Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ursula Mayang A

NIM : 21/482504/TK/53296

Kelas : B

Tugas 1

“Aspek Geospasial Yang Perlu Diperhatikan”

1. Bagaimana karakteristik peta batas wilayah negara Indonesia yang digunakan sebagai
dasar dalam penetapan batas didarat dengan negara tetangga, uraikan jawaban tugas
mencakup :
a. Datum Geodetik
b. Sistem Proyeksi Peta
c. Sistem Koordinat
d. Skala
e. Toponim

Dalam menentukan batas suatu wilayah baik batas darat, laut, maupun udara di
Indonesia ini terdapat suatu peraturan perundang-undangan serta hukum internasional
yang mengikat yaitu UU No.43 pasal 5 tahun 2008 tentang wilayah negara. Pada pasal 5
tersebut batas wilayah negara meliputi :

- di darat berbatas dengan Wilayah Negara Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste
- di laut berbatas dengan Wilayah Negara Malaysia, Papua Nugini, Singapura, dan
Timor Leste
- di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya dengan
angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasiona

Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia menetapkan
Batas Wilayah Negara secara unilateral berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
hukum internasional.

Kesepakatan batas wilayah internasional biasanya diwujudkan dalam suatu


dokumen / traktat. Secara formal dan legal kesepakatan batas wilayah dinyatalam dalam
daftar koordinat titik-titik batas dan digambarkan dalam dokumen yang berwujud peta.
Karena posisi titik-titik batas merupakan hasil kesepakatan antar negara, maka
kesepakatan tersebut harus mencakup aspek geospasial antara lain sistem koordinat,
datum geodetik, sistem proyeksi peta, skala, dan toponimi agar terdapat kejelasan yang
eksplisit terkait dengan batas tersebut sehingga tidak menimbulkan masalah. Jika hal
tersebut tidak dituliskan secara eksplisit dapat menimbulkan permasalahan contohnya
perbedaan dan ketidak jelasan datum geodetic yaitu pergeseran koordinat titik batas yang
menyebabkan kesalahan dalam kegiatan delimitasi garis batas di atas peta dan kesalahan
dalam demarkasi titik batas di lapangan sehingga berakibat menguntungkan atau
merugikan masing-masing pihak.

a. Datum
Datum merupakan Kumpulan parameter dan titik kontrol yang memiliki
hubungan geometrik. Dalam penentuan batas darat wilayah tersebut akan dilakukan
proses transformasi datum setelah proses survei demarkasi untuk menentukan
koordinat beserta pilar batas. Berikut merupakan datum geodetik yang digunakan
dalam penentuan batas darat antara Indonesia dengan Malaysia, Indonesia dengan
Papua New Guinea, dan Indonesi dengan Timor Leste :
1. Datum Geodetik yang digunakan dalam penegasan batas darat Indonesia dan
Papua New Guinea
Pada isi perjanjian batas tahun 1973 terjadi permasalahan antara Indonesia
dan Papua New Guinea karena pada perjanjian tersebut tidak mencantumkan
secara tegas implementasi sistem referensi koordinat (datum) dan kerangka
referensi dari koordinat geografis ke-14 monumen meridian batas. Pada saat itu
orientasi dari meridian referensinya mengacu pada datum geodetik NSWC 9Z-
3D. Akan tetapi, meridian referensi tersebut tidak sejajar dengan meridian
referensi yang digunakan untuk menyatakan koordinat astronomis monument
meridian. Untuk menangani masalah teknis batas darat antara kedua negara
tersebut pada tahun 2004 terjadi kesepakatan Bersama antara kedua belah pihak
untuk melakukan kegiatan survei demarkasi batas menggunakan datum ulang
dengan menggunakan datum ITRF2000 / WGS84 karena datum tersebut tidak
bersifat lokal dan relative akurat serta mudah untuk direalisasikan.
2. Datum Geodetik yang digunakan dalam penegasan batas darat Indonesia dan
Malaysia
Pada saat karena keterbatasan infrastruktur dan belum tersediannya system
koordinat global membuat pengerjaan survei demarkasi bersama antara dua
negara menggunakan sistem koordinat milik Malaysia. Datum Malaysia kala itu
merupakan sistem referensi geodetik lokal yaitu datum Bukit Timbalai untuk
daerah Borneo dan untuk wilayah Semenanjung Malaysia menggunakan
Malayan Revised Triangulation 1968 (MRT68). Alasan Malaysia menggunakan
dua datum tersebut karena Cakupan wilayah Malaysia yang terpisahkan dengan
laut dan teknologi yang digunakan pada masa itu masih konvensional. Untuk
menselaraskan antara datum-datum tersebut dilakukan tranformasi datum
sehingga nantinya didapatkan datum global dan koordinat pilar tidak lagi
mengacu ke sistem koordinat milik Malaysia, tetapi akan berlaku secara
internasional menggunakan sistem global hal ini menggunakan sistem WGS
1984 yang didapatkan dari hasil pengukuran GPS di titik sekutu. Proses
transformasi antar datum ini menggunakan metode Bursa-Wolf 3 dimensi.

