Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PROBLEM BASE LEARNING (PBL)

SISTEM MUSKULOSKELETAL
MODUL PATAH TULANG

Disusun oleh :
Kelompok 1

Ketua Kelompok 70600122008 Muflihah Sa’dah

Anggota Kelompok 70600122041 Mahfidzul Abrar (Scriber)


70600122002 Shafira Aulia Nasution
70600122048 Ainurrafiqah
70600122010 Ghaidah Mutmainnah
70600122013 Miftahul Khaerat
70600122019 Aisyah Alhumaira
70600122023 Muhammad Fadhil Marzuq
70600122031 Adibah Sayyidah Ilham
70600122020 Nurwana Anhufi
70600122048
Nafisatuzzakirah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS


KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN
MAKASSAR
TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

‫ِبْس ِم ِهَّللا الَّرْح َمِن الَّرِح يم‬

Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah
melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua, sehingga meski dengan segala
keterbatasan yang penulis miliki, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan
Problem Based Learning (PBL) modul “PATAH TULANG” blok Sistem Muskuloskeletal.

Adapun laporan modul PBL ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Tidak
lupa kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan laporan ini.

Namun, tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa tentu tidak ada yang
sempurna di dunia ini, sehingga tidak dapat dipungkiri adanya kesalahan baik dari segi
penyusunan bahasa maupun yang lainnya. Oleh karena itu, kami menerima saran dan kritik
dari pembaca, agar kami dapat memperbaiki laporan ini.Kami ucapkan terima kasih dan
berharapkan laporan PBL ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Makassar,8 September 2023

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

SAMPUL........................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Skenario......................................................................................................................4
1.2 Kata Sulit....................................................................................................................4
1.3 Kata Kunci..................................................................................................................4
1.4 Daftar Pertanyaan.......................................................................................................4
1.5 Learning Outcome......................................................................................................4
1.6 Problem Tree..............................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................7
2.1 Struktur Anatomi,Histologi,dan Fisiologi terkait Skenario.......................................,7
2.2 Definisi Fraktur .......................................................................................................19
2.3 Klasifikasi Fraktur ...................................................................................................19
2.4 Etiologi dan Patomekanisme Terkait Skenario........................................................19
2.5 Faktor Resiko Penyakit Terkait Skenario.................................................................20
2.6 Penegakan Diagnosis Terkait Skenario....................................................................20
2.7 Hubungan riwayat terpeleset di kamar mandi dengan gejala lainnya......................21
2.8 Diagnosis Banding Terkait Skenario........................................................................22
2.9 Tatalaksana Terkait Diagnosis..................................................................................23
2.10 Integrasi Keislaman Terkait Skenario......................................................................24

BAB III PENUTUP....................................................................................................................25


3.1 Kesimpulan...............................................................................................................25
3.2 Saran.........................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................26

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario

Seorang perempuan, berusia 52 tahun, dibawa keluarganya ke IGD RS dengan keluhan


nyeri pada pergelangan tangan kanan setelah jatuh terpeleset di kamar mandi dengan
posisi tangan kanan menahan berat tubuhnya sejak 2 jam yang lalu. Pemeriksaan fisik,
tanda vital dalam batas normal. Pada pergelangan tangan kanan tampak adanya edema,
hiperemis, angulasi dan deformitas. Pada palpasi teraba adanya penonjolan fragmen
tulang, krepitasi, nyeri tekan (+), ROM: Pergerakan aktif dan pasif wrist joint dextra tidak
dapat digerakkan karena nyeri. NVD: Sensibilitas normal, pulsasi a. radialis dan a. ulnaris
teraba, CRT < 2 detik

1.2.Kata Sulit

 Hiperemis
 Angulasi
 CRT
 Krepitasi
 Deformitas

1.3.Kata Kunci

1. Seorang perempuan
2. Berusia 52 tahun
3. Nyeri pada pergelangan tangan kanan
4. Setelah jatuh terpeleset di kamar mandi
5. Posisi tangan kanan menahan berat tubuh
6. Sejak 2 jam yang lalu
7. Pemeriksaan fisik tanda vital dalam batas normal
8. Pergelangan tangan tampak edema, hiperemis, angulasi dan deformitas
9. Palpasi teraba adanya penonjolan fragmen tulang, krepitasi, nyeri tekan,
10. ROM: Pergerakan aktif dan pasif wrist joint dextra tidak dapat digerakkan karena nyeri.
11. NVD: Sensibilitas normal
12. pulsasi a. radialis dan a. ulnaris teraba
13. CRT < 2 detik

1.2 Daftar Pertanyaan


4
1. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi organ terkait skenario?
2. Apa yang dimaksud dengan fraktur?
3. Apa saja klasifikasi fraktur?
4. Bagaimana etiologi dan patomekanisme gejala terkait skenario?
5. Bagaimana faktor resiko penyakit terkait skenario?
6. Bagaimana penegakan diagnosis terkait skenario?
7. Bagaimana hubungan antara riwayat terpeleset dikamar mandi dengan gejala lainnya?
8. Apasaja diagnosis banding terkait skenario?
9. Bagaimana penatalaksanaan terkait skenario?
10. Bagaimana integrasi keislaman terkait skenario?

1.3 Learning Outcome

1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi,histologi,dan fisiologi organ terkait skenario


2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari fraktur
3. Mahasiswa mampu mengklasifikasikan fraktur
4. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan patomekanisme fraktur
5. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko penyakit terkait skenario
6. Mahasiswa mampu menjelaskan langkah-langkah penegakkan diagnosis terkait
skenario
7. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan antara riwayat tereleset di kamar mandi
dengan keluhan penyerta yang di alami
8. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding terkait skenario
9. Mahasiwa mampu menyebutkan tata laksana terkait skenario
10. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasi keisalaman terkait skenario

5
1.4 Problem Tree

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Struktur Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Organ Terkait Skenario

2.1.1.Anatomi
2.1.1.1 Tulang (Osteologi)
a. Tulang Radius
Tulang radius terletak disebelah lateral lengan bawah. Ujung atasnya bersendi dengan humerus pada
articulatio cubiti dengan ulna pada articulatio radioulnaris proximal. Ujung distalnya bersendi
dengan os scaphoideum dan os lunatum pada articulatio carpalis dan dengan ulna pada articulatio
radioulnaris distal.
b. Tulang Ulna
Tulang ulna merupakan tulang medial lengan bawah. Ujung atasnya bersendi dengan humerus pada
articulatio cubiti dan dengan caput radii pada articulation ulnaris proximal. Ujung distalnya bersendi
dengan radius pada articulatioulnaris distalis, tetapi dipisahkan dari articulatio radiocarpalis dengan
adanya facies articularis. Ujung atas ulna besar, dikenal sebagai processus olecranii. Bagian ini
membentuk tonjolan pada siku.

