Anda di halaman 1dari 9

Penciptaan Suasana Religius Di Sekolah

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan

Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam

.Dosen Pengampu : Selamet Panuntun M.S.I

Disusun Oleh: Syifaul Qulub

NIM: 12110053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM WALISEMBILAN

SEMARANG

Tahun 2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hal yang penting dalam pembahasan mengenai nuansa religius di madrasah/sekolah


adalah bagaimana menciptakan nuansa religius sehingga dapat mempengaruhi perubahan
sikap siswa di suatu madrasah/sekolah. Akhir-akhir ini kita sedang dihadapkan pada
masalah krisis moral yang sangat memprihatinkan sehingga mengakibatkan semakin
merosotnya moral yang cukup signifikan..

Krisis moral tersebut tidak hanya melanda masyarakat lapisan bawah (grass root),
tetapi juga meracuni atmosfir birokrasi negara mulai dari level paling atas sampai paling
bawah. (Sahlan, 2010: 65). Hal tersebut mendorong munculnya berbagai kritikan
terhadap efektifitas pendidikan agama di sekolah/madrasah yang dianggap telah gagal
mengembangkan sikap siswa dengan nilai-nilai yang mampu menjadi solusi terhadap
permasalahan sekarang ini. Namun membahas mengenai moral siswa bukanlah menjadi
tanggung jawab guru yang memegang pendidikan agama saja, tetapi menjadi tanggung
jawab semua guru dan perangkat sekolah karena untuk merubah moral/sikap seseorang
tindakan yang kompleks mulai dari keteladanan, pembiasaan, pengawasan dan lain
sebagainya yang didapat siswa selama berada di madrasah/sekolah. Berdasarkan
permasalahan di atas, maka yang hendak dikaji adalah penciptaan nuansa religius di
madrasah/sekolah. Adapun sistematika penulisan diawali dengan pengertian penciptaan
nuansa religius, urgensi penciptaan nuansa religius, proses penciptaan nuansa religius,
dan strategi penciptaan nuansa religius di madrasah/sekolah.

Rumusan Masalah

(1) Apa Pengertian Penciptaan Nuansa Religius?


(2) Apa Urgensi Penciptaan Nuansa Religius di Madrasah/Sekolah?
(3) Apa Urgensi Penciptaan Nuansa Religius di Madrasah/Sekolah?
(4) Bagaimana Proses Penciptaan Nuansa Religius di Madrasah/Sekolah?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penciptaan Nuansa Religius

Religius dapat diartikan dengan kata agama, agama merupakan sistem kepercayaan
yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan tingkat kognisi
seseorang. (Nuruddin, 2003: 126). Menurut Nurcholis Madjid, agama bukan hanya
kepercayaan kepada yang ghaib dan melaksanakan ritual-tual tertentu. Agama adalah
keseluruhan tingkah laku manusia yang terpuji yang dilakukan demi memperoleh ridha
Allah. Agama

Dengan kata lain meliputi keseluruhan tingkah laku dalam hidup ini yang tingkah laku
itu membentuk keutuhan manusia berakhlakul karimah atas dasar percaya atau iman
kepada Allah dan bertanggung jawab pribadi di hari kemudian. (Madjid, 2010: 90) Jadi
dalam hal ini agama mencakup totalitas tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-
hari yang dilandasi dengan iman kepada Allah, sehingga seluruh tingkah lakunya
berlandaskan keimanan dan akan membentuk akhlak karimah yang terbiasa dalam pribadi
dan perilaku sehari-hari. Penciptaan nuansa religius merupakan berkembangnya suatu
pandangan hidup yang bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilainilai agama yang
diwujudkan dalam sikap hidup oleh setiap warga sekolah.
B. Urgensi Penciptaan Nuansa Religius di Madrasah/Sekolah

Nuansa religius merupakan hal yang sangat penting untuk diciptakan di


madrasah/sekolah, karena sekolah merupakan salah satu lembaga yang
mentransformasikan nilai atau melakukan pendidikan nilai. Sedangkan nuansa religius
di sekolah dapat menjadi wahana untuk mentransfer nilai kepada siswa. Dengan
adanya penciptaan nuansa religius maka seorang guru akan dengan mudah melakukan
transfer nilai kepada siswa dan transfer tersebut tidak cukup hanya dengan
mengandalkan pembelajaran di dalam kelas. Karena pembelajaran di dalam kelas
lebih banyak menyangkut aspek kognitif. Untuk membentuk peserta didik menjadi
yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia tidaklah semudah yang
dibayangkan serta tidak bisa hanya mengandalkan pada mata pelajaran pendidikan.

Agama yang hanya 2 jam pelajaran, tetapi perlu internalisasi nilai religiusitas,
pemberian keteladanan, pembinaan secara terus menerus serta berkelanjutan di luar
jam pelajaran pendidikan agama, baik dalam kelas maupun di luar kelas, atau di luar
sekolah/madrasah melalui penciptaan nuansa religius.

