomi pada akhir 1980-an hingga
1990-an, mengalami kontraksi ekonomi dan politik akibat
krisis moneter 1997, dan memasuki masa transisi sejak
era Reformasi 1998. Jika kita memakai teori konsolidasi
demokrasi, maka Indonesia telah melewati transisi dari
otoritarianisme ke demokrasi setelah dua kali pemilu
yang dilaksanakan secara demokratis pada 2004 dan
2009. Artinya, kini kita sedang berada pada masa transisi
memasuki siklus perubahan baru dan kita harus mampu
membaca berbagai dinamika perubahan dengan cermat.

Tahun ini kira-kira sudah 30 tahun sejak Uni Soviet


runtuh dan dunia kini dipimpin oleh hanya satu kekuatan,
yaitu Amerika Serikat. Karena sistem komunisme runtuh,
maka sistem yang ada juga tinggal sistem kapitalisme,
tepatnya sistem neoliberalisme. Namun, dalam 30
tahun terakhir ini pula terjadi perubahan yang sangat
fundamental.

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 5 21/06/22 16.46


Anis Matta

Perubahan pertama, sistem kapitalisme ternyata


berujung pada pembelahan sosial yang sangat dalam yang
disebabkan oleh ketimpangan ekonomi. Dalam waktu
30 tahun terakhir ini kira-kira 2.500 orang paling kaya di
dunia tadinya kekayaannya ditaksir sekitar 800-900 miliar
dolar AS, kini sudah di atas 12,7 triliun dolar AS. Majalah
Forbes yang mengeluarkan data orang terkaya di dunia
setiap tahun mencatat bahwa angka tahun ini tersebut
turun sekitar 400 miliar dolar AS dari tahun 2021 akibat
pandemi.

Lompatan kekayaan ini terjadi karena proses


“finansialisasi” dalam ekonomi dunia. Pasar saham
dan keuangan menjadi tempat berputarnya uang dan
jauh meninggalkan sektor-sektor riil. Akibatnya, uang
melahirkan uang tapi tidak menciptakan pekerjaan.
Kita melihat orang melipatgandakan uang tanpa kerja,
melainkan melalui berbagai instrumen keuangan yang
canggih namun hampa sehingga sering disebut gelembung
(bubble).

Gelembung itu pecah pada krisis keuangan 2008


yang dipicu krisis subprime mortgage di Amerika Serikat.
Segera saja, krisis yang semula dianggap krisis korporasi
itu berkembang menjadi krisis global yang memicu krisis
utang di negara-negara Eropa yang relatif lemah dari sisi
ekonomi (seperti Yunani dan Portugal), yang beriringan
dengan krisis pengungsi dari Timur Tengah dan Afrika,
dan pergolakan Arab Spring. Semua ini saya paparkan agar
kita bisa melihat keterhubungan dari berbagai peristiwa

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 6 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

di dunia yang tentu mempengaruhi apa yang terjadi di


Indonesia, terutama pada momen-momen politik penting.

Kondisi ekonomi global mengingatkan kita pada lagu


Rhoma Irama: “Yang kaya makin kaya, yang miskin makin
miskin.” Dan ini terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang
sering menjadi rujukan praktik demokrasi dan pengelolaan
ekonomi. Data resmi pada 2020 menyebutkan kemiskinan di
Amerika Serikat mencapai 37,2 juta jiwa atau 11,4% dari 329,5
juta populasi nasional (Sumber: US Census Bureau, Januari
2022). Di Uni Eropa, angka resmi kemiskinan mencapai
21,9% atau 96,5 juta dari sekitar 447 juta penduduk yang
tersebar di 27 negara (Sumber: Eurostat, Oktober 2021).

Jika kita sorot lebih tajam situasi di Amerika Serikat,


maka kita akan menemukan angka kemiskinan tersebut
naik 1,0% dari tahun 2019. Artinya, ada tambahan 3,3
juta orang miskin “baru” yang terjerembap dari kelas
menengah di negara itu. Inilah pertama kali ada kenaikan
angka orang miskin di Amerika setelah lima tahun
berturut-turut selalu menurun.

Kelas menengah di Amerika terus menyusut


proporsinya. Ini terjadi karena proporsi orang kaya dan
orang miskin sama-sama naik. Pada 1971, jumlah orang
miskin 25%, kelas menengah 61% dan orang kaya 14%;
sementara pada 2021 jumlah orang miskin naik menjadi
29%, kelas menengah turun 11% menjadi 50%, dan orang
kaya naik cukup tajam menjadi 21% (Sumber: Pew
Research Center, April 2022).

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 7 21/06/22 16.46


Anis Matta

Gambar yang lebih menarik akan tampak jika kita


melihat perubahan pendapatan masing-masing kelas
dalam jangka waktu yang sama. Median pendapatan
kelompok miskin naik 45% dari 20.604 dolar AS menjadi
29.963 dolar AS, kelas menengah naik 50% dari 59.934
dolar AS menjadi 90.131 dolar AS, dan kenaikan tertinggi
terjadi di kelompok orang kaya, naik 69% dari 130.008
dolar AS menjadi 219.572 dolar AS. Jadi, kelas menengah
di Amerika terimpit di tengah oleh dua kubu kaya dan
miskin yang makin besar dan terpolarisasi.

Ketimpangan dan pembelahan kaya-miskin inilah


sumber dari seluruh gejolak dan pergolakan sosial yang
sekarang ini ada di negara-negara Barat. Situasi ini memicu
munculnya para pemimpin-pemimpin baru, pemimpin
nasionalis, atau juga disebut ultranasionalis, ada yang
menyebutnya pemimpin populis, hingga puncaknya
adalah terpilihnya Donald Trump sebagai presiden
Amerika Serikat pada 2016 lalu. Walaupun akhirnya
Trump kalah pada pemilu 2020, namun Trumpisme tetap
bertahan, karena gejala ini adalah gejala umum di Barat
yang berakar pada pembelahan sosial akibat ketimpangan
ekonomi.

Perubahan kedua, persis setelah runtuhnya Uni Soviet


muncul satu gelombang demokratisasi di seluruh dunia
yang beriringan dengan gelombang globalisasi. Kita
melihat ada peralihan dalam sistem politik di hampir
seluruh negara di seluruh dunia, mulai dari negara-negara
Eropa timur eks-komunis, Asia Tengah, hingga sampai

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 8 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

di Indonesia pada tahun 1998 yang dikenal dengan era


Reformasi. Gelombang demokratisasi itu bahkan masih
berlanjut dengan Kawasan Timur Tengah dan Afrika
dalam ledakan Arab Spring tahun 2010.

Perubahan ini disertai juga dengan gelombang


globalisasi. Sisi lain dari koin demokrasi liberal adalah
pasar bebas. Makanya seiring dengan perang politik,
militer, dan intelijen melawan komunisme, agenda pasar
bebas terus bergulir hingga mencapai puncaknya pada
pendirian Organisasi Perdagangan dunia (World Trade
Organization) pada 1995. Inti dari pasar bebas adalah
memangkas seminimal mungkin hambatan pergerakan
orang, uang, dan barang.

Kita juga masih ingat bagaimana demokratisasi


Indonesia pada 1998 juga beriringan dengan proses
restrukturisasi, atau lebih tepatnya liberalisasi, ekonomi
yang dikawal Bank Dunia dan IMF.

Perhatikan momen-momen penting pada lini masa


pergantian abad tersebut.

Satu hal yang tidak disadari oleh Barat dan banyak


pihak bahwa kekuatan utama yang mendapatkan
keuntungan paling besar dari globalisasi itu adalah Cina.
Secara perlahan terjadi perubahan pada perimbangan
kekuatan ekonomi global. Pada awal 1990-an, kira-kira
Amerika dan Eropa menguasai 80% ekonomi dunia.
Sekarang, keduanya ini menguasai 40-45% ekonomi
dunia. Asia Pasifik ini menjadi kekuatan ekonomi baru

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 9 21/06/22 16.46


Anis Matta

terutama Cina, Jepang, Korea Selatan, dan gabungan


Asia Tenggara.

Jadi, bersamaan dengan terjadinya ketimpangan


ekonomi yang terjadi di Barat, ini juga terjadi peralihan
pada kekuatan ekonomi dari Barat ke Asia.

Ketimpangan sosial dan perubahan pada struktur


kekuatan dunia inilah yang memicu munculnya situasi
baru. Pada satu sisi, di negara-negara Barat terjadi revolusi
dan perpecahan elite di dalam mereka sendiri karena
ada pembelahan, tapi pada waktu yang sama juga ada
ancaman terhadap incumbent peradaban modern karena
muncul kekuatan penantang baru yang datangnya dari
Asia, terutama Cina.

Karena itu, sejak 2015, arah hubungan global mulai


menemukan titik baru yang sangat berbahaya, yaitu
konflik supremasi. Konflik ini disebabkan oleh munculnya
kekuatan baru yang tidak dinginkan oleh kekuatan lama.
Karena yang bertengkar ini adalah kekuatan superpower
dunia, maka medan pertempurannya terjadi di seluruh
wilayah dunia.

Konflik antara Amerika dan Cina ini menjadi salah


satu faktor pemicu semua peristiwa global sejak 2015
sampai sekarang dan seterusnya nanti. Sejak 2015 juga
tidak ada satu pemilu di dunia yang tidak mengangkat
isu sentimen anti-Cina. Di Amerika, Eropa, Asia, juga di
Afrika.

10

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 10 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

Saya ingat pada 2015 saya memberikan ceramah


tentang geopolitik di Aljazair. Karena tren ini sudah
kita baca jauh sebelumnya, saya menyampaikan kepada
teman-teman, “Sebentar lagi Anda akan menyaksikan satu
pergolakan sosial di seluruh Afika ini yang temanya itu
satu: bagaimana mengeluarkan atau mengganggu seluruh
investasi Cina.”

Mengapa? Karena Afrika semakin tergantung pada


Cina. Negeri Panda telah berinvestasi lebih dari 70 miliar
dolar AS dalam lima tahun terakhir (Sumber: EY Africa
Attractivenes Report, 2021). Nilai investasinya mencapai
43,3 miliar dolar AS pada 2020. Utang Cina kepada negara-
negara Afrika pada periode 2000-2020 mencapai 160 miliar
dolar AS dalam 1.188 paket utang (Sumber: Bloomberg.
com, 26 April 2022). Menariknya, pada saat yang sama
Cina adalah mitra perdagangan utama Afrika hingga
mencapai nilai perdagangan 254 miliar dolar AS pada
2021, naik 35% dari tahun sebelumnya. Cina menikmati
surplus perdagangan yang terus tumbuh setiap tahunnya.

Perhatikan di sini. Cina menguasai investasi dan


utang luar negeri benua Afrika dan sekaligus menikmati
surplus perdagangan dari ekspor-impor kedua pihak.

Ekspansi dan penetrasi Cina ke berbagai negara dan


kawasan mulai mengubah perimbangan kekuatan dunia.
Konflik supremasi Amerika Serikat vs. Cina tak terhindarkan
tapi pertarungannya tidak head-to-head langsung. Tidak ada
perang terbuka tapi mereka bertarung di seluruh wilayah

11

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 11 21/06/22 16.46


Anis Matta

dan isu strategis. Salah satunya adalah boikot diplomatik


Amerika terhadap Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing
dengan alasan masalah HAM atas Muslim Uighur. Sebagai
ajang olahraga terbesar di dunia, telah lama Olimpiade
berubah menjadi panggung politik ideologi. Paling tidak
ada tujuh kali pelaksanaan Olimpiade yang mengalami
boikot dengan berbagai alasan.

Situasi ini persis seperti yang dulu terjadi pada era


Perang Dingin namun menjadi makin kompleks karena
pihak yang berseteru bukan saja bipolar, tapi menjadi
banyak kutub atau multipolar.

Ini yang membuat situasi menjadi semakin rumit.


Sistem global menimbulkan dampak ketimpangan sosial
dan karena itu menimbulkan pergolakan sosial baru, tapi
pada waktu yang sama tema geopolitik ini juga dipakai
oleh banyak politisi di Barat untuk menutupi problem
ketimpangan di dalam negeri masing-masing.

Retorika Trump tentang pekerjaan orang-orang


Amerika yang dirampas imigran dan dibawa oleh
outsourcing ke Cina beresonansi atau “nyetrum” dengan
perasaan kesulitan hidup yang dialami kelas pekerja
negara itu. Global supply chain yang tadinya diagungkan
sebagai ekonomi cerdas ternyata meninggalkan luka
menganga pada kelas pekerja di berbagai negara.

Orang makin sulit memahami situasi ini karena


kemudian pertarungannya pindah ke mana-mana. Pada
satu sisi, masalah internal mereka tidak teratasi, tapi

12

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 12 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

konflik supremasi ini menyebabkan kekacauan menyebar


ke seluruh dunia.

Di dalam negeri kita juga menyaksikan sejak tahun


2015 hawa pembelahan itu kuat sekali. Saya dan teman-
teman melakukan survei secara rutin. Ini bukan survei
elektabilitas yang diramaikan di media melainkan survei
untuk mengukur “suhu badan” masyarakat kita dalam
kajian strategis internal. Dari survei demi survei saya
menemukan fakta bawa bersamaan dengan meningkatnya
semangat keagamaan kita, juga ada muncul sentimen
etnis bersamanya. Hampir sama besarnya antara sentimen
keagamaan dan sentimen anti-Cina. Ini jelas berkelindan
dengan semua persoalan politik kita di dalam negeri yang
lainnya. Proses ini menemukan puncaknya pada Pilkada
Jakarta 2017 karena isu etnis bertemu dengan isu agama.
Dampaknya adalah pembelahan sosial yang kita rasakan
sampai sekarang.

Situasi ini bertemu dengan faktor yang lain, yakni


penemuan teknologi baru yang bersifat disruptif.
Artinya, teknologi ini menghancurkan platform yang
ada sebelumnya. Kita lihat misalnya bagaimana media
sosial mematikan media mainstream secara perlahan. Kita
akan menyaksikan secara perlahan TV akan bangkrut.
Orang sudah berpindah platform dan cara mendapatkan
informasi. Teknologi baru membuat teknologi yang sudah
ada sebelumnya tidak relevan.

Karena kita hidup dalam teknologi yang selalu baru


dan terus menerus mendisrupsi platform yang sudah ada

13

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 13 21/06/22 16.46


Anis Matta

sebelumnya, kita bisa membayangkan bagaimana politik


dan ekonomi bekerja dalam situasi seperti itu. Pasti banyak
kegaduhan dan kekacauan.

Sekarang, kita masukkan faktor pandemi COVID-19 ke


dalam situasi ini, maka kita akan menyaksikan kekacauan
yang lebih rumit lagi. Pandemi ini menghentikan hampir
seluruh aktivitas ekonomi kita. Setelah pandemi ini, pola
kehidupan kita secara keseluruhan juga akan berubah.

Salah satu di antara ramalan atau proyeksi


menyebutkan bahwa pandemi ini efektif dipakai sebagai
senjata dalam konflik geopolitik. Mengapa? Karena
pandemi ini menghentikan pergerakan manusia, barang,
dan jasa secara global. Mata rantai pasokan global
terganggu dan karena itu semua industri yang terkait
dengan pergerakan global akan mati. Begitu juga negara-
negara yang kekuatan ekonominya bertumpu pada
ekspor, seperti Cina, tentu akan terpukul lebih keras dari
situasi ini. Walaupun pada akhirnya semua negara juga
merasakan pukulan terhadap perekonomian mereka.

Semua faktor-faktor ini, ketimpangan ekonomi,


pembelahan sosial, teknologi yang bersifat disruptif,
konflik geopolitik dan perang supremasi, serta sekarang
ada pandemi, akan membuat krisis ini berlangsung jauh
lebih lama daripada yang kita duga. Konflik Rusia-Ukraina
yang telah berlangsung lebih dari 100 hari harus dibaca
sebagai awal ledakan geopolitik akibat konflik supremasi
antara Amerika Serikat dan sekutunya melawan Rusia

14

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 14 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

yang didukung Cina. Ukraina hanya menjadi medan


tempurnya. Ukraina tak lebih dari collateral damage alias
menjadi pelanduk yang mati di tengah ketika dua gajah
bertarung.

Krisis Ukraina yang terus berlarut merupakan


indikator bahwa institusi-institusi global yang mengawal
tatanan dunia, termasuk Dewan Keamanan PBB, kini
lumpuh dan tidak berdaya. Tidak efektifnya sanksi
ekonomi kepada Rusia juga menunjukkan bahwa sistem
global telah rusak berkarat dan bergerak out of control.

15

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 15 21/06/22 16.46


FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 16 21/06/22 16.46
Umat sebagai Kesatuan Misi

U mat Islam telah bersama dan menjadi bagian dari


Indonesia, bahkan sebelum Indonesia lahir sebagai
bangsa dan negara. Dalam buku Gelombang Ketiga Indonesia
(2013) saya menulis bagaimana Islam menjadi faktor
kohesi dalam proses pembentukan kebangsaan Indonesia.

Sejak abad ke-13, Islam telah memberi warna


dominan di bumi Nusantara. Kerajaan-kerajaan yang
berjuang melawan kolonialisme hampir semuanya
bercorak keislaman. Perlawanan tersebut selain menjadi
artikulasi kepentingan lokal juga menjadi persemaian
kesadaran nasionalisme di kalangan umat Islam. Ajaran
Islam yang banyak menekankan persatuan umat juga
telah membangun sentimen persatuan dan solidaritas
antikolonialisme. Lebih jauh lagi, Islam menjadi simbol
perlawanan terhadap kolonialisme. Di sini juga ada peran
pesantren yang selain mengajarkan ilmu agama juga
menjadi tempat memompa semangat melawan penjajah.
Islam menjadi rantai jejaring pergerakan yang melampaui
ikatan kesukuan.

17

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 17 21/06/22 16.46


Anis Matta

Islam menjadi lebih dari sekedar agama, tetapi


juga menjadi kohesi bagi proses pembentukan bangsa
Indonesia karena menyediakan wawasan dan pergaulan
yang melintasi batas-batas kesukuan atau kewilayahan.
Islam juga yang menjadi inspirasi solidaritas yang
mempercepat persatuan kebangsaan.

Dalam masa transisi sebelum kemerdekaan hingga saat


ini, umat Islam terus terlibat dalam perdebatan penyusunan
bangunan negara Indonesia: sejak di Badan Penyelidikan
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),
pemilu sejak 1955 sampai sekarang melalui partai-partai dan
organisasi kemasyarakatan dengan segala pasang surutnya.

Sampai di sini kita perlu kembali membaca kembali


apa definisi umat. Kata umat dalam Al-Qur’an memiliki
sejumlah dimensi, yakni individu, kelompok, misi, dan
sejarah.

Umat sebagai individu dijelaskan dalam ayat 120


surat an-Nahl: “… sesungguhnya Ibrahim adalah
ummat.” Individu bisa disebut umat ketika ia memiliki
kualitas memimpin sehingga mampu merepresentasi
kelompoknya. Bisa juga dikatakan, individu disebut
sebagai umat ketika memiliki kualitas setara dengan
keseluruhan kelompoknya. Sesungguhnya penjelasan ini
dekat dengan teori elite yang akan muncul belakangan
dalam khazanah ilmu sosial dan politik.

Dalam teori-teori modern, konsep elite merujuk


pada minoritas individual yang melayani suatu

18

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 18 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

kelompok karena memiliki nilai-nilai yang dianggap


berharga oleh kelompoknya. Pada masa lalu, elite adalah
mereka yang terkuat secara fisik dalam kelompoknya
karena kehidupan manusia masih berkutat pada usaha
mencari makanan dan melindungi diri dari serangan
binatang buas dan cuaca. Seiring pertumbuhan
peradaban manusia, orang atau kelompok menjadi elite
karena mampu memberikan solusi terhadap apa yang
dibutuhkan kelompoknya.

Minoritas individual menjadi elite karena


berperan efektif dan bertanggung jawab dalam memberi
solusi, mencapai tujuan-tujuan sosial, dan menjaga
berlangsungnya tatanan masyarakat.

Umat sebagai kelompok diterangkan dalam surat Ali


Imran (3:104) yang terjemahannya berbunyi: “Hendaklah
ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang
yang beruntung.”

Artinya, individu tidak hanya memiliki kewajiban


untuk beribadah dan menegakkan kesalehan pribadi,
namun juga diperintahkan berkumpul untuk
mendorong kebaikan dan mencegah kerusakan. Jadi,
terbentuknya umat sebagai kelompok merupakan
tugas bagi orang-orang yang beriman. Umat bukan
kelompok yang terbentuk begitu saja secara natural,
namun didorong oleh kesadaran menjalankan perintah
Allah SWT.

19

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 19 21/06/22 16.46


Anis Matta

Definisi di atas berhubungan erat dengan dimensi


umat sebagai cerminan tekad dan misi diutusnya manusia
ke bumi. Inilah puncak dari efektivitas peran, tindakan
yang dibimbing semangat. Umat adalah mereka yang
disatukan oleh misi bersama. Mengenai hal ini dijelaskan
dalam surat Ali Imran (3:110): “Kamu (umat Islam) adalah
umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama)
kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari
yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”

Umat juga bermakna sejarah karena konsep umat


dalam Al-Qur’an juga beririsan dengan waktu dan ruang.
Dalam surat Al-Baqarah (2:134), Allah berfirman: “Itulah
umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka
usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Dan
kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang
apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Dari empat dimensi di atas kita menemukan


konstruksi bahwa umat sebagai individu (pemimpin)
dan kelompok melebur dalam satu perjuangan membawa
misi (risalah) dalam tindakan sejarah. Di situ manusia,
individu atau pemimpin dan kelompok, secara kolektif
menjadi pelaku atas semua peristiwa kehidupan yang
kelak kita sebut sebagai sejarah. Mereka menjadi pelaku
dan agama menjadi peta jalan (roadmap). Ruang dan waktu
menjadi medan tindakan kesejarahan mereka. Sejarah
kelak menjadi saksi atas tindakan “kepelakuan” mereka.
Jadi yang dimaksud dengan tindakan sejarah adalah
tindakan yang membawa perubahan yang kelak menjadi

20

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 20 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

jejak perjalanan hidup mereka. Itulah misi sejarah kita


dilahirkan di bumi ini. Tentu kita ingat bagaimana sejarah
selalu bercerita tentang perubahan dan pergolakan yang
menyertainya, bukan tentang hidup yang datar-datar saja.

Inilah cara pandang yang penting kita miliki


sebagai umat Islam di Indonesia hari ini. Kita hadir
karena misi, dan dengan misi itu kita akan membuat
sejarah. Pilihan aksinya bisa bermacam-macam. Bahkan
dalam politik bisa saja kita berbeda pilihan, tapi
perbedaan itu jangan sampai merobek kesatuan misi
kita. Dengan kesatuan misi yang kita yakini tersebut,
mari kita bersama memandang ke masa depan dalam
suatu visi perjuangan keumatan. Apalagi, karena krisis
ini akan berlangsung lebih lama, maka kita sebagai umat
Islam perlu memahami dengan baik visi perjuangan
kita ini seperti apa. Umat Islam sekarang ini perlu
memahami dengan baik lanskap geopolitik global ini
untuk merumuskan arah perjuangan kita.

21

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 21 21/06/22 16.46


FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 22 21/06/22 16.46
Lima Visi Perjuangan

B elum ada yang dapat memprediksikan kapan transisi


global ini akan tuntas. Artinya, kita akan berada dalam
ketidakpastian dalam waktu yang lama. Namun, cara
lain melihat krisis adalah sebagai peluang. Krisis menjadi
peluang karena itu menandakan sudah tidak bekerjanya
sistem lama dan belum adanya sistem atau tatanan
baru yang bekerja. Di tengah kekosongan inilah terbuka
peluang bagi kita untuk ikut menyusun tatanan dunia
baru. Istilah sederhananya, inilah kesempatan Indonesia
menjadi “panitia” pembentukan tatanan dunia baru.

Umat Islam di Indonesia perlu memahami krisis


sebagai peluang agar tidak tenggelam dalam pesimisme
apalagi fatalisme. Seharusnya, umat Islam bersikap optimis
dan berpikir strategis memanfaatkan celah peluang atau
window of opportunity yang hanya terbuka satu abad sekali.

Menentukan arah perjuangan berdasarkan lanskap


global dan regional seperti itu sangat penting. Atas dasar
inilah, saya melihat bahwa paling tidak ada lima arah

23

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 23 21/06/22 16.46


Anis Matta

perjuangan umat Islam di Indonesia. Angka lima di


sini hanyalah alat membatu sistematika permasalahan,
bukan angka yang mutlak. Lima arah tersebut adalah:
mempertahankan kedaulatan nasional; memperkokoh
Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) sebagai platform bersama; menemukan titik temu
antara agama, demokrasi, dan kesejahteraan; mengubah
umat dari kerumunan menjadi kekuatan riil; dan, terakhir,
mewujudkan Indonesia menjadi kekuatan utama dunia.

Arah ini akan mempersatukan umat dalam platform


kolaborasi yang luas, yang mana di dalamnya masih
tersedia ruang bagi perbedaan pilihan dalam hal-hal taktis.

Pertama, mempertahankan kedaulatan nasional.

Yang dimaksud mempertahankan kedaulatan di sini


adalah tidak akan membiarkan Indonesia menjadi tempat
atau medan pertempuran kekuatan global yang tengah
berkonflik seperti Ukraina yang sekarang menjadi medan
tempur semua kekuatan utama global saat ini: Rusia-
China vs Amerika Serikat-Uni Eropa.

Kita sudah punya pengalaman menjadi collateral


damage dari peristiwa-peristiwa besar dunia yang di luar
kendali kita. Lihatlah bagaimana kita menjadi jajahan
Belanda ketika Eropa mengalami revolusi pengetahuan
dan industri yang membawa mereka pada perebutan
sumber daya alam. Kita lalu menjadi jajahan Jepang

24

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 24 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

ketika negeri itu terlibat dalam Perang Pasifik tahun 1942-


1945 melawan Amerika Serikat dan membutuhkan basis
militer di kawasan Asia Tenggara. Akan tetapi kita juga
merdeka karena ada celah momentum ketika Jepang kalah
dalam Perang Pasifik. Pada era Perang Dingin dulu, di
sini ada tragedi berdarah kudeta G 30 S PKI tahun 1965
karena kekuatan Barat dan Timur sama-sama melakukan
rekrutmen negara di mana-mana. Asia Tenggara adalah
salah satu wilayah strategis yang diperebutkan. Dipicu
konflik ideologi dari luar itu kita saling bunuh sesama
saudara kita sendiri. Walhasil, isu komunisme dan PKI ini
tidak selesai-selesai di negeri kita, padahal itu hanyalah
residu Perang Dingin. Jangan sampai hal yang sama terjadi
lagi. Orang lain yang bertengkar, sesama kita lalu berkelahi
di negara kita sendiri.

Sekarang coba kita lihat Suriah. Siapa yang punya


negara itu sekarang? Semua negara dari pemain
regional sampai pemain global ikut bermain di situ.
Kita lihat Hong Kong. Tidak ada yang sebelumnya
menyangka demonstrasi anak-anak muda itu akan terus
berlanjut sampai harus diintervensi secara konstitusi oleh
pemerintah Cina langsung. Tapi inilah contoh bagaimana
Hong Kong menjadi tempat pertempuran dari konflik
kekuatan-kekuatan global.

Di tengah konflik Rusia-Ukraina yang sekarang


terjadi pun ada tarikan-tarikan agar kita memihak kepada
salah satu kubu dengan segala alasan dan argumentasinya.
Pertanyaannya, apa untungnya bagi Indonesia? Apa

25

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 25 21/06/22 16.46


Anis Matta

manfaat yang kita dapat jika hari ini kita memihak Rusia,
atau memihak Ukraina yang artinya memihak Amerika?

Dengan menyadari adanya begitu banyak tarikan


kepentingan dalam berbagai isu global, maka yang
harus menjadi fokus kita adalah kepentingan nasional
kita sendiri. Kepentingan nasional itu sudah tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945: melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.

Jadi, pemihakan atau keterlibatan kita dalam suatu


isu harus diukur dengan pertimbangan apakah itu dapat
menjaga dan melayani kepentingan nasional kita. Coba kita
perhatikan, tema konflik-konflik kita sebenarnya tanpa kita
sadari kita sedang menjalankan agenda-agenda pihak lain.

Umat Islam harus menjadi pengingat agar bangsa


Indonesia tidak luput menjaga kepentingan nasionalnya
serta menjaga agar energi bangsa tidak terkuras untuk
melayani kepentingan dan agenda pihak lain. Termasuk
juga dengan orkestrasi Islamophobia baik di tingkat global
maupun nasional yang makin kencang terasa membatasi
ruang gerak kita. Islamophobia merupakan proyek politik
jangka pendek untuk mengonsolidasi masyarakat non-
Muslim dan Muslim-sekuler ke dalam satu kelompok.
Dengan menakut-nakuti bahwa Islam adalah ancaman,

26

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 26 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

maka rakyat yang tidak mengerti akan bergabung dan


mencari pelindung untuk “mengalahkan” Islam dalam
peristiwa-peristiwa politik penting. Padahal, seperti
saya katakan sebelumnya, Islam adalah bagian yang
tak terpisahkan dari Indonesia dan tidak akan mungkin
menjadi ancaman bagi Merah Putih.

Kedua, Pancasila dan NKRI sebagai platform bersama

Berangkat dari bacaan di atas, maka visi perjuangan


kedua adalah meningkatkan partisipasi umat Islam dalam
memperkokoh fondasi Pancasila dan bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai kesepakatan dan
platform bersama. Umat Islam bukan pihak di luar atau
pihak yang tidak ikut mengikat konsensus untuk menjadi
Indonesia. Ini adalah platform kita bersama, kesepakatan
bahwa Indonesia adalah rumah bagi semua. Pancasila
memberikan ruang bagi semua karena memang sejak awal
diniatkan untuk itu.

Dari sini kita kembali ke pelajaran dari Piagam


Madinah (Watsiqatul Madinah). Asas dari Piagam Madinah
adalah teritori atau tanah. Waktu Rasulullah SAW hijrah
ke Madinah, sebelum hijrah itu beliau menyatukan dua
suku Yatsrib yang sudah masuk Islam, yakni Auf dan
Khazraj yang telah berselisih puluhan tahun hingga
merenggut nyawa dari kedua belah pihak. Dengan mediasi
Rasulullah, kedua suku itu berdamai dan menjadi aktor
penting penerimaan umat Islam di Madinah.

27

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 27 21/06/22 16.46


Anis Matta

Begitu Rasulullah hijrah, suku-suku Yatsrib yang


sudah menyatu dan masuk Islam ini disatukan lagi dengan
para Muhajirin dari kaum Quraisy yang hijrah dari Makkah.
Jadi, ada Anshor ada Muhajirin yang disatukan menjadi
komunitas baru. Setelah itu Rasulullah mengikat komunitas
Muslim ini dengan seluruh komunitas non-Muslim dalam
satu perikatan bernegara yang disebut Piagam Madinah.

Dalam teks Piagam Madinah, semua kelompok-


kelompok itu disebut ummah oleh Rasulullah SAW. Apa
dasarnya? Dasarnya adalah kita hidup di wilayah atau
teritori tertentu dan memiliki hak dan kewajiban yang
sama di wilayah ini. Platform negara juga seperti itu.
Indonesia adalah kedaulatan negara berdasarkan properti
atas tanah. Ini penting supaya kita tidak selalu setback, tidak
selalu kembali. Pada saat yang sama kita perlu mendorong
agar Pancasila dan NKRI tidak didominasi pemaknaannya
atau menjadi alat identitas untuk kepentingan jangka
pendek. Pancasila harus selalu menjadi panggung terbuka
bagi identitas yang berbeda.

Ketiga, mencari titik temu antara agama, demokrasi, dan


kesejahteraan

Arah yang ketiga adalah, di dalam ruang Pancasila


dan NKRI ini kita beri isi atau konten yang bersumber
pada usaha mempertemukan agama, demokrasi, dan
kesejahteraan. Kita harus bisa menjadikan Indonesia
sebagai model dari titik temu tersebut.

28

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 28 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

Agama, dalam hal ini Islam, memberi orientasi


berdasarkan nilai fundamental perdamaian, keselamatan
dan kesejahteraan. Agama memberi arah bagi individu
dan masyarakat sehingga tidak terombang-ambing dalam
kebingungan dan alienasi. Pada tingkatan masyarakat,
agama menjadi katalis kemajuan karena tuntunan untuk
menuntut ilmu, berkolaborasi, dan mengusahakan
kesejahteraan.

Demokrasi bukan sekadar prosedur politik namun


harus menjadi budaya dan cara dalam menyelesaikan
masalah. Demokrasi prosedur baru bicara kepatuhan
terhadap aturan, sementara budaya demokrasi adalah
cara memastikan sebuah proses atau peristiwa politik
membawa manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat.

Dengan masyarakat yang dituntun nilai-nilai


agama dan menjunjung budaya demokrasi sebagai cara
menyelenggarakan urusan bersama, kita bisa berharap
kedua pilar ini menopang proses penciptaan kesejahteraan.

Ke sinilah arah perjuangan kita, karena Pancasila


dan NKRI memberikan ruang untuk itu. Jadi, menjadi
religius adalah bagian dari platform ini, dari menjalankan
Pancasila. Demokrasi adalah bagian dari platform ini.
Kesejahteraan adalah output yang ingin dicapai oleh
platform Pancasila itu. Kita mengisi platform Indonesia
dengan mempertemukan ketiga unsur tersebut.

Tidak boleh ketiga unsur ini saling menafikan. Jangan


mempertentangkan agama dengan demokrasi. Atau,

29

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 29 21/06/22 16.46


Anis Matta

agama dengan kesejahteraan. Apalagi kita di Indonesia


ini mayoritasnya umat Islam. Ketika, misalnya, kita bicara
tentang kemiskinan di Indonesia, itu artinya kita bicara
tentang kemiskinan umat Islam. Karena itu kitalah yang
paling berkewajiban mengisi ruang demokrasi, ruang
Pancasila dan NKRI ini, dengan mempertemukan agama,
demokrasi, dan kesejahteraan.

Sikap-sikap kita di dalam politik, seperti pemilu


dan pilkada, harus mencerminkan tiga unsur ini. Semua
pilihan-pilihan politik kita adalah pilihan ijtihadi, sesuatu
yang kita duga ada maslahat di situ.

Demikianlah agama mengajarkan kita. Ketika kita


mempertemukan unsur-unsur ini semuanya, kita akan
melihat bahwa tujuan kita adalah mewujudkan maslahat.
Akan tetapi, kita bisa berbeda dalam menentukan apa
yang kita sebut sebagai maslahat. Perbedaan itu adalah
perbedaan ijtihadi. Apa yang kita anggap benar hari ini
belum tentu benar esok hari. Itu karena ijtihad kita hari
ini dipengaruhi oleh situasi hari ini. Apalagi jika ijtihad itu
tentang orang. Tidak ada orang yang permanen sifatnya.
Nanti setelah dia mati baru dia bisa diukur seperti apa
keseluruhan hidupnya. Sebelum mati, tidak ada yang bisa
kita tentukan.

Karena itu, sifat hubungan kita dalam pilihan-pilihan


seperti ini lebih bersifat ta’aqudi, lebih bersifat perjanjian
atau kontrak. Pilihan atas persyaratan dan ketentuan. Kita
memilih seseorang karena kita menginginkan hal-hal yang

30

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 30 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

kita perjanjikan. Begitu cara kita memandangnya. Dan


dengan cara itu kita melihat bahwa output yang ingin kita
capai dari proses ini adalah mempertahankan kebebasan
orang dalam menjalankan agamanya, tapi kita juga ingin
mendorong agar orang semua sejahtera karena orang yang
sejahtera lebih dekat kepada agama.