Secara umum acuan datum yang digunakan adalah datum global Karena
masalah penggunaan datum yang berbeda pada negara yang berdekatan maupun
karena perkembangan teknologi penentuan posisi yang mengalami kemajuan
pesat, maka penggunaan datum mengarah pada datum global. Datum datum
global yang pertama adalah WGS 60, WGS66, WGS 72, awal tahun 1984
dimulai penggunaan datum WGS 84, dan ITRF.
b. Sistem Proyeksi Peta
Sistem proyeksi peta adalah sistem yang dirancang untuk
merepresentasikan permukaan dari suatu bidang lengkung atau spheroid (misalnya
bumi) pada suatu bidang datar.
1. Sistem proyeksi yang digunakan dalam penentuan batas darat Indonesia dan
Malaysia adalah sistem proyeksi Malayan RSO (Rectified Skew
Orthomorpic). Tipikal proyeksi Malayan RSO sendiri adalah membatasi
jumlah distorsi skala dengan membatasi sejauh mana proyeksi kedua sisi
pusatnya. Proyeksi Malayan RSO menerapkan zona tunggal dari proyeksi-
proyeksi yang sama, namun dengan garis Tengah sesuai dengan tren wilayah
yang bersangkutan daripada meridian. Proyeksi Malayan RSO bersifat
conformal dan cylindrical area, tidak mengikuti tren utara-selatan dan timur-
barat seperti proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator) pada
umumnya.
2. Sistem proyeksi yang digunakan dalam penentuan batas darat Indonesia dan
Papua New Guinea adalah UTM zone 54S
c. Sistem Koordinat
Sistem koordinat merupakan “bilangan yang dipergunakan / dipakai untuk
menunjukkan lokasi suatu titik, garis, permukaan atau ruang” Informasi lokasi
ditentukan berdasarkan sistem koordinat, yang diantaranya mencakup datum dan
proyeksi peta. Aplikasi sistem koordinat yang berbeda-beda menimbulkan beberapa
persoalan yang berkaitan dengan akurasi.
1. Sistem koordinat yang digunakan dalam penetapan batas darat antara
Indonesia dengan Malaysia adalah Oblique Mercator.
2. Sistem koordinat yang digunakan dalam penetapan batas darat antara
Indonesia dengan Papua New Guinea adalah sistem koordinat geografis
astronomis yaitu 141° 01’10” BT
d. Skala
Skala adalah perbandingan ukuran jarak suatu unsur di atas peta dengan jarak
unsur tersebut di muka bumi. Skala dapat direpresentasikan dalam beberapa jenis
seperti skala angka, skala verbal, dan skala garis. Skala pada peta cukup Beragam
karena disesuaikan dengan tujuan pembuatan peta tersebut, seperti pada tahap
alokasi diperlikan peta dengan skala menengah atau kecil, pada tahap delimitasi
diperlukan peta dengan skala besar, dan pada tahap demarkasi akan dihasilkan peta
dengan skala minimal 1:100.000. Skala peta tersebut menunjukan cakupan area
yang pada peta, semakin besar skala semakin kecil area cakupan peta, akan tetapi
obyek yang disajikan semakin teliti. Semakin kecil skala semakin besar area
cakupan peta, akan tetapi obyek yang disajikan kurang detail.
1. Peta yang digunakan pada koridor batas Indonesia-Malaysia ini
menggunakan peta dengan skala 1:2.500 dan skala 1:5.000 dengan total
sebanyak 1.341 Nomor Lembar Peta (NLP).
2. Peta yang digunakan pada koridor batas Indonesia-Timor Leste ini
menggunakan peta dengan skala 1:25.000
e. Toponim
Toponimi adalah ilmu atau studi yang membahas tentang nama-nama
geografis, asal-usul nama tempat, bentuk, dan makna nama diri, terutama nama
orang dan tempat. Dengan kata lain toponimi merupakan ilmu tentang nama tempat,
arti, asal-usul, dan tipologinya. Toponimi juga termasuk dengan penamaan suatu
tempat atau bisa dikatakan masuk ke dalam teori penamaan. Penamaan bersifat
arbitrer dan (kesepakatan umum), dikatakan arbitrer karena tercipta atau keputusan
berdasarkan kemauan masyarakat sedangkan dikatakan kesepakatan umum karena
disusun berdasarkan kebiasaan masyarakatnya (Sudaryat, 2009: 9). Toponimi
sangat diperlukan dalam upaya pemetaan suatu wilayah karena dapat berfungsi
sebagai sebuah penanda yang khas dari suatu tempat atau label pada fitur-fitur
disekitar batas wilayah. Fitur-fitur yang mencolok biasanya dapat dijadikan sebagai
acuan dari suatu batas wilayah Toponimi nama tempat, menurut Robiansyah (2017:
13), dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
a. Toponimi Vegetasi, toponimi ini sebagai penaman suatu tempat yang didasarkan
pada pendeskripsian tumbuhan atau tanaman yang berada pada sekitar tempat
tersebut. Jadi pada toponimi vegetasi ini penamaan pada suatu tempat didasarkan
pada nama tumbuhan maupun tanaman yang tumbuh atau yang hidup di sekitar
tempat tersebut.
b. Toponimi Bersejarah, pada toponimi peristiwa bersejarah ini penamaan suatu
tempat yang didasarkan pada peristiwa atau kejadian bersejarah yang mana
berkaitan erat dengan terbentuknya tempat tersebut. Kejadian bersejarah ini bisa
bersifat umum (nasional) atau bersifat khusus (menurut masyarakat setempat). Jadi
toponimi bersejarah ini penamaan pada nama tempat didasarkan pada kejadian yang
terjadi atau peristiwa yang terjadi di suatu tempat tersebut.
c. Toponimi Pemberian, toponimi ini pada penamaan suatu tempat yang didasarkan
pada pemberian oleh seseorang yang memiliki kuasa atas tempat tersebut. Jadi
toponimi berdasarkan pemberian ini nama tempat yang diberikan penamaannya
didasarkan pada pemberian oleh seseorang yang memiliki peranan penting atas
tempat tersebut.
d. Toponimi Wilayah, toponimi wilayah ini penamaan suatu tempat yang didasarkan
pada nama suatu wilayah (kota, kabupaten, kecamatan, kampung, desa atau
kelurahan, dusun dan lain-lain) yang terkait dengan keberadaan tempat tersebut.
Jadi pada toponimi ini didasarkan pada suatu wilayah yang terkait dengan
keberadaan tempat tersebut.
Daftar Pustaka

Hadi, S., 2022. Analisis Permasalahan Batas Darat Antara Indonesia dan Malaysia dalam
Perspektif Aspek Teknis dan Teknologi Geospasial. Jurnal Teknik: Media Pengembangan Ilmu
dan Aplikasi Teknik, 21(2), pp.158-171.

Sai, S.S., Abidin, H.Z. and Sutisna, S., 2003. Aspek Geodetik Penegasan Batas Darat Indonesia
dan Papua New Guinea: Status dan Permasalahannnya. Aspek Geodetik Penegasan Batas
Darat, 37(2), pp.131-154.
Sahudiyono, S. and Pinto, F., 2019. Pelayanan Dan Pengawasan Terhadap Pelintas Batas Di Pos
Lintas Batas Darat Mota’ain Perbatasan Negara Indonesia–Timor Leste. Majalah Ilmiah Bahari
Jogja, 17(2), pp.10-27.
Sianipar, I.M.J., 2017. UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WILAYAH PERBATASAN DARAT INDONESIA
–TIMOR LESTE. Sociae Polites, 18(01), pp.1-12.

Anda mungkin juga menyukai