Dengan menciptakan nuansa religius dapat meningkatkan daya nalar dan juga
hasil belajar. Hal tersebut dikarenakan daya nalar dan hasil belajar akan meningkat
jika emosi mengalami ketenangan. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar
adalah problem pribadi yaitu emosi. (Yahya Khan, 2010: 12).

Hal itu bisa ditenangkan dengan suasana religius karena menurut Muhaimin
(2012: 299) kegiatan keagamaan seperti khatmil al-Qur’an dan istighasah dapat
menciptakan suasana ketenangan dan kedamaian di kalangan civitas akademika
sekolah. Maka dari itu sudah seharusnya di madrasah/sekolah adanya nuansa religius
untuk menciptakan ketenangan dan ketentraman bagi siswa. Apabila semua anggota
yang ada di sekolah tersebut mengalami ketentraman emosinya, maka secara otomatis
semuanya mampu berpikir dengan tenang dan itu mampu menemukan sesuatu yang
baru.
C. Proses Penciptaan Nuansa Religius di Madrasah/Sekolah

Penciptaan nuansa religius di madrasah/sekolah bersifat vertikal dan horizontal.


Penciptaan nuansa religius yang bersifat vertikal dapat diwujudkan dalam bentuk
meningkatkan hubungan dengan Allah melalui peningkatan secara kuantitas maupun kualitas
kegiatan-kegiatan keagamaan di madrasah/sekolah yang bersifat ‘ubudiyah seperti shalat
berjamaah, membaca al-Qur’an, membaca do’a, melaksanakan puasa sunnah dan lain
sebagainya.

Sedangkan penciptaan nuansa religius yang bersifat horizontal berwujud hubungan


antar warga sekolah dan lingkungannya. Nilai-nilai religius itu seperti rasa persaudaraan,
kejujuran, sikap saling menghormati, saling tolong menolong dan lain sebagainya.

Adapun konsep pengembangan kegiatan dan lingkungan sekolah/madrasah bernuansa


religius meliputi:

(1) Internalisasi nilai. Internalisasi nilai dilakukan dengan memberikan pemahaman


tentang nilai-nilai keberagamaan kepada para peserta didik, terutama tentang
tanggung jawab manusia sebagai pemimpin (khalifah) yang harus arif dan bijaksana.
Penanaman dan menumbuhkembangkan nilai tersebut dapat dilakukan melalui
pendidikan dan pengajaran. Internalisasi nilai, dapat dirumuskan secara bersama
terkait nilai-nilai keberagamaan yang disepakati dan perlu dikembangkan dalam
lingkungan sekolah/madrasah, untuk selanjutnya dibangun komitmen bersama
diantara semua civitas sekolah/madrasah khususnya peserta didik terhadap
pengembangan nilainilai yang telah disepakati. Nilai-nilai tersebut ada yang bersifat
vertikal dan horizontal. (Muhaimin, 2009: 325).
(2) Keteladanan. Anak dalam pertumbuhannya memerlukan contoh. Dalam Islam
percontohan yang diperlukan itu disebut uswah hasanah, atau keteladanan. Secara
ideal, untuk melacak keteladanan dapat mengacu kepada Nabi Muhammad SAW,
karena beliaulah satu-satunya pendidik yang berhasil.
(3) Pembiasaan. Selain keteladanan, dalam mengembangkan lingkungan
sekolah/madrasah berbudaya religius, juga dibutuhkan pembiasaan. Imam Suprayogo
(2004: 6) lebih lanjut menjelaskan bahwa secara sosiologis, perilaku seseorang tidak
lebih dari hasil pembiasaan saja. Oleh karena itu, anak harus dibiasakan, misalnya
dibiasakan mengucapkan salam tatkala bertemu maupun berpisah dengan orang lain,
membaca basmalah sebelum makan dan mengakhirinya dengan membaca hamdalah,
dibiasakan shalat berjama’ah, serta memperbanyak silaturrahim, dan sebagainya.
(4) Membentuk sikap dan perilaku. Pembentukan sikap dan perilaku peserta didik berarti
proses menanamkan dan menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi
bagian diri (self) orang yang bersangkutan, melalui proses pendidikan, pengarahan,
indoktrinasi, brain washing dan lain sebagainya. (Sahlan, 2010: 134). Pembentukan
sikap dan perilaku peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,
misalnya dengan memberikan nasehat kepada peserta didik dan adab bertutur kata
yang sopan dan bertatakrama baik terhadap pendidik maupun orang tua.