Gambar 2.1.1.1 Os radius & os ulna (Netter 2014)

c. Tulang Phalangs
Rangka tangan (tulang phalangs) dibagi menjadi beberapa tulang, yaitu: ossa carpi (tulang-tulang
pergelangan tangan): os schapoideum, os capitatum, os trapezoideum, os trapezium, os lunatum, os
triquetrum, os pisiforme, os hamatum, ossa metacarpi (tulang-tulang telapak tangan) dan phalanges
digitorum manus (9 ruas-ruas jari tangan).

Gambar 2.1.1.2 Os phalangs (Netter 2014)


7
2.1.1.2 Persendian (Arthrologi)

a. Sendi Siku

Sendi siku sangat stabil karena faktor statika yang membentuk sendi cukup kuat cakupannya dan
juga dipengaruhi oleh struktur stabilitas pasif berupa ligamentum yang mengikatnya serta adanya
stabilitas dinamis yang berupa otot-otot.

Gambar 2.1.1.3 Elbow joint (Netter 2014)

b. Sendi pergelangan tangan

Sendi pergelangan tangan adalah sendi bagian distal dari extremitas superior. Pada dasarnya sendi
wrist mempunyai dua derajat kebebasan yaitu palmar-dorsal flexi serta radial dan ulnar deviasi.

Gambar 2.1.1.3 Wrist joint (Netter 2014)


8
2.1.1.3 Persarafan (Neurologi)

a. Nervus Radialis (C5-Th1)

Terletak dibelakang tulang humerus dan sulcus muskulospiralis lateralis dan mencapai sisi antero
lateral bagian bawah lengan atas.

b. Nervus Ulnaris

Terletak di depan nervus radialis dan otot latisimus dorsi ke distal masuk ke sulcus bicipitalis yang
berjalan di antara caput humeral dan ulna.

c. Nervus Medianus (C6-Th1)

Terletak di ventral dari arteri axillaris ke distal masuk sulcus bicipitalis terus ke cubiti di antara
caput humeral dan caput ulna.

Gambar 2.1.1.4 Nervus pada ekstremitas superior (Netter 2014)

2.1.1.4 Pembuluh darah (Vaskularisasi)

Arteri

1) Arteri radialis

Arteri radialis adalah cabang terminal yang lebih kecil dari arteri brachialis yang berjalan dibawah
tendo extensor policis longus berjalan memasuki telapak tangan.

2) Arteri ulnaris

9
Arteri ulnaris juga merupakan cabang terminal yang lebih kecil dari arteri brachialis.

Gambar 2.1.1.5 Arteri pada ekstremitas superior (Netter 2014)

Vena

1) Vena cephalica

Vena melintasi ke proksimal pada fascia superficialis, mengikuti tepi lateral pergelangan tangan dan
pada permukaan antero lateral lengan bawah dan lengan atas.

2) Vena basilica

Vena yang melintasi pada fascia superficialis disisi medialis lengan bawah dan bagian distal lengan
atas.

3) Vena Media cubiti

Vena ini merupakan pembuluh penghubung antara vena basilica dan vena cephalica sebelah depan

daerah fossa cubiti.

Gambar 2.1.1.6 Vena pada ekstremitas superior (Netter 2014)

2.1.2.Struktut Histologi Tulang

10
Gambar 2.1.2.1. Struktur tulang kompak dan spongiosa (HediSasrawan.blogspot.co.id)
Tulang dewasa terbagi menjadi beberapa jenis salah satu contohnya adalah tulang panjang.
Dimana salah satu jenis tulang panjang adalah tulang clavikula. Pada dasarnya tulang
dewasa memiliki 4 jenis sel yaitu sel osteoprogenitor, osteoblast, osteosit, dan osteoklast.
Dimana sel osteoprogenitor adalah sel induk pluripotent yang berasal dari jaringan ikat
mesenkim. Sel osteoprogenitor terdapat di dalam jaringan periosteum dan endosteum.
Dimana fungsi dari jaringan periosteum dan endosteum adalah memberikan suplai bagi
osteoblast untuk pertumbuhan, menutrisi tulang, remodelling, dan perbaikan tulang.
Sepanjang pembentukan tulang ,sel osteoprogenitor berproliferasi secara mitosis dan
berubah menjadi osteoblast, yang akhirnya menyekresi serat kolagen dan matriks tulang.

Gambar 2.1.2.2 .Histologi sel osteoblast (https://jppres.com/jppres/pdf/)


Sel osteoblast mempunyai fungsi utama menyintesis, menskresi, dan mengendapkan
osteoid. Osteoid merupakan komponen organik penyusun matriks tulang baru dimana
osteoid merupakan matriks tulang yang tidak terkalsifikasi dan tidak mengandung mineral.
Tetapi setelah diendapkan osteoid dengan cepat mengalami mineralisasi tulang.

11
Gambar 2.1.2.3.Sel osteosit (Wikipedia)
Sel osteosit adalah bentuk matang dari sel osteoblast dan merupakan sel utama tulang,
dimana sel osteosit juga lebih kecil dibanding sel osteoblast. Osteosit berada di dalam
lakuna dan berdekatan dengan pembuluh darah tepatnya berada dalam matriks tulang yang
diproduksi oleh osteoblast. Dimana matriks tulang yang sudah mengalami mineralisasi akan
lebih keras, sehingga metabolit dan nutrient tidak bisa bebas menuju osteosit, yang
menyebabkan tulang memiliki banyak mineral dan memiliki system saluran khusus yang
bermuara ke osteon yaitu kanalikuli. Kanalikuli berfungsi menjaga agar osteosit tetap hidup.
Dimana tugas utama osteosit mempertahankan hemoestatis matriks tulang sekitar dan kadar
kalsium dan fosfat dalam darah. Jika osteosit mati, maka matriks tulang di sekitarnya akan
direabsorpsi oleh osteoklast.

Gambar 2.1.2.4.Histologi sel osteoklast (Unairnews)


Yang terakhir adalah sel osteoclast ,sel osteoklast merupakan sel multinukleus besar yang
terdapat di sepanjang permukaan tulang atau trabekula tempat terjadinya reabsorbpsi,
remodelling , dan perbaikan tulang. Sel ini bukan merupakan turunan sel osteoprogenitor.
Osteoklast berasal dari sel progenitor darah yang merupakan turunan sel makrofag
mononuklearis-monosit di sumsum tulang dimana fungsinya adalah reabsorpsi tualang
selama remodelling. (Soesilawati,dkk,2020).

2.1.3. Fisiologi Organ Terkait Skenario

2.1.3.1.Fungsi Tulang

a. Tulang memberikan topangan dan bentuk pada tubuh


b. Pergerakan,tulang berartikulasi dengan tulang lain pada sebuah persendian dan berfungsi
sebagai pengungkit. Jika otot-otot (yang tertanam pada tulang) berkontraksi, kekuatan yang
diberikan pada pengungkit menghasilkan gerakan.
c. Perlindungan,tulang melindungi organ-organ lunak yang ada dalam tubuh.
d. Pembentukan sel darah (hematopoiesis). Sumsum tulang merah, yang ditemukan pada orang
dewasa dalam tulang sternum, tulang iga, badan vertebra, tulang pipih pada kranium, dan
pada bagian ujung tulang panjang, merupakan tempat produksi sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit darah.
e. Tempat penyimpanan mineral. Matriks tulang tersusun dari sekitar 62% garam anorganik,
terutama kalsium fosfat dan kalsium karbonat dengan jumlah magnesium,klorida, florida,
sitrat yang lebih sedikit. Tulang mengandung 99 % kalsium tubuh.
f. Kalsium dan fosfor disimpan dalam tulang agar bisa ditarik kembali dan dipakai untuk
fungsi-fungsi tubuh ; zat tersebut kemudian diganti melalui nutrisi yang diterima.
(Guyton,2014).

12
2.1.3.2.Fungsi Sistem Muskuler/Otot

a. Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat dan
bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
b. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan
mempertahankantubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya
gravitasi.
c. Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk
mempertahankan suhu tubuh normal.Adapun nubungan antara otot sebagai alat gerak aktif
dengan pergerakkan pada bahu yaitu bisa melakukan gerak fleksi melalui otot M.Deltoideus
superior danM.Subscapularis. (Guyton,2014).

2.2.Definisi Fraktur
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang,tulang rawan,baik yang bersifat total
maupun sebagian.Secara ringkas dan umum fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh
adanya tekanan atau benturan yang melebihi kekuatan dari tulang itu sendiri sehingga tulang tidak
mampu untuk menahannya. ( Noor,2016).

2.3.Klasifikasi Fraktur Clavicula

Klasifikasi fraktur pada clavicula, atau tulang selangka, dapat dilakukan berdasarkan
berbagai faktor, termasuk lokasi fraktur, jenis fraktur, dan keparahan fraktur. Berikut adalah
beberapa jenis klasifikasi fraktur pada clavicula: (Karna,M.D,.2018).

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi:

Fraktur clavicula medial: Fraktur terjadi di bagian dalam (dekat sternum) clavicula. Fraktur
clavicula lateral: Fraktur terjadi di bagian luar (jauh dari sternum) clavicula. Fraktur
clavicula tengah (Midshaft): Fraktur terjadi di tengah clavicula.

a. Klasifikasi berdasarkan jenis fraktur:

Fraktur Transversal: Patah melintang clavicula, tegak lurus terhadap sumbu panjangnya.
Fraktur Spiral: Fraktur mengikuti pola spiral di sepanjang clavicula.
Fraktur Oblique: Fraktur berjalan dalam sudut miring di sepanjang clavicula.
Fraktur Komminutif: Clavicula patah menjadi beberapa fragmen.
Fraktur Greenstick: Hanya satu sisi clavicula yang patah, mirip dengan patah ranting pohon
muda.

b. Klasifikasi berdasarkan keparahan:

Fraktur Terbuka: Terdapat luka terbuka pada kulit di atas fraktur, yang berpotensi
meningkatkan risiko infeksi.
Fraktur Tertutup: Tidak ada luka terbuka pada kulit di atas fraktur.

c. Klasifikasi Berdasarkan Dislokasi:

Fraktur Non-Dislokasi: Tulang clavicula tetap berada dalam posisi yang relatif normal.
Fraktur Dislokasi: Tulang clavicula bergeser dari posisi normalnya.

2.4.Etiologi dan Patomekanisme gejala terkait skenario


2.4.1 Etiologi
13
Pada umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur dapat disebabkan oleh keadaan patologis selain dari faktor
traumatik. Fraktur pada tulang lemah yang disebabkan oleh trauma minimal disebut dengan fraktur
patologis. Penyebab tersering fraktur patologis pada femur proksimal adalah osteoporosis. Fraktur
lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga atau luka, selain itu juga dapat disebabkan oleh kecelakan motor,
Kecelakaan mobil, kecelakaan kerja atau pun jatuh dari ketinggian.
Penyebab fraktur adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma tidak langsung, dan
trauma ringan.Trauma langsung yaitu benturan pada tulang, biasanya penderita terjatuh dengan
posisi miring dimana daerah trokhater mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset
di kamar mandi. Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu
sendiri sudah rapuh atau underlying deasesatau fraktur patologis (Asrizal,2014)
2.4.2 Patomekanisme
Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yaitu: (1) Fase 1: Inflamasi, (2) Fase 2:
proliferasi sel, (3) Fase 3: pembentukan dan penulangan Kalus (osifikasi), (4) Fase 4: remodeling
menjadi tulang dewasa.
a. Inflamasi
Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons Apabila ada cedera di bagian
tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan Yang cedera dan pembentukan hematoma pada lokasi
fraktur. Ujung Fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat
cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih Besar) yang akan membersihkan
daerah tersebut dari zat asing. Pada saat Ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Tahap
inflamasi Berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya. Pembengkakan dan nyeri.
b. Proliferasi sel
Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin
pada darah dan membentuk jaringan Untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblast.
Fibroblast Dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) Akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen Pada patahan tulang. Terbentuk
jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar.
Kalus tulang Rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah Tulang.
Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif.

c. Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan Tumbuh mencapai sisi lain sampai
celah terhubungkan. Fragmen patahan Tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan,
dan serat tulang Imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan Defek
secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan Pergeseran tulang. Perlu waktu tiga
sampai empat minggu agar fragmenTulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
Secara klinis,fragmen tulang tak bisa lagi digerakkan. Pembentukan kalus mulai Mengalami
penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang Melalui proses penulangan endokondrial.
Mineral terus-menerus ditimbun Sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan
kalus Tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang panjang orang dewasa Normal, penulangan
memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.
d. Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan Mati dan reorganisasi tulang
baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun Bergantung pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi Tulang, dan
stres fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkan Tulang kompak dan kanselus). Tulang
kanselus mengalami penyembuhan Dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak,
khusunya Pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan Permukaan pada
tulang tidak lagi negatif. Proses penyembuhan tulang Dapat dipantau dengan pemeriksaan sinar X.
14
Imobilisasi harus memadai Sampai tanda-tanda adanya kalus tampak pada gambaran sinar X.
(Karna,M.D,.2018).

2.5.Faktor Resiko Penyakit Terkait Skenario


Sebagai faktor resiko, usia dan jenis kelamin adalah penyebab terbesar patah tulang. Wanita jauh
lebih mungkin mengalami patah tulang daripada pria. Hal ini karena tulang-tulang wanita (usia 25-
30) umumnya lebih kecil dan kurang padat daripada tulang-tulang pria. Selain itu, wanita
kehilangan kepadatan tulang lebih banyak daripada pria saat mereka menua karena hilangnya
eksterogen saat menopouse. Pada pria, patah tulang biasanya terjadi di atas usia 50 tahun.
Berikut beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan resiko fraktur.
1. Merokok merupakan faktor resiko patah tulang karena dampaknya pada tingkat hormon. Wanita
yang merokok umumnya mengalami menopouse pada usia yang lebih dini.
2. Minum alkohol secara berlebihan dapat memengaruhi struktur dan massa tulang. Penelitian yang
diterbitkan oleh National Institute on Alcohol and Alcoholism menunjukan bahwa seseorang yang
mengonsumsi alkohol selama bertahun-tahun akan mengalami kerusakan kualitas tulang dan hal
tersebut dapat meningkatkan resiko keropos tulang dan fraktur potensial.
3. Steroid (kortikosteroid) sering doresepkan untuk mengobati kondisi peradangan kronis, seperti
rematoid atritis, penyakit radang usus, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Sayangnya
penggunaannya pada dosis tinggi dapat menyebabkan tulang keropos dan patah tulang. Efek
samping yang tidak diinginkan ini tergantung dosis dan secara langsung berkaitan dengan
kemampuan steroid untuk menghambat pembentukan tulang, mengurangi penyerapan kalsium di
saluran pencernaan, dan meningkatkan kehilangan kalsium melalui urine.
4. Artritis rematoid atritis merupakan penyakit autoimun yang menyerang sel-sel dan jaringan sehat
di sekiat sendi. Akibatnya, peradangan kronis terjadi pada sendi da menyebabkan rasa sakit,
bengkak, dan kaku. Peradangan ini seiring waktu dapat menghancurkan jaringan persendian dan
bentuk tulang.
5. Gangguan kronis lainya seperti penyakit celiac, penyakit Chorn, dan kolitis ulserativa, sering
dikaitkan dengan pengeroposan tulang. Berbagai kondisi tersebut mengakibatkan kemampuan
saluran cerna penderita berkurang, sehingga kalsium yang berguna untuk mempertahankan kekuatan
tulang tidak dapat terserap dengan baik.
6. Pasien diabetes tipe I memiliki kepadatan tulang yang rendah. Onset diabetes tipe I biasanya
terjadi pada massa kanak-kanak ketika massa tulang terbentuk. Masalah penglihatan dan kerusakan
saraf yag sering menyertai diabetes dapat berkontribusi pada pasien patah tulang terkait. Pada
diabetes tipe II, biasanya dengan onset di kemudian hari, penglihatan yang buruk, kerusakan saraf,
dan ketidakaktifan dapat menyebabkan jatuh meskipun kepadatan tulang biasanya lebih besar
daripada diabetes tipe I, kualitas tulang dapat terpengaruh oleh perubahan metabolik karena kadar
gula darah tinggi.

2.6. Langkah-langkah penegakan diagnosis terkait skenario


Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look: deformitas (angulasi,
rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi / feel (nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis
dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat
fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri,
efusi, dan krepitasi 4,5 Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit,
pengembalian cairan kapler, sensasi. 4,5 Pemeriksaan gerakan / moving dinilai apakah adanya
keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur.

2.7. Hubungan riwayat terpeleset di kamar mandi dengan gejala lainnya


Dislokasi adalah cedera pada persendian yaitu sebagai tempat mana dua atau lebih tulang bersatu
atau adanya tarikan pada kedua antar tulang dari posisi normalnya. Cedera berat diantara tulang
dapat merusak dan melumpuhkan sendi Anda.
Ada 8 tulang kecil di pergelangan tangan yang disebut skafoid, bulan sabit, triquetrum, pisiform,
15
trapezium, trapesium, kapit dan bengkok Ketidakstabilan Carpal mewakili sekitar 7% hingga 10%
dari semua cedera yang dilaporkan pada tulang karpal. Mayoritas ketidakstabilan karpal berpusat di
sekitar tengah pergelangan tangan. Cedera berkembang secara berurutan tergantung pada tingkat
keparahannya, dari ketidakstabilan scapholunate ke dislokasi bulan sabit. Pergelangan tangan yang
mengalami dislokasi ini disebabkan karena jatuh atau adanya riwayat trauma.
Trauma atau cedera menjadi penyebab utama pada hampir semua kasus dislokasi terutama dislokasi
pergelangan. Sumber trauma itu berupa :
- Dislokasi pergelangan akibat cedera olahraga seperti tabrakan atau benturan,
- Disokasi akibat olahraga dengan dominasi lengan seperti tenis, basket, kiper sepak bola.
- Cedera akibat beban berat atau olahraga beban seperti atlet binaraga
- Riwayat cedera pada pergelangan akibat terkilir
- Cedera akibat pekerjaan
Gejala utama dari fraktur atau dislokasi adalah rasa sakit yang hebat yang biasanya terasa

memburuk menggerakkan pergelangan tangan Anda ke atas dan ke bawah atau dari sisi ke sisi. Hal
ini juga mempengaruhi timbulnya pembengkakan atau edema, perubahan warna atau biasa disebut
memar, krepitasi, dan juga keadaan di sekitar trauma menjadi lunak. Namun dalam hal ini tidak
memengaruhi hasil pemeriksaan tanda vital dikarenakan inflamasi yang terjadi hanya diatur titik
sehingga mediator radang hanya bereaksi di tempat terjadinya trauma.(Loeffier,2021)

2.8.Diagnosis Banding Terkait Skenario

raktur colles
Fraktur Colles adalah fraktur radius ekstra articular distal bentuk kelainannya seperti 'garpu makan
malam' (dinner fork deformity), dengan menonjol di bagian belakang pada pergelangan tangan.
Epidemiologinya pada laki-laki lebih rendah dibandingkan perempuan. Arah cedera ini lebih sering
mempengaruhi dewasa muda (terutama laki-laki) melalui mekanisme energi tinggi dan orang
dewasa atau lanjut usia (terutama wanita) melalui mekanisme energi rendah. Fraktur Colles yang
ditangani dengan baik bergantung pada tiga komponen, pengurangan fraktur yang terjadi,
kemampuan untuk mempertahankan kesejajaran tulang yang tepat dan pada pasien dapat
menggerakkan bahu dan tangan selama proses penyembuhan.(Yadnya,2022)

Fraktur smith
Fraktur smith atau biasa disebut juga reversed colles fracture merupakan kebalikan dari fraktur
colles yang ditandai dengan ditemukannya deformitas pergeseran fragmen distal ke arah
folar.Fraktur radial distal sering kali disebabkan oleh terjatuh dengan tangan terulur (FOOSH).
Fraktur Colles sering dikaitkan dengan cedera FOOSH yang khas. Di sisi lain, patah tulang Smith
umumnya terjadi karena terjatuh pada pergelangan tangan yang tertekuk atau karena pukulan
langsung pada bagian dorsal pergelangan tangan. Lebih umum dari perkiraan awal, perpindahan
16
volar pada radius distal dapat terjadi dengan jatuh ke telapak tangan.fraktur Smith merupakan
sekitar 5% dari seluruh gabungan fraktur radial dan ulnaris. Insidensi patah tulang Smith tertinggi
terjadi pada pria muda dan wanita lanjut usia. Hampir semua fraktur radius distal terjadi pada anak-
anak yang mengalami jatuh berenergi tinggi dan lansia osteoporosis yang menderita jatuh berenergi
rendah.(Ihza,2022)

Fraktur skafoid
Pasien biasanya datang dengan nyeri pergelangan tangan setelah terjatuh dengan tangan terulur.
Pembebanan aksial pada pergelangan tangan pada hiperekstensi paksa dan deviasi radial dapat
menyebabkan fraktur karena skafoid berdampak pada tepi dorsal radius. Kecelakaan olahraga dan
lalu lintas juga merupakan penyebab umum. Tumor dan infeksi jarang menjadi penyebab patah
tulang skafoid patologis.Fraktur skafoid sebagian besar menyerang orang dewasa muda, dengan usia
rata-rata 29 tahun. Insidensinya lebih tinggi pada laki-laki. Hal ini jarang terjadi pada populasi anak-
anak dan populasi lanjut usia, dimana fisis atau radius distal, masing-masing, lebih mungkin
mengalami fraktur terlebih dahulu. Fraktur skafoid merupakan 15% dari cedera pergelangan tangan
akut. (Hayat,2023)
Dislokasi radiokarpal
Dislokasi radiokarpal adalah cedera langka pada pergelangan tangan yang biasanya disebabkan
setelah cedera parah pada karpus yang menyebabkan supinasi interkarpal dan gangguan pada
ligamen radiokarpal ekstrinsik volar . RCD dilaporkan terjadi pada individu yang menjadi korban
trauma berkecepatan tinggi seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, kecelakaan industri,
atau kekerasan dan dapat melibatkan gangguan tulang, ligamen, dan jaringan lunak .Laporan
menunjukkan bahwa kejadian cedera ini jarang terjadi, yaitu 0,2% dari seluruh dislokasi. Menurut
Moneim et al., prevalensi cedera ini adalah sekitar 20% di antara seluruh cedera pergelangan
tangan.Literatur menunjukkan bahwa hanya sedikit rangkaian kasus yang melaporkan kasus yang
mencakup lebih dari 10 RCD, rangkaian kasus yang disajikan oleh Dumontier dkk. yang mencakup
27 RCD adalah jumlah maksimum yang dilaporkan sejauh ini . Sebagian besar RCD dilaporkan
terjadi pada pria muda setelah cedera traumatis berdampak tinggi pada sendi pergelangan tangan
akibat tabrakan kendaraan bermotor. (Sabr,2020)

17
Fraktur galeazzi
Fraktur Galeazzi adalah fraktur sepertiga tengah hingga distal radius yang berhubungan dengan
dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal (DRUJ).Fraktur Galeazzi paling sering terjadi
akibat terjatuh dengan tangan terentang dengan pergelangan tangan terentang dan lengan bawah
mengalami hiperpronasi. Energi dari fraktur radius ditransmisikan menuju sendi radioulnar yang
menyebabkan dislokasi DRUJ. Fraktur ini terjadi dengan distribusi bimodal, fraktur diafisis lengan
bawah pada laki-laki muda umumnya disebabkan oleh trauma berenergi tinggi (misalnya cedera
olahraga, jatuh dari ketinggian, tabrakan kendaraan bermotor) dan fraktur pada wanita lanjut usia
disebabkan oleh trauma berenergi rendah seperti sebagai jatuh dari permukaan tanah.Fraktur
Galeazzi terjadi sekitar 7% dari seluruh fraktur lengan bawah pada orang dewasa. Satu dari empat
patah tulang poros radial adalah cedera Galeazzi yang sebenarnya.(Johnson NP,2023)

Fraktur monteggia

Fraktur Monteggia adalah fraktur ulna proksimal yang berhubungan dengan dislokasi caput
radialis.Fraktur Monteggia paling sering terjadi akibat pukulan langsung ke lengan bawah dengan
siku terentang dan lengan bawah dalam keadaan hiperpronasi. Energi dari fraktur ulnaris
ditransmisikan sepanjang membran interoseus yang menyebabkan pecahnya ligamen kuadrat dan
annular proksimal, sehingga mengganggu sendi radiokapitella. Sehubungan dengan distribusi
bimodal, fraktur diafisis lengan bawah pada pria muda umumnya disebabkan oleh trauma berenergi
tinggi, misalnya jatuh dari ketinggian, cedera olahraga, kecelakaan kendaraan bermotor, dan patah
tulang pada wanita lanjut usia disebabkan oleh trauma berenergi rendah.Fraktur Monteggia terjadi
sekitar 1% hingga 2% dari seluruh fraktur lengan bawah. Patah tulang lengan bawah bagian distal
jauh lebih sering terjadi dibandingkan patah tulang lengan bawah poros tengah, yang terjadi pada
18
sekitar 1 hingga 10 per 10.000 orang per tahun. Faktor risiko paling signifikan untuk patah tulang
lengan bagian tengah termasuk olahraga (sepak bola dan gulat), osteoporosis, dan fase
pascamenopause. Faktor risiko ini berkorelasi dengan kejadian bimodal dengan kejadian tertinggi
terjadi pada laki-laki muda (10:10,000) dan perempuan lanjut usia (5:10,000).(Johnson NP,2023)

Kata kunci Osteoarthritis Dislokasi Post Traumatic Frozen


bahu shoulder

Laki laki +/- + +

40 tahun + + +

Sulit menggerakkan lengan dan + + +


bahu kanan

Sejak 3 bulan lalu + + +

Riwayat patah klavikula kanan +/- +/- +

Riwayat berobat ketukang urut +/- + +

Gerak fleksi terbatas 90° +/- +/- +

Gerak abduksi terbatas 50° +/- +/- +

Nyeri tekan pd bahu kanan + + +

Tanda vital normal + + +


2.8.1.Tabel Diagnosis Banding

2.9.Tatalaksana Terkait Skenario

1. Tatalaksana awal terkait skenario


- Pentalaksanaan awal fraktur
19
Penatalaksaan awal ketika menghadapi pasien yang mengalami fraktur adalah melakukan primary
survey. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan masalah ABCDE teratasi (Anamnesa dan
pemeriksaan fisik). Kemudian, tahap selanjutnya pasien dapat melakukan resusitasi ATLS atau
pelayanan hidup trauma lanjutan untuk memulihkan fungsi vital dari pasien yang mengalami cedera
traumatis berat
- Penatalaksanaan awal dislokasi
Penatalaksanaan awal Ketika terjadi dislokasi sendi dapat melakukan penanganan ‘RICE’ , yaitu
R : Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi / pemasangan pembalut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)

2. Tatalaksana terkait skenario


- Talaksana fraktur (Non-farmakologi)
i. Reduction
Metode ini adalah cara mengembalikan/mensejajarkan kembali tulang pada posisi yang
seharusnya. Metode ini dapat dilakukan dengan cara manual, traksi dan operatif
ii. Retain
Dapat dilakukan fiksasi eksterna dengan menggunakan gips atau slab. Kemudian, dapat pula
dilakukan open redustion and internal fictation (ORIF) dengan menggunakan K-wire, plate
and screw, dan lain sebagainya. Selanjutnya, bisa juga dilakukan dengan open reduction and
external fictation (OREF).
iii. Rehabilitation
Rehabilitasi setelah patah tulang merupakan bagian penting dari proses penyembuhan.
Program rehabilitasi dirancang berdasarkan jenis patah tulang, usia, tingkat keparahan, dan
area patah tulang. Berikut beberapa langkah umum yang dilakukan selama rehabilitasi pasca
patah tulang:
iv. Membalikkan efek negatif imobilisasi
Patah tulang dapat menyebabkan hilangnya gerakan dan kekuatan pada tingkat tertentu serta
berkurangnya mobilitas fungsional secara signifikan. Terapi fisik setelah patah tulang sering
kali pertama-tama berfokus pada membalikkan efek negatif dari tidak dapat bergerak
dengan menggunakan gips atau gendongan.
v. Latihan ROM
Latihan untuk membantu meningkatkan kekuatan dan mobilitas adalah bagian penting dari
rehabilitasi setelah patah tulang. Setiap program latihan akan bersifat individual dan
bergantung pada tingkat kebugaran dan mobilitas pasien saat ini.
vi. Latihan progresif bertingkat
Latihan menahan beban digunakan untuk membantu pasien mendapatkan kembali kekuatan
dan mobilitas di area yang terkena dampak.
vii. Pertimbangan psikologis
20
Rehabilitasi setelah patah tulang dapat menjadi saat yang menantang dan menegangkan bagi
pasien. Dukungan psikologis dan konseling mungkin diperlukan untuk membantu pasien
mengatasi tantangan fisik dan emosional dalam proses rehabilitasi.
viii. Pendidikan pasien dan perawat.
Pendidikan adalah bagian penting dari rehabilitasi setelah patah tulang. Pasien dan perawat
perlu dididik tentang teknik latihan, mobilitas, dan perawatan diri yang tepat untuk
memastikan penyembuhan yang tepat dan mencegah cedera lebih lanjut.

- Tatalaksana fraktur (Farmakologi)


Obat untuk pasien patah tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis dan keparahan patah tulang
serta kebutuhan spesifik pasien. Pengobatan utama untuk patah tulang biasanya melibatkan:
i. Analgesik (obat penghilang rasa sakit)
Patah tulang sering kali sangat nyeri, jadi pengobatan pertama adalah mengendalikan rasa
sakit. Ini dapat mencakup penggunaan obat bebas seperti acetaminophen (seperti Tylenol)
atau obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) seperti ibuprofen (seperti Advil). Untuk rasa
sakit yang lebih parah, dokter mungkin meresepkan obat opioid dalam dosis yang tepat dan
diawasi dengan ketat.
ii. Relaksan Otot
Jika ada spasme otot yang menyebabkan ketidaknyamanan atau komplikasi, dokter dapat
meresepkan relaksan otot seperti cyclobenzaprine untuk mengurangi ketegangan otot.
iii. Antiinflamasi
Obat antiinflamasi, seperti NSAID, dapat membantu mengurangi peradangan di sekitar
patah tulang. Namun, penggunaannya harus hati-hati karena peradangan juga merupakan
bagian dari proses penyembuhan tulang, dan penggunaan NSAID yang berlebihan dapat
menghambat proses penyembuhan.
iv. Antibiotik
Dalam kasus patah tulang terbuka di mana tulang menembus kulit, risiko infeksi meningkat.
Dokter dapat meresepkan antibiotik untuk mencegah atau mengobati infeksi.
v. Suplemen Kalsium dan Vitamin D
Terutama jika penderita memiliki defisiensi, dokter mungkin meresepkan suplemen kalsium
dan vitamin D untuk mendukung kesehatan tulang dan proses penyembuhan.
vi. Stimulan Pertumbuhan Tulang
Dalam beberapa kasus, seperti patah tulang yang sulit sembuh atau tertunda penyatuan,
stimulan pertumbuhan tulang mungkin digunakan. Ini bisa berupa perangkat yang
menggunakan medan elektromagnetik atau ultrasonik untuk merangsang penyembuhan
tulang.

- Tata laksana dislokasi (Non-farmakologi)


i. Reduksi
Yaitu dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.

21
ii. Rehabilitasi
Rehabilitasi setelah dislokasi sangat penting untuk memulihkan kekuatan, stabilitas, dan
rentang gerak sendi yang terkena. Latihan khusus dan jangka waktu rehabilitasi dapat
bervariasi tergantung pada jenis dan tingkat keparahan dislokasi, serta faktor individu.
Berikut beberapa langkah dan latihan umum yang sering dimasukkan dalam program
rehabilitasi pasca dislokasi:
iii. Mobilisasi dini
Gerakan lembut pada sendi yang terkena dapat dimulai segera setelah dislokasi untuk
membantu mengurangi kekakuan dan menghilangkan rasa sakit.
iv. Latihan isometrik
Latihan isometrik melibatkan kontraksi otot tanpa menggerakkan sendi. Latihan-latihan ini
dapat membantu menjaga kekuatan dan stabilitas otot selama tahap awal rehabilitasi.
v. Latihan rentang gerak
Secara bertahap, saat rasa sakit dan bengkak mereda, latihan rentang gerak diperkenalkan
untuk membantu memulihkan fleksibilitas dan mobilitas pada sendi.
vi. Latihan penguatan
Latihan penguatan sangat penting untuk memulihkan kekuatan dan stabilitas otot di sekitar
sendi. Latihan-latihan ini mungkin termasuk meremas tulang belikat, rotasi eksternal bahu,
dan retraksi leher.
vii. Latihan fungsional
Latihan fungsional bertujuan untuk menyimulasikan gerakan dan aktivitas di kehidupan
nyata untuk membantu pasien mendapatkan kembali fungsi sendi secara penuh. Latihan-
latihan ini mungkin termasuk meraih, mengangkat, dan membawa benda.
viii. Latihan elastis dan beban
Latihan elastis dan beban dapat digunakan untuk meningkatkan intensitas program
rehabilitasi secara progresif dan semakin memperkuat otot-otot di sekitar sendi.
ix. Kembali beraktivitas secara bertahap
Tergantung pada jenis dan tingkat keparahan dislokasi, mungkin disarankan untuk kembali
melakukan aktivitas dan olahraga normal secara bertahap. Hal ini harus dilakukan di bawah
bimbingan profesional kesehatan untuk meminimalkan risiko kekambuhan.

- Tata laksana dislokasi (Farmakologi)


Pemberian obat-obatan analgesik non narkotik. Seperti Analsik yang berfungsi untuk mengatasi
nyeri otot, sendi, sakit kepala, nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis.
Dosis: sesudah makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul. Kemudian pasien bisa
di beri Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang, kondisi akut atau
kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini
adalah mual, muntah, agranulositosis, leukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal 500mg lalu 250 mg
tiap 6 jam.

b. Pencegahan terkait dengan skenario


22
- Pencegahan fraktur
Patah tulang dapat dicegah dengan menjaga kesehatan tulang sepanjang hidup. Berikut beberapa
langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah patah tulang:
i. Dapatkan cukup kalsium dan vitamin D.
ii. Lakukan olahraga teratur
Olahraga teratur sangat penting untuk membangun dan menjaga kesehatan tulang yang baik.
Jalan kaki atau angkat beban adalah aktivitas yang sangat baik untuk meningkatkan
kebugaran dan membangun tulang yang kuat dan sehat.
iii. Makan makanan yang seimbang.
Mengonsumsi makanan yang baik untuk kesehatan tulang, seperti buah-buahan dan sayur-
sayuran, dapat membantu melindungi tulang.
iv. Hindari merokok dan batasi alkohol.
Merokok dan konsumsi alkohol berlebihan dapat menurunkan kepadatan tulang dan
meningkatkan risiko patah tulang.
v. Mencegah jatuh.
Jatuh adalah penyebab umum patah tulang, terutama pada orang lanjut usia dan anak-anak.
Untuk mencegah jatuh, hilangkan permadani, kenakan sepatu dengan traksi yang baik, dan
gunakan pegangan tangan di tangga. Tips lainnya adalah menjaga lantai agar tidak
berantakan, menggunakan alas anti selip di bak mandi dan pancuran, serta menyimpan
senter dan baterai ekstra di samping tempat tidur.
Penting untuk diketahui bahwa patah tulang tidak selalu dapat dicegah, terutama yang disebabkan
oleh kecelakaan dan trauma yang tidak dapat direncanakan.

- Pencegahan Dislokasi
Dislokasi dapat disebabkan oleh benturan yang tidak terduga atau tidak seimbang pada sendi, seperti
terjatuh atau benturan keras pada area yang terkena. Meski dislokasi tidak selalu dapat dicegah,
namun ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko dislokasi:
i. Hindari aktivitas berisiko
Aktivitas yang melibatkan kontak atau olahraga kecepatan tinggi dapat meningkatkan risiko
dislokasi. Menghindari aktivitas ini atau mengambil tindakan pencegahan seperti memakai
alat pelindung diri dapat membantu mengurangi risiko.
ii. Menjaga kekuatan dan fleksibilitas otot yang baik.
Otot yang kuat dan sendi yang fleksibel dapat membantu mencegah dislokasi. Olahraga
teratur, peregangan, dan terapi fisik dapat membantu menjaga kekuatan dan fleksibilitas otot
yang baik.
iii. Lakukan tindakan pencegahan untuk mencegah jatuh.
iv. Cari pertolongan medis untuk cedera sendi
Jika Anda mengalami cedera sendi, segera dapatkan bantuan medis. Perawatan yang tepat
dapat membantu mencegah kerusakan lebih lanjut dan mengurangi risiko dislokasi.
v. Pakai alat pelindung
23
Mengenakan alat pelindung, seperti helm dan bantalan, dapat membantu mengurangi risiko
dislokasi selama olahraga kontak atau aktivitas berisiko lainnya.
2.10.Integrasi Keislaman Terkait Skenario

INTEGRASI KEISLAMAN

‫َو َض َرَب َلَنا َم َثاًل َو َنِس َي َخ ْلَقُه َقاَل َم ْن ُيْح ِي اْلِع َظاَم َو ِهَي َرِم يٌم () ُقْل ُيْح ِييَها اَّلِذ ي َأْنَش َأَها َأَّو َل َم َّرٍة َو ُهَو ِبُك ِّل َخ ْلٍق َع ِليٌم‬

wa dharaba lanaa matsalan wa nasiya khalqahu qaala man yuhyi al-‘izhaama wa hiya ramiim. Qul
yuhyiihaa al-ladzii ansya ‘ahaa awwala marratin wa huwa bikullli khalqin ‘aliim.
Artinya:
“Dan dia (yang durhaka itu) membuat bagi kami satu perumpamaan; sedangkan dia melupakan
kejadian (diri)nya; dia berkata: ‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, padahal ia
telah hancur luluh?” Katakanlah (Nabi Muhammad SAW): “Ia akan dihidupkan oleh Yang
menciptakannya pada kali pertama. Dan Dia Maha Mengetahui segala ciptaan.(QS: Yasin Ayat 78-
79)
Adapun hubungannya dengan skenario kami yaitu ,ketika terjadi fraktur pada tulang,tulang bisa
melakukan proses penyembuhannya sendiri, tidak hanya ditambal dengan jaringan parut tetapi juga
akan mengalami regenerasi secara bertahap.Adapun beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang
yaitu:
Fase inflamasi
Fase proliferasi sel
Fase pembentukan dan penulangan kalus (osifikasi)
Fase remodeling menjadi tulang dewasa
Dan tentunya proses-proses penyembuhan tulang di atas tidak terjadi tanpa adanya izin dari Allah
SWT.
Adapun pandangan islam terhadap keterbatasan gerakan-gerakan shalat yang dialami penderita
patah tulang yaitu sesuai dengan hadist berikut.
Dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Imran bin Husain Radhiyallahu anhu:

‫َكاَنْت ِبي َبَو اِس يُر َفَس َأْلُت الَّنِبَّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َعْن الَّص اَل ِة َفَقاَل َص ِّل َقاِئًم ا َفِإْن َلْم َتْس َتِط ْع َفَقاِع ًدا َفِإْن َلْم َتْس َتِط ْع َفَعَلى َج ْنٍب‬
Pernah penyakit wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang cara shalatnya. Maka beliau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Shalatlah
dengan berdiri , apabila tidak mampu, maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka
berbaringlah. (HR al-Bukhari no. 1117)

Berdasarkan hadit di atas jelaslah bahwa Islam sangat menekankan pentingnya menjaga kesehatan
dan keselamatan individu. Jika seseorang mengalami patah tulang atau cedera serius, maka mereka
diberi kelonggaran untuk melaksanakan shalat sesuai dengan kondisi fisik mereka yang berarti
bahwa jika melakukan gerakan shalat secara normal akan memperburuk cedera atau menimbulkan
rasa sakit yang tidak tertahankan, seseorang diizinkan untuk menggantikannya dengan gerakan yang
lebih ringan atau bahkan duduk jika diperlukan. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga kesehatan
dan menghindari timbulnya keparahan pada cedera.
24
25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gerakan terbatas adalah kondisi di mana seseorang mengalami pembatasan atau


keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk melakukan gerakan atau aktivitas fisik
tertentu. Keterbatasan gerakan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk cedera,
kondisi medis, atau gangguan fisik. Dalam konteks fraktur clavicula (tulang bahu),
gerakan terbatas umumnya terjadi sebagai akibat dari cedera ini.

Fraktur adalah istilah medis untuk patah tulang, yang dapat terjadi akibat trauma, stres
berlebihan, atau kondisi medis tertentu. Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi berbagai
jenis, seperti fraktur tertutup, terbuka, lengkap, atau tidak lengkap, tergantung pada
karakteristik cedera.
Diagnostik fraktur melibatkan pemeriksaan fisik, pemindaian radiologi (seperti sinar-X,
CT scan, atau MRI), dan seringkali evaluasi klinis yang mendalam.
Pengobatan fraktur tergantung pada jenis, lokasi, dan keparahan cedera. Ini bisa
mencakup pemasangan gips, penataan ulang tulang (reduksi), atau pembedahan jika
diperlukan. Faktor lain seperti usia dan kondisi kesehatan umum pasien juga
memengaruhi rencana pengobatan.

Setelah pengobatan, pemulihan fraktur memerlukan perawatan yang cermat, seperti


fisioterapi, untuk memastikan tulang dan jaringan lunak pulih dengan baik. Pemantauan
terus menerus diperlukan untuk menghindari komplikasi.
Pencegahan fraktur melibatkan upaya untuk meminimalkan risiko cedera
muskuloskeletal, termasuk kebiasaan hidup sehat, olahraga yang aman, dan perhatian
terhadap lingkungan kerja atau rumah yang berpotensi berbahaya.
Kesimpulan ini mencakup pemahaman dasar tentang orthopedi dan penanganan fraktur
serta pentingnya pencegahan dan pemulihan yang tepat. Namun, dalam praktek medis,
setiap kasus fraktur adalah unik dan memerlukan pendekatan individual yang
disesuaikan oleh dokter
3.2 Saran

Berdasarkan dari hasil pelaksanaan PBL modul “Patah Tulang”, diharapkan ke


depannya agar mahasiswa mampu menjadi lebih aktif untuk berdiskusi selama PBL
berlangsung dan lebih banyak membaca textbook dan jurnal yang berhubungan
dengan skenario yang diberikan sebelum mengikuti PBL.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter,Frank H.2016.Atlas Anatomi Manusia Bahasa Latin Edisi


6.Indonesia:Elsevier

2. Gray.2012.Dasar-Dasar Anatomi Edisi 1.Jakarta:Elsevier

3. Soesilawati, Pratiwi. Histologi Kedokteran dasar. Surabaya: Airlangga University Press,


2020. pdf.
<https://repository.unair.ac.id/116832/1/HistologiKedokteranDasar2020_Full.pdf>.

4. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12 . Jakarta : EGC,
1031

5. dr. Made Bramantya Karna, Sp.OT(k) 2018,Laporan khusus Fraktur Clavicula,Denpasar.

6. Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks, (2014). Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta:
Salemba Medika

7. Kowalak, J. S., Wels, W., Mayer, M.(2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta :EGC.

8. Yadnya, I. G. N. K., & Wijaya, I. M. A. S. (2022). EPIDEMIOLOGI DAN TERAPI PADA


FRAKTUR COLLES. Ganesha Medicina, 2(1), 9-15.

9. Ihza, M. A. B., Tekwan, G., & Mu’ti, A. (2022). Gambaran Karekteristik Fraktur Radius
Dital di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2017-2019: Overview of Distal
Radius Fracture Characteristics at Abdul Wahab Sjahranie Hospital, Samarinda in 2017-
2019. Jurnal Sains Dan Kesehatan, 4(2), 161-167.

10. Hayat Z, Varacallo M. Scaphoid Wrist Fracture. [Updated 2023 Aug 4]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/books/NBK536907/?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

11. Sabr, M., Mashrah, H. T., Abed, A. H., Arabi, H., & Pullishery, F. (2020). Volar
Radiocarpal Dislocation: A Case Report and Review of Literature. Cureus, 12(7), e9091.
https://doi.org/10.7759/cureus.9091

12. Johnson NP, Fraktur Smolensky A. Galeazzi. [Diperbarui 2023 17 Juli]. Di: StatPearls
[Internet]. Pulau Harta Karun (FL): Penerbitan StatPearls; 2023 Januari-. Tersedia dari:
https://www-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/books/NBK470188/?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

13. Fraktur Johnson NP, Fraktur Silberman M. Monteggia. [Diperbarui 2023 31 Juli]. Di:
StatPearls [Internet]. Pulau Harta Karun (FL): Penerbitan StatPearls; 2023 Januari-.
Tersedia dari: https://www-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/books/NBK470575/?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

14. Al-Qur’an

27
28

Anda mungkin juga menyukai