Mengapa ini penting? Karena krisis yang terjadi di


dunia sekarang adalah krisis yang menyentuh sistem.
Tidak ada lagi yang bisa memberi solusi, tidak ada sumber
inspirasi baru, hanya agama yang bisa menjadi sumber
inspirasi di sini. Itu sebabnya saya juga percaya bahwa
Islam adalah masa depan. Hanya saja, diperlukan satu
kekuatan untuk membawa dan menerjemahkan nilai-nilai
Islam ini ke dalam satu model sosial, model politik, dan
model ekonomi. Baru orang akan melihat Islam secara
visual. Dengan cara itu kita mengubah wajah Islam dan
dengan cara itu pula kita bicara atas nama Islam kepada
seluruh dunia.

Keempat, mengubah kerumunan umat menjadi kekuatan


politik yang riil.

Dari perjalanan panjang keterlibatan umat Islam di


Indonesia dalam proses nation building dan dialektika
dengan negara, sudah waktunya kita belajar sungguh-
sungguh mengubah kerumunan menjadi kekuatan politik
yang riil.

31

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 31 21/06/22 16.46


Anis Matta

Dalam ilmu psikologi sosial dan sosiologi dikenal


teori tentang herd behavior dan herd mentality, atau
perilaku “kawanan” dan mentalitas “kawanan”. Perilaku
kawanan atau kerumunan adalah perilaku individual
dalam kelompok yang melakukan tindakan kolektif
tanpa perintah dari suatu “pusat”. Mirip dengan perilaku
sekelompok burung yang terbang bersama tanpa aba-aba
dan komando. Kerumunan selalu bersifat sementara,
emosional, dan individu-individu di dalamnya tidak
memiliki nama. Inilah yang perlu kita ubah menjadi
kekuatan politik dengan artikulasi kepentingan yang jelas.

Ketika Nabi Shaleh AS begitu diangkat menjadi


nabi beliau membuat pemetaan, lalu beliau mengatakan:
“di negeri itu ada sembilan kekuatan atau sembilan
kelompok yang kerjanya hanya merusak dan tidak pernah
memperbaiki.” (QS An-Naml: 48).

Perhatikan, Nabi Sholeh menyebut sembilan, bukan


sepuluh, bukan delapan. Artinya, akurasi. Beliau membaca
dengan tepat semua kelompok kekuatan anti-kebaikan
yang ada di masyarakat itu. Kemudian, beliau mengatakan
kelompok. Dia tidak mengatakan individu yang berarti
adanya jaringan. Pernyataan beliau memiliki muatan
pemahaman yang lain, bahwa untuk menghadapi masalah
ini diperlukan kekuatan yang seimbang dengan kekuatan
tersebut.

Kita umat Islam gampang sekali dimobilisasi karena


kita punya niat baik. Kita ikhlas dan tulus. Kita orang-

32

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 32 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

orang yang jujur. Tapi yang namanya membuat kekuatan


yang riil itu tidak terjadi hanya dengan demonstrasi
atau unjuk kekuatan fisik sesaat. Itu adalah pekerjaan
akumulasi yang panjang dan terus-menerus.

Jika kita ingin melakukan perubahan dalam sistem


politik, partai politik adalah tangganya. Melalui partai
politiklah kita melakukan perubahan. Tentu saja akan
ada pertempuran dalam usaha melakukan perubahan.
Kita juga realistis tidak bisa melakukan perubahan
terhadap semua hal sekaligus, tetapi inilah jalan yang
dibuat oleh sistem untuk membuat perubahan. Karena
itu, pekerjaan rumah paling berat bagi umat Islam saat ini
adalah bagaimana mengubah semangat dan militansi kita,
yang kadang-kadang berubah menjadi angkara murka di
jalanan, menjadi kekuatan kerja, semangat bekerja, kerja
dalam diam tapi terus-menerus. Dengan itulah nanti kita
akan punya kekuatan yang riil.

Coba kita lihat. Misalnya, ketika kita melakukan


perubahan dalam bidang ekonomi. Ini tidak bisa hanya
dilakukan dengan memberikan umat Islam akses kepada
permodalan, misalnya akses perbankan. Mahathir
Mohamad pernah melakukan ini di Malaysia tapi
kenyataannya, orang-orang paling kaya di Malaysia tetap
saja bukan orang Melayu. Padahal, dukungan negara
sudah penuh kepada orang Melayu. Mengapa? Karena
masalahnya bukan di situ. Ada masalah lain, yaitu budaya.
Bagaimana mengubah budaya kerja. Di sinilah kita melihat
tantangan terbesar kita saat ini adalah membangun satu

33

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 33 21/06/22 16.46


Anis Matta

arus karakter baru, yang diintegrasikan ke dalam sistem


politik, sehingga kita mengintegrasikan antara kerja keras
dan sistematika dalam bekerja.

Empat hal inilah yang menjadi arah perjuangan


umat Islam di Indonesia. Kita jaga kedaulatan negara; kita
pertahankan platform berbangsa, yakni falsafah negara
Pancasila dan bentuk NKRI; kita isi platform besar itu
dengan agama, demokrasi dan kesejahteraan; dan kita
sebagai umat mayoritas di sini harus menggabungkan
antara mayoritas kuantitas dan mayoritas secara kualitatif.
Artinya, umat Islam yang mayoritas secara jumlah ini juga
menjadi kekuatan mayoritas dalam bidang ekonomi dan
politik.

Ini membutuhkan suatu proses kerja yang


berkesinambungan, sistematis, dan terus-menerus. Semangat
sesaat tidak akan mengubah nasib kita. Perjuangan inilah
yang dimaksud Allah SWT dalam surat Ar-Ra’d (13:11): “…
Allah tidak akan mengubah keadaan satu kaum sampai
mengubah apa yang ada pada diri mereka ....”

Perhatikan teksnya. Allah menggunakan kata kaum


di awal. Ini artinya komunitas. Namun, pada bagian
berikutnya menggunakan “diri-diri mereka sendiri”. Allah
memecah komunitas itu menjadi individu mengatakan:
apa yang ada dalam diri mereka itu adalah cara berpikir,
cara merasa, dan cara bertindak.

Kita mulai dengan perubahan pada visi perjuangan


kita. Visi ini sama dengan arus. Jika kita bikin sungai,

34

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 34 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

kita membuat arus dan kita berikan arah. Setelah itu baru
airnya mengalir dengan deras. Jika kita tidak punya visi,
air tidak akan mengalir dan ketika jumlahnya banyak akan
jadi masalah. Air itu akan tergenang di situ karena tidak
mengalir dan bisa mengalami pembusukan. Tujuan dari
visi adalah untuk membuat arus mengalir. Dan bagaimana
caranya membuat umat Islam di Indonesia ini yang punya
potensi besar ini mengalir? Visi inilah yang kita perlukan.

Kelima, menjadikan Indonesia sebagai kekuatan utama


dunia

Saya ingin menambahkan poin yang kelima. Karena


Indonesia ini adalah negara Islam terbesar di dunia, maka
adalah tugas kita juga untuk berusaha sedapat mungkin
menggabungkan antara mayoritas kuantitas dengan
mayoritas secara politik dan ekonomi. Kita punya tugas
sejarah lain, yakni bagaimana menjadikan Indonesia
sebagai kekuatan utama dunia.

Kita memiliki modal dan legitimasi untuk menjadi


salah satu kekuatan utama dunia: sebagai negara dengan
Produk Domestik Bruto yang masuk dalam 20 besar
dunia (karena itu kita masuk dalam kelompok G20), posisi
strategis sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, populasi
Muslim terbesar, dan pengalaman demokrasi. Jika saja para
pemimpin Indonesia mampu memainkan “catur” diplomasi
dan geopolitik secara cantik, tentu kita bisa menjadi negara
yang berpengaruh di kawasan dan dunia.

35

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 35 21/06/22 16.46


Anis Matta

Indonesia memiliki basis legitimasi untuk memimpin


dunia Islam, terutama dalam memecahkan masalah-
masalah konkret seperti perubahan iklim, krisis pangan,
dan sistem keuangan yang lebih adil.

Namun, ini semua belum terwujud karena para elite


tidak memiliki visi dan kemampuan untuk mengubah
semua potensi itu menjadi aset yang membawa
kemakmuran rakyat dan memperkuat posisi tawar
Indonesia di panggung dunia. Seperti yang pernah saya
sampaikan dalam berbagai kesempatan: langit kita terlalu
tinggi, tapi kita terbang terlalu rendah.

Jadi waktu kita mengatakan ide tentang bagaimana


menjadikan Indonesia sebagai lima besar dunia, inilah cara
berpikirnya. Karena ini adalah tugas sejarah Indonesia.
Sekali lagi, ini memerlukan pemikiran yang mendalam,
semangat bekerja dalam diam. Militansi harus kita
terjemahkan dalam jam kerja dan produktivitas. Baru akan
kelihatan output-nya.

Dengan arah seperti ini insya Allah umat Islam yang


seperti air yang besar akan mengalir deras dalam satu
arus baru. Arah inilah yang selalu saya sebut sebagai arah
baru. Tentu ketika kita menerjemahkannya dalam langkah-
langkah politik yang bersifat teknis dan operasional, pasti
akan banyak perbedaan di situ. Namun, saya percaya
ruang toleransi kita akan luas manakala kita sepakat pada
ide-ide besar ini terlebih dahulu. Insya Allah kita bertemu
bukan sekadar dalam momen politik, tetapi bertemu

36

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 36 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

dalam ide dan narasi yang sama untuk mengokohkan


agama kita di Indonesia dan membesarkan Indonesia
dalam kepemimpinan global yang akan datang. Semoga
Allah meridai perjuangan kita.

37

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 37 21/06/22 16.46


Anis Matta

Profil Penulis

Muhammad Anis Matta


adalah cendekiawan
Muslim Indonesia dengan
perjalanan pendidikan
yang unik dan sebagian
dijalani secara otodidak.
Mengikuti orang tuanya
yang berdagang di Tual,
Maluku, Anis menempuh
pendidikan dasarnya di SD
Katolik Mathias di kota itu.
Ketika keluarganya kembali
ke Makassar, ia melanjutkan
pendidikannya hingga SMA
di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah,
Gombara, Sulawesi Selatan.

Pada 1986 ia masuk kuliah di jurusan syariah pada


Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA),
Jakarta, sebuah perguruan tinggi Islam di bawah naungan

38

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 38 21/06/22 16.46


Lima Visi Perjuangan Keumatan

Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud di Riyadh,


Arab Saudi. Saat kuliah tersebut Anis melakukan
penelitian dan menulis makalah mengenai pemikiran
cendekiawan Nurcholish Madjid dalam bahasa Arab.
Setelah merampungkan studinya pada 1992, ia sempat
menjadi dosen agama Islam di Program Ekstensi Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

Anis mendapat undangan untuk mengikuti program


pemimpin muda dari American Council for Young
Political Leader (ACYPL) di Amerika Serikat tahun 2000
lalu mengikuti Kursus Singkat Angkatan ke-9 Lembaga
Pertahanan Nasional (Lemhanas) pada 2001.

Ia sering menjadi nara sumber dalam forum diskusi dan


media internasional, khususnya dalam isu-isu geopolitik
dan dunia Islam, di Mesir, Aljazair, dan Maroko, dan
banyak negara lagi. Anis terlibat dalam Kuala Lumpur
Summit bersama Mahathir Mohamad dan sejumlah
pemimpin kawasan Asia Tenggara.

Di politik nasional, Anis pernah menjadi anggota DPR RI


pada periode 2004-2009 dan Wakil Ketua DPR RI 2009-
2013. Pada 28 Oktober 2019, bersama sejumlah tokoh, Anis
mendirikan Partai Gelombang Rakyat Indonesia.

39

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 39 21/06/22 16.46


Anis Matta

Buku-buku Anis Matta

Membentuk Karakter Cara Islam (2003)


Mencari Pahlawan Indonesia (2004)
Dari Gerakan Menuju Negara (2006)
Integrasi Politik & Dakwah (2007)
Serial Cinta (2008)
Delapan Mata Air Kecemerlangan (2009)
Gelombang Ketiga Indonesia (2014)
Gelora Muda Anak Bangsa (2019)
Haji: Catatan & Refleksi (Juli 2021)
Pesan Islam Menghadapi Krisis (Oktober 2021)

40

FA__AM - Visi Perjuangan Keumatan__A5.indd 40 21/06/22 16.46

Anda mungkin juga menyukai