D. Strategi Penciptaan Nuansa Religius di Madrasah/Sekolah

Menurut Muhaimin strategi penciptaan nuansa religius dalam komunitas


madrasah/sekolah perlu strategi yang meniscayakan adanya upaya pengembangan dalam tiga
tataran, yaitu tataran nilai yang dianut, tataran praktik keseharian, dan tataran simbol-simbol
budaya.
Pada tataran nilai yang dianut, perlu dirumuskan secara bersama-sama nilai-nilai agama
yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah, untuk selanjutnya dibangun komitmen
dan loyalitas bersama di antara semua warga sekolah terhadap nilai-nilai yang bersifat
vertikal (hablumminallah) dan Horizontal (hablumminannas), dan hubungan dengan alam
sekitarnya. Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati
tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah.
(Muhaimin, 2006: 157).
Adapun strategi untuk membudayakan nilai-nilai agama di sekolah dapat dilakukan
melalui:
(1) Power strategy, yakni strategi pembudayaan agama di sekolah dengan cara
menggunakan kekuasaan atau melalui people’spower, dalam hal ini peran kepala
sekolah dengan segala kekuasaannya sangat dominan dalam melakukan perubahan.
(2) Persuasive strategy, yang dijalankan lewat pembentukan opini dan pandangan
masyarakat warga madrasah.
(3) Normative re-educative. Artinya norma yang berlaku di masyarakat termasyarakatkan
lewat pendidikan, dan mengganti paradigma berpikir masyarakat madrasah yang lama
dengan yang baru. Pada strategi pertama tersebut dikembangkan melalui pendekatan
perintah dan larangan atau reward dan punishment.

Sedangkan menurut Ramayulis (2014: 144-147) penanaman dan pengembangan nilai-


nilai religius (keislaman) oleh setiap tenaga pendidikan dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:

(1) Mengenalkan kepada peserta didik semua perangkat tata nilai, institusi yang ada di
dalam masyarakat serta peran yang harus dilakukan berdasarkan status yang dimiliki
masing-masing di dalam lembaga masyarakat tersebut.
(2) Mengupayakan agar setiap tenaga kependidikan bersikap dan berperilaku sesuai
dengan ajaran Islam.
(3) Menciptakan hubungan yang Islami dalam bentuk rasa saling toleransi (tasamuh),
saling menghargai (takaarum), saling menyayangi (taraahuni), saling membantu
(ta’aawun) dan mengakui akan eksistensi masing-masing, mengakui dan menyadari
akan hak dan kewajiban masing-masing.
(4) Menyediakan sarana pendidikan yang diperlukan dalam menunjang terciptanya ciri
khas agama Islam.
(5) Adanya komitmen setiap warga sekolah menampilkan citra Islami.
(6) Melakukan pendekatan terpadu dalam proses pembelajaran dengan memadukan
secara serentak pendekatan.

Strategi penciptaan nuansa religius di suatu madrasah/sekolah sangatlah tergantung


kepada situasi dan kondisi madrasah/sekolah tersebut. Karena setiap madrasah/sekolah
pasti memiliki permasalahan dan kebutuhan yang berbeda-beda.
PENUTUP
Penciptaan nuansa religius merupakan berkembangnya suatu pandangan hidup yang
bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilainilai agama yang diwujudkan dalam sikap
hidup oleh setiap warga sekolah.
Nuansa religius merupakan hal yang sangat penting untuk diciptakan di
madrasah/sekolah, karena sekolah merupakan salah satu lembaga yang
mentransformasikan nilai atau melakukan pendidikan nilai. Sedangkan nuansa religius di
sekolah dapat menjadi wahana untuk mentransfer nilai kepada siswa. Untuk membentuk
peserta didik menjadi yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia tidaklah semudah
yang dibayangkan serta tidak bisa hanya mengandalkan pada mata pelajaran pendidikan
agama yang hanya 2 jam pelajaran. Tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama di
sekolah baik itu dari guru, pimpinan dan semua yang terlibat didalamnya.
Penciptaan nuansa religius di madrasah/sekolah bersifat vertikal dan horizontal.
Mengenai Adapun konsep pengembangan kegiatan dan lingkungan sekolah/madrasah
bernuansa religius meliputi internalisasi nilai, keteladanan, pembiasaan dan membentuk
sikap dan perilaku.
Strategi penciptaan nuansa religius dalam komunitas madrasah/sekolah perlu strategi
yang meniscayakan adanya upaya pengembangan dalam tiga tataran, yaitu tataran nilai
yang dianut, tataran praktik keseharian, dan tataran simbol-simbol budaya. Adapun
strategi untuk membudayakan nilai-nilai religius di sekolah/madrasah dapat dilakukan
melalui Power strategy, persuasive strategy dan normative re-educative.
DAFTAR PUSTAKA

 Asmaun Sahlan. (2010). Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah: Upaya


Mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi. Malang: UIN Maliki Press.
 Idris, S., & Tabrani ZA. (2017). Realitas Konsep Pendidikan Humanisme dalam
Konteks Pendidikan Islam. Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 3(1), 96–
113. https://doi.org/10.22373/je.v3i1.1420
 Imam Suprayogo. (2004). Pendidikan Berparadigma al-Qur’an; Pergulatan
Membangun Tradisi dan Aksi Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang Press.
 Koentjaraningrat. (1969). Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi
di Indonesia. Jakarta: Lembaga Riset Kebudayaan Nasional.
 Lewis, M., & Ponzio, V. (2016). Character Education as the Primary Purpose of
Schooling for the Future. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(2), 137-146.
doi:10.26811/peuradeun.v4i2.92.
 Muhaimin. (2006). Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurai Benang Kusut Dunia
Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai